PENGARUH SERAT BAMBU PADA KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK BELAH CAMPURAN BETON DENGAN EXPANDED POLYSTYRENE SEBAGAI SUBTITUSI AGREGAT HALUS Amelia Yonatta Tjitradewi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480
[email protected]
Irpan Hidayat, S.T., M.T. (Dosen Pembimbing) Binus University, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK The research aimed to determine the effect of concrete mixtures with fine aggregate replacement with EPS and the addition of bamboo fiber. The research determine the effect of bamboo fiber and EPS to concrete density, splitting tensile strength and compressive strength concrete against normal concrete. This research uses a cylinder concrete sample. The samples made by adding 0%, 1%, 1,5%, and 2% of bamboo fiber from the weight of cement and 0%, 1%, 1,5%, and 2% of EPS from fine aggregate volum. Design, sampling, and testing method based on SNI. This research analysis based on the result of sample testing of concrete density, splitting tensile strength and compressive strength. From the result, mixing concrete with EPS causes a decrease of splitting tensile strength and compressive strength. And bamboo fiber causes an increase of splitting tensile strength and compressive strength. Concrete with 30% of EPS have a lowest density, that is 1867,42 kg/cm3. The concrete can be categorized as a light weight concrete because it has a lower density than 1900 kg/cm3, but the concrete can’t be used for structural because it have a lower compressive strength than 17,2 MPa. Compressive strength on 28 days of concrete with 2% of bamboo fiber is a concrete with optimal compressive strength, that is 20,37 MPa or 1,89 MPa higher than normal concrete on the same days. Compressive strength on 50 days of concrete with 1,5% of bamboo fiber is a concrete with optimal compressive strength, that is 24,14 MPa or 2,45 MPa higher than normal concrete on the same days. Splitting tensile strength on 28 days of concrete with 1,5% of bamboo fiber is a concrete with optimal compressive strength, that is 6,81 MPa or 1,18 MPa bigger than normal concrete on the same days. Keywords : Concrete, Bamboo Fiber, Expanded Polystyrene, Compressive Strength, Splitting Tensile Strength Penelitian menjelaskan pengaruh serat bambu dan EPS terhadap berat jenis, kuat tekan dan kuat tarik belah beton. Penelitian ini menggunakan metode pembuatan dan pengujian benda uji silinder beton. Benda uji silinder beton yang dibuat adalah penambahan serat bambu pada campuran sebesar 0%, 1%, 1,5%, dan 2% dari berat semen total campuran dan subtitusi EPS sebesar 0%, 15%, dan 30% dari volume agregat halus pada campuran. Metode perancangan, pengambilan dan pengujian sampel berdasarkan ketentuan dalam SNI. Analisis didapatkan dari hasil pengujian benda uji baik dari berat jenis, kuat tekan, dan kuat tarik belahnya. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa beton dengan EPS menurunkan kuat tekan, dan kuat tarik belah beton dibandingkan beton normal. Penambahan serat bambu pada beton meningkatkan kuat tekan, dan kuat tarik belah beton dibandingkan beton normal dan beton dengan EPS saja. Beton dengan campuran EPS 30% merupakan beton yang memiliki berat jenis terendah, yaitu 1867,42 kg/cm3 yang dapat dikategorikan sebagai beton ringan karena memiliki berat jenis dibawah 1900 kg/cm3, tetapi beton ini tidak dapat digunakan untuk kepentingan structural karena memiliki kuat tekan dibawah 17,2 MPa. Kuat tekan beton pada umur 28 hari dengan persentase serat bambu sebesar 2% merupakan hasil yang paling optimal, yaitu sebesar 20,37 MPa atau lebih besar 1,89 MPa dari beton normal pada umur yang
sama. Kuat tekan beton pada umur 50 hari dengan persentase serat bambu sebesar 1,5% merupakan hasil yang paling optimal, yaitu sebesar 24,14 MPa atau lebih besar 2,45 MPa dari beton normal pada umur yang sama. Kuat tarik belah pada umur 28 hari dengan persentase serat bambu sebesar 1,5% merupakan hasil yang paling optimal, yaitu sebesar 6,81 MPa atau lebih besar 1,18 MPa dari beton normal pada umur yang sama. Kata kunci : Beton, Serat Bambu, Expanded Polystyrene, Kuat Tekan, Kuat Tarik Belah
PENDAHULUAN Berkembangnya suatu negara mempengaruhi perkembangan pembangunan infrastrukturnya. Berbagai infrastruktur dibangun untuk memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan masyarakat. Beton merupakan bahan konstruksi yang paling sering digunakan dalam pembangunan. Beton memiliki keunggulan kuat tekan yang baik namun memiliki kuat tarik yang rendah. Berat jenis beton sebesar 2200-2400 kg/m3 mempengaruhi berat dari struktur bangunan. Untuk mengurangi beban pada bangunan diperlukan pengurangan berat dari beton. Penggunaan beton yang terus meningkat menyebabkan berkembangnya penelitian terhadap campuran beton. Penelitian beton ringan pun menjadi salah satu penelitian yang telah dilakukan. Penggunaan styrofoam atau expanded polystyrene pada campuran beton menjadi salah satu cara untuk mengurangi berat jenis beton. Styrofoam adalah bahan yang memiliki ketahan baik terhadap suhu, berat jenisnya rendah dan memiliki kemampuan menyerap air yang sangat kecil. Hal ini menjadi pertimbangan penggunaan styrofoam dalam campuran beton ringan. Beton yang dihasilkan dari campuran limbah styrofoam ini cenderung lebih ringan dibandingkan beton biasa karena styrofoam digunakan sebagai subtitusi agregat halus dalam beton. Sehingga beton ini dapat dimanfaatkan sebagai beton ringan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, dengan penambahan styrofoam nilai kuat tekan dan tarik dari campuran beton berkurang secara linier terhadap penambahan jumlah styrofoam. Hal ini menyebabkan diperlukannya penambahan material untuk menambah nilai kuat tekan dan kuat tarik dari beton, walaupun beton memiliki berat jenis yang lebih rendah akibat penambahan styrofoam. Material yang digunakan untuk menambah kuat tekan dan kuat tarik dari campuran beton adalah serat bambu. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, serat bambu mampu menambah kuat tekan dan kuat tarik dibandingkan beton normal. Harganya yang ekonomis dan mudah didapat, menjadikan serat bambu menjadi alternatif material penambah kuat tekan dan tarik dari beton. Untuk mengetahui seberapa besar penurunan berat jenis beton dengan campuran styrofoam dan penambahan kuat tekan dan tarik dari penambahan serat bambu diperlukan penelitian lebih lanjut.
METODE PENELITIAN Dari kasus atau masalah yang telah diidentifikasi dapat dicari beberapa referensi yang dapat membantu pemecahan masalah dalam penelitian. Dari studi literatur yang ada dapat ditarik hipotesis untuk pemecahan masalah. Setelah itu dilakukan pengumpulan data dengan pembuatan sampel. Sebelum membuat sampel dilakukan pengujian material untuk membuat rancangan campuran yang akan dipergunakan untuk pembuatan sampel. Setelah pengujian dilakukan perancangan perhitungan kebutuhan campuran beton. Kemudian dibuat sampel sesuai dengan hasil perhitungan rancangan campuran beton. Dari sampel didapatkan data berupa hasil uji tekan dan uji tarik belah. Kemudian data akan dianalisis dan didapatkan kesimpulan dari penelitian ini.
HASIL DAN BAHASAN Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari Kuat tekan yang didapatkan dari beberapa persentase subtitusi EPS dan penambahan serat bambu sebagai berikut: Tabel 1 Kuat Tekan Beton 28 Hari Persentase Serat Bambu Persentase EPS 0% 1% 1,5% 2% 0% 18,49 18,86 19,43 20,37 15% 14,34 14,71 15,84 14,34 30% 10,75 13,58 14,34 12,26 Catatan: hasil kuat tekan dalam satuan MPa Kuat Tarik Belah Beton 28 Hari Kuat tarik yang didapatkan dari beberapa persentase subtitusi EPS dan penambahan serat bambu sebagai berikut:
Tabel 2 Kuat Tarik Beton 28 Hari Persentase Serat Bambu Persentase EPS 0% 1% 1,5% 0% 5,63 5,93 6,81 15% 4,00 4,15 4,59 30% 3,85 4,15 4,44 Catatan: hasil kuat tekan dalam satuan MPa Kuat Tekan Beton 50 Hari Kuat tekan yang didapatkan dari beberapa bambu pada umur 50 hari sebagai berikut: Tabel 3 Kuat Tekan Beton 50 Hari Persentase Serat Bambu Persentase EPS 0% 1% 1,5% 0% 21,69 23,39 24,14 15% 14,15 15,09 15,66 30% 10,37 12,07 14,52 Catatan: hasil kuat tekan dalam satuan MPa
2% 6,07 4,00 4,15
persentase subtitusi EPS dan penambahan serat
2% 20,75 14,15 11,69
Perbandingan Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari dan 50 Hari Beton pada umur 50 hari memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton umur 28 hari. Hal ini dapat disebabkan proses curing yang lebih lama menyebabkan kekuatan beton semakin meningkat karena proses hidrasi semen terus berlanjut. Tetapi penambahan kuat tekan tidak terlalu signifikan setelah umur beton di atas 28 hari. Kuat tekan beton umur 50 hari dengan penambahan serat bambu tanpa campuran EPS bertambah 15 sampai 20 persen dibandingkan dengan beton umur 28 hari. Pada umur 50 hari, beton dengan campuran serat bambu 1,5 persen memiliki kuat tekan paling optimal dibandingkan campuran serat bambu lainnya.
Gambar 1 Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari dengan 50 Hari Pada Beton Normal dan Beton dengan Campuran Serat Bambu
Gambar 2 Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari dengan 50 Hari Pada Beton EPS 15% dan Beton EPS 15% dengan Campuran Serat Bambu
Gambar 3 Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari dengan 50 Hari Pada Beton EPS 30% dan Beton EPS 30% dengan Campuran Serat Bambu Penambahan serat bambu dapat menurunkan kelacakan dan workability beton. Semakin banyak penambahan serat bambu semakin sulit pengerjaan beton dan berkurangnya kelacakan. Kuat tekan beton dengan serat bambu semakin meningkat hingga campuran serat bambu 1,5% dan menurun pada campuran serat bambu 2%. Hal ini dapat disebabkan penambahan serat bambu sebesar 2% membuat kepadatan dalam beton berkurang karena daya ikat serat bambu dan komponen penyusun beton menjadi lebih lemah. Sehingga kekuatan dari beton menurun dan mempengaruhi kuat tekan beton. Perbandingan Berat Jenis Beton Umur 28 Hari dan 50 Hari Beton dengan campuran yang sama seharusnya memiliki berat jenis yang sama pada umur 28 hari dan 50 hari. Berat jenis yang sama menunjukkan bahwa beton kedap terhadap air dan beton dibuat dengan keseragaman yang sama. Pada penelitian ini berat jenis dari beton umur 28 hari dan 50 hari rata-rata tidak memiliki nilai yang sama karena proses pengadukan secara manual membuat beton tidak memiliki berat jenis yang sama atau seragam. Perbedaan berat jenis pada masing-masing campuran berbeda.
Gambar 0 Berat Jenis Beton Umur 28 Hari dengan 50 Hari Pada Beton Normal dan Beton dengan Campuran Serat Bambu
Gambar 5 Berat Jenis Beton Umur 28 Hari dengan 50 Hari Pada Beton EPS 15% dan Beton EPS 15% dengan Campuran Serat Bambu
Gambar 6 Berat Jenis Beton Umur 28 Hari dengan 50 Hari Pada Beton EPS 30% dan Beton EPS 30% dengan Campuran Serat Bambu Perbedaan pada tiap variasi berkisar antara 6 kg/m3 hingga 100 kg/m3. Ada dugaan perbedaan berat jenis disebabkan adanya muai susut dari serat bambu akibat adanya air yang masuk ke dalam beton. Beton yang seharusnya bersifat kedap air memberikan kemungkinan yang lebih kecil masuknya air dan menyebabkan muai susut pada serat bambu. Selain itu, EPS dalam campuran beton memiliki sifat kedap air dan tidak menyerap air, sehingga seharusnya air tidak dapat lagi masuk ke dalam campuran beton. Hal ini menunjukkan bahwa serat bambu dalam beton seharusnya tidak lagi mengalami muai susut karena air tidak lagi masuk dalam campuran beton. Perbedaan berat jenis yang terjadi cenderung mengarah pada ketidakseragaman benda uji yang disebabkan pengadukan secara manual. Pada penelitian ini rata-rata terjadi peningkatan berat jenis pada umur 50 hari dibandingkan 28 hari. Tetapi dapat dilihat penurunan berat jenis pada umur 50 hari bila dibandingkan umur 28 hari untuk beton dengan persentase EPS 15% dan serat bambu 1,5%. Seharusnya dengan bertambahnya berat jenis, kuat tekan beton pun meningkat. Tetapi, dapat dilihat beton dengan persentase EPS 15% dan serat bambu 1,5% memiliki berat jenis yang lebih rendah pada umur 50 hari tetapi memiliki kuat tekan yang lebih tinggi pada umur 50 hari. Hal ini dapat disebabkan pada campuran beton serat bambu dan EPS pada benda uji umur 50 hari lebih banyak dibandingkan pada umur 28 hari. Serat bambu memiliki berat jenis yang ringan sehingga menurunkan berat jenisnya, tetapi jumlah serat bambu yang lebih banyak pada campuran beton menjadikan beton umur 50 hari memiliki kuat tekan yang lebih baik dibandingkan beton umur 28 hari. Sehingga dapat dilihat penurunan berat jenis tidak mempengaruhi penambahan kuat tekan pada beton dengan persentase EPS 15% dan serat bambu 1,5% pada umur 50 hari. Perbandingan Dengan Perbandingan Sebelumnya Perbandingan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya diperlukan untuk mengetahui perbedaan dan kesamaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Perbandingan ini juga dapat menunjukkan hasil penelitian dapat menghasilkan hasil yang lebih baik atau diperlukan penelitian lebih lanjut dengan persentase yang berbeda atau campuran yang berbeda. Berdasarkan gambar 7 dapat dilihat hasil penelitian yang didapat dengan persentase subtitusi yang sama dengan penelitian sebelumnya memiliki nilai kuat tekan yang berbeda. Serat bambu meningkatkan kuat tekan dibandingkan beton normal pada umur 28 hari. Perbedaan hasil penilitian ini dengan penelitian lain dapat disebabkan oleh perbedaan penggunaan ukuran dan material yang dipergunakan dan perlakuan terhadap serat bambu yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan kulit bambu sebagai serat bambu dalam campuran beton, sedangkan pada penelitian lain digunakan seluruh bagian bambu. Berdasarkan landasan teori, kulit bambu memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan bagian dalam dari bambu. Hal ini yang menyebabkan kuat tekan beton yang dihasilkan pada penelitian ini mendekati hasil penelitian sebelumnya walaupun serat bambu tidak diperlakukan secara khusus atau diberikan bahan adiktif untuk mengatasi kekurangan bambu. Perbedaan kuat tekan dapat dipengaruhi juga pencapaian kuat tekan pada umur 28 hari. Pada penelitian ini dan penelitian dari jurnal Mudji Suhardiman, kuat tekan rencana yang digunakan adalah 20 MPa. Pada penelitian ini kuat tekan pada umur 28 hari tidak mencapai target atau rencana sedangkan pada jurnal satu kuat tekan rencana terpenuhi. Agregat kasar yang digunakan pada jurnal satu memiliki butir maksimum 20 mm sedangkan pada penelitian ini digunakan agregat kasar dengan butir maksimum 40 mm. Benda uji yang digunakan pada jurnal satu adalah benda uji kubus sedangkan yang digunakan pada penelitian ini adalah benda uji silinder.
Gambar 7 Persentase Serat Bambu Terhadap Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari
Gambar 8 Persentase Serat Bambu Terhadap Kuat Tarik Belah Beton Penambahan serat bambu cenderung memberikan penambahan pada kuat tarik dibandingkan dengan kuat tekannya. Pengaruh penambahan serat bambu dan EPS terhadap kuat tarik beton dapat dilihat pada gambar 8. Serat bambu dalam beton berfungsi sebagai jembatan atau penghubung antara retakan yang ada dalam beton dan meningkatkan daktilitas beton. Hal ini menyebabkan beton lebih tahan terhadap gaya tarik. Pada saat beban diberikan dan muncul retakan pada beton, serat bambu sebagai bekerja sebagai pengikat diantara retakan sehingga komponen dalam beton masi berikatan dan menyebabkan beton lebih lama mengalami kegagalan.
Gambar 9 Persentase EPS Terhadap Kuat Tekan Umur 28 Hari Pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya terjadi perbedaan nilai kuat tekan dan kuat tarik belah beton dengan campuran EPS. Perbedaan ini disebabkan perbedaan kuat rencana untuk campuran beton. Pada jurnal Alice Siauwantara dan jurnal Gunaedi kuat tekan rencananya adalah 25 MPa sedangkan pada penelitian ini adalah 20 MPa.
Gambar 10 Persentase EPS Terhadap Kuat Tarik Belah Beton Perbedaan ukuran EPS yang digunakan juga mempengaruhi kekuatan dari beton yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran EPS yang digunakan semakin kecil rongga udara yang terbentuk. Rongga udara yang kecil memperkecil kemungkinan untuk terjadinya penurunan kekuatan beton. Pada jurnal oleh Alice Siauwantara dan jurnal oleh Giri, I.B. Dharma., et al ukuran EPS yang digunakan dengan penelitian ini sama yaitu berdiameter 1 mm sampai 2 mm.
Gambar 11 Kuat Tekan Terhadap Waktu Perawatan Penelitian pada jurnal oleh Ahmad, Shakeel., et al mengatakan bahwa kuat tekan beton dengan campuran serat bambu pada umur 28 hari tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan terhadap beton normal, tetapi pada umur beton 50 hari kuat tekannya meningkat menjadi dua kali lipatnya. Pada penelitian ini penambahan kuat tekan dari umur 28 hari menuju 50 hari hanya sebesar 15 persen sampai 20 persen. Sedangkan pada penelitian jurnal oleh Dr. Shakeel Ahmad penambahan kuat tekan mencapai dua kali lipatnya. Perbedaan ini disebabkan kuat tekan rencana yang berbeda dan ukuran benda uji yang berbeda. Pada penelitian jurnal tujuh kuat tekan rencananya adalah 25 MPa dan serat bambu yang digunakan berukuran 3 mm x 25 mm x 7 mm. Benda uji yang digunakan pada pengujian kuat tekan adalah benda uji kubus.
SIMPULAN DAN SARAN 1. 2.
3.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: Penambahan EPS sebagai subtitusi parsial agregat halus dalam campuran beton menurunkan kuat tekan dan kuat tarik belah beton pada umur 28 hari dan 50 hari. Pada umur 28 hari kuat tekan beton dengan persentase EPS 15% adalah 14,34 MPa atau 4,15 MPa (22%) lebih rendah dari beton normal pada umur yang sama dan kuat tekan beton dengan persentase EPS 30% adalah 10,75 MPa atau 7,74 MPa (42%) lebih rendah dari beton normal pada umur yang sama. Pada umur 50 hari kuat tekan beton dengan persentase EPS 15% adalah 14,15 MPa atau 7,04 MPa (35%) lebih rendah dari beton normal dan kuat tekan beton dengan persentase EPS 30% adalah 10,37 MPa atau 10,82 MPa (52%) lebih rendah dari beton normal pada umur yang sama.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
10. 11.
12.
13.
1.
2.
Pada umur 28 hari kuat tarik beton dengan persentase EPS 15% adalah 4 MPa atau 1,63 MPa (29%) lebih rendah dari beton normal dan kuat tarik beton dengan persentase EPS 30% adalah 3,85 MPa atau 1,78 MPa (32%) lebih rendah dari beton normal pada umur yang sama. Beton dengan campuran EPS 30% merupakan beton yang memiliki berat jenis terendah, yaitu 1867,42 kg/cm3 yang dapat dikategorikan sebagai beton ringan karena memiliki berat jenis dibawah 1900 kg/cm3. Beton ringan yang dihasilkan pada penelitian ini tidak dapat dipergunakan untuk keperluan struktural karena memiliki kuat tekan di bawah 17,2 MPa. Penambahan serat bambu meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik belah dari beton pada umur 28 hari dan 50 hari dibandingkan beton normal dan beton dengan EPS. Kuat tekan beton pada umur 28 hari dengan persentase serat bambu sebesar 2% merupakan hasil yang paling optimal, yaitu sebesar 20,37 MPa atau lebih besar 1,89 MPa (9%) dari beton normal pada umur yang sama. Kuat tekan beton pada umur 50 hari dengan persentase serat bambu sebesar 1,5% merupakan hasil yang paling optimal, yaitu sebesar 24,14 MPa atau lebih besar 2,45 MPa (10%) dari beton normal pada umur yang sama. Kuat tarik belah pada umur 28 hari dengan persentase serat bambu sebesar 1,5% merupakan hasil yang paling optimal, yaitu sebesar 6,81 MPa atau lebih besar 1,18 MPa (17%) dari beton normal pada umur yang sama. Penambahan serat bambu dalam campuran beton dengan EPS meningkatkan kuat tarik dan kuat tekan beton pada umur 28 hari dan 50 hari. Penambahan serat bambu yang paling optimal pada beton dengan persentse EPS sebesar 15% pada umur 28 hari adalah serat bambu dengan persentase 1,5% dari berat semen. Penambahan serat bambu sebesar 1,5% meningkatkan kuat tekan beton sebesar 1,5 MPa atau sebesar 10,5% dari beton dengan EPS saja. Penambahan serat bambu sebesar 1,5% juga meningkatkan kuat tarik sebesar 0,59 MPa atau sebesar 14,8% dari beton dengan EPS saja. Penambahan serat bambu yang paling optimal pada beton dengan persentase EPS sebesar 30% pada umur 28 hari adalah serat bambu dengan persentase 1,5% dari berat semen. Penambahan serat bambu sebesar 1,5% meningkatkan kuat tekan beton sebesar 3,59 MPa atau sebesar 33% dari beton dengan EPS saja. Penambahan serat bambu sebesar 1,5% juga meningkatkan kuat tarik sebesar 0,59 MPa atau sebesar 15% dari beton dengan EPS saja. Pada umur 50 hari, penambahan serat bambu sebesar 1,5% dari berat semen pada beton dengan campuran EPS sebesar 15% dan 30% merupakan hasil yang paling optimal. Penambahan serat bambu meningkatkan kuat tekan pada beton dengan campuran EPS 15% sebesar 1,51 MPa atau sebesar 10,7% dari beton dengan campuran EPS saja. Pada beton dengan campuran EPS 30% penambahan serat bambu meningkatkan kuat tekannya sebesar 4,15 MPa atau sebesar 40% dibandingkan beton dengan EPS saja. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut: Diperlukan pengujian terhadap serat bambu untuk mengetahui kadar air, muai susut, dan penyerapan. Pengujian ini diperlukan sebagai bahan pertimbangan pencampuran serat bambu sebagai bahan tambah dalam campuran beton. Pengujian untuk material penyusun beton hanya dilakukan satu kali sebelum perencanaan campuran beton. Seharusnya pengujian dilakukan sebelum setiap pengadukan dimulai untuk mengetahui apakah material memenuhi syarat untuk pencampuran dalam beton.
REFERENSI ACI COMMITE 544. (1982). State Of The Art Report On Fibre Reinforced Concrete. ACI 544 IR-82. ACI. Detroit. Michigan. Agus Rivani dan Shyama Maricar. (2009). Perilaku dan Kapasitas Lentur Balok Beton Berserat Bambu. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako. Palu. Ajinkya Kaware, Prof. U.R.Awari, dan Prof. M.R. Wakchaure. (2013). Review of Bamboo as Reinforcement Material in Concrete Structure. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology Vol. 2, Issue 6, India. Badan Standardisasi Nasional. (1998). Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Lapangan.SNI 03-4810-1998. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. (2002). Metode Pengujian Kuat Tarik Belah Beton.SNI 03-2491-2002. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. (2000). Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.SNI 03-1974-2000. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. (2011). Tata Cara Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium.SNI 03-2493-2011. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. (2000). Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal.SNI 03-2834-2000. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. (2008). Tata Cara Pengambilan Contoh Uji Beton Segar.SNI 03-24582008. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. SNI 03-2847-2002. Jakarta. Dr. Shakeel Ahmad, Altamash Raza, dan Hina Gupta.(2014). Mechanical Properties of Bamboo Fibre Reinforced Concrete” oleh Dr. Shakeel Ahmad, Altamash Raza, dan Hina Gupta (2014).ICRSET’2014, Dubai. Gunaedi. (2013). Pengaruh Fly Ash Pada Kuat Tekan Campuran Beton Menggunakan Expanded Polystyrene Sebagai Subtitusi Parsial Pasir. Laporan Skripsi Program S1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Universitas Bina Nusantara. Jakarta. I Gusti Ketut Sudipta dan Ketut Sudarsana.(2009). Permeabilitas Beton dengan Penambahan Styrofoam.Universitas Udayana. Bali. I.B. Dharma Giri, I Ketut Sudarsana dan N.L.P. Eka Agustiningsih.(2008). Kuat Tarik Belah dan Lentur Beton dengan Penambahan Styrofoam (Styrocon).Universitas Udayana. Bali. Janssen, J.J.A. (1981).Bamboo in Building Structures. Ph.D. Thesis, University of Technology of Eindhoven. Netherland. MAK-Styrocon™. (2015). Product Introducing, diakses 30 Juli 2015 dari http://www.makstyrocon.com/product Masakazu Terai dan Koichi Minami. (2012). Research and Development on Bamboo Reinforced Concrete Structure. Universitas Fukuyama. Jepang. Morisco. (1999).Rekayasa Bambu. Nafiri Offset. Yogyakarta. Murdock, L. J., Brook dan Hindarko.(1991). Bahan dan Praktek Beton. Jakarta: Erlangga. Politeknik Negri Jakarta. (2012). Teknologi Bahan I, diakses 3 Septermber 2015 dari https://bamboeindonesia.wordpress.com/bambu-sebagai-bahan-bangunan/makalah/politekniknegeri-jakarta-2/ Purwito.(2012).Produk dari Bambu dan Turunannya, diakses 3 September 2015 dari https://bamboeindonesia.wordpress.com/peneliti-bambu/purwito/makalah/ Samekto, W. dan Rahmadiyanto, C. (2001).Teknologi Beton, Kanisius, Yogyakarta. Siauwantara, Alice. (2013). Pengaruh Penggunaan Expanded Polystyrene yang Dilapisi Surfaktan Sebagai Material Subtitusi Agregat Halus Pada Campuran Beton Terhadap Nilai Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah. Laporan Skripsi Program S1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bina Nusantara. Jakarta. Subakti, A. (1994).Teknologi Beton Dalam Praktek, Laboratorium Jurusan Teknik Sipil ITS. Surabaya. Suhardiman, Mudji. (2011). Kajian Pengaruh Penambahan Serat Bambu Ori Terhadap Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton. Universitas Janabadra. Mataram.
RIWAYAT PENULIS Amelia Yonatta Tjitradewi lahir di kota Jakarta pada 8 Agustus 1993. Penulis menamatkan kuliah S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Teknik Sipil pada tahun 2015. Penulis aktif di berbagai organisasi seperti Himpunan Teknik Sipil Bina Nusantara (HIMTES).