PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN BERKARBOHIRAT DAN BERELEKTROLIT TERHADAP KADAR LAKTAT DARAH PADA ATLET DAYUNG NASIONAL TAHUN 2013 Muhamad Hisbullah Amriea, Siti Arifah Pujonartia, Zaenal Abidinb a
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia b
Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat
ABSTRACT Blood lactate level is the fatigue indicator which will be increasing after exercise in any kind of sport. Increased blood lactate will cause lack of performance in the next exercise or even in competition. This text investigated the effect of carbohydrate-electrolyte beverage to blood lactate level in national kayak-canoeing athlete 2013. Pretest-posttest control group design lead 28 male kayak-canoeing athletes into 2 groups which were experiment group and control group by random assignment. The experiment group would consume 6% carbohydrate-electrolyte beverage whereas the control group would consume 3% carbohydrate-electrolyte beverage as follows; 500 ml was consumed exact after finishing water paddling exercise and 20 minutes later 500 ml was consumed. Blood lactate level was measured by Lactate Scout ® before exercise, after exercise, and 30 minutes after last 500 ml beverage was consumed. There was significant difference (p value < 0.05) of after experiment blood lactate level between control group (7.11 ± 1.57 mmol/L) and experiment group (5.99 ± 0.94 mmol/L) which presented the 6% beverage decreased more blood lactate level than the 3% beverage. Carbohydrate-electrolyte beverage had a positive effect to decrease acute blood lactate level as fatigue indikator. Keywords: blood lactate level; fatigue; Lactate Scout ®; pretest-posttest control group design; random assignment.
PENDAHULUAN Kelelahan adalah suatu kondisi di mana terjadi akumulasi asam laktat pada aktivitas otot (Marcovitch, 2005) yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dan pengurangan kadar glikogen otot (McArdle, 1994). Kelelahan ini dapat berujung pada penurunan kemampuan latihan dan performa dalam pertandingan (Smolin, 2010). Peningkatan asam laktat dapat menyebabkan kram, nyeri otot, dan kegagalan kontraksi otot (Ophardt, 2003). Aktivitas fisik yang dijalani atlet, termasuk di dalamnya latihan dengan intensitas tinggi, cepat atau lambat akan mengakibatkan kelelahan (Smolin, 2010). Faktor lain yang berhubungan dengan kelelahan meliputi pertambahan usia, berat badan, indeks massa tubuh, kecepatan dayung, (Astrand, 1977), persen lemak tubuh, asupan energi, riwayat merokok, riwayat konsumsi minuman beralkohol (Guyton, 2006), dan faktor psikologis (LeUnes, 2008). Kelelahan yang diukur dengan kadar laktat darah terlihat meningkat pada atlet yang menjalani latihan (Silva, 2007). Pada atlet sepakbola laki-laki, kadar laktat darah meningkat
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
dari 5.11 ± 2.31 mmol/L (sebelum latihan) menjadi 6.93 ± 1.33 mmol/L (setelah latihan). Kejadian yang sama terjadi pada penelitian Almomen (2011) pada laki-laki non atlet yang mengalami peningkatan kadar laktat darah dari 1.92 ± 0.64 mmol/L (sebelum latihan) menjadi 10.18 ± 2.25 mmol/L (setelah latihan). Peningkatan kadar laktat darah ini menunjukkan besarnya glikogen yang telah dibakar dalam metabolisme anaerobik untuk menghasilkan energi (Guyton, 2006). Untuk itu diperlukan penggantian kadar glikogen yang hilang dengan konsumsi minuman berkarbohidrat dan berelektrolit setelah latihan (Burke, 2000). Tujuan penelitian ini adalah menilai perbedaan pengaruh pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 6% dan 3% terhadap kadar laktat darah yang terjadi setelah latihan pada atlet dayung nasional laki-laki tahun 2013. Peningkatan Kadar Laktat Darah Akumulasi asam laktat disebabkan adanya konversi asam piruvat menjadi asam laktat akibat pemecahan glukosa dalam metabolisme anaerobik (Guyton, 2006). Produksi asam laktat ini akan memicu terjadinya asidosis pada aliran darah yang menyebabkan sensasi kelelahan dari otak (Silverthorn, 2001). Dalam keadaan miskin oksigen saat periode awal latihan, tubuh memerlukan energi dalam jumlah besar secara cepat. Glikogen otot akan dipecah menjadi glukosa dalam proses glikolisis. Glukosa kemudian dipecah menjadi 2 molekul asam piruvat dan melepaskan energi untuk membentuk 4 molekul ATP dari setiap molekul glukosa yang dipecah (Guyton, 2006). Pada latihan dayung selama 1.5 jam yang dijalani atlet, metabolisme aerobik terjadi sebesar 65% sedangkan metabolisme anaerobik terjadi sebesar 35% (McArdle, 1994). Pemberian Minuman Berkarbohidrat dan Berelektrolit Pemberian minuman yang mengandung karbohidrat setelah latihan bertujuan untuk mengganti simpanan karbohidrat yang hilang terutama glikogen otot dan hati (Doyle, 2008). Tujuan lain pemberian makanan tambahan setelah latihan adalah mengganti cairan dan elektrolit yang hilang lewat keringat, regenerasi, dan memperbaiki kerusakan dan stress katabolik akibat latihan (Maughan, 2002). Sintesis glikogen dapat berlangsung dengan cepat apabila konsumsi karbohidrat dilakukan segera setelah latihan selesai (Doyle, 2008) dengan jumlah yang tepat (Maughan, 2002). Atlet dianjurkan segera mengkonsumsi karbohidrat sebanyak 1 gram/ kg berat badan selama 30 menit setelah latihan selesai (Burke, 2000) dan diulangi setiap 2 jam sekali sampai waktu makan utama tiba. Praktik konsumsi karbohidrat segera setelah latihan ini akan menghasilkan tingkat penyimpanan glikogen yang tinggi
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
sampai 8 mmol per kg wet weight per hour (8 mmol.kg ww-1.h-1) selama 2 jam waktu pemulihan, dan akan melambat sampai 4 mmol.kg ww-1.h-1. Tingkat sintesis glikogen setelah latihan juga tinggi apabila atlet mengkonsumsi karbohidrat setiap 15 menit sekali selama waktu pemulihan. Apabila atlet tidak mengkonsumsi karbohidrat segera setelah latihan selesai, tingkat penyimpanan glikogen akan sangat lambat yaitu 1 – 2 mmol.kg ww-1.h-1 sampai waktu makan utama tiba. Strategi konsumsi karbohidrat untuk pemulihan ini sangat efektif untuk olahraga dengan latihan lebih dari satu kali sehari dengan waktu interval 4 – 8 jam (Maughan, 2002). Sebagai makanan tambahan dalam waktu pemulihan, atlet dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat sederhana dengan indeks glikemik tinggi untuk mencapai penyimpanan glikogen secara maksimal dibanding karbohidrat dengan indeks glikemik rendah (Burke, 2000; Doyle, 2008). Penelitian Winaktu (1998) dan Sadowska (2009) pada atlet dayung, Schwanz (2010) pada atlet sepakbola, Khanna (2005) dan Rusip (2006) menunjukkan bahwa pemberian minuman yang mengandung karbohidrat sederhana dan elektrolit setelah latihan dapat menjadi pilihan minuman pemulih glikogen otot yang hilang selama latihan. Pemberian karbohidrat sederhana dalam bentuk minuman juga didasarkan kondisi saluran gastrointestinal atlet yang kemungkinan mengalami gangguan apabila diberikan makanan padat atau makanan yang mengandung protein dan lemak (Maughan, 2002). METODE PENELITIAN Metode yang dipergunakan dalam penelitian adalah penelitian eksperimental pretestposttest control group design dengan pengukuran kadar laktat darah yang dilakukan sebelum latihan, setelah latihan, dan setelah perlakuan. Sampel merupakan atlet dayung nasional lakilaki dengan spesialisasi kayak-canoe berusia 20 – 28 tahun sebanyak 28 sampel. Pengkategorian sampel menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dilakukan dengan cara randomisasi (random assignment) berupa metode pengundian nama. Kelompok kontrol (14 sampel) akan mendapatkan perlakuan berupa minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 3%, sedangkan kelompok perlakuan (14 sampel) akan mendapatkan minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 6%. Responden akan mengkonsumsi 500 ml segera setelah latihan yang dijalani, 20 menit kemudian responden mengkonsumsi kembali 500 ml minuman perlakuan. Setelah mengkonsumsi satu liter minuman, 30 menit kemudian dilakukan pengukuran kadar laktat darah dengan alat Lactate Scout ®. Pengukuran kadar laktat darah juga dilakukan sebelum latihan dan setelah latihan sebelum perlakuan.
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
Pada penelitian ini dilakukan penimbangan berat badan dengan timbangan digital, pengukuran tinggi badan dengan microtoise, pengukuran persen lemak tubuh dengan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA), asupan makanan dengan food weighting, dan riwayat merokok serta riwayat konsumsi minuman beralkohol dengan kuesioner GATS (2011) dan Piccinelli (1997). Cara pengukuran variabel-variabel di atas dijabarkan sebagai berikut: a. Pengukuran berat badan Pengukuran berat badan dilaksanakan dengan penimbangan berat badan atlet menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg. Penimbangan dilakukan saat awal pertemuan dengan menimbang responden di atas digital yang hasilnya kemudian di catat dalam form pengukuran. b. Pengukuran tinggi badan Pengukuran tinggi badan dilaksanakan dengan mengukur tinggi badan atlet menggunakan alat microtoise. Ketelitian alat microtoise adalah 0,1 cm. Pengukuran tinggi badan dilakukan saat awal pertemuan dengan mengukur tinggi badan responden di tembok datar dan kemudian hasilnya dicatat dalam form pengukuran. c. Pengukuran antropometri Pengukuran antropometri dilakukan untuk mengetahui indeks massa tubuh (IMT) dari perhitungan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) atlet. Berat badan atlet diukur dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg, sedangkan tinggi badan atlet diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Indeks massa tubuh didapatkan dengan membandingkan berat badan dalam kilogram (kg) dengan hasil kuadrat tinggi badan dalam meter (m) sehingga didapatkan indeks massa tubuh dengan satuan kg/m2. d. Pengukuran persen lemak tubuh Pengukuran persen lemak tubuh dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak lemak yang dikandung tubuh dengan membandingkannya dengan berat badan total. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat BIA (Bioelectrical Impedance Analysis) yang mengaplikasikan medan magnet dalam mengukur kadar lemak tubuh. e. Pengukuran asupan makanan Asupan makanan atlet diukur dengan food weighting. Pada waktu makan akan ditimbang setiap makanan yang diambil atlet untuk dikonsumsi, kemudian sisa dari makanan yang telah dikonsumsi juga ditimbang. Hasil yang didapatkan akan
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
dimasukkan ke dalam program Nutrisurvey untuk mengetahui asupan karbohidrat, protein, lemak, dan energi total dari asupan sehari. f. Pengukuran riwayat merokok. Pengukuran dilakukan dengan menjawab tiga pertanyaan terkait yang tercantum dalam kuesioner berdasarkan Global Adult Tobacco Survey Collaborative Group (2011). Setiap pertanyaan akan memiliki poin yang menggambarkan riwayat atlet dalam merokok. g. Pengukuran riwayat konsumsi minuman beralkohol Pengukuran dilakukan dengan menjawab lima pertanyaan terkait yang tercantum dalam kuesioner berdasarkan Piccinelli (1997). Setiap pertanyaan akan memiliki poin yang menggambarkan riwayat atlet dalam mengkonsumsi minuman beralkohol. h. Pengukuran kadar laktat darah Pengukuran kadar laktat darah dilakukan dengan pengambilan sampel darah atlet di ujung jari atau di daun telinga sebanyak 0,5 µL pada strip tes. Strip tes kemudian diletakkan pada alat digital untuk mengukur kadar laktat darah yang akan muncul 10 – 15 detik kemudian. Range kadar laktat darah yang dapat diukur oleh alat Lactate Scout ® adalah 0,5 – 25 mmol/L. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh dokter setempat sebagai dokter kepercayaan Pelatnas untuk menangani masalah medis yang terjadi pada atlet. Pada saat pengukuran kadar laktat, dokter yang bertugas tidak mengetahui siapa saja yang masuk dalam kelompok perlakuan ataupun kelompok kontrol. Dikarenakan pengambi sampel darah dilakukan oleh satu orang, maka teknik yang digunakan dalam pengambilan adalah sama dan setiap atlet yang diukur mengalami perlakuan yang sama.
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
Gambar 1.1 Skema Pelaksanaan Penelitian Analisis yang dilakukan meliputi uji T dependen untuk mengetahui perbedaan kadar laktat darah setelah latihan dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, uji T independen untuk mengetahui perbedaan kadar laktat darah setelah perlakuan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Analisis perbedaan juga digunakan untuk mengetahui perbedaan karakteristik usia, berat badan, indeks massa tubuh, pesen lemak tubuh, asupan energi, dan kecepatan dayung antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. HASIL PENELITIAN Pada tabel 1.1 dapat dilihat distribusi responden menurut usia, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, asupan energi, dan kecepatan dayung pada atlet dayung nasional laki-laki tahun 2013. Dengan analisis perbedaan faktor-faktor tersebut antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, tidak didapatkan perbedaan bermakna dengan nilai p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan kelompok perlakuan memiliki karakteristik yang sebanding meliputi usia, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, dan asupan energi.
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
Tabel 1.1 Distribusi Responden Menurut Usia, Berat Badan, Tinggi Badan Indeks Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh, dan Asupan Energi pada Atlet Dayung Nasional Laki-laki Tahun 2013 Variabel
Seluruh Responden
Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan
Usia (tahun)
22.89 ± 2.35
22.14 ± 1.46
23.64 ± 2.85
Berat Badan (kg)
71.20 ± 3.97
72.49 ± 3.95
72.99 ± 4.12
Tinggi Badan (cm)
173.28 ± 5.13
173.67 ± 5.80
172.89 ± 4.54
24.27 ± 1.79
24.08 ± 1.70
24.46 ± 1.92
12.18 ± 3.37
12.34 ± 3.2
12.00 ± 3.66
3.252.3 ± 474.7
3136.3 ± 525.5
3367.3 ± 403.7
Indeks Massa (kg/m2) Persen Lemak (%)
Tubuh
Asupan Energi (kkal) Nilai p > 0.05
Pada tabel 1.2 dapat dilihat persebaran atlet dayung nasional laki-laki tahun 2013 menurut riwayat merokok dan riwayat konsumsi minuman beralkohol. Terdapat atlet yang memiliki riwayat merokok dan riwayat konsumsi minuman beralkohol dikarenakan keragaman daerah asal atlet dan adanya kebiasaan yang disebutkan pernah dilakukan pada masa lampau, yatu 5 tahun ke belakang. Selama di pelatihan nasional, atlet dilarang merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol. Tabel 1.2 Distribusi Responden Menurut Riwayat Merokok dan Konsumsi Minuman Beralkohol pada Atlet Dayung Nasional Laki-laki Tahun 2013
Variabel Merokok a. Bukan perokok b. Perokok pada masa lampau c. Perokok pada masa kini Konsumsi Alkohol a. Tidak pernah mengkonsumsi b. Pernah mengkonsumsi c. Sering mengkonsumsi
Seluruh Responden n % 19 67.9% 7 25.0% 2 7.1% 16 57.1% 9 32.1%
Kelompok Kontrol n % 9 64.3 3 21.4 2 14.3 8 57.1 5 35.7
Kelompok Perlakuan n % 10 71.4 4 28.6 0 0.0 8 57.1 4 28.6
3
1
2
10.7%
7.1
14.3
Kelompok kontrol dan kelompok perlakuan juga memiliki nilai kadar laktat darah sebelum latihan dan setelah latihan yang sebanding. Dengan analisis perbedaan kadar laktat darah setelah latihan terhadap kadar laktat darah setelah perlakuan baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, didapatkan perbedaan yang bermakna di kedua kelompok. Ini
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
menunjukkan minuman perlakuan memiliki efek di kedua kelompok. Untuk mengetahui minuman mana yang memiliki efek yang lebih baik dalam menurunkan kadar laktat darah, dilihat perbedaan kadar laktat darah setelah perlakuan antara kelompok kontrol perlakuan. Perbedaan terlihat pada nilai kadar laktat darah setelah perlakuan antara kedua kelompok. Tabel 1.3 Distribusi Responden Menurut Kadar Laktat Darah pada Atlet Dayung Nasional Laki-laki Tahun 2013 Variabel
Sebelum Latihan Setelah Latihan Setelah Perlakuan a. b. c.
Seluruh Responden (mmol/L) 3.32 ± 0.71 9.09 ± 1.10 6.55 ± 1.39
Kelompok Kontrol (mmol/L) 3.09 ± 0.61
Kelompok Perlakuan (mmol/L) 3.56 ± 0.76
a
b
9.19 ± 0.82
a,c
5.99 ± 0.94
8.99 ± 1.35 7.11 ± 1.57
b,c
Nilai p Uji T Independen 0.082 0.653 0.032
Perbedaan kadar laktat darah setelah latihan dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol (nilai p < 0.05) Perbedaan kadar laktat darah setelah latihan dan setelah perlakuan pada kelompok perlakuan (nilai p < 0.05) Perbedaan kadar laktat darah setelah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Gambar 1.2 menunjukkan perubahan kadar laktat darah pada setiap responden di kedua kelompok. Terlihat bahwa penurunan kadar laktat darah dari setelah latihan ke setelah perlakuan pada kelompok perlakuan (9.19 ± 0.82 mmol/L menjadi 5.97 ± 0.94 mmol/L) lebih besar dibanding penurunan yang terjadi di kelompok kontrol (8.99 ± 1.35 mmol/L menjadi 7.11 ± 1.57 mmol/L). Gambar 1.2 Grafik Distribusi Responden Menurut Kadar Laktat Darah pada Atlet Dayung Nasional Laki-laki Tahun 2013
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
PEMBAHASAN Karakteristik Responden Pada analisis perbedaan karakteristik responden yang meliputi usia, berat badan, indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, asupan energi, dan kecepatan dayung, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Ini menunjukkan bahwa kedua kelompok berada pada keadaan yang sebanding sehingga efek pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit tidak ditemui faktor perancu. Pada perbedaan jumlah responden dengan riwayat merokok dengan riwayat konsumsi minuman beralkohol, ditemukan perbedaan jumlah pada kedua kelompok, namun setelah pengeluaran responden yang menyebabkan ketidak seimbangan jumlah antar kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan,
tetap
didapatkan
perbedaan
pengaruh
pemberian
minuman
berkarbohidrat dan berelektrolit pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pengaruh Pemberian Minuman Berkarbohidrat dan Berelektrolit Pada analisis perbedaan antara kadar laktat setelah latihan dengan kadar laktat darah setelah perlakuan di kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, didapatkan hasil yang bermakna pada kedua kelompok tersebut. Hal ini berkaitan dengan terdapat karbohidrat sederhana pada masing-masing minuman dengan kadar yang berbeda dan kondisi responden pasca latihan yang sudah memasuki fase istirahat. Dalam fase istirahat, kerja paru-paru dan metabolisme tubuh responden berangsur kembali normal. Paru-paru dan jantung bekerja memompa oksigen ke seluruh tubuh untuk digunakan dalam metabolisme aerobik dan mengubah asam laktat menjadi glikogen kembali. Dalam proses ini, tujuan pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit adalah untuk mempercepat pengembalian glikogen yang sudah terpakai selama latihan, dengan demikian kadar laktat yang menumpuk akan berkurang lebih cepat (Maughan, 2002). Pemberian minuman perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali dengan pemberian masing-masing 500 ml dengan jeda waktu 10 menit antara pemberian pertama dan pemberian kedua. Setelah pemberian minuman kedua diberikan jeda waktu selama 30 menit sebelum pengukuran kadar laktat darah dilakukan. Jeda waktu 30 menit ini diberikan untuk memberikan waktu terhadap tubuh agar minuman berkarbohidrat dan berelektrolit yang diberikan diserap dengan baik oleh tubuh dan memberikan efek yang diharapkan. Konsumsi minuman berkarbohidrat sederhana pada waktu istirahat setelah latihan ini akan memicu pengembalian glikogen yang terpakai mencapai 8 mmol/kg.wetweight/hour.
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
Pengembalian glikogen yang terjadi akan menyebabkan penurunan kadar laktat darah yang diubah kembali menjadi glikogen.
Gambar 1.3 Metabolisme Energi Aerobik dan Anaerobik Sumber: Smolin, 2010 Glikogen dibentuk kembali dalam sel hati pada mekanisme glukoneogenesis. Selama latihan olahraga dengan durasi lebih dari 90 menit, terjadi 35% metabolism anaerobic dan 65% metabolism aerobic dalam menghasilkan energi. Energi ini kemudian akan digunakan dalam kontraksi otot (McArdle, 1994). Pada metabolism anaerobic akan dihasilkan asam laktat sebagai hasil dari proses glikolisis. Asam laktat ini akan menumpuk dan dapat menyebabkan kram, nyeri otot, dan kegagalan kontraksi otot apabila tidak diatasi setelah latihan dilaksanakan (Silverthorn, 2001). Asam laktat yang dihasilkan dalam metabolism anaerobic akan berdifusi keluar menuju aliran darah. Asam laktat ini kemudian masuk ke dalam sel hati untuk diubah kembali menjadi asam piruvat dan selanjutnya diubah menjadi glikogen dalam proses glukoneogenesis. Keseluruhan proses ini dinamakan Siklus Cori. Proses ini hanya dapat berjalan apabila terdapat ATP sebagai “bahan bakar” berjalannya proses glukoneogenesis. ATP yang diperlukan berasal dari Siklus Asam Sitrat atau metabolism aerobic yang memerlukan oksigen dan glukosa. Siklus Cori akan berjalan optimal pada fase istirahat setelah latihan dikarenakan oksigen
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
dari pernapasan normal dialirkan secara maksimal ke seluruh tubuh dan terdapat kesempatan mengasup karbohidrat sederhana yang dapat diserap cepat dalam system pencernaan untuk dibakar dalam metabolism aerobic (Ophardt, 2003). Dengan pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit setelah latihan selesai dan pada fase istirahat, Siklus Cori dapat berjalan secara optimal dan asam laktat yang menumpuk akan diubah kembali menjadi glikogen dalam hati sehingga kadar laktat darah dapat kembali ke angka normal. Proses pengubahan asam laktat menjadi glikogen dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4 Siklus Cori Sumber: Ophardt, 2003 Dari pengamatan yang dilakukan, terjadi penurunan kadar laktat darah dari 8.99 ± 1.35 mmol/L menjadi 7.11 ± 1.57 mmol/L pada kelompok kontrol dengan pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 3%, dan penurunan kadar laktat darah dari 9.19 ± 0.82 mmol/L menjadi 5.97 ± 0.94 mmol/L pada kelompok perlakuan dengan pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 6%. Pada kedua kelompok terlihat hasil yang signifikan dalam penilaian pengaruh pemberian minuman di kedua kelompok (nilai p = 0.0005), namun untuk mengetahui apakah pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 6% lebih baik daripada pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 3%, dilakukan pengamatan untuk mengetahui perbedaan kadar laktat darah setelah perlakuan pada kedua kelompok. Dari hasil analisis yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar laktat darah setelah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, terlihat hasil yang signifikan dengan nilai p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna terhadap kadar laktat darah kedua kelompok. Jika dilihat dari besarnya kadar
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
laktat darah setelah pemberian pada kedua kelompok, terlihat bahwa kelompok perlakuan dengan pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 6% memiliki kadar laktat darah yang lebih kecil setelah perlakuan dibanding kelompok kontrol. Hal ini didukung dengan hasil analisis untuk menilai perbedaan penurunan kadar laktat darah pada kelompok kontrol yang diberikan minuman 3% dengan kelompok perlakuan yang diberikan minuman 6%. Penurunan kadar laktat darah kelompok kontrol setelah perlakuan adalah sebesar 1.89 ± 0.31 mmol/L, sedangkan penurunan kadar laktat darah kelompok perlakuan setelah perlakuan adalah sebesar 3.20 ± 0.25 mmol/L. Analisis yang dilakukan menunjukkan kebermaknaan dengan nilai p < 0.05. Dapat dilihat pula bahwa penurunan kadar laktat darah kelompok perlakuan lebih besar dibanding penurunan kadar laktat darah kelompok kontrol setelah perlakuan. Hasil yang signifikan pada penelitian sejenis juga terlihat pada penelitian Rusip (2006), Khanna (2005), dan Sadowska (2009). Pada penelitian Rusip (2006) terihat bahwa terdapat perbedaan kadar laktat darah setelah pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (nilai p < 0.05) dengan perbedaan kadar laktat darah kelompok kontrol 5.4 ± 0.6 mmol/L dan kelompok perlakuan 4.9 ± 0.4 mmol/L. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa terjadi peningkatan plasma laktat selama latihan akibat berkurangnya aliran oksigen ke otot yang berkontraksi sehingga terjadi hipoksia setempat. Kurangnya oksigen yang digunakan dalam metabolisme energi selama latihan mengakibatkan tubuh beradaptasi untuk melakukan metabolisme anaerobik. Metabolisme inilah yang menghasilkan asam laktat dan akan terakumulasi selama latihan. Minuman berkarbohidrat dan berelektrolit yang diberikan akan memicu terjadinya pengembalian kadar glikogen otot yang digunakan. Dengan adanya pengembalian glikogen ini akan terjadi penurunan kadar laktat darah yang terakumulasi sebelumnya selama latihan. Pada penelitian Khanna (2005) juga terlihat perbedaan bermakna terhadap kadar laktat darah setelah pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 5% terlihat penurunan kadar laktat darah yang signifikan dibandingkan kelompok yang diberikan minuman placebo. Penurunan kadar laktat darah terjadi lebih cepat pada kelompok perlakuan setelah diberikan minuman perlakuan dengan jeda 10 menit menjadi 2.1 ±1.0 mmol/L, sedangkan pada kelompok kontrol menjadi 3.1 ± 0.8 mmol/L. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran kadar laktat darah dengan jeda 20 menit setelah pemberian minuman perlakuan. Pada pengukuran ini didapatkan bahwa kadar laktat darah menjadi lebih rendah dibanding kadar laktat darah yang diukur pada
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
jeda 10 menit. Kadar laktat darah yang diukur pada jeda 20 menit menjadi 1.5 ± 0.4 mmol/L pada kelompok perlakuan dan 2.5 ± 0.9 mmol/L pada kelompok kontrol. Pada hasil analisis tersebut didapatkan perbedaan yang bermakna (nilai p < 0.05) antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan terhadap kadar laktat darah setelah pemberian minuman perlakuan. Dapat dilihat juga bahwa kadar laktat darah kelompok perlakuan lebih kecil dibanding kelompok kontrol, dengan demikian pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit memberikan dampak positif terhadap atlet setelah latihan. Penelitian selanjutnya yang menunjukkan keberhasilan pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit dalam mengatasi kelelahan atlet yang dinilai dengan kadar laktat darah adalah penelitian yang dilakukan Sadowska (2009) pada atlet dayung rowing laki-laki di Polandia. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan efek pemberian dua jenis minuman berkarbohidrat dan berelektrolit dengan metode cross over. Pada pemberian minuman pertama (karbohidrat 70 gram), terdapat perbedaan kadar laktat darah setelah pemberian minuman antara kelompok kontrol sebesar 3.9 ± 1.0 mmol/L dibandingkan dengan kelompok perlakuan sebesar 3.1 ± 1.2 mmol/L (nilai p < 0.001). Sedangkan pada pemberian minuman kedua (karbohidrat 56 gram) juga terlihat perbedaan kadar laktat setelah pemberian minuman antara kelompok kontrol sebesar 3.0 ± 0.9 mmol/L dibandingkan dengan kelompok perlakuan sebesar 2.4 ± 0.6 mmol/L (nilai p < 0.05). KESIMPULAN Pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit memberikan efek positif dalam menurunkan kadar laktat darah sebagai indikator kelelahan pada jangka pendek. Terlihat bahwa penurunan kadar laktat darah terjadi lebih besar dengan pemberian minuman berkarbohidrat 6% dibanding minuman 3%. SARAN Penulis menyarankan dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang berkaitan dengan kelelahan dengan penelitian cross sectional. Disarankan pula dilakukan penelitian yang sama mengenai pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit terhadap kelelahan pada cabang olahraga lain. Indikator kelelahan yang dipakai dapat berupa penerimaan subjektif dari responden mengenai pengaruh dari minuman yang diberikan atau indikator objektif lain seperti ureum darah atau kreatin kinase.
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
TANDA TERIMA KASIH Hasil penelitian ini dipersembahkan untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat yang telah bersedia memberikan kesempatan penelitian pada atlet dayung nasional 2013. Hasil ini juga dipersembahkan juga untuk Zainuttaqwa Sport Medicine Centre yang telah menyediakan dana dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abel, Ernest L. (1995). Alkohol-Induced Changes in Blood Gases, Glucose, and Lactate in Pregnant and Nonpregnant Rats. Journal of Obstetrics/Gynecology of USA (Vol. 13, No. 3, pp 281-285). Almomen, Momen M A et al. (2011). Effect of Fasting after Exercise on Blood Lactate Clearance in Untrained Male Volunteers. Arabian Journal of Applied Physiology. Astrand, Per Orlof and Kaare Rodahl. (1977). Textbook of Work Physiology, Physiological Bases of Exercise. USA: McGraw-Hill. Burke, Louise M and Ronald J Maughan. (2000). Alkohol in Sport. In Maughan, Ronald J. Nutrition in Sport Vol. VII of the Encyclopedia of Sports Medicine. USA: Blackwell Science. Burke, Louise M. (2000). Dietary Carbohydrates. In Maughan, Ronald J. Nutrition in Sport Vol. VII of the Encyclopedia of Sports Medicine. USA: Blackwell Science. Conway, T L and T. A. Cronan. (2003). Smoking, Exercise, and Physical Fitness. Naval Health Research Center. California: Naval Medical Research and Development Command. Doyle, J Andrew et al. (2008). Utilization of Carbohydrates in Energy Production. In Wolinsky, Ira and Judy A Drishell. Sports Nutrition Energy Metabolisme and Exercise. USA: CRC Press. Global Adult Tobacco Survey Collaborative Group. (2011). Tobacco Questions for Surveys: A Subset of Key Questions from the Global Adult Tobacco Survey (GATS) (2nd Ed). Atlanta, GA: Centers for Disease Control and Prevention. Guyton, Arthur C and John E Hall. (2006). Textbook of Medical Physiology (11th ed). Philadelpia: Elsevier. Khanna, G L and Manna L. (2005). Supplementary Effect of Carbohydrate-Electrolyte Drink on Sports Performance, Lactate Removal, and Cardiovascular Response of Athletes. Indian Journal of Medicine (Vol 121, page 665 – 669). Kozir, Perry. (2012). Alcohol and Athletic Performance. USA: American College of Sports Medicine. LeUnes, Arnold. (2008). Sport Psychology (4th ed). New York: Psychology Press Taylor and Francis Group. Mahan, L Kathleen and Sylvia Escott-Stump. (2008). Krause’s Food and Nutrition Therapy, International Edition. USA: Elsevier.
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
Marcovitch, Harvey. (2005). Black’s Medical Dictionary (41st ed). London: A&C Black Publisher. Marcell, Taylor J et al. (2003). Longitudinal Analysis of Lactate Threshold in Male and Female Master Athletes. Medicine and Science in Sports and Exercise American College of Sports Medicine (pp 810 – 817). Maughan, Ronald J and Ethan R Nadel. (2000). Temperature Regulation and Fluid and Electrolyte Balance. In Maughan, Ronald J. Nutrition in Sport Vol. VII of the Encyclopedia of Sports Medicine. USA: Blackwell Science. Maughan, Ronald J and Louise M Burke. (2002). Handbook of Sports Medicine and Science, Sports Nutrition. Great Britain: Blackwell Science. Maughan, Ronald J. (2000). Water and Electrolyte Loss and Replacemenet in Exercise. In Maughan, Ronald J. Nutrition in Sport Vol. VII of the Encyclopedia of Sports Medicine. USA: Blackwell Science. McArdle, William D et al. (1994). Essentials of Exercise Physiology. USA: Williams and Wilkins. Montoye, Henry J. (2008). Energy Costs of Exercise and Sport. In Wolinsky, Ira and Judy A Driskell. Sports Nutrition Energy Metabolisme and Exercise. New York: CRC Press. Ophardt, Charles E. (2003). Cori Cycle. Virtual Chembook Elmhurst College. http://elmhurst.edu Piccinelli, M et al. (1997). Efficacy of the Alkohol Use Disorders Identification Test As a Screening Tool for Hazardous Alkohol Intake and Related Disorders in Primary Care: A Validity Study. British Medical Journal (Vol. 514, pp 420 – 424). Ramabuke, Venasio. (2012). The Relationship between Lean Body Mass and Rate of Blood Lactate Clearance in Males Following Anaerobik Performance. World Academy of Science, Engineering and Technology (Vol 71). Rusip, Gusbakti. (2006). Pengaruh Pemberian Minuman Berkarbohidrat Berelektrolit Dapat Memperlambat Kelelahan Selama Olahraga. Majalah Kedokteran Nusantara, Vol. 39 No. 1. Sadowska, Karolina. (2009). The Effect of Two Carbohydrate-Elektrolyte Drinks on Gastrointestinal Complaints and Physical Performance in Rowers. Medicina Sportiva (Vol 13, page 171-176). Schwanz, Jared L. (2010). Chocolate Milk as a Post Workout Recovery Drink. Thesis. Southwest Minnesota State University. Silva, Renata et al. (2011). Effect of Water Immersion on Post-Exercise Recovery from a Single Bout of Aerobik Exercise. Journal of Exercise Physiology (Vol. 14 pp 47 – 53). Silverthorn, Dee Unglaub et al. (2001). Human Physiology An Integrated Approach (2nd ed). New Jersey: Prentice Hall (page 360) Smolin, Lori A and Mary B Grosvehor. (2010). Healthy Eating, A Guide to Nutrition. Nutrition for Sports and Exercise (2nd ed). New York: Chelsea House Publishers. Winaktu, Gracia. (1998). Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan terhadap Kemampuan Fisik Atlet Dayung Putri. Tesis. Universitas Indonesia.
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013
Pengaruh Pemberian..., Muhamad Hisbullas Amrie, FKM UI, 2013