1
PENGARUH METODE PENGASAPAN TERHADAP KARAKTERISTIK SALE SALAK YANG DIHASILKAN
Oleh : MITRA SELLA SULIANI NIM. 080 500 190
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA 2011
2
PENGARUH METODE PENGASAPAN TERHADAP KARAKTERISTIK SALE SALAK YANG DIHASILKAN
Oleh
Mitra Sella Suliani Nim. 080 500 190
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pe rtanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2011
3
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: Pengaruh Metode Pengasapan Terhadap Karakteristik Sale Salak Yang Dihasilkan
Nama
: Mitra Sella Suliani
Nim
: 080 500 190
Program Studi
: Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan
Jurusan
: Teknologi Pertanian
Pembimbing,
Penguji,
Ahmad Zamroni, S.Hut.,MP Nip. 198308242009121006
Edy Wibowo, S.TP.,M.Sc Nip. 197411182000121001
Menyetujui, Ketua Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Mengesahkan, Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Edy Wibowo, S.TP.,M.Sc Nip. 197411182000121001
Heriad Daud Salusu, S.Hut,MP Nip. 197008301997031001
Kampus Sungai Keledang, 9 Agustus 2011
4
ABSTRAK
MITRA SELLA SULIANI. Pengaruh Metode Pengasapan Terhadap Karakteristik Sale Salak Yang Dihasilkan. Jumlah produksi salak yang melimpah memerlukan proses pengolahan agar mengurangi pembusukan dan menaikan nilai ekonomis dari buah salak tersebut. Selama ini, produk olahan salak sudah sering dibuat berbagai macam olahan seperti manisan salak, manisan salak kering, asinan salak, dodol salak, keripik salak dan sirup salak. Sementara pembuatan sale salak belum pernah dijumpai di Kalimantan Timur. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti pembuatan sale salak agar produk olahan salak bisa lebih bervariasi. Pengaruh pengasapan dipilih sebagai faktor perlakuaan karena proses pengasapan memegang peranan penting yang menetukan kualitas sale salak sale salak yang dihasilkan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratirium Pengolahan dan Laboratirium Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan. Pada penelitian ini digunakan 2 metode berbeda yaitu pengasapan tradisional dan pencelupan asap cair. Masing- masing metode tersebut dibuat variasi waktu yang berbeda pula. Variasi waktu yang digunakan untuk pengasapan selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam, dan untuk pecelupan asap cair selama 4 menit, 5 menit, 6 menit. Hasil pengamatan digunakan dengan menggunakan RAL. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil kadar air yang terbaik adalah dengan menggunakan metode pengasapan tradisional dengan waktu 3 jam dimana rata-rata kadar air yang diperoleh adalah sebesar 21,63 %. Pada uji organoleptik tingkat kesukaan warna yang banyak disukai adalah pengasapan tradisional dengan waktu 1 jam (P1 W1 ) dimana nilai rata-ratanya sebesar 3,03 (Agak Suka), Uji organoleptik tingkat kesukaan rasa yang banyak disukai yaitu pengasapan tradisional dengan waktu 3 jam (P1 W3 ) dimana nilai rata-ratanya sebesar 2,97 (Agak Suka), Uji organoleptik tingat kesukaan aroma yang banyak disukai yaitu perlakuan pengasapan tradisional dengan waktu 3 jam (P1 W3 ) dimana nilai rata-ratanya sebesar 2,93 (Agak Suka), dan Uji organoleptik tingkat kesukaan tekstur yang banyak disukai yaitu perlakuan asap cair dengan waktu 4 menit (A1 W1 ) dimana nilai rata-ratanya sebsar 3,13 (Agak Suka).
5
RIWAYAT HIDUP
MITRA SELLA SULIANI, lahir pada tanggal 26 MARET 1991 di Samarinda. Merupakan anak pertama dari pasangan Syamsul Bahri, SE dan Siti Aisyah. Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 079 Samarinda, pada tanggal 16 Juli 1996 dan lulus pada tanggal 02 Mei 2001, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 21 Samarinda pada tanggal 15 Juli 2002 dan lulus pada tanggal 28 Maret 2005. Pada tanggal 16 Juli 2005 melanjutkan ke SMA Negeri 11 Samarinda dan lulus pada tanggal 30 April 2008. Pendidikan tinggi mulai pada tahun 2008 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Pada tanggal 7 Maret sampai dengan 30 Maret 2011 mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Waru Kaltim Plantation di Desa Waru, Kecamatan Penajam Paser Utara, Kabupaten Penajam, Provinsi Kalimantan Timur.
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala Rahmat dan Karuniannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Karya Ilmiah, hingga tersusunya laporan ini. Penyusunan laporan ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Tugas Akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapat sebutan Ahli Madya. Keberhasilan dan kelancaran dalam pembuatan Karya Ilmiah ini juga tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan dan do’a. 2. Ir. Wartomo selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 3. Bapak Edy Wibowo Kurniawan, S.TP.,M.Sc Selaku Dosen Penguji. 4. Bapak Ahmad Zamroni, S.Hut.,MP Selaku Dosen Pembimbing. 5. Seluruh Staf Administrasi, Teknisi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan. 6. Rekan-rekan
mahasiswa
Program
Studi
Teknologi
Pengolahan
Hasil
Perkebunan, yang telah bersedia membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Semoga apa yang mereka berikan kepada penulis baik do’a maupun dukungan moral dapat dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dalam penyusunan laporan ini penulis sadar bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan
7
masih banyak terdapat kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapakan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan sumber ilmu pengetahuan bagi kita semua, Amien.
Penulis
Kampus sungai keledang, 9 Agustus 2011
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP..........................................................................................
iii
ABSTRAK........................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR.....................................................................................
v
DAFTAR ISI....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
viii
I.
PENDAHULUAN.....................................................................................
1
A. Latar Belakang....................................................................................
1
B.
Tujuan Penelitian................................................................................
3
C. Hasil Yang Dihasilkan........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................
4
A. Tinjauan Umum Tentang Salak (Salacca Zalacca).............................
4
B. Tinjauan Umum Tentang Salak Bali...................................................
6
C. Tinjauan Umum Tentang Sale.............................................................
7
D. Tinjauan Umum Tentang Pengawetan................................................
8
D.1. Pengasapan..................................................................................
9
D.2. Asap Cair.....................................................................................
11
D.3. Pengeringan.................................................................................
13
III. METODELOGI PENELITIAN..............................................................
15
II.
IV.
A.
Waktu dan Tempat..............................................................................
15
B.
Alat dan Bahan...................................................................................
15
C.
Prosedur Penelitian.............................................................................
16
D.
Parameter Yang Diamati....................................................................
18
E.
Analisa Data.......................................................................................
20
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
22
A. Kadar Air Pengasapan dan Kadar Air Pencelupan Asap cair.............
22
9
V.
B. Uji Organoleptik Warna......................................................................
26
C. Uji Organoleptik Rasa........................................................................
30
D. Uji Organoleptik Aroma.....................................................................
33
E.
Uji Organoleptik Tekstur....................................................................
36
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................
40
A. Kesimpulan.........................................................................................
40
B. Saran...................................................................................................
41
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
43
LAMPIRAN...............................................................................................
41
10
DAFTAR TABEL
No
Tubuh Utama
Halaman
1.
Kandungan gizi buah salak per 100 gram.........................................
6
2.
Standar Mutu Sale Pisang berdasarkan SNI 01-4319-1996..................
7
3.
Uji organoleptik terhadap sale salak yang dihasilkan........................
19
4.
Kombinasi dari masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak 3 kali...................................................................................................
5.
20
Rata-rata Kadar Air Sale Salak dengan metode pengasapan Variasi waktu yang berbeda..........................................................................
6.
Perhitungan
Kadar
Air
Salak
menggunakan
Asap
22 Cair
(%)................................................................................................... 7.
Analisa sidik ragam kadar air sale salak dengan pengasapan tradisional........................................................................................
8.
32
Rata-rata uji organoleptik tekstur sale salak menggunakan pengasapan dengan variasi waktu yang berbeda....................................................
16.
31
Rata-rata uji organoleptik aroma sale salak dengan metode pencelupan asap cair dengan variasi waktu yang berbeda....................................
15.
29
Rata-rata uji organoleptik aroma sale salak dengan metode pengasapan dengan variasi waktu yang berbeda..................................................
14.
29
Rata-rata uji organoleptik rasa sale salak menggunakan metode pencelupan asap cair yang dihasilkan...................................................
13.
26
Rata-rata uji organoleptik rasa sale salak menggunakan metode pengasapan yang dihasilkan................................................................
12.
26
Rata-rata uji organoleptik warna sale salak menggunakan metode pencelupan asap cair dengan variasi waktu yang berbeda....................
11.
24
Rata-rata uji organoleptik warna Sale Salak menggunakan metode pengasapan dengan Variasi waktu yang berbeda................................
10.
24
Analisa sidik ragam Kadar Air pada Sale Salak dengan Pencelupan Asap Cair..................................................................................................
9.
23
34
Rata-rata uji organoleptik tekstur sale salak menggunakan pencelupan asap cair dengan variasi waktu yang berbeda.........................................
34
11
17.
Uji organoleptik warna sale salak metode pencelupan asap cair yang dihasilkan.........................................................................................
18.
56
Uji organoleptik rasa sale salak metode pencelupan asap cair yang dihasilkan..........................................................................................
19.
57
Uji organoleptik aroma sale salak metode pencelupan asap cair yang dihasilkan.........................................................................................
20.
57
Uji organoleptik tekstur sale salak metode pencelupan asap cair yang dihasilkan.........................................................................................
21.
58
Uji organoleptik warna sale salak metode pengasapan yang dihasilkan.........................................................................................
22.
Uji
organoleptik
rasa
sale
salak
metode
pengasapan
58 yang
dihasilkan......................................................................................... 23.
Uji organoleptik aroma sale salak metode pengasapan yang dihasilkan.........................................................................................
24.
59 59
Uji organoleptik tekstur sale salak metode pengasapan yang dihasilkan.........................................................................................
60
12
LAMPIRAN GAMBAR
No.
Tubuh Utama
Halaman
1.
Diagram Alir Proses Pembuatan Sale Salak Bali..........................
17
2.
Rata-rata Kadar Air Sale Salak dengan Metode Pengasapan dan Pencelupan Asap Cair dengan Variasi Waktu Yang Berbeda.......
23
3.
Rata-rata Uji Organoleptik Warna Sale Salak Yang Dihasilkan...
27
4.
Rata-rata Uji Organoleptik Rasa Sale Salak Yang Dihasilkan......
30
5.
Rata-rata Uji Organoleptik Aroma Sale Salak Yang Dihasilkan...
32
6.
Grafik Uji Organoleptik Tekstur Sale Salak Yang Dihasilkan......
35
7.
Buah Salak.....................................................................................
42
8.
Pembersihan Kulit Salak dan Kulit Ari.........................................
42
9.
Pemisahan Biji dari Daging Buah..................................................
43
10.
Penimbangan Daging Buah Salak..................................................
43
11.
Pengambilan Asap Cair dengan Konsentari 2 %...........................
44
12.
Pencelupan Asap Cair....................................................................
44
13.
Pengasapan.....................................................................................
45
14.
Pengovenan Buah Salak.................................................................
45
15.
Uji Kadar Air.................................................................................
46
16.
Penimbangan Cawan......................................................................
46
17.
Penimbangan Sampel.....................................................................
47
18.
Sampel Setelah di Uji Kadar Air...................................................
47
19.
Penyimpanan Dalam Desikator......................................................
48
20.
Penimbangan Sampel Kadar Air....................................................
48
21.
Pengemasan....................................................................................
49
22.
Uji Organoleptik............................................................................
49
13
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Salak merupakan tanaman asli Indonesia. Adapun mulai kapan tanaman
salak diusahakan orang, belum diperoleh jawaban yang pasti. Hanya diduga, sudah sejak ratusan tahun silam tanaman salak dibudidayakan. Namun sampai sekarang ini, banyak dijumpai jenis salak yang berkembang luas dan dan agak spesifik dikaitkan dengan daerah pembudidayaannya, misalnya salak condet, salak bali dan sebagainya (Santoso, 1990). Habitat asli tanaman salak adalah hutan hujan tropis. Namun, tanaman ini sudah sejak lama dibudidayakan. Sentra tanaman diantaranya terdapat di Magelang, Yogyakarta, Bali, Ciamis, dan Tasikmalaya (AgroMedia, 2007). Buah salak adalah buah yang disukai oleh semua kalangan, baik muda maupun tua. Jika sedang musim salak, rasanya yang manis, agak liat, daging buah yang tebal dan berwarna putih, serta aroma yang khas pasti mudah kita temui di pasar-pasar tradisional maupun pasar swalayan. Buah salak ini mudah berubah warna ketika dikupas (Priandono, 2007). Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberikan aroma, atau proses pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu dan tidak terletak dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar (Anonim, 2011). Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung ukuran bahan. Api
14
perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam makanan. Sewaktu pengasapan di mulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar (Anonim, 2011). Asap cair aman digunakan sebagai bahan pengawet. Keamanan bahan ini sudah mendapat pengakuan dari pemerintah kanada. Diluar negeri, asap cair merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi (Saparinato dan Hidayanti, 2006). Menurut Maga (1987), perkembangan asap cair semakin pesat karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain : menghemat biaya yang dibutuhkan untuk kayu dan peralatan pengasapan, flavor produk lebih seragam, flavor lebih intensif dari pengasapan tradisional, flavor produk dapat diatur, kompenen berbahaya dapat diatur sebelum diaplikasikan pada makanan, dapat diterapkan pada masyarakat awam dan mengurangin pencemaran lingkungan. Selama ini, salak sudah sering dibuat berbagai macam olahan seperti manisan salak, manisan salak kering, asinan salak, dodol salak, keripik salak dan sirup salak. Sementara pembuatan sale salak belum pernah dijumpai di Kalimantan Timur. Oleh karena itu, berdasarkan pernyataan diatas timbulnya pemikiran untuk melakukan penelitian mengenai pembuatan sale salak (Salacca Zalacca). Dalam penelitian akan diuji perbandingan karakteristik Sale Salak (Salacca Zalacca) yang dihasilkan dengan menggunakan metode pengasapan dan pencelupan dalam asap cair.
15
B.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari
pengasapan dengan tempurung kelapa dan pencelupan dalam asap cair terhadap kadar air dan tingkat kesukaan konsumen pada sale salak ya ng dihasilkan. C.
Hasil Yang Diharapkan Dalam penelitian ini diharapkan nantinya akan diperoleh hasil, diantaranya : 1. Memberikan informasi tentang pengolahan sale salak dan dapat diketahui pengaruh pengasapan dengan tempurung kelapa dan pencelupan asap cair terhadap karakteristik sale salak sehingga baik dan disukai oleh panelis melalui uji organoleptik. 2. Dapat memberikan informasi bagi masyarakat yang bergerak dibidang usaha rumah tangga bahwa salak (Salacca Zalacca) dapat diolah menjadi sale salak yang berkualitas baik. 3. Bagi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, data dan informasi tersebut dapat di gunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan bagi teknologi pengolahan hasil perkebunan, dan dapat memberikan kemajuan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
16
II.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tentang Salak (Salacca Zalacca) Buah salak merupakan salah satu jenis buah-buahan khas tropis. Daging
buahnya berwarna putih terlindung oleh kulit yang kasar dan berduri halus. Selain itu, ada semacam selaput ari yang me lapisi daging buah salak. Tidak seperti kebanyakan buah pada umumnya yang hanya memiliki satu biji dalam setiap buahnya, buah salak memiliki beberapa biji, biasanya antara 3-5 buah. Buah ini memiliki rasa yang unik. Jika telah matang sempurna, salak terasa manis dan jika masih mentah, ada sedikit rasa asam dan sepat yang berasal dari asam tanin yang dikandungnya (Priandono, 2007). Buah salak memiliki kulit yang berwarna coklat dan bersisik. Oleh sebab itu, salak sering disebut juga sebagai snake fruit atau ”buah ular” karena kulit luar buah salak mirip dengan sisik ular. Kulit salak cukup keras untuk melindungi cadangan makanan dari gangguan binatang, tetapi relatif tifis dan mudah untuk dikupas. Tanaman salak saat ini telah tersebar dan dibudidayakan di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filifina, hingga Quesnsland, Australia dan kepulauan Fiji. Meskipun tempat asal- usulnya yang pasti tidak diketahui, ada yang menyatakan bahwa tanaman salak berasal dari bersinonim dengan Salacca Edulis Reinw dan berasal dari famili palmae atau palem-paleman (Priandono, 2007). Tanaman salak termasuk keluarga palem (Arecaceae). Ciri khas dari tanaman ini adalah tulang daun atau pelepahnya muncul dari dalam pelepah daun.
17
Kulit buah salak seperti sisik yang tersusun membungkus daging buah (AgroMedia, 2007). Klasifikasi ilmiah tanaman salak adalah seagai berikut : Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Arecales
Familia
: Arecaceae palmae
Genus
: Salacca
Spesies
: Salacca zalacca
Plasma nutfah salak yang pernah ditemukan di dunia hingga kini berjumlah kurang lebih 20 jenis dan sebagian besar tumbuh secara alami atau liar di Indonesia. Di Kalimantan dapat ditemui salak jenis Salacca magnifica, S. Affinis, S. Dransfieldiana, dan vermiculta. Di Sumatra terdapat salak dengan jenis salaccan sumatrana, S. Dubia, S. Acehensis, dan S. Palembancia (Priandono, 2007). Di pulau jawa ada salak jenis Salacca zalacca varietas zalacca. Sementara di Bali, Ambon, Ternate, Manado, Sumba, dan Lombok dapat ditemukan jenis Salacca zalacca dengan varietasnya amboinensis. Salak condet, pondoh, bali, suwuru, nglumut dan salak gula pasir merupakan kultivitur salak yang dinobatkan sebagai buah unggul nasional (Priandono, 2007).
18
Tabel 1. Kandungan gizi buah salak per 100 gram Komponen Jumlah Kalori 77 kal Protein 0,5 g Karbohidrat 20,9 g Kalsium 28 mg Fosfor 18 mg Besi 4,2 mg Vit B1 0,04 mg Vit C 2 mg Sumber : AgroMedia (2007) B.
Tinjauan Umum Tentang Salak Bali Sesuai dengan namanya, salak ini berasal dari pulau Bali. Hampir sama
dengan salak pondoh, salak bali sejak masih muda tidak berasa sepat. Ketika muda rasanya manis atau dan asam. Ketika sudah tua terasa manis, renyah, dan bertekstur seperti pasir atau sering disebut masir. Berbeda dengan salak pondoh yang ketika tua mengeluarkan aroma harum yang khas, salak bali tidak mengeluarkan aroma (AgroMedia, 2007). Bentuk buah salak bali hampir lonjong. Warna kulit buah cokelat kehitaman. Sisiknya halus dan berukuran sedang. Biji salak bali relatif kecil, kadang-kadang tidak menyatu dengan daging buah dan menyisakan ruang di antara biji dan daging buahnya. Hal itu mengakibatkan buah mengeluarkan bunyi jika digoyangkan (AgroMedia, 2007). C.
Tinjauan Umum Tentang Sale Sale merupakan jenis makanan yang dibuat dari buah pisang matang yang
diawetkan dengan cara pengeringan. Sale ini mempunyai rasa yang khas dengan daya simpan cukup lama (Satuhu dan Supriyadi, 1992).
19
Mutu sale sangat dipengaruhi oleh warna, rasa, aroma, dan daya simpannya. Mutu ini tergantung jenis pisang yang diola h. Pembuatan sale secara tradisional dilakukan dengan cara yang sederhana. Buah yang matang dikupas dan dikerok permukaan daging buahnya dengan bilah bambu atau pisau. Setelah itu, disusun di atas rak bambu dan dijemur di sinar matahari kemudian dipipihkan. Setelah agak kering segera disimpan. Pemanasan ini dilakukan 4-5 hari. Kadang sebelum dijemur, buah diasapkan terlebih dahulu dengan kayu bakar, tetapi mutunya menjadi kurang baik (Satuhu dan Supriyadi, 1992). Standar mutu sale pisang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Standar Mutu Sale Pisang berdasarkan SNI 01-4319-1996 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kriteria Uji Keadaan Bau Rasa Warna Air Abu Gula sebagai sukrosa Zat Pengawet (SO)2 Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran Mikroba E. Coli Angka Lempengan total Kapang dan Khamir
Satuan
Persyaratan
% (b/b) % (b/b) % (b/b) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Normal Manis, khas Normal, khas Maksimal 40 Maksimal 2 Minimal 35 Maksimal 500 Maksimal 500 Maksimal 10 Maksimal 40 Maksimal 0,05 Maksimal 1
APM/g
Negatif
Koloni/g Koloni/g
Maksimal 1x106 Maksimal 1x104
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1996)
20
D.
Tinjauan Umum Tentang Pengawetan Pengawetan bahan pangan bukan hanya memungkinkan penjualan bahan
pangan sepanjang tahun, tetapi juga memungkinkan penyedian yang cukup untuk daerah-daerah berpenduduk padat dengan harga yang ekonomis, terlepas dari letak geogerafis dalam hubungannya dengan daerah penghasil bahan pangan (Buckle, dkk, 1987). Menurut Buckle dkk. (1987), tujuan dari pengawetan bahan pangan secara komersial adalah : 1) Untuk mengawetkan bahan pangan selama perjalanan dari produsen ke konsumen, dengan menghindarkan perubahan-perubahan yang tidak diingikan dalam hal kebutuhannya, nilai gizi atau mutu organoleptis secara metoda ekonomis yang mengendalikan pertembuhan mikroorganisme, mengurangi perubahan-perubahan kimiawi, fisik, fisiologis faal dan pencemaran. 2) Untuk mengisi kekurangan produksi terutama kekesuliatan akibat musim. 3) Untuk menjamin, sejauh mungkin, agar kelebihan produksi lokal atau kelebihan musiman tidak terbuang. 4) Untuk memudahkan penanganan, yang dilakukan terutama melalui berbagai bentuk kemasan. Menurut Buckle dkk. (1987), Pada dasarnya ada 4 macam metoda utama dalam
pengawetan
bahan
pangan
terhadap
kebusukan
karena
kerja
mikroorganisme, yaitu : 1) Perusakan mikroorganisme dengan panas atau radiasi ion dan perlindungan dari percemaran selanjutnya dengan pengemasan secara efektif.
21
2) Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan berkadar air normal dan pendinginan, penambahan bahan pengawet kimia pengasapan dan perendaman dalam larutan (garam = curring) atau antibiotika, pengasaman, penyimpanan dengan gas dan lain- lain. 3) Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dengan mengurangi kadar air dan dengan demikian juga penurunan aktivitas air (water activity) dengan cara pengeringan, pembekuan (suhu rendah juga mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme), pemberian garam, gula, pengentalan dan lain- lain. 4) Menghilangkan mikroorganisme, misalnya penyaringan secara steril. D.1. Pengasapan Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberikan aroma, atau proses pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu dan tidak terletak di api agar tidak terpangang atau terbakar (Anonim, 2011). Pengasapan dilakukan pada sale untuk memberikan aroma khas sale dan untuk meningkatkan keawetan produk (Komsan dan Anwar, 2008). Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung ukuran bahan. Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam makanan. Sewaktu pengasapan di mulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar (Anonim, 2011). Proses pengasapan mempunyai beberapa akibat antara lain pengaruh yang bersifat mengawetkan yang ditimbulkan oleh penyimpanan atau penimbunan.
22
dipermukaan daging senyawa kimia seperti formaldehida, asetaldehida, aseton diasetil, metanol, etanol, fenol, asam-asam format dan asetat, furfural dehida, resins, bahan lilin, ter dan tentu saja masih banyak bahan-bahan lain yang semuanya terdapat pada produk yang diasap dengan konsentrasi mulai bagian per sejuta sampai bagian per bilyun. Akibat pengawetan dapat juga disebabkan oleh pengeringan permukaan yang menguapkan kira-kira 3% dari kehilangan seluruh berat pada produk-produk yang diasap panas. Pengaruh bahan antioksidan juga dihasilkan oleh pemasukan senyawa-senyawa fenol ke dalam produk dan pada permukaan bahan yang diasap, bahan-bahan ini menyebabkan ketahanan simpan yang lebih lama, dan bebas dari proses kettengikan. Akhirnya, sudah tentu pengasapan memberikan rasa yang khas pada produk-produk tradisional (Buckle dkk, 1987). D.2. Asap Cair Asap cair adalah cairan kondesat dari asap yang telah mengalami penyimpanan dan penyaringan untuk memisahkan tar dan bahan-bahan partikulat (Pazzola, 1995). Salah satu cara dalam membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu yang berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin akan mengalami pirolisis. Selama pirolisis akan terbentuk berbagai macam senyawa. Senyawasenyawa yang terdapat didalam asap dapat dikelompokanmenjadi beberapa golongan, yaitu fenol, karbonil (terutama keton dan aldehid), asam, fiuran, alcohol dan ester, lakton, hidrokarbon alifatik dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girard, 1992).
23
Dengan adanya teknologi inovatif berbasis asap cair maka pemberian asap cair pada makanan akan lebih praktis karena hanya mencelupkan atau merendem produk makanan tersebut kedalam redestilat asap cair. Dengan demikian pengasapan dapat berlangsung dengan cepat, mudah dan terkontrol. Menurut Darmadji (1999), pengunaan asap cair lebih luas aplikasinya untuk menggantikan pengasapan makanan secara tradisional yang dilakukan secara manual yaitu bersama-sama dengan proses pemanasan. Menurut Maga (1987), perkembangan asap cair semakin pesat karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain : menghemat biaya yang dibutuhkan untuk kayu dan peralatan pengasapan, flavor produk lebih seragam, flavor lebih intensif dari pengasapan tradisional, flavor produk dapat diatur, kompenen berbahaya dapat diatur sebelum diaplikasikan pada makanan, dapat diterapkan pada masyarakat awam dan mengurangin pencemaran lingkungan. Kelebihan penggunaan asap cair sebagai bahan pengawet adalah (Saparinato dan Hidyanti, 2006) : 1) Dapat memperpanjang daya simpan makanan. 2) Aman 3) Harganya terjangkau. 4) Sudah diproduksi secara massal. 5) Dapat menambah cita rasa produkkarena memiliki aroma yang khas. Namun, bahan ini juga memiliki kelemahan, antara lain (Saparianto dan Hidayanti, 2006) : 1) Belum tersedia dan dikembangkan secara luas.
24
2) Proses produksinya memerlukan peralatan yang mahal. 3) Belum dikenal oleh masyarakat. 4) Bisa mengeluarkan bau asap yang sangat keras jika dosis penggunaannya cukup tinggi. 5) Di Indonesia masih merupakan uji coba. Asap cair aman digunakan sebagai bahan pengawet. Keamanan bahan ini sudah mendapat pengkuan dari pemerintah Kanada. Diluar negeri, asap cair merupakan
bahan
tambahan
pangan
yang
aman
untuk
dikonsumsi.
(Saparinato dan Hidayanti, 2006). Menurut Sumasroh (2010), Metode pemberian asap cair yang aman untuk makanan ialah perendaman dengan konsentrasi maksimum 16% dan lama waktu 15 menit setelah proses redistilasi. Ada 3 macam grade asap cair, yaitu : 1) Asap cair grade 1 adalah pemprosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. Hasil lebih jernih berwarna kuning, rasa sedikit asam serta memiliki aroma netral. Fungsinya sebagai pengawet makanan seperti bakso dan mie. 2) Asap cair grade 2 adalah pemperosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga menghilangkan kadar karbon jenuh dalam asap yang telah tekondensasi. Hasil berwarna merah/kecoklatan transparan, rasa asam sedang serta memiliki aroma asap lemah. Fungsinya sebagai pengganti formalin dengan bahan alami/herbal seperti makanan dengan taste asap (daging asap, bakso, mie, tahu, ikan kering, telur asap, dll).
25
3) Asap cair grade 3 adalah pemprosesan dengan sedikit destilasi sehingga menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. Hasilnya berwarna coklat gelap, rasa asam kuat serta memiliki aroma asap kuat. Fungsinya sebagai pengawet kayu, penggumpalan karet pengganti asam semut, dan penghilang bau. D.3. Pengeringan Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling lama. Cara ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alam. Pengeringan merupakan metode pengawetan pangan yang paling luas digunakan. Pengeringan adalah salah satu metode untuk menghilangkan sebagian air dari bahan pangan menguapkan (Hendrasty, 2003). Proses pengeringan dapat dilakukan secara alamiah dengan menggunakan sinar matahari (sun drying). Atau penjemuran, sedangkkan pengeringan non alamiah (artifical drying) atau buatan menggunakan suatu alat pengeringan. Apabila menggunakan tenaga surya, pengeringan dilakukan selama 5-7 hari (tergantung pada cuaca), sementara apabila cuaca kurang mendukung dapat menggunakan oven dilakukan dengan suhu 50°C selama 48 jam (Hedrasty, 2003). Menurut Buckle (1987), Fakto-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah : 1) Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air). 2) Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan).
26
3) Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara). 4) Karakteristik alat pengering (efesiensi pemindahan panas). Umunya diketahui bahwa banyak produk makanan mengalami poriode kecepatan pengeringan konstan dengan awal yang cepat diikuti oleh poriode dengan kecepatan pengeringan menurun yang lebih lamban, yang kadang-kadang terdiri dari dua kecepatan yang berbeda. Selama periode konstan, air menguap dari permukaan dengan kecepatan yang tergantung pada kondisi pengeringan, tetapi kemudian setelah kadar air pangan. Jadi pengeluaran 15-20% terakhir dari jumlah keseluruhan air yang diuapkan selama pengeringan menyita sebagian besar waktu dan energi untuk pengeringan, dan untuk beberapa produk membatasi mutu dari produk kering yang dihasilkan (Buckle, 1987).
27
III. METODE PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratirium Pengolahan dan Laboratirium Kimia Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan terhitung 2 bulan dimulai dari bulan Juni sampai Juli 2011 yang meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan dan pengolahan data serta penulisan karya ilmiah.
B.
Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat-alat yang digunakan antara lain : Pisau, baskom, nampan, penjepit kue, gelas ukur, suntikan untuk pengambilan asap cair, timbangan, wadah atau toples, cawan porselin, penjepit, timbangan analitik, oven, dan desikator. 2. Bahan yang digunakan antara lain : 1) Buah salak bali 2) Tempurung Kelapa 3) Asap Cair Grade 1 dengan konsentrasi 2 %. 4) Air
28
C.
Prosedur Penelitian Tahap-tahap pembuatan sale salak dengan menggunakan asap tempurung
kelapa dan pengasapan tradisional adalah sebagai berikut (Rukmana, 1999) : 1) Siapkan buah salak bali yang cukup matang. 2) Kupas kulit salak dan bersihkan kulit ari yang masih menempel agar tidak menimbulkan warna kotor dan timbang sebanyak 250 gram. 3) Lakukan pengasapan dengan asap hasil pembakaran tempurung kelapa dengan variasi waktu 1 jam, 2 jam, dan 3 jam atau mencelupkan dengan asap cair dengan variasi waktu 4 menit, 5 menit, dan 6 menit pada konsentrasi asap cair sebanyak 2 % untuk mencegah jamur atau kapang. 4) Keringkan buah salak menggunakan oven listrik dengan waktu 18 jam dan suhu 55°C. 5) Sale yang sudah jadi digoreng dan dinginkan. 6) Kemudian masukan kedalam wadah atau dikemas dalam kemasan yang diberikan label.
29
Bagan Pembuatan Sale Salak Salak Matang
Pengupasan kulit dan Pemsihan kulit ari Salak Pencucian atau pembersihan Pemotongan dan penimbangan bahan 250 gram
Pengasapan dengan tempurung kelapa selama 1 jam, 2 jam, dan
Pencelupan dengan asap cair selama 4 menit, 5 menit, dan 6 menit
Pengeringan Oven 18 jam dan suhu 55°C Pengemasan dan pelabelan
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan sale salak bali Sumber : (Rukmana, 1999), yang telah dimodifikasi
30
D.
Parameter Yang Diamati Adapun parameter yang diamati adalah kadar air dan uji organoleptik yang
meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur sale salak bali. 1. Uji Kadar Air Adapun cara kerja dalam menentuk an uji kadar air, sebagai berikut (SNI, 1992) : 1. Timbang cawan kosong, lalu timbang sampel sebanyak 3 gram masukan kedalam cawan yang sudah ditimbang dan diketahui beratnya. 2. Masukan ke dalam oven pada suhu 105°C dengan waktu 3 jam, kemudian diangkat setelah diangkat didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu timbang beratnya. 3. Lakukan hal yang sama sampai mendapatkan berat konstan untuk menghitung kadar air dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar air = berat cawan + berat konstan x 100% Berat sampel 2.
Uji kadar Organoleptik Menurut Soekarto (1985), Produk yang dihasilkan ditentukan dengan
cara uji organoleptik dengan beracuan pada literatur rasa, aroma, warna dan tekstur lalu penilaiannya dalam bentuk angka dimana dengan penilaiannya dimulai dari sangat tidak suka, tidak suka, agak suka, suka dan sangat suka. Kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel yang kemudian dihitung rataratanya. Jumlah anggota pane lis pada umumnya yaitu 20 orang yang berasal dari orang khusus untuk kegiatan pengujian. Pengamatan dilakukan
31
berdasarkan tingkat kesukaan panelis (20 orang) dengan menggunakan skala : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Agak Suka 4 = Suka 5 = Sanga t suka Tabel 3. Uji organoleptik terhadap sale salak yang dihasilkan. Tingkat kesukaan No.
Kriteria Pengujian
1 2 3 4
Warna Rasa Aroma Tekstur
Sangat tidak Suka
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Menurut Negoro dan Harahap (2001), untuk menghitung nilai rata-rata uji organoleptik yaitu dengan menggunakan metode perhitungan :
M ?
?
? n
Keterangan : = Rata-rata
M
? n
?
= Jumlah
= Banyaknya penalis
32
E.
Analisa Data Analisa data dari penelitian ini menggunakan Rancang Acak Lengkap (RAL)
dengan menggunakan 2 perlakuan untuk mengetahui sale salak yang berkualitas baik dengan perbedaan perlakukan adalah Pengasapan Tradisional dan Asap Cair dengan perbedaan waktu dilakukan pada saat penyempelan. Masing- masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Faktor A adalah perlakuan yang terdiri dari perbedaan bahan : P1 = Pengasapan Tempurung Kelapa (Secara Tradisional). A1 = Asap Cair. Faktor B adalah Waktu Penyempelan yang diberikan : Pengasapan
Asap Cair
W1 = 1 jam
W1 = 4 menit
W2 = 2 jam
W2 = 5 menit
W3 = 3 jam
W3 = 6 menit
Tabel 4. Kombinasi dari masing- masing perlakuan akan diulang sebanyak 3 kali. No. 1.
2.
Perlakuan Jenis Pengasapan P1 Pengasapan A1 Asap Cair
Waktu W1 W2 W3 W1 W2 W3
1 (P1W1) (P1W2) (P1W3) (A1W1) (A1W2) (A1W3)
Ulangan 2 (P1W1) (P1W2) (P1W3) (A1W1) (A1W2) (A1W3)
3 (P1W1) (P1W2) (P1W3) (A1W1) (A1W2) (A1W3)
Metode umum dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai berikut : Yij = µ + Ti + ij ; i = 1, 2 . . . t J = 1, 2 . . . r
33
Keterangan: Yij
= Nilai pengamatan karena pengaruh tingkat kematangan buah mangga dan konsentrasi gula, perlakuan ke-I dengan perlakuan ke-j
i
= Perlakuan (t = P1 dan A1)
j
= Ulangan (r = W1, W2 dan W3)
µ
= Nilai tengah populasi
Ti
= (µi - µ) = Pengaruh perlakuan ke- i ij = Pengaruh galat percobaan diperlakuan ke- i dan ulangan ke-j
34
IV.
A.
Hasil dan Pe mbahasan
Kadar Air Sale Salak dengan Pengasapan Tempurung Kelapa dan Pencelupan Asap Cair 1. Hasil Berdasarkan hasil analisa uji kadar air sale salak dengan pengasapan tradisional diperoleh rata-rata sebagai berikut : Tabel 5.
Rata-rata Kadar Air Sale Salak dengan Metode Pengasapan Variasi Waktu Yang Berbeda.
No.
Perlakuan
1 2 3
(P1 W1 ) (P1 W2 ) (P1 W3 )
1 45,13 42,95 26,72
Ulangan 2 27,53 54,54 22,30
3 28,04 25,30 15,86
Jumlah
Rata
100,71 122,80 64,89
33,57 40,93 21,63
Keterangan : 1.
(P1 W1 )
: Pengasapan dengan waktu 1 jam
2. (P1 W2 )
: Pengasapan dengan waktu 2 jam
3. (P1 W3 )
: Pengasapan dengan waktu 3 jam
Berdasarkan hasil analisa kadar air sale salak dengan metode pengasapan yang dihasilkan, diperoleh rata-rata nilai kadar air dari 3 perlakuan yaitu perlakuan pengasapan dengan waktu 1 jam (P1 W1 ) sebesar 33,57 %, perlakuan pengasapan dengan waktu 2 jam (P1 W2) sebesar 40,93 %, dan perlakuan pengasapan dengan waktu 3 jam (P1 W3 ) sebesar 21,63 %. Berdasarkan hasil analisa uji kadar air sale salak menggunakan Asap Cair diperoleh rata-rata sebagai berikut :
35
Tabel 6. Perhitungan Kadar Air Sale Salak menggunakan Asap Cair (%) No.
Perlakuan
1 2 3
(A1 W1 ) (A1 W2 ) (A1 W3 )
1 41,32 50,11 46,75
Ulangan 2 59,47 71,1 43
3 39,44 70,82 64,14
Jumlah
Rata
140,23 192,03 154
46,75 64,01 51,3
Keterangan : 1. (A1 W1 )
: Asap Cair dengan pencelupan selama 4 menit.
2. (A1 W2 )
: Asap Cair dengan pencelupan selama 5 menit.
3. (A1 W3 )
: Asap Cair dengan pencelupan selama 6 menit.
Berdasarkan hasil analisa kandungan kadar air terdapat pada sale salak yang dihasilkan, diperoleh rata-rata nilai kandungan kadar air yang paling rendah perlakuan asap cair dengan pencelupan 4 menit (A1 W1 ) sebesar 46,75 % yaitu pada perlakuan ini dilakukan pencelupan dalam asap cair selama 4 menit. Kandungan yang paling tinggi yaitu perlakuan asap cair dengan pencelupan 5 menit (A1 W2 ) sebesar 64,01 % pada perlakuan ini dilakukan pencelupan selama 5 menit. Data tersebut bisa dilihat pada Gambar 2 bawah ini.
Gambar 2. Rata-rata Kadar Air Sale Salak dengan Metode Pengasapan dan Pencelupan Asap Cair dengan Variasi Waktu Yang Berbeda
36
Dari Tabel ansira terlihat bahwa perlakuan (P1 W1 ), perlakuan (P1 W2 ), dan (P1 W3 ) memiliki perbedaan yang tidak nyata. Berdasarkan hasil analisa rancangan percobaan analisa sidik ragam untuk kadar air adalah sebagai berikut : Tabel 7. Analisa Sidik Ragam Kadar Air pada Sale Salak dengan Pengasapan Tradisional SK
DB
2 Perlakuan 6 Galat 8 Total Keterangan :
JK 568,76 692,04 1260,8
KT 284,38 115,34 399,72
Fhitung 2,466
tn
Ftabel 5% 5,14
1% 10,92
(tn ) = tidak berpengaruh nyata Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan waktu pengasapan tidak berpengaruh nyata
terhadap
sale
salak
dengan
menggunakan pengasapan tradisional yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisa rancangan percobaan analisis sidik ragam untuk kadar air pada sale salak dengan pencelupan asap cair adalah sebagai berikut : Tabel 8. Analisa Sidik Ragam Kadar Air pada Sale Salak dengan Pencelupan Asap Cair (%) SK Perlakuan Galat Total Keterangan :
DB 2 6 8
(tn ) = Tidak nyata
JK 480,5 789,03 1269,53
KT 240,25 131,51 371,76
Fhitung 1,827
tn
Ftabel 5% 5,14
1% 10,92
37
Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan waktu pencelupan sangat berpengaruh atau tidak nyata terhadap Kadar Air Sale Salak dengan Pencelupan Asap Cair yang dihasilkan. 2. Pembahasan Kandungan kadar air sale salak yang baik yaitu menggunakan metode pengasapan tradisional karena kandungan kadar air yang menggunakan metode pengasapan lebih rendah dibandingkan menggunakan metode pencelupan asap cair kandungan kadar airnya masih terlalu tinggi. Dari hasil rata-rata kadar air dapat dilihat bahwa perbedaan variasi waktu dapat berpengaruh pada kadar air masing- masing perlakuan. Hasil rata-rata tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Dimana kadar air ada yang memiliki nilai yang lebih rendah dan lebih tinggi. Untuk kadar air yang termasuk syarat SNI yaitu kadar air yang menggunakan metode pengasapan karena nilai kadar airnya lebih rendah dibandingkan kadar air menggunakan metode pencelupan asap cair. B. Uji Organoleptik Warna Sale Salak dengan Pengasapan dan Pencelupan Asap Cair 1. Hasil Dari hasil penelitian yang dihasilkan pada uji organoleptik salah satunya uji warna sale salak. Penelitian ini menggunakan uji organoleptik oleh 20 panelis. Dari uji organoleptik yang dilakukan diperoleh rata-rata untuk warna pada perlakuaan pengasapan dan asap cair dengan waktu yang berbeda yaitu untuk pengasapan dengan waktu 1 jam (P1 W1 ) rata-ratanya
38
sebesar 3,03, pengasapan dengan waktu 2 jam (P1 W2 ) rata-ratanya sebesar 2,78, pengasapan dengan waktu 3 jam (P1 W3 ) rata-ratanya sebesar 2,87, asap cair dengan pencelupan 4 menit (A1 W1 ) rata-ratanya sebesar 2,87, asap cair dengan pencelupan 5 menit (A1 W2 ) rata-ratanya sebesar 2,88, asap cair dengan pencelupan 6 menit (A1 W3 ) rata-ratanya sebesar 2,65. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 9 dan 10 dibawah ini : Tabel 9. Rata-rata Uji Organoleptik Warna Sale Salak menggunakan metode pengasapan dengan variasi waktu yang berbeda No. Perlakuan 1 2 3
(P1 W1 ) (P1 W2 ) (P1 W3 )
1 3,1 2,95 2,8
Ulangan 2 3,1 2,65 2,9
3 2,9 2,75 2,9
Jumlah
Rata
9,1 8,35 8,6
3,03 2,78 2,87
Tabel 10. Rata-rata Uji Organoleptik Warna Sale Salak menggunakan metode pencelupan asap cair dengan variasi waktu yang berbeda. No. Perlakuan 1 2 3
(A1 W1 ) (A1 W2 ) (A1 W3 )
1 3,35 3,65 3,45
Ulangan 2 2,9 2,95 2,75
Keterangan range penilaian panelis : 1,00 – 1,49 : Sangat tidak suka 1,50 – 2,49 : Tidak suka 2,50 – 3,49 : Agak suka 3,50 – 4,49 : Suka 4,50 – 5,00 : Sangat suka
3 2,35 2,05 1,75
Jumlah 8,6 8,65 7,95
Ratarata 2,87 2,89 2,65
39
Dari hasil uji organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan panelis maka diperoleh rata-rata nilai kesukaan terhadap warna sale salak paling banyak yang agak disukai adalah perlakuan sale salak dengan menggunakan pengasapan tradisional dengan waktu 1 jam (P1 W1 ) rata-ratanya sebesar 3,03 dan perlakuan yang paling banyak disukai panelis pada perlakuan sale salak yang menggunakan asap cair denga n waktu pencelupan 6 menit (A1 W3 ) rata-ratanya sebesar 2,65. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 :
Gambar 3. Rata-rata Uji Organoleptik Warna Sale Salak Yang Dihasilkan 2. Pembahasan Dari rata-rata hasil pengujian secara organoleptik dapat diketahui bahwa perbandingan warna menggunakan metode pengasapan dan metode pencelupan asap cair dengan variasi waktu yang berbeda dapat mempengaruhi warna dari sale salak tersebut. Dari Gambar 3 diatas dapat dilihat bahwa perbedaan variasi waktu antara metode pengasapan dan metode pencelupan asap cair tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis dimana dari penilaian range menyatakan agak suka.
40
Dari data Tabel 9 dan 10 diatas, baik menggunakan metode pengasapan maupun pencelupan asap cair sama-sama termasuk kedalam katagori agak suka. Akan tetapi, pada Tabel 9 dengan perlakuan P1 W1 score penilaian rata-rata 3,03 untuk pengasapan lebih tinggi dari pada pencelupan asap cair. Hal ini karena disebabkan menggunakan metode pengasapan menghasilkan warna sale seperti khas sale-sale pisang yang secara umumnya yaitu coklat kemerahan sedangkan sale dihasilkan dengan metode pencelupan dalam asap cair warnanya coklat. C.
Uji Organoleptik Rasa Sale Salak dengan Pengasapan dan Pencelupan Asap Cair 1. Hasil Dari hasil penelitian yang dihasilkan pada uji organoleptik salah satunya uji warna sale salak. Penelitian ini menggunakan uji organoleptik oleh 20 panelis. Dari uji organoleptik yang dilakukan diperoleh rata-rata untuk rasa pada perlakuaan pengasapan dan asap cair dengan waktu yang berbeda yaitu untuk pengasapan dengan waktu 1 jam (P1 W1 ) rata-ratanya sebesar 2,95, pengasapan dengan waktu 2 jam (P1 W2 ) rata-ratanya sebesar 2,87, pengasapan dengan waktu 3 jam (P1 W3 ) rata-ratanya sebesar 2,97. asap cair dengan pencelupan 4 menit (A1 W1 ) rata-ratanya sebesar 2,52, asap cair dengan pencelupan 5 menit (A1 W2 ) rata-ratanya sebesar 2,47, asap cair dengan pencelupan 6 menit (A1 W3 ) rata-ratanya sebesar 2,12.
41
Tabel 11. Rata-rata Uji Organoleptik Rasa Sale Salak Menggunakan Metode Pengasapan Yang Dihasilkan No. Perlakuan 1 2 3
(P1 W1 ) (P1 W2 ) (P1 W3 )
1 3,1 3 3
Ulangan 2 3 2,85 2,9 2,8 2,8 3,05 2,85
Jumlah 8,85 8,6 8,9
Ratarata 2,95 2,87 2,97
Tabel 12. Rata Uji Organoleptik Rasa Sale salak Menggunakan Metode Pencelupan Asap Cair Yang Dihaasilkan No. Perlakuan 1 2 3
(A1 W1 ) (A1 W2 ) (A1 W3 )
1 2,8 2,8 2,5
Ulangan 2 2,5 2,45 2
3 2,25 2,15 1,85
Jumlah 7,55 7,4 6,35
Ratarata 2,52 2,47 2,12
Keterangan range penilaian panelis : 1,00 – 1,49 : Sangat tidak suka 1,50 – 2,49 : Tidak suka 2,50 – 3,49 : Agak suka 3,50 – 4,49 : Suka 4,50 – 5,00 : Sangat suka
Dari hasil uji organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan panelis maka diperoleh rata-rata nilai kesukaan terhadap rasa sale salak paling banyak yang agak disukai adalah perlakuan sale salak dengan menggunakan pengasapan tradisional (P1 W3 ) rata-ratanya sebesar 2,97 dan perlakuan yang paling banyak disukai panelis pada perlakuan sale salak yang menggunakan asap cair (A1 W3 ) rata-ratanya sebesar 2,52. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4:
42
Gambar 4. Rata-rata Uji Organoleptik Rasa Sale Salak Yang Dihasilkan 2. Pembahasan Dari rata-rata hasil pengujian secara organoleptik dapat diketahui bahwa menggunakan metode pengasapan dan metode pencelupan asap cair dengan variasi waktu yang berbeda dapat mempengaruhi rasa dari sale salak tersebut. Dari data diatas dapat dilihat bahwa perbedaan waktu pengasapan tidak berpengaruh nyata terdapat tingkat kesukaan panelis dimana dapat dilihat pada range penilaian masih dalam penilaian agak suka. Begitu juga yang terdapat pada metode pencelupan asap cair dengan variasi lama waktu pencelupan yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis dimana dapat dilihat pada range penilaian masih dalam penilaian agak suka. Dari data tersebut baik menggunakan pengasapan maupun pencelupan asap cair masih sama-sama mendapatkan penilaian dalam katagori agak suka. Akan tetapi, penilaian untuk pengasapan lebih tinggi dari pada pencelupan. Hal itu karena rasa dari sale salak tersebut lebih manis dan
43
memiliki rasa khas seperti sale pisang. Sedangkan sale yang menggunakan asap cair tidak ada rasa, karena dipengaruhi oleh asap cair yang masuk dalam sale salak. D.
Uji Organoleptik Aroma Sale Salak dengan Pengasapan dan Pencelupan Asap Cair 1. Hasil Berdasarkan hasil penelitian yang dihasilkan sale salak diukur berdasarkan tingkat kesukaan panelis menggunakan uji organoleptik aroma terhadap sale salak. Pengujian organoleptik ini menggunakan 20 panelis yang tidak terlatih untuk menguji perbedaan perlakuan menggunakan pengasapan dan pencelupan asap cair dengan waktu yang berbeda pada produk sale salak. Bila nilai tingkat kesukaan terhadap aroma kurang baik maka sale salak tersebut tidak dapat dikatakan berkualitas baik karena tidak disukai konsumen dan apabila semakin tinggi nilai yang diperoleh menunjukan bahwa tingkat kesukaan terhadap sale salak yang dihasilkan dari jenis perlakuan tersebut juga semakin tinggi. Data tersebut dapat dilihat dari Tabel 13 dan 14 di bawah ini : Tabel 13. Rata-rata Uji Organoleptik Aroma Sale Salak dengan metode pengasapan dengan variasi waktu yang berbeda. No. Perlakuan 1 2 3
(P1 W1 ) (P1 W2 ) (P1 W3 )
1 2,85 3 2,95
Ulangan 2 2,95 2,65 3
3 2,9 2,95 2,85
Jumlah
Rata
8,7 8,6 8,8
2,9 2,87 2,93
44
Tabel 14. Rata Uji Organoleptik Aroma Sale Salak dengan metode Pencelupan Asap Cair dengan variasi waktu yang berbeda. No. Perlakuan 1 2 3
(A1 W1 ) (A1 W2 ) (A1 W3 )
1 2,2 2,25 2,3
Ulangan 2 2,25 2,35 2,3
3 2,35 2,35 2,4
Jumlah
Rata
6,8 6,95 7
2,27 2,32 2.33
Keterangan Range Penilaian Panelis : 1,00 – 1,49 : tidak suka 1,50 – 2,49 : agak tidak suka 2,50 – 3,49 : agak suka 3,50 – 4,49 : suka 4,50 – 5,00 : sangat suka Hasil uji organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan panelis maka diperoleh rata-rata nilai kesukaan terhadap aroma yang paling banyak disukai adalah perlakuan menggunakan pengasapan dengan waktu 3 jam (P1 W3 ) rata-ratanya sebesar 2,93 dan perlakuan menggunakan asap cair dengan waktu 6 menit (A1 W3 ) rata-ratanya sebesar 2,33. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5 :
Gambar 5. Rata-rata Uji Organoleptik Aroma Sale Salak Yang Dihasilkan
45
2. Pembahasan Dari rata-rata hasil pengujian secara organoleptik dapat diketahui bahwa menggunakan metode pengasapan dan metode pencelupan asap cair dengan variasi waktu yang berbeda dapat mempengaruhi rasa dari sale salak tersebut. Dari data diatas dapat dilihat bahwa perbedaan waktu pengasapan tidak berpengaruh nyata terdapat tingkat kesukaan panelis dimana dapat dilihat pada range penilaian masih dalam penilaian agak suka. Begitu juga yang terdapat pada metode pencelupan asap cair dengan variasi lama waktu pencelupan yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis dimana dapat dilihat pada range penilaian masih dalam penilaian agak suka. Dari data tersebut baik menggunakan pengasapan maupun pencelupan asap cair masih sama-sama mendapatkan penilaian dalam katagori agak suka. Akan tetapi, penilaian untuk pengasapan lebih tinggi dari pada pencelupan. Hal itu karena aroma khas dari sale salak tersebut lebih berbau asap ciri khas seprti sale pisang. Sedangkan dengan menggunakan asap cair menghasilkan aroma asap yang terlalu berlebihan. E.
Uji Organoleptik Tekstur Sale Salak dengan Pengasapan dan Pencelupan Asap Cair 1. Hasil Berdasarkan dari penelitian yang dihasilkan sale salak diukur berdasarkan tingkat kesukaan panelis menggunakan uji organoleptik tekstur
46
terhadap
sale
salak
yang
dihasilkan.
Pengujian
organoleptik
ini
menggunakan 20 orang panelis yang tidak terlatih untuk menguji perbedaan perlakuan pengasapan dan pencelupan asap cair dengan waktu yang berbeda diberikan pada pembuatan sale salak. Bila nilai tingkat kesukaan terhadap tekstur kurang baik maka sale salak tesebut tidak dapat dikatakan berkualitas baik karena tidak disukai konsumen dan apabila semakin tinggi nilai yang diperoleh menunjukan bahwa tingkat kesukaan terhadap sale salak yang dihasilkan dari jenis perlakuan tersebut juga semakin tinggi. Data tersebut dapat dilihat dari Tabel 15 dan 16 dibawah ini : Tabel 15. Rata-rata Uji Organoleptik Tekstur Sale Salak menggunakan pengasapan dengan Variasi Waktu Yang Berbeda. No. Perlakuan 1 2 3
(P1 W1 ) (P1 W2 ) (P1 W3 )
1 3,1 2,9 2,85
Ulangan 2 2,8 2,9 2,7
3 2,85 2,7 2,7
Jumlah
Rata
8,75 8,5 8,25
2,92 2,83 2,75
Tabel 16. Rata-rata Uji Organoleptik Tekstur Sale Salak menggunakan Pencelupan Asap Cair dengan Variasi Waktu Yang Berbeda. Ulangan 1 2 1 (A1 W1 ) 3,7 3,15 2 (A1 W2 ) 3,7 3,25 3 (A1 W3 ) 3,45 2,65 Keterangan Range Penilaian Panelis : No. Perlakuan
1.00 – 1.49 : tidak suka 1.50 – 2.49 : agak tidak suka 2.50 – 3.49 : agak suka
3 2,55 2,3 1,19
Jumlah
Rata
9,4 9,25 7,29
3,13 3,08 2,43
47
3.50 – 4.49 : suka 4.50 – 5.00 : sangat suka Hasil uji organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan panelis maka diperoleh rata-rata nilai kesukaan terhadap tekstur yang paling banyak disukai adalah perlakuan menggunakan pengasapan dengan waktu 1 jam (P1 W1 ) rata-ratanya sebesar 2,92 % dan perlakuan menggunakan asap cair dengan waktu 6 menit (A1 W1 ) rata-ratanya sebesar 3,13 %. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6 :
Gambar 6. Grafik Uji Organoleptik Tekstur Sale Salak Yang Dihasilkan. 2. Pembahasan Dari rata-rata hasil pengujian secara organoleptik dapat diketahui bahwa menggunakan metode pengasapan dan metode pencelupan asap cair dengan variasi waktu yang berbeda dapat mempengaruhi rasa dari sale salak tersebut. Dari data diatas dapat dilihat bahwa perbedaan waktu pengasapan tidak berpengaruh nyata terdapat tingkat kesukaan panelis dimana dapat dilihat pada range penilaian masih dalam penilaian agak suka.
48
Begitu juga yang terdapat pada metode pencelupan asap cair dengan variasi lama waktu pencelupan yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis dimana dapat dilihat pada range penilaian masih dalam penilaian agak suka. Dari data tersebut baik menggunakan pengasapan maupun pencelupan asap cair masih sama-sama mendapatkan penilaian dalam katagori agak suka. Akan tetapi, penilaian untuk pencelupan lebih tinggi dari pada asap cair. Hal itu karena tekstur khas dari sale salak tersebut lebih kenyal dan tidak terlalu keras. Sedangkan sale salak yang dihasilkan dengan pengasapan memiliki agak keras.
49
V.
A.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari hasil penelitian dengan variasi waktu yang berbeda pada pengolahan
sale salak dapat dilihat beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Kadar air menurut metode pengasapan dan pencelupan asap cair yang dihasilkan tidak berpengaruh nyata. Dimana hasil analisa kadar yang terbaik adalah pengasapan dengan waktu 3 jam (P1W3) rata-ratanya 21,63%. 2. Warna sale salak yang banyak disukai yaitu pengasapan dengan waktu 1 jam (P1W1) rata-ratanya 3,03 (agak suka) karena karakteristik warna coklat kemerahan seperti sale pisang umunya. 3. Rasa sale salak yang banyak disukai yaitu pengasapan dengan waktu 3 jam P1W3 rata-ratanya 2,95 (agak suka) karena Karakteristik rasa yang manis. 4. Aroma sale salak yang banyak disukai yaitu pengasapan dengan waktu 3 jam (P1 W3 ) rata-ratanya 2,93 (agak suka) karena karakteristik aroma asap lebih khas sale pisang. 5. Tekstur sale salak yang banyak disukai para panelis yaitu pencelupan asap cair dengan waktu 4 menit (A1 W1 ) dengan rata-rata 3,13 (agak suka) karena karakteristiknya lebih kenyal dan tidak terlalu keras. B.
Saran 1. Dalam pembuatan sale salak disarankan untuk lebih memperhatikan prosedur kerja, karena apabila dilakukan dengan sesuai prosedur yang
50
baik akan memperoleh hasil yang baik dan agar sesuai apa yang sudah dilakukan dengan hasil yang diinginkan. 2. Sebaiknya dalam pembuatan sale salak yang berkualitas baik dengan kadar air 15-20%. Selain itu, kadar air dapat menentukan kesegaran dan keawetan bahan pangan. Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak.
51
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia R. 2007. Budidaya Salak. AgroMedia Pustaka, Jakarta Anonim. 2011. Pengasapan. http://id.Wikipedia.org/wiki/Pengasapan (8 Febuari 2011) Buckle K.A., R.A. Edwars, G.H. Flest and M. Wotton. Food Science. Hari Purnomo dan Adiono. 1985. Penterjemah Ilmu Pangan. Univesitas Indonesia press, Jakarta Dewan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-4319-1996 : Sale Pisang. Departemen Perindustrian. Jakarta. http://www.scribd.com/doc/38828636/01-SNI-Persubsektor-Update (17 Juni 2011) Darmaji P, Supriyadi, H. 1999. Produksi Asap Cair Limbah Padat Rempah dengan Cara Pirolisa, Agritec 19 (1) : 11-15, Yogyakarta Girard. 1992. Smoking in Technologi of Meat Products, Clemond, Ferrand, Erliss Horwood, New York Hendrasty HK. 2003. Tepung Labu Kuning. Kanisius, Yogyakarta Komsan A dan Anwar F. 2008. Sehat Itu Mudah. Hikmah. Hikmah, Jakarta Selatan Maga JA. 1987. Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc Boca Raton, Florida Pazzola. 1995. Tour Higlights Production and User of Smoke Based Flavors Food Tecnology (I) : 70-74 Priandono A. 2007. Salak Budidaya Pengolahan dan Pemasaran. Dinamika Media, Jakarta Rukmana R. 1999. Usaha Tani Pisang. Kanisius, Yogyakarta Sudarmadji, 1984. Analisa Kadar Air dan Kadar Gula. Penebar Swadaya, Jakarta Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik, untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya, Jakarta
52
Santoso HB. 1990. Salak Pondoh. Kanisius, Yogyakarta Satuhu S dan Ahmad S. 1992. Pisang Budidaya Pengolahan Hasil Pertanian, dan Prospek Pasar. Peneba Swadaya, Jakarta Saparinto C dan Hidyati D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius, Yogakarta Sumasroh. 2010. Mengenal Asap Cair. KOPINDO, Jakarta
53
LAMPIRAN
54
(P1 W1 ) (P1 W2 ) (P1 W3 )
1 45,13 42,95 26,72
Ulangan 2 27,53 54,54 22,3
3 28,04 25,3 15,86
Jumlah
114,8
104,37
69,2
No. Perlakuan 1 2 3
Jumlah
Rata-rata
100,71 122,8 64,89
33,57 40,93 21,63
288,4
32,04
Lampiran 1. Rata-rata Perhitungan Kadar Air Sale Salak Menggunakan Pengasapan. Keterangan : P1W1
: Pengasapan dengan waktu 1 jam
P1W2
: Pengasapan dengan waktu 2 jam
P1W3
: Pengasapan dengan waktu 3 jam
Kadar air = berat cawan - berat konstan x 100% Berat sampel
1. Kadar air (P1W1) 1
= 33 - 31,5534 x 100 % 3 = 45,13 %
2. Kadar Air (P1W2)1
= 34 - 32,4557 x 100 % 3 = 42,95 %
3. Kadar Air (P1W3) 1
= 34 - 33 x 100 % 3 = 26,72 %
4. Kadar air (P1W1) 2
= 33 - 32,1497 x 100 % 3 = 27,53 %
5. Kadar Air (P1W2)2
= 37 - 35,3496 x 100 % 3 = 54,54 %
6. Kadar Air (P1W3) 2
= 35 - 34,3191 x 100 %
55
3 = 22,3 % 7. Kadar air (P1W1) 3
= 36 - 35,135 x 100 % 3 = 28,04 %
8. Kadar Air (P1W2) 3
= 33 - 32,2172 x 100 % 3 = 25,3 %
9. Kadar Air (P1W3) 3
= 33 - 32,5289 x 100 % 3 = 15,86 %
Analisa Kadar Air 1. FK = Tij2 rxt = 288,42 9 = 9242,259 2. JKT = T (Yij)2 – FK JKT = (45,132 + 42,952 + 26,722 + 27,532 + 54,542 + 22,32 + 28,042 + 25,32 + 15,862 ) – 9242,259 JKT = 10503,05 – 9242,259 JKT = 1260,793 3. JKP = TK2 – FK r JKP = (100,712 + 122,82 + 64,892 ) – 9242,259 3 JKP = 29433,06 – 9242,259 3 JKP = 568,76
56
4. JKG = JKT – JKP = 1260,793 – 568,76 = 692,033 5. dbgalat = t (r – 1) = 3 (3 – 1) = 3 x 2 = 6 6. dbperlakuan = t – 1 = 3 – 1 = 2
7. KTP = JKP = 568,76 = 284,38 t–1 2 8. KTG = JKG = 692,033 = 115, 34 Dbgalat 6 9. Fhitung = KTP = 284,38 = 2,466 KTG 115,34 SK
DB
Perlakuan Galat Total
2 6 8
JK 568,76 692,04 1260,8
KT 284,38 115,34 399,72
Fhitung 2,466
tn
Ftabel 5% 5,14
1% 10,92
a. Jika Fhitung > Ftabel 1% maka dinyatakan berbeda sangat nyata (** ). b. Jika Fhitung > Ftabel 5% maka dinyatakan berbeda nyata (* ). c. Jika Fhitung = Ftabel 5% maka dinyatakan tidak berbeda nyata (tn ).
No.
Perlakuan
1 2 3
(A1 W1 ) (A1 W2 ) (A1 W3 )
1 41,32 50,11 46,75
Ulangan 2 59,47 71,1 43
3 39,44 70,82 64,14
Jumlah
Rata
140,23 192,03 154
46,75 64,01 51,3
Lampiran 2. Rata-rata Perhitungan Kadar Air Sale Salak Menggunakan Asap Cair. Keterangan : A1W1
: Pengasapan Asap Cair dengan waktu 4 menit
A1W2
: Pencelupan Asap Cair dengan waktu 5 menit
57
A1W3
: Pencelupan Asap Cair dengan waktu 6 menit
Kadar air = berat cawan + berat kons tan x 100% Berat sampel 10. Kadar AIR (A1W1) 1
= 33 – 33,0963 x 100 % 3 = 41,32 %
11. Kadar Air (A1W2)1
= 33 - 31,9131 x 100 % 3 = 50,11 %
12. Kadar Air (A1W3) 1
= 33 - 32 x 100 % 3 = 46,75 %
13. Kadar air (A1W1) 2
= 34 - 31,9272 x 100 % 3 = 59,47 %
14. Kadar Air (A1W2)2
= 34 - 31,891 x 100 % 3 = 71,1 %
15. Kadar Air (A1W3) 2
= 35 – 33,8057 x 100 % 3 = 43 %
16. Kadar air (A1W1) 3
= 33 – 32,1754x 100 % 3 = 39,44 %
17. Kadar Air (A1W2) 3
= 33 – 30,8063 x 100 % 3 = 70,82 %
18. Kadar Air (A1W3) 3
= 37 – 34,7806 x 100 % 3 = 64,14 %
Analisa Kadar Air 10.
FK = Tij2 rxt
58
= 4862 9 = 26260,2 11.
JKT = T (Yij)2 – FK JKT = (41,322 + 50,112 + 46,752 + 59,472 + 71,12 + 432 + 39,442 + 70,822 + 64,142 ) – 26260,2 JKT = 1269,531
12. JKP = TK2 – FK r JKP = (140,232 + 192,032 + 1542 ) – 26260,2 3 JKP = 480,4995 13. JKG = JKT – JKP = 1269,531 – 480,4995 = 789,03 14. dbgalat = t (r – 1) = 3 (3 – 1) = 3 x 2 = 6 15. dbperlakuan = t – 1 = 3 – 1 = 2
16. KTP = JKP = 480,4995 = 240,25 t–1 2 17. KTG = JKG = 789,03 = 131,51 Dbgalat 6 18. Fhitung = KTP = 240,25 = 1,827 KTG 131,51 SK Perlakuan Galat Total
DB
JK
KT
Fhitung
2 6 8
480,5 789,03 1269,53
240,25 131,51 371,76
1,827tn
Ftabel 5% 5,14
1% 10,92
d. Jika Fhitung > Ftabel 1% maka dinyatakan berbeda sangat nyata (** ). e. Jika Fhitung > Ftabel 5% maka dinyatakan berbeda nyata (* ). f. Jika Fhitung = Ftabel 5% maka dinyatakan tidak berbeda nyata (tn ).
59
Gambar 7. Buah Salak
Gambar 8. Pembersihan kulit salak dan kulit ari
60
Gambar 9. Pemisahan biji dari daging buah
Gambar 10. Penimbangan daging buah salak
61
Gambar 11. Pengambilan Asap Cair dengan konsentrasi 2%
Gambar 12. Pencelupan kedalam asap cair
62
Gambar 13.Pengasapan
Gambar 14. Pengovenan buah salak
63
Gambar 15. Uji Kadar Air
Gambar 16. Penimbangan Cawan
64
Gambar 17. Penimbangan Sampel
Gambar 18. Sampel setelah di uji kadar air
65
Gambar 19. Penyimpanan dalam desikator
Gambar 20. Penimbangan sampel kadar air
66
Gambar 21. Pengemasan
Gambar 22. Uji organoleptik