PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.)
RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO. Pengaruh Pemupukan Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) (Dibimbing oleh SUWARTO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan Nitrogen dan Fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tebu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2009 sampai Agustus 2009 yang berlokasi di Rayon II Afdeling 7 Kebun Bungamayang PTPN VII (Persero) Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini menggunakan bahan tanaman tebu varietas Kidang Kencana (BM 9605) yang sudah ditanam sejak bulan Agustus 2008. Model rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang digunakan terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah taraf pemupukan Nitrogen yang terdiri atas 90, 135, 180, dan 225 kg N/ha. Faktor kedua adalah taraf pemupukan Fosfor yang terdiri atas 36, 72, 108, dan 144 kg P/ha. Tiap petak percobaan dipupuk K2O dengan dosis 270 kg/ha. Percobaan terdiri atas 16 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 juring dengan jarak pusat ke pusat (pkp) 1.3 m dan setiap juring ditanam 90 stek. Setiap satuan percobaan terdiri dari 3 rumpun contoh yang diamati. Variabel-variabel yang diamati terdiri atas jumlah anakan per rumpun, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, jumlah daun per tanaman, jumlah tanaman per juring, bobot kering organ tanaman, rendemen, jumlah tanaman dipanen per juring, luas daun spesifik, analisis hara tanaman, peubah parameter tanah dan analisis hara tanah. Aplikasi pemupukan Nitrogen berpengaruh terhadap beberapa parameter pengamatan seperti meningkatnya tinggi batang, jumlah tanaman per juring, diameter batang bagian tengah dan bawah. Pemupukan N 225 kg/ha pada 1 BST menghasilkan bobot kering daun tertinggi, kemudian pada 10 BST juga menghasilkan jumlah tanaman per juring tertinggi. Selain itu, pada 11 BST perlakuan tersebut menghasilkan diameter bawah terbesar jika dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Pada pemupukan N 180 kg/ha saat 4 BST menghasilkan tinggi batang tertinggi yaitu sebesar 144.72 cm. Kemudian pada 7 BST juga menghasilkan jumlah tanaman per juring tertinggi, selain itu saat 6 BST diameter tengah tertinggi sebesar 27.08 cm. Pemupukan Fosfor hanya menunjukkan pengaruh terhadap parameter bobot kering daun dan jumlah tanaman per juring. Pemupukan Fosfor 108 dan 72 kg/ha menghasilkan BK daun tertinggi, sedangkan jumlah tanaman per juring tertinggi terdapat pada pemupukan 144 kg P/ha. Kombinasi perlakuan 225 kg N/ha dan 72 kg P/ha menghasilkan tinggi batang dan jumlah ruas tertinggi berturut-turut sebesar 0.61 g/tanaman dan 31.11 ruas/tanaman. Selain itu, kombinasi perlakuan 225 kg N/ha dan 108 kg P/ha menghasilkan bobot kering daun tertinggi. Peubah produksi tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk N dan P, serta interaksi keduanya. Rendemen rata-rata tebu sebesar 8.3 % dan rata-rata jumlah tanaman dipanen per juring sebesar 125.4 batang. Produksi tebu yang dihasilkan sebesar 83.2 ton/ha dengan jumlah hablur 6 942 kg/ha.
PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul
: PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.)
Nama
: Rifka Ernawan Ikhtiyanto
NRP
: A24051868
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Suwarto, MSi NIP 19630212 198903 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :………………..........
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Kebonharjo, Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tanggal 19 Desember 1986. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Moch.Ichsan (alm) dan Ibu Hj. Istianah. Pada tahun 1999 penulis lulus dari SD Kebonharjo 2, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 2 Kendal. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kendal pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dengan kompetensi minor bidang Agroforestry Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan. Selama di IPB, penulis menjadi anggota UKM Panahan, kemudian aktif dalam organisasi BEM Fakultas Pertanian sebagai Ketua Departemen Pertanian Tahun 2008 serta menjadi koordinator dalam kegiatan Bina Desa BEM Faperta hingga tahun 2008. Kepanitiaan yang pernah diikuti adalah Masa Perkenalan Fakultas Pertanian “Saung Tani’ Tahun 2007 sebagai koordinator Komdis, Seminar Pertanian Nasional Tahun 2007 sebagai koordinator Humas dan Dana Usaha. Selain aktif di organisasi dan kepanitiaan, penulis juga mengikuti beberapa seminar seperti Seminar Pertanian Nasional BEM Faperta Tahun 2007 dan 2008, Pelatihan Pembuatan jamur tiram, embedding, dan nata de coco Himabio 2006, Semiloka Nasional membahas tentang pertanian organik yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Tahun 2008.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pengaruh Pemupukan Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1.
Dr. Ir Suwarto, M.Si selaku dosen pembimbing yang memberikan bimbingan serta arahan selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2.
Prof. Dr. Ir Roedhy Poerwanto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas saran, arahan dan bimbingannya tentang kegiatan akademik penulis.
3.
Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr dan Dwi Guntoro, S.P. M.Si, selaku dosen penguji yang memberkan kritik dan saran penyusunan skripsi.
4.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia (P3GI) yang telah mendanai penelitian ini.
5.
Ir. Rozi Hermawan selaku Sinder Kepala Litbang Unit Usaha Bungamayang PTPN VII (Persero) dan Ir. Maria beserta staf (Pak Asep, Pak Asman dan Pak Tukidi) atas bantuan dan sarannya selama penulis melakukan penelitian
6.
Ibu Dyah Setyorini, peneliti dari Balai Penelitian Tanah Bogor yang telah membantu dalam analisis organ tanaman dan tanah
7.
Ibu, kakak, segenap keluarga, sahabat, penghuni wisma Evergreen, Fokma Bahurekso Kendal, BEM A 07 dan 08 serta semua warga AGH 42, 43 dan 44 yang telah memberikan motivasi baik moral maupun spiritual kepada penulis Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan
bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ix
PENDAHULUAN ........................................................................................ Latar Belakang .................................................................................... Tujuan ................................................................................................. Hipotesis..............................................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... Tanaman Tebu ..................................................................................... Peranan Nitrogen bagi Tanaman .......................................................... Peranan Fosfor bagi Tanaman ..............................................................
3 3 6 8
BAHAN DAN METODE ............................................................................. Waktu dan Tempat............................................................................... Bahan .................................................................................................. Metode Penelitian ................................................................................ Pengamatan ......................................................................................... Pelaksanaan Penelitian .........................................................................
10 10 10 10 11 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... Pengaruh Pupuk Nitrogen .................................................................... Pengaruh Pupuk Fosfor ........................................................................ Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Fosfor ....................................
20 40 42 43
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... Kesimpulan.......................................................................................... Saran ...................................................................................................
46 46 46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
47
LAMPIRAN .................................................................................................
49
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nitrogen
dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu .......................
21
2. Tabel 2. Tinggi Batang pada Pengaruh Pupuk N pada 4 BST .............
22
3. Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun, Tinggi Batang dan Jumlah Anakan
per Rumpun Tebu umur 1-11 BST.....................................................
22
4. Tabel 4. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Tinggi Batang
pada 11 BST......................................................................................
23
5. Tabel 5. Jumlah Tanaman per Juring pada Perlakuan Dosis Pupuk
Nitrogen dan Dosis Pupuk Fosfor ......................................................
24
6. Tabel 6. Rata-rata SLA pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen
dan Fosfor .........................................................................................
26
7. Tabel 7. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, dan Daun (g)
Tanaman Tebu umur 1-11 BST .........................................................
26
8. Tabel 8. Bobot Kering Daun pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen
dan Fosfor .........................................................................................
27
9. Tabel 9. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Bobot Kering Daun
pada Umur 1 BST..............................................................................
27
10. Tabel 10. Rata-rata Jumlah Ruas Tanaman Tebu (ruas/tanaman)
umur 7-11 BST .................................................................................
29
11. Tabel 11. Jumlah Ruas pada Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen
dan Fosfor pada 11 BST ....................................................................
29
12. Tabel 12. Diameter Tengah dan Diameter Bawah pada Berbagai
Dosis Pupuk Nitrogen .......................................................................
30
13. Tabel 13. Rata-rata Diameter Batang Tebu (cm) Bagian Atas, Tengah
dan Bawah pada Berbagai Umur .......................................................
30
14. Tabel 14. Rata-rata Rendemen pada Perlakuan Pupuk Nitrogen
dan Fosfor pada 9-11 BST .................................................................
31
15. Tabel 15. Rata-rata Jumlah Tanaman Dipanen per Juring pada
Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen ...............................
32
16. Tabel 16. Rata-rata Bobot Tebu (Produksi) pada Perlakuan Dosis
Nitrogen dan Fosfor saat Panen .........................................................
33
17. Tabel 17. Rata-rata Hablur pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor
saat Panen .........................................................................................
33
18. Tabel 18. Kandungan Hara N Daun Tebu pada Berbagai Dosis
Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) .......................................................
34
19. Tabel 19. Kandungan Hara N Batang Tebu pada Berbagai Dosis
Pupuk N dan P (3 dan 6 BST)............................................................
34
20. Tabel 20. Kandungan Hara N Akar Tebu pada Berbagai Dosis
Pupuk N dan P (3 dan 6 BST)............................................................
35
21. Tabel 21. Efisiensi Serapan N (%) pada Organ Tanaman Tebu .........
35
22. Tabel 22. Efisiensi Penggunaan N pada Organ Tanaman Tebu saat
Berumur 6 BST .................................................................................
36
23. Tabel 23. Kandungan Hara P Daun Tebu pada Berbagai Dosis
Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) .......................................................
37
24. Tabel 24. Kandungan Hara P Batang Tebu pada Berbagai Dosis
Pupuk N dan P (3 dan 6 BST)............................................................
37
25. Tabel 25. Kandungan Hara P Akar Tebu pada Berbagai Dosis
Pupuk N dan P (3 dan 6 BST)............................................................
37
26. Tabel 26. Efisiensi Serapan P (%) pada Organ Tanaman Tebu ...........
38
27. Tabel 27. Efisiensi Penggunaan P pada Organ Tanaman Tebu saat
Berumur 6 BST .................................................................................
39
28. Tabel 28. Kandungan Hara K Daun Tebu pada Berbagai Dosis
Pupuk N dan P (3 dan 6 BST)............................................................
40
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Gambar 1. Fase-fase perkembangan tanaman Tebu ............................
4
2. Gambar 2. (a) Fase perkecambahan tanaman tebu, (b) Fase pembentukan anakan ............................................................
5
3. Gambar 3. (a) Fase pertumbuhan cepat (b) Fase pemasakan dan pematangan .................................................................................
6
4. Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tebu Umur 3-11 BST .................................................................................
23
5. Gambar 5. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk N ................................................................
25
6. Gambar 6. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk P ................................................................
25
7. Gambar 7. Perkembangan Bobot Kering Organ Tanaman Tebu .........
28
8. Gambar 8. Pertumbuhan Diameter Batang Bagian Atas, Tengah, dan Bawah ...........................................................................
31
9. Gambar 9. Rata-rata Efisiensi Serapan N pada Organ Tanaman Tebu saat 1, 3, dan 6 BST...........................................................................
36
10. Gambar 10. Rata-rata Efisiensi Serapan P pada Organ Tanaman Tebu saat 1, 3, dan 6 BST...........................................................................
39
11. Gambar 11. Reaksi Pembentukan Sukrosa .........................................
43
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana.............................
50
2.
Lampiran 2. Denah Penelitian .........................................................
53
3.
Lampiran 3. Gambar Persiapan Lahan dan Penanaman ....................
54
4.
Lampiran 4. Gambar Pemeliharaan dan Panen Tebu ........................
55
5.
Lampiran 5. Gambar Kegiatan Pengamatan Percobaan Pemupukan Tebu.............................................................................
56
6.
Lampiran 6. Analisa Kemasakan .....................................................
59
7.
Lampiran 7. Waktu Pengamatan Penelitian .....................................
60
8.
Lampiran 8. Hasil Analisa Tanah (Balai Penelitian Tanah) ..............
61
9.
Lampiran 9. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah Menurut Balai Penelitian Tanah (1983) .........................................................
62
10. Lampiran 10. Data Klimatologi .......................................................
63
11. Lampiran 11. Pengamatan Penggerek Batang / Pucuk Early Warning System (EWS)................................................................................. 64 12. Lampiran 12. Batas Antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara Berdasarkan Analisis Tanaman Tebu ..............................................
66
13. Lampiran 13. Produksi Varietas Kebun Tahun Giling 2008/2009 Tebu Sendiri (TS) dan Tebu Rakyat (TR) ........................................
67
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal gula, biasanya gula dikonsumsi sebagai pemanis dalam minuman kopi, teh, atau digunakan untuk penyedap rasa masakan. Pada skala industri, gula dapat dimanfaatkan sebagai bahan pemanis baik dalam bentuk gula konsumsi maupun gula rafinasi yang akan diolah menjadi berbagai produk makanan. Wakil sekjen IKAGI (Ikatan Ahli Gula Indonesia) menyatakan bahwa hingga akhir September 2008, produksi gula berbahan baku tebu di Indonesia mencapai 2.29 juta ton. Tahun 2008, produksi gula diperkirakan mencapai 2.78 juta ton atau melampaui kebutuhan gula nasional (konsumsi) sebanyak 2.70 juta ton, hasil ini lebih tinggi dibandingkan produksi gula tahun 2007 yang hanya 1.83 juta ton. Hasil perkiraan tersebut diproduksi dari 28.07 juta ton tebu di atas lahan seluas 369.8 hektar dan setiap hektar lahan rata-rata menghasilkan 6.19 ton gula. Apabila jumlah tersebut terlampaui, maka swasembada gula di Indonesia akan terwujud pada tahun 2009 (Kompas, 2008). Proyeksi naiknya produksi tebu tahun 2008 merupakan imbas dari membaiknya harga gula sepanjang tahun 2005 hingga 2007. Dalam kondisi seperti itu, petani akan lebih termotivasi untuk memperluas lahan dan meningkatkan produksi (Kompas, 2008). Tingginya produksi tahun 2008 belum menjamin peningkatan hasil pada tahun 2009 karena tahun 2009 harga gula lokal terpuruk setelah beredarnya gula rafinasi di tingkat konsumen. Sehingga ada persaingan harga antara gula konsumsi dan gula rafinasi. Permasalahan lain yang mampu mengancam penurunan produksi tebu adalah adanya kelangkaan pupuk. Krisis global menyebabkan harga bahan dasar pupuk di tingkat internasional meningkat. Akibatnya, ketersediaan pupuk di pasar terbatas dan harganya meningkat luar biasa. Pada komoditas tebu, kenaikan harga pupuk tersebut melemahkan daya saing karena pemerintah memberlakukan kebijakan pengendalian harga gula domestik. Akibatnya pupuk di pasaran yang jumlahnya terbatas tersebut lebih banyak tersedot ke komoditas pertanian non tebu karena petaninya mempunyai daya beli pupuk yang lebih kuat. Sementara itu,
upaya industri gula untuk membantu petani dalam pengadaan pupuk juga terkendala karena terjadinya kelangkaan pupuk. Apabila masalah tersebut tidak segera diatasi program swasembada gula terancam gagal karena sebagian besar tebu masa tanam 2008/2009 tidak dapat dipupuk, sehingga produktivitasnya dapat menurun (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia, 2008). Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan semusim yang di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan seperti halnya padi, jagung, bambu dan lain-lain. Selama ini di kalangan petani tebu ada kecenderungan penggunaan dosis aplikasi pupuk yang berlebihan untuk meningkatkan bobot. Di lain pihak, di perusahaan perkebunan tebu dosis aplikasi pupuk cenderung sama rata untuk semua kondisi lahan yang beragam. Dengan terjadinya kelangkaan dan mahalnya pupuk maka aplikasi dosis pemupukan perlu dirasionalisasi sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tebu sehingga mampu mengefisiensikan biaya produksi.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh pupuk Nitrogen dan Fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu.
Hipotesis 1. Semakin tinggi pemupukan Nitrogen, semakin tinggi pertumbuhan dan produksi tanaman tebu. 2. Semakin tinggi pemupukan Fosfor, semakin tinggi pertumbuhan dan produksi tanaman tebu. 3. Terdapat pengaruh interaksi perlakuan pemupukan Nitrogen dan Fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu Tebu
termasuk
ke
dalam
kelas
Monocotyledoneae
dan
ordo
Glumamaceae. Saccharum officinarum adalah jenis yang paling banyak dikembangkan dan dibudidayakan karena kandungan sukrosa yang tinggi dan seratnya rendah (Wikipedia, 2006). Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang dengan daerah penyebaran antara 35ºLS dan 39ºLU. Namun umumnya tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim tropis. Tebu memerlukan suhu tertentu, yaitu 22 – 27 ºC dengan kelembaban nisbi 65 – 85 % untuk menghasilkan sukrosa yang tinggi. Di daerah tropik yang bersuhu tinggi, altitude menjadi pembatas kemungkinan pengembangan pengusahaan tebu. Sebagai perbandingan, umur tanaman tebu memerlukan 12 bulan, sedangkan pada ketinggian 2 500 m dpl memerlukan waktu 24 bulan (Sudiatso, 1999). Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti (Sudiatso, 1980). Kemasakan batang memerlukan kondisi cuaca kering, suhu rendah, dan kelaparan Nitrogen (Sudiatso, 1999). Tebu dapat ditanam pada berbagai tipe tanah, tetapi tanah berat biasanya lebih dikehendaki. Tanaman tebu menghendaki tanah yang mempunyai tekstur tanah sedang pada lapisan permukaan dan sub-soilnya porous agak lebih halus untuk menghindari intensifnya pencucian dan dapat menahan air, sehingga mempermudah pengelolaan dan pertumbuhan tanaman tebu. Tanaman ini membutuhkan banyak nutrisi dan memerlukan tanah subur (Sudiatso, 1999). Pada tanah yang pH-nya kurang dari 5.5, merugikan perkembangan akar tanaman tebu. Dalam keadaan tersebut, akar rambut yang berfungsi menyerap air dan larutan hara tidak aktif berfungsi. Tanah demikian memerlukan pemberian kapur. Tanah kapur yang cenderung alkalis (pH 8.0 – 8.5) kurang menguntungkan
bagi pertumbuhan tanaman tebu. Kondisi tanah demikian akan menghambat penyerapan hara oleh akar tanaman tebu (Sudiatso, 1999). Tanaman tebu termasuk golongan tumbuhan C4 yang cukup efisien menggunakan CO2 untuk menyusun 1 bagian berat bahan kering memerlukan 250 bagian berat air yang diperlukan untuk membentuk bahan kering sebagai 219 : 1 untuk air efektif, atau 366 : 1 untuk total air (Sudiatso, 1999).
Perkembangan Tanaman Tebu Kuyper (1952) dalam Wikipedia (2006) membedakan empat fase pertumbuhan penting pada tanaman tebu yaitu fase perkecambahan (germination phase), fase pembentukan anakan (tillering formative phase), fase pertumbuhan utama (grand growth phase) dan fase masak dan matang (maturity and ripening phase) seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Fase-fase Perkembangan Tanaman Tebu (Wikipedia, 2006) Fase perkecambahan (germination phase) adalah dari saat tanam sampai terjadinya perkecambahan tunas secara lengkap (Gambar 2a.).
Pada kondisi
lapang perkecambahan akan mulai pada umur 7 – 10 hari setelah tanam (HST) dan biasanya berakhir pada 30 – 35 HST. Suhu optimum untuk muncul tunas adalah 28o - 30oC. Suhu dasar untuk berkecambah adalah sekitar 12oC. Kondisi yang hangat dan lembab menjamin terjadinya perkecambahan yang cepat. Fase pembentukan anakan (tillering phase), seperti Gambar 2b., dimulai pada sekitar umur 40 HST dan dapat berakhir hingga 120 HST. Pembentukan
anakan menghasilkan tanaman dengan batang yang cukup untuk hasil yang ti tinggi. Suhu optimum untuk pembentukan anakan adalah sekitar 30oC, suhu di bawah 20oC akan menghambat pembentukan anakan. Anakan yang terbentuk lebih awal akan menghasilkan tebu dengan batang lebih tebal dan berat.
Anakan yang
terbentuk lebih akhir akan mati atau menjadi pendek dan tidak matang. Populasi anakan maksimum tercapai pada sekitar 90 – 120 HST. Selanjutnya, pada umur antara 150 – 180 HST paling tidak 50 % anakan mati dan mencapai populasi yang stabil (steady phase). ). Dari 6 – 8 anakan, biasanya hanya 1.5 – 2 yang menjadi tebu yang dapat dipanen.
a
b
Gambar 2. Fase Awal Pertumbuhan Tanaman Tebu. (a) Fase Perkecambahan, (b) Fase Pembentukan Anakan Fase pertumbuhan cepat ((grand growth phase), ), Gambar 3a., dimulai pada 120 HST dan berakhir hingga 270 HST untuk tebu berumur 12 bulan. Selama awal pada periode fase ini terjadi pemantapan jumlah anakan (fase (fase steady steady). Dari seluruh anakan yang dihasilkan, hanya 40 – 50 % yang akan berlangsung gsung hidup hingga umur 150 HST membentuk batang tebu yang dapat digiling ((millable cane). Pada fase ase ini terjadi pembentukan dan pemanjangan batang tang yang menentukan produksi. Pembentukan daun berlangsung terus menerus secara cepat dengan indeks luass daun hingga hi mencapai 6 – 7. Pada kondisi yang cocok batang tumbuh secara cepat,, hampir 4 – 5 ruas per bulan. Irigasi tetes, pemupukan, kondisi hangat dan lembab, kondisi matahari cerah akan memacu perpanjangan
batang lebih baik. Stres air akan mengurangi panjang ruas. Suhu sekitar 30oC dengan kelambaban sekitar 80% sangat kondusif untuk pertumbuhan yang baik. Fase pemasakan dan pematangan (ripening and maturity phase), seperti Gambar 3b., untuk tebu berumur 12 bulan akan berlangsung dari 270 HST sampai 360 HST. Pembentukan dan akumulasi gula secara cepat terjadi pada fase ini, sebaliknya pertumbuhan vegetatif berkurang. Saat mencapai masak, gula-gula sederhana (monosakarida seperti fruktosa dan glukosa) dikonversi ke dalam gula tebu (sukrosa, disakarida). Tebu masak dimulai dari batang bagian bawah ke atas sehingga batang bagian bawah mengandung kadar gula lebih tinggi dari bagian atas.
a
b
Gambar 3. Fase Pertumbuhan Utama. (a) Fase pertumbuhan cepat (b) Fase pemasakan dan pematangan Peranan Nitrogen bagi Tanaman Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah paling besar dibandingkan dengan unsur hara yang lainnya. Secara umum kandungan Nitrogen dalam tanaman sebesar 1-5% bobot. Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+). Preferensi tanaman terhadap nitrit atau ammonium ditentukan oleh umur, jenis tanaman, lingkungan dan faktor lain. Tanaman sereal, jagung, kentang, gula bit, dan nenas mengggunakan kedua bentuk ini. Tomat, seledri dan tembakau tumbuh dengan baik ketika tersedia NO3- (Tisdale et al., 1985).
Nitrogen lebih mudah menjadi faktor pembatas dibandingkan dengan Fosfor dan Kalium. Hal ini disebabkan nitrat sangat larut dalam air, sehingga dapat menghilang dari sekitar perakaran karena pencucian. Selain itu, kehilangan terbesar dari tanah disebabkan terangkut tanaman waktu panen (Soepardi, 1983). Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa bernitrogen, protein, dan nukleoprotein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pada pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun (Novizan, 2003). Suplai N yang cukup ditunjukkan dengan adanya aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang vigor, dan warna daun yang hijau tua (Tisdale et al., 1985). Tumbuhan yang terlalu banyak mendapatkan N biasanya mempunyai daun yang berwarna hijau tua dan lebat dengan sistem akar yang kerdil sehingga nisbah tajuk dan akar tinggi. Hal ini diduga karena terjadinya penurunan jumlah gula yang tersedia untuk ditranslokasikan ke akar (Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Novizan (2003), defisiensi Nitrogen menyebabkan tanaman tumbuh lambat dan kerdil. Daunnya berwarna hijau muda. Sementara itu, daundaun yang lebih tua menguning dan akhirnya mengering. Di dalam tubuh tanaman, N bersifat mobil sehingga jika terjadi kekurangan N pada bagian pucuk, Nitrogen yang tersimpan pada daun tua akan dipindahkan ke organ yang lebih muda. Dengan demikian, pada daun-daun yang lebih tua gejala kekurangan Nitrogen akan terlihat lebih awal. Menurut Sundara (1998) Nitrogen merupakan unsur hara utama yang mempengaruhi hasil dan kualitas tebu. Hal ini dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif, yaitu pembentukan tunas, pembentukan daun, pertumbuhan batang (pembentukan ruas, pemanjangan ruas, peningkatan ketebalan batang dan bobot batang) dan pertumbuhan akar. Pertumbuhan vegetatif secara langsung berkaitan dengan hasil tebu, sehingga Nitrogen sangat penting untuk meningkatkan produksi. Kekurangan Nitrogen menyebabkan daun pucat, penuaan pada daun pertama, batang pendek dan kurus, akar menjadi panjang tetapi berukuran lebih
kecil. Kelebihan N juga berbahaya bagi tanaman tebu karena dapat memperpanjang pertumbuhan vegetatif, penundaan kedewasaan dan pematangan, menurunkan kadar gula dalam nira dan dengan demikian menurunkan kemurnian nira. Selain itu, tanaman tebu menjadi sukulen dan rentan terhadap serangan hama dan penyakit.
Peranan Fosfor bagi Tanaman Fosfor (P) merupakan unsur tanaman hara mikro yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfor berperan dalam macammacam metabolisme utama seperti karbohidrat, protein dan lemak (Ashari, 1995). Fosfor merupakan penyusun dari senyawa-senyawa tanaman seperti enzim dan protein serta komponen struktural dari phosphoprotein, phospholipid, dan nukleotida yang merupakan bahan pembentuk RNA dan DNA. Fosfor juga dilibatkan dalam transpor elektron dalam reaksi oksidasi-reduksi. Selain itu Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat, koenzim NAD (Nicotinamide Dinucleotida), dan nikotinamide dinukleotida phosphate (NADP) yang berperan dalam proses fotosintesis. Fosfor sebagai penyimpan energi pada metabolisme tanaman melalui transformasi ADP ke ATP dan juga berperan dalam formasi dan translokasi dari substrat seperti gula dan pati (Gardner, 1991). Menurut
Leiwakabessy
dan
Sutandi
(1998),
kekurangan
Fosfor
menyebabkan perakaran tidak berkembang dengan baik, pertumbuhan tanaman terhambat, dan daun tua cepat rontok karena Fosfor dalam tanaman bersifat mobil dan bergerak dari daun tua ke daun muda. Menurut Sundara (1998) perkembangan tebu secara normal sangat tergantung pada ketersediaan fosfat terlarut dalam bentuk yang dapat diserap tanaman di dalam tanah. Kebutuhan tanaman akan unsur Fosfor relatif lebih rendah dari unsur N dan K. Namun, Fosfor berperan penting dalam produksi tebu. Fosfor diperlukan untuk pembentukan protein. Selain itu, Fosfor berperan dalam dalam pembelahan sel, merangsang pertumbuhan akar, diperlukan dalam proses metabolisme dan fotosintesis tanaman. Gula dapat diperoleh dari penguraian pati atau lemak di organ penyimpanan saat perkembangan kecambah, atau dari hasil fotosintesis (Salisbury dan Ross, 1995).
Fosfor juga berinteraksi dengan unsur Nitrogen yang mempengaruhi pemasakan (PT Perkebunan Nusantara VII, 1997). Fosfor banyak ditemukan dalam bagian-bagian tumbuhan yang memiliki aktivitas fisiologi yang besar. Kekurangan Fosfor menyebabkan pembentukan tunas berkurang, penundaan pembentukan kanopi yang menyebabkan gulma tumbuh lebih cepat, mengurangi panjang tangkai, daun tumbuh berdekatan, dan daun muncul warna hijau-ungu pada daun kelebihan residu Fosfor di dalam tanah dapat menimbulkan masalah karena dapat mengganggu penyerapan unsur hara.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Agustus 2009, bertempat di Rayon II Afdeling 7 Kebun Bungamayang PTPN VII Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tebu yang sudah ditanam sejak bulan Agustus 2008 yang umurnya 5 bulan. Varietas tebu yang digunakan adalah BM 9605 (Kidang Kencana) dengan kategori masak awal– tengah dengan deskripsi seperti pada Lampiran 1.
Metode Penelitian Penelitian menggunakan percobaan faktorial dengan dasar Rancangan Acak Kelompok yang terdiri 2 faktor, yaitu pemupukan Nitrogen dan Fosfor. Pupuk Nitrogen (N) dengan 4 taraf yaitu N1 = 90 kg/ha setara 200 kg Urea/ha, N2 = 135 kg/ha setara 300 kg Urea/ha, N3 = 180 kg/ha setara 400 kg Urea/ha, N4= 225 kg/ha setara 500 kg Urea/ha, dan pupuk Fosfor (P) dengan 4 taraf yaitu P1 = 36 kg/ha setara 80 kg TSP/ha, P2 = 72 kg/ha setara 160 kg TSP/ha, P3 = 108 kg/ha setara 240 kg TSP/ha, P4 = 144 kg/ha setara 320 kg TSP/ha. Petak percobaan berukuran 10 juring x 15 m dengan jarak pusat ke pusat (pkp) 1.3 m. Tata letak percobaan lapangan tertera pada Lampiran 2. Tiap petak percobaan dipupuk K2O dengan dosis 270 kg/ha. Total kombinasi perlakuan adalah 4 x 4 = 16 perlakuan. Tiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 3 x 16 = 48 petak percobaan. Ukuran tiap petak percobaan adalah 15 m x 10 m = 150 m2 atau total lahan efektif = 7 200 m2 untuk seluruh petak percobaan. Selain perlakuan pupuk N dan P, tiap petak percobaan memperoleh perlakuan yang sama. Pengolahan tanah, penanaman dan pemeliharaan tanaman (Lampiran 3 dan 4) disesuaikan dengan kebiasaan di wilayah percobaan untuk tebu lahan kering. Pengairan mengandalkan curah hujan setempat dengan suplementary irigation sekedarnya; gulma dikendalikan secara
bersih; hama penyakit dikendalikan sesuai keperluan. Model statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yijk = µ + Ai + Bj + Kk + (AB)ij + εijk i = 0,2,3,4 Yij
j = 0,1,2,3,4
k = 1,2,3
= nilai pengamatan dari ulangan ke-k pada pemupukan N ke-I dan pemupukan P ke-j
µ
= nilai rata-rata
Ai
= pengaruh pemupukan N taraf ke-i
Bj
= pengaruh pemupukan P taraf ke-j
Kk
= pengaruh dari kelompok ke-k
(AB)ij = pengaruh interaksi taraf pemupukan N ke-I dan tara pemupukan P ke-j εij
= pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh pemupukan N taraf ke-i dan pemupukan P taraf ke-j Untuk mengetahui pengaruh maka digunakan uji F pada α = 5%. Bila
terdapat pengaruh nyata dari perlakuan terhadap peubah yang diamati, maka setiap taraf perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji lanjut DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Pengamatan Peubah dan parameter pertumbuhan tanaman tebu yang diukur meliputi jumlah anakan per rumpun, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, jumlah daun per tanaman, jumlah tanaman per juring, bobot basah dan bobot kering organ tanaman (akar, batang, dan daun), bilangan brix, rendemen tebu, luas daun spesifik (spesific leaf area = Sla). Beberapa gambar pengamatan dalam penelitian disampaikan pada Lampiran 5. (1) Jumlah anakan per rumpun Jumlah anakan per rumpun dihitung pada umur 3, 4, 5, dan 6 BST. Pengamatan dilakukan pada rumpun contoh yang telah ditetapkan, dengan menghitung jumlah anakan yang muncul dari tanaman induk, tanaman induk tidak ikut dihitung. Tiap petak percobaan diambil 3 rumpun contoh.
(2) Tinggi batang Tinggi batang diukur pada 3 rumpun contoh yang telah ditetapkan dengan mengukur tinggi batang tanaman induk dari permukaan tanah sampai cincin teratas. Pengukuran dilakukan tiap bulan dari saat berumur 3 BST sampai panen. (3) Diamater batang Diameter batang diukur tiap bulan dari saat umur 6 BST sampai panen. Diameter batang diukur pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah (bagian b), pada bagian tengah batang (bagian t), dan pada 10 cm dari ujung batang (bagian a). Tanaman contoh yang diukur sama dengan pada pengukuran tinggi batang, tiap petak percobaan diukur 3 rumpun contoh. (4) Jumlah ruas Ruas batang dihitung bersamaan dengan pengukuran diameter batang. Ruas dihitung mulai dari atas permukaan tanah sampai daun terbawah. Tanaman contoh yang diukur sama dengan pada pengukuran tinggi batang, tiap petak percobaan diukur 3 rumpun contoh. (5) Jumlah daun per tanaman Dihitung pada tanaman induk yang terdapat di rumpun contoh. Rumpun contoh yang diamati sama dengan untuk peubah sebelumnya, tiap petak 3 rumpun contoh. Jumlah daun ditentukan dengan menghitung daun yang telah membuka sempurna (dan masih hijau) sampai cincin teratas, daun pucuk yang masih belum membuka dihitung sebagai 1 helai. Penghitungan dilakukan tiap bulan pada umur 3 BST sampai panen. (6) Jumlah tanaman per juring Jumlah tanaman atau batang dihitung tiap bulan dimulai sejak fase emergence sampai panen. Tiap petak percobaan diambil 3 juring contoh untuk dihitung yaitu juring 4, 5, dan 6. Penghitungan dilakukan tiap bulan mulai dari umur 3 BST sampai panen. (7) Bobot basah (BB) dan bobot kering (BK) organ tanaman Bagian-bagian atau organ vegetatif tanaman tebu yang terdiri atas akar, batang, dan daun
diukur pada tiap fase pertumbuhan (fase emergence, fase
anakan maksimum, fase steady, fase diameter maks, dan fase matang). Pada tiap
petak percobaan diambil 1 rumpun tanaman tebu di juring ke-3 untuk contoh destruktif. Langkah-langkah pengukuran adalah sebagai berikut: -
Rumpun untuk contoh destruktif adalah yang terdapat pada juring ke-3.
-
Jumlah tanaman pada rumpun contoh yang akan dibongkar tersebut dihitung.
-
Rumpun contoh dibongkar beserta seluruh akar-akarnya, selanjutnya akar dicuci bersih dari tanah yang menempel.
-
Rumpun contoh dipisahkan menjadi akar, daun, dan batang; bagian daun yang dikumpulkan adalah seluruh helaian daun (tidak termasuk pelepah) baik yang hijau maupun yang telah kering; bagian batang termasuk pelepah/seludang daun (sisa batang bekas bibit dibuang, tidak dimasukkan dalam perhitungan).
-
Seluruh bagian akar (BbA-tot), seluruh bagian batang (BbB-tot), dan seluruh bagian daun (BbD-tot) ditimbang bobot basahnya.
-
Sebagian dari akar tersebut diambil sebagai sampel akar dan ditimbang bobot basahnya (BbA-sample).
-
Sebagian dari batang (yang mewakili bagian pangkal, tengah, dan ujung batang) diambil sebagai sampel batang dan ditimbang bobot basahnya (BbBsample).
-
Sebagian dari daun yang mewakili daun pada batang bagian bawah, tengah, dan atas diambil sebagai sampel daun dan ditimbang bobot basahnya (sebagai BbD-sample).
-
Bagian akar, daun dan batang tersebut dipotong-potong menjadi berukuran kecil-kecil, selanjutnya masukkan tiap bagian tanaman (akar, daun, dan batang) pada kantong kertas semen.
-
Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan oven bersuhu 80oC selama 3 hari x 24 jam.
-
Setelah waktu tersebut bagian tanaman beserta kantong dikeluarkan dari oven, lalu dinginkan (sebaiknya dalam desikator bila tersedia) dan ditimbang bobot keringnya.
-
Hasil penimbangan bobot kering akar (BkA-sample), bobot kering batang (BkB-sample), dan bobot kering daun (BkD-sample) dimasukkan pada lembar pengamatan yang tersedia.
(8) Bilangan Brix Pengukuran bilangan brix pada bagian pangkal, tengah, dan ujung batang dilakukan tiap minggu sejak tanaman memasuki fase diameter maksimum sampai panen. Pada tiap petak percobaan dilakukan pengukuran 3 tanaman contoh. Tanaman contoh ini merupakan tanaman yang sama untuk pengukuran peubah tinggi batang, diameter batang, dan jumlah daun. (9) Penentuan kandungan gula Kandungan gula pada batang tebu atau rendemen ditentukan tiap minggu sejak tanaman memasuki fase diameter maksimum sampai fase panen dengan menggiling tebu contoh. Dari tiap petak percobaan diambil 3 tanaman contoh untuk digiling. (10) Luas daun spesifik (SLA) Parameter ini akan diukur pada tiap fase pertumbuhan. Contoh luasan daun (L) diambil dari daun bagian bawah, tengah, dan atas; kemudian daun tersebut dioven untuk mengetahui bobot keringnya (BK_daun). Nilai Sla dihitung sebagai nisbah antara luasan daun yang dioven dan bobot bahan keringnya; Sla = L/ BK_daun, satuannya cm2g-1 atau dikonversikan menjadi ha kg-1. Pengukuran dilakukan bersamaan dengan pengukuran bobot basah dan bobot kering organ. (11) Analisis hara tanaman Data hasil analisis hara tanaman (N dan P) diperoleh dengan melakukan analisis kandungan hara tersebut pada organ batang, daun, dan akar secara periodik. Analisis kandungan hara dilakukan pada fase anakan maksimum dan saat panen. (12) Analisis Tanah Berbagai peubah dan parameter yang menggambarkan keadaan fisik tanah yang diamati adalah bobot jenis tanah, kadar air kapasitas lapang, kadar air titik layu permanen, dan kadar air tanah. Keadaan kimia tanah juga diperlukan untuk mengetahui tingkat kesuburan dan kesesuainnya bagi tanaman tebu.
(13) Analisis Serapan Hara Analisis serapan merpakan salah satu parameter yang digunakan untuk menunjukkan seberapa besar unsur hara dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman. Nilai efisiensi serapan hara dihitung dengan rumus sebagai berikut : Efisiensi Serapan Hara (%)= C/[G+Kandungan hara dalam pupuk (g)] x 100% C = Hara yang diserap tanaman (g) = A x B A = Kandungan hara organ tanaman (%) B = Bobot kering organ (g) G = Hara yang diserap tanah (g) = E x F E = Hara tanah (%) F = Bobot tanah (g) (14) Analisis Efisiensi Penggunaan Hara Analisis efisiensi penggunaan hara menunjukkan keseimbangan relatif antara jumlah pupuk diambil dan digunakan oleh tanaman dengan jumlah pupuk yang hilang (Nielsen, 2006). Untuk unsur Nitrogen dapat diistilahkan dengan NUE (Nitrogen Uptake Efficiency) dan unsur Fosfor (Phospor Uptake Efficiency). NUE dan PUE dihitung dengan rumus sebagai berikut : NUE (%) = [E/Dosis pupuk N (kg/ha)] x 100% E = Serapan N (kg/ha) = (A/100) x C x (D/100) A = Kandungan hara N organ tanaman (%) C = Bobot basah organ (kg/ha) D = Kadar Padatan (%) = 100 – B B = Kadar air (%) PUE (%) = [E/Dosis pupuk P (kg/ha)] x 100% E = Serapan P (kg/ha) = (A/100) x C x (D/100) A = Kandungan hara P organ tanaman (%) C = Bobot basah organ (kg/ha) D = Kadar padatan (%) = 100 – B B = Kadar air (%)
(15) Jumlah tanaman dipanen per juring Jumlah tanaman dipanen perjuring dihitung pada saat panen. Dari setiap petak percobaan diambil 5 juring contoh untuk dihitung yaitu juring ke-6 sampai 10. Tebu yang telah ditebang kemudian diikat, masing-masing ikatan berjumlah 25 batang tebu. Setelah itu, dihitung jumlah ikatan dan sisanya. (16) Produksi tanaman Batang tebu ditebang pada setiap petak perlakuan kemudian ditimbang untuk diketahui bobotnya. Produksi tebu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Produksi (ton/ha) = A x bobot tebu per juring (ton/juring) A
= Jumlah juring per hektar (juring/ha) = [(100 m /pkp) x 100 m] / B
pkp = jarak pusat ke pusat (m) B
= panjang juring (m)
(17) Hablur Hablur (gula sukrosa yang dikristalkan) dihasilkan setelah proses ekstraksi nira dari batang tebu dan pengolahan gula di dalam pabrik. Nilai hablur dapat dihitung sebagai hasil kali antara berat tebu (produksi) dengan rendemen yang sudah dibagi 100; Hablur = Produksi x (Rendemen / 100), satuannya ton/ha atau dikonversikan menjadi kg/ha.
Pelaksanaan Penelitian Tahap awal penelitian yang merupakan kegiatan perencanaan perlakuan dan rancangan percobaan dilakukan oleh tim peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia (P3GI). Selanjutnya, kegiatan pengolahan lahan, penanaman, dan pemupukan, hingga tanaman berumur 5 BST dilaksanakan oleh petugas lapangan dan mandor dari Penelitian dan Pengembangan Unit Usaha Bungamayang PTPN VII Kabupaten Lampung Utara. Penulis melanjutkan pengamatan 6 BST hingga panen. Secara umum, kegiatan budidaya tebu yang dilakukan oleh Unit Usaha Bungamayang PTPN VII adalah sebagai berikut :
Persiapan lahan Lahan yang digunakan untuk penelitian merupakan lahan yang sebelumnya ditanami tebu ratoon 3 dengan dosis pupuk standar perusahaan yaitu pupuk Urea 300 kg/ha, pupuk TSP 350 kg/ha, dan K2O 300 kg/ha. Lahan dibersihkan dari sisa tebangan atau tunggul tebu, daduk, maupun sogolan tebu dengan cara dibakar. Akan tetapi apabila tidak ada sogolan sebaiknya tidak dibakar tetapi dilakukan serak seresah (meratakan serasah) supaya serasah dapat ikut terolah saat dilakukan pembajakan sebagai tambahan bahan organik. Gulma dibabat, dibuang atau dibakar. Kemudian lahan dibersihkan dari segala kotoran. Pengolahan tanah Pengolahan tanah dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan bajak atau garu yang ditarik traktor. Pengolahan tanah pertama menggunakan bajak bertujuan untuk memecah dan membalik tanah. Arah bajak 450 dari alur tanaman yang dibongkar sehingga akan meratakan lahan bekas guludan lama. Hal ini akan memberikan kesempatan proses oksidasi dan membusukkan bahan organik yang masih mentah. Pengolahan tanah yang kedua menggunakan garu (harrow) yang arah kerjanya tegak lurus dengan kegiatan bajak, tujuannya adalah untuk mencacah ulang serasah dan sisa tebangan yang masih terdapat di dalam tanah dan menghancurkan bongkahan tanah. Setelah 7 hari, dilanjutkan pengolahan tanah ketiga (Garu II) agar bongkahan tanah memiliki tekstur remah. Selanjutnya dilakukan plotting perlakuan sebanyak 48 petak yang masingmasing berukuran 10 juring x 15 m. Pembuatan kair/alur tanaman dengan jarak pusat ke pusat (PKP) juring 1.30 m dan kedalaman juring 40 cm. Setelah alur dan plot tanaman terbentuk, kegiatan selanjutnya membuat jalan infield dengan menggunakan alat ridgers. Jalan infield kebun dibuat dengan panjang row ±50 m dan lebar jalan infield 2 – 3 m untuk membatasi antar ulangan atau blok. Penanaman Bibit yang ditanam berumur 6 – 7 bulan dari Kebun Bibit Dasar (KBD) dimuat pada truk yang membawa 5 ton (1 ha = 2 truk). Bibit yang ditanam merupakan bibit bagal (bibit yang mata tunasnya belum tumbuh) dengan mata tunas berjumlah 12 mata/m dan setiap meter ditanam 6 stek, jadi setiap juring ditanam 90 stek atau 180 mata tunas. Kemudian bibit lonjoran diecer di juringan
dengan posisi mendatar dan berjajar lurus. Setelah itu, bibit lonjoran dicacah setiap 2 mata atau 2 ruas. Bibit ditimbun dengan tanah hingga kedalaman 10-15 cm. Selanjutnya dilakukan irigasi pada kairan. Pemeliharaan di Lahan Setelah 1 – 2 BST dilakukan penggemburan I dengan menggunakan sprintyn 4 mata yang ditarik oleh traktor. Posisi mata di samping juring sehingga tidak mengenai tebu. Tujuan dilakukan penggemburan adalah untuk menimbun tebu dan memberikan aerasi pada tanah. Penggemburan (kultivasi) dilakukan 2 kali, pada penggemburan II menggunakan alat teratyn 3 mata. Gulma dikendalikan secara manual dan grosok (mengendalikan gulma merambat sebelum tebu roboh) selama 2 hari. Sedangkan pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan herbisida pre emergence Diuron dosis 2 kg/L per hektar saat 1 minggu setelah penanaman. Pengendalian biologis hama penggerek pucuk dilakukan dengan memasang pias (lembaran kertas karton berukuran 2 x 5 cm yang berisi sekitar 2 500 telur ulat beras (Corcyra cephalonica
Stainton)
yang
telah
mengandung
embryo/terparasit
oleh
Trichogramma spp) sebagai parasitoid penggerek pucuk pada stadia telur. Pelepasan ini dilakukan sejak 1.5 hingga 4 bulan dengan interval waktu 1 minggu. Minggu pertama dilakukan 1 pias/Ha, selanjutnya 6 pias/minggu/ha. Pada 3 BST dilakukan pengguludan selama 4 hari dengan menggunakan cangkul. Klentek (pembuangan daun kering/daduk) dilakukan 1 kali pada saat tanaman berumur 6 BST. Aplikasi Pemupukan Nitrogen dan Fosfor Pemupukan Nitrogen dilakukan sebanyak dua kali. Pemupukan pertama diberikan pada saat penanaman di lahan sebanyak 1/3 dosis dari perlakuan untuk N, yaitu N1:30 kg/ha, N2:45 kg/ha, N3:60 kg/ha, dan N4:75 kg/ha. Pemupukan Fosfor diberikan seluruhnya sesuai dosis perlakuan. Pada pemupukan pertama juga diberikan kapur dolomit sebanyak 2 ton/ha. Pemupukan kedua diberikan pada saat tanaman berumur 2 BST (Bulan Setelah Tanam) sebanyak 2/3 dosis perlakuan Nitrogen, yaitu N1:60 kg/ha, N2:90 kg/ha, N3:120 kg/ha, N4:150 kg/ha, dan pupuk Kalium diberikan seluruhnya sesuai dosis perlakuan (270 kg/ha).
Analisis Kemasakan Analisis kemasakan tebu dilakukan di laboratorium analisa kemasakan Unit Usaha Bungamayang PTPN VII. Analisis dilakukan pada saat tebu berumur 9, 10 dan 11 BST. Tebu yang akan dianalisis dipilih 3 batang pada juring ke-7 disetiap perlakuan. Urutan Analisis kemasakan tebu disajikan pada Lampiran 6. Waktu Pengamatan Waktu pengamatan terhadap masing-masing peubah pertumbuhan dan produksi tanaman tebu mulai umur 1 – 11 BST disajikan pada Lampiran 7.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kondisi Umum Pertanaman Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian tergolong agak masam dengan pH 5.6. Menurut Sundara (1998) tanaman tebu masih dapat toleran pada kisaran pH 5-8.5. Kandungan N-total, Na dan KTK tergolong sangat rendah. Kandungan Ca, Mg, dan K rendah, dan P sangat tinggi. Nilai-nilai kandungan hara dapat dilihat pada Lampiran 8 dan penggolongannya menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) seperti pada Lampiran 9. Curah hujan dari bulan Juli 2008 hingga bulan Agustus 2009 sebesar 1 280 mm (Lampiran 10). Kondisi suhu pada bulan-bulan tersebut sebesar 27 0C. Menurut Sundara (1998) tebu dapat beradaptasi baik pada curah hujan rata-rata 1200 mm/tahun dan pertumbuhan optimum tanaman tebu dicapai pada suhu 24 – 30 0C. Secara umum, kondisi lingkungan pada saat penelitian sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu. Hama yang menyerang tanaman adalah penggerek pucuk dan penggerek batang. Hasil pengamatan tim EWS (Early Warning System) Unit Usaha Bungamayang PTPN 7 (Lampiran 11), rata-rata intensitas serangan penggerek pucuk dan penggerek batang masing-masing sebesar 5.21% dan 12.57%. Petak percobaan juga ditumbuhi gulma jenis daun lebar yang banyak tumbuh disela-sela tanaman seperti Ageratum conyzoides, Borreria alata, dan Physalis angulata. Beberapa jenis gulma rumput juga tumbuh di jalan dalam petak, seperti Axonopus compressus, Cynodon dactylon, dan Eleusine indica. Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, P dan interaksinya tertera pada Tabel 1. Sebagian besar peubah yang diamati tidak dipengaruhi oleh pemupukan N, P, dan interaksinya. Pupuk N pada tanaman tebu berpengaruh sangat nyata pada peubah BK daun 1 BST, pengaruh nyata pada peubah jumlah tanaman per juring 7 dan 10 BST, diameter tengah 6 BST, tinggi batang 4 BST, dan diameter bawah 11 BST. Pupuk P hanya berpengaruh nyata pada jumlah tanaman per juring 5 dan 10 BST dan BK daun 1 dan 11 BST. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh sangat nyata hanya pada BK daun 11 BST dan berpengaruh nyata pada tinggi batang, dan jumlah ruas 11 BST. Rendemen tebu, jumlah
tanaman dipanen per juring, produksi tebu dan hablur tidak dipengaruhi oleh pupuk N, pupuk P, dan interaksinya. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu Nilai F-hitung Nitrogen Fosfor Interaksi Jumlah Daun (1-11 BST) tn tn tn Jumlah Tanaman per Juring 5 BST tn * tn Jumlah Tanaman per Juring 7 BST * tn tn Jumlah Tanaman per Juring 10 BST * * tn Jumlah Tanaman per Juring (1, 3, 4, 6, 8, 9, 11 BST) tn tn tn Jumlah Anakan per Rumpun (3-11 BST) tn tn tn Tinggi Batang 4 BST * tn tn tn tn * Tinggi Batang 11 BST Tinggi Batang (3, 5, 6, 7, 8, 9, 10 BST) tn tn tn SLA (3, 5, 7, 8, 9, 10, 11 BST) tn tn tn (a (a Bobot Kering Akar (1, 3, 5, 9, 11 BST) tn tn tn(a Bobot Kering Batang (1, 3, 5, 9, 11 BST) tn tn tn Bobot Kering Daun 1 BST ** * ** Bobot Kering Daun 11 BST tn * tn (a (a Bobot Kering Daun 3, 5 dan 9 BST tn tn tn(a Jumlah Ruas 11 BST tn tn * Jumlah Ruas (7-10 BST) tn tn tn Diameter Batang Atas (6, 7, 8, 11 BST) tn tn tn Diameter Batang Tengah 6 BST * tn tn Diameter Batang Tengah (7-11 BST) tn tn tn Diameter Batang Bawah 11 BST * tn tn Diameter Batang Bawah (6-10 BST) tn tn tn Rendemen tn tn tn Jumlah Tanaman Dipanen per Juring tn tn tn Produksi tn tn tn Hablur tn tn tn Kadar N Daun (1,3 dan 6 BST) tn Kadar P Daun (1 dan 6 BST) tn Kadar P Daun 3 BST tn(a Kadar N Batang (1,3 dan 6 BST) tn Kadar P Batang (1 dan 3 BST) tn Kadar P Batang 6 BST tn(a Kadar N Akar (1,3 dan 6 BST) tn Kadar P Akar (1 dan 3 BST) tn Kadar P Akar 6 BST tn(a Peubah
Keterangan
: * ** tn (a
= Berpengaruh nyata pada uji-F pada taraf 5% = Berpengaruh sangat nyata uji-F pada taraf 1% = Tidak berpengaruh nyata = Hasil transformasi √x+0.5
Jumlah Daun, Tinggi Batang, dan Jumlah Anakan per Rumpun Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N, P dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun/tanaman dan jumlah anakan per rumpun umur 1 sampai 11 BST (Tabel 1). Pengaruh nyata hanya terdapat pada tinggi batang umur 4 BST. Semakin tinggi dosis pupuk N hingga 180 kg/ha akan meningkatkan tinggi batang. Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha) menghasilkan tinggi batang terendah (Tabel 2).
Tabel 2. Tinggi Batang pada Pengaruh Pupuk N pada 4 BST Peubah Tinggi Batang
Dosis Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225 ------------------------------cm-----------------------------137.4b 141.3ab 144.7a 144.3a
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Nilai rata-rata jumlah daun berkisar antara 2.0 sampai 7.8 helai/tanaman. Jumlah daun/tanaman induk meningkat hingga 6 BST kemudian berangsur-angsur menurun akibat penuaan daun. Tinggi batang tebu terus meningkat dari umur 3 BST sampai 11 BST (Gambar 4). Jumlah anakan per rumpun mengalami penurunan hingga umur 8 BST, selanjutnya meningkat lagi hingga umur 11 BST (Tabel 3).
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun, Tinggi Batang dan Jumlah Anakan per Rumpun Tebu umur 1-11 BST BST 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jumlah Daun (helai) 2.0 6.4 7.4 7.6 7.3 7.8 7.3 6.9 6.6 6.2 6.0
Peubah Tinggi Batang Jumlah Anakan per Rumpun (cm) (anakan/rumpun) 78.3 3.2 141.9 3.2 182.4 2.7 221.1 3.1 250.2 3.0 276.4 2.4 286.4 3.5 302.5 3.6 307.2 4.3
350
Tinggi Batang (cm)
300 250 200 150 100 50 0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
Umur (BST) Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Batang Tebu Umur 3-11 BST
Interaksi N dan P tampak pengaruhnya secara nyata pada tinggi batang umur 11 BST (Tabel 4). 4 Interaksi perlakuan 225 kg N/ha dengan 72 kg P/ha menghasilkan tanaman tertinggi dan mampu meningkatkan tinggi batang sebesar 14.67 % jika dibandingkan dengan perlakuan yang menghasilkan tanaman terendah (interaksi perlakuan 135 kg N/ha dengan 108 kg P/ha). P/ha). Interaksi perlakuan 90 kg N/ha dengan 36 kg P/ha tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan 225 kg N/ha dengan 144 kg P/ha. Sehingga, dapat dinyatakan pemupukan dosis perlakuan tertinggi dan terendah menghasilkan tinggi batang yang tidak berbeda nyata. yata.
Tabel 4. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Tinggi Batang pada 11 BST Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 --------------------------------cm--------------------------------------------------------------------- -------------------------------------299.3abcd 290.8cd 322.8ab 303.4abcd 313.9abcd 323.0ab 283.6d 316.6abc 308.6abcd 295.0abcd 312.1abcd 304.9abcd 308.2abcd 325.2a 293.0bcd 315.2abcd
Keterangan : angka-angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Jumlah Tanaman per Juring Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah tanaman per juring. Semakin tinggi dosis pupuk N semakin banyak jumlah tanaman per juring seperti yang terjadi pada pengamatan 7 dan 10 BST (Tabel 5). Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha) menghasilkan tanaman per juring paling sedikit. Tiga dosis selebihnya menghasilkan jumlah tanaman per juring yang tidak berbeda nyata, namun lebih tinggi daripada dosis 90 kg/ha tersebut. Semakin tinggi dosis pupuk P juga menghasilkan jumlah tanaman per juring semakin banyak, yang tampak nyata pada umur 5 dan 10 BST.
Tabel 5. Jumlah Tanaman per Juring pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Dosis Pupuk Fosfor Perlakuan
1
Bulan Setelah Tanam (BST) 3 4 5 6 7 8 9 10 11 --------------------------------------tanaman /juring----------------------------------------
Nitrogen (kg/ha) 90 52.2 187.4 120.7 112.7 112.9 104.9b 122.2 140.1 122.7b 135.8 135 52.3 192.5 123.5 113.8 112.5 110.9ab 123.4 143.9 128.5ab 137.6 180 55.3 197.3 127.9 116.6 115.1 117.4a 125.1 146.2 132.5a 135.7 255 55.5 191.5 127.6 117.1 117.4 111.2ab 126.4 149.1 133.6a 141.1 Rata-Rata N 53.8 192.1 124.9 115.1 114.5 111.1 124.3 144.8 129.3 137.5 Fosfor (kg/ha) 36 55.2 189.6 121.1 114.5ab 112.9 109.8 123.6 142.6 125.1b 138.6 72 54.1 194.6 125.1 114.5ab 115.4 106.3 124.3 145.2 132.0ab 135.7 108 54.4 185.1 123.2 112.2b 114.2 110.6 122.6 145.9 124.1b 128.1 144 51.6 199.2 130.3 119.1a 115.5 117.5 126.6 145.5 136.1a 147.8 Rata-Rata P 53.8 192.1 124.9 115.1 114.5 111.1 124.3 144.8 129.3 137.5 Rata-Rata NP 53.8 192.1 124.9 115.1 114.5 111.1 124.3 144.8 129.3 137.5 Rata-rata NP/m 3.6 12.8 8.3 7.7 7.6 7.4 8.3 9.7 8.6 9.2 Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Kurva respon pada Gambar 5, menunjukkan peningkatan dosis pupuk N dapat meningkatkan jumlah tanaman per juring berdasarkan persamaan linier Y=0.034x+116.5, dan menggambarkan bahwa dosis 225 kg N/ha belum merupakan dosis yang optimum. Hal ini terlihat lebih jelas terutama saat tanaman berumur 10 BST (R2= 0.921) dari pada 7 BST (R2= 0.409). Nilai koefisien determinasi (R2) = 0.921 menunjukkan bahwa 92.1% dari keragaman rataan jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier pada 10 BST, sedangkan pada 7 BST hanya 40.9 %.
Jumlah Tanaman / Juring
160
y = 0,034x + 116,5 R² = 0,921
140 120 100
y = 0,023x + 102,2 R² = 0,409
80 60 40
7 BST
20
10 BST
0 90
135
180
225
Dosis Pupuk N (kg/ha) Gambar 5. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk N Respon pemupukan P terhadap peubah jumlah tanaman per juring dapat dinyatakan dalam persamaan regresi Y= 0.014x+112.2 pada 5 BST dan persamaan regresi Y= 0.031x+123.0 pada 10 BST. Kurva respon yang dihasilkan cenderung menunjukkan hubungan yang tidak linier karena pada 5 dan 10 BST mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil yaitu sebesar 0.263 dan 0.320 (Gambar 6). Nilai R2 tersebut menunjukkan bahwa hanya 26.3% dan 32% dari keragaman rataan jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier.
Jumlah Tanaman / Juring
160
y = 0,031x + 123,0 R² = 0,320
140 120
y = 0,014x + 112,2 R² = 0,263
100 80 60 40
5 BST
20
10 BST
0 36
72 108 Dosis Pupuk P (kg/ha)
144
Gambar 6. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk P
Spesific Leaf Area (SLA) Pemupukan Nitrogen dan Fosfor serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap peubah Spesific Leaf Area (SLA). SLA Rata-rata SLA pada perlakuan N dan P adalah 1.1 Ha/kg. Nilai rata-rata SLA cenderung menurun dengan bertambahnya umur. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat fase pemasakan dan pematangan tebu kemampuan tanaman dalam fotosintesis semakin berkurang dan pertumbuhan vegetatif mulai berkurang. Nilai rata-rata SLA mulai dari umur 3-11 BST tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata SLA pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Peubah SLA
BST 3 5 7 8 9 10 11 ---------------------------------Ha/kg (/1000)------------------------------1.2 1.2 1.1 1.0 1.0 1.1 1.0
BK Akar, BK Batang, dan BK Daun Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen dan Fosfor serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah BK akar dan BK batang. Nilai berat kering masing-masing organ tebu (1-11 BST) tertera pada Tabel 7. Pengaruh pupuk N terhadap BK daun hanya terlihat pada awal pertumbuhan (1 BST) selanjutnya tidak berpengaruh. Tanaman yang memperoleh pupuk N sebesar 225 kg/ha memiliki BK daun tertinggi, sedangkan untuk ketiga dosis lainnya yang lebih rendah tidak berbeda nyata. Pupuk P memperlihatkan pengaruh yang tidak konsisten selama pertumbuhan dari 1-11 BST (Tabel 8).
Tabel 7. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, dan Daun (g) Tanaman Tebu umur 1-11 BST Peubah
1BST
3 BST
5 BST
9 BST
11 BST
BK Akar BK Batang BK Daun BK Daduk BK Daun Total
0.20 0.58 0.30 0.09 0.39
8.50 99.43 93.76 28.81 122.56
30.10 509.32 174.22 57.13 231.35
42.90 1168.85 227.73 56.17 283.89
41.50 1319.58 146.92 51.01 197.94
Tabel 8. Bobot Kering Daun pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Perlakuan
1
Bulan Setelah Tanam (BST) 3 5 9
11
-------------------------------g/tanaman-----------------------------Nitrogen (kg/ha) 90 135 180 225 Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) 36 72 108 144 Rata-Rata P Rata-Rata NP
0.26b 0.28b 0.25b 0.39a 0.30
94.27 83.36 99.01 98.38 93.76
159.83 191.93 164.09 181.04 174.22
203.11 247.55 214.82 245.42 227.73
149.23 136.09 159.64 142.74 146.92
0.24b 0.28ab 0.35a 0.31ab 0.30 0.30
87.89 86.87 108.99 91.27 93.76 93.76
163.30 157.69 177.26 198.64 174.22 174.22
209.12 233.18 242.49 226.12 227.73 227.73
137.40b 191.49a 134.67b 124.13b 146.92 146.92
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Interaksi pupuk N dan P juga berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering daun pada 1 BST. Pemupukan N dosis tertinggi (225 kg/ha) yang dikombinasikan dengan pemupukan P 108 kg/ha mampu menghasilkan bobot kering daun paling tinggi dari perlakuan lainnya. Kombinasi pemupukan N dan P dengan dosis terendah (90 kg N/ha dan 36 kg P/ha) menghasilkan BK daun terendah (Tabel 9). Kombinasi perlakuan lainnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tabel 9. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Bobot Kering Daun pada Umur 1 BST Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 --------------------------------------g-------------------------------0.15c 0.29bc 0.26bc 0.34b 0.29bc 0.30bc 0.24bc 0.29bc 0.19bc 0.19bc 0.29bc 0.35b 0.35b 0.33b 0.61a 0.26bc
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Peningkatan bobot kering organ daun, batang dan akar tanaman tebu terjadi dengan adanya peningkatan umur dan pada titik tertentu berangsur berangsur-angsur menurun sehingga akan terbentuk kurva pertumbuhan (sigmoid). (sigmoid). Se Selain itu, masing-masing organ memiliki perbedaan waktu untuk mencapai nilai bobot kering maksimum. Pada organ akar dan daun nilai maksimum dicapai saat tanaman tebu berumur 9 BST, sedangkan organ batang nilainya cenderung meningkat hingga panen seperti tampak tam pada Gambar 7.
1400 Akar
1200
Batang Daun
BK (g/tanaman)
1000 800 600 400 200 0 1
3
5
9
11
Umur (BST) Gambar 7. Perkembangan Per Bobot Kering Tanaman Tebu
Dari gambar di atas juga diketahui periode kritis yaitu pada saat tanaman melakukan aktivitas pertumbuhan maksimal. Pada 3 dan 9 BST, terjadi peningkatan pertumbuhan BK organ daun, batang dan akar yang tinggi. Pada saat itu, unsur hara yang tersedia harus dapat mencukupi kebutuhan tanaman yang dimanfaatkan dalam pertumbuhan vegetatif. Sehingga pada 3 dan 9 BST merupakan periode kritis yang sangat menentukan tinggi rendahnya produksi tanaman tebu.
Jumlah Ruas Pupuk N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas. Interaksi keduanya juga tidak berpengaruh nyata dari awal pertumbuhan hingga tanaman berumur 10 BST. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh nyata pada saat tanaman tebu berumur 11 BST. Nilai rata-rata jumlah ruas cenderung meningkat dengan bertambahnya umur (Tabel 10). Rata-rata pembentukan ruas pada tebu kurang lebih 2 ruas/bulan.
Tabel 10. Rata-rata Jumlah Ruas Tanaman Tebu (ruas/tanaman) umur 711 BST Perlakuan Jumlah Ruas
7 BST
8 BST
9 BST
10 BST
11 BST
20.2
22.8
24.1
29.5
29.7
Perlakuan pupuk N sebesar 180 kg/ha yang dikombinasikan dengan pupuk P 72 kg/ha menghasilkan tanaman dengan jumlah ruas paling sedikit pada 11 BST. Perlakuan pupuk N 135 kg/ha dan pupuk P 36 kg/ha menghasilkan tanaman dengan jumlah ruas yang lebih banyak, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 11).
Tabel 11. Jumlah Ruas pada Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 11 BST Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ----------------------------------ruas/tanaman-------------------------28.2ab 29.3ab 31.1a 30.1ab 31.1a 30.2ab 27.8ab 30.1ab 31.0a 27.2b 30.9a 30.0ab 29.2ab 31.1a 28.2ab 29.7ab
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Diameter Batang Perlakuan pemupukan N dan P serta interaksinya, tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang bagian atas dan tengah pada umur 7-11 BST. Pada umur 6 BST pupuk N berpengaruh nyata pada diameter batang bagian tengah dengan pola yang tidak menentu, dan pengaruhnya menjadi tidak nyata pada umur-umur
yang lebih tua. Pada diameter bagian bawah, pengaruh pupuk N terlihat pada akhir pengamatan (11 BST) semakin tinggi dosis pupuk N semakin besar diameter batang tebu (Tabel 12). Nilai rata-rata diameter batang cenderung menurun mulai tanaman berumur 7 BST hingga 11 BST. Nilai rata-rata diameter batang bagian atas tengah dan bawah berkisar antara 16.1 – 28.7 cm (Tabel 13).
Tabel 12. Diameter Tengah dan Diameter Bawah pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Diameter Tengah Diameter Bawah 6 BST 11 BST ------------------------------cm-------------------------
Perlakuan Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225 Rata-Rata N
26.8a 25.7b 27.1a 26.5ab 26.5
26.7ab 25.6b 27.1ab 28.3a 26.9
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Tabel 13. Rata-rata Diameter Batang Tebu (cm) Bagian Atas, Tengah dan Bawah pada Berbagai Umur Perlakuan
6 BST
7 BST
8 BST
9 BST
10 BST
11 BST
Bagian Atas Bagian Tengah Batang Bawah
17.7 26.5 27.4
18.1 26.2 28.7
17.2 25.6 27.7
16.8 26.0 28.2
16.5 26.1 28.3
16.1 24.6 26.9
Respon diameter batang terhitung dalam persamaan linier Y= -0.364x + 20.15 untuk diameter bagian atas, Y= -0.274x + 28.15 untuk diameter bagian tengah dan persamaan Y = -0.096x + 28.67 untuk bagian bawah. Nilai koefisien keragaman (R2) dari ketiga bagian pengukuran diameter tersebut menunjukkan bahwa sebesar 87%, 56.2% dan 7% dari keragaman rataan diameter bagian atas, tengah dan bawah terhitung dalam fungsi linier. Pada kurva respon terlihat bahwa terjadi penurunan diameter batang seiring dengan bertambahnya umur. Hal tersebut terlihat jelas pada diameter bagian atas karena nilai R2 paling besar daripada lainnya (Gambar 8).
Diameter Batang (cm)
35 y = -0,096x + 28,67 R² = 0,077
30 25
y = -0,274x + 28,15 R² = 0,562
20 15 10
y = -0,364x + 20,15 R² = 0,870
Bagian Atas Bagian Tengah Batang Bawah
5 0
6
7
8 9 Umur (BST)
10
11
Gambar 8. Pertumbuhan Diameter Batang Bagian Atas, Tengah, dan Bawah Rendemen Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen, Fosfor, dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap rendemen. Rata-rata nilai rendemen cenderung meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman (Tabel 14) karena proses pemasakan dan pembentukan gula terus berlangsung hingga rendemen mencapai maksimum. Rendemen tebu berkisar antara 8.1 % - 8.5 %. Tabel 14. Rata-rata Rendemen pada Perlakuan Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 9-11 BST Perlakuan Nitrogen (kg/ha) 90 135 180 225 Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) 36 72 108 144 Rata-Rata P Rata-Rata NP
Bulan Setelah Tanam (BST) 9 10 11 -------------------------%-------------------------7.8 7.3 7.2 7.3 7.4
7.0 7.0 7.1 7.3 7.1
8.3 8.3 8.3 8.5 8.3
7.3 7.5 7.5 7.3 7.4 7.4
7.2 7.2 7.2 6.8 7.1 7.1
8.3 8.5 8.4 8.1 8.3 8.3
Jumlah Tanaman Dipanen per Juring Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah batang tebu dipanen per juring. Pada penelitian ini diperoleh nilai jumlah tanaman dipanen per juring berkisar antara 118.2 tanaman/juring sampai 131.3 tanaman/juring (Tabel 15). Rata-rata batang tebu yang dapat dipanen sebanyak 125.4 tanaman/juring atau 8.4 tanaman/m. Tabel 15. Rata-rata Jumlah Tanaman Dipanen per Juring pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Nitrogen (kg/ha) 90 135 180 225 Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) 36 72 108 144 Rata-Rata P Rata-Rata NP
Panen --tanaman/juring *) ----tanaman/m--119.6 125.8 127.9 128.2 125.4
8.0 8.4 8.5 8.5 8.4
121.3 130.8 131.3 118.2 125.3 125.4
8.1 8.7 8.8 7.9 8.4 8.4
*) = Panjang juring 15 m
Produksi Analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap berat tebu atau produksi. Pada penelitian ini diperoleh nilai produksi tebu berkisar antara 79.4 ton/ha sampai 87.5 ton/ha dengan rata-rata sebesar 162.3 kg/juring atau 83.2 ton/ha (Tabel 16). Nilai tersebut hanya mencapai 83.9 % potensi produksi varietas yang digunakan (Kidang Kencana) yaitu sebesar 99.2 ton/ha.
Tabel 16. Rata-rata Bobot Tebu (Produksi) pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Nitrogen (kg/ha) 90 135 180 255 Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) 36 72 108 144 Rata-Rata P Rata-Rata NP
Bobot Tebu ---kg/juring*)--.---ton/ha--159.5 159.0 164.6 165.9 162.3
81.8 81.5 84.4 85.1 83.2
159.2 170.7 164.2 154.9 162.3 162.3
81.6 87.5 84.2 79.4 83.2 83.2
*) = Panjang juring 15 m
Hablur Sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap hablur (kristal gula) yang akan dihasilkan ketika tebu diproses menjadi gula di dalam pabrik. Pada penelitian ini nilai hablur yang dihasilkan berkisar antara 6 452 kg/ha sampai 7 448 kg/ha dengan rata-rata sebesar 6 942 ton/ha (Tabel 17).
Tabel 17. Rata-rata Hablur pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Nitrogen (kg/ha) 90 135 180 225 Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) 36 72 108 144 Rata-Rata P Rata-Rata NP
Panen ---kg/ha--6 771 6 780 6 967 6 942
6 795 7 448 7 072 6 452 6 942 6 942
Kandungan Nitrogen Saat tanaman berumur 1, 3 dan 6 BST kadar N daun cenderung menurun (Tabel 18) dan nilainya tergolong lebih rendah dari batas kecukupan unsur hara tanaman tebu (Lampiran 12). Hal serupa juga terjadi pada kadar N batang (Tabel 19) dan akar (Tabel 20).
Tabel 18. Kandungan Hara N Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Umur
1 BST
3 BST
6 BST
Pupuk N (kg/ha)
90 135 180 225 90 135 180 225 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 -----------------------%---------------------------1.48 1.43 1.47 1.38 1.44 1.45 1.57 1.44 1.44 1.37 1.71 1.48 1.48 1.48 1.51 1.51 1.07 1.17 1.17 1.06 1.07 1.14 1.01 1.17 1.02 1.06 1.09 1.14 0.96 1.24 1.10 1.11 0.95 0.79 0.86 0.88 0.95 0.88 0.96 0.93 0.93 0.77 0.94 0.83 0.93 0.83 0.82 0.82
Tabel 19. Kandungan Hara N Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur
3 BST
6 BST
Pupuk N (kg/ha)
90 135 180 225 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 -------------------------%--------------------------0.97 0.94 0.81 0.79 0.87 0.85 0.98 1.00 0.85 0.86 0.95 0.78 0.84 0.84 0.86 0.81 0.49 0.45 0.46 0.48 0.48 0.45 0.57 0.59 0.47 0.51 0.57 0.50 0.48 0.50 0.50 0.56
Tabel 20. Kandungan Hara N Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur
3 BST
6 BST
Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 --------------------------%-------------------------0.48 0.46 0.44 0.48 0.44 0.43 0.47 0.44 0.45 0.40 0.50 0.43 0.43 0.42 0.46 0.42 0.35 0.35 0.38 0.36 0.35 0.43 0.39 0.42 0.35 0.37 0.36 0.35 0.40 0.37 0.36 0.41
Efisiensi serapan unsur N pada organ daun, batang dan akar tebu mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur. Serapan N tertinggi terdapat pada organ batang (Tabel 21). Menurut Erwin dan Abidin (1986) unsur N diserap relatif sedikit pada umur 1 bulan dan makin bertambah jumlahnya sesuai dengan bertambahnya umur. Jika kebutuhan N tidak diimbangi dengan ketersediaan kecukupan N dalam tanah akan mengakibatkan penyerapan terhadap unsur N berkurang sehingga dapat terjadi penurunan kadar N pada daun, batang dan akar.
Tabel 21. Efisiensi Serapan N (%) pada Organ Tanaman Tebu Perlakuan N1P1 N1P2 N1P3 N1P4 N2P1 N2P2 N2P3 N2P4 N3P1 N3P2 N3P3 N3P4 N4P1 N4P2 N4P3 N4P4 Rata-rata
1 BST 0.0031 0.0056 0.0058 0.0061 0.0059 0.0067 0.0048 0.0058 0.0038 0.0038 0.0071 0.0071 0.0079 0.0063 0.0149 0.0055 0.0063
Daun 3 BST 3.38 4.78 6.92 4.38 4.70 3.63 5.35 5.65 5.28 5.91 5.73 4.87 6.18 4.05 4.72 6.07 5.10
6 BST 5.06 3.93 4.33 5.25 3.97 5.16 4.05 5.89 3.52 5.14 4.14 4.48 4.81 3.66 5.38 4.81 4.60
Batang 3 BST 6 BST 3.13 7.21 2.66 6.09 5.02 7.82 4.33 7.15 3.84 5.01 4.10 8.42 4.46 7.55 3.72 9.32 4.28 5.96 6.07 8.93 4.37 6.42 3.99 6.88 4.92 7.06 6.28 8.27 3.19 8.57 4.18 12.40 4.28 7.69
Akar 3 BST 6 BST 0.13 0.37 0.18 0.29 0.25 0.33 0.17 0.39 0.12 0.30 0.15 0.42 0.15 0.32 0.14 0.37 0.12 0.33 0.29 0.35 0.19 0.24 0.16 0.35 0.25 0.26 0.28 0.40 0.18 0.32 0.21 0.38 0.17 0.34
Rata-rata efisiensi serapan N pada organ batang dan akar mengalami kenaikan hingga tanaman berumur 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga 3 BST kemudian berangsur-angsur turun (Gambar 9). Efisiensi penggunaan unsur N tertinggi terdapat pada batang tebu saat tanaman berumur 6 BST ( Tabel 22).
N (%)
9 8
N Daun
7
N Batang
6
N Akar
5 4 3 2 1 0 1 BST
3 BST
6 BST
Gambar 9. Rata-rata Efisiensi Serapan N Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan 6 BST Tabel 22. Efisiensi Penggunaan N pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Perlakuan N1P1 N1P2 N1P3 N1P4 N2P1 N2P2 N2P3 N2P4 N3P1 N3P2 N3P3 N3P4 N4P1 N4P2 N4P3 N4P4 Rata-rata
Daun Serapan N (kg/ha) 26.54 29.32 34.34 26.03 24.90 30.23 25.69 35.41 25.92 35.51 32.63 27.94 33.74 30.98 30.08 30.26 29.97
NUE (%) 29.49 32.57 38.16 28.92 18.44 22.39 19.03 26.23 14.40 19.73 18.13 15.52 15.00 13.77 13.37 13.45 21.16
Batang Serapan N (kg/ha) NUE (%) 32.76 36.40 32.99 36.65 39.47 43.86 28.17 31.30 27.36 20.27 39.16 29.00 35.41 26.23 41.47 30.72 32.82 18.23 46.85 26.03 37.83 21.02 33.48 18.60 40.63 18.06 47.63 21.17 37.33 16.59 55.35 24.60 38.05 26.17
Kandungan Fosfor Kandungan hara P daun, cenderung menurun seiring bertambahnya umur (Tabel 23). Hal serupa juga terjadi pada kadar P batang (Tabel 24) dan akar (Tabel 25) meskipun demikian, kadar unsur P tersebut tergolong masih mencukupi kebutuhan hara tanaman tebu (Lampiran 12).
Tabel 23. Kandungan Hara P Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Umur
1 BST
3 BST
6 BST
Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225 90 135 180 225 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ----------------------------%--------------------------0.25 0.23 0.23 0.24 0.23 0.22 0.22 0.23 0.24 0.24 0.23 0.23 0.24 0.24 0.24 0.23 0.22 0.32 0.27 0.29 0.27 0.26 0.28 0.27 0.28 0.28 0.29 0.30 0.29 0.33 0.27 0.32 0.18 0.23 0.19 0.14 0.16 0.21 0.20 0.18 0.16 0.19 0.19 0.16 0.28 0.18 0.13 0.20
Tabel 24. Kandungan Hara P Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur
3 BST
6 BST
Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ---------------------------%--------------------------0.23 0.31 0.20 0.25 0.28 0.20 0.14 0.25 0.21 0.29 0.20 0.22 0.26 0.27 0.16 0.21 0.14 0.17 0.12 0.17 0.15 0.16 0.16 0.17 0.15 0.13 0.16 0.12 0.18 0.19 0.15 0.16
Tabel 25. Kandungan Hara P Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur
3 BST
6 BST
Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ---------------------------%--------------------------0.07 0.08 0.11 0.06 0.06 0.06 0.08 0.06 0.06 0.08 0.08 0.08 0.07 0.06 0.07 0.07 0.05 0.06 0.06 0.05 0.06 0.06 0.05 0.06 0.05 0.07 0.05 0.06 0.07 0.08 0.06 0.07
Efisiensi serapan unsur P memiliki nilai yang berbeda pada organ daun, batang dan akar tebu dan nilainya semakin cenderung meningkat pada 1, 3 dan 6 BST. Serapan P tertinggi terdapat pada organ batang (Tabel 26) sehingga kandungan P batang nilainya paling tinggi (0.31%).
Tabel 26. Efisiensi Serapan P (%) pada Organ Tanaman Tebu Perlakuan N1P1 N1P2 N1P3 N1P4 N2P1 N2P2 N2P3 N2P4 N3P1 N3P2 N3P3 N3P4 N4P1 N4P2 N4P3 N4P4 Rata-rata
1 BST 0.0007 0.0012 0.0012 0.0013 0.0013 0.0013 0.0009 0.0012 0.0008 0.0008 0.0013 0.0015 0.0018 0.0014 0.0028 0.0011 0.0013
Daun 3 BST 0.88 1.51 2.35 1.67 1.55 1.12 1.94 1.98 1.67 2.16 1.93 1.47 2.28 1.34 1.64 2.27 1.74
6 BST 1.22 0.78 0.85 1.93 1.55 1.68 1.19 1.18 1.04 1.44 1.11 0.71 0.71 0.78 1.40 1.56 1.20
Batang 3 BST 6 BST 0.99 2.82 0.96 2.55 1.84 3.06 1.69 3.57 1.51 2.66 1.28 3.86 2.05 2.50 1.50 4.49 1.42 2.08 1.05 3.49 1.01 2.41 0.94 2.75 2.34 4.25 2.17 3.44 1.27 2.71 1.39 4.77 1.46 3.21
Akar 3 BST 6 BST 0.02 0.08 0.03 0.07 0.04 0.06 0.04 0.08 0.03 0.06 0.03 0.08 0.04 0.07 0.03 0.10 0.04 0.08 0.05 0.06 0.04 0.05 0.03 0.07 0.05 0.06 0.06 0.07 0.05 0.07 0.05 0.09 0.04 0.07
Rata-rata efisiensi serapan P pada organ batang dan akar mengalami kenaikan hingga 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga 3 BST kemudian berangsur-angsur turun (Gambar 10). Selain itu, batang tebu juga menggunakan
unsur P yang terbanyak (Tabel 27). Hal ini dikarenakan unsur P sangat diperlukan dalam proses pembentukan gula pada batang tebu. 3,50 Daun
3,00
Batang
P (%)
2,50
Akar
2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1 BST
3 BST
6 BST
Gambar 10. Rata-rata Efisiensi Serapan P pada Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan 6 BST Tabel 27. Efisiensi Penggunaan P pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Perlakuan N1P1 N1P2 N1P3 N1P4 N2P1 N2P2 N2P3 N2P4 N3P1 N3P2 N3P3 N3P4 N4P1 N4P2 N4P3 N4P4 Rata-rata *) P2O5
Daun Serapan P* (kg/ha) 26.54 29.32 34.34 26.03 24.90 30.23 25.69 35.41 25.92 35.51 32.63 27.94 33.74 30.98 30.08 30.26
PUE (%) 29.49 32.57 38.16 28.92 18.44 22.39 19.03 26.23 14.40 19.73 18.13 15.52 15.00 13.77 13.37 13.45
Batang Serapan P* (kg/ha) 32.76 32.99 39.47 28.17 27.36 39.16 35.41 41.47 32.82 46.85 37.83 33.48 40.63 47.63 37.33 55.35
PUE (%) 36.40 36.65 43.86 31.30 20.27 29.00 26.23 30.72 18.23 26.03 21.02 18.60 18.06 21.17 16.59 24.60
6.00
8.43
11.83
16.78
Kandungan Kalium Hasil analisis kandungan K daun, saat tanaman berumur 3 BST kadarnya lebih besar dari umur 6 BST (Tabel 28). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian unsur K meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Ketersediaan K tanah yang rendah (0.13 cmol(+)/kg) menyebabkan unsur K yang diserap tanaman jumlahnya sedikit sehingga kecukupan unsur K pada tanaman tebu belum terpenuhi (Lampiran 12) walaupun pupuk K tetap diberikan dengan dosis 270 kg/ha untuk semua perlakuan. Unsur K banyak dibutuhkan tanaman tebu yang digunakan untuk aktivitas pertumbuhan seperti fotosintesis, translokasi gula ke batang, dan dapat menyeimbangkan penyerapan unsur N dan P (Sundara, 1998).
Tabel 28. Kandungan Hara K Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur
3 BST
6 BST
Pupuk N (kg/ha) 90 135 180 225 90 135 180 225
Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ---------------------------%--------------------------1.47 1.56 1.53 2.01 2.03 1.68 1.54 1.75 1.55 1.40 2.26 1.81 2.30 2.00 1.77 1.63 0.67 1.14 1.07 1.35 1.37 1.17 1.05 1.10 1.38 1.09 1.56 0.77 0.98 0.78 0.74 0.92
Pembahasan
Pengaruh Pupuk Nitrogen Pupuk N tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah pertumbuhan seperti meningkatnya tinggi tanaman pada 4 BST (Tabel 2), jumlah tanaman per juring pada 7 dan 10 BST (Tabel 5), diameter batang bagian tengah pada 6 BST dan diameter bagian bawah pada 11 BST (Tabel 12). Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan kandungan unsur N dalam tanah tergolong sangat rendah (0.09 %). Setelah pupuk N diberikan, maka akan terlihat respon yang nyata pada peubah pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wagimin (1985) terhadap tanaman Saccharum spontaneum menunjukkan bahwa kandungan N total pada tanah yang cukup rendah menyebabkan N yang tersedia bagi tanaman juga rendah sehingga penambahan Nitrogen menyebabkan tanaman memberikan respon nyata. Jumlah tanaman dipanen per juring juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan Nitrogen (Tabel 15), meskipun jumlah tanaman per juring berpengaruh nyata pada 7 dan 10 BST. Penyebabnya adalah saat panen dilakukan, terdapat batang tebu yang tidak memenuhi kriteria tebang seperti sogolan (anakan tebu) yang tingginya kurang dari 1 m, tebu berpenyakit atau terkena hama penggerek dan tebu mati sehingga batang tersebut tidak dihitung dalam produksi. Peubah pertumbuhan seperti tinggi batang, jumlah tanaman dan diameter batang menjadi faktor yang menentukan tinggi rendahnya produksi (Apoen, 1975) yaitu semakin tinggi jumlah tanaman, tinggi batang dan diameter batang maka semakin besar pula produksi dan hablur yang dihasilkan. Pupuk N yang diberikan dari 90, 135, 180 sampai 225 kg/ha tidak berpengaruh nyata terhadap peubah produksi tebu karena pada peubah pertumbuhan tersebut juga tidak berpengaruh nyata saat menjelang panen (11 BST). Hal tersebut dapat terjadi, diduga adanya kehilangan unsur N yang berdampak pada penurunan kandungan N dalam tanah. Unsur N dalam tanah dapat berkurang jumlahnya karena diserap oleh tanaman tebu selama fase pertumbuhan. Selain diserap oleh tanaman, unsur N dapat hilang karena tekstur tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah lempung liat berpasir. Menurut Hardjowigeno (2003) tanah berpasir cenderung memiliki KTK tanah yang rendah seperti pada penelitian ini (4.78 cmol(+)/kg). Hardjowigeno (2003) menambahkan KTK tanah yang rendah akan berdampak pada sedikitnya kation (NH4+) yang dijerap oleh koloid-koloid tanah. Hal tersebut didukung oleh pendapat Leiwakabessy dan Sutadi (1998) yang menyatakan bahwa kehilangan N-NH3 dari pemberian sejumlah urea ternyata meningkat dengan menurunnya KTK tanah. Kehilangan unsur N dapat juga terjadi karena volatilisasi yang prosesnya dibantu oleh mikroorganisme. Menurut Soepardi (1983) reduksi biokimia dari Nitrogen nitrat menjadi senyawa gas melibatkan jasad mikro dari golongan
heterotropik.
Salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
perkembangan
mikroorganisme tersebut adalah pH tanah. Dalam penelitian ini, pH tanah termasuk dalam kategori agak masam (5.6). Pada kondisi ini memberikan lingkungan tumbuh yang baik untuk perkembangan bakteri (Hardjowigeno, 2003) dalam mereduksi Nitrogen nitrat menjadi gas. Kehilangan unsur N dapat pula disebabkan oleh curah hujan tinggi (1 280 mm) yang mengakibatkan terjadinya pencucian N. Pencucian yang tinggi terjadi pada tanah dengan tekstur berpasir. Tanah berpasir seperti pada penelitian ini, memiliki ruang pori drainase yang lebih besar sehingga kemampuan dalam memegang air rendah. Akibatnya, N yang terlarut dalam air akan lebih mudah hilang karena pencucian.
Pengaruh Pupuk Fosfor Pupuk P juga tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), Pengaruhnya hanya tampak pada peubah pertumbuhan yaitu meningkatnya jumlah tanaman per juring pada 5 dan 10 BST (Tabel 5). Respon yang berbeda, diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Suhadi, et al (1985) terhadap tanaman tebu varietas PS 56 dan F 154 yaitu pemupukan P memberikan pengaruh terhadap panjang daun, lebar daun, panjang batang, panjang ruas dan diameter batang akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan dan jumlah daun. Jumlah tanaman per juring merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya berat batang per hektar (produksi). Jumlah tanaman yang semakin banyak akan menghasilkan produksi yang semakin besar. Dalam penelitian ini, pupuk P yang diberikan dari 36, 72, 108 sampai 144 kg/ha tidak memberikan pengaruh terhadap peubah pertumbuhan, produksi tebu, dan hablur. Hal ini diduga karena kebutuhan hara tebu terhadap unsur P sudah terpenuhi sehingga P dosis tinggi dan rendah menghasilkan respon yang tidak nyata. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Afrida (2009) yang melaporkan bahwa pemberian pupuk P tidak berpengaruh terhadap produksi dan sebagian besar peubah pertumbuhan tanaman pegagan pada kondisi kebutuhan tanaman akan unsur P sudah tercukupi. Selain itu, pupuk P dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara tidak langsung jika dibandingkan dengan pemberian
pupuk N (Soepardi, 1983). Menurut Sundara (1998) kebutuhan tanaman tebu akan unsur Fosfor relatif lebih rendah dari unsur N dan K. Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan kandungan unsur P dalam tanah tergolong sangat tinggi (187 ppm). Kandungan unsur P yang tinggi pada tanah diduga berasal dari residu pupuk TSP yang diberikan sebelumnya yaitu sebesar 350 kg/ha. Fosfor hanya berperan dalam proses metabolisme energetik dan biosintesis tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998) misalnya pada proses pembentukan gula, Fosfor diinkorporasikan dalam adenosin trifosfat (ATP) (Soepardi, 1983). Pada reaksi pembentukan sukrosa (Gambar 11), ATP digunakan bersama enzim untuk membentuk sukrosa (gula). Matahari CO2 + O2
Daun
C6H12O6 + C6H12O6 Glukosa
Fruktosa
C6H12O6 + C6H12O6+O2 Enzim+ATP
C6H22O11 + H2O Sukrosa
Air
Gambar 11. Reaksi Pembentukan Sukrosa Tercukupinya Fosfor pada tanaman tebu diduga karena curah hujan yang tinggi (1 280 mm) menyebabkan Fosfor dilarutkan oleh air sehingga tersedia untuk tanaman dan memudahkan penyerapan unsur Fosfor secara difusi. Salah satu cara untuk meningkatkan keefisienan pengambilan Fosfor tanah yaitu dengan menurunkan kesukaran difusi melalui penambahan air dalam tanah (Sabiham et al., 1983). Tersedianya P bagi tanaman juga disebabkan oleh rendahnya kejenuhan Al (0.00 cmol(+)/kg) dan unsur Ca (3.33 cmol(+)/kg) yang sangat mudah mengikat unsur P menjadi bentuk senyawa yang tidak tersedia. Menurut Hardjowigeno (2003) salah satu penyebab kekurangan P di dalam tanah adalah pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam atau Ca pada tanah alkalis. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dengan Fosfor Interaksi Pupuk N dan P tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah pertumbuhan seperti tinggi batang pada 11 BST (Tabel 4), dan jumlah ruas pada 11 BST (Tabel 11). Jumlah ruas dan tinggi batang merupakan parameter untuk
melihat pemanjangan batang saat tebu memasuki fase pertumbuhan cepat. Bertambahnya tinggi batang akan diikuti oleh peningkatan jumlah ruas batang sehingga kedua peubah tersebut memiliki hubungan sinergis yang menentukan produksi. Saat panen, batang bawah tebu ditebang dengan ketinggian yang berbeda dari atas tanah sehingga panjang batang tebu menjadi lebih seragam. Hal tersebut menyebabkan tinggi batang tidak berpengaruh pada produksi. Kombinasi pupuk N dan P yang diberikan berpengaruh terhadap peubah tinggi batang pada 11 BST tetapi tidak berpengaruh pada produksi dan hablur. Penelitian yang dilakukan oleh Saputro et al. (1990) melaporkan bahwa perlakuan pemupukan NPK yang dicobakan terhadap varietas tebu PSBM 86-418 dan PS 82-792 di Bungamayang menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap peubah produksi, rendemen dan hablur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terganggunya keseimbangan unsur hara dalam tanah. Penjelasan sebelumnya menunjukkan bahwa kandungan N dalam tanah dan organ tanaman tergolong rendah. Kehilangan N dalam tanah menyebabkan unsur N tersedia bagi tanaman juga rendah. Namun di sisi lain, kandungan P tersedia yang sangat tinggi menyebabkan kebutuhan tanaman tebu terhadap unsur P sudah tercukupi. Adanya ketidakseimbangan unsur hara tersebut akan mengganggu tanaman selama fase pertumbuhan. Menurut Foth (1988) peningkatan pertumbuhan dan produksi akibat pemberian Nitrogen tidak berubah apabila Fosfor, Kalium dan unsur penting lainnya tidak tersedia bagi tanaman dalam jumlah yang cukup. Hal tersebut menunjukkan bahwa keseimbangan unsur hara sangat diperlukan karena pemupukan yang berimbang berpengaruh baik terhadap produksi. Keseimbangan unsur hara di dalam tubuh tanah terjadi karena adanya interaksi antar unsur hara, sehingga untuk menjaga agar tetap diperoleh hasil gula yang tinggi, diperlukan adanya keseimbangan antar unsur hara yang satu dengan yang lain. (Usman, 1985). Pada dasarnya, unsur N dan P memiliki hubungan yang sinergis yaitu jika pupuk Nitrogen diberikan dan pertumbuhan tanaman dirangsang, maka akan meningkatkan permintaan semua unsur hara tanaman lainnya misalnya pemakaian pupuk N-nitrat menyebabkan peningkatan penyerapan P dibanding pemakaian pupuk N-ammonium, sebagai konsekuensi meningkatnya reduksi nitrat menjadi
ammonium dalam metabolisme tanaman yang membutuhkan sejumlah energi ATP (Hanafiah, 2005). Selain itu, interaksi Fosfor dengan unsur Nitrogen mempengaruhi pemasakan (Sundara, 2004) dalam proses pembentukan gula (sukrosa). Marsadi dalam Maswal dan Abidin (1988) menyatakan bahwa Nitrogen merupakan unsur yang paling dominan diantara unsur yang diperlukan oleh tanaman tebu, yang berfungsi antara lain untuk mendorong pembentukan anakan yang akhirnya akan memperbanyak jumlah batang dan berat batang per hektar. Dalam keseimbangan yang serasi, Nitrogen, Fosfor, dan kalium merupakan pelengkap satu sama lainnya yang akan menaikkan produksi. Pupuk N dan P tidak berpengaruh terhadap peubah produksi. Meskipun demikian, pupuk N dan P yang diberikan mampu menghasilkan rata-rata produksi yang lebih tinggi (83.2 ton/ha) jika dibandingkan dengan produksi tebu pabrik dan tebu rakyat (Lampiran 13). Hal ini diduga penggunaan dosis N yang lebih besar dari dosis sebelumnya (135 kg N/ha) pada perlakuan sehingga terdapat penambahan unsur N dalam tanah untuk meminimalisasi kehilangan unsur N selama fase pertumbuhan. Menurut Pawirosemadi dalam Maswal dan Abidin (1988), pada tanah yang kurang persediaan unsur hara N, P dan K, perlu ditambah unsur hara yang di perlukan dalam jumlah yang serasi, sebab masing-masing unsur hara akan memberikan pengaruh baik yang penuh kepada tanaman, jika unsur hara lain juga tersedia dalam jumlah yang cukup.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pupuk N dan P yang diberikan tidak berpengaruh terhadap produksi tebu kecuali pada beberapa peubah pertumbuhan. Semakin tinggi dosis pupuk Nitrogen meningkatkan BK daun, jumlah tanaman per juring, diameter batang bagian tengah dan bawah. Selain itu, semakin tinggi dosis pupuk Fosfor dapat meningkatkan jumlah tanaman per juring tanaman tebu. Kandungan Fosfor dalam tanah tergolong sangat tinggi sehingga kebutuhan tanaman sudah tercukupi. Hal ini berakibat pupuk P yang diberikan tidak berpengaruh terhadap sebagian besar peubah yang diamati. Interaksi pupuk Nitrogen dan Fosfor tidak berpengaruh pada produksi tebu dan hablur yang dihasilkan, tetapi pada peubah pertumbuhan berpengaruh pada tinggi batang dan jumlah ruas. Rata-rata produksi tebu sebesar 83.2 ton/ha dan hablur 6 942 kg/ha. Nilai ini lebih tinggi dari rata-rata produksi tebu pabrik dan tebu rakyat.
Saran Perlu diketahui status hara tanah terutama unsur P sebelum penanaman. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh pemupukan Nitrogen dan Fosfor pada tanaman RC 1 (Ratoon Cane) sehingga diharapkan pupuk yang diaplikasikan akan lebih terlihat responnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu dari pada tanaman PC (Plant Cane).
DAFTAR PUSTAKA
Afrida, A. 2009. Pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) di dataran tinggi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB. Bogor. 52 hal Apoen, S. D. 1975. Peranan Jumlah Batang dan Tinggi Tanaman terhadap Hasil Panen pada Budidaya Tebu. Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II. BP3G. Pasuruan Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta, 485 hal. Dinas Infokom Jatim. 2009. Pertengahan Juli, sudah 342,042 ton gula diproduksi. http://www.d-infokom-jatim.go.id [15 Desember 2009] Erwin dan Z. Abidin. 1986. Percobaan penggunaan pupuk campur dan waktu aplikasi pada tanaman tebu. Bulletin (04): 1-10 Foth, H. D. 1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi ketujuh. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 762 hal. Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1985. Terjemahan Susilo, Herawati. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hal. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal. Kompas. 2008. Tahun 2009, Surplus Gula. http://cetak.kompas.com [21 November 2008] Leiwakabessy, F. dan Sutadi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Maswal dan Z. Abidin. 1988. Pengaruh pemupukan NPK terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi tebu varietas F-156 pada tanah aluvial. Bulletin (2): 1-36 Nielsen, R. L. 2006. N Loss Mechanisms and Nitrogen Use Efficiency. www.nysaba.com/nlosspurdue.pdf [ 27 Maret 2010]. Novizan. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta. 114 hal
Pramono, D. 2005. Seri Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu. Dioma, Malang. 219 hal. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero). 1997. Vademecum Tanaman Tebu. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero). Bandar Lampung. 355 hal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula. 2008. Kiat Mengatasi Kelangkaan Pupuk untuk Mempertahankan Produktivitas Tebu dan Produksi Gula Nasional. www.p3gi.net [16 Desember 2009] Sabiham, S., S. Djokosudardjo, G. Soepardi. 1983. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Ilmu tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 140 hal. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid I, II, dan III. Terjemahan dari : Plant Physiology. Penerjemah : D. R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung. 241 hal. Saputro, S.E., I. Ismail, dan Sukarto. 1993. Pemupukan NPK berimbang pada tanaman pertama beberapa varietas unggul lokal PG Bungamayang. Berita. 9: 35-39. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Faperta, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal. Sudiatso, S. 1999. Tanaman bahan baku pemanis dan produksi pemanis. Departemen Budidaya pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hal Sudiatso, S. 1980. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 32 hal Sundara, B. 1998. Sugarcane Cultivation. First Edition. Vikas Publishing House Pvt Ltd, New Delhi.292 p. Tisdale, S. M. , W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. Fourth Edition. Macmillan Publishing company, New York. 694 p. Usman, B. 1985. Pengaruh tipe agroklimat dan jenis tanah terhadap hasil gula tanaman tebu dengan pemupukan urea dan AS. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan. BP3G Pasuruan: 266-291 Wagimin, S. Aminudin, Pudjiarti, dan Munadi. 1985. Pengaruh pemupukan nitrogen dan fosfor terhadap produksi kandungan protein dan serat kasar (Saccharum spontaneum). Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto. 20 hal. Wikipedia. 2006. Sugarcane. http://en.wikipedia.org/wiki/Sugarcane.html. [30 Mei 2006]
LAMPIRAN
Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor
: 334/Kpts/SR.120/3/2008
Tanggal
: 28 Maret 2008
Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198
DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Asal
: tidak diketahui, pertama kali berkembang di Dusun Kencana,
Kecamatan Jatitujuh, Majalengka Jawa Barat. Sifat Morfologi 1. Batang •
Bentuk ruas
: Silindris, susunan antar ruas lurus sampai berbiku, dengan penampang melintang bulat
•
Warna batang
: hijau kekuningan, menjadi coklat keunguan bila terpapar sinar matahari
•
Lapisan lilin
: ada di sepanjang ruas, tipis tidak mempengaruhi warna ruas
•
Retakan tumbuh
: tidak ada
•
Cincin tumbuh
: melingkar datar di atas puncak mata, dengan warna kuning kehijauan
•
Teras dan lubang
: masif
•
Bentuk buku ruas
: konis, dengan 2-3 baris mata akar, baris paling atas tidak melewati puncak mata
•
Alur mata
: tidak ada
2. Daun •
Warna daun
: hijau muda
•
Ukuran lebar daun
: lebar (lebih dari 6 cm)
•
Lengkung daun
: melengkung kurang dari ½ panjang daun
•
Telinga daun
: ada, lemah-sedang, dengan kedudukan serong
•
Bulu bidang punggung
: tidak ada
•
Sifat lepas pelepah
: mudah
3. Mata •
Letak mata
: pada bekas pangkal pelepah
•
Bentuk mata
: bulat telur, dengan bagian terlebar di tengah
•
Sayap mata
: berukuran sama lebar, dengan tepi sayap bergerigi
•
Rambut tepi basal
: tidak ada
•
Rambut jambul
: tidak ada
•
Pusat tumbuh
: di atas tengah mata
Sifat-Sifat Agronomis 1. Pertumbuhan •
Perkecambahan
: cepat, seragam
•
Awal pertunasan
: cepat
•
Kerapatan batang
: sedang (8-10 batang/meter)
•
Diameter batang
: sedang - besar
•
Pembungaan
: sporadis
•
Kemasakan
: tengah - lambat
•
Daya kepras
: baik
2. Potensi produksi Lahan sawah : -
Hasil tebu (ku/ha)
: 1.125 ± 325
-
Rendemen (%)
: 10,99 ± 1,65
-
Hasil hablur (ku/ha)
: 110,6 ± 22,1
Lahan tegalan : -
Hasil tebu (ku/ha)
: 992 ± 238
-
Rendemen (%)
: 9,51 ± 0,88
-
Hasil hablur (ku/ha)
: 95,4 ± 25,5
3. Ketahanan hama dan penyakit -
Penggerek batang
: tahan
-
Penyakit blendok
: tahan
-
Pokkahbung
: tahan
-
Luka api
: tahan
4. Kesesuaian lokasi
: cocok untuk lahan tegalan dan sawah jenis tanah
mediteran dengan iklim C3, Kambisol C3, Aluvial C2 dan Grumusol C2.
5. Kadar sabut
: + 13,05
Peneliti
: Bari Ngarijan dan Kusmiyanto
Pemilik varietas
: PT. PG. Rajawali Nusantara II
Lampiran 2. Denah Penelitian N1P2
N2P1
N2P3
N1P1
N1P1
N2P2
N4P3
N1P3
N4P2
N1P3
N2P2
N4P4
N1P4
N3P3
N1P3
N4P2
N3P2
N2P1
N1P2
N4P1
N4P1
N1P1
N3P4
N3P2
N3P1
N2P2
N3P2
N4P4
N1P4
N4P4
N2P3
N3P4
N4P3
N2P3
N2P1
N2P4
N2P4
N4P1
N4P3
N3P4
N3P1
N4P2
N2P4
N3P3
N3P3
N1P2
N1P4
N3P1
Ulangan 1
Ulangan 2 Jalan kontrol
PERLAKUAN
MACAM
DOSIS
PUPUK
KG/ HA
N1 N2
UREA UREA
200 300
N3 N4
UREA UREA
400 500
P1
TSP
80
P2 P3
TSP TSP
160 240
P4
TSP
320
K
KCL
270
Ulangan 3 Jalan kontrol
Lampiran 3. Gambar Persiapan Lahan dan Penanaman
Pembajakan
Penggaruan I
Penggaruan II
Pembuatan alur tanaman
Dropping bibit
Ecer bibit
Pencacahan 2 mata
Tutup tanam
Lampiran 4. Gambar Pemeliharaan dan Panen Tebu
Irigasi di alur tanaman
Pemupukan II
Pengendalian gulma
Pembumbunan
Klentek
Penebangan
Muat (loading) tebu
Pengangkutan ke pabrik
Lampiran 5. Gambar Kegiatan Pengamatan Percobaan Pemupukan Tebu
Pengukuran Tinggi Batang
Pengambilan sampel SLA
Pengukuran diameter batang
Sampel organ tebu kering
Organ tebu umur 9 BST
Penampang tanah
Organ tebu umur 11 BST
Tinggi batang tebu
Serangan penggerek pucuk
Serangan penggerek batang
Serangan penggerek pucuk
Larva penggerek batang
Warna batang tebu akibat perbedaan penerimaan cahaya matahari
Sogolan
Petak percobaan tebu
Petak perlakuan N2P4
Petak perlakuan N3P4
Lampiran 6. Analisa Kemasakan
URUTAN ANALISA KEMASAKAN UNIT USAHA BUNGAMAYANG PTPN VII No
Urutan Kegiatan
1
Tebu contoh masuk Lab. Analisa Kemasakan
2
Tebu contoh diukur panjang, diameter, berat, dan jumlah penggerek batang
3
Tebu dipotong, ditumpuk dan disusun dipisahkan antar perlakuan
4
Tebu digiling
5
Nira yang keluar ditimbang beratnya dan diukur suhu serta nilai brix nya dengan alat hand refraktometer
6
Nira ditambah BB acetat dan air
7
Masukkan nira ke dalam kertas saring untuk disaring
8
Kotoran dan kertas saring dibuang
9
Setelah keluar nira jernih, dimasukkan ke alat polarimeter
10
Nilai yang tertera merupakan besarnya putaran
11
Perhitungan %pol, HK, Nilai nira, faktor, rendemen, faktor kemasakan, KP dan KDT •
% pol berat jenis % brik sebelum terkoreksi 1,1 100
•
HK =
•
Nilai Nira = % pol - 0,4 %brix - % pol
•
Perasan =
•
Faktor =
•
Rendemen = Nilai Nira × Faktor
•
Faktor Kemasakan =
•
Kuosien Peningkatan =
•
Kuosien Daya Tahan =
putaran × 26
% pol % brix terkoreksi
100
jumlah berat nira jumlah berat tebu
100
perasan
rendemen bawah – rendemen atas rendemen bawah rendemen ronde III rendemen ronde I
HK ronde III HK ronde I
100
100
× 100
Lampiran 7. Waktu Pengamatan Penelitian Peubah
Waktu / Tanggal Pengamatan 6 BST 7 BST
1 BST
2 BST
3 BST
4 BST
5 BST
15/9/09
11/10/09
7-9/11/08
10/12/08
5-7/1/09
3-5/3/09
7-9/11/08
10/12/08
5-7/1/09
7-9/11/08
10/12/08
Tinggi Batang
7-9/11/08
10/12/08
SLA
10/11/08
8/1/09
Jumlah Daun Jumlah Tanaman per Juring Jumlah Anakan per Rumpun
15/9/09
8 BST
9 BST
10 BST
11 BST
4-6/3/09
3-5/4/09
5-7/5/09
10-13/6/09
2-6/7/09
3-5/3/09
4-6/3/09
3-5/4/09
5-7/5/09
10-13/6/09
2-6/7/09
5-7/1/09
3-5/3/09
4-6/3/09
3-5/4/09
5-7/5/09
10-13/6/09
2-6/7/09
5-7/1/09
3-5/3/09
4-6/3/09
3-5/4/09
5-7/5/09
10-13/6/09
2-6/7/09
4-6/3/09
7/4/09
8/5/09
10-13/6/09
7/7/09
Bobot Kering Akar
29/9/09
15-17/11/08
12-15/1/09
13-15/5/09
11-12/7/09
Bobot Kering Batang
29/9/09
13-15/11/08
9-11/1/09
10-12/5/09
8-10/7/09
Bobot Kering Daun
29/9/09
13-15/11/08
9-11/1/09
10-12/5/09
8-10/7/09
9-11/1/09
10-12/5/09
8-10/7/09
Bobot Daduk Jumlah Ruas Diameter Batang Atas Diameter Batang Tengah Diameter Batang Bawah Rendemen
4-6/3/09
3-5/4/09
5-7/5/09
10-13/6/09
2-6/7/09
3-5/3/09
4-6/3/09
3-5/4/09
3-5/3/09
4-6/3/09
3-5/4/09
5-7/5/09
10-13/6/09
2-6/7/09
3-5/3/09
4-6/3/09
3-5/4/09
5-7/5/09
10-13/6/09
2-6/7/09
9/5/09
21/6/09
8/7/09
2-6/7/09
Produksi
17/7/09
Hablur
17/7/09
Lampiran 8. Hasil Analisa Tanah (Balai Penelitian Tanah) Karakteristik Tanah
Nilai
Keterangan
Fraksi tanah (%) - Pasir
69
- Debu
9
- Liat
22
pH
5.6
Agak Masam
C Organik – Walkey and Black (%)
1.17
Rendah
N Organik – Kjehdal (%)
0.09
Sangat Rendah
C/N Rasio
13
Sedang
P2O5 – HCl 25% (mg/ 100g)
70
Sangat Tinggi
K2O – HCL 25% (mg/ 100g)
11
Rendah
P2O5 Olsen (ppm)
187
Sangat Tinggi
- Ca
3.33
Rendah
- Mg
0.45
Rendah
- K
0.13
Rendah
- Na
0.00
Sangat Rendah
KTK
4.78
Sangat Rendah
Lempung Liat Berpasir
Nilai Tukar Kation (cmol(+)/kg
Sumber: Balai Penelitian Tanah, Bogor
Lampiran 9. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah Menurut Balai Penelitian Tanah (1983) Sangat Rendah < 1.0 < 0.1 <5
Rendah 1.0 – 2.0 0.1 – 0.2 5 - 10
Sedang 2,01 – 3.0 0.21 - 0,5 11 - 15
Tinggi 3.01 – 5.0 0.51 - 0.5 16 - 25
Sangat Tinggi > 5.0 > 0.75 > 25
P2O5 HCl 25% (mg/100g)
< 10
10 - 20
21 - 40
41 - 60
> 60
P2O5 Bray I (ppm)
< 10
10 - 15
16 - 25
26 - 35
> 35
10 - 25
26 - 45
46 - 60
> 60
10 - 20 5 - 16
21 - 40 17 - 24
41 - 60 25 - 40
> 60 > 40
0.1 – 0.2 0.1 – 0.3 0.4 – 1.0 2-5 20 - 35 10 - 20 Agak Masam 5.6 – 6.5
0.3 – 0.5 0.4 – 0.7 1.1 – 2.0 6 - 10 36 - 50 21 - 30
0.6 – 1.0 0.8 – 1.0 2.1 – 8.0 11 - 20 51 - 70 31 - 60 Agak Alkalis 7.6 – 8.5
> 1.0 > 1.0 > 8.0 > 20 > 70 > 60
Sifat Tanah C (%) N (%) C/N
P2O5 Olsen (ppm) < 10 K2O HCl 25% (mg/100g) < 10 KTK (cmol(+)/kg) <5 Susunan Kation : K (cmol(+)/kg) < 0.1 Na (cmol(+)/kg) < 0.1 Mg (cmol(+)/kg) < 0.4 Ca (cmol(+)/kg) <2 Kejenuhan Basa (%) < 20 Kejenuhan Alumunium (%) < 10 Sangat Masam Masam pH H2O < 4.5 4.5 – 5.5
Netral 6.6 – 7.5
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah, Bogor
Alkalis > 8.5
Lampiran 10. Data Klimatologi Curah Hujan (mm)
Hari Hujan
Temperatur (0C)
Januari/2008
169,2
17
27,1
Februari/2008
290,1
19
26,4
Maret/2008
455,4
16
26,5
April/2008
242,2
10
26,7
Mei/2008
28,7
5
26,8
Juni/2008
58,7
6
26,5
Juli/2008
73,3
8
26
Agustus/2008
103,8
11
26,3
76
7
26,5
Oktober/2008
77,7
9
26,3
November/2008
261,5
14
26,6
Desember/2008
353,8
27
26,1
Januari/2009
164,18
18
26,3
Februari/2009
212
21
26
Maret/2009
288,3
20
26,6
April/2009
47,2
13
27,1
Mei/2009
201,2
11
27,1
Juni/2009
38,6
10
26,7
Juli/2009
19,9
3
26,8
Agustus/2009
25,8
10
26,8
Bulan/Tahun
September/2008
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Lampung Utara.
Klas III Kotabumi,
Lampiran 11. Pengamatan Penggerek Batang / Pucuk Early Warning System (EWS) Perlakuan
N1P1
Sampel
Jumlah
Penggerek Serangan PH
PM
Sehat
Sakit
0
6
391
54
2
121
0
7
361
61
3
130
0
5
476
72
Rata2
126.00
0.00
6.00
409.33
62.33
4.76 123
0
3
342
31
2
133
0
4
410
48
3
135
0
2
260
43
Rata2
130.33
0.00
3.00
337.33
40.67
2.30 124
0
8
431
34
2
116
0
4
321
42
3
120
0
11
364
47
Rata2
120.00
0.00
7.67
372.00
6.39 128
0
5
598
12
2
125
0
3
457
10
3
121
0
6
438
14
Rata2
124.67
0.00
4.67
497.67
12.00
1
128
0
3
476
43
2
120
0
7
501
56
3
109
0
4
306
48
Rata2
119.00
0.00
4.67
427.67
49.00
1
131
0
6
481
63
2
126
2
8
396
54
3.74
2.41
3.92
11.46
3
106
0
7
361
47
Rata2
121.00
0.67
7.00
412.67
54.67
0.55
5.79
13.25
1
139
0
8
376
32
2
131
0
10
381
39
3
128
0
6
363
46
Rata2
132.67
0.00
8.00
373.33
%
N2P4
41.00 11.02
1
%
N2P3
12.06
1
%
N2P2
15.23
1
%
N2P1
Jumlah Ruas
127
%
N1P4
Batang
1
%
N1P3
Penggerek
Batang
%
N1P2
Pucuk
6.03
39.00 10.45
1
118
0
4
448
75
2
123
0
6
397
63
3
126
0
8
416
47
Rata2
122.33
0.00
%
N3P1
122
6
4
243
47
146
1
2
391
56
3
109
2
6
396
60
Rata2
125.67
343.33
3.00
4.00
2.39
3.18
122
0
9
2
109
0
11
326
42
3
116
0
6
361
51
Rata2
115.67
0.00
8.67
386.00
43.00 11.14
115
0
10
450
82
2
121
0
5
396
32
3
128
0
6
407
43
Rata2
121.33
0.00
7.00
417.67
52.33
1
118
0
10
327
32
2
127
0
6
451
61
5.77
12.53
3
110
0
5
341
54
Rata2
118.33
0.00
7.00
373.00
49.00
5.92
13.14
1
124
1
3
448
76
2
142
0
3
288
54
3
121
0
10
379
61
Rata2
129.00
0.33
5.33
371.67
63.67
4.13
17.13
1
136
0
5
354
46
2
141
0
7
437
37
3
121
0
8
321
35
Rata2
132.67
0.00
6.67
370.67
5.03
1
110
0
2
131
3
124
Rata2
39.33 10.61
8
348
51
0
8
451
40
0
10
481
63
121.67
0.00
8.67
426.67
51.33
1
125
0
2
130
3
120
Rata2
125.00
%
N4P4
36
1
%
N4P3
471
7.49
%
N4P2
54.33 15.83
1
%
N4P1
14.67
2
%
N3P4
61.67
1
%
N3P3
420.33
4.90
%
N3P2
6.00
%
7.12
12.03
10
374
63
0
6
401
76
0
10
361
67
0.00
8.67
378.67
68.67
6.93
18.13
Lampiran 12. Batas Antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara Berdasarkan Analisis Tanaman Tebu Unsur hara
Kadar Unsur Hara
Nitrogen %N
1.5
Fosfor %P
0.05
Kalium %K
2.25
Kalsium %Ca
0.15
Magnesium %Mg
0.10
Belerang %S
0.01
Boron ppm
1.00
Tembaga; ppm Cu
5.00
Besi; ppm Fe
10.00
Mangan; ppm Mn
10-20
Molibdenum; Mo
-
Seng; ppm Zn Silika; %Si Sumber: Sanchez (1976) dalam Hardjowigeno, 2003
10.00 -
Lampiran 13. Produksi Varietas Kebun Tahun Giling 2008/2009 Tebu Sendiri (TS) dan Tebu Rakyat (TR) VARIETAS MASAK AWAL BM 9603 BM 96113 BM 21-2027 PSBM 9044 BM 21-114 MASAK TENGAH PSBM 95-1142 BM 9605 (Kidang Kencana) BM 9514 BM 2104 MASAK LAMBAT BM 9513 PS 864 PSBM 88-144 TOTAL
Produksi (Ton/Ha) Tebu Sendiri Tebu Rakyat 73.1 65.6 71.6 74.8 64.6
71.5
71.4 79.7
70.2 70.5 64.2 72.7
66.0 61.9 76.1
56.8 63.2 54.5 69.2
63.1 53.0 65.9
Sumber : Penelitian dan Pengembangan Unit Usaha Bungamayang PTPN 7 (Persero) Kotabumi, Lampung Utara