Prosiding Seminar Nasional XIV - FTI-ITS Surabaya, 22 - 23 Juli 2009
© FTI-ITS 2009 ISBN : (dalam proses pengajuan, mohon dikosongkan dahulu)
Pengaruh Liquid Hot Water terhadap Perubahan Struktur Sel Bagas Orchidea Rachmaniah, Lisa Febriyanti S., dan Khoir Lazuardi Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknolohi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kontak Person: Orchidea Rachmaniah Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknolohi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya, 60111 Telp: 031-5946240, Fax: 031-5999282, E-mail:
[email protected]
Abstrak Limbah lignoselulosa merupakan bahan baku generasi kedua dalam pembuatan bioetanol. Ketersediaan bahan limbah lignoselulosa yang melimpah dan tidak mengancam keseimbangan ketersediaan bahan pangan dan pakan menjadikannya sebagai sumber bahan baku ideal untuk memproduksi etanol. Untuk mendapatkan produktivitas etanol yang tinggi disertai kualitas yang baik dari bahan lignoselulosa, akan dilakukan eksperimen, yang ditekankan pada proses perlakuan liquid hot water (LHW). Penelitian dilakukan pada 47oC, 101,35 kPa dan 107oC, 304,05 kPa dan waktu operasi 10,20 dan 30 menit. Penelitian ditujukan untuk mengetahui pengaruh tekanan, pH dan waktu operasi terhadap kerusakan struktur sel bagas, kadar glukosa dan terbentuknya produk samping yang dihasilkan dalam hidrolisat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tekanan dan waktu operasi mempengaruhi kerusakan struktur sel bagas dan meningkatkan derajat kekristalan (CrI) bagas sedangkan penambahan larutan buffer memperkecil penghilangan hemisellulosa dan lignin pada bagas. Proses LHW ini tidak memberikan produk samping yang diidentifikasi secara kualitatif sebagai furfural, hidroksimetilfurfural (HMF) dan senyawa-senyawa turunan fenol. Kata kunci : bagas, bahan lignosellulosa, hidrolisis, liquid hot water. Abstract Lignocellulosic materials are the second generation of bioethanol which is available in large amount quantities at relatively low cost but the materials can not compete with nutrition. Pretreatment is an important and necessary step to increase enzymes digestibility. This project focused on preparing the lignocellulosic material, sugarcane bagasse. The current work, the effect of the LHW pretreatment on the bagasse cell-matrix are characterized microscopically by SEM and also the glucose and by product compounds in the hydrolysis filtrate are analyzed and identified. The results showed that structure features changes of bagasse was effectively effected by pressure and time operation conditions of LHW. While inhibition products (furfural, HMF and phenolic coumpounds) were not detected quantitatily. By adding buffer solution, removed hemicellulose and lignin was decreased. Keywords: bagasse, hydrolysis, lignosellulosic material, liquid hot water.
xxx – 1
Orchidea R., Lisa F. S., dan Khoir L.
1 PENDAHULUAN Saat ini bioetanol banyak dihasilkan dari molases, sirup jagung atau bahan baku pangan yang bernilai tinggi. Bioetanol dapat pula diperoleh dari bahan yang mengandung lignoselulosa. Indonesia memiliki potensi berupa sumber daya alam terbaharukan yang melimpah yaitu tanaman yang mengandung selulosa yang sangat besar beserta limbah biomassa pertanian yang tidak bersaing dengan ketersediaan kebutuhan pangan. Bagas adalah limbah sisa pabrik gula yang dapat dikonversi menjadi etanol. Selain berharga murah dan belum banyak dimanfaatkan, bagas mengandung serat/lignoselulosa yang dapat dipecah menjadi gula sederhana yang akhirnya diubah menjadi etanol melalui proses fermentasi. Untuk memecah lignosellulosa menjadi gula sederhana yang siap difermentasi diperlukan proses perlakuan awal yang disertai dengan proses hidrolisa. Metode perlakuan awal dan sekaligus metode hidrolisa yang paling banyak digunakan dalam industri dibanding metode lainnya adalah: hidrolisa asam dan hidrolisa secara enzimatik. Namun kedua proses tersebut memiliki kekurangan, dimana proses hidrolisa enzimatik tidak dapat secara langsung menghidrolisa komponen biomasa yang mengandung lignoselulosa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang mikroorganisme dengan karakteristik tertentu yang dapat menghidrolisa hemiselulosa dan selulosa sekaligus memecah ikatan ligninnya [1]. Hidrolisa sellulosa secara enzimatik memberikan yield etanol yang lebih tinggi dibandingkan metode hidrolisa asam [2]. Namun proses enzimatik tersebut merupakan proses yang mahal. Proses recycle dan recovery enzim sellulose diperlukan untuk menekan tingginya biaya produksi [3, 4]. Selain itu, proses hidrolisa enzimatik memerlukan perlakuan awal bahan baku agar struktur sellulosa siap untuk dihirolisa oleh enzim [2]. Proses hidrolisa dengan asam juga memiliki kekurangan yaitu akan terbentuknya produk samping pada suhu tinggi yang bersifat sebagai inhibitor pada proses fermentasi lebih lanjut [5]. Serta timbulnya masalah korosi pada peralatan karena kandungan logam besi pada hemiselulosa [6]. Rachmaniah dkk. [7] dalam penelitiannya mendapatkan produk inhibitor pada hidrolisat hasil hidrolisis bagas dengan asam encer sebesar 17,9%-berat. Selain itu, proses hidrolisa asam juga memerlukan proses detoksifiksi/netralisasi sebelum dilanjutkan pada proses selanjutnya, fermentasi [8]. Yang mana tahap detoksifikasi ini turut menghilangkan kandungan glukosa sebesar 15-25% sehingga kadar glukosa yang siap untuk difermentasi akan semakin kecil [7]. Bila dibandingkan dengan proses hidrolisa dengan asam, proses hidrolisa secara enzimatis bisa lebih menguntungkan dengan catatan diperlukan proses perlakuan awal yang tepat tanpa membentuk produk samping yang bersifat inhibitor untuk proses fermentasi selanjutnya sehingga yield etanol yang diperoleh optimal [2]. Salah satu metode perlakuan awal alternatif yang paling banyak dipelajari untuk hidrolisa selulosa/hemiselulosa adalah Liquid Hot Water (LHW) [9]. Metode ini membuat hemiselulosa terhidrolisa sehingga selulosa lebih mudah ditembus oleh perlakuan secara biologis (enzimatik). LHW juga dilaporkan memiliki potensi untuk melarutkan sebagian besar hemiselulosa sekaligus meminimalisir hidrolisa selulosa dan reaksi degradasi gula [10]. Metode ini memiliki range temperatur operasi di atas 100oC dengan tetap mempertahankan air (H2O) pada fase liquid. Pada metode ini, struktur ikatan lignin akan terurai akibat perlakuan hidrothermal sedangkan hemiselulosa dan selulosa akan terlarut dalam air sehingga struktur selulosa akan lebih mudah ditembus oleh perlakuan biologis (enzimatik). Selain itu, dalam kondisi terkompresi seiring dengan peningkatan suhu, konstanta disosiasi air (Kw) akan meningkat. Pada 200oC, konstanta disosiasi air (Kw) bernilai 6,0x10-12 (pH=5,61). Sehingga semakin meningkat suhu maka pH larutan akan semakin rendah akibat dari semakin besarnya nilai disosiasi air (Kw). Oleh sebab itu, pada suhu tinggi air dapat berlaku sebagai asam akibat terurainya H2O mejadi ion H+ dan OH- serta tingginya nilai konstanta disosiasi air (Kw) [11]. Sehingga proses hidrolisa akan berjalan efektif, sebagaimana hidrolisa dengan penambahan asam (H2SO4 atupun HCl) disertai keunggulan tanpa terbentuknya senyawa inhibitor diakhir reaksi dan tanpa adanya korosifitas pada peralatan proses, mengingat kondisi asam timbul bukan karena penambahan asam akan tetapi karena adanya ion H+ dari ionisasi air akibat air yang terkompresi [12]. Melihat tinjauan literatur yang telah diuraikan di atas, LHW nampaknya merupakan solusi yang paling tepat untuk menghidrolisa bahan lignoselulosa. Mengingat metode ini merupakan metode sederhana, hanya berupa perlakuan fisik, tanpa melibatkan penambahan katalis dan tanpa perlakuan khusus terhadap effluent yang cukup menjanjikan sehingga tidak menimbulkan masalah korosi pada peralatan dan relatif tidak menghasilkan residu yang bersifat inhibitor. xxx – 2
Pengaruh Liquid Hot Water terhadap Perubahan Struktur Sel Bagas
Melihat permasalahan yang telah diuraikan di atas, peneliti merasa perlu untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh LHW terhadap kerusakan/perubahan struktur sel bahan lignoselulosa sehingga akan diperoleh hidrolisat dengan kandungan glukosa dan produk samping yang minimal. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh (suhu/tekanan, pH dan waktu operasi) pada proses perlakuan LHW terhadap kerusakan struktur sel bagas, kadar glukosa dan terbentuknya produk samping yang dihasilkan dalam hidrolisat.
2 METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Metodologi Penelitian Proses perlakuan awal dengan metode LHW ini menggunakan bahan baku berupa bagas tebu. Pengaruh tekanan, waktu operasi dan pH larutan terhadap kerusakan struktur bagas diteliti dengan melakukan penelitian LHW pada tekanan tinggi (304, 05 kPa) yang tetap mempertahankan air pada fase liquid. Selain itu, penelitian pada tekanan 1 atm (101, 35 kPa) juga dilakukan sebagai kondisi kontrol/pembanding. Penelitian ini juga dilakukan dengan memvariasikan waktu operasi (10, 20 dan 30 menit) serta pH larutan dengan ada/tanpa penambahan larutan buffer. Bagas yang tidak segera diproses disimpan terlebih dahulu di lemari es untuk menghindari tumbuhnya jamur dan atau mikroorganisme. Sedangkan untuk bagas yang akan digunakan, dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 105oC selama 16 jam selanjutnya disimpan dalam desikator untuk mempertahankan level moisture [13]. Sebagian dari bagas yang telah dijaga level moisture-nya diperkecil ukurannya hingga lolos 120 mesh [2]. Selanjutnya bagas siap untuk di treatment sesuai dengan kondisi operasi yang telah ditetapkan (subbab 2.3). Tahap berikutnya adalah menyaring hidrolisat yang diperoleh dengan dibantu oleh kerja pompa vakum. Analisa dilakukan di awal maupun diakhir proses, yaitu analisa bahan baku bagas, dan analisa terhadap hidrolisat yang meliputi analisa glukosa, dan ada/tidaknya senyawa inhibitor (furfural, hidroksimetilfurfural dan senyawa-senyawa turunan fenol) secara kualitatif. Perubahan struktur sel bagas saat sebelum dan setelah proses perlakuan dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) disertai coating menggunakan AuPd untuk mempertajam image sel yang ingin diketahui [14]. Analisa XRD juga dilakukan untuk mengetahui jenis kristal selulosa dan menghitung derajat kekristalan (CrI) yang ada pada sampel [17]. Secara lengkap tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 1. 2.2 Bahan Penelitian Bagasse tebu diperoleh dari PG. Candi Baru Sidoarjo digunakan sebagai bahan baku penelitian. Bahan kimia penelitian berupa: buffer basa, glukosa standart dan metanol adalah produk komersial dengan spesifikasi pure analit grade. Penelitian dilakukan skala laboratorium menggunakan reactor Parr. 2.3 Variabel Penelitian Kondisi penelitian yang tetap selama proses yaitu : berat bahan (bagas) yang digunakan = 10 g dan solid/liquid ratio (0,05 w/w) dan ukuran bagas yang digunakan (lolos 120 mesh). Adapun kondisi operasi yang berubah : - Suhu dan tekanan operasi: 47oC dan 101,35 kPa; 107 oC dan 304,05 kPa - Waktu proses = 10, 20 dan 30 menit - pH larutan: tanpa penambahan buffer dan dengan penambahan buffer basa (untuk mempertahankan pH = ± 7)
000 – 3
Orchidea R., Lisa F. S., dan Khoir L.
Perlakuan awal-Bagas Pengeringan (105oC, 16 jam) & Pengecilan ukuran (lolos 120 mesh)
analisa struktur sel bagas (SEM dan XRD)
Perlakuan Liquid Hot Water 10 g, solid /liquid ratio = 0,05 w/w - Suhu dan tekanan operasi : 47oC dan 101,35 kPa; 107 oC dan 304,05 kPa - Waktu proses (10, 20, dan 30 min) - pH larutan : tanpa dan dengan penambahan buffer basa untuk mempertahankan pH = ± 7 filtrasi
Ampas bagas analisa struktur sel (SEM dan XRD)
Hidrolisat analisa glukosa (kuantitatif) Furfural, HMF, senyawa turunan fenol (kualitatif)
Gambar 1. Diagram alir penelitian
2.4 Mekanisme Pengujian Analisa bahan baku bagas dilakukan untuk mengetahui kandungan hemisellulosa, -sellulosa dan lignin. Analisa lignin dilakukan dengan metode klason, dan analisa kadar hemisellulosa dan sellulosa dilakukan dengan menggunakan metode TAPPI Tentative. Sedangkan keefektifan proses ini diketahui dengan melakukan analisa struktur sel bagas menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) disertai coating menggunakan AuPd untuk mempertajam image sel yang ingin diketahui [14]. Selain itu, terbentuknya senyawa gula sederhana (glukosa) dianalisa sesuai dengan metode Sluiter dkk. [15]. Senyawa inhibitor hasil degradasi gula sederhana dilakukan secara kualitatif untuk furfural, hidroksimetil furfural dan senyawa-senyawa turunan fenol [2]. Analisa XRD juga dilakukan untuk mengetahui jenis kristal selulosa dan menghitung derajat kekristalan (CrI) yang ada pada sampel [17]. Hasil analisa XRD memberikan data bentuk amorph dan kristal, dimana bentuk amorph dibaca pada 2=18,7o dan kristal pada 2=22,4o. Data intensitas amorph (Iam) dan kristal (I002) tersebut digunakan untuk menghitung derajat kekristalan (CrI) sesuai dengan persamaan (1) [17] berikut: CrI
I 002 I am I 002
(1)
x100%
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa terhadap bahan baku bagas yang digunakan pada penilitian ini sbb: kadar lignin sebesar 15,61% dan berturut-turut kadar hemisellulosa dan -sellulosa sebesar 55,90; dan 28,5%-berat. Bagas adalah bahan lignoselulosa yang tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa adalah polimer dari polisakarida berantai lurus yang tersusun atas unit-unit glukosa atau unit sellobiosa dengan penghubung ikatan -1-4-glukan. Hemiselulosa merupakan heteropolimer yang mengandung galaktosa, glukosa, arabinosa, dan sedikit rhamnosa, asam glukoronik, asam metil glukoronik dan asam galakturonik. Berkebalikan dengan selulosa, hemiselulosa memiliki struktur acak dan amorph sehingga lebih mudah dihirolisa dibandingkan selulosa yang memiliki struktur kristal [18]. Sedangkan xxx – 4
Pengaruh Liquid Hot Water terhadap Perubahan Struktur Sel Bagas
lignin adalah molekul komplek yang terdiri atas unit-unit fenilpropana yang umumnya sulit didegradasi [18]. Umumnya unit-unit fenilpropana tersebut merupakan jaringan senyawa bergugus fenol (alkohol aromatik) yaitu: koniferil, sinapil, dan p-koumaril alkohol [19]. Rantai-rantai selulosa tersusun kompak dengan ikatan hidrogen dan disebut sebagai mikrofibril, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2. Mikrofibril selulosa ini memiliki bentuk amorph dan kristal. Sebagian besar selulosa (sekitar 2/3 bagiannya) memiliki bentuk kristal. Karena bentuk struktur seratnya yang kristal inilah menyebabkan selulosa sulit didegradasi secara enzimatik. Oleh sebab itu perlu dilakukan perlakuan awal terlebih dahulu untuk meningkatkan aksesibilitas selulosa terhadap perlakuan enzimatik.
Gambar 2. Ilustrasi mikrofibril dan makrofibril dalam serat selulosa bahan lignoselulosa [18]. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, penulis memilih metode LHW sebagai metode perlakuan awal untuk mempersiapkan bagas, bahan lignoselulosa, agar lebih mudah diberi perlakuan secara enzimatik pada proses selanjutnya. Metode perlakuan awal LHW ini bertujuan mempersiapkan bahan lignoselulosa agar lebih mudah diperlakuan secara enzimatik yang dapat terlihat dari meningkatnya aksesibel area atau kerusakan struktur sel bahan lignoselulosa [14, 17, 18]. Selain itu, juga bertujuan meminimalkan hidrolisa monosakarida menjadi produk samping yang tidak diinginkan pada proses lanjut, proses fermentasi. Degradasi monoskarida menjadi produk samping diilustrasikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Produk samping hasil degradasi lanjut monosakarida [2] 000 – 5
Orchidea R., Lisa F. S., dan Khoir L.
3.1 Pengaruh LHW terhadap Derajat Kekristalan (CrI) Gambar 4 menunjukkan hasil analisa XRD bagas pada berbagai kondisi perlakuan LHW. Terlihat bahwa bagas sebelum dan sesudah perlakuan LHW masih memiliki komponen-komponen dengan bentuk amorph (hemiselulosa dan lignin) dan kristal (selulosa) [18]. Bentuk amorph ditunjukkan saat 2=18,7o dan kristal pada 2 =22,4o [17]. Selanjutnya data intesitas untuk masing-masing 2tersebut digunakan untuk menghitung derajat kekristalan (CrI) sesuai dengan persamaan (1) dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 1. kristal
amorph
untreated bagas 10 min, 101,35kPa 10 min, 304,05kPa 30 min, 304,05kPa
Gambar 4. Hasil XRD bagas pada berbagai kondisi perlakuan LHW. Tabel 1. Data intensitas selulosa amorph dan krisatal serta derajat kekristallan bagas pada berbagai kondisi operasi LHW Kondisi operasi Bagas awal Tanpa buffer + buffer
47oC ; 101,35 kPa 10 min 30 min
107oC ; 304,05 kPa 10 min 30 min
Iam
161
I002 CrI (%)
408 60,54
Iam
174
146
149
142
I002 CrI (%)
339 48,67
310 52,90
380 60,79
412 65,53
Iam
86
135
164
174
I002 CrI (%)
180 52,22
404 66,58
342 52,05
306 43,14
Terlihat pada Tabel 1 bahwa nilai derajat kekristalan selulosa (CrI) meningkat dengan adanya peningkatan tekanan dan waktu operasi. Hal ini berhubungan dengan terpisahkannya komponenkomponen amorph (lignin dan hemiselulosa) pada bagas [17], sehingga intensitas kristal keseluruhan meningkat. Namun derajat kekristalan tidak dapat dijadikan satu-satunya faktor pengukur aksesibilitas bahan lignoselulosa terhadap perlakuan enzimatik sehingga perlu didukung oleh data-data lainnya. xxx – 6
Pengaruh Liquid Hot Water terhadap Perubahan Struktur Sel Bagas
Data-data pendukung tersebut berupa hasil analisa SEM terhadap struktur sel bagas pada berbagai kondisi operasi LHW sebagaimana ditampilkan pada Gambar 5 dan 6.
A
B
D
C
E
Gambar 5. Hasil analisa SEM (Scanning Electron Microscope) bagas pada berbagai kondisi operasi LHW dengan waktu operasi 30 menit: (A) Bahan baku bagas awal; (B) 47oC, 101,35 kPa; (C) 107oC, 304,05 kPa; (D) 47oC, 101,35 kPa + penambahan lart.buffer; dan (E) 107oC, 304,05 kPa + penambahan lart.buffer.
Gambar 6. Hasil analisa SEM (Scanning Electron Microscope) penampang melintang bagas pada berbagai kondisi operasi LHW dengan waktu operasi 30 menit: (A) Bahan baku bagas awal; (B) 47oC, 101,35 kPa; (C) 107oC, 304,05 kPa; (D) 47oC, 101,35 kPa + penambahan lart.buffer; dan (E) 107oC, 304,05 kPa + penambahan lart.buffer. 000 – 7
Orchidea R., Lisa F. S., dan Khoir L.
3.2 Pengaruh LHW terhadap Kerusakan Struktur Sel Gambar 5(B, C) terlihat bahwa peningkatan tekanan operasi membuat struktur mikrofibril dari serat bagas lebih rusak dan terbuka dibandingkan dengan Gambar 5(A) yang menunjukkan mikrofibril bagas sebelum perlakuan LHW. Pada Gambar 5(A) masih terlihat lapisan permukaan/surface layer pada mikrofibril, lapisan tersebut membuat mikrofibril utuh dan tampak halus (lihat tanda panah pada Gambar 5). Sedangkan pada Gambar 5(B, C, D, E) lapisan tersebut telah hilang akibat perlakuan yg diberikan dan tampak adanya debris [20]. Gambar 6 menunjukkan hasil SEM pada penampang melintang bagas dengan berbagai kondisi operasi LHW. Adanya sel-sel epidermis, sel-sel parenkim dan vaskular bundle dari mikrofibril serat bagas yang di dalamnya terdapat xilem dan floem [20] terlihat pada Gambar 6(A). Nampak dengan jelas bahwa sel-sel parenkim pada Gambar 6(A) lengket [17] sehingga bentuk sel parenkim yang isodiametrik [21] tidak terlihat dengan baik. Sedangkan pada Gambar 6(B, C) untuk kondisi operasi 101,35 kPa dan 304,05 kPa, bentuk isodiametrik dari sel-sel parenkim terlihat lebih jelas. Semakin tinggi tekanan operasi yang digunakan maka bentuk isodiametrik tersebut semakin terlihat jelas sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6(C). Hal ini dimungkinkan akibat hilangnya wax atau ikatan lignin pada mikrofibril (lihat anak panah pada gambar) [17]. Gambar 6(B, C, D, E) menunjukkan hilangnya ikatan lignin atau wax [17] seiring dengan peningkatan tekanan operasi. Selain itu, data Tabel 1 menunjukkan bahwa intensitas amorph menurun seiring dengan meningkatnya tekanan operasi LHW, dimana penurunan tersebut akibat adanya komponen-komponen amorph (lignin dan hemisellulosa) yang terhilangkan dari mikrofibril [17].
A
B
Gambar 7. Hasil analisa SEM (Scanning Electron Microscope) bagas dengan perbesaran 3000x pada 304,05 kPa dan waktu operasi: (A) 20 dan (B) 30 menit. Sebagaimana pengaruh tekanan, pengaruh peningkatan waktu operasi terhadap kerusakan struktur sel bagas juga turut dipelajari. Gambar 7 menunjukkan peningkatan waktu operasi hingga 10 menit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan ukuran pori mikrofibril bagas. Akan tetapi, peningkatan waktu tersebut memperbesar kerusakan lapisan permukaan/surface layer mikrofibril. Terlihat pada Gambar 7(B), mikrofibril mengalami kerusakan fraktural [17] lebih banyak di bandingkan dengan Gambar 7(A). Selain itu, peningkatan waktu operasi hingga 20 menit turut memperbesar penghilangan komponen-komponen amorph (hemiselulosa dan lignin) dari bagas, lihat Tabel 1, sehingga aksesibel area bagas semakin besar. 3.3 Pengaruh LHW terhadap Pembentukan Produk Samping Analisa kualitatif terhadap hidrolisat untuk identifikasi adanya senyawa turunan fenol menunjukkan hasil yang negatif. Analisa dilakukan dengan menambahkan larutan FeCl3 untuk mendeteksi adanya senyawa dengan gugus fenol. Reaksi positif jika hidrolisat yang ditambahkan larutan FeCl3 memberikan perubahan warna merah hingga keunguan [22]. Sebagaimana telah diuraikan di atas, umumnya unit-unit fenilpropana penyusun lignin merupakan jaringan senyawa dengan gugus fenol (alkohol aromatik) yaitu: koniferil, sinapil, dan p-koumaril alkohol [19]. Akan tetapi Bjerre dan Schmidt [19] juga menyebutkan bahwa lignin dapat tersusun atas xxx – 8
Pengaruh Liquid Hot Water terhadap Perubahan Struktur Sel Bagas
asam-asam seperti: asam ferulat, asam p-koumarik dan p-hidroksi asam benzoat. Mengingat analisa kualitatif dengan larutan FeCl3 memberikan hasil yang negatif, diduga lignin bagas tidak terdiri atas senyawa dengan gugus fenol (koniferil, sinapil, dan p-koumaril alkohol) akan tetapi tersusun atas asam-asam. Sun dkk. [23] berhasil memperoleh asam p-koumarik dan ferulat dari ekstraksi bagas secara bertingkat. Ekstraksi dilakukan berturut-turut dengan pelarut toluen:etanol=2:1 v/v selama 6 jam yang dilanjutkan dengan pelarut air-distillat pada 55oC selama 2 jam. Hasil analisa kualitatif untuk mendeteksi adanya senyawa turunan fenol telah dilakukan terhadap semua hidrolisat yang diperoleh, dan hasil identifikasi adalah negatif. Selain itu, uji kualitatif juga dilakukan untuk mengidentifikasi adanya furfural dan hidroksimetilfurfural (HMF) dalam hidrolisat yang diperoleh. Uji dilakukan dengan menambahkan larutan -naphtol ke dalam hidrolisat, uji positif jika larutan berubah warna menjadi keunguan [22]. Ternyata hasil uji furfural dan HMF adalah negatif sehingga dapat dikatakan bahwa LHW tidak menghasilkan produk samping sebagai akibat dari degradasi monosakarida (Gambar 3). 3.4 Pengaruh Penambahan Larutan Buffer terhadap Kerusakan Struktur Sel Pengaruh pH larutan terhadap struktur sel dan pembentukan produk samping dipelajari dengan menambahkan larutan buffer pada bahan uji (bagas). Larutan buffer yang ditambahkan berfungsi untuk mempertahankan pH hidrolisat = 7. Mosier dan Hendrickson [11] melaporkan bahwa konstanta disosiasi air (Kw) akan semakin besar seiring dengan meningkatnya suhu. Pada 200oC, konstanta disosiasi air (Kw) bernilai 6,0x10-12 (pH=5,61) maka semakin meningkat suhu maka pH larutan akan semakin rendah (asam). Selain itu, penurunan pH pada hidrolisat hasil perlakuan dengan LHW disebabkan adanya senyawa-senyawa asam dari peruraian hemisellulosa yang terlarut dalam air [9, 11, 13, 23]. Hasil pengukuran pH pada hidrolisat hasil penelitian tanpa penambahan larutan buffer berkisar 4-5, sedangkan pH hidrolisat dengan penambahan larutan buffer tetap terjaga konstan (pH=7), data tidak ditampilkan. Sehingga terbukti bahwa konstanta disosiasi air (Kw) menentukan pH hidrolisat yang diperoleh. Penambahan larutan buffer turut mempengaruhi kerusakan struktur sel bagas (Gambar 5 dan 6). Gambar 6(D, E) menunjukkan hasil SEM penampang melintang bagas dengan penambahan larutan buffer pada tekanan 101,35 kPa dan 304,05 kPa. Gambar 6(C) dan 6(E) menunjukkan bahwa penambahan larutan buffer mempengaruhi terbuka-tidaknya sel-sel parenkim. Terlihat pada Gambar 6(C) bahwa sel-sel parenkim terbuka, bentuk isodiametrik terlihat jelas yang dimungkinkan akibat hilangnya wax atau ikatan lignin pada mikrofibril [17]. Sedangkan pada Gambar 6(E), terlihat sel-sel parenkim yang lengket akibat adanya penambahan larutan buffer sehingga pada kondisi 304,05 kPa (107oC) air tidak dapat berlaku sebagai asam walaupun nilai konstanta disosiasi airnya (Kw) lebih besar dibandingkan pada suhu 25oC. Walaupun hemisellulosa bagas melepaskan asam p-koumarik dan ferulat saat diekstrak [23], pH hidrolisat tetap terjaga konstan pada pH=7 mengingat telah ditambahkannya larutan buffer. Penambahan larutan buffer pada bagas selama proses LHW akan memperkecil penghilangan hemisellulosa dan lignin dari bahan lignosellulosa bagas.
DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
[3] [4]
Reith, J., H., dan Ueil, D., Co-Production of Bioethanol, Electricity & Heat from Biomass Residues, Netherlands, 2002. Palmqvist, E., dan Hahn-Hägerdal, B., “Review paper. Fermentation of Lignocellulosic Hydrolysates. II: Inhibitors and Mechanisms of Inhibition”, Bioresource Technol., 74, pp.25-33, 2000. Iranmahboob, J., Nadim, F., dan Monemi, S., “Optimizing Acid-Hydrolysis: A Critical Step for Production of Ethanol from Mixed Wood Chips”, Biomass Bioenerg., 22, pp.401-404, 2002.. Szczodrak, J., dan Fiedurek, J., “Technology for Conversion of Lignocellulosic Biomass to Ethanol”, Biomass Bioenerg. 10, pp.367-375, 1996. 000 – 9
Orchidea R., Lisa F. S., dan Khoir L.
[5]
[6] [7]
[8]
[9] [10]
[11] [12] [13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21] [22] [23]
Zhao, Yulin, Wang, Yin, Zhu, J.Y., Ragauskas, Art, dan Deng, Yulin, “Enhaced Enzymatic Hydrolysis of Spruce by Alkaline Pretreatment at Low Temperature”, Biotechnol. and Bioengineering, 99, pp.1320-1328, 2007. Gray, Kevin A., dan L., Zhao, Bioethanol, diakses pada www.sciencedirect.com, 2006. Rachmaniah, O., Andi Krishnanta W., dan Dedy Ricardo, “Hidrolisa Asam Bahan Ligosellulosa: Bagasse untuk Produksi Bioetanol”, Prosiding Seminar Nasional, Jurusan Teknik Kimia, UPN, Yogyakarta, 2009. Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander, R., Lee, Y.Y., Holtzapple, M., dan Ladisch, M., “Features of Promising Technologies for Pretreatment of Lignocellulosic Biomass”, Bioresource Technol., 96, pp.673-686, 2005. Bobleter, Ortwin., “Hydrothermal Degradation of Polymer Derived from Plants”, Polymer Sciences, 19, pp.797-841, 1994. Perez, J., Ballesteros, I., “Optimising Liquid Hot Water Pretreatment Conditions to Enhance Sugar Recovery from Wheat Straw for Fuel-Ethanol Production”, Fuel, 87, pp.3640-3647, 2008. Mosier, N., dan Hendrickson, R., Optimization of pH Controlled Liquid Hot Water of Corn Stover, Purdue University. Baig dkk., Conversion of Extracted Rice Bran & Isolation of Pure Bioethanol by means of Supercritical Fluid Technology, Universitat Hamburg, Hamburg, 2006. Lavarack, B.P., Griffin, G.J., dan Rodman, D., “The Acid Hydrolysis of Sugarcane Bagas Hemicellulose to Produce Xylose, Arabinose, Glucose and Other Products”, Biomass Bioenerg., 23, pp.367-380, 2002. Zeng, M., Mosier, N.S., Huang, Chia-P., Sherman, D.M., dan Ladisch, M.R., “Microscopic Examination of Changes of Plant Cell Structure in Corn Stover Due to Hot Water Treatment and Enzymatic Hydrolysis”, Biotechnol. and Bioengineering, 97, pp.265-278, 2007. Sluiter, A., Hames, B., Ruiz, R., Scarlata, C., Sluiter, J., dan Templeton, D., “Determination of Sugars by Products, and Degradation Products in Liquid Fraction Process Samples”, National Renewable Energy Laboratory, Technical Report NREL/TP-510-42623, Battelle, USA, 2008. Hyman, D., Sluiter, A., Crocker, D., Johnson, D., Sluiter, J., Black, S., dan Scarlata, C., “Determination of Acid Soluble Lignin Concentration Curve by UV-Vis Spectroscopy, National Renewable Energy Laboratory, Technical Report NREL/TP-510-42617, Battelle, USA, 2007. Yu, C.T., Chen, W.H., Men, L.C., dan Hwang, W.S., “Microscopic Structure Features Changes of Rice Straw Treated by Boiled Acid Solution”, Industrial Crops and Products, 29, pp.308– 315, 2009. Taherzadeh, Mohammad J., dan Karimi, Keikhosro, “Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas production: A Review”, International Journal of Molecular Sciences, 9, pp.1621-1651, 2008. Bjerre, Anne Belinda dan Schmidt, Anette Skammelsen, “Development of Chemical and Biological Process for Production of Bioethanol: Optimation of The Wet Oxidation Process and Characterization of Products”, Master Thesis, Riso National Laboratory, Roskilde, Denmark, 1997. Jan B. Kristensen, Lisbeth G. Thygesen, Claus Felby, Henning Jørgensen, dan Thomas Elder, “Cell-wall structural changes in wheat straw pretreated for bioethanol production”, Biotechnol. Biofuels, 1, pp.1-5, 2008. www.wikipedia.org/parenchyma diakses pada Maret 2009. Auterhoff, Harry dan Kovar, Karl-Artur, Identifikasi Obat, Penerbit ITB, Bandung, 1987. Sun, J.X., Sun, X.F., Sun, R.C., dan Su, Y.Q., “Fractional Extraction and Structural Characterization of Sugarcane Bagasse Hemicelluloses”, Carbohydrate Polymers, 56, pp.195– 204, 2004.
xxx – 10