PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI PADA PT TIMAH (Persero) Tbk.
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
NAMA
: MEGA PUSPITASARI
NIM
: 302 1011 003
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG 2014
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI Nama
: Mega Puspitasari
NIM
: 3021011003
Jurusan
: Manajamen
Judul Skripsi
: Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai
Perusahaan
dengan Pengungkapan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi Pada PT Timah (Persero) Tbk. Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Dony Yanuar, SE., MM. NP. 107408040
Khairiyansyah, SE., MM. NIP. 197903152012121005
Balunijuk,
Agustus 2014
Ketua Jurusan Manajemen
Khairiyansyah, SE., MM. NIP. 197903152012121005
PENGESAHAN SKRIPSI SKRIPSI BERJUDUL: PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI PADA PT TIMAH (Persero) Tbk. Yang dipersiapkan dan disusun Oleh: MEGA PUSPITASARI Nomor Induk Mahasiswa: 3021011003 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal 29 Agustus 2014, dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima. Tim Penguji: Ketua
Dony Yanuar, SE., MM. NP. 107408040
Anggota
Anggota
Nizwan Zukhri, SE., MM. NP. 506806002
Hidayati, SE., MM. NP. 506306010
Balunijuk, 29 Agustus 2014 Universitas Bangka Belitung Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen
Dekan,
Dr. Reniati, SE., M.Si. NP. 507206007
Ketua Jurusan Manajemen
Khairiyansyah, SE., MM. NIP. 197903152012121005
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh
Kinerja
Keuangan
terhadap
Nilai
Perusahaan
dengan
Pengungkapan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi Pada PT Timah (Persero) Tbk” ini, tidak terdapat karya sebelumnya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi dan apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman atau sanksi apapun sesuai dengan peraturat yang berlaku. Balunijuk, 29 Agustus 2014 Penulis,
Mega Puspitasari NIM: 3021011003
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO
“Sungguh, bersama kesukaran itu pasti ada kemudahan. Oleh karena itu, jika kamu telah selesai dari suatu tugas, kerjakan tugas lain dengan sungguhsungguh dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu memohon dan mengharap (QS. Al-Insyirah: 6-8)”
“Life is an adventure”
“Pursuing science equal to pursue hereafter”
“Your life to your worship”
PERSEMBAHAN Coretan karya yang penuh makna ini penulis persembahkan untuk: 1. Keluarga tercinta yang selalu melimpahkan cinta dan semangatnya yang tiada henti sepanjang waktu hingga saat ini, esok dan seterusnya terutama untuk Ibu tersayang Atin dan Ayah tersayang Pardiyono, AM. 2. Keempat kakakku tersayang Andi Purwanto, Fajri Dwi Priyono, Tedy Tri Cahyono dan Yunita Fuji Utami yang selalu memberikan masukan dan motivasi kepada penulis agar cepat menyelesaikan skripsi ini. 3. Seseorang dan keluarga baru ku yang telah memberikan do‟a, dukungan, nasehat dan waktunya kepada penulis yang tidak bisa penulis sebutkan. 4. Sahabat-sahabatku tercinta Restiari Dinanti, Trisnasih Noviastri, Event Janovan, Wendy Fhondhase, Fitria Ningsih dan Erva yang selalu memberikan semua dukungan dan do‟a dalam peyelesaian skripsi ini. 5. Almamaterku tercinta, Universitas Bangka Belitung.
ABSTRAK Mega Puspitasari. 3021011003. 2014. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi Pada PT Timah (Persero) Tbk. Kepemilikan institusional mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen suatu perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi keuangan tersebut untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan pengungkapan good corporate governance sebagai variabel pemoderasi. Dengan periode tiga tahun pengamatan, data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi kepustakaan dan dokumentasi. Data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan PT Timah (Persero) Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 hingga tahun 2013 dan kemudian diolah dengan alat analisis regresi menggunakan program SPSS versi 22.0. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa model kinerja keuangan yang diproksikan dengan rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas dan rasio penilaian berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan good corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan institusional bukan merupakan variabel pemoderasi hubungan antara kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan. Persamaan regresi yang dirumuskan melalui hasil pengujian adalah Nilai Perusahaan = -1,657 + 1,021X₁ + 0,150X₂ + 0,03 X₁X₂. Kata Kunci: Nilai perusahaan, Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance.
ABSTRACT Mega Puspitasari. 3021011003. The Effect of Company’s Financial Performance on Company Value with Good Corporate Governance as the moderating variable in PT Timah (Persero) Tbk. Institutional ownership represents a source of power that can be used to support (or undermine) the management performance of a company. The greater the ownership of the financial institution, the greater voting power and support in the supervision of the management, and as a result it will give greater impetus to optimize the company value so that the company's performance will increase. This research aims to test the effect of a company’s financial performance on company with good corporate governance as the moderating variable. With a three-year period of observation, the data was collected with the method of library research and documentation. The secondary data was in the form of PT Timah (Persero) Tbk’s financial statements, which are listed on the Indonesia stock exchange from 2011 to 2013 and then processed using regression analysis of SPSS program version 22.0. The result of the research indicated that the model financial performance as measured by the liquidity ratio, leverage ratio, activity ratio, profitability ratio, and assessment ratio significantly affect company value. Good corporate governance as measured by institutional ownership is not a moderating variable for the relationship between financial performance and company value. The test result produces the regression equation: company value = -1,657 + 1,021X₁ + 0,150X₂ + 0,03 X₁X₂. Keywords: Company Governance.
Value,
Financial
Performance,
Good
Corporate
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan cinta-Nya yang tiada pernah putus sehingga penulisan Skripsi dengan judul “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi” dapat terselesaikan sesuai harapan penulis. Harapan penulis semoga Skripsi ini bermanfaat dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu manajemen. Skripsi ini juga diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan pemahaman serta dapat dijadikan sebagai referensi ilmliah bagi pembaca. Dalam penulisan Skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta kerjasama berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Bustami Rachman, Msc., selaku Rektor Universitas Bangka Belitung. 2. Ibu Dr. Reniati, SE., MSi., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung. 3. Bapak Khairiyansyah, SE., MM., selaku Ketua Jurusan Manajemen sekaligus Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak Dony Yanuar, SE., MM., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah berkenan menyediakan waktu serta memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.
5. Dosen dan staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung, khususnya Jurusan Manajemen yang telah membimbing perkuliahan hingga akhir semester. 6. Teman-teman angkatan 2010 Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung. 7. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Penulis berharap Skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran serta masukan yang membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Balunijuk, 29 Agustus 2014
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
MOTTO DAN PEREMBAHAN
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Rumusan Masalah
6
1.3
Batasan Masalah
6
1.4
Tujuan Penelitian
6
1.5
Manfaat Penelitian
7
1.6
Sistematika Penulisan
8
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Nilai Perusahaan
10
Tobin‟s Q
11
2.1.1 2.2
10
Laporan Keuangan
13
2.2.1
Definisi Laporan Keuangan
13
2.2.2
Kegunaan Laporan Keuangan
14
2.2.3
Keterbatasan Laporan Keuangan
15
2.3
Kinerja Keuangan
16
2.4
Analisis Rasio Keuangan
17
2.4.1
Keunggulan Analisis Rasio Keuangan
20
2.4.2
Kelemahan Analisis Rasio Keuangan
21
2.4.3
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
22
2.4.4
Rasio Leverage (Leverage Ratio)
25
2.4.5
Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
29
2.4.6
Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)
33
2.4.7
Rasio Penilaian (Valuation Ratio)
35
2.5
Good Corporate Governance (GCG)
38
2.5.1
Definisi Good Corporate Governance (GCG)
38
2.5.2
Prinsip-prinsip Dalam Good Corporate Governance (GCG)
40
2.5.3
Kepemilikan Institusional
41
2.5.4
Teori Agensi (Agency Theory)
43
2.6
Penelitian Terdahulu
44
2.7
Kerangka Pemikiran
46
2.8
Hipotesis
47
BAB III METODE PENELITIAN
48
3.1
Pendekatan Penelitian
48
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
48
3.3
Teknik Pengumpulan Data
49
3.3.1
Jenis Data
49
3.3.2
Teknik Pengumpulan Data
49
3.4
Metode Analisis Data 3.4.1
49
Analisis Kinerja Keuangan, GCG dan Nilai Perusahaan
50
3.4.2
Analisis Statistic Descriptive
53
3.4.3
Pengujian Asumsi Klasik
54
3.4.3.1 Uji Normalitas
54
3.4.3.2 Uji Multikolonearitas
55
3.4.3.3 Uji Heterokedastisitas
56
3.4.3.4 Uji Autokolerasi
57
3.4.4
Variabel Moderasi
57
3.4.5
Uji Efek Moderasi
59
3.4.1.1 Moderated Regression Analysis (MRA)
60
Koefisien Determinasi
61
3.4.6
3.4.7
Uji Hipotesis
61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
4.2
Gambaran Umum PT Timah (Persero) Tbk.
63
4.1.1
Sejarah Singkat PT Timah (Persero) Tbk.
64
4.1.2
Visi, Misi dan Nilai PT Timah (Persero) Tbk.
65
Analisis Data
66
4.2.1
Kinerja Keuangan
66
4.2.2
Good Corporate Governance
74
4.2.3
Nilai Perusahaan
79
4.2.4
Analisis Descriptive Statistic
81
4.2.5
Uji Asumsi Klasik
83
4.2.5.1 Uji Normalitas
83
4.2.5.2 Uji Multikolonearitas
86
4.2.5.3 Uji Heteroskedastisitas
87
4.2.5.4 Uji Autokorelasi
88
Hasil Uji Efek Utama
89
4.2.6.1 Moderated Regression Analysis (MRA)
93
4.2.6.2 Koefisien Determinasi
95
4.2.6.3 Pengujian Hipotesis
95
4.2.6.3.1
Uji F
95
4.2.6.3.2
Uji t
96
4.2.6
4.3
63
Pembahasan
BAB V PENUTUP
97 101
5.1
Kesimpulan
101
5.2
Keterbatasan Penelitian
102
5.3
Saran
103
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel I.1
Komposisi Kepemilikan Saham Institusional PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013
Tabel I.2
3
Perkembangan Laba Bersih PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013
5
Tabel II.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
44
Tabel III.1
Definisi Operasional Variabel
51
Tabel IV.1
Komposisi Kepemilikan Saham Institusional PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011
Tabel IV.2
Komposisi Kepemilikan Saham Institusional PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2012
Tabel IV.3
75
76
Komposisi Kepemilikan Saham Institusional PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2013
77
Tabel IV.4
Hasil Analisis Descriptive Statistic
81
Tabel IV.5
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
85
Tabel IV.6
Hasil Uji Multikolonearitas
86
Tabel IV.7
Hasil Uji Autokorelasi (Durbin-Watson)
88
Tabel IV.8
Hasil Uji Autokorelasi (Runs Test)
89
Tabel IV.9
Hasil Uji Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan
Tabel IV.10
90
Hasil Coefficients Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan
90
Tabel IV.11
Hasil Uji Pengaruh GCG Terhadap Nilai Perusahaan
91
Tabel IV.12
Hasil Coefficients Pengaruh GCG Terhadap Nilai Perusahaan
Tabel IV.13
Hasil Uji Pengaruh Variabel Interaksi Terhadap Nilai Perusahaan
Tabel IV.14
Tabel IV.15
91
92
Hasil Coefficients Pengaruh Variabel Interaksi Terhadap Nilai Perusahaan
92
Hasil Uji Moderated Regression Analysis
93
Tabel IV.16
Hasil Uji Koefisien Determinasi
94
Tabel IV.17
Hasil Uji Statistik F
96
Tabel IV.18
Hasil Uji Parsial (Uji t)
96
DAFTAR GAMBAR Gambar II.1
Kerangka Pemikiran
46
Gambar IV.1
Nilai Rasio Likuiditas
67
Gambar IV.2
Nilai Rasio Leverage
69
Gambar IV.3
Nilai Rasio Aktivitas
71
Gambar IV.4
Nilai Rasio Profitabilitas
72
Gambar IV.5
Nilai Rasio Penilaian
74
Gambar IV.6
Komposisi Kepemilikan Saham Institusional PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011
Gambar IV.7
Komposisi Kepemilikan Saham Institusional PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2012
Gambar IV.8
77
Komposisi Kepemilikan Saham Institusional PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2013
Gambar IV.9
75
78
Nilai Perusahaan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013
80
Gambar IV.10
Histogram Uji Normalitas
83
Gambar IV.11
Normal Probability Plot Uji Normalitas
84
Gambar IV.12
Hasil Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot)
88
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Hasil Perhitungan Rasio Kinerja Keuangan dan Tobin‟s Q
Lampiran 2
Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah (Persero) Tbk
Lampiran 3
Laporan Keuangan Konsolidasi PT Timah (Persero) Tbk.
Lampiran 4
Hasil Uji Asumsi Klasik dan Uji Regresi
Lampiran 5
Struktur Organisasi PT Timah (Persero) Tbk.
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Good Corporate Governance merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Selain itu, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini
muncul
karena
kegagalan
penerapan
Good
Corporate
Governance. Pada tahun 1999 Asian Development Bank (ADB) mengadakan survai tentang kelemahan penerapan corporate governance and finance di negara-negara Asia yang ekonominya paling parah terkena imbas krisis moneter tahun 1997. Negara-negara tersebut adalah Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Philippines dan Thailand (E John Aldridge dan Siswanto Sutojo, 2008: 17). Masalah corporate governace muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Pemisahan ini didasarkan pada agency theory yang dalam hal ini manajemen cenderung akan meningkatkan keuntungan pribadinya daripada tujuan perusahaan. Kemungkinan adanya konflik kepentingan antara pemegang saham dan
manajemen sebuah perusahaan merupakan masalah agensi (Ross, et all: 2009). Good Corporate Governance tidak hanya dituntut pada perusahaan, tetapi juga BUMN Indonesia dituntut untuk melakukan penerapannya karena akan bermanfaat baik bagi negara dalam hal menurunkan tingkat country risk maupun bagi setiap BUMN dalam hal meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Muh. Arif Effendi (2009: 64), keberhasilan penerapan Good Corporate Governance di BUMN sangat ditentukan oleh komitmen dari organ utama perusahaan, yaitu manajemen puncak (top management) serta dewan komisaris. Berkaitan dengan Good Corporate Governance di lingkungan BUMN, penerapannya merujuk kepada Keputusan Menteri BUMN No. PER-01/MBU/2011. Tantangan terbesar dan unik bagi BUMN dalam penerapan Good Corporate Governance mungkin bukan lagi kekurangan legal reference melainkan tantangan untuk mengubah kultur perusahaan yang umumnya sudah berkarat melalui penggunaan kepemimpinan yang lugas, kompeten dan memiliki integritas tinggi. Dalam artikelnya Managing Corporate Governance in Asia, Washington Sycip, pendiri SGC & Co (Perusahaan akuntan public), Philippines mengutarakan salah satu faktor intern perusahaan yang mempengaruhi penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance adalah struktur kepemilikan dan sumber dana operasi perusahaan.
Berikut disajikan data mengenai komposisi kepemilikan saham PT Timah (Persero) Tbk. tahun 2011-2013 sebagai berikut: Tabel I.1 Komposisi Kepemilikan Saham Institusional PT Timah (Persero) Tbk. Tahun 2011-2013 Pemegang Saham Pemerintah Republik Indonesia
Persentase Kepemilikan 65%
Perseroan Terbatas
26,98%
Badan Usaha Asing
4,72%
Perorangan Indonesia
3,18%
Perorangan Asing
0,12%
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk. Tahun 2011-2013, diolah 2014
Berdasarkan tabel komposisi kepemilikan saham institusional PT Timah (Persero) Tbk., dapat dilihat bahwa komposisi kepemilikan saham mayoritas dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia sebesar 65% yang memiliki hak suara istimewa. Persentase terbesar kedua yaitu Perseroan Terbatas dengan persentase 26,98%, selanjutnya terbesar ketiga dengan persentase 4,72% yaitu Badan Usaha Asing. Persentase terbesar keempat yaitu Perorangan Indonesia dengan persentase 3,18% dan komposisi kepemilikan saham terkecil yaitu Perorangan Asing sebesar 0,12%. Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Semakin besar kepemilikan institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi keuangan tersebut untuk mengawasi
manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Untuk mengetahui kinerja perusahaan, investor harus selalu senantiasa berusaha untuk dapat menganalisa kemampuan keuangan perusahaan, untuk itu investor dapat memanfaatkan informasi yang tertera dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sumber dari segala aktivitas keuangan yang dilakukan perusahaan selama periode tertentu, laporan keuangan sering dijadikan sebagai alat dalam melakukann analisis keuangan. Informasi yang dituangkan didalam laporan keuangan diharapkan mampu menganalisa keadaan internal maupun eksternal perusahaan. Analisis laporan keuangan dapat digunakan untuk membantu mengantisipasi kondisi masa depan dan yang lebih penting sebagai titik awal terhadap perencanaan tindakan yang akan memperngaruhi peristiwa di masa depan. Informasi yang ditunjukan oleh laporan keuangan dapat menunjukan perusahaan maju atau mengalami kesulitan keuangan. Dalam hubungannya dengan uraian diatas, dapat disimpulkan laporan keuangan akan menggambarkan semua kinerja perusahaan selama periode tertentu. Dari data laporan keuangan maka dapat dievaluasi kinerja keuangan berdasarkan metode yang diinginkan. Pada masalah yang akan diteliti disajikan data perkembangan laba operasional yang diambil dari
laporan keuangan PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2011 s.d tahun 2013 dapat dilihat pada tabel I.2 yaitu sebagai berikut: Tabel I.2 Perkembangan laba bersih PT Timah (Persero) Tbk. tahun 2011 – 2013 Tahun
Laba Bersih Perusahaan Setelah Pajak (Dalam Jutaan Rupiah)
Perkembangan/tahun
2011
896.806
0%
2012
431.588
-51,87%
2013
515.102
19,35%
Sumber: Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk. 2011-2013, diolah 2014
Perkembangan laba bersih PT Timah (Persero) Tbk. tahun 2011 s.d 2013 mengalami perubahan yang fluktuatif, dapat dilihat pada tahun 2012 laba bersih PT Timah (Persero) Tbk. mengalami penurunan yang signifikan dengan angka 51,87%. Sedangkan pada tahun 2013 laba bersih PT Timah (Persero) Tbk mengalami kenaikan sebesar 19,35%. Perubahan pada perkembangan laba bersih PT Timah (Persero) Tbk disebabkan
karena
adanya
perubahan
tentang
tata
cara
kelola
penambangan dari pemerintah dan ketidakstabilan harga logam timah di pasaran internasional dan pada sektor keuangan. Berdasarkan latar belakang tersebut diperlukan pengukuran terhadap laporan keuangan untuk melihat sejauh mana kinerja keuangan PT Timah (Persero) Tbk. Pada manajemen saat ini pengukuran kinerja keuangan PT Timah (Persero) Tbk. sudah diatur didalam PSAK NO.33 Revisi tahun 2011 Standar Akuntansi Keuangan tentang Akuntansi Pertambangan Umum. Pengukuran kinerja keuangan masih menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis untuk
BUMN Pertambangan. Dalam penelitian ini alat analisis rasio keuangan yang digunakan adalah rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas dan rasio penilaian. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi pada PT Timah (Persero) Tbk.”. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka untuk memperjelas penelitian yang akan di bahas, penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut: a.
Bagaimana pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan pada PT Timah (Persero) Tbk.?
b.
Bagaimana Good Corporate Governance memoderasi pengaruh kinerja keuangan dan nilai perusahaan pada PT Timah (Persero) Tbk.?
1.3
Batasan Masalah Batasan masalah yang dilakukan penulis agar pembahasan dalam penelitian tidak meluas adalah terbatas pada permasalahan: a.
Data laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan PT Timah (Persero) Tbk. periode 2011-2013.
b.
Menggunakan analisis rasio kinerja keuangan sebagai tolak ukur kinerja keuangan PT Timah (Persero) Tbk. berdasarkan rasio
likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio penilaian. c.
Menggunakan struktur kepemilikan institusional sebagai tolak ukur Good Corporate Governance (GCG).
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan pada PT Timah (Persero) Tbk. b. Untuk menganalisis dan mengetahui Good Corporate Governance mampu memoderasi pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan pada PT Timah (Persero) Tbk.
1.5
Manfaat Penelitian a.
Manfaat Teoritis Dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah konsep dan teori
yang mendorong ilmu pengetahuan Manajemen Keuangan khususnya yang berhubungan dengan kinerja keuangan, good corporate governance dan nilai perusahaan b.
Manfaat Praktis Dapat dijadikan pertimbangan perusahaan dalam mengambil
keputusan mengenai kinerja keuangan perusahaan serta dapat memberikan
tambahan informasi yang dapat memberikan motivasi dan inovasi untuk menaikkan nilai perusahaan. c.
Manfaat Kebijakan Dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah
daerah khususnya Bangka Belitung dalam memberikan kebijakankebijakan yang berkaitan dengan tata cara kelola penambangan timah di wilayah Bangka Belitung. 1.6
Sistematika Penulisan Rencana sistematika yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini dapat dirinci satu persatu sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang pemilihan judul, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini diuraikan tentang landasan teori yang mendasari penelitian, tinjauan umum mengenai variabel dalam penelitian, pengembangan kerangka pemikiran serta hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan tentang metodologi penelitian yang terdiri dari pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, teknik pengumulan data, definisi operasional dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan tentang sejarah singkat perusahaan, visi dan misi, struktur organisasi perusahaan. Pada bab ini juga diuraikan tentang hasil penelitian yang akan dievaluasi dan dibahas dengan menunjukan jawaban atas permasalahn yang dikemukakan yang berisi perhitungan berdasarkan analisis rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio penilaian. BAB V PENUTUP Pada bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan penelitian. Selain itu, disajikan saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Nilai Perusahaan Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya, harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Memaksimumkan nilai perusahaan sama dengan memaksimumkan harga pasar saham. Hal ini dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut: nilai perusahaan (V = value) adalah hutang (D = debt) ditambah modal sendiri (E = equity). Jika hutang diasumsikan tetap, nilai perusahaan naik maka modal sendiri akan naik. Naiknya modal sendiri akan meningkatkan harga per lembar saham perusahaan (Lukas Setia Atmaja, 2008: 4). Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan. Menurut Ross, et all (2009: 12), sasaran dari manajamen keuangan adalah memaksimalkan nilai per lembar saham saat ini dari saham
yang
ada.
Sasaran
memaksimalkan
nilai
saham
akan
menghindarkan kita dari masalah-masalah yang terkait dengan berbagai sasaran lainnya.
2.1.1
Tobin’s Q Di dalam mengukur nilai perusahaan dapat pula dilakukan dengan
menggunakan nilai pasar. Tobin‟s Q atau biasa juga disebut Q ratio atau Q Theory diperkenalkan pertama kali oleh James Tobin pada tahun 1969. James Tobin adalah ekonom Amerika yang berhasil meraih nobel di bidang ekonomi dengan mengajukan hipotesis bahwa nilai pasar suatu perusahaan seharusnya sama dengan biaya penggantian aktiva perusahaan tersebut sehingga menciptakan keadaan ekuilibrium. Tobin‟s Q menawarkan penjelasan nilai dari suatu perusahaan. Tobin‟s Q model mendefinisikan nilai perusahaan sebagai nilai kombinasi antara aktiva berwujud dan aktiva tak berwujud. Pengukuran kinerja dengan menggunakan Tobin‟s Q tidak hanya memberikan gambaran pada aspek fundamental saja, tetapi juga sejauh mana pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar termasuk investor. Tobin‟s Q mewakili sejumlah variabel yang penting dalam pengukuran kinerja, antara lain aktiva tercatat perusahaan, kecenderungan pasar yang memadai seperti pandangan – pandangan analis mengenai prospek perusahaan, dan variabel modal intelektual atau intangible asset. Secara khusus, Tobin‟s atau Q ratio sering digunakan sebagai alat pengukur nilai intangible asset atau modal intelektual suatu perusahaan seperti kekuatan monopoli, sistem manajerial dan peluang pertumbuhan.
Karena adanya modal intelektual inilah suatu perusahaan sering dinilai lebih oleh pasar. Menurut Klapper dalam Tri Kartika (2009), Tobin‟s Q dihitung dengan rumus sebagai berikut: ((
)
(
))
Keterangan: Q
= Nilai Perusahaan
CP
= Closing Price
TL
= Total Liabilities
I
= Inventory
CA
= Current Assets
TA
= Total Assets Jika nilai Tobin‟s Q lebih dari satu (Tobin‟s Q > 1), maka nilai
pasar perusahaan lebih besar daripada nilai aktiva perusahaan yang tercatat di laporan keuangan. Hal ini berarti bahwa pasar menilai baik perusahaan sehingga perusahaan memiliki kesempatan untuk meningkatkan volume perdagangan sahamnya. Jika Tobin‟s Q sama dengan satu (Tobin‟s Q = 1), maka nilai pasar perusahaan sama dengan nilai aktiva perusahaan yang tercatat. Apabila nilai Tobin‟s Q kurang dari satu (Tobin‟s Q < 1) berarti biaya ganti aktiva lebih besar daripada nilai pasar perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa pasar menilai kurang perusahaan tersebut.
2.2
Laporan Keuangan 2.2.1 Definisi Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah beberapa lembar kertas yang bertuliskan angka-angka, tetapi sangat penting juga untuk memikirkan aktiva riil dibalik angka-angka tersebut (Brigham & Houston, 2001: 36). Menurut Erich A. Helfert (1991: 9), bentuk paling umum informasi keuangan dasar suatu perusahaan yang dipublikasikan secara umum adalah seperangkat laporan keuangan yang dikeluarkan di bawah pedoman profesi akuntan publik dan di bawah pengawasan Komisi Pasar Modal. Seperangkat laporan ini biasanya terdiri dari neraca untuk tanggal tertentu, laporan operasi untuk periode tertentu, dan laporan arus dana untuk periode yang sama. Laporan khusus yang menjelaskan perubahan ekuitas kepemilikan pada neraca biasanya juga disediakan. Laporan keuangan didasarkan pada prinsip akuntansi keuangan yang berusaha mencatat secara konsisten dan wajar setiap transaksi bisnis dengan menggunakan prinsip biaya historis pada waktu transaksi terjadi dan prinsip penandingan pendapatan dengan biaya melalui akrual dan alokasi.
Laporan
keuangan
merupakan
suatu
informasi
yang
menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut (Irham Fahmi, 2011: 2).
2.2.2
Kegunaan Laporan Keuangan Berdasarkan konsep keuangan maka laporan keuangan sangat
diperlukan untuk mengukur hasil usaha dan perkembangan perushaan dari waktu ke waktu dan untuk mengetahui sudah sejauh mana perusahaan mencapai tujuannya. Bahwa laporan keuangan pada dasarnya merupakan hasil proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Sehingga laporan keuangan memegang peranan yang luas dan mempunyai suatu posisi yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan (Irham Fahmi, 2011: 25). Menurut Munawir dalam Irham Fahmi (2011: 22), “Laporan keuangan merupakan salah satu informasi keuangan yang bersumber dari intern perusahaan yang bersangkutan.” Bahwa laporan keuangan utama meliputi neraca, laporan laba rugi, dan laporan aliran kas serta footnotes (merupakan bagian integral dari laporan keuangan). Lebih jauh Munawir mengatakan
“Pihak-pihak
yang
menginvestasikan
modalnya
membutuhkan informasi tentang sejauh mana kelancaran aktivitas dan profitabilitas perusahaan, potensi deviden, karena dengan informasi tersebut pemegang saham dapat memutuskan untuk mempertahankan sahamnya, menjual atau bahkan menambahnya”.
Informasi tentang kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan sangat berguna bagi berbagai pihak, baik pihak yang ada didalam (internal) perusahaan maupun pihak yang berada diluar (eksternal) perusahaan. Oleh karena itu laporan keuangan dapat dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan perusahaan, dan karena inilah maka sering disebut juga language of business (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 3). Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa bedasarkan data laporan keuangan yang diperoleh dan disajikan oleh manajemen perusahaan pihak investor atau pemilik saham perusahaan akan bisa menganalisis bagaimana kondisi perusahaan serta prospek perusahaan nantinya khususnya dari segi kemampuan profitabilitas yang akan dihasilkan. Selain itu, dapat dijadikan sebagai alat prediksi untuk kondisi di masa yang akan datang (forecast analyzing). 2.2.3
Keterbatasan Laporan Keuangan Idealnya bahwa laporan keuangan mencerminkan gambaran yang
akurat tentang kondisi keuangan serta kinerja perusahaan. Terdapat beberapa keterbatasan-keterbatasan dalam laporan keuangan menurut Arief Sugiono dan Edy Untung (2008: 5) yaitu sebagai berikut: 1.
Laporan historis, pada prinsipnya laporan keuangan bukanlah merupakan laporan final karena laba rugi yang sebenarnya (riil) hanya dapat ditentukan apabila perusahaan dijual atau dilikuidasi.
2.
Laporan keuangan disusun atas dasar periode waktu tertentu. Periode satu tahun (dua belas bulan) dianggap sebagai periode akuntansi baku. Alokasi pendapatan dan beban sepanjang periode itu dipengaruhi pula adanya
pertimbangan
pribadi/subyektif.
Transaksi-transaksi
pendapatan dan biaya yang terjadi terus menerus akan disusupi laporan keuangan setiap tahunnya, jadi jelas bahwa laporan keuangan itu tidak bersifat pasti dan tidak dapat diukur secara mutlak karena akibat
adanya
contingent
assetsand
liabilities,
dan
deferred
maintenance. 3.
Berdasarkan harga perolehan, laporan keuangan mencerminkan transaksi-transaksi dari waktu ke waktu, selama jangka waktu tersebut kemungkinan besar nilai rupiah sudah menurun (sebagai dampak dari inflasi).
4.
Fakta kuantitatif, laporan keuangan tidak memberikan gambaran yang menyeluruh terhadap kondisi perusahaan dan tidak mencerminkan semua faktor yang mempengaruhi kondisi keuangan dan hasil usaha karena tidak dapat diukur dalam satuan nilai uang.
2.3
Kinerja Keuangan Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektivitas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Efektifitas apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan
yang
telah
ditetapkan.
Efisiensi
diartikan
sebagai
rasio
(perbandingan) antara masukan dan keluaran yaitu dengan masukan tertentu memperoleh keluaran yang optimal. Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah memenuhi standar dan ketentuan dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General Acepted Accounting Principle) dan lainnya (Irham Fahmi, 2011: 2). Ada kalanya kinerja keuangan mengalami penurunan. Untuk memperbaiki hal tersebut, salah satu caranya adalah mengukur kinerja keuangan dengan menganalisa laporan keuangan menggunakan rasio keuangan. Hasil pengukuran terhadap pencapaian kinerja dijadikan dasar bagi manajemen atau pengelola perusahaan untuk perbaikan kinerja pada periode berikutnya. Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang telah dicapai perusahaan dan menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen serta mampu menciptakan nilai perusahaan itu sendiri kepada para stakeholder. 2.4
Analisis Rasio Keuangan Mengadakan analisa hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan
keuangan
adalah
merupakan
dasar
untuk
dapat
menginterpretasikan kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standard (Munawir, 2004: 64). Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan. Dari sudut pandang investor, analisa laporan keuangan digunakan untuk memprediksi masa depan, sedangkan dari sudut pandang manajemen, analisa laporan keuangan digunakan untuk membantu mengantisipasi kondisi di masa depan dan yang lebih penting, sebagai titik awal untuk perencanaan tindakan yang akan mempengaruhi peristiwa di masa depan (Brigham & Houston, 2001: 78). Menurut Ross, et all, rasio keuangan (financial ratios) merupakan hubungan yang dihitung dari informasi keuangan sebuah perusahaan dan digunakan untuk tujuan perbandingan. Rasio-rasio tersebut merupakan cara untuk membandingkan dan menyelidiki hubungan yang ada diantara berbagai bagian informasi keuangan. Menurut Arief Sugiono dan Edy Untung (2008: 58), analisa perbandingan rasio dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Analisa Horizontal, yaitu membandingkan rasio-rasio keuangan perusahaan dari satu periode dengan periode lainnya sehingga dapat diambil suatu kesimpulan apakah kinerja perusahaan mengalami peningkatan/pertumbuhan atau sebaliknya. 2. Analisa Vertikal, yaitu membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan perusahaan sejenis atau industri dalam satu periode yang sama. Menurut James C. Van Horne dan Jogn M. Wachowicz dalam Irham Fahmi (2011: 108), bahwa: “To evaluate the financial condition and performance of a firm, the financial analyst needs certain yardstick. The yardstick frequently used is a ratio, index, relating two pieces of financial data of to each other.” Jadi untuk menilai kondisi dan kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan rasio yang merupakan perbandingan angkaangka yang terdapat pada pos-pos laporan keuangan. Gitman dalam Irham Fahmi (2011: 108) mengatakan bahwa, “Ratio analysis involves methods of calculating and interpreting financial ratio to assets the firm’s performance. The basic inputs to ratio analysis are the firm’s income statement and balance sheet.” Dari pendapat diatas dapat dimengerti bahwa rasio keuangan dan kinerja perusahaan mempunyai hubungan yang erat. Rasio keuangan ada banyak jumlahnya dan setiap rasio itu mempunyai kegunaannya masingmasing. Bagi investor ia akan melihat rasio dengan penggunaan yang paling sesuai dengan analisis yang akan ia lakukan. Jika rasio mempresentasikan tujuan dari analisis yang akan ia lakukan maka rasio
tersebut tidak akan dipergunakan, karena dalam konsep keuangan dikenal dengan namanya fleksibelitas, artinya rumus atau berbagai bentuk formula yang dipergunakan haruslah disesuaikan dengan kasus yang diteliti. 2.4.1
Keunggulan Analisis Rasio Keuangan Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam Irham Fahmi (2011: 109),
analisis rasio mempunyai keunggulan sebagai berikut: a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi uang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. c. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain. d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model perilaku (Z-score). e. Menstandarisasi size perusahaan. f. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusaaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series. g. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang. Dipergunakannya analisis rasio keuangan dalam melihat suatu perusahaan akan memberikan gambaran tentang keadaan perusahaan dan dapat dijadikan sebagai alat prediksi bagi perusahaan tersebut di masa
yang akan datang. Ini dikarenakan rasio keuangan juga memungkinkan manajer keuangan memperkirakan reaksi kreditor dan investor dalam memperkirakan bagaimana memperoleh kebutuhan dana, serta seberapa besar dana sanggup diperoleh. 2.4.2
Kelemahan Analisis Rasio Keuangan Menurut Irham Fahmi (2011: 110), ada beberapa kelemahan
dengan dipergunakannya analisis secara rasio keuangan yaitu: a.
Penggunaan rasio keuangan akan memberikan pengukuran yang relative terhadap kondisi suatu perusahaan. Sisi relative di sini yang dimaksud bahwa seperti yang dikemukakan oleh Helfert dimana rasiorasio
keuangan
bukanlah
merupakan
kriteria
mutlak.
Pada
kenyataannya, analisis rasio keuangan hanyalah suatu titik awal dalam analisis keuangan perusahaan. b.
Analisis rasio keuangan hanya dapat dijadikan sebagai peringatan awal dan bukan kesimpulan akhir. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Fridlob dan Plewa menyebutkan analisis rasio tidak memberikan banyak jawaban kecuali menyediakan rambu-rambu tentang apa yang seharusnya diharapkan.
c.
Setiap data yang diperoleh yang dipergunakan dalam menganalisis adalah bersumber dari laporan keuangan perusahaan. Maka sangat memungkinkan data yang diperoleh tersebut adalah data yang angkaangkanya tidak memiliki tingkat keakuratan yang tinggi, dengan alasan mungkin saja data-data tersebut diubah dan disesuaikan
berdasarkan kebutuhan. Ini dapat dipahami jika dua buah perusahaan yang dijadikan perbandingan dalam suatu penelitian yang dilakukan maka
pengkajian
haruslah
dilakukan
dengan
melihat
dasar
perhitungan yang digunakan perusahaan. Seperti jika perusahaan mempergunakan tahun fiskal yang berbeda dan jika faktor musiman merupakan pengaruh yang penting sehingga ini nantinya akan mempunyai
pengaruh
pada
rasio-rasio
perbandingan
yang
dipergunakan dalam penelitian tersebut. d.
Pengukuran rasio keuangan banyak yang bersifat artificial. Artificial di sini artinya perhitungan rasio keuangan tersebut dilakukan oleh manusia, dan setiap pihak memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam menempatkan ukuran dan terutama justifikasi dipergunakannya rasio-rasio tersebut. Dimana kadang kala justifikasi penggunaan rasio tersebut sering tidak mampu secara maksimal menjawab kasus-kasus yang di analisis. Terdapat beberapa jenis analisis rasio keuangan menurut para ahli,
sedangkan jenis rasio yang digunakan dalam dunia bisnis menurut Arief Sugiono & Edy Untung (2008: 61) adalah rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas serta rasio penilaian. 2.4.3
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) Menurut Irham Fahmi (2011: 121), rasio likuiditas (liquidity ratio)
adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Sedangkan menurut Munawir (2004: 71),
rasio likuiditas digunakan untuk menganalisa dan menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek, tetapi juga sangat membantu bagi management untuk mengecek efisiensi modal kerja yang digunakan dalam perusahaan, juga penting bagi kreditor jangka panjang dan pemegang saham yang akhirnya atau setidak-tidaknya ingin mengetahui prospek dari dividend dan pembayaran bunga di masa yang akan datang. Hal utama yang diukur adalah kemampuan perusahaan untuk melunasi tagihan-tagihannya dalam jangka pendek tanpa tekanan yang berlebihan. Oleh karena itu, rasio ini memfokuskan pada asset lancar dan kewajiban lancar. 2.4.3.1 Current Ratio Rasio ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana aktiva lancar perusahaan digunakan untuk melunasi hutang (kewajiban) lancar yang akan jatuh tempo/segera dibayar. Current ratio biasa digunakan untuk mengukur solvensi jangka pendek.
Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan
yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang besar yang mungkin sulit ditagih (Munawir, 2010: 72). 2.4.3.2 Quick Ratio Menurut Munawir (2010: 74), rasio cepat (quick ratio/acid test ratio) merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama untuk direalisir sebagai uang kas dan menganggap bahwa piutang segera dapat direalisir sebagai uang kas. Selain itu, saldo persediaan yang relatif tinggi sering kali merupakan pertanda kesulitan jangka pendek. Perusahaan mungkin memperkirakan tingkat penjualan yang terlalu tinggi sehingga akibatnya terlalu banyak membeli atau memproduksi barang. Dalam hal ini, sebagian besar porsi likuiditas perusahaan mungkin akan terikat dalam bentuk persediaan yang pergerakannya lambat (Ross, et all, 2009: 81).
Rasio ini lebih tajam daripada current ratio, karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likwid (mudah dicairkan atau diuangkan) dengan hutang lancar. Jika current ratio tinggi tapi quick ratio
rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan (Munawir, 2010: 74). 2.4.3.3 Cash Ratio Rasio ini merupakan perbandingan antara kas yang ada di perusahaan – cash on hand dan di bank (termasuk surat berharga seperti deposito) dibandingkan dengan total hutang lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan kas perusahaan untuk melunasi hutang lancarnya tanpa harus mengubah aktiva lancar bukan kas (piutang dagang dan persediaan) menjadi kas (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 62).
Perusahaan yang mempunyai rasio likuiditas rendah belum dapat dikategorikan mempunyai kinerja yang kurang bagus. Namun kita harus memahami terlebih dahulu mengenai karakteristik industri dan perusahaan tersebut (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 63). 2.4.4
Rasio Leverage (Leverage Ratio) Pembiayaan dengan utang atau leverage keuangan memiliki tiga
implikasi penting. (1) memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas, (2) kreditur melihat ekuitas, atau dana yang disetor pemilik, untuk memberikan marjin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya sebagian kecil dari total pembiayaan, maka resiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur, (3) jika perusahaan
memperoleh pengambilan yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar, atau “leveraged” (Brigham & Houston, 2002: 84). Menurut Irham Fahmi (2011: 127), rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme leverage (utang ekstrem) yaitu perusahaaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Karena itu sebaiknya perusahaan harus menyeimbangkan berapa utang yang layak diambil dan dari mana sumber-sumber yang dapat dipakai untuk membayar utang. Rasio leverage bertujuan untuk menganalisa pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi utang dan modal serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya. Rasio leverage terdiri dari debt ratio, financial ratio, fixed charge coverage ratio dan cash flow coverage (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 63). 2.4.4.1 Debt Ratio Rasio ini dikenal juga dengan sebutan debt to assets yang membandingkan antara total hutang dan total aktiva. (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 63).
Total utang mencakup baik utang lancar maupun utang jangka panjang. Kreditur lebih menyukai rasio utang yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang lebih besar karena akan dapat meningkatkan laba yang diharapkan (Brigham & Houston, 2001: 86). 2.4.4.2 Financial Leverage Rasio financial leverage juga dikenal dengan sebutan DER (Debt to Equity Ratio). Joel G. Siegel dan Jae K. Shim dalam Irham Fahmi (2011: 128) mendefinisikannya sebagai “Ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor.” Adapun rumus debt to equity ratio adalah:
Menurut Arief Sugiono dan Edy Untung (2008: 64), rasio ini menunjukkan perbandingan hutang dan modal serta merupakan salah satu rasio yang penting karena berkaitan dengan masalah trading on equity, yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap rentabilitas modal sendiri dari perushaaan tersebut. Shareholder’s equity diperoleh dari total asset dikurangi total hutang. Lebih jauh James C. Van Horne dan John M. Wachowicz dalam Irham Fahmi (2011: 63) mengatakan “Alternatively, the book value of a
company’s common stock (at par) plus additional paid-in capital and retained earnings”. Dalam persoalan debt to equity ratio ini yang perlu dipahami bahwa, tidak ada batasan yang aman bagi suatu perusahaan, namun untuk konservatif biasanya debt to equity ratio yang lewat 66% atau 2/3 sudah dianggap beresiko. 2.4.4.3 TIER (Time Interest Earning Ratio) Time interest earned disebut juga dengan rasio kelipatan (Irham Fahmi, 2011: 129). Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan yang berasal dari EBIT (earning before interest and tax) atau laba sebelum bunga dan pajak untuk membayar bunga pinjaman (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 64).
TIER
≥
1,
menunjukkan
perusahaan
mampu
memenuhi
kewajibannya berupa pembayaran bunga. Rasio ini sangat penting, semakin tinggi rasio TIER semakin baik dan positif tanggapan dari pihak kreditur (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 64). 2.4.4.4 Fixed Charge Coverage Ratio Rasio ini lebih luas dari pada TIER karena selain bunga pinjaman, kita juga ingin melihat sampai seberapa jauh laba usaha perusahaan sebelum dikurangi bunga pinjaman dan pajak (EBIT) dan pembayaran sewa guna usaha (leasing) dapat diandalkan untuk membayar kewajiban finansial berupa biaya bunga dan pembayaran leasing (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 65).
2.4.4.5 Cash Flow Adequancy Rasio ini juga disebut dengan rasio kecukupan arus kas. Kecukupan arus kas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menutup pengeluaran modal, utang jangka panjang dan pembayaran dividen setiap tahunnya (Irham Fahmi, 2011: 132). Adapun rumus cash flow adequancy adalah:
Dalam konteks ini suatu perusahaan yang baik adalah memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghasilkan arus kas, artinya mampu memberikan arus kas sesuai yang diharapkan. Dan begitu pula sebaliknya jika arus kas yang dihasilkan tidak sesuai harapan maka memungkinkan perusahaan akan mengalami masalah termasuk mencari dana untuk membayar kewajiban-kewajibannya (Irham Fahmi, 2011: 132). 2.4.5
Rasio Aktivitas (Activity Ratio) Rasio aktivitas adalah rasio yang menggambarkan sejauh mana
suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimilikinya guna menunjang aktivitas perusahaan, dimana penggunaan aktivitas ini dilakukan secara sangat maksimal dengan maksud memperoleh hasil yang maksimal. Rasio ini juga disebut sebagai asset management ratio (Irham Fahmi, 2011: 132).
Jika perusahaan memiliki terlalu banyak aktiva, maka biaya modalnya akan menjadi terlalu tinggi, dan akibatnya laba akan menurun. Di sisi lain, jika aktiva terlalu rendah, maka penjualan yang menguntungkan akan hilang (Brigham & Houston, 2001: 81). Menurut Irham Fahmi (2011: 65), rasio aktivitas secara umum ada 4 (empat), yaitu inventory turnover (perputaran persediaan), rata-rata pencairan piutang, fixed asset turnover (perputaran aktiva tetap), dan total asset turnover (perputaran total asset). 2.4.5.1 Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) Rasio ini menunjukkan berapa kali persediaan dapat berputar dalam setahun. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan, maka semakin cepat dana yang tertanam dalam persediaan berputar kembali menjadi uang kas (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 66).
Kondisi perusahaan yang baik adalah dimana kepemilikan persediaan dan perputaran adalah selalu berada dalam kondisi yang seimbang, artinya jika perputaran persediaan adalah kecil maka akan terjadi penumpukkan barang dalam jumlah yang banyak di gudang, namun jika perputaran terlalu tinggi maka jumlah yang tersimpan di gudang akan kecil, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi kehilangan bahan/barang di pasaran dalam kejadian yang bersifat di luar perhitungan, maka ini bisa
menyebabkan perusahaan terganggu aktivitas produksinya dan lebih jauh berpengaruh pada sisi penjualan serta perolehan keuntungan (Irham Fahmi, 2011: 133). 2.4.5.2 Rata-Rata Pencairan Piutang (Account Receivable Turnover) Rasio rata-rata pencairan piutang menunjukkan berapa kali piutang usaha dapat berputar dalam setahun. Rasio ini seharusnya membandingkan antara penjualan kredit (tidak termasuk penjualan tunai) dengan piutang usaha, namun dalam kondisi yang ada kita sering sulit mendapatkan informasi hanya mengenai penjualan kredit sehingga yang digunakan adalah total penjualan (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 67).
DSO (Day Sales Outstanding) atau ACP (Average collection period) atau Jumlah hari rata-rata pengumpulan piutang menunjukkan berapa lama piutang usaha dapat tertagih, atau dengan kata lain waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk merubah piutang menjadi uang tunai (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 67). Menurut Brigham dan Houston (2001: 82), jika kecenderungan atas DSO menunjukkan kenaikan selama beberapa tahun terakhir tetapi kebijakan kredit tidak berubah, maka perusahaan harus mengambil tindakan untuk mempercepat penagihan piutang usaha.
2.4.5.3 Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turnover) Rasio perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover ratio) mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan aktiva tetapnya seperti pabrik dan peralatan (Briham & Houston, 2001: 83). Menurut Arief Sugiono dan Edy Untung (2008: 69), rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva tetap bersih untuk menghasilkan penjualan. (
)
Dalam mengadakan analisis rasio secara vertikal mengenai perputaran aktiva ini perlu sangat berhati-hati karena dalam kenyataannya tidak ada dua perusahaan didalam satu industri yang sama atau yang benar-benar identik. Artinya tidak ada dua perusahaan yang memiliki komposisi dan jenis mesin yang sama, begitu pula dalam tingkat produktivitas dan tenaga kerjanya (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 70). 2.4.5.4 Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover) Menurut Irham Fahmi (2011: 135), rasio perputaran total aset melihat sejauh mana keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan terjadi perputaran secara efektif. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001: 83), rasio perputaran total aktiva mengukur perputaran semua aktiva perusahaan dengan cara membagi penjualan dengan total aktiva. Secara umum, semakin besar rasio ini akan semakin bagus karena menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengelola aset.
2.4.6
Rasio Profitabilitas/Rentabilitas (Profitability Ratio) Rasio
profitabilitas
merupakan
sekelompok
rasio
yang
memperlihatkan pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva dan hutang terhadap hasil operasi (Brigham & Houston, 2001: 89). Menurut Arief Sugiono dan Edy Untung (2008: 70), rasio profitabilitas bertujuan untuk mengukur efektivitas manajemen yang tercermin pada imbalan atas hasil investasi melalui kegiatan perusahaan atau dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi dalam pengelolaan kewajiban dan modal. Semakin
baik
rasio
profitabilitas
maka
semakin
baik
menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan. Rasio profitabilitas secara umum ada 4 (empat), yaitu gross profit margin, net profit margin, return on investment (ROI), dan return on equity (Irham Fahmi, 2011: 135). 2.4.6.1 Gross Profit Margin Rasio gross profit margin merupakan margin laba kotor. Mengenai gross profit margin Lyn M. Fraser dan Aileen Ormiston dalam Irham Fahmi (2011: 136) memberikan pendapat yaitu, “Margin laba kotor, yang memperlihatkan hubungan antara penjualan dan beban pokok penjualan, mengukur kemampuan sebuah perusahaan untuk mengendalikan biaya persediaan atau biaya opersasi barang maupun untuk meneruskan kenaikan
harga lewat penjualan kepada pelanggan.” Adapun rumus rasio gross profit margin adalah:
2.4.6.2 Net Profit Margin/Return On Sales (ROS) Rasio net profit margin disebut juga dengan rasio pendapatan terhadap penjualan. Rasio ini menunjukkan berapa besar keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan. Jika profit margin suatu perusahaan lebih rendah dari rata-rata industrinya, maka hal ini dapat disebabkan oleh harga jual perusahaan lebih rendah dari pada perusahaan pesaing atau harga pokok penjualan lebih tinggi dari perusahaan pesaing ataupun kedua-duanya (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 71).
2.4.6.3 Return On Investment (ROI)/Return On Asset (ROA) Menurut Arief dan Edy (2008: 71), rasio return on invesment (ROI) atau return on asset (ROA) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh aset yang ada. Atau rasio ini menggambarkan efisiensi pada dana yang digunakan dalam perusahaan. Adapun rumus ROI/ROA adalah:
2.4.6.4 Return On Equity (ROE)
Rasio return on equity (ROE) disebut juga dengan laba atas equity. Di beberapa referensi disebut juga dengan rasio total asset turnover atau perputaran total asset. Rasio ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas (Irham Fahmi, 2011: 137). Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada. ROE merupakan salah satu indikator yang digunakan pemegang saham untuk mengukur keberhasilan bisnis yang dijalani. Menurut Arief dan Edy, rasio ini dapat disebut juga dengan istilah rentabilitas modal sendiri. Adapun rumus return on equity (ROE) adalah:
2.4.7
Rasio Penilaian (Valuation Ratio) Rasio penilaian bertujuan menjadi tolok ukur yang mengaitkan
hubungan antara harga saham biasa dengan pendapatan perusahaaan dan nilai buku saham atau mencerminkan performance perusahaan secara keseluruhan. Karena itu rasio ini merupakan cerminan dari rasio risiko dan rasio rentabilitas. Atau dapat juga dikatakan bahwa rasio ini mengaitkan antara kondisi internal dengan kondisi pasar (market measure) (Arief Sugiono & Edy Untung, 2008: 73). Menurut Brigham dan Houston (2001: 91), rasio ini memberikan manajemen petunjuk mengenai apa yang dipikirkan investor atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospek di masa mendatang. Jika rasio likuiditas, manajemen aktiva, manajemen utang dan profitabilitas baik,
maka kemudian rasio nilai pasar akan menjadi tinggi dan harga saham akan setinggi yang diharapkan. Rasio penilaian terdiri dari price earning ratio dan price to book value. 2.4.7.1 Price Earning Ratio (PER) Menurut Arief Sugiono dan Edy Untung (2008: 73), price earning ratio (PER) diperoleh dari harga saham biasa dibagi dengan laba per saham (earnig per share), maka semakin tinggi rasio ini akan mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan juga semakin membaik. Sebaliknya jika PER terlalu tinggi juga dapat mengindikasikan bahwa harga saham yang ditawarkan sudah sangat tinggi atau tidak rasional. Bagi para investor semakin tinggi price earning ratio maka laba yang diharapkan juga akan mengalami kenaikan. Adapun menurut Van Horne dan Wachowicz dalam Irham Fahmi (2011: 138), price earning ratio adalah “The market price pershare of a firm’s common stock devided by the most recent 12 month of earning per share”. Adapun rumus price earning ratio adalah:
Dimana laba persaham (earning per share/EPS) dihitung dengan:
Namun, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisa PER karena dapat menyesatkan. Harga saham yang ada di bursa dapat dimanipulasi
sedemikian rupa sehingga walaupun EPS-nya turun tidak diikuti oleh penurunan harga saham. 2.4.7.2 Price to Book Value (PBV) Rasio harga pasar saham terhadap nilai buku memberikan indikasi lain tentang bagaimana investor memandang perusahaan. Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas ekuitas yang relatif tinggi biasanya menjual saham beberapa kali lebih tinggi dari nilai bukunya, dibanding perusahaan dengan tingkat pengembalian yang rendah (Brigham & Houston, 2001: 92). Menurut Arief Sugiono dan Edy Untung (2008: 74), PVB menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut.
Dimana nilai buku saham (book value per share/BVS) dhitung dengan:
Sebagai suatu perusahaan yang memiliki manajemen yang baik maka diharapkan PBV dari perusahaan tersebut setidaknya adalah satu atau dengan kata lain diatas dari nilai bukunya. Jika PVB perusahaan dibawah satu, maka kita dapat menilai bahwa harga saham tersebut adalah dibawah nilai buku (under value) (Arief & Edy, 2008: 74).
2.5
Good Corporate Governance (CGC) 2.5.1
Definisi Good Corporate Governance (GCG) Pengertian corporate governance menurut Turnbull Report di
Inggris (April 1999) yang dikutip oleh Tsuguoki Fujinuma dalam Muh. Arief Effendi (2009: 1) adalah sebagai berikut: ”Corporate governance is a company’s system of internal control, which has as its principal aim the management of risks that are significant to the fulfilment of its business objectives, with a view to safe guarding the company’s assets and enchancing over time the value of the shareholders investment.” Berdasarkan pengertian diatas, corporate governance didefinisikan sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang. Bank dunia (world bank) dalam Muh. Arief Effendi (2009: 1) mendefinisikan Good Corporate Governance (CGC) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) dalam Mudrajad Kuncoro (2005: 186) mendefinisikan tata kelola korporat (corporate governance) sebagai berikut:
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengendalikan perusahaan. Tujuan tata kelola korporate ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).” Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 Tanggal 31 Juli 2002 Tentang Penerapan Good Corporate Governance pada BUMN dalam Muh. Arief Effendi (2009: 2) menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, Good Corporate Governance secara singkat dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan.
2.5.2
Prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance (GCG) Muh. Arief Effendi (2009: 4) menyatakan bahwa prinsip-prinsip
Good Corporate Governance sesuai Pasal 3 Surat Keputusan Menteri
BUMN No. 117/M-MBU/2002 Tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan Good Corporate Governance pada BUMN sebagai berikut: 1. Transparansi (transparency) Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. 2. Pengungkapan (disclosure) Penyajian informasi kepada para pemangku kepentingan, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan risiko usaha perusahaan. 3. Kemandirian (independence) Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 4. Akuntabilitas (accountability) Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.
5. Pertanggungjawaban (responsibility) Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
6. Kewajaran (fairness) Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang timbul sebagai akibat dari eprjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mewujudkan terciptanya Good Corporate Governance, prinsip-prinsip tersebut harus dapat dicapai oleh perusahaan dengan adanya kerjasama yang baik dari berbagai pihak, baik di dalam peraturan yang berlaku untuk dapat memberikan manfaat kepada kondisi keuangan perusahaan. 2.5.3
Kepemilikan Institusional Masalah tata kelola korporat timbul karena terjadi pemisahan
antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Asian Development Bank (ADB) dalam Mudrajad Kuncoro (2005: 187) menjelaskan bahwa: “The issue of corporate governance arises because of thr separation of ownership from control in modern corporations. When salaried managers run companies on behalf of dispersed shareholders, they may not act in shareholders’ best interest. This agency or moral hazard problem could not exist not just between shareholders and managers, but also between controlling and minority shareholders, between shareholders and creditors and between controlling shareholders and other stakeholders, including suppliers and workers. A sound corporate governance system should provide effective protection for shareholder and creditor such that they are not denied the return on their investment.” Ada beberapa yang menarik dari penjelasan tersebut. Pertama, pemilik perusahaan dapat terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pemegang saham mayoritas dan minoritas, yang dapat saja berbenturan kepentingan. Sering kali terjadi di Indonesia dan Korea, karena pemegang saham
mayoritas mengendalikan manajemen, keputusan-keputusan yang diambil dapat merugikan pemegang saham minoritas. Kedua, masalah keagenan antara manajer dengan shareholders dapat terjadi, tetapi masalah tersebut akan lebih banyak terjadi pada perusahaan yang kepemiliknnya sangat menyebar (manager-controlled) daripada yang kepemilikannya relatif terkonsentrasi seperti di Indonesia (owner-controlled). Ketiga, sistem tata kelola korporat yang baik seharusnya dapat memberikan perlindungan kepada pemegang saham dan kreditor. Pengertian kepemilikan institusional menurut Shien, et. al (2006) dalam Jurnal Ekonomi Hadi Muttaqin (2013) adalah kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian dan institusi lainnya pada akhir tahun.
Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan mendukung kinerja manajemen. Selain itu, menurut Muh. Arief Effendi (2009: 9), peran direksi dan komisaris juga sangat penting dan cukup menentukan bagi keberhasilan implementasi Good Corporate Governance. Diperlukan komitmen penuh dari dewan direksi dan komisaris agar impelemtasi Good Corporate Governance dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan.
2.5.4
Teori Agensi (Principal-Agency Theory) Teori Keagenan (agency theory) memunculkan argumentasi
terhadap adanya konflik antara pemilik yaitu pemegang saham dengan para manajer. Konflik tersebut muncul sebagai akibat perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak. Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika seseorang (pemilik) mempekerjakan orang lain (agen) untuk mewakili kepentinganya (Ross, et all, 2009: 15). Hubungan keagenan dapat menimbulkan masalah pada saat pihakpihak yang bersangkutan mempunyai tujuan yang berbeda. Pemilik modal menghendaki bertambahnya kekayaan dan kemakmuran para pemilik modal,
sedangkan
manajer
juga
menginginkan
bertambahnya
kesejahteraan bagi para manajer, sehingga munculah konflik kepentingan antara pemilik (investor) dengan manajer (agen). Kemungkinan adanya konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajemen perusahaan tersebut dinamakan masalah keagenan (agency problem) (Ross, et all, 2009: 15). Jensen dan Meckling (1976) dalam A. Prasetyantoko (2008: 26) menjelaskan bahwa pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan selalu diikuti oleh munculnya biaya akibat tidak sinkronnya kepentingan antara pemilik dan pengelola. Biaya tersebut dinamakan agency cost. Salah satu implikasi penting dari masalah agensi ini menyangkut kebijakan keuangan perusahaan, terutama terhadap dua
pilihan apakah akan menggunakan utang atau modal sendiri (equity) untuk membiayai kegiatan usaha. 2.6
Penelitian Terdahulu Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini maka dicantumkan beberapa penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca dan dijadikan sebagai referensi diantaranya: Tabel II.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Nama dan Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
1.
Tri Kartika Pertiwi dan Ferry Madi Ika Pratama (2012) Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Food and Beverage
Alat analisis: - Tobin’s Q - ROA - Kepemilikan Manajerial - MRA - Uji Parsial (Uji T) - Uji Ketepatan Model (Uji F) - Koefisien Determinasi (R²)
2.
Thomas S. Kaihatu (2006) Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia
Studi Kepustakaan
3.
Retno Endah Puspitasari (2012) Pengaruh Kinerja
Alat analisis: - ROE - CSR - Kepemilikan Manajerial
Dalam penelitian ini terdapat dua kesimpulan yang dapat diambil diantaranya: 1. Kinerja keuangan yang diukur dengan ROA mampu meningkatkan nilai perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Good Corporate Governance tidak mampu memoderasi pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Disebabkan oleh karena struktur kepemilikan manajerial di Indonesia masih sangat kecil dan didominasi oleh keluarga. Dalam penelitian ini terdapat konsep yang menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya, dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Dalam penelitian ini terdapat tiga kesimpulan diantaranya: 1. Kinerja keuangan berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.
Persamaan dan Perbedaan Y : Nilai Perusahaan X1 : Kinerja Keuangan (ROA) M : GCG
Sumber
Http://puslit2. petra.ac.id/ej ournal/index. php/man/arti cle/view/185 54
Http://puslit2. petra.ac.id/ej ournal/index. php/man/arti cle/view/165 05
Y : Nilai Perusahaan X1 : Kinerja Keuangan (ROE)
Http://journal .unsil.ac.id/ju rnalunsil226-.html
4.
5.
Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi (Sensus Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia) Maria Praptiningsih (2009) Corporate Governance and Performance of Banking Firm: Evidence From Indonesia, Thailand, Philippines and Malaysia
- Tobin’s Q - Uji Asumsi Klasik - MRA
2. Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility tidak memoderasi hubungan antara Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan. 3. Pengungkapan Good Corporate Governance tidak memoderasi hubungan antara Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan.
M1 : CSR M2 : GCG
Alat analisis: - Uji Hausman
Penelitian ini menemukan bahwahanya pemegang saham asing yang mewakili mekanisme kepemilikan monitoring secara signifikan berhubungan negatif dengan kinerja perusahaan. Argumen dasarnya adalah bahwa tata
Y : Kinerja Bank X1 : GCG
Http://puslit2. petra.ac.id/ej ournal/index. php/man/arti cle/view/177 49
Akodo Robinah (2008) Corporate Governance and Financial Performance of Public Universities in Guanda
Alat analisis: - Uji Chi-square - Analisis Varians - Korelasi Spearman - Regresi Berganda
Y : Kinerja Keuangan X1 : GCG
Http://ahero. uwc.ac.za/in dex.php/
kelola perusahaan yang masih penting untuk mencapai tujuan para pemegang saham serta stakeholder dan tujuan perusahaan. Dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan antara lain: 1. Hubungan antara variabel Corporate Governance dan peran dewan, menunjukkan hubungan positif yang signifikan. 2. Ukuran dewan, kebijakan dan pengambilan keputusan sebagai aspek Corporate Governance memiliki efek positif pada peran dewan. 3. Hubungan antara efektivitas dewan dan kinerja keuangan adalah bahwa papan (dewan dan senat) memberikan kontribusi terhadap kinerja universitas publik mereka secara langsung maupun control. 4. Tata kelola perusahaan positif memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan Universitas publik melalui peran papan dan efektivitas papan.
Sumber: diolah oleh peneliti (2014)
2.7
Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang maka dapat digambarkan kerangka teori pemikiran sebagai berikut mengenai hubungan antara kinerja keuangan sebagai variabel independen dan nilai perusahaan sebagai variabel dependen dengan pengungkapan Good Corporate Governance sebagai variabel pemoderasi.
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran Kinerja Keuangan (X1) Rasio likuiditas Rasio leverage Rasio aktiva Rasio profitabilitas Rasio penilaian
Nilai Perusahaan (Y) (Tobin’s Q)
Good Corporate Governance (Z) (Kepemilikan Institusional) Sumber: Ghozali, Tri dan Ferry, dimodifikasi 2014
2.8
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka penelitian ini akan menguji hipotesis antara lain:
H1
: Kinerja keuangan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
H2
: Good Corporate Governance mempengaruhi hubungan kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2009: 8). Dalam penelitian kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya (Suharsimi Arikunto, 2010: 27).
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Timah (Persero) Tbk. yang merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang pertambangan timah, batubara, aspal, nikel dan bijih besi. PT Timah (Persero) Tbk. terletak di Kota Pangkalpinang dan berlokasi di Jl. Jend. Sudirman No. 51. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Juni 2014 sampai dengan selesai.
3.3
Teknik Pengumpulan Data 3.3.1
Jenis Data Pada penelitian di PT Timah (Persero) Tbk., peneliti menggunakan
data sekunder yaitu data yang diperoleh dari keterangan-keterangan pihak terkait berupa laporan konsolidasi perusahaan yaitu neraca, laporan laba rugi dan laporan tahunan perusahaan selama periode 2011-2013. 3.3.2
Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data digunakan metode pengumpulan data
sebagai berikut: a.
Studi Kepustakaan (library research) Metode ini merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memperoleh informasi dari buku-buku maupun jurnaljurnal di media internet sesuai dengan judul yang berkaitan dengan penelitian ini.
b.
Dokumentasi Metode ini merupakan cara pengumpulan data melalui dokumendokumen yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Data tersebut berupa laporan keuangan PT Timah (Persero) Tbk. periode 20112013.
3.4
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam pembahasan pada penelitian ini adalah analisis data yang bersifat kuantitatif digunakan untuk
mengetahui bagaimana kinerja keuangan yang ada pada PT Timah (Persero) Tbk., penulis akan menghitung bagaimana nilai perusahaan dengan menggunakan penilaian ekuitas dan penilaian pasar, mengukur kinerja perusahaan mengelola aset, kewajiban, serta modal dengan menggunakan
analisis
rasio
keuangan
agar
perusahaan
mampu
menciptakan kinerja yang baik dimasa sekarang ataupun masa yang akan datang serta menghitung persentase kepemilikan institusional pada PT Timah (Persero) Tbk. Tahun 2011-2013. 3.4.1 Analisis Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance dan Nilai Perusahaan 1. Analisis Kinerja Keuangan Dalam penelitian ini digunakan analisis kinerja keuangan yang diukur dengan menggunakan alat analisis rasio keuangan diantarannya rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas dan rasio penilaian. a. Rasio Likuiditas Menurut Irham Fahmi (2011: 121), rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Untuk mengukur rasio likuiditas dapat menggunakan rumus quick ratio sebagai berikut:
b. Rasio Leverage
Menurut Irham Fahmi (2011: 127), rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Rasio leverage bertujuan untuk menganalisa pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi utang dan modal serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya. Untuk mengukur rasio leverage dapat menggunakan rumus financial ratio/DER sebagai berikut:
c. Rasio Aktivitas (activity ratio) Menurut Irham Fahmi (2011: 132), rasio aktivitas adalah rasio yang menggambarkan sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimilikinya guna menunjang aktivitas perusahaan, dimana penggunaan aktivitas ini dilakukan secara sangat maksimal dengan maksud memperoleh hasil yang maksimal. Untuk mengukur rasio aktivitas dapat menggunakan rumus assets turnover sebagai berikut:
d. Rasio Profitabilitas/Rentabilitas Menurut Arief dan Edy (2008: 70), rasio profitabilitas bertujuan untuk mengukur efektivitas manajemen yang tercermin pada imbalan atas hasil investasi melalui kegiatan perusahaan atau dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efisiensi dalam pengelolaan kewajiban dan modal. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin
baik
menggambarkan
kemampuan
tingginya
perolehan
keuntungan perusahaan. Untuk mengukur rasio profitabilitas dapat menggunakan rumus Return on Equity (ROE) sebagai berikut:
e. Rasio Penilaian Rasio penilaian bertujuan menjadi tolok ukur yang mengaitkan hubungan antara harga saham biasa dengan pendapatan perusahaaan dan nilai buku saham atau mencerminkan performance perusahaan secara keseluruhan. Menurut Brigham dan Houston (2001: 91), rasio ini memberikan manajemen petunjuk mengenai apa yang dipikirkan investor atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospek di masa mendatang. Untuk mengukur rasio penilaian dapat menggunakan rumus Price to Book Value (PBV) sebagai berikut:
2. Good Corporate Governance Good Corporate Governance (GCG) merupakan kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Dalam penelitian ini, Good Corporate Governance akan diproksikan dengan kepemilikan institusional dengan rumus sebagai berikut:
3. Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan tujuan pokok yang ingin dicapai perusahaan. Jika perusahaan berjalan dengan baik, maka nilai perusahaan akan meningkat atau dapat dikatakan memaksimalkan harga saham, harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan. Adapun rasio yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan dalam penelitian ini adalah Tobin‟s Q dengan rumus sebagai berikut: ((
3.4.2
)
(
))
Analisis Statistic Descriptive Dalam penelitian ini digunakan analisis statistic descriptive untuk
memberikan gambaran dan deskripsi dari data yang telah terkumpul tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari data yang dianalisis meliputi nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean), standar deviasi, kurtosis dan skewness (kemiringan distribusi) (Ghozali, 2013). 3.4.3
Pengujian Asumsi Klasik Dalam penelitian ini digunakan uji asumsi klasik yang dilakukan
untuk mengetahui kelayakan dari suatu model regresi. Sebelum melakukan analisis regresi dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu. Dalam
penelitian ini, uji asumsi klasik yang digunakan antara lain uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi. 3.4.3.1 Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa sampel diambil dari populasi yang berdistribusi normal (Joko Sulistyo, 2011: 50). Model regresi yang baik adalah data yang berdistribusi normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak, penelitian ini menggunakan dua cara yaitu analisis grafik dan analisis statistik dengan Kolgomorov-Smirnov (K-S) (Ghozali, 2012). 1.
Analsis Grafik Dengan menggunakan grafik histogram atau grafik normal plot. Dasar pengambilan keputusan (Ghozali, 2012): a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2.
Analisis Statistik Uji normalitas dengan menggunakan grafik belum dapat dipastikan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. Oleh sebab itu, dilakukan analisis statistik dengan uji statistik non-parametrik Kolgomorov-Smirnov (K-S). Dasar pengambilan keputusan (Ghozali, 2012):
a. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0.05, maka H0 ditolak. Hal ini berarti data residual tidak berdistribusi normal. b. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0.05, maka H0 diterima. Hal ini berarti data residual berdistribusi normal. 3.4.3.2 Uji Multikolonearitas Uji multikolonearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel bebas saling berkolerasi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Uji multikolonearitas dapat dideteksi dengan menghitung koefisien ganda dan membandingkannya dengan keofisien korelasi antar variabel bebas (Joko Sulistyo, 2011: 56). Uji multikolonearitas dengan SPSS dilakukan dengan uji regresi, dengan nilai patokan VIF (Variance Inflation Factor) dan koefisien korelasi antar variabel bebas. Kriteria yang digunakan adalah: 1. Jika nilai VIF di sekitar angka 1 atau memiliki toleransi mendekati 1, maka dikatakan tidak terdapat masalah multikolonearitas. 2. Jika koefisien korelasi antar variabel bebas kurang dari 0.5, maka tidak terdapat masalah kolinearitas. 3.4.3.3 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar). Adapun
cara
untuk
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
heteroskedastisitas yaitu salah satunya adalah melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized (Ghozali, 2013). 3.4.3.4 Uji Autokorelasi Pengujian terhadap asumsi klasik autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kesalahan penggangu pada data observasi satu pengamatan ke pengamatan lainnya dalam model regresi linear. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi korelasi. Problem autokorelasi sering ditemukan pada penelitian yang menggunakan timeseries. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya problem autokorelasi pada model regresi yaitu dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson, uji runs test dan uji Box-Ljung. Untuk uji Durbin-Watson kita akan membandingkan hasil DW statistik dan DW table. Jika DW statistik > DW table, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat masalah autokorelasi. Sedangkan pada uji runs test jika diperoleh nilai signifikansi > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data kita memenuhi asumsi klasik autokorelasi (Hengky & Selva, 2013: 73). 3.4.4
Variabel Moderasi Dalam penelitian ini menggunakan good corporate governance
sebagai variabel moderasi. Ghozali (2013: 223) mendefinisikan variabel moderasi adalah variabel independen yang akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen lainnya terhadap variabel dependen. Variabel moderator dapat dianggap sebagai bagian dari satu kelas variabel dan didalam ilmu sosial disebut dengan variabel spesifikasi. Variabel spesifikasi adalah variabel yang menspesifikasikan bentuk dan atau besarnya hubungan antara predictor (variabel independen) dan criteria (variabel dependen). Jadi variabel spesifikasi atau variabel moderator dapat dikembangkan dengan menggunakan dua dimensi atau karakteristik. Model berikut ini dapat menggambarkan adanya pengaruh moderating.
Predictor
Criteria
Moderator Sumber: Ghozali, dimodifikasi 2014
Sharma et all (1981) dalam Ghozali (2013: 224) mengelompokkan variabel moderator menjadi tiga kelompok seperti terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel III.2 Jenis-Jenis Variabel Moderator
Tidak berinteraksi dengan prediktor Berinteraksi dengan prediktor Sumber: Ghozali, 2014
Berhubungan dengan criterion dan/atau prediktor Intervening, Exogen, Antesedent, Prediktor Moderator (Quasi Moderator)
Tidak berhubungan dengan criterion dan prediktor Moderator (Homologizer) Moderator (Pure Moderator)
1. Variabel Moderasi Murni (Pure Moderator) merupakan variabel yang memoderasi hubungan antara variabel prediktor dan variabel tergantung di mana variabel moderasi murni berinteraksi dengan variabel prediktor tanpa menjadi variabel prediktor. 2. Variabel Moderasi Semu (Quasi Moderator) merupakan variabel yang memoderasi hubungan antara variabel prediktor dan variabel tergantung di mana variabel moderasi semu berinteraksi dengan variabel prediktor sekaligus menjadi variabel prediktor. 3.4.5
Variabel Moderasi Potensial (Homologiser Moderator) merupakan variabel
yang
potensial
menjadi
variabel
moderasi
yang
mempengaruhi kekuatan hubungan antara variabel prediktor dan variabel tergantung. Variabel ini tidak berinteraksi dengan variabel prediktor dan tidak mempunyai hubungan yang signifikan denganvariabel tergantung.
3.4.6
Uji Efek Moderasi Untuk menjawab rumusan masalah nomor 1 dan 2 digunakan uji
efek moderasi. Efek moderasi menunjukkan interaksi antara variabel independen dengan variabel moderator dalam mempengaruhi variabel dependen (Hengky & Selva, 2013: 98). Pengujian efek moderasi dalam regresi linear dapat dilakukan secara bertahap dengan menggunakan pendekatan yang dikembangkan oleh Baron dan Kenny (1986) dalam Hengky dan Selva (2013). Terdapat tiga langkah dalam pengujian efek moderasi yaitu: 1. Langkah pertama, menguji pengaruh Kinerja Keuangan (X) ke Nilai Perusahaan (Y) (pengaruh variabel independen ke variabel dependen) dan harus signifikan pada P < 0.05. 2. Langkah kedua, menguji pengaruh Good Corporate Governance (Z) ke Nilai Perusahaan (Y) (pengaruh variabel moderasi ke variabel dependen) dan harus signifikan pada P < 0.05. 3. Langkah ketiga, menguji pengaruh variabel interaksi (perkalian antara variabel independen dan variabel moderator) terhadap variabel dependen (Y) dan harus signifikan pada P < 0.05. Sedangkan efek utama tidak signifikan. 3.4.6.1 Moderated Regression Analysis (MRA) Moderated Regression Analysis (MRA) atau uji interaksi merupakan aplikasi khusus regresi berganda linear dimana dalam
persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen) dengan rumus persamaan sebagai berikut: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3 X1*X2 + ɛ Dimana: Y
= Nilai Perusahaan
α
= Konstanta atau Intercept
β
= Koefisien variabel independen
X1
= Kinerja Keuangan
X2
= Good Corporate Governance
X1X2 = Kinerja Keuangan*Good Corporate Governance ɛ
= Error
3.4.7
Koefisien Determinasi Dalam penelitian ini koefisien determinasi (R²) digunakan untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabelvariabel dependen. Jika R² semakin besar (mendekati satu) maka pengaruh variabel bebas adalah besar terhadap variabel terikat. Sedangkan, jika R² kecil maka pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat sangat kecil (Ghozali, 2012). 3.4.8
Uji Hipotesis
1. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik T) Dalam penelitian ini digunakan uji statistik T, menurut Ghozali (2012) uji signifikan parameter individual digunakan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel bebas secara individual dalam
menerangkan variabel terikat. Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (bi) sama dengan nol, atau : H0 : bi = 0 artinya, secara individual variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Hipotesis alternatifnya (HA) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau: HA : bi_0 Artinya variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Kriteria pengambilan keputusan : H0 diterima jika Thitung < Ttabel pada _= 5% H0 ditolak jika Thitung > Ttabel pada _= 5% 2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Dalam penelitian ini digunakan uji statistik F, menurut Ghozali (2012), uji segnifikansi simultan digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. H0 : b₁ = b₂ = …… = bk = 0 Artinya, secara bersama-sama semua variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. HA : b₁ _ b₂_ …… = bk _ 0 Artinya, semua variabel bebas secara simultan berpengaruh terhadap variabel terikat. Kriteria pengambilan keputusan: H0 diterima jika Fhitung < Ftabel pada _= 5%
H0 ditolak jika Fhitung > Ftabel pada _= 5%
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum PT Timah (Persero) Tbk. PT Timah (Persero) Tbk adalah perusahaan penghasil logam timah yang merupakan salah satu penambangan timah terintegrasi terbesar di dunia. Komoditas PT Timah yang utama adalah logam timah, sementara produk-produk lainnya meliputi produk spesifik berbasis timah (tin solder, tin chemical), batubara, dan jasa perkapalan. PT Timah memproduksi 26.204 ton bijih timah dan menjual 23.187 metrik ton logam timah di tahun 2013. PT Timah mengekspor lebih dari 95% total produksinya ke berbagai penjuru dunia. Pendapatan total yang diraih PT Timah di tahun 2013 adalah Rp 5,85 triliun, dengan laba bersih senilai Rp 515 miliar dan total aset senilai Rp 7,88 triliun. Wilayah izin usaha penambangan PT Timah meliputi Provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau, dengan sejumlah operasi sekundernya berlokasi di Provinsi Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Banten, dan DKI Jakarta. Hingga akhir tahun 2013, PT Timah mempekerjakan 7.239 karyawan, dengan 64% diantaranya merupakan karyawan tetap. PT Timah berkantor pusat di Pangkalpinang, Bangka, Indonesia, dan sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten „TINS‟. Kapitalisasi pasar saham TINS per 31 Desember 2013 mencapai Rp 8,05 triliun.
4.1.1
Sejarah Singkat PT Timah (Persero) Tbk. Sejak tahun 1953-1958 terdapat Tiga perusahaan tambang timah Belanda di Indonesia dinasionalisasikan menjadi Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah Bangka, Belitung, dan Singkep. Pada tahun 1968 Ketiga perusahaan tersebut dikonsolidasikan menjadi badan usaha baru bernama Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah. Kemudian pada tahun 1976 status PN Tambang Timah dan Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi PT Tambang Timah (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki Negara Republik Indonesia. Tahun 1995 PT Tambang Timah (Persero) mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya dan London Stock Exchange, dan berubah nama menjadi PT TIMAH (Persero) Tbk. Tahun 1998 kegiatan bisnis PT TIMAH (Persero) Tbk dipecah menjadi 3 (tiga) anak perusahaan: PT Timah Eksplomin, PT Tambang Timah, dan PT Timah Industri. Kemudian pada tahun 2004 perusahaan mengakuisisi 100% kepemilikan PT Tanjung Alam Jaya, perusahaan yang memegang Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) dan beroperasi komersial. Pada tahun 2007 perusahaan menerima Indonesia Sustainability Reporting Award 2007 - Commendation for Sustainability Reporting, First Time Sustainability Report 2006, dari Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan. Tahun 2009 pabrik pengolahan timah solder di
Kundur dan pabrik tin chemical di Cilegon dibangun. Pada tahun 2011 diadakan seminar 100 tahun Teknologi Kapal Keruk di Indonesia dan peluncuran slogan “go offshore, go deeper”. Kemudian pada tahun 2012 perusahaan meluncurkan kapal bor Geotin III untuk mengintensifikasi kegiatan eksplorasi. 4.1.2
Visi, Misi dan Nilai PT Timah (Persero) Tbk Visi: Menjadi perusahaan pertambangan terkemuka di dunia yang ramah lingkungan. Misi: 1.
Membangun sumber daya manusia yang tangguh, unggul, dan bermartabat.
2.
Melaksanakan tata kelola pertambangan yang baik dan benar.
3.
Mengoptimalkan nilai perusahaan dan kontribusi terhadap pemegang saham serta tanggung jawab sosial.
Nilai: Dalam menjalankan usahanya, seluruh elemen PT Timah (Persero) Tbk dan Anak Perusahaan menjunjung tinggi: Integritas, Komitmen, Terbuka, Rasional dan Visioner.
4.2
Analisis Data
4.2.1
Kinerja Keuangan 1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas pada bagian ini dihitung dengan menggunakan rumus Quick Ratio. Berikut disajikan hasil perhitungan rasio likuiditas dengan menggunakan rumus quick ratio pada PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2011-2013 sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan quick ratio PT Timah (Persero) Tbk. tahun 2011-2013 diatas dapat disajikan dalam gambar IV.1 sebagai berikut: Gambar IV.1 Rasio Likuiditas PT Timah (Persero) Tbk. Tahun 2011-2013 Quick Ratio 2,37
1,5 1,19
2011
2012
2013
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, diolah, 2014
Rasio likuiditas pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 36,71% dari tahun 2011 yaitu sebesar 2,4 kali, sedangkan di tahun 2011 nilai quick ratio sebesar 1,5 kali. Pada tahun 2013, quick ratio mengalami penurunan sebesar 99,15% dari tahun 2012 yaitu dengan angka 1,19 kali. Penurunan angka quick ratio tidak berdampak buruk pada kinerja PT Timah (Persero) Tbk., karena PT Timah (Persero) Tbk. masih dapat membayar hutang walaupun sudah dikurangi dengan persediaan.
2. Rasio Leverage Rasio leverage pada bagian ini dihitung dengan menggunakan rumus Debt to Equity Ratio. Berikut disajikan hasil perhitungan rasio leverage dengan menggunakan rumus DER pada PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2011-2013 sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan DER pada
PT Timah (Persero) Tbk.
tahun 2011-2013 diatas dapat disajikan dalam gambar IV.2 sebagai berikut: Gambar IV.2 Rasio Leverage PT Timah (Persero) Tbk. Tahun 2011-2013 DER
61,14% 42,89% 34,48%
2011
2012
2013
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, diolah, 2014
Pada tahun 2011, rasio leverage dengan menggunakan rumus DER adalah 42,89%. Rasio ini menunjukan bahwa kreditor menyediakan Rp 42,89 tahun 2011 untuk setiap Rp 100,- yang disediakan pemegang saham atau PT Timah (Persero) Tbk. dibiayai oleh utang sebanyak 42,89%. Rasio leverage pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2011 sebesar 8,41% yaitu dengan nilai 34,48%, ini menunjukan bahwa PT Timah (Persero) Tbk dibiayai oleh utang sebesar 34,48% dan menunjukan kreditor menyediakan Rp 34,48 untuk setiap Rp 100 yang disediakan pemegang saham. Sedangakan pada tahun 2013, DER mengalami peningkatan 26,66% dari tahun 2012 sehingga nilai DER pada tahun 2013 adalah 61,14%. Ini menunjukkan bahwa PT Timah (Persero) Tbk. dibiayai
oleh utang sebesar 61,14% dan menunjukan kreditor menyediakan Rp 61,14 untuk setiap Rp 100,- yang disediakan oleh pemegang saham. 3. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas pada bagian ini dihitung dengan menggunakan rumus Assets Turnover. Berikut disajikan hasil perhitungan rasio aktivitas dengan menggunakan rumus Assets Turnover pada PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2011-2013 sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan Assets Turnover pada
PT Timah
(Persero) Tbk. tahun 2011-2013 diatas dapat disajikan dalam gambar IV.3 sebagai berikut:
Gambar IV.3 Rasio Aktivitas PT Timah (Persero) Tbk. Tahun 2011-2013 Assets Turnover
1,24
1,2
0,74
2011
2012
2013
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, diolah, 2014
Pada tahun 2011 perputaran total aktiva sebanyak 1,24 kali, artinya setiap Rp 1,- aktiva dapat menghasilkan Rp 1,24 penjualan. Pada tahun 2012, PT Timah (Persero) Tbk mengalami penurunan rasio yaitu dengan angka rasio 1,20 kali. Ini menunjukan bahwa setiap Rp 1,- aktiva dapat menghasilkan Rp 1,20 penjualan. Sedangkan pada tahun 2013, PT Timah (Persero) Tbk mengalami penurunan perputaran total aktiva sebesar 62,16% dari tahun 2012 yaitu dengan angka perputaran total aktiva 0,74 kali. Ini menunjukan bahwa setiap Rp 1,- aktiva dapat menghasilkan Rp 0,74 penjualan. 4. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas pada bagian ini dihitung dengan menggunakan rumus Return on Equity (ROE). Berikut disajikan hasil perhitungan rasio aktivitas dengan menggunakan rumus ROE pada PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2011-2013 sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan ROE pada
PT Timah (Persero) Tbk.
tahun 2011-2013 diatas dapat disajikan dalam gambar IV.4 sebagai berikut: Gambar IV.4 Rasio Profitabilitas PT Timah (Persero) Tbk. Tahun 2011-2013 ROE
19,50%
9,47%
2011
2012
10,53%
2013
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, diolah, 2014
Perhitungan ROE tahun 2011 menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi yang diperoleh sebesar 19,50%. Pada tahun 2012, perhitungan ROE menurun sebesar 79,78% dari tahun 2011 yaitu dengan tingkat pengembalian investasi yang diperoleh sebesar 9,47%. Sedangkan pada tahun 2013 PT Timah (Persero) Tbk mengalami peningkatan sebesar 10,06% yaitu dengan tingkat pengembalian investasi sebesar 10,53%. Semakin tinggi rasio ROE semakin baik, artinya posisi pemilik PT Timah (Persero) Tbk semakin kuat, demikian pula sebaliknya. 5. Rasio Penilaian Rasio penilaian pada bagian ini dihitung dengan menggunakan rumus Return Price to Book Value (PBV). Berikut disajikan hasil perhitungan rasio aktivitas dengan menggunakan rumus PBV pada PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2011-2013 sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan PBV pada
PT Timah (Persero) Tbk.
tahun 2011-2013 diatas dapat disajikan dalam gambar IV.5 sebagai berikut:
Gambar IV.5 Rasio Penilaian PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013 Price to Book Value 1,82
1,7 1,65
2011
2012
2013
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, diolah, 2014
Sebagai suatu perusahaan yang memiliki manajemen yang baik maka nilai PBV dari perusahaan tersebut setidaknya adalah satu atau dengan kata lain diatas dari nilai bukunya. Jika PVB perusahaan dibawah satu, maka kita dapat menilai bahwa harga saham tersebut adalah dibawah nilai buku (under value). Pada gambar diatas menunjukkan bahwa nilai PBV PT Timah (Persero) Tbk tahun 2011-2013 mengalami penurunan, hal ini tidak berpengaruh buruk terhadap kinerja PT Timah (Persero) Tbk karena nilai PBV > 1. 4.2.2
Good Corporate Governance Good Corporate Governance pada bagian ini dihitung dengan menggunakan
rumus
kepemilikan
institusional.
Berikut
disajikan
komposisi kepemilikan saham institusional pada PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2011-2013 sebagai berikut:
Tabel IV.1 Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah (Persero) Tbk per 31 Desember 2011 Jumlah Persentase No. Status Pemilik Jumlah Efek Pemilik Efek Kepemilikan Pemodal Nasional 1 2 3
Negara RI Perorangan Indonesia Perseroan Terbatas Sub Total
1
3.271.470.000
65%
12.094
542.859.925
10,78%
359
722.294.843
14,35%
12.454
4.536.424.568
90%
Pemodal Asing 1
Perorangan Asing
62
12.297.000
0,24%
2
Badan Usaha Asing
191
484.298.432
9,62%
Sub Total
253
253.496.595.432
10%
TOTAL
12.707
5.033.302.000
100%
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011, 2014
Berdasarkan komposisi kepemilikan saham tahun 2011 pada PT Timah (Persero) Tbk. dapat disajikan dalam gambar IV.6 sebagai berikut: Gambar IV.6 Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011
Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah Tahun 2011
Badan Usaha Asing 10% Perorangan Asing Perseroan0% Terbatas 14% Perorangan Indonesia 11%
Negara RI 65%
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011, 2014
Berdasarkan Tabel IV.1 dan Gambar IV.6 menunjukkan bahwa kepemilikan saham mayoritas adalah Negara RI dengan angka 65%. Pada tahun 2011, komposisi kepemilikan terbesar kedua adalah Perseroan Terbatas dengan angka 14%. Sedangkan posisi ketiga, keempat dan kelima adalah Perorangan Indonesia 11%, Badan Usaha Asing 10% dan Perorangan asing 0,24%. Berikut disajikan komposisi kepemilikan saham institusional pada PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2012: Tabel IV.2 Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah (Persero) Tbk per 31 Desember 2012 Jumlah Persentase No. Status Pemilik Jumlah Efek Pemilik Efek Kepemilikan Pemodal Nasional 1 2 3
Negara RI Perorangan Indonesia Perseroan Terbatas
1
3.271.470.000
65%
10.868
529.302.215
10,52%
285
630.324.653
12,52%
Sub Total
11.154
4.536.424.568
88,04%
62
4.844.000
0,10%
195
597.079.132
11,86%
257
601.923.132
11,96%
11.411
5.033.302.000
100%
Pemodal Asing 1 2
Perorangan Asing Badan Usaha Asing Sub Total TOTAL
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2012, 2014
Berdasarkan komposisi kepemilikan saham tahun 2012 pada PT Timah (Persero) Tbk. dapat disajikan dalam gambar IV.7 sebagai berikut:
Gambar IV.7 Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2012 Badan Usaha Asing 12%
Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah Tahun 2012
Perorangan Asing Perseroan 0% Terbatas 13% Negara RI 65%
Perorangan Indonesia 10%
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2012, 2014
Berdasarkan Tabel IV.2 dan Gambar IV.7 menunjukkan bahwa kepemilikan saham mayoritas adalah Negara RI dengan angka 65%. Pada tahun 2012, komposisi kepemilikan terbesar kedua adalah Perseroan Terbatas dengan angka 13%. Sedangkan posisi ketiga, keempat dan kelima adalah Badan Usaha Asing 12%, Perorangan Indonesia 10% & dan Perorangan asing 0,10%. Berikut disajikan komposisi kepemilikan saham institusional pada PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2013: Tabel IV.3 Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah (Persero) Tbk per 31 Desember 2013 Jumlah Persentase No. Status Pemilik Jumlah Efek Pemilik Efek Kepemilikan Pemodal Nasional 1 2 3
Negara RI Perorangan Indonesia Lembaga Indonesia Sub Total
1
3.271.470.000
65%
9115
413.351.015
2,87%
285
4.093.706.235
28,47%
9401
4.507.057.249
96,34%
Pemodal Asing 1
Perorangan Asing
58
3.766.500
0,03
2
Lembaga Asing
186
522.196.251
3,63%
Sub Total
244
525.962.751
3,66%
TOTAL
9.644
5.033.302.000
100%
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2013, 2014
Berdasarkan komposisi kepemilikan saham tahun 2013 pada PT Timah (Persero) Tbk. dapat disajikan dalam gambar IV.8 sebagai berikut:
Gambar IV.8 Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2013 Badan Usaha Asing 4%
Komposisi Kepemilikan Saham PT Timah Tahun 2013
Perorangan Asing 0%
Perseroan Terbatas 28% Negara RI 65%
Perorangan Indonesia 3% Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2013, 2014
Berdasarkan Tabel IV.3 dan Gambar IV.8 menunjukkan bahwa kepemilikan saham mayoritas adalah Negara RI dengan angka 65%. Pada tahun 2012, komposisi kepemilikan terbesar kedua adalah Perseroan Terbatas dengan angka 28%. Sedangkan posisi ketiga, keempat dan kelima adalah Badan Usaha Asing 4%, Perorangan Indonesia 3% & dan Perorangan asing 0,03%.
4.2.3
Nilai Perusahaan Nilai perusahaan pada bagian ini dihitung dengan menggunakan rumus Tobin’s Q Theory. Berikut disajikan komposisi kepemilikan saham institusional pada PT Timah (Persero) Tbk. periode tahun 2011-2013 sebagai berikut: )
((
((
)
(
(
((
(
(
)
)
)
)
(
)
)
)
((
(
(
)
)
Berdasarkan perhitungan Tobin’s Q pada PT Timah (Persero) Tbk. tahun 2011-2013 diatas dapat disajikan dalam gambar IV.9 sebagai berikut: Gambar IV.9 Nilai Perusahaan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013 Tobin's Q 1,25
2011
1,14
2012
1,03
2013
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, diolah, 2014
Gambar diatas menunjukkan nilai perusahaan PT Timah (Persero) Tbk tahun 2011-2013 berdasarkan perhitungan nilai Tobin’s Q yaitu pada
tahun 2011 sebesar 1,25, tahun 2012 sebesar 1,14 dan tahun 2013 sebesar 1,03. Jika nilai Tobin’s Q lebih dari satu (Tobin’s Q > 1), maka nilai pasar perusahaan lebih besar daripada nilai aktiva perusahaan yang tercatat di laporan keuangan. Hal ini berarti bahwa pasar menilai baik PT Timah (Persero)
Tbk
sehingga
perusahaan
memiliki
kesempatan
untuk
meningkatkan volume perdagangan sahamnya. 4.2.4
Analisis Descriptive Statistics Bagian ini menggambarkan atau mendeskripsikan dari data masing-masing variabel yang telah diolah menggunakan SPSS versi 22, adapun hasil olahan data SPSS dalam bentuk descriptive statistics akan menampilkan karakteristik sampel yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain meliputi jumlah sampel (N), range, minimum dan maximum, rata-rata sampel (mean) dan standar deviasi untuk masing-masing variabel yang disajikan dalam Tabel IV.1 berikut: Tabel IV.4 Descriptive Statistics Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, Interaksi1 dan Nilai Perusahaan Descriptive Statistics Range
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Statistic Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
N
Kinerja Keuangan Good Corporate Governance Iinteraksi1 Nilai Perusahaan Valid N (listwise)
36
36.55
68.07
36
.21
.03
36
23.07
36
18.13
104.62 82.7617
Skewness Std. Statistic Error
Kurtosis Std. Statistic Error
11.89032
.683
.393
-1.131
.768
.1233
.08854
.399
.393
-1.544
.768
2.04
25.11 11.0921
9.15521
.568
.393
-1.477
.768
7.90
26.03 15.7611
5.06633
.616
.393
-.672
.768
.24
36
Sumber: Laporan Tahunan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Berdasarkan Tabel IV.4 diatas dapat dilihat bahwa variabel Kinerja Keuangan (X1) dengan sampel (N) 36 memiliki range 36,55 dengan nilai minimum sebesar 68,07, nilai maksimum sebesar 104,62, rata-rata sebesar 82,7617 dan standar deviasinya sebesar 11,89032. Skewness dan kurtosis merupakan ukuran untuk melihat apakah data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal atau tidak. Skewness mengukur kemencengan dari data dan kurtosis mengukur puncak dari distribusi data. Hasil tampilan output SPSS memberikan nilai skewness sebesar 0,683 atau mendekati nol dan nilai kurtosis sebesar -1,131, sehingga dapat disimpulkan bahwa data Kinerja Keuangan terdistribusi normal. Selanjutya, variabel Good Corporate Governance (Z) dengan sampel (N) 36 memiliki range 0.21 dengan nilai minimum sebesar 0.03, nilai maksimum sebesar 0,24, rata-rata sebesar 0,1233, standar deviasinya sebesar 0,08854 dengan nilai skewness dan kurtosis masing-masing 0,399 dan -1,544. Selanjutnya, variabel Interaksi (Kinerja Keuangan*Good Corporate Governance) dengan sampel (N) 36 memiliki range 23,07 dengan nilai minimum sebesar 2,04, nilai maksimum sebesar 25,11, ratarata sebesar 11,0921 dan standar deviasinya sebesar 9,15521 nilai skewness dan kurtosis masing-masing 0,568 dan -1,477. Selanjutnya, variabel Nilai Perusahaan (Y) dengan sampel (N) 36 memiliki range 18,13 dengan nilai minimum sebesar 7,90, nilai maksimum sebesar 26,03, ratarata sebesar 15,7611 dan standar deviasinya sebesar 5,06633 nilai skewness dan kurtosis masing-masing 0,616 dan -0,672.
4.2.5
Uji Asumsi Klasik
4.2.5.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal. Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat
grafik
histogram
dan
normal
probability
plot
yang
membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari data normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan beberapa cara, yaitu: 1. Analisis Grafik Gambar IV.10 Histogram Uji Normalitas
Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Dengan melihat tampilan histogram uji normalitas di atas, dapat disimpulkan bahwa histogram menunjukkan pola distribusi normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram, hal ini dapat memberikan hasil yang meragukan khususnya untuk jumlah sampel kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Grafik normal probability plot terlihat pada Gambar IV.11 berikut ini: Gambar IV.11 PP-Plot Kinerja Keuangan dan Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan
Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Pada grafik normal probability plot di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal. Dari kedua grafik tersebut maka dapat dinyatakan bahwa model regresi pada penelitian ini memenuhi normalitas. 2. Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan karena secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu, dianjurkan di samping menggunakan uji grafik juga dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik pada penelitian ini menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S). hasil uji statistik KolmogorovSmirnov (K-S) dapat dilihat dalam tabel IV.2 sebagai berikut: Tabel IV.5 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
35
Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed)
.0000000 .13263035 .106 .106 -.086 .106 .200
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Tabel IV.5 di atas menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov yang diperoleh adalah 0,106 untuk data residual dengan tingkat signifikansi 0,200 atau > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola distribusi normal distribusi normal terdistribusi normal dan hasilnya
c,d
konsisten dengan uji grafik yang dilakukan sebelumnya, sehingga model regresi memenuhi uji normalitas. 4.2.5.2 Uji Multikolonearitas Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai cutoff yang umumnya dipakai untuk menunjukkan adanya multikoloneritas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. Tabel IV.6 Hasil Uji Multikolonearitas Coefficients Model 1
a
Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant)
Kinerja Keuangan .228 4.391 Good Corporate Governance .374 2.672 Interaksi .225 4.444 a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan hasil uji multikolonearitas dengan menggunakan bantuan SPSS versi 22 terlihat pada Tabel IV.6. Ketiga variabel independen Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance dan Interaksi (Kinerja Keuangan*Good Corporate
Governance) menunjukkan nilai tolerance ≥ 0,10 dan angka VIF ≤ 10 yaitu variabel kinerja keuangan dengan angka tolerance 0,228 dan angka VIF 4,391, variabel good corporate governance dengan angka tolerance 0,374 dan angka VIF 2,672 dan variabel interaksi dengan angka tolerance 0,225 dan angka VIF 4,444. Dengan demikian dapat disimpulkan model regresi tersebut bebas dari masalah multikolonearitas sehingga model ini dapat digunakan. 4.2.5.3 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas ada tidaknya heteroskedastisitas antar variabel independen dapat dilihat melalui scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya sebagai berikut:
Gambar IV.12 Scatterplot
Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Dari Gambar IV.12 dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas karena titik-titik menebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. 4.2.5.4 Uji Autokorelasi Model regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan uji statistik melalui Uji Durbin-Watson (DW test). Tabel IV.7 Hasil Uji Durbin Watson b
Model 1
Model Summary Durbin-Watson .961
a. Predictors: (Constant), Interaksi, Good Corporate Governance, Kinerja Keuangan b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Hasil uji statistik Durbin-Watson (DW test) menunjukkan bahwa adanya masalah autokorelasi karena nilai DW 0 < d < dl atau 0 < 0,961 < 1,295. Oleh sebab itu dilakukan uji statistik non parametrik Run Test. Hasil uji statistik Run Test dapat dilihat pada Tabel IV.8 berikut ini: Tabel IV.8 Hasil Uji Runs Test Runs Test Unstandardized Residual a
Test Value
Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z
.24430 17 18 35 13 -1.712
Asymp. Sig. (2-tailed)
.087
a. Median Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Hasil uji statistik runs test menunjukkan bahwa nilai test adalah 0,24430 dengan probabilitas 0,087 atau > 0,05. Karena nilai signifikansi di atas 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terjadi masalah autokorelasi atau memenuhi asumsi klasik autokorelasi. Hasil uji runs test tidak konsisten dengan hasil uji Durbin-Watson sebelumnya. 4.2.6 Hasil Uji Efek Utama Pengujian efek moderasi dalam regresi linear dapat dilakukan secara bertahap dengan menggunakan pendekatan yang dikembangkan
oleh Baron dan Kenny. Terdapat tiga langkah dalam pengujian efek moderasi yaitu: Langkah pertama, menguji pengaruh Kinerja Keuangan (X) ke Nilai Perusahaan (Y) (pengaruh variabel independen ke variabel dependen) dan harus signifikan pada P < 0.05. Hasil uji coefficients berdasarkan output SPSS versi 22 antara variabel Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel IV.9 Hasil Uji Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan Model Summaryb Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate Durbin-Watson a 1 .811 .658 .648 .18345 1.060 a. Predictors: (Constant), Kinerja Keuangan b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Tabel IV.10 Hasil Coefficients Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan a Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta Model t Sig. 1 (Constant) .959 .220 4.360 .000 Kinerja .021 .003 .811 7.970 .000 Keuangan a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Dari Tabel IV.10 di atas dapat dilihat tingkat signifikansi pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan adalah 0,00 atau < 0,05. Ini menunjukkan bahwa bahwa variabel kinerja keuangan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Karena pengujian efek utama hasilnya signifikan, maka penelitian ini dapat dilanjutkan ke
langkah berikutnya yaitu menguji pengaruh Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan. Langkah kedua, menguji pengaruh Good Corporate Governance (Z) terhadap Nilai Perusahaan (Y) (pengaruh variabel moderasi ke variabel dependen) dan harus signifikan pada P < 0.05. Hasil uji coefficients berdasarkan output SPSS versi 22 antara variabel Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel IV.11 Hasil Uji Pengaruh Perusahaan
Good Corporate Governance terhadap Nilai b
Model Summary
Adjusted R Std. Error of the DurbinModel R R Square Square Estimate Watson a 1 .844 .712 .703 .17259 .680 a. Predictors: (Constant), Good Corporate Governance b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Tabel IV.12 Hasil Coefficients Pengaruh terhadap Nilai Perusahaan
Model 1
Good Corporate Governance a
Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta
t
Sig.
(Constant)
3.454 .086 40.011 .000 Good Corporate .309 .034 .844 9.158 .000 Governance a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Dari Tabel IV.12 di atas dapat dilihat tingkat signifikansi good corporate governance terhadap nilai perusahaan adalah 0,00 atau < 0,05. Ini menunjukkan bahwa bahwa variabel good corporate governance berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Karena pengujian efek utama hasilnya signifikan, maka penelitian ini dapat dilanjutkan ke
langkah
berikutnya
yaitu
menguji
pengaruh
Interaksi
(Kinerja
Keuangan*Good Corporate Governance) terhadap Nilai Perusahaan. Langkah ketiga, menguji pengaruh variabel interaksi (Kinerja Keuangan*Good Corporate Governance) terhadap Nilai Perusahaan (Y). Hasil uji coefficients berdasarkan output SPSS versi 22 antara variabel Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance dan Interaksi terhadap Nilai Perusahaan ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel IV.13 Hasil Uji Pengaruh Variabel Interaksi terhadap Nilai Perusahaan b
Model Summary Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson a 1 .810 .656 .646 .18388 1.060 a. Predictors: (Constant), Interaksi b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Tabel IV.14 Hasil Coefficients Pengaruh Variabel Interaksi terhadap Nilai Perusahaan a
Model 1
Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta
t
Sig.
(Constant)
.952 .222 4.300 .000 Interaksi .021 .003 .810 7.942 .000 a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Dari Tabel IV.14 di atas dapat dilihat tingkat signifikansi variabel interaksi terhadap nilai perusahaan adalah 0,00 atau < 0,05. Ini menunjukkan bahwa bahwa variabel interaksi berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Karena pengujian efek utama hasilnya signifikan, maka penelitian ini dapat dilanjutkan ke langkah berikutnya yaitu Moderated Regression Analysis (MRA).
4.2.6.1 Moderated Regression Analysis (MRA) Uji interaksi merupakan aplikasi khusus regresi berganda linear dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen). Persamaan regresi dapat dilihat dari tabel hasil uji coefficients berdasarkan output SPSS versi 22 terhadap dua variabel independen yaitu kinerja keuangan dan good corporate governance, satu variabel interaksi (kinerja keuangan*good corporate governance) terhadap nilai perusahaan ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel IV.15 Hasil Uji Moderated Regression Analysis a
Coefficients Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
-1.657 1.021 .150 .003
1.466 Kinerja Keuangan .370 .446 Good Corporate Governance .045 .417 Interaksi .004 .105 a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Tabel coefficients yang diinterpretasikan adalah nilai dalam kolom B
pada
Unstandardized
Coefficients,
baris
pertama
(constant)
menunjukkan konstanta variabel (a) dan baris selanjutnya menunjukkan konstanta variabel independen. Dengan melihat Tabel IV.15 di atas, dapat disusun model Moderated Regression Analysis (MRA) pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = -1,657 + 1,021X₁ + 0,150X₂ + 0,03 X₁X₂
Model Moderated Regression Analysis di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Konstanta sebesar -1,657 Menerangkan bahwa apabila Kinerja Keuangan (X₁) dan Good Corporate Governance (X₂) nilainya adalah 0, maka Nilai Perusahaan (Y) nilainya sebesar -1,657%.
b.
Koefisien regresi variabel Kinerja Keuangan (X₁) sebesar 1,021 Menerangkan bahwa apabila nilai Kinerja Keuangan (X₁) bertambah 1% maka nilai perusahaan akan bertambah sebesar 1,021% dengan asumsi variabel independen lainnya konstan.
c.
Koefisien regresi variabel Good Corporate Governance (X₂) sebesar 0,150 Menerangkan bahwa apabila nilai Good Corporate Governance (X₂) bertambah 1% maka nilai perusahaan akan bertambah sebesar 1,150% dengan asumsi variabel independen lainnya konstan.
d.
Koefisien regresi variabel
Interaksi (Kinerja Keuangan*Good
Corporate Governance (X₂) sebesar 0,03 Menerangkan bahwa apabila nilai Interaksi (Kinerja Keuangan*Good Corporate Governance) bertambah 1% maka nilai perusahaan akan bertambah sebesar 0,03% dengan asumsi variabel independen lainnya konstan.
4.2.6.2 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Tabel IV.16 Hasil Uji Koefisien Determinasi b
Model Summary Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson a 1 .903 .816 .798 .13890 .961 a. Predictors: (Constant), Interaksi, Good Corporate Governance, Kinerja Keuangan b. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R² pada saat mengevaluasi model regresi. Besarnya Adjusted R Square (R²) adalah 0,798. Hasil perhitungan statistik ini berarti bahwa pengaruh variabel kinerja keuangan dengan good corporate governance sebagai variabel pemoderasi terhadap nilai perusahaan adalah sebesar 79,8% dan sisanya 20,2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model penelitian ini. 4.2.6.3 Pengujian Hipotesis 4.2.6.3.1
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan uji F adalah sebagai berikut: Tabel IV.17 Hasil Uji Statistik F
a
ANOVA Model 1
Regression Residual
Sum of Squares 2.650 .598
Total
Df 3 31
3.248
Mean Square .883 .019
F 45.787
Sig. b .000
34
a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan b. Predictors: (Constant), Interaksi, Good Corporate Governance, Kinerja Keuangan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Berdasarkan nilai uji statistik F pada tabel hasil Moderated Regression Analysis (MRA), dapat dilihat bahwa nilai F hitung sebesar 45,787 dengan nilai signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi lebih kecil atau < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel kinerja keuangan dengan interaksi good corporate governance secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 4.2.6.3.2
Uji Parsial (Uji t) Uji parsial digunakan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan uji t dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel IV.18 Hasil Uji Parsial (Uji t) Coefficients T Model 1
a
Sig.
(Constant) -1.131 .267 Kinerja Keuangan 2.762 .010 Good Corporate Governance 3.310 .002 Interaksi .648 .522 a. Dependent Variable: Nilai Perusahaan Sumber: Ikhtisar Laporan Keuangan PT Timah (Persero) Tbk Tahun 2011-2013, data diolah, 2014
Berdasarkan nilai statistik uji t pada tabel hasil Moderated Regression Analysis (MRA), dapat dilihat bahwa secara parsial untuk variabel interaksi yang merupakan interaksi antara variabel kinerja keuangan dan good corporate governance diperoleh nilai signifikansi 0,522 > 0,05 dan koefisien regresi 0,648, karena nilai signifikansi 0,522 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa interaksi antara kinerja keuangan dan good corporate governance tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa good corporate governance bukan merupakan variabel pemoderasi. 4.3
Pembahasan
4.3.1
Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, diketahui bahwa variabel Kinerja Keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Karena nilai koefisien regresi untuk variabel Kinerja Keuangan sebesar 0,021 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Kinerja Keuangan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan, hal ini berarti H₁ diterima. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakuan oleh Retno Endah Pusitasari (2012) yang menyatakan bahwa Kinerja Keuangan yang diproksikan dengan Return on Equity berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. Semakin tinggi nilai ROE maka semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi perusahaan,
sehingga akan berdampak pada tingginya nilai perusahaan. Tingginya kemakmuran pemegang saham, maka semakin tinggi pula harga saham yang mencerminkan nilai suatu perusahaan. Tri Kartika Pertiwi dan Ferry Madi Ika Pratama (2012) juga mengemukakan bahwa Kinerja Keuangan yang diproksikan dengan Return on Assets mampu meningkatkan nilai perusahaan. Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Efektifitas apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efisiensi diartikan sebagai rasio (perbandingan) antara masukan dan keluaran yaitu dengan masukan tertentu memperoleh keluaran yang optimal. Berdasarkan temuan pada penelitian ini PT Timah (Persero) Tbk. telah menunjukkan efektifitas dalam mencapai tujuan perusahaan dan efisiensi dalam perbandingan antara masukan dan keluaran perusahaan secara optimal. Profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Selanjutnya permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan yang meningkat.
4.3.2 Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan
Good
Corporate
Governance
sebagai
Variabel
Pemoderasi Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, hasil pengujian regresi Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance (Kepemilikan Institusional) dan Variabel Interaksi terhadap Nilai Perusahaan diketahui bahwa koefisien Good Corporate Governance sebesar 0,150 dengan t hitung 3,310, sedangkan nilai sig. sebesar 0,02 atau < 0,05. Maka Good Corporate Governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Sedangkan dari pengujian regresi variabel Kinerja Keuangan dan Good Corporate Governance dan variabel Interaksi (perkalian antara Kinerja Keuangan dan Good Corporate Governance) terhadap Nilai Perusahaan diketahui bahwa koefisien variabel interaksi sebesar 0,03, dengan t hitung 0,648, sedangkan nilai sig. sebesar 0,522 > 0,05 maka variabel interaksi tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa pengungkapan Good Corporate Governance sebagai variabel pemoderasi tidak memoderasi hubungan antara Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan. Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan mendukung kinerja manajemen. Selain itu, menurut Muh. Arief Effendi (2009: 9), peran direksi dan komisaris juga sangat
penting dan cukup menentukan bagi keberhasilan implementasi Good Corporate Governance. Diperlukan komitmen penuh dari dewan direksi dan komisaris agar impelemtasi Good Corporate Governance dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan.
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisis data dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 1 (H₁) yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa secara parsial variabel Kinerja Keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan, serta secara parsial variabel Good Corporate Governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Artinya, setiap perubahan yang terjadi pada variabel independen yaitu Kinerja Keuangan dan Good Corporate Governance secara parsial akan berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan PT Timah (Persero) Tbk. 2. Berdasarkan hasil pengujian secara simultan diketahui bahwa variabel Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance dan Interaksi mempengaruhi Nilai Perusahaan. Karena niali F adalah 45,787 lebih besar dari 4 dengan nilai signifikan 0,000 atau < 0,05. 3. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2 (H₂), pengujian regresi variabel Kinerja Keuangan dan Good Corporate Governance dan variabel Interaksi (perkalian antara Kinerja Keuangan dan Good Corporate Governance) terhadap Nilai Perusahaan diketahui bahwa
koefisien variabel interaksi sebesar 0,03, sedangkan nilai sig. sebesar 0,522 > 0,05 maka variabel interaksi tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa pengungkapan
Good
Corporate
Governance
sebagai
variabel
pemoderasi tidak memoderasi hubungan antara Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan. 5.2
Keterbatasan Penelitian Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dalam penelitian ini
terdapat beberapa keterbatasan diantaranya: 1. Periode pengamatan yang singkat yaitu hanya 3 tahun sehingga tidak mampu melihat perubahan dalam periode yang lebih panjang untuk melihat perbedaan dalam kondisi ekonomi yang berbeda pula. 2. Variabel bebas yang digunakan terdiri dari 1 variabel keuangan dan 1 variabel non keuangan. Variabel keuangan belum dapat mewakili keadaan nilai perusahaan yang tepat sehingga belum mampu menjelaskan hipotesis dengan baik. 3. Data yang digunakan merupakn data laporan keuangan yang diperoleh dari sumber yang berbeda yaitu laporan keuangan konsolidasi yang diperoleh dari situs resmi perusahaan lengkap dengan komposisis kepemilikan saham perusahaan sehingga penelitian ini membutuhkan waktu lama untuk melengkapi data.
5.3
Saran Dari simpulan dan keterbatasan yang telah dipaparkan maka saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut: 1. Bagi investor hendaknya memperhatikan kondisi keuangan perusahaan jika hendak memulai berinvestasi. Perusahaan sehat bukan berarti tidak memiliki utang namun telaah kembali perusahaan yang ingin dimiliki sahamnya terutama memperhatikan unsur-unsur yang terkait dengan utang, karena apabila perusahaan tidak mampu lagi melunasi utang, maka akan sulit untuk mengembalikan imbalan investasi yang telah dilakukan. 2. Bagi manajemen perusahaan PT Timah (Persero) Tbk. diharapkan lebih terbuka dalam hal penerbitan laporan keuangan konsolidasi tahun-tahun sebelumnya. Karena untuk melihat perubahan dalam periode yang lebih panjang maka diharapkan akan mampu melihat perbedaan dalam kondisi keuangan yang berbeda pula. 3. Bagi pemerintah daerah Bangka Belitung diharapkan mampu mengawasi dan memberikan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata cara kelola penambangan timah di wilayah Bangka Belitung. Karena Indonesia merupakan penghasil logam timah terintegrasi terbesar di dunia. 4. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah objek penelitian bukan hanya pada PT Timah (Persero) Tbk. saja sehingga hasil penelitian yang dilakukan dapat mempresentasikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai perusahaan yang ada di Indonesia. Selain itu,
penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah periode waktu penelitian yang lebih lama atau > 3 tahun.
DAFTAR PUSTAKA Aldridge, E John & Siswanto Sutojo. (2008). Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat). Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka. Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Astuti, Dewi. (2004). Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Atmaja, Lukas Setia. (2008). Teori dan Praktik Manajemen Keuangan Edisi 1. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta. Brigham, Eugene F & Joel F. Houston. (2001). Manajemen Keuangan Edisi 8. Jakarta: Erlangga. Effendi, Muh. Arif. (2009). The Power Of Good Corporate Governance. Jakarta: Salemba Empat. Fahmi, Irham. (2011). Analisis Kinerja Keuangan. Bandung: ALFABETA. Fahmi, Irham. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Bandung: ALFABETA. Ghozali, Imam. (2012). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Harwono. (2009). Manajemen Keuangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Helfert, Erich A. (1991). Analisis Laporan Keuangan Edisi 7. Jakarta: Erlangga. Horne, James C.Van & John M. Machowicz, JR. (2005). Fundaentals of Financial Management Buku 1 Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat. Husnan, Suad. (2000). Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang) Buku 1 Edisi 4. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Kaihatu, Thomas S. (2006). Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 8. No. 1, pp. 1-9, 2006. Kuncoro, Mudrajad. (2005). Tata Kelola Korporat di Lingkungan BUMN. Jakarta: Erlangga. Latan, Hengky & Selva Temalagi. (2013). Analisis Multivariate Teknik dan Aplikasi Menggunakan Program IBM SPSS 20.0. Bandung: ALFABETA.
Liana, Lie. (2009). Penggunaan MRA dengan SPSS untuk Menguji Pengaruh Variabel Moderating terhadap Hubungan antara Variabel Independen dan Variabel Dependen. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK. Vol. XIV. No.2, pp. 90-97, 2009. Munawir, S. (2010). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. Pertiwi, Tri Kartika & Ferry Madi Ika Pratama. (2012). Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Food And Beverage. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 14. No. 2, pp. 118-127, 2012. Praptiningsih, Maria. (2009). Corporate Governance and Performance of Banking Firms: Evidence from Indonesia, Thailand, Philippines, and Malaysia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 11. No.1, 2009. Prasetyantoko, A. (2008). Corporate Governance. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Robinah, Akodo. (2009). Corporate Governance and Financial Performance of Public Universities in Guanda. Nkumba Business Journal. Vol.8, pp. 8694, 2009. Ross, Westerfield & Jordan. (2009). Corporate Finance Fundamentals Buku 1 Edisi 8. Jakarta: Salemba Empat. Sjahrijal, Dermawan. (2009). Pengantar Manajemen Keuangan Edisi 4. Jakarta: Mitra Wacana Media. Sugiono, Arief & Edy Untung. (2008). Panduan Praktis Dasar Analisa Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Grasindo. Sulistyo, Joko. (2010). 6 Hari Jago SPSS 17. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer (Kompas Gramedia Group). Sunyoto, Danang. (2011). Praktik SPSS untuk Kasus. Yogyakarta: Nuha Medika.