PENGARUH LAMA DAN VOLUME AIR PEREBUSAN BERBEDA TERHADAP KADAR GARAM DAN KOMPOSISI PROKSIMAT TEPUNG IKAN YANG DIBUAT DARI IKAN RUCAH BERGARAM Oleh Gusti Putra Yunius , Bustari Hasan2), Rahman Karnila2) 1)
ABSTRAK Tepung ikan yang dibuat dari ikan rucah bergaram memiliki kadar garam yang tinggi sehingga perlu dikurangi agar tepung ikan sebagai bahan pakan tidak mempengaruhi konsumsi pakan dan pertumbuhan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perebusan (lama dan volume air perebusan) terhadap kadar garam, komposisi proksimat dan kadar NPN tepung ikan yang dibuat dari ikan rucah bergaram. Ikan rucah bergaram yang terdiri dari berbagai jenis ikan, diperoleh dari pemasok ikan rucah di Kabupaten Kampar. Ikan dibersihkan dan direbus dalam air mendidih dengan perbandingan ikan dan air 1:2, 1:3, 1:4, masing-masing selama 15, 30 dan 45 menit. Ikan rucah selanjutnya dikeringkan dalam oven dan dihaluskan menjadi tepung ikan. Pengaruh perebusan dievaluasi terhadap kadar garam, komposisi proksimat dan kadar Non Protein Nitrogen (NPN). Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar garam tepung ikan berkurang dengan semakin lama dan semakin tinggi volume air perebusan. Kadar protein, lemak dan air juga menurun dengan semakin lama dan semakin tinggi volume air perebusa; akan tetapi kadar abu dan NPN sedikit meningkat. Perebusan selama 30 menit dan perbandingan ikan dengan air 1:2 dianggap perebusan terbaik karena menurunkan kadar garam tetapi tidak banyak mengurangi kadar protein. Kadar garam, protein, lemak, NPN, air dan abu tepung ikan tersebut adalah 2,02%, 20,81%, 2,73%, 0,27%, 10,85%, dan 49,25%. Kata kunci: Lama perebusan, volume air perebusan, ikan rucah bergaram, tepung ikan, kadar garam, komposisi proksimat, kadar NPN 1 2
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau
THE EFFECT OF OLD AND THE VOLUME OF WATER BOILING IS DIFFERENT ON THE SALT CONCENTRATION AND CHEMICAL COMPOSITION OF FISH MEAL IS MADE FROM SALTED BY - CATCH By 1) Gusti Putra Yunius , Bustari Hasan2), Rahman Karnila2) ABSTRACT Fish meal prepared from salted by-catch contained a very high salt consentration, therefore it must be reduced to prevent its effect to feed consumption and growth of fed animals. This research was intended to evaluate the effect of boiling time and water volume on salt reduction of fish meal prepared from salted by-catch. Salted by-catch comprised of various fish species, was obtained from the trash fish supplier in Kampar. The fish was cleaned and boiled in boiling water with ratio of fish and bloiled water was 1: 2, 1: 3, 1: 4 respectively for 15, 30 and 45 minutes. The fish was dried and grinded to fish
2
meal. The effect of boiling was evaluated of salt concentration, proksimate composition, and NPN concentration. The results showed that the salt concentration of by-catch reduced as the longer boiling time and the higher boiling water volume. Protein composition, moisture and fat also reduced, but ash and NPN were slightly increased as the longer the boiling time and the higher boiling boiling water volume. Boiling time of 30 minutes and ratio of fish to boiling water volume of 1:2 might be the choice as they could reduce salt concentration and maintained protein concentration relatively. Salt, protein, fat, NPN, moisture, and ash concentration of the fish meal was 2,02%, 20,81%, 2,73%, 0,27%, 10,85%, and 49,25% respectively. Key word: Long boiling, boiling water volume, salt trash fish, fish meal, salinity, proximate composition, levels of NPN 1) 2)
Student of the Fisheries and Marine Science Faculty, University of Riau Lecturer of the Fisheries and Marine Science Faculty, University of Riau
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keanekaragaman hayatinya, terutama kekayaan yang terkandung di laut. Kekayaan alam tersebut sangat melimpah dan dapat memberikan manfaat bagi manusia. Salah satu pemanfaatan sumber daya hayati tersebut adalah penggunaan ikanikan hasil tangkap sampingan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai jual tinggi baik di pasaran regional maupun internasional (Saraswati et al., 2011). Ikan rucah merupakan ikan kecil atau ikan-ikan yang rusak fisik dan tidak memiliki nilai ekonomis yang tertangkap oleh suatu alat penangkapan yang tidak menjadi tujuan penangkapan (Hadiwiyoto, 1993). Ikan ini biasanya tidak di makan melainkan dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, termasuk pakan ikan. Ikan rucah biasanya terdiri dari ikan pari, cucut, tembang, kuniran, rebon, selar, krisi, dan sejenisnya. Pemanfaatan ikan rucah sebagai bahan pakan ternak biasanya ikan rucah tidak melewati
JOM: OKTOBER 2015
proses pensortiran lagi (SI_LMUK Bank Indonesia, 2004). Ikan rucah hasil tangkapan di laut (by-catch) memiliki potensi yang besar sebagai bahan pengganti karena nilai proteinnya relatif tinggi, (14,4-20,8%) berat segar (Meinke, 1974) dan pasokannya juga melimpah, diperkirakan lebih dari 3,33 juta ton setiap tahun atau 4-19% dari total tangkapan trawler dan sejenisnya di Indonesia (Snell, 1978). Melihat potensi ini, ikan rucah dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan. Namun pengolahan ikan rucah menjadi tepung ikan mengalami kesulitan karena produksinya tersebar dalam jumlah kecil pada nelayan-nelayan di daerah-daerah yang sulit dijangkau. Ikan ini mudah membusuk sehingga untuk mengumpulkan dan mengangkutnya ke sentra pengolahan diperlukan cara pengawetan yang praktis, ekonomis dan dapat dipraktekkan oleh nelayan. Pengawetan ikan rucah telah dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya dengan penambahan asam formiat (silase asam) dan dengan fermentasi asam laktat menggunakan inokulum dan
3
molases sebagai sumber karbohidrat, silase fermentasi (Hasan et al., 1998). Namun secara praktis, pengolahan ikan rucah menjadi silase sulit diterapkan di tingkat pedesaan karena ketersedian asam dan kesulitan inokulum di lapangan. Kandungan air silase yang tinggi juga menjadi kendala dalam transportasi silase tersebut. Cara pengawetan ikan rucah dengan penggaraman perlu dipertimbangkan karena garam mudah didapat, murah, teknologi pengawetannya praktis dan produk yang dihasilkan mudah ditransportasikan. Pengawetan dengan garam lebih baik dari asam karena aktifitas enzim proteolitik yang memecah protein menjadi nonprotein nitrogen yang kurang baik untuk pertumbuhan ikan, dapat ditekan. Namun, kadar garam yang tinggi menyebabkan ikan rucah bergaram kurang diterima oleh ikan dan bila diinklusi dalam diet barangkali dapat memberikan pengaruh negatif terhadap penerimaan diet dan pertumbuhan ikan Dengan demikian pengurangan kadar garam (desalting) perlu dilakukan. Perebusan merupakan suatu cara pengurangan kadar garam dalam produk pakan dan perebusan dapat membunuh bakteri patogen pada ikan rucah serta memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh lama perebusan dan volume air perebusan berbeda terhadap kadar garam dan komposisi proximat tepung ikan rucah yang dibuat dari ikan rucah bergaram, sehingga kandungan garam dan mutu kimia yang terkandung di dalam ikan rucah bergaram yang telah direbus
JOM: OKTOBER 2015
dengan perlakuan yang berbeda tersebut dapat diketahui nilai terbaik dari tepung ikan yang dihasilkan dan dapat dimaanfatkan secara optimal dalam pembuatan tepung ikan. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengevaluasi pengaruh volume air dan lama waktu perebusan terhadap kandungan garam dan komposisi proximat tepung ikan rucah bergaram. Sedangkan Manfaat Penelitian adalah : 1. Memberikan informasi tentang cara terbaik mengurangi kadar garam pada ikan rucah bergaram, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan secara luas termasuk untuk ikan-ikan yang sensitif terhadap kadar garam pakan 2. Meningkatkan penyediaan bahan pakan sebagai sumber protein untuk budidaya ikan 3. Memberikan nilai tambah terhadap ikan rucah bergaram dalam pengolahan perikanan 4. Memberikan informasi tentang komposisi mutu kimia ikan rucah bergaram. BAHAN DAN METODE Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan rucah bergaram basah yang diperoleh dari pemasok ikan rucah bergaram untuk produksi tepung ikan di Kabupaten Kampar. Bahan lainnya yang digunakan adalah bahan-bahan kimia untuk analisa kadar garam (aquades, AgNO3 0,1N, K2Cr2O4 5%), analisis kadar protein (H2SO4 98%, NaOH, asam borat, indikator metilenblue, HCl 0,1N), analisis kadar lemak (hexana), dan analisis kadar NPN (NaOH 40%, asam borat, metilenred, metilenblue, H2SO4 pekat, HCl, dan
4
CUSO4). Alat-alat yang digunakan adalah alat untuk perebusan dan penepungan ikan (grinder, blender, saringan, oven, kompor gas, timbangan, nampan, pisau, dandang, dan lain-lain). Alat untuk analisis kadar garam (timbangan analitik, tanur pengabuan, gelas ukur, dan lainnya), analisa kadar air (timbangan analitik, cawan porselen, desikator, oven), analisa kadar abu (timbangan analitik, cawan porselen, desikator, dan tanur pengabuan), analisa kadar protein (timbangan analitik, labu kjeldahl, labu ukur, dan gelas ukur), analisa kadar lemak (kertas saring, timbangan analitik, soxhlet, oven, desikator) dan analisa kadar NPN (labu dekstruksi, destilator, kertas saring, gelas ukur, dan lainnya). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang rirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial, yang terdiri dari dua faktor yaitu ratio volume air perebusan dengan berat ikan (A) {1:2 (A1), 1:3 (A2), 1:4 (A3)} dan lama waktu perebusan (B) {15 menit (B1), 30 menit (B2), 45 menit (B3)} dengan 3 kali ulangan. Jumlah unit percobaan pada penelitian ini adalah 27 unit. Model matematis yang digunakan menurut Gasperz (1991), adalah: Yijk = µ + αi +βj + (α/β)ij + €ijk Dimana : Yij = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (Kadar ke-I dari faktor A dan kadar ke-j dari faktor B µ = Nilai tengah populasi (rerata sesungguhnya) αi = Pengaruh ke-i dari Faktor A
JOM: OKTOBER 2015
βj = Pengaruh ke-j dari Faktor B (α/β)ij = Pengaruh interaksi ke-i Faktor A dan ke-j Faktor B €ij = Pengaruh kekeliruan dari satuan percobaan ke-k memperoleh kombinasi perlakuan ij. Parameter yang digunakan adalah kadar garam, komposisi proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein) dan kadar NPN. PROSEDUR PENELITIAN Ikan rucah bergaram yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa jenis ikan, yaitu ikan gulamah (Pseudocienna amovensis), sembilang (Paraplotosus albilabris), layur (Trychiurus savala), kepiting (Scylla serrata) dan udang (Peneaus semisulcatus) dengan proporsi berturut-turut 30%, 7%, 8%, 50%, dan 5% sebanyak 18 kg dibersihkan dan dibagi menjadi 9 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari ikan dari setiap jenis dengan proporsi seperti diatas. Ke Sembilan kelompok ikan tersebut diambil secara acak dan direbus masing-masing selama 15, 30, dan 45 menit dengan ratio volume air dan berat ikan 1:2, 1:3, dan 1:4. Ikan yang telah direbus selanjutnya dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 50 oC. Ikan kering kemudian digrinder dan diblender menjadi tepung ikan. Ikan rucah sebelum direbus dan tepung ikan yang dihasilkan dianalisis terhadap kadar garam, komposisi proksimat dan NPN. Data yang diperoleh diolah secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis variansi (anava). Berdasarkan hasil analisis
5
variansi, Jika Fhitung > Ftabel pada tingkat kepercayaan 95%, berarti hipotesis ditolak, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut. Apabila Fhitung < Ftabel maka hipotesis diterima. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kadar garam, protein, NPN, lemak, air dan abu ikan rucah dan tepung yang dibuat dari ikan rucah bergaram tanpa perebusan berturutturut adalah 11,75%, 27,24%, 0,12%, 4,85, 11,10% dan 37,07%, sedangkan nilai rata-rata kadar garam, proksimat dan kadar NPN tepung ikan yang dibuat dari ikan rucah yang telah direbus dapat dilihat pada tabel 1.
menunjukan bahwa pengurangan kadar garam dipengaruhi oleh volume air, lama perebusan dan interkasi keduanya (P>0,05). Kadar garam cendurung menurun dengan semakin tinggi volume air perebusan dan semakin lama waktu perebusan, namun tidak ada perbedaan antara A1B1 dan A1B2, antara A2B3 dan A3B1 serta antara A3B2 dan A3B3. Pengurangan kadar garam disebabkan oleh larutnya garam selama perebusan dan kelarutan semakin tinggi dengan semakin besar volume air dan semakin lama waktu perebusan. Menurut Winarno (2008), bahan pangan yang dimasak dengan menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya
Tabel 1. Rata-rata analisis kadar garam, komposisi proksimat dan NPN tepung ikan rucah bergaram setelah perebusan Parameter Garam Waktu (A) 15 menit (A1) 2,47±0,32c 30 menit (A2) 1,83±0,19b 45 menit (A3) 0,75±0,17a Volume Air (B) 1:2 (B1) 1,89±0,89c 1:3 (B2) 1,69±0,95b 1:4 (B3) 1,46±0,76a Interaksi (AB) A1B1 2.72±0.17a A1B2 2.58±0.02a A1B3 2.11±0.06b A2B1 2.02±0.00c A2B2 1.82±0.03d A2B3 1.66±0.03e A3B1 0.93±0.16e A3B2 0.68±0.03f A3B3 0.63±0.02f
Air
Abu
Protein
10,83±0,47a 10,69±0,63a 10,41±0,92a
47,50±1,04a 20,00±0,18b 3,08±0,23c 50,88±1,59b 19,00±2,5b 2,69±0,10b 60,31±5,44c 13,39±6,04a 1,98±3,00a
0,20±0,02a 0,39±0,03a 0,58±0,04b
10,86±0,27a 10,63±1,00a 10,44±0,64a
50,45±5,21a 20,39±1,71c 2,72±0,64c 53,03±6,94b 17,98±3,08b 2,52±0,87b 55,21±9,99c 14,02±7,60b 2,45±3,48a
0,34±0,02a 0,47±0,02a 0,71±0,03b
10,95±0.14a 10,88±0.01a 10,65±0.02a 10,85±0.23a 10,76±0.40a 10,45±0.59a 10,77±1.00a 10,25±0.26a 10,22±0.03a
46,47±1.08a 47,75±0.40b 48,27±0.09c 49,25±0.44d 51,41±0.79e 51,98±0.09f 55,63±3.10g 59,92±2.03h 65,39±2.54i
0.13±0.00a 0.22±0.02b 0.25±0.01b 0.27±0.01c 0.43±0.01d 0.45±0.01d 0.47±0.01d 0.63±0.01e 0.66±0.02e
23,73±0.31g 22,26±0.01f 21,03±1.39e 20,81±0.04e 18,26±0.02d 17,92±0.01c 16,63±2.49c 13,41±0.53b 10,11±0.01a
Lemak
3,20±0.59i 3,08±0.40h 2,97±0.32g 2,73±0.06f 2.58±0.02e 2,57±0.41d 2,21±2.39c 1,89±2.55b 1,83±4.12a
NPN
Keterangan: Rata-rata dalam kolom yang sama ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda (P<0,05). tarik-menarik antar molekul-molekul Kadar garam tepung ikan air dan akan memberikan cukup rucah yang dibuat dari ikan yang energi pada molekul-molekul air, direbus berkurang dari 11,75% sehingga dapat mengatasi daya tariksampai 0,63%, kadar garam menarik antar molekul dalam bahan terendah. Analisis statistik
JOM: OKTOBER 2015
6
pangan tersebut. Oleh karena itu, daya kelarutan dalam bahan pangan yang melibatkan ikatan hydrogen, akan meningkat dengan meningkatknya suhu. Dalam penelitian ini semakin besar pengurangan kadar garam semakin baik karena kadar garam tinggi mengurangi mutu tepung ikan. Namun karena perlakuan pengurangan kadar garam juga mengurangi kadar protein yang merupakan komponen penting dalam tepung ikan, maka pengurangan kadar garam tanpa pengurangan kadar protein yang berlebihan perlu dipertimbangkan. Perebusan selama 30 menit dan perbandingan ikan dan volume air 1:2 (A2B1) barangkali merupakan perlakuan terbaik karena pengurangan kadar garam yang relatif baik namun tidak mengurangi kadar protein yang tinggi. Kadar garam dan protein tepung ikan pada perlakuan tersebut adalah 2,02% dan 20,81%. Hasan et al., (2015) meneliti pengurangan garam beberapa tepung ikan komersial dan mendapatkan bahan kandungan garam tepung ikan tersebut bervariasi dari 1-3%. Selanjutnya menurut SNI, kandungan garam tepung ikan tidak boleh lebih dari 3% (SNI, 1992). Kadar protein tepung ikan yang dibuat dari ikan rucah bergaram tanpa perebusan adalah 27,24% dan kadar protein tepung ikan rucah berkurang sampai 10,11%, kadar protein terendah setelah ikan rucah direbus. Analisis statistik menunjukan bahwa pengurangan kadar protein selama perebusan dipengaruhi oleh volume air, lama waktu perebusan dan interaksi keduanya (P>0,05). Kadar protein menurun dengan semakin tinggi volume air perebusan dan semakin
JOM: OKTOBER 2015
lama waktu perebusan. Kadar protein juga tidak berbeda antara A1B3 dan A2B1 serta antara A2B3 dan A3B1. Berdasarkan hasil analisis variansi, volume air perebusan, lama waktu perebusan serta interaksi keduanya memberi pengaruh sangat nyata terhadap kadar NPN tepung ikan. Kadar NPN tepung ikan rucah bergaram tanpa perebusan adalah 0,12%. Perebusan dengan volume air 1:4 dan lama waktu perebusan selama 45 menit menghasilkan kadar NPN tertinggi yaitu, 0,66%. Meningkatnya kadar NPN pada tepung ikan disebabkan oleh proses perebusan yang mengurai kandungan protein menjadi NPN. Menurut Silalahi (1994), selama proses pengolahan kadar protein dalam bahan makanan terurai menjadi NPN berupa senyawa peptide, asam amino, bahkan amonia. Oleh karena itu, kandungan NPN dalam bahan makanan yang sudah diolah lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan NPN dalam bahan makanan sebelum diolah, dan sebaliknya kandungan protein lebih tinggi dalam bahan makanan yang belum diolah dibandingkan dengan bahan makanan yang sudah diolah. Kadar NPN tepung ikan yang dibuat dari ikan rucah bergaram tanpa perebusan adalah 0,12% dan setelah direbus dan dijadikan tepung ikan mengalami peningkatan sampai 0,66%, kadar NPN tertinggi. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa kadar NPN tepung ikan rucah bergaram dipengaruhi oleh lama perebusan, volume air perebusan dan interaksi keduanya (P>0,05), akan tetapi tidak terdapat perbedaan antara A1B1 dan A1B2, antara A2B2, A2B3 dan A3B1, serta antara A3B2 dan A3B3.
7
Kadar lemak tepung ikan rucah bergaram setelah direbus berkurang dari 4,85% sampai 1,83%, kadar lemak terendah. Analisis statistik menunjukan bahwa kadar lemak juga dipengaruhi oleh volume air perebusan dan lama perebusan serta interaksi keduanya. Kadar lemak meningkat dengan semakin tinggi volume air perebusan dan semakin lama waktu perebusan. Kadar lemak berkurang disebabkan oleh suhu tinggi dari perebusan yang menyebabkan kandungan lemak pada ikan rucah terlarut atau mencair. Proses perebusan menyebabkan air yang tertinggal dalam bahan menjadi lebih sedikit dari sebelum direbus. Transfer panas dan pergerakan aliran air menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan. Hal ini menurunkan kandungan air sehingga terjadi perubahan yang berhubungan dengan proses dehidrasi seperti penurunan konsentrasi protein dan lemak (Muchtadi dan Sugiono, 1992) Kadar abu tepung ikan rucah yang telah direbus dipengaruhi oleh volume air perebusan, lama perebusan serta interkasi keduanya (P>0,05). Kadar abu tepung ikan yang dibuat dari ikan rucah bergaram tanpa perebusan adalah 37,07% meningkat sampai yang kadar abu tertinggi yaitu, 65,39%. Semakin tinggi volume air perebusan serta semakin lama waktu perebusan membuat kadar abu tepung ikan rucah semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena faktor bahan baku yang kurang baik. Kondisi bahan baku yang digunakan ini dalam keadaan yang sudah rusak, seperti komponen daging yang sudah tidak kompak lagi, sehingga ketika
JOM: OKTOBER 2015
direbus mengakibatkan struktur daging nya menjadi larut dan terurai dari tubuh ikan rucah bergaram yang mengakibatkan hasil perebusan dari ikan rucah bergaram ini hanya tinggal tulang saja. Selain itu, yang menyebabkan kadar abu tinggi adalah komposisi dari ikan rucah bergaram ini didominasi oleh kepiting atau cangkang kepiting serta kulit udang yang mengandung mineral tinggi. Sehingga cukup memungkinkan kadar abu pada tepung menjadi naik dengan intensif setelah mengalami perebusan. Kadar air tepung ikan rucah yang dibuat dari ikan dengan perebusan tidak dipengaruhi oleh lama perebusan, volume air perebusan maupun interaksi kedua nya (P<0,05). Kadar air tepung ikan rucah berkisar dari 11,75% hingga 10,22%, kadar air terendah. Hal ini disebabkan karena ikan yang direbus dengan suhu mendidih akan menjadi terurai struktur dagingnya. Volume air yang semakin bertambah akan mempengaruhi kelarutan kadar air dalam ikan rucah bergaram. Selain itu, lamanya perebusan yang dilakukan akan semakin membuat struktur daging ikan menjadi terurai. Dengan demikian daya kelarutan air didalam tubuh ikan rucah bergaram akan semakin meningkat. Air yang mendidih dengan cepat akan mengurai kehalusan makanan (Widyati, 2001). Bahan pangan yang dimasak dengan menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarikmenarik antar molekul dalam bahan
8
pangan tersebut, karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno, 2008). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penilitan dapat disimpulkan bahwa lama dan volume air perebusan berpengaruh sangat nyata terhadap pengurangan kadar garam ikan rucah bergaram sebagai bahan tepung ikan. Ikan rucah bergaram yang direbus selama 30 menit dengan volume air 1:2 (A2B1) dianggap sebagai perlakuan yang terbaik dalam upaya mengurangi kandungan garam dan mengurangi kerusakan protein. Nilai kadar air, abu, lemak, protein, garam dan NPN tepung ikan rucah bergaram yang direbus selama 30 menit dengan volume air 1:2 berturutturut adalah 10,85%, 49,25%, 2,73%, 20,81%, 2,02%, dan 0,27%.
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Jilid I. Liberty. Yogyakarta. Hasan, B., C.R. Saad, AA. Alimon, M.S. Kamarudin dan Z. Hassan. 1998. Preparation of fish silage using Lactobacillus pentosus. Berkala Terubuk, 71: 65-70 Muchtadi T.R dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor. PAU IPB. Meinke. 1974. Coupled Dynamic In The Indian Ocean During. Nature,401, 356-360 Saraswati et al., 2011. Produksi Pepton Dari Ikan Petek (Leiognathus Equulus) Sebagai Media Pertumbuhan Mikroba. Skripsi. IPB-Bogor. Silalahi, J. 1994. Kadar Protein Yang Terdapat Dalam Beberapa Bahan Makanan. Medan : Silalahi: Hal 1-20
Saran Untuk mengurangi kandungan garam tepung ikan yang dibuat dari ikan rucah bergaram disarankan agar merebus ikan rucah tersebut terlebih dahulu selama 30 menit dengan ratio ikan dan volume air 1:2. DAFTAR PUSTAKA Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan Untuk Ilmu-Ilmu Teknik dan Kedokteran. Penerbit: Armico. Bandung.
JOM: OKTOBER 2015
Standar Nasional Indonesia. 1996. Standar Nasional Indonesia Tepung Ikan. SNI 01-27151996 / Rev.92. Sistim Informasi Pembiayaan /Lending Modal Usaha Kecil (SI-LMUK) Bank Indonesia. 2004. http//Bank Indonesia. Org.id/Aspek Teknis-Ikan Kerapung Karamba. Htm. Snell, J.G. 1978. Possible Impacts of Indian Ocean Dipole Events on Global Climate. Clim. Res., 25, 151-169
9
Widyati, R. 2001. Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Indonesia. Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brioo Press, Bogor
JOM: OKTOBER 2015