ARTIKEL ILMIAH PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PADA MA. AL-AZIZIYAH PUTRA TAHUN PELAJARAN 2015/2016
OLEH: INTAN SAHMADESTI E1M 012 027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2016
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Jl. Majapahit No. 62 Telp. (0370) 623873 Fax. 634918 Mataram 83125 HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING JURNAL SKRIPSI Jurnal skripsi yang disusun oleh: Intan Sahmadesti (E1M012027), dengan judul skripsi: “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada MA. Al-Aziziyah Putra Tahun Pelajaran 2015/2016” telah diperiksa dan disetujui. Mataram, November 2016 Pembimbing Skripsi I,
Pembimbing Skripsi II,
NIP. 19651208 199103 1 003
(Drs. Sukib, M.Si) NIP. 19650307 199403 1 002
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS X DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PADA MA. AL-AZIZIYAH PUTRA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh: Intan Sahmadesti1), Muntari2), Sukib3) 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia 2)3) Dosen Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram Jl. Majapahit No. 62 Telp. (0370) 623873 Pes. 122 Fax. 634918 Mataram 83125 Email: intan
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap hasil belajar kimia siswa, (2) pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar kimia siswa, (3) pengaruh interaksi antara model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional (Direct Instruction) dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar kimia siswa. Jenis penelitian ini yaitu penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian desain faktorial 2x2. Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling. Materi yang diajarkan yaitu materi “Reaksi Redoks”. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan analisis kovarians dua jalan yang dilanjutkan dengan uji t, diperoleh kesimpulan bahwa: (1) tidak terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap hasil belajar kimia siswa, (2) terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar kimia siswa, (3) tidak terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional (Direct Instruction) dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar kimia siswa. Kata-Kata Kunci: model pembelajaran inkuiri terbimbing, motivasi belajar kimia siswa, hasil belajar. ABSTRACT This research aims to know: (1) the effect of implementation of guided inquiry learning model towards student’s chemistry learning achievement, (2) the effect of learning motivation towards student’s chemistry learning achievement, (3) the effect of interaction between guided inquiry learning model and direct instruction model with learning motivation towards student’s chemistry learning achievement. The type of this research is quasi experiment using factorial 2X2 design plan. The sample on this research obtained using purposive sampling technique. The materials is "Redox Reaction". Based on result of data analyzed using ANKOVA two way and t test, we can conclude: (1) there was no effect of implementation of guided inquiry learning model towards student’s chemistry
1
learning achievement, (2) there was no effect of learning motivation towards student’s chemistry learning achievement, (3) there was no effect of interaction between guided inquiry learning model and direct instruction model with learning motivation towards student’s chemistry learning achievement. Keywords: guided inquiry learning model, chemistry student’ learning motivation, learning achievement. PENDAHULUAN Pendidikan mengalami pembaharuan yang meliputi landasan yuridis, kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan, dan tenaga kependidikan seiring dengan berkembangnya teknologi dan zaman. Hal tersebut bertujuan untuk menanggapi dan mencari jalan keluar terhadap suatu masalahmasalah pendidikan, salah satunya adalah ketidakpuasan akan proses dan hasil pengajaran saat ini. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA yang mulai diajarkan pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Menurut Mulyasa (2007), mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (a) Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (b) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain; (c) Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis; (d) Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat; (e) Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan tekhnologi.
2
Selama ini kegiatan pembelajaran masih dilakukan dengan mengharuskan siswa untuk menghafal konsep-konsep kimia. Hal ini didukung oleh pernyataan Toharudin, dkk (2011), selama ini, proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru di sekolah masih didominasi oleh pandangan bahwa belajar merupakan kegiatan menghapal fakta-fakta (rote learning). Akibatnya, kelas masih sangat berfokus pada guru (teacher center) sebagai sumber utama informasi atau pengetahuan. Terbukti, penggunaan metode ceramah dalam proses pembelajaran masih menjadi pilihan utama para guru. MA. Al-Aziziyah Putra merupakan salah satu sekolah yang saat ini masih menerapkan Kurikulum 2006 yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan memiliki kelas X sebanyak lima kelas, yaitu kelas X A, XB, XC, XD, dan XE. Kurikulum 2006 menurut Mulyasa (2007) adalah kurikulum yang bertujuan untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah partisipatif
dalam
untuk
melakukan
pengembangan
pengambilan
kurikulum.
Mata
keputusan pelajaran
secara yang
disampaikan kepada siswa-siswa di sekolah harus berdasarkan silabus atau pokok-pokok pelajaran yang dikembangkan oleh para guru yang disebut pengembangan silabus. Pengembangan silabus itu berisi; standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Berdasarkan pernyataan Mulyasa (2007) tersebut, melalui Kurikulum 2006 diharapkan guru dapat menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif bagi siswa. Pembelajaran yang baik adalah jika pembelajaran tersebut tidak berpusat pada guru, melainkan siswa aktif menemukan hal-hal baru dalam ilmu yang dipelajari sehingga peran guru bukan hanya mengajar akan tetapi membuat siswa belajar. Hal ini didukung oleh pernyataan Djamarah (1994), tujuan pendidikan tidak akan tercapai bila proses interaksi belajar mengajar tidak pernah berlangsung dalam pendidikan. Guru dan siswa adalah dua unsur yang terlibat langsung dalam proses itu. Oleh karena itu disinilah peran guru diperlukan bagaimana menciptakan interaksi belajar mengajar yang kondusif.
3
Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh Ibu Bq. Anita Febriana, S.Pd selaku guru mata pelajaran kimia kelas X di MA. Al-Aziziyah Putra, upaya guru menampilkan fenomena-fenomena terkait dengan konsep kimia untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa masih belum terlihat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru saat proses belajar mengajar masih berupa pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti jelaskan, sebutkan, dan menghitung. Terlebih lagi materi kimia yang sifatnya abstrak dan berurutan seperti pokok bahasan tentang “Reaksi Redoks (Reduksi Oksidasi)” yang diajarkan di kelas X pada semester II. Pembelajaran yang hanya menjelaskan ilmu kimia tanpa menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari dapat menciptakan pembelajaran yang kurang bermakna dan menjadikan kimia menjadi mata pelajaran yang sulit oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Diana dkk (2013), kimia diperlukan dalam kehidupan sehari–hari, namun tidak sedikit orang yang menganggap kimia sebagai ilmu yang kurang menarik. Hal ini disebabkan kimia erat hubungannya dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang membutuhkan penalaran ilmiah, sehingga belajar kimia merupakan kegiatan mental yang membutuhkan penalaran tinggi. Konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari pada mata pelajaran kimia di SMA sangat dekat dengan kehidupan siswa, seharusnya siswa dapat menguasai materi tersebut dengan baik, misalnya saja korosi pada besi dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari siswa dan fenomena hujan asam yang berhubungan dengan materi “Reaksi Redoks (Reduksi Oksidasi)” mengenai konsep reduksi dan oksidasi. Dengan demikian, perlu adanya pembelajaran bermakna yang dapat menyiapkan peserta didik untuk berpikir kritis, logis, kreatif sehingga mampu menjawab persoalan yang terkait dengan kehidupan sehari-harinya. Menurut Bigg (1994) dalam Toharudin, dkk (2011), keberhasilan proses pembelajaran terjadi apabila
peserta
didik
betul-betul
memahami
apa
yang
dipelajarinya
(deep learning) sehingga ia mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan seharihari.
4
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa kelas X MA. Al-Aziziyah Putra, mengungkapkan fakta bahwa selama ini guru belum pernah menampilkan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan konsep kimia karena guru umumnya lebih banyak menyampaikan materi pelajaran melalui penjelasan langsung secara lisan (ceramah), tidak menyukai dan bersikap tak acuh akan pelajaran kimia di sekolah. Ketidakpedulian akan pelajaran kimia salah satunya disebabkan oleh anggapan bahwa pelajaran kimia merupakan mata pelajaran yang sulit untuk dimengerti, tidak menarik dan membosankan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Bq. Anita Febriana, S.Pd selaku guru mata pelajaran kimia kelas X di MA. Al-Aziziyah Putra, mengakui bahwa selama ini belum pernah menampilkan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan konsep kimia dalam pembelajaran dan menggunakan keempat model pembelajaran pada kurikulum 2013, seperti model pembelajaran berbasis inkuiri, pembelajaran penemuan (discovery learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran berbasis proyek (project based learning), dan metode lain yang relevan karena biasanya hanya menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab secara klasikal yaitu guru bersama-sama siswa membahas tugas/soal latihan. Metode pembelajaran seperti ini termasuk ke dalam metode pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru (teacher center). Metode pembelajaran ini digunakan oleh guru kimia di MA. Al-Aziziyah Putra karena dianggap memiliki kelebihan, salah satunya dapat meminimalkan terjadinya miskonsepsi pada siswa. Padahal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maupun Kurikulum 2013 guru dituntut untuk menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-oriented), sehingga siswa dapat aktif selama proses pembelajaran dan pembelajaran akan jauh lebih bermakna. Selain itu, Ibu Bq. Anita Febriana, S.Pd mengungkapkan fakta bahwa, kegagalan dalam mencapai ketuntatasan belajar juga disebabkan oleh kurangnya motivasi siswa dalam pembelajaran kimia sehingga menumbuhkan rasa ketidaktertarikan siswa terhadap materi kimia khususnya materi “Reaksi Redoks (Reduksi Oksidasi)” dan menjadi faktor penyebab hasil belajar siswa menjadi rendah. Semakin tinggi motivasi belajar yang dimiliki siswa, makin besar pula
5
usaha yang dilakukan siswa untuk mencapai hasil belajar yang tinggi. Dengan demikian dapat diduga bahwa ada hubungan positif antara motivasi belajar siswa dengan hasil belajar di MA. Al-Aziziyah Putra. Hal ini didukung oleh pernyataan Sanjaya (2013), mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian, bisa dikatakan siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi. Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Adapun nilai rata-rata kelas Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Pelajaran Kimia Siswa Kelas X MA. Al-Aziziyah Putra Tahun Pelajaran 2015/2016 disajikan dalam Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Nilai Rata-Rata Kelas Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Pelajaran Kimia Siswa Kelas X MA. Al-Aziziyah Putra Tahun Pelajaran 2015/2016 No. 1. 2. 3. 4.
Kelas XA XB XC XD
Jumlah siswa Nilai rata-rata Persentase ketuntasan 35 Siswa 41 0% 34 Siswa 38 0% 35 Siswa 27 0% 37 Siswa 40 0% Nilai KKM = 75 (Sumber: Arsip Guru Kimia Kelas X MA. Al- Aziziyah Putra Tahun Pelajaran 2015/2016) Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata siswa kelas X dan persentase kelulusan tidak mencapai KKM, dimana nilai KKM di MA. Al-Aziziyah Putra adalah 75. Hal tersebut menandakan rendahnya hasil belajar kimia siswa kelas X MA. Al-Aziziyah Putra Tahun Pelajaran 2015/2016. Menurut Mulyasa (2004) dalam Sunarto, dkk (2008) menyatakan bahwa, berdasarkan teori belajar tuntas, maka seseorang peserta didik dipandang tuntas belajar jika peserta
6
didik mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sementara itu, kelas dikatakan berhasil mencapai ketuntasan jika sekurang-kurangnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan individu. Hasil belajar kimia siswa yang belum dapat mencapai nilai KKM menunjukkan bahwa harus ada yang diperbaiki dalam proses pembelajaran kimia, khususnya metode atau model pembelajaran yang digunakan sehingga diharapkan dapat mengarahkan peserta didik agar menjadi aktif, mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Hal ini didukung oleh pernyataan Pribadi (2009), kreativitas
guru
pembelajaran
sangat
yang
diperlukan
menarik.
untuk
Pemahaman
dapat dan
menciptakan keterampilan
kegiatan dalam
mengkombinasikan metode, media, dan strategi pembelajaran merupakan hal yang bersifat kreatif untuk dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hasil studi menunjukkan bahwa proses belajar akan berlangsung efektif jika siswa berada dalam situasi emosi yang positif. Dengan kata lain, suasana hati sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam menyerap pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari. Model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa telah banyak diteliti dan dikembangkan, salah satunya model pembelajaran inkuiri. Inkuiri merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada kepentingan untuk membantu siswa dalam memahami struktur atau ide dari suatu disiplin ilmu, keterlibatan siswa secara aktif, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya akan terjadi melalui penemuan pribadi. Dalam pembelajaran tersebut, guru akan menyajikan suatu teka teki ataupun kejadian yang dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga merangsang siswa untuk melakukan penyelidikan. Menurut Toharudin, dkk (2011), proses pembelajaran inkuiri melibatkan peserta didik dalam pembelajaran aktif untuk membangun pengertian dan pengetahuan yang baru. Pengetahuan tersebut, bagi peserta didik, dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan dan mengembangkan solusi atau mendukung pandangan tertentu terhadap suatu masalah.
Selain
itu,
pembelajaran
berbasis
7
inkuiri
dapat
memelihara
keingintahuan peserta didik, memberi motivasi peserta didik sehingga mereka mampu mengajukan pertanyaan “apa, mengapa, dan bagaimana” tentang objek dan peristiwa yang ada di sekitarnya. Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi, meliputi kegiatankegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis, dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya. Menurut Hartono (2014), sintak model pembelajaran Inkuiri secara umum adalah orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Model
pembelajaran
inkuiri
memiliki
beberapa
keunggulan,
yaitu:
(a) Membantu peserta didik untuk mengembangkan, kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif; (b) Peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam pikirannya; (c) Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta didik untuk belajar lebih giat lagi; (d) Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing–masing; (e) Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan peran guru sangat terbatas (Hanafiah, 2010). Pembelajaran berbasis inkuiri meliputi beberapa macam dengan karakteristik yang berbeda. Hartono (2014) menyatakan, beberapa model pembelajaran inkuiri (inquiri) tersebut adalah inkuiri terbimbing (guided inquiry), inkuiri bebas yang dimodifikasi (modifel free inquiry), inkuiri bebas (free inquiry), mengajak pada penyelidikan, pendekatan peran, teka-teki bergambar, kiasan (Synecties Lesson). Dalam penelitian ini diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided inquiry). Model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih menekankan siswa untuk aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk menentukan proses dan solusi dari masalah yang
8
dihadapi melalui pengalamannya secara langsung dengan bantuan bimbingan guru, dengan demikian siswa bukan hanya menghafal materi pelajarannya, tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk berlatih mengembangkan keterampilan berpikir dan bersikap ilmiah sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi yang dipelajari karena memungkinkan terjadinya proses konstruksi pengetahuan dengan baik. Oleh karena itu, guru dituntut kreatif dan dinamis ketika melakukan model pembelajaran ini. Ketika pembelajaran vakum, guru harus berperan sebagai penggerak untuk menghidupkan suasana dengan pertanyaan. Menurut Nasution (2014) menyatakan bahwa, Inkuiri terbimbing atau Guided Inquiry Approach adalah pendekatan inkuiri dimana pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Guru membimbing siswa melakukan kegiatan mencari sumber belajar dari manapun. Pada penelitian sebelumnya, pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri terbimbing memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Maikristina, dkk (2013) bahwa, penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan dampak positif terhadap hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa pada materi pokok Hidrolisis Garam. Lestari, dkk (2009) dalam Alamsyah (2014) menyatakan, model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih unggul dibandingkan model pembelajaran konvensional pada setiap indikator sikap ilmiah. Jika dilihat dari kategorinya, semua kategori sikap ilmiah berkategori tinggi dan sangat tinggi pada kelompok model pembelajaran inkuiri terbimbing dan berkategori tinggi dan sedang pada kelompok model pembelajaran konvensional. Berdasarkan pemaparan di atas, untuk mengetahui bagaimana gambaran motivasi dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model inkuiri terbimbing, maka penelitian ini mengangkat Judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada MA. Al-Aziziyah Putra Tahun Pelajaran 2015/2016.”
9
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dari tanggal 27 Maret sampai dengan tanggal 1 Mei tahun 2016 di MA. Al-Aziziyah Putra. Pada penelitian ini, kelompok eksperimen diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelompok kontrol diterapkan model pembelajaran konvensional (Direct Instruction). Hasil belajar siswa dari kedua model pembelajaran tersebut dibandingkan untuk pengambilan kesimpulan, dihubungkan dengan tinggi rendahnya motivasi belajar siswa. Desain pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan Tabel 2 berikut ini: Kelas Eksperimen
Pre test Ada
Kontrol
Ada
Tabel 2. Desain Pembelajaran Perlakuan Post test Model pembelajaran inkuiri terbimbing Ya ditinjau dari motivasi belajar (X1) Model pembelajaran konvensional (Direct Ya Instruction) ditinjau dari motivasi belajar (X2)
Selanjutnya, desain analisis data dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian faktorial 2 x 2, sesuai dengan Tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Desain Analisis Data Rancangan Faktorial 2 Jalan yaitu 2x2 Motivasi Belajar Siswa Model Pembelajaran (A) (B) Inkuiri Terbimbing (A1) Konvensional (A2) Tinggi (B1) µA1B1 µA2B1 Rendah (B2) µA1B2 µA2B2 Keterangan: A1 : A2 : B : B1 : B2 : µA1,B1 : µA1,B2
:
µA2,B1
:
µA2,B2
:
Model pembelajaran inkuiri terbimbing. Model pembelajaran konvensional. Motivasi belajar siswa. Motivasi belajar siswa tinggi. Motivasi belajar siswa rendah. Kelompok siswa yang diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan motivasi belajar tinggi. Kelompok siswa yang diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan motivasi belajar rendah. Kelompok siswa yang diterapkan model pembelajaran konvensional (Direct Instruction) dengan motivasi belajar tinggi. Kelompok siswa yang diterapkan model pembelajaran konvensional (Direct Instruction) dengan motivasi belajar rendah.
10
Pada penelitian ini terdapat tiga jenis variabel, yaitu variabel bebas (variabel Independen), variabel terikat (variabel dependen), dan variabel moderator. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional (Direct Instruction). Variabel terikat pada penelitian ini yaitu hasil belajar ranah kognitif siswa kelas X MA. Al-Aziziyah Putra pada materi pokok “Reaksi Redoks” yang diukur menggunakan soal objektif two-tier multiple choice questions. Sementara itu, variabel moderator pada penelitian ini yaitu motivasi belajar siswa yang diukur menggunakan test motivasi belajar. Test motivasi belajar siswa yang dimaksud yaitu siswa diminta memberikan centang (√) pada kolom pernyataan yang terdapat pada angket motivasi belajar yang telah disusun berdasarkan indikator motivasi belajar oleh Uno (2014) dalam bukunya yang berjudul “Teori Motivasi dan Pengukurannya”. Skala yang digunakan dalam angket motivasi belajar yaitu skala Likert dengan 4 alternatif jawaban. Rekap skor yang diberikan siswa dalam angket motivasi belajar dibuat dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk pernyataan dengan kriteria positif: Tidak setuju diberi skor : Kurang setuju diberi skor : Setuju diberi skor : Sangat setuju diberi skor : b. Untuk pernyataan negatif: Tidak setuju diberi skor : Kurang setuju diberi skor : Setuju diberi skor : Sangat setuju diberi skor :
1 2 3 4 4 3 2 1
Kualifikasi motivasi belajar siswa ditentukan berdasarkan pedoman konversi skor yaitu: (a) Motivasi belajar tinggi jika skornya rata-rata kelas. (b) Motivasi belajar rendah jika skornya rata-rata kelas. Pada penelitian ini yang menjadi populasi penelitian yaitu siswa kelas XA, XB, XC, dan XD. Penentuan sampel dari populasi dilakukan dengan teknik purposive sampling, sehingga diperoleh sampel kelas XA sebagai kelas eksperimen dan kelas XD sebagai kelas kontrol.
11
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data motivasi belajar siswa, nilai rata-rata motivasi belajar siswa kelas XA sebagai kelas eksperimen yaitu 62, sedangkan nilai rata-rata motivasi belajar siswa kelas XD sebagai kelas kontrol yaitu 67. Oleh karena itu, siswa pada 62 termasuk
kelas eksperimen yang mendapatkan nilai motivasi belajar
kelompok motivasi belajar tinggi, sedangkan siswa yang mendapatkan nilai
motivasi belajar < 62 termasuk kelompok motivasi belajar rendah. Sementara itu, siswa pada kelas kontrol yang mendapatkan nilai motivasi belajar
67 termasuk
kelompok motivasi belajar tinggi, sedangkan siswa yang mendapatkan nilai
motivasi belajar < 67 termasuk kelompok motivasi belajar rendah. Data hasil motivasi belajar siswa, terdapat pada Tabel 4 berikut ini: Tabel 4. Data Hasil Motivasi Belajar Siswa Kelas Keterangan Eksperimen Jumlah Siswa 27 orang Nilai Rata-rata Tiap Kelas 62 Kelompok Motivasi Belajar Tinggi 14 orang Kelompok Motivasi Belajar Rendah 13 orang
Kelas Kontrol 33 orang 67 20 orang 13 orang
Hasil belajar ranah kognitif siswa pada materi “Reaksi Redoks” diukur menggunakan instrumen soal pre test dan post test dalam bentuk soal objektif two-tier multiple choice questions. Hasil pre test dan post test kelas eksperimen dan kelas kontrol secara ringkas terdapat pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Data Hasil Pre Test dan Post Test Siswa Data Hasil Pre Test Data Hasil Post Test Keterangan Kelas Kelas Kelas Kelas Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Jumlah Siswa 27 orang 33 orang 27 orang 33 orang Nilai Rata-rata Kelas 9 10 66 61 Nilai Tertinggi 18 18 88 85 Nilai Terendah 3 3 42 36 Ketuntasan Klasikal 0% 0% 30,00% 15,00% Nilai Rata-Rata Siswa Pada Kelompok Motivasi 9 67 Belajar Tinggi Nilai Rata-Rata Siswa Pada Kelompok Motivasi 10 59 Belajar Rendah 12
Uji normalitas menggunakan uji chi-kuadrat dilakukan terhadap data hasil nilai pre test, post test pada materi “Reaksi Redoks” dan data hasil motivasi belajar siswa pada masing-masing kelas eksperimen dan kontrol. Adapun hasil perhitungan uji normalitas pada penelitian ini terdapat pada Tabel 6 berikut ini: Tabel 6. Data Hasil Uji Normalitas No.
Nilai X hitung Post Test Motivasi Belajar 3,32 9,71 1,88 3,12
Kelas
1. 2.
Pre Test 5,72 3,47
Eksperimen Kontrol
Selanjutnya, nilai tersebut dibandingkan dengan nilai X signifikan 5 %, diperoleh nilai X
tabel sebesar
tabel.
Pada db = 5 dan taraf
11,070. Karena kedua kelas memiliki
nilai yang terdistribusi normal, maka uji hipotesis dapat dilakukan menggunakan statistik parametrik. Uji homogenitas varians dalam penelitian ini dilakukan menggunakan uji Bartlett. Berdasarkan hasil perhitungan, uji homogenitas data pre test siswa diperoleh nilai X
hitung
sebesar 1,84, sedangkan uji homogenitas data post test
siswa diperoleh nilai X
hitung
dibandingkan dengan nilai X
tabel.
sebesar 0,13. Selanjutnya, nilai tersebut Pada taraf signifikan 5% (α = 0,05%) dan
db = k – 1 = 4 – 1 = 3 (k = jumlah kelompok) diperoleh nilai X Oleh karena X 0,13< X
tabel
hitung
data pre test 1,84 < X
tabel
= 7,815, dan X
tabel
sebesar 7,815.
hitung
data post test
= 7,815, maka dapat dikatakan keempat varians sampel homogen.
Pengujian kesejajaran (homogenitas) garis regresi (slope) dilakukan dengan
uji-F untuk sumber varian menggunakan taraf signifikansi 5% dengan kriteria pengujian H0 diterima (koefisien regresi sama atau sejajar) jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai Fhitung sebesar 0,08 dan Ftabel(3,52) sebesar 2,79, sehingga Fhitung < Ftabel atau Ho diterima. Dengan demikian, kelompok A1B1, A2B1, A1B2, A2B2 mempunyai koefisien regresi (slope) homogen atau keempat garis regresi diasumsikan sejajar. Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan ANKOVA (analisis kovarians) dua jalan. Setelah dilakukan
13
perhitungan menggunakan rumus analisis kovarian dua jalan maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut: Tabel 7 Ringkasan Analisis Kovarian Dua Jalan Sumber Varians
JKyres
Db
RJKyres
F0
Antar A Antar B Interaksi AxB Pre test (X) Dalam Total
388,15 1028,52 124,11 429,50 6506,50 8047,28
1 1 1 1 55 58
388,15 1028,52 124,11 429,50 118,30
3,28 8,69 1,05 3,63
F-tabel = 0,05 4,02 4,02 4,02 4,02
Hipotesis H0 diterima H0 ditolak H0 diterima
Keterangan: Antar A
Antar B Interaksi
= antar model pembelajaran, yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional (Direct Instruction). = antar motivasi belajar siswa, yaitu motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah. = interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa.
Perhitungan analisis kovarian dua jalan tersebut digunakan untuk menguji hipotesis pertama, kedua, dan ketiga. Pengujian hipotesis kedua, setelah dilakukan uji hipotesis dengan analisis kovarian dua jalan, selanjutnya dilakukan perhitungan dengan uji t. Penjelasan tentang analisis data pengujian hipotesis sebagai berikut: Berdasarkan hasil uji hipotesis pertama, diperoleh Fhitung = 3,28 < Ftabel = 4,02, sehingga tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran konvensional (Direct Instruction), setelah mengontrol pre test. Oleh karena itu, model pembelajaran inkuiri terbimbing tidak berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas X MA. Al- Aziziyah Putra pada materi pokok “Reaksi Redoks” Tahun Pelajaran 2015/2016, setelah mengontrol pre test. Hasil penelitian ini, tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maikristina, dkk (2013) bahwa penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan dampak positif terhadap hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa pada materi pokok hidrolisis garam.
14
Tidak terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap hasil belajar kimia siswa materi “Reaksi Redoks” karena kegiatan proses sistem pembelajaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sanjaya (2013) menyatakan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pebelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Hartono (2014), dalam pembelajaran inovatif, ada dua subyek pendidikan, guru dan siswa, yang mempunyai peran penting untuk membawa suasana pembelajaran. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran dalam penelitian ini sehingga berdampak pada hasil belajar yang rendah yaitu faktor siswa dan faktor lingkungan. Faktor siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi “Reaksi Redoks” dalam penelitian ini, dilihat dari faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties). Siswa di kelas eksperimen termotivasi untuk belajar karena guru menampilkan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan konsep kimia pada LDK (Lembar Diskusi Kelompok), contohnya: proses terbentuknya hujan asam dan dampak yang ditimbulkan. Akan tetapi, siswa lambat jika diminta menyelesaikan masalah secara ilmiah dalam proses pembelajaran, contohnya: kaitan antara reaksi terbentuknya hujan asam dengan konsep reaksi redoks. Hal ini disebabkan oleh kelompok diskusi yang tidak membawa buku paket kimia dan kurang memanfaatkan sarana pembelajaran seperti perpustakaan sekolah dan akses internet. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sanjaya (2013), apabila dilihat sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa dapat belajar, maka diperlukan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi “Reaksi Redoks” dalam penelitian ini, dilihat dari faktor iklim sosial-psikologis, yaitu adanya iklim sosial antara siswa dengan siswa dan kurangnya iklim sosial antara siswa dengan guru. Adanya iklim sosial antara siswa dengan siswa yaitu adanya hubungan yang baik antar siswa di kelas eksperimen dan kontrol dalam proses pembelajaran. Hal ini ditunjukkan pada saat siswa melakukan diskusi
15
kelompok, siswa di kelas eksperimen dan kontrol terlihat aktif berinteraksi sosial meliputi aktif bekerja sama, berdiskusi, mengajarkan temannya yang belum paham, serta mempertahankan pendapat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Slameto (2010), hubungan yang baik antarsiswa dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa. Akan tetapi, siswa di kelas kontrol lebih baik dalam memahami materi pelajaran jika dilihat dari jawaban soal post test aspek kognitif pemahaman (C2) daripada siswa di kelas eksperimen. Hal ini disebabkan oleh waktu yang dialokasikan untuk penjelasan materi, mengajukan pertanyaan apabila ada penjelasan guru yang belum dimengerti, dan latihan soal di kelas kontrol lebih banyak dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hal ini didukung oleh kesulitankesulitan implementasi SPI dalam Sanjaya (2013), sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa bahwa belajar pada dasarnya adalah menerima materi pelajaran dari guru, dengan demikian bagi mereka guru adalah sumber belajar yang utama. Kurangnya iklim sosial antara siswa dengan guru karena waktu penelitian hanya dalam rentang waktu pendek, sehingga siswa belum bisa sepenuhnya menerima model pembelajaran ini. Hal ini sesuai dengan kelemahan SPI dalam Sanjaya (2013), strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. Selain itu, Djaali (2012) menyatakan bahwa, orang yang memiliki kepribadian sesuai dengan pola yang dianut oleh masyarakat di lingkungannya, akan mengalami penerimaan yang baik, tetapi sebaliknya jika kepribadian seseorang tidak sesuai, apalagi bertentangan dengan pola yang dianut lingkungannya, maka akan terjadi penolakan dari masyarakat. Sementara itu, apabila dilihat dari nilai rata-rata hasil post test kelas eksperimen yang diajar menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional (Direct Instruction). Siswa pada kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata post test sebesar 66, sedangkan siswa pada kelas kontrol memiliki nilai rata-rata post test sebesar 61. Nilai kedua kelompok tersebut memiliki selisih sebesar 5.
16
Tingginya hasil belajar siswa kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing disebabkan oleh perbedaan penekanan dalam kegiatan pembelajaran
antara kelas eksperimen dan
kontrol. Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan di kelas eksperimen tidak seperti pembelajaran konvensional yang harus mendengarkan guru menyampaikan dan menjelaskan konsep, melainkan siswa yang menemukan, memahami dan menyampaikan konsep yang mereka peroleh, sehingga siswa di kelas eksperimen lebih baik dalam menganalisis soal dibandingkan dengan siswa di kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan di kelas eksperimen lebih baik untuk menjawab pertanyaan yang memerlukan analisis dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional seperti model pembelajaran langsung (Direct Instruction) yang diterapkan di kelas kontrol. Masing-masing model dan metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga untuk mendapatkan hasil belajar siswa yang memuaskan diperlukan keterampilan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kondisi siswa. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Killen (1998) dalam Sanjaya (2013): “No teaching strategy is better than others in all circumtances, so you have to be able to use a variety of teaching strategies, and make rational decisions about when each of the teaching strategies is likely to most effective”. Selain itu, guru harus lebih sering memberikan latihan soal dan menerapkan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, misalnya model pembelajaran inkuiri terbimbing agar siswa bisa beradaptasi. Berdasarkan hasil uji hipotesis kedua, diperoleh Fhitung= 8,69 > Ftabel= 4,02, sehingga terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah, setelah mengontrol pre test. Oleh karena itu, motivasi belajar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas X MA. Al- Aziziyah Putra pada materi pokok “Reaksi Redoks” Tahun Pelajaran 2015/2016, setelah mengontrol pre test. Berdasarkan hasil perhitungan uji lanjut menggunakan uji t, diperoleh thitung sebesar 3,08. Selanjutnya, nilai tersebut dibandingkan dengan nilai t
17
tabel.
Pada
db = 57 dengan taraf signifikan 5%, diperoleh nilai ttabel sebesar 1,67. Oleh karena nilai thitung = 3,08 > ttabel, maka H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih tinggi daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, setelah mengontrol pre test. Siswa pada kelompok motivasi belajar tinggi memiliki nilai rata-rata post test sebesar 67, sedangkan siswa pada kelompok motivasi belajar rendah memiliki nilai rata-rata post test sebesar 59. Nilai kedua kelompok tersebut memiliki selisih sebesar 8. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Suwarti, dkk (2015) meneliti tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Motivasi Belajar Geografi Terhadap Hasil Belajar Geografi Kompetensi Dasar Biosfer pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri di Purwokerto Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar. Sardiman (2016) juga menyatakan bahwa, untuk belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Motivation is an essential condition of learning. Hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Pada awalnya sulit untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah. Akan tetapi, setelah memberikan angket motivasi belajar dan memperhatikan sikap mereka di kelas selama penelitian berlangsung, terlihat perbedaan antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih senang pelajaran yang dipelajari dan serius dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Apalagi saat diberikan penghargaan berupa pujian dan nilai lebih saat bisa menjawab soal, mereka berlomba-lomba mengangkat tangan untuk menjawab soal yang ditugaskan, sedangkan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah terlihat cuek dalam pelaksanaan pembelajaran dan lebih suka mengobrol dengan temannya walaupun guru sudah berusaha untuk menarik perhatian mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Uno (2014), pada dasarnya motivasi belajar akan mendorong siswa untuk melakukan suatu tindakan dalam menemukan suatu informasi yang
18
berkaitan dengan masalah yang ada, menjelaskan perilaku individu, dan termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar bergantung pada kondisi dalam lingkungan dan kondisi individu. Sesuai dengan pernyataan Johnson (1970) dalam Djaali (2012) sebagai berikut: “The theory of achievement motivation .... does not say that there should be a general relationship between achievement motivation and academic performance. On the country, it states that under certain conditions, there will be a strong relationship, under other conditions there will be no relationship.” Berdasarkan hasil uji hipotesis ketiga, diperoleh Fhitung = 1,05 < Ftabel= 4,02, sehingga tidak terdapat pengaruh interaksi antara penerapan model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa, setelah mengontrol pre test. Hal ini berarti bahwa, setelah mengontrol pre test, model pembelajaran tidak berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas X MA. Al-Aziziyah Putra pada materi pokok “Reaksi Redoks” Tahun Pelajaran 2015/2016 bergantung pada motivasi belajar siswa dan sebaliknya. Artinya, model pembelajaran yang diterapkan jika dikaitkan dengan motivasi belajar siswa tidak memiliki pengaruh yang lebih baik. Hasil penelitian ini, tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukma, dkk (2016), bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) dan motivasi secara bersama sama terhadap hasil belajar fisika siswa di kelas X SMA Negeri 11 Samarinda Tahun Ajaran 2014/2015. Keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri individu yang sedang melakukan belajar, meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis meliputi kesehatan (kemampuan mengingat, kemampuan pengindraan seperti melihat, mendengarkan, dan merasakan) dan cacat tubuh. Faktor psikologis meliputi intelegensi, bakat, minat, kematangan, motif, kelelahan, dan perhatian. Selain faktor internal terdapat faktor lain yaitu faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi belajar
19
siswa yang berasal dari luar diri siswa meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah (guru, metode mengajar, instrumen/fasilitas, kurikulum sekolah, relasi guru dengan anak, relasi antar anak, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu, standar pelajaran, kebijakan penilaian, keadaan gedung, dan tugas rumah yang diberikan guru) dan lingkungan masyarakat (kegiatan anak dalam masyarakat, teman bergaul dan bentuk kehidupan dalam masyarakat) (Slameto, 2010). Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran tidak hanya dipengaruhi oleh model pembelajaran dan motivasi belajar tetapi banyak faktor yang mempengaruhi. Dalam penelitian ini, peneliti tidak dapat mengontrol semua faktor yang terlibat dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: 1) Model pembelajaran inkuiri terbimbing tidak berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas X MA. Al- Aziziyah Putra pada materi pokok “Reaksi Redoks” Tahun Pelajaran 2015/2016, 2) Motivasi belajar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas X MA. Al-Aziziyah Putra pada materi pokok “Reaksi Redoks” Tahun Pelajaran 2015/2016, 3) Tidak ada pengaruh interaksi antara penerapan model pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas X MA. Al- Aziziyah Putra pada materi pokok “Reaksi Redoks” Tahun Pelajaran 2015/2016. 6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1) Berdasarkan nilai rata-rata hasil post test siswa kelas eksperimen yang diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada kelas kontrol yang diterapkan model pembelajaran konvensional (Direct Intruction).
20
Oleh karena itu, model pembelajaran inkuiri terbimbing perlu diperkenalkan kepada siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 2) Disarankan untuk peneliti selanjutnya menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan penambahan frekuensi pemberian soal latihan.
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, Baharuddin, H., Solfarina. 2014. Pengaruh Pembelajaran Kimia melalui Inkuiri Terbimbing dengan Pendekatan Saintifik terhadap Hasil Belajar dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Palu. Diakses 16 November 2015. http://jurnal.untad.ac.id. Diana, N., Sukardjo, J., dan Martini, K. S. 2013. Pengaruh Metode Jigsaw Disertai Media LKS dan Power Point pada Pembelajaran Kimia Ditinjau dari Kreativitas terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Pokok Hidrokarbon Kelas X Semester Genap di SMA Negeri 1 Ponorogo Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Kimia, 2 (3): 49-58. Djaali. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Djamarah, S. B. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Hanafiah, N. dan Suhana, C. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama. Hartono, R. 2014. Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima murid. Yogyakarta: DIVA Press. Lestari, T. 2009. Pembelajaran Kimia Dengan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Kemampuan Awal dan Sikap Ilmiah Siswa (Studi Kasus Pembelajaran Kimia Pada Materi Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit Kelas X Semester 2 SMA Negeri 1 Kebumen Tahun Ajaran 2008/2009). Thesis : Universitas Sebelas Maret. Maikristina N., Dasna, I. W., Sulistina O. 2013. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI IPA SMAN 3 Malang Pada Materi Hidrolisis Garam. Diakses 21 Juli 2015. http://Jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel68099EE989A697168C97626B63B8B4 E4.pdf.
21
Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nasution, N. 2014. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Menggunakan Macromedia Flash Player untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Struktur Atom. Diakses 22 Oktober 2015. http://www.academia.edu/9080593/Jurnal Hasil Penelitian Jurusan Kimia FMIPA UNIMED. Pribadi, B. A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Sanjaya, W. 2013. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup Kencana. Sardiman, A. M. 2016. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sukma, Komariyah, L., Syam M. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Dan Motivasi Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Jurnal Saintifika, 18(1): 59-73. Sunarto W., Sumarni W., Suci E. 2008. Hasil Belajar Kimia Siswa dengan Model Pembelajaran Metode Think Pair Share dan Metode Ekspositori. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Universitas Negeri Semarang, 2(1): 244-249. Suwarti, Muryani, Sarwono. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Motivasi Belajar Geografi Terhadap Hasil Belajar Geografi Kompetensi Dasar Biosfer Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri di Purwokerto Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal GeoEco, 1(2): 121-135. Toharudin, U., Hendrawati, S., Rustaman, H. A. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora. Uno, H., 2014. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
22