PENGARUH LAMA MILLING TERHADAP SUSEPTIBILITAS MAGNETIK DAN MORFOLOGI TONER BERBAHAN BAKU ABU RINGAN (FLY ASH ), KARBON DAN POLIMER Agus Sugiyanto, Siti Zulaikah, Nandang Mufti Jurusan Fisika, Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected]
ABSTRAK: Dalam satu dekade terakhir, penelitian tentang toner menjadi satu bahasan yang menarik perhatian para peneliti di Indonesia. Penelitian mengenai toner pada umumnya menguji sifat magnetik dan uji kualitasnya. Selain itu, pemanfaatan bahan alam untuk pembuatan toner juga banyak dilakukan. Salah satunya adalah pembuatan toner bahan baku fly ash dicampur dengan karbon dan polimer, pencampuran tersebut menggunakan beberapa variasi komposisi agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Adanya variasi bahan baru pada campuran tersebut maka dibutuhkan penelitian mengenai sifat toner tersebut. Sifat toner yang sangat penting adalah sifat magnetiknya, karena sangat penting untuk kualitas percetakan. Uji sifat magnetik yang sering dilakukan adalah uji suseptibilitas magnetik, ini suseptibilitas ini sendiri dipengaruhi oleh ukuran bulir–bulir magnetik yang terkandung pada bahan. Metode pencampuran dan penggerusan toner ini menggunakan alat ball mill, dengan metode ini diharapkan bisa digunakan untuk memvariasikan ukuran bulir dengan cara variasi lama milling. Lama milling berbanding terbalik dengan nilai suseptibilitas yang dihasilkan pada toner buatan. Waktu milling juga mempengaruhi morfologi pada toner buatan. Ukuran bulir cenderung mengecil seiring bertambahnya lama milling. Sedangkan variasi komposisi yang dilakukan pada toner buatan juga berpengaruh terhadap sifat magnetik, pada toner komposisi polimer, fly ash dan karbon (50:30:20) dengan kandungan Fe sebesar 49,8% memiliki nilai suseptibbilitas magnetik lebih besar daripada toner komposisi polimer, fly ash dan karbon (60:20:20) yang memiliki kandungan Fe sebesar 44,4%. Semakin lama milling juga dapat membuat campuran bahan semakin homogen dan ukuran bulirnya semakin kecil.
Kata Kunci : Waktu Milling, Suseptibilitas Magnetik, Morfologi
Penelitian tentang sifat magnetik dan uji kualitas toner telah menjadi satu topik yang menarik perhatian para peneliti di Indonesia. Penelitian – penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Irvan (2005) yang meneliti sifat magnetik toner NP-1010
dan didapatkan nilai suseptibilitasnya antara 2,6 – 7,2 x 10-3. Selain itu Lestyowati (2013) juga meneliti toner HP refill yang nilai suseptibilitas frekuensi rendahnya 1,2 x 10-4 m3/Kg, Canon IR5000 nilai suseptibilitas frekuensi rendahnya 1,1 x 10-4 m3/Kg,
1
dan toner bekas nilai suseptibilitas rendahnya 1,1 x 10-4 m3/Kg. Disamping uji sifat fisika dan karakterisasi toner itu sendiri, berbagai upaya pemanfaatan bahan alam untuk pembuatan toner juga telah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya produksi dan membuat bahan alam lebih berguna terutama bahan alam yang selama ini belum termanfaatkan dengan baik. Arisanti (2012) meneliti tentang sifat magnetik dan bulir magnetik pasir besi dari pantai Senggigi, Lombok Barat, NTB. Penelitian lainnya dilakukan oleh Trisdamayanti (2012) tentang mineral magnetik pasir besi di daerah Pasirian, Kabupaten Lumajang sebagai bahan dasar pembuatan toner. Fly ash sisa pembakaran batubara juga telah diteliti kandungan magnetiknya untuk bahan dasar toner (Santoso, 2013). Berbagai penelitian tersebut dilakukan untuk dapat menghasilkan produk toner yang lebih baik. Disisi lain, pengujian terhadap sifat magnetik toner juga sangat penting untuk mengetahui nilai magnetik yang dimiliki oleh toner tersebut. Sifat magnetik pada toner sangat penting saat proses pencetakan, saat pencetakan toner ditempelkan ke kertas dengan prinsip elektrostatik. Awalnya kertas diberi sinar membentuk tulisan atau gambar yang dibutuhkan, setelah itu toner akan menempel pada medan yang telah dibentuk oleh sinar tersebut (Georgeades, 2003). Oleh karena itu sifat magnetik pada toner sangat penting untuk efektifitas dan kualitas pencetakan. Uji sifat magnetik yang sering dilakukan adalah uji suseptibilitas magnetik, nilai suseptibilitas ini sendiri dipengaruhi oleh ukuran bulir – bulir magnetik yang terkandung pada bahan (Putu, 2012).
Pada saat pembuatan toner seringkali dilakukan variasi ukuran bulirnya untuk mendapatkan hasil yang terbaik, variasi ukuran tersebut dilakukan dengan cara memvariasi waktu milling saat pencampuran.
METODE Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kuantitatif eksperimentalis. Penelitian diawali dengan studi pustaka, pengambilan sampel di lapangan kemudian diteruskan dengan preparasi dan uji sampel dalam laboratorium. Tahap berikutnya yaitu dilakukan proses pencampuran (milling) pada sampel fly ash menggunakan alat ball mill. Proses pencampuran (milling) dilakukan dengan variasi lama milling 6 jam, 9 jam dan 12 jam. Pada proses ini dilakukan 2 variasi komposisi, variasi ini menggunakan persentase berat. pertama yaitu komposisi polimer, fly ash, dan karbon (50:30:20). Kedua dengan komposisi polimer, fly ash, dan karbon (60:20:20). Setelah proses pencampuran selesai maka dilakukan uji SEM untuk mengetahui bentuk morfologi dan ukuran pada toner hasil sintesis. kemudian dilakukan pengukuran nilai suseptibilitas magnetik. Pengukuran nilai suseptibilitas magnetik dilakukan pada 18 sampel dengan menggunakan Bartington Suseptibility meter MS2B dengan medan bolak-balik, sehingga dapat dilakukan dua jenis pengukuran pada frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Alat penelitian ini menggunakan sensor jenis MS2B.
2
10-11 m3/kg. Sama halnya dengan variasi milling 9 jam dan 12 jam yang menunjukkan nilai suseptibilitas toner komposisi polimer, fly ash dan karbon (50:30:20) lebih besar dari komposisi polimer, fly ash dan karbon (60:20:20). Hasil uji suseptibilitas yang didapatkan menunjukkan sifat magnetik pada masing–masing toner. Jika dibandingkan, secara umum suseptibilitas magnet dari toner komposisi polimer, fly ash dan karbon (50:30:20) memiliki nilai yang lebih besar daripada toner komposisi polimer, fly ash dan karbon (60:20:20). Hal ini disebabkan kandungan pada kedua toner yang berbeda sehingga mempengaruhi nilai suseptibilitasnya. Terutama nilai kandungan Fe yang merupakan salah satu unsur paling terbesar pada kedua toner dan memiliki sifat magnetik ferromagnet dengan kata lain memiliki suseptibilitas tinggi. Pada toner polimer, fly ash dan karbon (50:30:20) kandungan Fe sebesar 49,8 % sedangkan pada toner polimer, fly ash dan karbon (60:20:20) kandungan Fe 44,4 % sehingga nilai suseptibilitas toner pertama lebih besar daripada toner kedua pada variasi massa dan lama yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Variasi Komposisi terhadap Nilai Suseptibilitas Magnetik Toner Penelitian ini menggunakan 2 jenis sampel toner buatan dari bahan fly ash, polimer dan karbon. Kedua sampel ini memiliki bahan dasar yang sama namun dilakukan 2 variasi komposisi berdasarkan persentase berat. Variasi pertama adalah 50 % polimer, 30% fly ash, 20% karbon. Variasi kedua adalah 60 % polimer, 20% fly ash, 20% karbon. Dari dua variasi komposisi toner yang telah dibuat dilakukan uji suseptibiltas guna mengetahui sifat magnetik pada masing – masing toner. Uji suseptibiltas menggunakan alat suseptibilitymeter. Alat tersebut dapat bekerja pada frekuensi yang berbeda, yaitu frekuensi rendah ordenya ratusan hertz dan frekuensi tinggi. Hasil uji suseptibilitas untuk toner diperoleh melalui dua frekuensi tersebut. TA rata-rata TB rata-rata
3400 3200 2800 2600
-11
3
Suseptibilitas(x 10 m /kg)
3000
2400 2200 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 6
7
8
9
10
11
12
waktu Milling (jam)
Gambar 1 Grafik Perbandingan Lama Milling terhadap Nilai Suseptibilitas Magnetik pada Frekuensi Tinggi
Pengaruh Variasi Lama Milling terhadap Nilai Suseptibilitas Magnetik Toner Dalam pembuatan toner, terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan guna mendapatkan kualitas yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa variabel yang mempengaruhi nilai suseptibilitasnya. Pada penelitian kali ini pembuatan toner dilakukan dengan variasi komposisi yang berbeda dan lama
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat perbandingan nilai suseptibilitas magnetik dari kedua bahan TA dan TB. Hasil nilai suseptibilitas dengan lama milling yang sama yakni miling selama 6 jam pada TA menghasilkan nilai rata-rata sebesar 2321.8 x 10-11 m3/kg. Hasil ini lebih besar dari nilai suseptibilitas TB rata-rata yaitu 1139.3 x
3
milling yang berbeda–beda antara 6 sampai 12 jam. Grafik hubungan lama milling terhadap nilai suseptibilitasnya ditampilkan pada Gambar 4.3. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat, nilai suseptibilitas frekuensi tinggi pada pengukuran untuk bahan polimer, fly ash dan karbon (50:30:20) pada lama milling 6 jam memiliki nilai rata-rata suseptibilitas sebesar 2321.8 (x 10-11 m3/kg), nilai suseptibilitas tersebut kemudian semakin kecil untuk lama milling 9 jam menjadi 2124.7 (x 10-11 m3/kg). Dan untuk lama milling 12 jam nilainya juga mengecil menjadi 1980.1 (x 10-11 m3/kg). Penurunan ini terjadi seiring dengan semakin bertambahnya lama milling yang dipakai. Dari analisis suseptibilitas tersebut, didapatkan hubungan antara lama milling dalam pembuatan toner terhadap nilai suseptibilitas magnetik berbanding terbalik. Sehingga ketika semakin lama lama milling saat pembuatan toner maka akan semakin menurun nilai suseptibilitasnya pada variasi komposisi yang sama dan massa yang sama.
(a)
(b)
(c) Gambar 2 Perbedaan Ukuran Bulir dan Morfologi Toner Komposisi 60:20:20, Hasil Uji SEM pada : (a) Milling Time 6 Jam Perbesaran 2500x, (b) Milling Time 9 Jam Perbesaran 2500x, (c) Milling Time 12 Jam Perbesaran 2500x
Gambar 2 (a) merupakan hasil SEM toner buatan. Dari morfologi hasil pengamatan menggunakan SEM dapat dilihat bahwa antar unsur sudah berinteraksi tapi masih belum menyatu, unsur – unsur juga masih banyak yang telihat besar. Dari hasil SEM tersebut juga diketahui rata-rata ukuran bulirnya 13,46 µm. Hal ini juga menunjukan bahwa lama milling 6 jam masih kurang efektif untuk membentuk toner yang baik. Gambar 2 (b) merupakan morfologi dari toner buatan dengan milling time 9 jam. Terlihat pada hasil SEM dengan perbesaran 2500x distribusi serbuk belum menemui peningkatan yang signifikan, namun terlihat mulai berinteraksi. Dari hasil SEM tersebut juga diketahui rata-rata ukuran bulirnya 9,66 µm. Ukuran bulir mulai mengalami pengecilan karena pengaruh lamanya milling. Gambar 2 (c)
Pengaruh Lama Milling terhadap Morfologi Proses ball milling dapat mempengaruhi ukuran bulir dan bentuk morfologi bahan. Pada penelitian untuk komposisi polimer, fly ash dan karbon (50:30:20) dilakukan uji SEM untuk melihat ukuran dan morfologi hasil ball milling, uji SEM dilakukan pada 3 variasi sampel yaitu sampel hasil milling 6 jam, 9 jam, dan 12 jam. Gambar hasil SEM pada ketiga sampel dapat dilihat pada Gambar 4.2.
4
merupakan morfologi dari toner buatan dengan milling time 12 jam. Terlihat pada hasil SEM dengan perbesaran 1000x distribusi serbuk mulai berinteraksi tetapi belum menemui titik homogen. Dari hasil SEM tersebut juga diketahui rata-rata ukuran bulirnya 5,64 µm. Ukuran bulir mulai mengalami pengecilan karena pengaruh lamanya milling. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ukuran bulir dari toner pada kedua komposisi mengalami penurunan, pada komposisi polimer, fly ash dan karbon (50:30:20) saat milling 6 jam ukuranya 7,89 µm. 3 jam kemudian ukuranya menjadi 5,93 µm dan akhirnya semakin merunun pada lama 12 jam ukuranya menjadi 5,61 µm. Hal ini terjadi karena terjadi proses penggerusan. Pada proses pencampuranya diketahui bahwa pada milling 6 jam, 9 jam, dan 12 jam terjadi kemajuan dalam hal interaksi antar unsur namun masih belum bisa menjadi homogen. Pada komposisi polimer, fly ash dan karbon (60:30:20) juga mengalami hal yang sama yaitu penurunan ukuran bulir dan pencampuran mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya lama milling.
semakin homogen. DAFTAR RUJUKAN Arisanti, Titis Dyah. 2012. Pengaruh Ukuran Bulir Magnetik Terhadap Suseptibilitas Magnetik Pasir Besi Dari Pantai Senggi, Lombok Barat, NTB. Malang: Universitas Negeri Malang. Badrus, M. & Purwaningsih, Hariyati. 2013. Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Intermetalik ɣ-TiAl Sebagai Reinforced Dalam Metal Matrix Composite (MMCs) Hasil Mechanical Alloying. Surabaya: Institute Teknologi Sepuluh Mopember. Dharma, Putu Indra Wirya. Pengaruh Unsur Paduan Zn Dan Ni Serta Variasi Waktu Milling Pada Proses Mechanical Aloying Terhadap Struktur Mikro Dan Sifat Magnetik Barium Hexaferrite Sebagai Radar Absorbent Material (Ram). Surabaya: Institute Teknologi Sepuluh Nopember. F. Chen dkk. 2008. Effect of ball milling and post-annealing on magnetic properties of Ni49.8Mn28.5Ga21.7 alloy powders. Harbin: Harbin Engineering University. Ilmi, Faqihatul. 2013. Sintesis Tinta Kering (Toner) Menggunakan Bahan Baku Abu Ringan (Fly Ash) Sisa Pembakaran Batu Bara. Malang: Universitas Negeri Malang. Irvan, Muhammad. 2005. Karakterisasi Tinta Kering (Toner) Dengan Metode Magnetik Dan Scanning Electron Microscopy (SEM).
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Hubungan antara lama milling berbanding terbalik dengan nilai suseptibilitas magnetik. Jadi semakin lama waktu milling maka nilai suseptibilitas magnetik akan semakin menurun.Semakin lama milling yang digunakan maka ukuran bulir toner menjadi semakin kecil dan campuran
5
Tugas Akhir : FMIPA Institut Teknologi Bandung. Janataka, B & hariyati. 2012. Pengaruh Kecepatan Dan Waktu Milling Terhadap Pembentukan Fasa Intermetalik Γ-Tial Hasil Mechanical Alloying Menggunakan Modification Horizontal Ball Mill. Suabaya: Laporan Tugas Akhir Teknik Material dan Metalurgi ITS. Lestyowati, Titis. 2013. Pengaruh Rasio Fe3O4:Fe2O3, Rasio Fe:C dan Ukuran Bulir Mineral Magnetik pada Suseptibilitas Magnetik Toner. Malang: Universitas Negeri Malang. Operation Manual for MS2 Magnetic Susceptibility System. 2008. Whitney, Thorney Leys Business Park: Oxford. Prabakaran K, A Balamurugan and S Rajeswari. 2005. Development of Calcium Phosphate Based Apatite from Hen’s Eggshell. Indian Academy of science; 28(2): 115-119. Santoso, Nono Agus. 2013. Studi Komposisi, Morfologi Bulir dan Suseptibilitas Mineral Magnetik Abu Ringan (Fly Ash) Sisa Pembakaran Batu Bara Pada PLTU PT IPMOMI Paiton Dan Pasaran. Malang: Universitas Negeri Malang. Sawitri D. & Astari R. R. Pengaruh Variasi Komposisi Dan Proses Pendinginan Terhadap Karakteristik Magnet Barrium Ferrite. Surabaya: Institute Teknologi Sepuluh Nopember.
Karakterisasi Mineral Magnetik Pasir Besi Di Daerah Pasirian Kabupaten Lumajang Untuk Pembuatan Bahan Baku Toner. Malang: Universitas Negeri Malang. Zulaikah, Siti. 2007. Kemagnetan Batuan dan Aplikasinya. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Trisdamayanti, Ike Yunia. 2012.
6