PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN, JUMLAH KOMITE AUDIT, DAN KEAHLIAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Budi Susilo NIM: 105082002747
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010 M
PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN, JUMLAH KOMITE AUDIT, DAN KEAHLIAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Budi Susilo NIM : 105082002747
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni NIP. 19690203200112 1 003
Reskino, SE, AK, M.Si NIP. 19740928200801 2 004
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
Hari ini Jum’at Tanggal 5 Maret Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan ujian komprehensif atas nama Budi Susilo NIM : 105082002747 dengan judul ”PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS
INDEPENDEN,
JUMLAH
KOMITE
AUDIT,
DAN
KEAHLIAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA” Memperhatikan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 5 Maret 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Dr. Amilin, SE.,Ak.,M.Si Penguji II
Reskino, SE., Ak., M.Si Penguji III
Prof. Dr. Ahmad Rodoni Penguji I
Hari ini Jumat Tanggal 11 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Budi Susilo NIM: 105082002747 dengan judul Skripsi “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah Komite Audit, dan Keahlian Komite Audit Terhadap Manajemen Laba”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Juni 2010
Tim Penguji Skripsi
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Pembimbing I
Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si Penguji I
Reskino, SE., Ak., M.Si. Pembimbing II
Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si Penguji II
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit terhadap manajemen laba. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang industri dasar kimia yang terdaftar di Indonesia. Jumlah sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 32 perusahaan. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposivesampling/judgement sampling, sedangkan metode analisis data menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keahlian komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan melalui kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan jumlah komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Kata Kunci: kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, keahlian komite audit, manajemen laba
iii
ABSTRACT
The aim of this research is to analize the influence of managerial owning, the propotion of independent’s board of directors, the quantity of audit’s commitee, and the skill of audit’s commitee about profit management. The object of this research is Manufacture company that move in chemistry industrial foundation that registered in Indonesia. The quantity of sample the research is 32 companies. The method of taking the sample uses purposivesampling/judgement sampling method and data’s analysis method uses analytical method of doubled regression. The result of this research tells that, the skill of audit’s commitee is not influence to profit management, but from managerial owning, the propotion of independent’s board of directors, the quantity of audit’s commitee are influence to profit management.
Keyword: Managerial owning, The propotion of independent’s board of directors, The quantity of audit’s commitee, The skill of audit’s commitee, Profit management
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmatNya yang begitu banyak dan tiada henti-hentinya kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat untuk memenuhi syarat-syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi, dan atas izin dari Allah Tuhan Semesta alam, penulis telah menyelesaikan skripsi ini. Dalam realisasinya, penulis sadar sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas kekuatan yang telah Allah SWT anugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada : 1. Kedua Orang tua tercinta Ayah & Ibu terima kasih untuk semua doa dan harapannya serta bantuan moral maupun material yang telah diberikan selama ini. 2. Adikku Dwi Astuti terimakasih atas doa dan support yang telah diberikan. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. 4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni Dosen Pembimbing 1, terima kasih atas kesabaran dan ketekunan bapak dalam membimbing saya menyelesaikan skripsi ini. 5. Ibu Reskino, SE., MSi selaku Dosen Pembimbing 2, terima kasih atas bimbingan dan seluruh advice yang telah diberikan kepada penulis. 6. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi terima kasih atas semua bantuan yang telah Bapak berikan. iv
7. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., Msi selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta. 8. Seluruh Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. Tanpa kalian semua penulis tidak akan mendapatkan ilmu yang sangat berharga yang akan bermanfaat selamanya. 9. Untuk teman-teman ku tercinta yang tergabung dalam The Big Five: Eko, Amung (sandi), Lucky, Djabir (Imam), Lucky dan Miko. Terima kasih atas supportnya dan bantuan selama ini, perjuangan belum berakhir frenz. Kalian sahabat terbaik untuk sekarang dan seterusnya. Semoga Allah menjaga persahabatan kita dan memberikan yang terbaik bagi kita semua. Sukses untuk kita semua. Amin. 10. For The Dacosta Team: Bang Beser, Beni, Agin, Aat, Apik, Parwis, Ridwan, Syamsul, Fandi, Adi, Dunge, Amung, Penjol, Ello, Ryan, Irfan, Ridho, Soni, Reza, Riza, Q-Bleh, Ancha, Luthfi, Riz-Q, Ridwan, Syarif, Ican, Ribut, Lyon, Opung, Polo dll, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Thank’s untuk kalian semua. Ayo semangat. 11. Untuk teman-teman seperjuangan semasa kuliah, kompre dan skripsi: Zaenal, Tajiw (Tachjudin), Aji, Ropik, Ncuy (Erawan), Malik, Fandi, Amung, Opie (yang sudah meminjamkan buku), Ai, zillah, Dinda, Heri. Terima kasih untuk kalian semua. 12. Anak-anak Akun E 2005!!! Hayo SemangaT!!! kalian adalah teman-teman yang terbaik!!! Dan juga anak-anak Klaz Audit_B walaupun hanya setahun tapi tetap menyenangkan. 13. Anak-anak Futsal The Condors (we’re brothers): Lucky, Eko, Amung, Yorin, Batara, Miko, Djabir, D’cool, Sobul, Syamsul, Fatwa, Q-tink, Alwin, Dayat, Ade Gendut, Ade kramat, Menir, Ganyonk, Agam dll, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih buat kebersamaan kita, sukses terus untuk kita semua. 14. Temen-temen rumah: Omponk (Ari), Echa, Eko, Prapti, Esti, Ilenk, Risal, Turah, Dapit, Angga, Yanti, Uti, Danang. Kalian semua adalah motivasi, terimakasih buat semuanya. v
15. Dan semua orang serta pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akhir kata, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan konstruktif dari berbagai pihak agar dapat lebih memberikan manfaat dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Amin.. Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 11 Juni 2010
Budi Susilo 105082002747
vi
DAFTAR ISI
Daftar Riwayat Hidup ..........................................................................................i Abstract ................................................................................................................ii Abstrak .................................................................................................................iii Kata Pengantar .....................................................................................................iv Daftar Isi ...............................................................................................................vii Daftar Tabel ..........................................................................................................x Daftar Gambar.......................................................................................................xi Daftar Lampiran ...................................................................................................xii Bab I: Pendahuluan ..............................................................................................1 A. Latar Belakang Penelitian ...................................................................1 B. Perumusan Masalah ...........................................................................11 C. Tujuan Penelitian ...............................................................................12 D. Manfaat Penelitian .............................................................................12 Bab II: Tinjauan Pustaka.......................................................................................13 A. Good CorporateGovernance ..............................................................13 1. Definisi Good Corporate Governance .........................................13 2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance...............................17 3. Tujuan Good Corporate Governance ..........................................23 4. Manfaat Good Corporate Governance ........................................24 B. Kepemilikan Manajerial .....................................................................25 C. Dewan Komisaris Independen ...........................................................27 1. Definisi Dewan Komisaris Independen .......................................27 2. Tugas Dewan Komisaris Independen............................................28 3. Kriteria Formal Dewan Komisaris Independen ............................30 D. Komite Audit ......................................................................................32 1. Definisi Komite Audit ..................................................................32 2. Tujuan Dan Manfaat Komite Audit ..............................................33 vii
3. Tugas Dan Tanggung Jawab Komite Audit .................................34 4. Kualifikasi Anggota Komite Audit ..............................................35 E. Manajemen Laba ................................................................................37 1. Definisi Manajemen Laba ............................................................37 2. Tujuan Manajemen Laba ..............................................................39 F. Keterkaitan Antar Variabel ................................................................41 1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba ..............................................................................................41 2. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba ..........................................................................42 3. Pengaruh Jumlah Komite Audit Terhadap Manajemen Laba ......43 4. Pengaruh Keahlian Komite Audit Terhadap Manajemen Laba ..........................................................................44 5. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah Komite Audit, dan Keahlian Komite Audit Terhadap Manajemen Laba ....................................45 G. Kerangka Pemikiran ..........................................................................46 H. Penelitian Terdahulu ..........................................................................47 Bab III: Metodologi Penelitian ............................................................................51 A. Populasi dan Sampel ...........................................................................51 B. Metode Pengumpulan Data ................................................................51 C. Definisi Operasioanal Variabel Dan Penelitiannya ............................52 1. Kepemilikan Manajerial ...............................................................52 2. Proporsi Dewan Komisaris Independen .......................................53 3. Jumlah Komite Audit ...................................................................53 4. Keahlian Komite Audit ................................................................54 5. Manajemen Laba ..........................................................................54 D. Metode Analisis .................................................................................57 1. Uji Asumsi Klasik ........................................................................57 viii
a. Uji Multikolinearitas ..............................................................57 b. Uji heteroskedastisitas ............................................................57 c. Uji Normalitas ........................................................................58 2. Model Pengujian regresi ..............................................................58 3. Uji Hipotesis ................................................................................59 a. Uji Adjusted R (Koefisien Determinasi)................................59 b. Uji Statistik F .........................................................................60 c. Uji Statistik t ..........................................................................60 Bab IV: Analisis dan Pembahasan .......................................................................61 A. Gambaran Umum Obyek Peneltian ...................................................61 B. Deskripsi variabel Penelitian .............................................................62 1. Statistik Deskriptif .......................................................................62 2. Statistik Frekuensi ........................................................................65 C. Analisis Dan Pembahasan .................................................................66 1. Uji Asumsi Klasik .......................................................................66 a. Uji Multikolonieritas ..............................................................66 b. Uji Heteroskedastisitas ..........................................................67 c. Uji Normalitas .......................................................................68 2. Uji Hipotesis ................................................................................70 a. Uji Koefisien Determinasi ......................................................70 b. Uji Statistik F .........................................................................71 c. Uji Statistik t ..........................................................................73 Bab V: Kesimpulan dan Implikasi .......................................................................80 A. Kesimpulan ..............................................................................................80 B. Implikasi Ke Depan ..................................................................................81 C. Keterbatasan Penelitian............................................................................82 D. Saran..........................................................................................................83 Daftar Pustaka .................................................................................................... . 84
ix
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
2.1
Penelitian Terdahulu ................................................................................47
3.1
Operasional Variabel ................................................................................56
4.1
Rincian Sampel Penelitian .......................................................................61
4.2
Daftar Nama Perusahaan ..........................................................................61
4.3
Statistik Deskriptif ....................................................................................63
4.4
Statistik frekuensi .....................................................................................65
4.5
Uji Multikolineritas ..................................................................................67
4.6
Uji Koefisian Determinasi ........................................................................70
4.7
Uji Statistik F ...........................................................................................72
4.8
Uji Statistik T ...........................................................................................73
x
DAFTAR GAMBAR No.
Keterangan
Halaman
2.1
Model Penelitian ......................................................................................46
4.1
Scatterplot ................................................................................................68
4.2
Normal Plot ...............................................................................................69
4.3
Grafik Histogram ......................................................................................69
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1:
Nama Perusahaan
Lampiran 2: Data Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah Komite Audit, Keahlian Komite Audit Lampiran 3: Olahan Manajemen Laba Lampiran
4: Statistik Deskriptif Dan Frekuensi
Lampiran
5: Hasil Uji Regresi
Lampiran 6: Laporan Keuangan 2007-2008
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan kepada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan tranparansi
pengelolaan
perusahaan
yang
makin
baik
dan
nantinya
menguntungkan banyak pihak. Menurut Alijoyo dalam Nasution dan Setiawan (2007), bukti menunjukan lemahnya praktik corporate governance di Indonesia mengarah pada diefisiensi pembuatan keputusan dalam perusahaan dan tindakan perusahaan. Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya dengan benar. Corporate governance juga membantu menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor korporat. Corporate governance dapat didefinisikan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (FCGI, 2003). 1
Masalah manajemen laba merupakan masalah keagenan (agency theory) yang seringkali dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemilik (pemegang saham) dengan pengelola (manajemen) perusahaan. Lebih jauh lagi, manajemen sebagai pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih cepat, lebih banyak, dan lebih valid
daripada
pemegang
saham
(information
asymmetry)
sehingga
memungkinkan manajemen melakukan praktik akuntansi dengan berorientasi pada angka laba, yang dapat menciptakan kesan (prestasi) tertentu. Menurut Midiastuty dan Machfoedz (2003) agency theory memberikan gambaran bahwa masalah manajemen laba dapat dieliminasi dengan pengawasan sendiri melalui good corporate governance. Bahwa praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dapat diminimumkan melalui suatu
mekanisme
monitoring
untuk
menyeleraskan
(alignment)
ketidaksejajaran kepentingan pemilik dan manajemen, yaitu: pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership); kedua, dengan kepemilikan saham oleh investor institusional, dengan pertimbangan bahwa mereka dapat dianggap sebagai sophisticated investor yang tidak dengan mudah bisa “dibodohi” oleh tindakan manajer; dan ketiga, melalui peran monitoring yang dilakukan oleh dewan direksi (board of directors). Midiastuty dan Macfoedz (2003), mengemukakan mekanisme corporate governace meliputi mekanisme internal, seperti adanya struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif, dan mekanisme eksternal, 2
seperti pasar untuk control perusahaan, kepemilikan institusional, dan tingkat perencanaan
dan
hutang
(debt
financing).
Kepemilikan
manajerial
menunjukkan adanya peran ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer atau sebagai pemegang saham. Keberadaan Komisaris Independen adalah sangat diperlukan. Secara langsung keberadaan komisaris independen menjadi penting, karena didalam praktek sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat di dalam pembiayaan usahanya. Semua komisaris pada hakekatnya harus bersikap independen dan diharapkan mampu melaksanakan tugasnya secara independen, semata-mata untuk kepentingan perusahaan, terlepas dari pengaruh berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang dapat berbenturan dengan kepentingan pihak lain. Untuk lebih dapat mencapai good corporate governance, selain kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan dewan direksi, peranan komite audit juga diperlukan untuk lebih meningkatkan lagi kualitas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sesuai dengan tugastugasnya. Hal ini seperti diungkap penelitian Wedari (2004) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh dengan arah negatif secara 3
signifikan dengan aktifitas manajemen laba, sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan komite audit mampu mengurangi aktivitas manajemen laba. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber penyalahgunaan informasi yang merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Baik perusahaan publik maupun non publik melakukan pelanggaran yang melibatkan persoalan laporan keuangan. Salah satu informasi yang terdapat dalam laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Kasus manajemen laba telah banyak terjadi di sejumlah perusahaan, seperti Enron Corporation, Xerox Corporation, WordCom, Walt Disney Company, dan lainnya. Enron Corporation terbukti melakukan manipulasi laba, yaitu eksekutif Enron melalui lembaga auditornya sehingga dapat mendongkrak laba mendekati USD 1 miliar. Padahal, eksekutif Enron hanya menikmati angka semu yang sebetulnya laba tersebut tidak pernah mereka dapatkan. Xerox Corporation terbukti melakukan manipulasi pendapatan akuntansi, yaitu melakukan manipulasi pembukuan atas pendapatan perusahaan sebesar USD 6 miliar. Jumlah tersebut tidak sama dengan taksiran Securities and Exchange Commision (SEC) yang saat itu nilainya dari tahun 1997 sampai 2000 menurut pengawas pasar modal AS diperkirakan hanya sebesar USD 3 milliar. WordCom terbukti melakukan manipulasi pengeluaran akuntansi, yaitu melakukan manipulasi pembukuan senilai USD 4 miliar pada sisi pengeluaran. Skandal ini diduga melibatkan KAP Arthur Andersen. Walt Disney Company terbukti telah melakukan manipulasi pendapatan akuntansi, yaitu melakukan manipulasi data akuntansi untuk dua tahun fiskal. Menurut Disney, pendapatan 4
pada tahun 2001 adalah USD 613 juta, atau 29 sen per lembar saham, padahal sesungguhnya hanya sebesar USD 358 juta atau 17 sen per lembar saham. Berbagai kasus umumnya dilakukan dengan cara bekerja sama dengan pihakpihak lain seperti KAP, pejabat tinggi negara, supplier, dan pihak lainnya yang mempunyai hubungan keuangan dengan perusahaan. Misalnya kasus WordCom di atas yang bekerjasama dengan KAP Arthur Anderson telah merekayasa laporan keuangan untuk menutup kerugiannya dengan cara memanipulasi
keuntungan
perusahaan
menjadi
lebih
besar.
Yang
mengakibatkan laba yang dihasilkan terlihat lebih besar dari hasil yang sesungguhnya. Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan, yang diukur dengan dasar akrual. Informasi laba merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumberdaya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI, 2009). Laba di gunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian pihak-pihak tertentu, terutama dalam menaksir kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, serta dapat dipergunakan untuk 5
memperkirakan prospeknya di masa depan. Pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan dapat bersifat efisien (meningkatkan keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan
informasi
privat)
dan
dapat
bersifat
oportunis
(manajemen melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya). Apabila pengelolaan laba bersifat oportunis, maka informasi laba tersebut dapat menyebabkan pengambilan keputusan investasi yang salah bagi investor. Fenomena ini menunjukkan bahwa terjadinya skandal keuangan merupakan kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan, sehingga, laba yang diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukan
informasi
sebenarnya
tentang
kinerja
manajemen
dapat
menyesatkan pihak pengguna laporan. Earnings Management (manajemen laba) telah dikenal dampak negatifnya dalam praktek di dunia bisnis. Salah satu penyebab terjadinya skandal kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan ialah terdapatnya tata kelola perusahaan yang buruk (poor corporate governance). Dalam kondisi seperti ini maka good corporate governance bagi pihak di luar korporat menjadi bagian penting pada unsur penilaian suatu korporat. Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba, (Boediono 6
2005). Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Keuangan dan Industri Nomor Kep-10/M.EKUIN/08/1999 tanggal 19 Agustus 1999 tidak ketinggalan membenahi aspek good corporate governance dengan membentuk lembaga pengatur good corporate governance yang disebut Komisi Nasional mengenai Corporate Governance atau National Committee for Corporate Governance (NCCG).
Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI) merumuskan tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Asas good corporate governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). Dalam lingkup internal perusahaan, pengembangan dan penerapan good corporate governance menjadi tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris. Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi dan ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004). Laporan keuangan yang dapat diandalkan, selain telah diaudit oleh auditor juga harus ada pencegahan yang dilakukan oleh perusahaan. Salah satu 7
bentuknya adalah pembentukan komite audit oleh dewan direksi sebagai pihak pertama yang mencegah terjadinya kecurangan. Komite audit juga harus independen, dimulai dengan dipersyaratkannya komisaris independen sebagai ketua komite audit. Seorang komisaris independen sebagai wakil dari pemegang saham minoritas dapat diharapkan untuk bersikap independen terhadap kepentingan pemegang saham mayoritas. Anggota komite audit yang lainnya pun harus benar-benar independen terhadap perusahaan, dalam arti mereka tidak memiliki hubungan bisnis apapun dengan perusahaan, dan tidak memiliki hubungan kekeluargaan apapun dengan direksi dan komisaris perusahaan. Nama anggota komite audit harus diumumkan ke publik sehingga terjadi kontrol sosial terhadap independensinya. Komite audit harus transparan, dimulai dengan keharusan adanya audit charter dan agenda program kerja tahunan tertulis dari komite audit yang kemudian didukung dengan adanya rapat komite audit yang teratur dan selalu menghasilkan risalah rapat tertulis. Komite audit harus menyiapkan laporan tertulis kepada komisaris tentang pencapaian tugas-tugas mereka selama periode penugasan, dan disarankan laporan tersebut tertuang di laporan tahunan perusahaan untuk konsumsi publik, terutama hal-hal yang menyangkut identifikasi dan penanganan resiko yang penting bagi perusahaan. Selain itu, komite audit harus komunikatif terutama dengan auditor eksternal dan pihak auditor internal, sehingga mereka memiliki jalur cepat dalam mengkomunikasikan hal-hal yang signifikan perlu diketahui oleh 8
komite audit, terutama dalam hal-hal terjadinya penyimpangan yang kritis di perusahaan. Berikut ini beberapa penelitian sebelumnya, penelitian Cornett (2006) dengan objek penelitian pada perusahaan go public di Indonesia dan menggunakan
indikator
corporate
governance
yaitu;
kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dalam penelitian Warfield (1995) dalam Darmawati (2003) menemukan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals sebagai ukuran manajemen laba dan berhubungan positif antara kepemilikan manajerial
dengan
kandungan
informasi
laba.
Sedangkan
penelitian
Gabrielsen (1997) dalam Herawaty (2008) menemukan hasil yang positif tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dengan manajemen laba serta menemukan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan kualitas laba. Menurut penelitian Chtourou (2001) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berhubungan negatif dengan manajemen laba. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Beasley (1996), Yermarck (1996), dan Jensen (1993) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) dimana semakin besar ukuran dewan komisaris maka semakin besar kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan. Menurut Jian (2002), kualitas audit yang tinggi yang dilihat dari ukuran auditor dan spesialisasi industri berhubungan dengan kurangnya earnings 9
management.
Sedangkan
menurut
Widyaningdyah
(2001),
earnings
management untuk perusahaan yang go public cenderung dilakukan pada prospektus laporan keuangan perusahaan sebelum initial public offering (IPO) agar investor tertarik menanamkan modalnya. Menurut Klein (2002) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) komite audit yang
independen
mempunyai
hubungan
negatif
terhadap
earnings
management. Sedangkan menurut Xie (2001) dalam Nasution dan Setiawan (2007) pertemuan rutin komite audit, komite audit yang independen dan ukuran komite audit mempunyai hubungan yang negatif terhadap earnings management. Selain itu menurut Bachtiar dan Veronica (2005) kualitas audit dan keberadaan komite audit berhubunggan negatif terhadap earnings management. Menurut Meutia (2004), kualitas audit berhubungan negatif dengan discretionary accrual (earnings management). Hal itu dapat dilihat dari perusahaan yang diaudit oleh KAP big 5 memiliki discretionary accrual yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit bukan dari KAP big 5. Itu berarti KAP big 5 lebih berkualitas dalam mendeteksi earnings management dalam suatu perusahaan. Menurut Fello (2003) dalam Suhadi (2007) expertise komite audit mempunyai hubungan positif terhadap kualitas laporan keuangan. Itu berarti expertise komite audit dapat menghambat terjadinya earnings management. Menurut Carcello (2006), Lobo (2001) dalam Suhadi (2007) expertise anggota komite dibidang keuangan dapat mengurangi terjadinya earnings 10
management dan kualitas pengungkapan mempunyai hubungan yang negatif terhadap earnings management. Dari
penelitian-penelitian
sebelumnya
tersebut,
maka
peneliti
menggunakan good corporate governance sebagai variabel independen. Adapun good corporat governance terdiri dari 4 variabel independen yaitu kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah anggota komite audit dan keahlian komite audit. Sedangkan variabel dependennya ialah manajemen laba. Perbedaan dengan penelitian terdahulu ialah terletak pada objek penelitian, peneliti terdahulu melakukan penelitian di Industri Perbankan Indonesia, sedangkan penelitian ini dilakukan di perusahaan manufaktur sektor industri dan kimia. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan judul: “Pengaruh
Kepemilikan
Manajerial,
Proporsi
Dewan
Komisaris
Independen, Jumlah Komite Audit, dan Keahlian Komite Audit Terhadap Manajemen Laba” B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah pokok yang hendak dibahas adalah sebagai berikut: 1. Apakah mekanisme kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba suatu perusahan?
11
2.
Variabel manakah yang paling dominan terhadap manajemen laba suatu perusahaan?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, antara lain: 1. Untuk menganalisa secara empiris pengaruh kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah anggota komite audit, dan keahlian komite audit terhadap manajemen laba. 2. Untuk menganalisa secara empiris variabel independen yang paling berpengaruh terhadap manajemen laba. D. Manfaat Penelitiaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Memberikan bukti empiris apakah kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah anggota komite audit dan keahlian komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba. 2. Bagi pihak yang berkepentingan lainnya, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi sesuai dengan kebutuhan. 3. Memberikan kontribusi ilmu akuntansi khususnya di bidang good corporate governance. 4. Dapat
digunakan
sebagai
referensi
untuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan. 5. Dapat digunakan oleh para peneliti-peneliti berikutnya sebagai salah satu referensi dalam penelitiannya.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Good Corporate Governance 1. Definisi Good Corporate Governance Istilah corporate governance untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 dalam laporan yang kemudian yang dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik yang menentukan praktik corporate governance di seluruh dunia. The Cadbury Committee dalam merumuskan corporate governance adalah sistem yang dirancang untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Struktur corporate governance: menetapkan distribusi hak dan kewajiban diantara berbagai partisipan dalam perusahaan, seperti dewan direksi dan komisaris, pemegang saham, dan stakeholders lainnya, dan menetapkan berbagai aturan dan prosedur dalam membuat keputusan mengenai perusahaan. Corporate governance juga memberikan struktur dengan mana tujuan perusahaan ditetapkan, cara untuk mencapai tujuan dan memonitor kinerja. Menurut Organization for Economic Corporation and Development (OECD) dalam Tata Kelola Perusahaan Teori Dan Kasus (2008), corporate governance adalah: ”Corporate Governance is the system by which business corporation are directed and controlled. The Corporate Governance structure specifies the distribution of right and responsbilities among different participant in the corporation such as the boards, manager, shareholders and other stakeholders and spells out the rules and procedures for making decision 13
on corporate affair. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance.” Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep 117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002, corporate governance adalah: “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan Peraturan Perundangan dan nilai-nilai etika.” Adapun pengertian lain yang dikeluarkan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Tata Kelola Perusahaan Teori Dan Kasus (2008), yaitu: “Seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan kata hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi pihak pemegang kepentingan.” Dari beberapa definisi yang dikutip diatas corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders. Good corporate governance menjaga keseimbangan di antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat. Tantangan dalam corporate governance adalah mencari cara untuk memaksimumkan penciptaan kesejahteraan sedemikian rupa sehingga tidak membebankan ongkos yang tidak patut kepada pihak ketiga atau masyarakat luas. 14
Istilah corporate governance berbeda dengan good management. Apabila good management diartikan sebagai pengelolaan yang baik maka good corporate governance diartikan sebagai cara pengelolaan yang melibatkan hubungan dengan berbagai pihak untuk menentukan arah dan kinerja perusahaan. Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa befungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang talah mereka investasikan. Menurut Shleifer dan Vishny (1997) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan
bagi
mereka,
yakin
bahwa
manaajer
tidak
akan
mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer. Midiastuty dan Machfoedz (2003) membagi mekanisme corporate governance menjadi dua kelompok, yaitu: a. Berupa internal mechanisms seperti (mekanisme internal) seperti komposisi dewan direksi/komisaris, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif. b. External mechanisms seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing. 15
Mekanisme corporate governance terbagi dua kelompok yaitu, internal mechanisms dan external mechanisms. Yang akan diuji oleh peneliti disini adalah dari kelompok internal mechanisms, yaitu komposisi dewan
direksi/komisaris
(proporsi
dewan
komisaris
independen),
kepemilikan manajerial. Dari kedua poin diatas, corporate governance yang diterapkan dapat memberikan manfaat yaitu meminimalkan agency cost dengan mengontrol konflik kepentingan yg mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen, dan meningkatkan citra perusahaan. Dari latar belakang akademis, kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan dengan prinsip agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara prinsipal dan agennya. Isu corporate governance itu sendiri muncul sejak diperkenalkannya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Melihat perkembangan organisasi dan bisnis perusahaan, penerapan prinsip good corporate governance ke seluruh aspek kegiatan perusahaan sangat diperlukan. Hal ini disebabkan prinsip utama dari good corporate governance adalah keadilan bagi seluruh pemegang saham, keterbukaan melalui laporan keuangan yang akurat dan informasi tepat waktu atas kinerja perusahaan. Manajemen yang akuntabel juga diharapkan melalui pengendalian yang efektif antara manajemen, pemegang saham, komisaris dan auditor dan tanggung jawab perusahaan sebagai bagian dari masyarakat untuk melaksanakan hukum dan bertindak atas kepentingan masyarakat. 16
2. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), asas good corporate governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). a. Transparansi (Transparency) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 1) Pedoman Pokok Pelaksanaan a)
Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
b) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam 17
perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan
good
corporate
governance
serta
tingkat
kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. c)
Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
d)
Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
Perusahaan harus menyediakan informasi memadai yang mudah diakses, meliputi keseluruhan kegiatan perusahaan, baik kegiatan yang berkaitan dengan keuangan maupun non-keuangan perusahaan. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan semua informasi tersebut di informasikan dan di komunikasikan secara proporsional kepada pemangku kepentingan. b. Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku 18
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 1) Pedoman Pokok Pelaksanaan a) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan. b) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan good corporate governance. c) Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. d) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan, serta harus meyakini mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan good corporate governance. Perusahaan harus memastikan adanya 19
sistem
pengendalian
internal
yang
efektif
dalam
pengelolaan
perusahaan. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan dan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). c. Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 1) Pedoman Pokok Pelaksanaan a) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws). b) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara
lain
peduli
terhadap
masyarakat
dan
kelestarian
lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai. Perusahaan harus mempunyai organ yang berpegang pada prinsip kehati-hatian dan patuh terhadap peraturan prundang-undangan yang 20
berlaku, serta harus melaksanakan tanggung jawab sosial antara lain dengan peduli terhadap masyarakat dan keselarasan lingkungan, terutama disekitar perusahaan, d. Independensi (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas good corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 1) Pedoman Pokok Pelaksanaan a) Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi
oleh
pihak
manapun,
tidak
terpengaruh
oleh
kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. b) Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain. Masing-masing
organ
perusahaan
harus
menghindari
terjadinya dominasi oleh pihak manapun, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) serta harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai anggaran dasar dan peraturan perundang-
21
undangan, dan tidak saling melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain. e. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan
pemegang
saham
dan
pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. 1) Pedoman Pokok Pelaksanaan a) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing. b) Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan. c) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik. Perusahaan pemangku
harus
kepentingan
memberikan untuk
kesempatan
meberikan
kepada
masukan
dan
menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan, dan memberikan perlakuan yang setara dan wajar sesuai dengan 22
manfaat dan kontribusi yang diberikan perusahaan, serta memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawa secara profesional. Menurut peneliti setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas good corporate governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. 3. Tujuan Good Corporate Governance Menurut Sutojo dan Aldridge (2005), good corporate governance mempunyai lima macam tujuan utama. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut: a.
Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham,
b. Melindungi hak dan kepentingan stakeholders non-pemegang saham, c.
Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham,
d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan, dan e.
Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan. Tujuan pertama dan kedua good corporate governance adalah
melindungi hak dan kepentinga pemegang saham dan stake holders nonpemegang saham dar kecurangan baik dari komisaris dan dewan direksi. Karena banyak penyalah gunaan stakeholders perusahaan-perusahaan tersebut tidak terlindungi. Peningkatan nilai perusahaan antara lain ditandai oleh peningkatan nilai modal sendiri mereka. Modal sendiri adalah sumber 23
dana perusahaan yang dimiliki para pemegang saham. Ia terdiri dari modal yang disetor dan laba ditahan. Peningkatan jumlah modal sendiri dari tahun ke tahun dapat meningkatkan kepercayaan para investor dan kreditur untuk menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan serta dapat meningkatkan citra perusahaan dan para pemegang sahamnya dimata pelanggan, masyarakat, para penguasa, karyawan dan perusahaaperusahaan saingan. Dalam good corporate governance
para anggota
dewan pengurus mempunyai motivasi tinggi dan untuk mempertimbangkan factor resiko dan manfaat terbaik bagi perusahaannya atas setiap keputusan penting yang akan mereka ambil. 4. Manfaat Good Corporate Governance Banyak manfaat yang akan diperoleh apabila menerapkan good corporate governance. Menurut Tunggal dalam Tata Kelola Perusahaan Teori Dan Kasus (2008) manfaat good corporate governance, antara lain: a. Perbaikan dalam komunikasi b. Minimisasi potensial benturan c. Fokus pada strategi-strategi utama d. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi e. Kesinambungan manfaat (sustainable of benefits) f. Promosi citra korporat (corporate image) g. Peningkatan kepuasaan pelanggan h. Perolehan kepercayaan investor
24
Manfaat menerapkan
langsung
yang
prinsip-prinsip
dapat good
dirasakan corporate
perusahaan
dengan
governance
adalah
meningkatnya produktifitas dan efisiensi usaha. Sementara pengamat lain berpendapat bahwa dengan menerapkan good corporate governance, kemampuan operasional perusahaan dan pertanggungjawaban kepada publik akan meningkat. Selain itu juga akan memperkecil praktik KKN dan konflik kepentingan. Menurut peneliti manfaat optimal good corporate governance tidak sama dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain, karena perbedaan factor-faktor intern perusahaan, termasuk riwayat hidup perusahaan, jenis usaha bisnis, struktur permodalannya dan manajemennya, manfaat yang dapat diperoleh secara optimal oleh satu perusahaan belum tentu dapat diperoleh secara penuh oleh perusahaan yang lain. B. Kepemilikan Manajerial Menurut Sutojo dan Aldridge (2005) kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Dalam kerangka agency theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai 25
hubungan antara agent dan principal. Agent diberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Suatu ancaman bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam konteks ini masingmasing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan. Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya
26
sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham Kepemilikan manajerial merupakan isu penting dalam teori keagenan sejak dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam Herawaty (2008) yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya sendiri. Kepemilikan manajerial merupakan program kebijakan renumerisasi guna mengurangi masalah keagenan. Mereka menjelaskan bahwa kompensasi tetap berupa gaji, tunjangan, dan bonus terbukti dapat digunakan sebagai sarana untuk menyamakan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. C. Dewan Komisaris Independen 1. Definisi Dewan Komisaris Independen Dewan Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Untuk lebih memantapkan efektifitas Komisaris Independen, jumlah komisaris independen dalam satu perusahaan ditetapkan paling sedikit 30% dari jumlah seluruh komisaris atau paling sedikit 1 (satu) orang. Dalam menjalankan tugasnya, Komisaris Indpenden mempunyai misi yang ditetapkan oleh Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate 27
Governance dalam Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia (2006), yaitu: 1. Misi Komisaris Independen adalah mendorong terciptanya iklim yang lebih objektif dan menempatkan kesetaraan (fairness) di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan perusahaan dan kepentingan stakeholder sebagai prinsip utama dalam pengambilan keputusan oleh Dewan Komisaris. 2.
Komisaris Independen harus mendorong diterapkannya prinsip dan praktek tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada perusahaan di Indonesia Komisaris Independen memiliki tanggung jawab pokok untuk
mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan Dewan Komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan. 2. Tugas Dewan Komisaris Independen Dalam Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia menurut Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (2006), dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka Komisaris Independen harus secara proaktif mengupayakan agar Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi yang terkait dengan, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut: 28
a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas strategi tersebut. b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajermanajer profesional. c. Memastikan
bahwa
perusahaan
memiliki
informasi,
sistem
pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik. d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya. e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan dikelola dengan baik. f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good Corporate Governance dipatuhi dan diterapkan dengan baik. Komisaris independen mengetuai komite audit dan komite nominasi. Komisaris independen berdasarkan pertimbangan yang rasional dan kehatihatian berhak menyampaikan pendapat yang berbeda dengan anggota dewan komisaris lainnya yang wajib dicatat dalam Berita Acara Rapat Dewan Komisaris dan pendapat yang berbeda yang bersifat material, wajib dimasukkan dalam laporan tahunan.
29
3. Kriteria Formal Dewan Komisaris Independen Untuk memastikan Komisaris Independen dapat menjalankan tugasnya secara independen menurut Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance dalam Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia (2006), Komisaris Independen harus memenuhi kriteria formal sebagai berikut: a. Mampu melakukan perbuatan hukum. b. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang bersalah menyebabkan perusahaan dinyatakan pailit. c. Tidak pernah dipidana karena merugikan keuangan negara. d. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan yang bersangkutan. e. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Direktur dan/atau Komisaris lainnya pada perusahaan yang bersangkutan. f. Tidak bekerja rangkap sebagai Direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan. g. Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun terakhir.
30
h. Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan yang memberikan jasa pelayanan professional pada perusahaan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi. i. Tidak menjadi pemasok dan pelanggan signifikan atau menduduki jabatan eksekutif dan Dewan Komisaris perusahaan pemasok dan pelanggan
signifikan
dari
perusahaan
yang
bersangkutan
atau
perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi. j. Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang lain yang dapat diinterpretasikan akan menghalangi atau mengurangi kemampuan Komisaris Independen untuk bertindak dan berpikir independen demi kepentingan perusahaan. k. Memahami peraturan perundang-undangan PT, UU Pasar Modal dan UU serta peraturan-peraturan lain yang terkait. Kriteria formal Komisaris Independen setidaknya harus mengerti mengenai bidang hukum, tidak pernah merugikan negara, tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur atau komisaris lainnya, bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang lain yang dapat menghalangi atau mengurangi kemampuan komisaris independen untuk bertindak dan berpikir demi kepentingan perusahaan, serta memahami peraturan PT, UU, Pasar Modal.
31
D. Komite Audit 1. Definisi Komite Audit Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih dari dewan komisaris perusahaan yang bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003), pengertian komite audit adalah: “komite yang menerima delegasi tugas-tugas dewan komisaris karena pelegasian wewenang tersebut akan bermanfaat dalam pelaksanaan pekerjaan dewan komisaris secara rinci dengan memusatkan perhatian dewan komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau pelaksanaan good corporate governance oleh manajemen.” Menurut Arens (2008), pengertian komite audit adalah sebagai berikut: “An audit committee is a selected number of members of a company’s board of directors whosw responsibility include helping auditors remain independent of management. Most audit committees are made up of three to five or sometimes as many as seven directors who are not a part of company management. The Sarbanes-Oxley Act requires that all members of the audit committee be independent, and companies must disclose whether or not the audit committee includes at least one member who is a financial expert.” Dalam lampiran surat keputusan dewan direksi PT. Bursa Efek Jakarta No kep 315/BEJ/06/2000 poin 2f disebutkan bahwa: “Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan tercatat yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris perusahaan tercatat untuk membantu dewan komisaris perusahaan tercatat melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan tercatat”. (BEJ 2000) Sesuai dengan kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan
32
pengelolaan perusahaan. Komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. 2. Tujuan Dan Manfaat Pembentukan Komite Audit Tujuan utama dari pembentukan komite audit dalam perusahaan adalah untuk meningkatkan efektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan obyektivitas dewan komisaris dan dewan direksi. Lebih dari itu, komite audit banyak memberikan manfaat lain bagi perusahaan, yaitu: a. Memperbaiki kualitas pelaporan keuangan b. Memungkinkan dewan komisaris untuk memberikan penilaian yang independen atas kinerja keuangan perusahaan c. Memperkuat posisi auditor eksternal dalam memberikan rekomendasi perbaikan d. Memperkuat independensi dan obyektivitas auditor internal e. Meningkatkan
keyakinan
publik,
khususnya
investor,
terhadap
perusahaan. Tujuan pembentukan komite audit dalam perusahaan adalah untuk meningkatkan efektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan obyektivitas dewan komisaris dan dewan direksi. Tujuan komite audit adalah memungkinkan dewan komisaris untuk memberikan penilaian independen atas kinerja keuangan perusahaan, memperkuat posisi auditor eksternal, memperkuat independensi serta obyektivitas auditor internal dalam memberikan rekomendasi perbaikan, memperbaiki kualitas pelaporan 33
keuangan yang mengakibatkan meningkatnya keyakinan publik, khususnya investor, terhadap perusahaan. 3. Tugas dan Tanggung Jawab Komite Audit Menurut keputusan BAPEPAM Nomor Kep-29/PM/2004 tanggal 24 September 2004, tugas dan tanggun jawab komite audir adalah: komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris dan melaksankan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris, antara lain meliputi: a. Melakukan
penelaahan
dikeluarkanperusahaan
atas seperti
informasi aporan
keuangan
keuangan,
yang
akan
proyeksi
dan
informasi keuangan lainnya. b. Melakukan penalaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. c. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal. d. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi. e. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada komisaris atas pengaduan yang bekaitan dengan emiten atau perusahaan publik. f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi.
34
Mnurut persefektif secara umum komite audit mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam bidang-bidang: pelaporan keuangan, corporate governance, dan pengawasan perusahaan. 4. Kualifikasi Anggota Komite Audit Agar komunikasi Komite Audit dengan berbagai pihak tersebut dapat berjalan dengan lancar, maka anggota komite audit perlu memiliki kemampuan
yang
cukup
qualified.
Kualifikasi
anggota
(personal
qualifications) komite audit menurut The Treadway Commission sebagai berikut: a. Independen ( independence) b. Memahami aktivitas bisnis (broad business knowledge) c. Memiliki kemampuan komunikasi (communication skills), natural curiosity dan healthy skepticism. d. Vigilance. Anggota komite audit disamping harus ahli di bidangnya juga dituntut untuk mengetahui dan menguasai bidang akuntansi dan auditing, analisa laporan keuangan, pembelanjaan perusahaan, sistem informasi manajemen, sistem dan pengendalian perusahaan, serta tanggap terhadap segala perkembangan. Berdasarkan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep315/BEJ/06/2000 dinyatakan bahwa keanggotaan komite audit sekurangkurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus 35
merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris. Komite audit harus memiliki akuntabilitas tinggi, dimulai dengan pemenuhan persyaratan umum dari anggota komite audit yang secara team setidaknya memiliki kompetensi dan pengalaman yasangat cukup antara lain dalam hal: 1.
Audit, Akuntansi dan keuangan Pemahaman mendalam konsep dan praktek mengenai financial engineering, corporate finance, auditing (audit keuangan, audit operasional, dan audit khusus), dan fraud examination.
2.
Peraturan dan Perundangan Pemahaman mendalam konsep dan praktek peraturan dan perundangan mengenai pasar modal, pasar uang, pasar komoditi berjangka, bursa saham, undang-undang PT, dan good corporate governance’
3.
Proses Bisnis Industri terkait Pemahaman kosep dan praktek bisnis industri terkait, misal: industri perbankan, industri tambang, dan industri produk konsumen. Dengan keberadaan tiga kompetensi di atas, diharapkan komite audit mampu baik secara pro-aktif maupun evaluatif menelaah semua hal-hal penting pelaporan keuangan perusahaan dalam waktu yang sangat singkat yaitu dalam rapat kerja yang berkisar 2-3 jam setiap 36
rapat dan berjumlah 4-6 rapat setiap tahunnya. Masukan dari komite audit lain terutama risk management mengenai identifikasi dan penanganan resiko penting bagi perusahaan. Dalam hal ini, komite audit harus dapat meyakini bahwa perusahaan sudah memiliki mekanisme dan cakupan yang cukup dalam penanganan resiko penting perusahaan, sehingga pelaporan audit yang terkait juga diselaraskan dengan cakupan dan prioritas risiko perusahaan tersebut. Dalam banyak hal umumnya anggota komite audit juga merangkap anggota komite risk management memformulasikan risk policy perusahaan, serta menjaga ketaatannya di tingkat kepatuhan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan tersebut. E. Manajemen Laba 1. Definisi Manajemen Laba Manajemen laba merupakan tindakan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan untuk mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan. Perilaku manajemen oportunis dikenal dengan istilah manajemen laba, oleh Healy dan Wahlen (2000) dalam Darmawati (2003) didefinisikan sebagai berikut: “Manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan yang dapat merubah laporan keuangan sehingga menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan” Menurut
Widyaningdyah
(2001),
earnings
management
dapat
didefinisikan menjadi dua, definisi sempit dan definisi luas, yaitu:
37
a.
Definisi Sempit Earnings Management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Earnings management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen
discretionary
dalam
accruals
menentukan
besarnya
earnings. b. Definisi Luas Earnings
management
merupakan
tindakan
manajer
untuk
meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Sedangkan menurut Gumanti (2002) dalam Nasution dan Setiawan (2007), manajemen laba diartikan sebagai setiap tindakan yang dilakukan oleh manajemennyang mempengaruhi pelaporan laba dan yang menyajikan keuntungan ekonomi secara tidak benar dan mungkin kenyataannya di jangka panjang akan merugikan dapat dikatakan sebagai earnings management. Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh
motivasi
manajer
perusahaan.
Motivasi
yang
berbeda
akan
menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak
38
sebagai pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sistem pengelolaan perusahaan dalam dua kriteria: 1) perusahaan dipimpin oleh manajer dan pemilik (owner-manager) 2) perusahaan yang dipimpin oleh manajer dan non pemilik (non owners-manager) Walaupun praktek-praktek manajemen laba sering dipandang lazim bagi profesi akuntan, strategi untuk pelaksanaannya sering merupakan rahasia manajer perusahaan. Beda antara manajemen laba dengan kecurangan manajemen sering sangat tipis. Maksud dan konsekuensi manajemen laba juga sering dipandang negatif, karena prinsip atau karena praktek ini mengaburkan fakta yang seharusnya diketahui oleh publik. 2. Tujuan manajemen laba Menurut Widyaningdyah (2001), alasan manajer melakukan earnings management ada 3 alasan, yaitu: a. Bonus plan hypothesis Hipotesis bonus plan menyatakan bahwa manajer pada perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini, karena bonus akan diberikan kepada manajer apabila target laba yang ditetapkan pemilk dapat dipenuhi. b. Debt to equity hypothesis Debt to equity hypothesis menyebutkan bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut 39
cenderung menggunakan metode akutansi yang akan meningkatkan pendapatan maupun laba. Metode yang biasa digunakan manajer terdiri dari dua kebijakan kejadian dalam pemilihan kebijakan akuntansi, yaitu pada saat diadakannya perjanjian hutang dan pada saat jatuh temponya hutang. Kontrak hutang jangka panjang (debt covebabt) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti pembagian dividen yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang maka manajer cenderung akan memilih prosedur akuntansi yang akan mentransfer laba periode mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat mengurangi resiko. c. Political cost Political cost hypothesis menyatakan bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan. Dalam pandangan teori agensi (agency theory), perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Perusahaan besar menghadapi biaya biaya politis yang lebih besar karena merupakan merupakan entitas yang banyak disorot oleh publik secara umum. Para karyawan berkepentingan melihat
kenaikan
laba
sebagai
acuan
untuk
meningkatkan 40
kesejahteraannya melalui kenaikan gaji. Pemerintah melihat kenaikan laba perusahaan sebagai obyek pajak yang akan ditagih. Sehingga pilihan yang dihadapi oleh organisasi adalah dengan cara bagaimana lewat proses akuntansi agar laba dapat ditampilkan lebih rendah. Manajer mempunyai alasan kenapa mereka melakukan manajemen laba, tetapi dapat diketahui dari alasan tersebut bahwa manajer ingin membuat suatu keputusan opportunis, yaitu menguntungkan suatu pihak khususnya manajer. F. Keterkaitan Antar Variabel 1. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba Corporate governance terdiri dari kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit. Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor manajemen laba. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen. Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik. Gabrielsen (2002) menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba serta discretionary accrual. Dengan 41
menggunakan data pasar modal Denmark ditemukan adanya hubungan yang positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dan discretionary accrual dan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menemukan hasil signifikan dan tidak signifikan, maka dengan ini peneliti menyatakan: H1
=
kepemilikan manajerial
mempunyai
pengaruh
terhadap
manajemen laba 2. Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhdap manajemen laba Xie, Davidson, dan Dadalt (2003) meneliti peran dewan komisaris dengan latar belakang bidang keuangan dalam mencegah manajemen laba. Dari penelitian ini diketahui makin sering dewan komisaris bertemu maka akrual kelolaan perusahaan makin kecil. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien negatif yang signifikan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase dewan komisaris dari luar perusahaan yang independen berpengaruh negatif secara signifikan terhadap akrual kelolaan. Penelitian terkait dengan keberadaan dewan komisaris di Indonesia juga banyak dilakukan. Veronica dan Utama (2005), meneliti pengaruh praktik corporate governance terhadap manajemen laba. Praktik corporate governance yang diteliti yaitu proporsi dewan komisaris independen. Hasil dari penelitian adalah kesimpulan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba yang 42
dilakukan oleh perusahaan. Boediono (2005), menyatakan bahwa secara parsial pengaruh corporate governance dalam hal ini komposisi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Verónica dan Bachtiar (2004), menemukan bahwa variabel persentase dewan komisaris independen tidak bekorelasi secara signifikan terhadap akrual kelolaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menemukan hasil signifikan dan tidak signifikan, maka dengan ini peneliti menyatakan: H2 = proporsi dewan komisaris independen mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba 3. Pengaruh jumlah komite audit terhadap manajemen laba Menurut Xie (2001), pertemuan komite audit, komite audit yang independen dan jumlah ukuran komite audit mempunyai hubungan negatif terhadap earnings management. Xie, avidson, dan Dadalt (2003), menguji efektifitas komite audit dalam mengurangi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa kesimpulan bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Carcello (2006), menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukaan bahwa keahlian komite audit independen di bidang keuangan terbukti efektif mengurangi manajemen laba. Penelitian Veronica dan Utama (2005), menguji pengaruh keberadaan komite audit dalam perusahaan terhadap 43
manajemen laba. Penelitian tersebut melaporkan bahwa variabel keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemn laba perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menemukan hasil signifikan dan tidak signifikan, maka dengan ini peneliti menyatakan: H3 = jumlah komite audit mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba 4. Pengaruh keahlian komite audit terhadap manajemen laba Menurut Fello (2003), expertise komite audit mempunyai hubungan positif terhadap kualitas laporan keuangan. Itu berarti expertise komite audit dapat menghambat terjadinya earnings management. Menurut Carcello (2006), expertise anggota komite di bidang keuangan dapat mengurangi terjadinya earnings management. Suaryana (2005), meneliti hubungan antara keberadaan komite audit yang memenuhi syarat dan pengaruhnya terhadap earnings response coefficient. Hasilnya adalah earnings response coefficient perusahaan yang telah komite audit yang memenuhi syarat lebih tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki komite audityang memenuhi syarat. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menemukan hasil signifikan dan tidak signifikan, maka dengan ini peneliti menyatakan: H4 = keahlian komite audit mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba
44
5.
pengaruh
kepemilikan
manajerial,
proporsi
dewan
komisaris
independen, jumlah komite Audit, dan keahlian komite audit terhadap manajemen laba Gabrielsen (2002), menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba serta discretionary accrual. Dengan menggunakan data pasar modal Denmark ditemukan adanya hubungan yang positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dan discretionary accrual dan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba. Smith (1976) menemukan bahwa income smoothing secara signifikan lebih sering dilakukan oleh perusahaan– perusahaan yang dikendalikan oleh manajer dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh pemiliknya. Xie, Davidson, dan Dadalt (2003) meneliti peran dewan komisaris dengan latar belakang bidang keuangan dalam mencegah manajemen laba. Dari penelitian ini diketahui makin sering dewan komisaris bertemu maka akrual kelolaan perusahaan makin kecil. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien negatif yang signifikan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase dewan komisaris dari luar perusahaan yang independen berpengaruh negatif secara signifikan terhadap akrual kelolaan. Menurut Xie (2001), pertemuan komite audit, komite audit yang independen dan jumlah ukuran komite audit mempunyai hubungan negatif terhadap earnings management.
45
Menurut Fello (2003), expertise komite audit mempunyai hubungan positif terhadap kualitas laporan keuangan. Itu berarti expertise komite audit dapat menghambat terjadinya earnings management. Menurut Carcello (2006), expertise anggota komite di bidang keuangan dapat mengurangi terjadinya earnings management. H5 = kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite Audit, dan keahlian komite audit mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba G. Kerangka Pemikiran Dari pengembangan hipotesis diatas, maka model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Kepemilikan manajerial
Proporsi Dewan Komisaris Independen Manajemen laba Jumlah Komite Audit
Keahlian Komite Audit Model Penelitian Gambar 2.1
46
H. Penelitian Terdahulu Dibawah ini adalah tabel dari penelitian sebelumnya yang terkait dengan manajemen laba: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu VARIABEL No PENELITI 1
2
Marihot Nasution, Doddy Setiawan (2007)
Muh. Arief Ujiyantho, Bambang Agus Pramuka, (2007)
JUDUL Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia
Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan
HASIL PERSAMAAN Variabel Independen: 1. Komposisi Dewan Komisaris 2. Komite Audit
PERBEDAAN Variabel Independen: 1. Ukuran Dewan Komisaris 2. Ukuran Perusahaan
Variabel Dependen: 1. Manajemen Laba
Variabel Independen: 1. Kepemilikan Manajerial 2. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Variabel Independen: 1. Kepemilikan Institusional 2. Ukuran Dewan Komisaris
Komposisi dewan komisaris berrpengaruh negatif secara signifikan, ukuran dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap tindak manajemen laba, keberadaan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba, ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen Kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap variabel discretionary accruals, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif 47
VARIABEL No PENELITI
3
Syaiful Iqbal (2007)
JUDUL
Corporate Governance Sebagai Alat Pereda Praktik Manajemen Laba (Earnings Management)
HASIL PERSAMAAN Variabel Dependen: 1. Manajemen Laba
PERBEDAAN Variabel Dependen: 1. Kinerja Keuangan
Variabel Independen: 1. Kepemilikan Manajerial 2. Komite Audit
Variabel Independen: 1. Kepemilikan Institusional 2. Dewan Direksi
Variabel Dependen: 1. Praktik Manajemen Laba
signifikan terhadap discretionaryaccrual, Komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap variabel discretionary accrual, Jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap variabel discretionary accruals, Variabel discretionary accruals tidak berpengaruh signifikan terhadap cash flow return on assets, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba Variabel kepemilikan manajerial berpengaruh secara signifikan terhadap praktik manajemen laba dengan arah negatif, tidak terbukti bahwa kepemilikan saham oleh institusi berpengaruh secara signifikan terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan go public sektor industri manufaktur 48
VARIABEL No PENELITI
JUDUL
HASIL PERSAMAAN PERBEDAAN
4
I Putu Sugiharta Sanjaya, (2008)
Auditor Eksternal, Komite Audit, Dan Manajemen Laba
Variabel Independen: 1. Komite Audit Variabel Dependen: 1. Manajemen Laba
Variabel Independen: 1. Auditor Eksternal
BEJ, dalam penelitian ini dapat dibuktikan bahwa ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh secara signifikan terhadap praktik manajemen laba dengan arah hubungan positif, komite audit berpengaruh terhadap praktik manajemen laba secara signifikan dengan arah hubungan positif. Studi ini menyatakan bahwa auditor berkualitas dan bereputasi yang ditunjukkan oleh kantor akuntan publik yang berafiliasi dengan big four mampu mencegah dan mengurangi manajemen laba, akan tetapi, studi ini gagal membuktikan keberadaan komite audit sebagai salah satu lembaga dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik untuk mengurangi dan mencegah manajemen laba 49
VARIABEL No PENELITI 5
Vinola Herawaty, (2008)
JUDUL PERSAMAAN Peran Variabel Praktek Independen: 1. Komisaris Corporate Independen Governance Sebagai 2. Kepemilikan Manajerial Moderating Variable Dari 3. Eaarnings Pengaruh Management Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan
HASIL PERBEDAAN Variabel Independen: 1. Kepemilikan Institusional 2. Kualitas Audit Variabel Kontrol: 1. Ukuran Perusahaan Variabel Dependen: 1. Nilai Perusahaan
Earnings management berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan, besarnya negatif dalam model regresi tanpa memasukan variabel corporate governance, sebaliknya koefisien earnings management berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dalam model regresi yang mempertimbangkan variabel praktek corporate governance, penelitian ini juga membuktikan bahwa komisaris independen, kualitas audit dan kepemilikan institusional merupakan variabel pemoderasi antara earnings management dan nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan manajeerial bukan merupakan variabel pemoderasi.
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari good corporate governance dalam hal ini kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit dan expertise komite audit terhadap manajemen laba. Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang industri dasar kimia yang terdaftar di Indonesia. Perusahaan
yang
menjadi
sampel
dalam
penelitian
ini
dipilih
menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan syarat dan kriteria-kriteria tertentu. Jadi sampel dipilih berdasarkan pertimbangan langsung peneliti dengan syarat sampel mewakili dan sesuai dengan karakteristik populasi yang diinginkan dalam penelitian, yaitu: (1) perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek
Indonesia, (2)
perusahaan yang memiliki data kepemilikan manjerial, dewan komisaris, dan komite audit, (3) perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang berakhir 31 Desember selama periode 2007-2008. B. Metode Pengumpulan Data Data-data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan data skunder yang diambil dari laporan keuangan tahunan perusahaan untuk 51
periode yang berakhir Desember 2007-2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sumber eksternal yaitu Annual Report perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang dasar kimia pada periode 2007-2008 yang diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dan Indonesia Capital Market Directory tahun 2008. C. Definisi Operasional Variabel Peneitian dan Pengukurannya Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya. Penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Kepemilikan Manajerial Menurut Boediono (2005) kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola. Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seoarang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Boediono, 2005). Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah persentase jumlah saham yang 52
dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar. 2. Proporsi Dewan Komisaris Independen Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan. 3. Jumlah Komite Audit Komite audit adalah suatu lembaga independen yang berperan untuk memberikan evaluasi yang independen terhadap pelaporan keuangan perusahaan, yang anggotanya sebagian besar terdiri dari pihak luar perusahaan. Jumlah komite audit adalah keanggotaan komite audit minimal 53
terdiri dari 3 (tiga) orang anggota. Variabel ini diukur dengan cara memberi nilai berdasarkan jumlah komite audit di perusahaan. 4. Keahlian Komite Audit Keahlian komite audit dapat diartikan sebagai latar belakang pendidikan atau pengalaman di bidang akuntansi atau keuangan dari anggota komite audit. Variabel ini diukur dengan menggunakan variable dummy dimana jika terdapat anggota komite audit yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan atau keuangan diberi nilai satu, jika tidak terdapat anggota komite audit yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan atau keuangan diberi nilai nol. 5. Manajemen Laba Manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan manajemen yang mengakibatkan pelaporan laba dilaporkan secara tidak benar, baik itu dengan meningkatkan laba atau mengurangi laba dari jumlah laba yang sebenarnya diperoleh oleh perusahaan pada periode itu, baik untuk kepentingan pribadi atau perusahaan. Untuk mendeteksi ada tidaknya manajemen laba, maka pengukuran atas akrual adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: pertama adalah bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal akrual atau non discretionary accrual. Akrual yang merupakan
54
manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal accruals atau discretionary accrual. Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan proxy discretionary accrual (DA) yang menggunakan model Modified Jone. Menurut Dechow (1995) dalam Nasution dan Setiawan (2007) model ini dipilih karena dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya. Perhitungan manajemen laba dilakukan dengan cara: 1).
Menghitung
total
accrual
(ACC),
caranya
adalah
dengan
mengurangkan laba bersih dalam satu tahun dengan arus kas dari operasi dalam periode yang sama. Persamaan rumusnya sebagai berikut: ACC = NOI – CFFO Dimana: ACC = Total Accrual NOI
= Net Operating Income
CFFO = Cash Flow From Operating 2). Menghitung non discretionary accrual (NDA), yaitu: NDA = (1/TAt-1) + ((Revenue – Receivable)/TAt-1) + (Aktiva Tetap/TAt-1) Dimana: NDA
= Non Discretionary Accrual
Revenue
= Total Pendapatan Operasi
Receivable
= Total Piutang Usaha
Aktiva Tetap = Total Aktiva Tetap TAt-1
= Total Aset Periode Sebelumnya 55
3). Menghitung discretionary accrual (DA), caranya adalah dengan mengurangkan total accrual yang sudah dibagi dengan total asset periode sebelumnya dengan non discretionary accrual. DA = (ACC/TAt-1) – NDA Dimana: DA
= Discretionary Accrual
ACC = Total Accrual TAt-1 = Total Aset Periode Sebelumnya Operasional variabel yang diteliti pada perusahaan manufaktur dituangkan dalam bentuk table 3.1 berikut ini: Tabel 3.1
Variabel X1 Kepemilikan manajerial
Operasional Variabel Jenis Indikator Variabel Independen
X2 Proporsi dewan komisaris independen
Independen
X3 Jumlah komite audit
Independen
X4 Keahlian komite audit Y Manajemen laba
Independen
Dependen
-
-
-
-
Persentase jumlah saham yang dimiliki manajemen dari total saham beredar Persentase jumlah anggota diluar dari seluruh anggota dewan Jumlah anggota dari komite audit Latar belakang pendidikan akuntansi dan atau keuangan Discretionary accrual
Skala Pengukuran
Rasio
Rasio
Rasio Nominal Rasio
56
D. Metode Analisis 1. Uji Asumsi Klasik a. Multikoliniearitas Multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikoliniearitas di dalam model regresi adalah dengan perhitungan tolerance (TOL) dan variance inflation factor (VIF). Model regresi yang bebas multikoliniearitas adalah mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan mempunyai angka TOL mendekati 1, Ghozali (2009). b. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi varians dari residual dari suatu pengamatan kepengamatan lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan kepengamatan lain tetap maka disebut homokedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model
regresi
yang
baik
tidak
terjadi
heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi terikat
(ZPRED)
dengan
residualnya
(SRESID).
Ada
tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y 57
sesungguhnya) yang telah di studentized, Ghozali (2009). Dasar pengambilan keputusan adalah jika titik-titik yang ada membentuk suatu pola teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas serta titiktitik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas, Santoso (2002). c. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel dalam sebuah model regresi, yaitu variabel independen dan variabel dependen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data yang normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas adalah dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan adalah apabila data menyebar disekitar diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka regresi mengikuti asumsi normalitas sedangkan apabila menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas, Santoso (2002). 2. Model Pengujian Regresi Penelitian ini menguji hubungan antara kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, ukuran komite audit (size of audit committee), keahlian komite audit (expertise of audit committee) dengan
58
manajemen laba. Penelitian ini menggunakan rumus regresi sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Dimana: Y
= Manajemen Laba
a
= Konstanta
b
= Koefisien
X1
= Kepemilikan Manajerial
X2
= Proporsi Dewan Komisaris Independen
X3
= Ukuran Komite Audit (size of audit committee)
X4
= Keahlian Komite Audit (expertise of audit committee)
e
= error
3. Uji Hipotesis Dalam melakukan pengujian hipotesis analisis dilakukan melalui: a. Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) Untuk
menentukan
menjelaskan
seberapa
besar
variabel
independen
dapat
variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien
determinasi. Jika Adjusted R-Square adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi varabel dependen. Nilai Adjusted R-Square berkisar hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya jika nilai Adjusted R-Square mendekati angka 0 berarti semakin lemah kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen, Ghozali (2009).
59
b. Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel-variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen maka digunakan tingkat signifikasi sebesar 0,05. Jika nilai probability F lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai probability F lebih kecil dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen, Ghozali (2009). c. Uji t-statistik Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap dependen digunakan tingkat signifikasi 0,05. Jika nilai probability t lebih besar 0,05 maka tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen, sedangkan jika nilai probability t lebih kecil 0,05 maka terdapat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen, Santoso (2002). 60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan-perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2009. Sampel penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufakktur yang bergerak dibidang industri dasar kimia yang terdaftar di Indonesia, sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 32 perusahaan. Data yang digunakan berasal dari laporan keuangan dan laporan tahunan (annual report) tahun 2008. Tabel 4.1 merupakan rincian sampel yang diperoleh. Tabel 4.1 Rincian Sampel Penelitian Jumlah Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI hingga tahun 2009
168
Perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang Industri dasar kimia
58
Perusahaan yang menjadi sampel
32
Sumber: data diolah Terdapat 58 perusahaan yang bergerak dalam bidang industri dasar kimia. Berdasarkan kriteria-kriteria dalam penentuan sampel, perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 perusahaan. Berikut nama perusahaan tersebut: Tabel 4.2 No 1 2 3 4
Daftar Nama Perusahaan Nama Emiten PT Alumindo Metal Light Undustry Tbk PT Aneka Kemasindo Utama Tbk PT Arwarna Citra Mulia Tbk PT Asahimas Flat Glass Tbk 61
No Nama Emiten 5 PT Asiaplast Industries Tbk 6 PT Berlina Tbk 7 PT Betonjaya Manunggal Tbk 8 PT Charoen Phokphand Indonesia Tbk 9 PT Citra Tubindo Tbk 10 PT Daya Sakti Unggul Corporindo Tbk 11 PT Dynaplast Tbk 12 PT Ekadharma Internasional Tbk 13 PT Fajar Surya Wisesa Tbk 14 PT Holcim Tbk 15 PT Indal Aluminium Tbk 16 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 17 PT Intan Wijaya Internasional Tbk 18 PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk 19 PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 20 PT Jaya Pari Steel Tbk 21 PT Kageo Igar Jaya Tbk 22 PT Lionmesh Prima Tbk 23 PT Lion Metal Works Tbk 24 PT Mulia Industrindo Tbk 25 PT Pelangi Indah Canindo Tbk 26 PT Budi Acid Jaya Tbk 27 PT Sierad Produce Tbk 28 PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk 29 PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk 30 PT Tembaga Mulia Semanan Tbk 31 PT Trias Sentosa TBK 32 PT Unggul Indah cahaya TBK Sumber: Data diolah B. Deskripsi Variabel Penelitian 1. Statistik Deskriptif Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit sebagai variabel independen sedangkan variabel dependen diukur dengan discretionary accrual. Variabel tersebut akan diuji secara deskriptif sebagai berikut: 62
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif N
Minimum
Statistic Statistic
Maximum Statistic
Std. Deviation
Mean Statistic
Std. Error
Statistic
kepman
32
.00
33.34
3.2544 1.33192 7.53447
propdki
32
.00
100.00
38.8225 2.62677 14.85926
jumka
32
2.00
4.00
3.0938
.06897
.39015
keahka
32
.00
1.00
.9375
.04348
.24593
Discretionary accrual
32
-3.62
-.46
-1.6837
.12553
.71008
Valid N 32 (listwise) Sumber: Data diolah Tabel 4.3 menunjukkan statistik deskriptif untuk variabel-variabel independen dan dependen. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai minimum untuk kepemilikan manajerial sebesar 0,00 sedangkan nilai maksimum untuk kepemilikan manajerial sebesar 33,34. Dengan standar deviasi 7,53447. Nilai mean dari kepemilikan manajerial sebesar 3,2544 yang berarti rata-rata saham yang dimiliki manajerial cukup kecil dalam penelitian ini. Nilai minimum untuk proporsi dewan komisaris independen sebesar 0,00, sedangkan nilai maksimum untuk proporsi dewan komisaris independen sebesar 100,00. Nilai Mean dari proporsi dewan komisaris independen sebesar 38,8225. Dengan standar deviasi sebesar 14,85926. Hal ini berarti bahwa proporsi dewan komisaris independen telah sesuai dengan 63
peraturan dalam surat direksi nomor kep-305/BEJ/07/2004 yang menyatakan bahwa komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jumlah anggota komisaris. Nilai minimum untuk jumlah anggota komite audit sebesar 2,00 sedangkan nilai maksimum untuk jumlah anggota komite audit sebesar 4,00. Nilai Mean dari jumlah komite audit sebesar 3,0938 yang berarti telah sesuai berdasarkan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 dinyatakan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris. Nilai minimum untuk keahlian komite audit sebesar 0,00 sedangkan nilai maksimum untuk keahlian komite audit sebesar 4,00. Nilai Mean dari keahlian komite audit sebesar 0,9375 dengan standar deviasi sebesar 0,39015. Hal ini telah sesuai dengan peraturan dalam surat direksi nomor kep-305/BEJ/07/2004 dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Nilai minimum untuk manajemen laba sebesar -3,62 sedangkan nilai maksimum untuk manajemen laba sebesar -0,46. Nilai mean dari 64
manajemen laba -1,6837 yang berarti manajemen melakukan praktek manajemen laba rata-rata sebesar -1,6837. 2. Statistik Frekuensi Tabel 4.4 di bawah ini merupakan statistik frekuensi mengenai sampel penelitian yang diuji dalam penelitian ini yang menggambarkan tentang nilai frekuensi dan persentase. Tabel 4.4 Statistik Frekuensi frequency
percent
Valid
Cumulative
percent
percent
Valid Jumlah
2.00
1
3.1
3.1
3.1
Komite
3.00
27
84.4
84.4
87.5
Audit
4.00
4
12.5
12.5
100.0
Total
32
100.0
100.0
Keahlian
Valid
Komite
0.00
2
6.3
6.3
6.3
Audit
1.00
30
93.8
93.8
100.0
Total
32
100.0
100.0
Sumber: Data diolah Dari tabel 4.4 diatas, perusahaan yang memiliki jumlah komite audit yang sesuai dengan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 sebanyak 31 perusahaan atau 96,9% dari jumlah sampel. Keputusan tersebut menyatakan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan tercatat yang sekaligus 65
merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Sedangkan perusahaan yang jumlah komite auditnya tidak sesuai dengan keputusan tersebut ada 1 perusahaan atau 3,1% dari jumlah sampel. Anggota komite audit yang memiliki keahlian dibidang akuntansi atau keuangan sebanyak 30 perusahaan atau 93,8% dari jumlah sampel. Sedangkan anggota komite audit yang tidak mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan sebanyak 2 perusahaan atau 6,3% dari jumlah sampel. C. Analisis dan Pembahasan 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolonieritas Pengujian multikolonieritas dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Regresi yang bebas dari problem multikolonieritas apabila nilai VIF < 10 dan tolerance > 0,10, maka data tersebut dikatakan tidak ada multikolonieritas. Hasil uji multikolonieritas terhadap data untuk pengujian hipotesis ditunjukkan pada tabel 4.5. Tabel tersebut manunjukkan hasil uji multikolonieritas dengan VIF berkisar antara 1,042 sampai 4,023. Sedangkan nilai tolerance berkisar antara 0,249 sampai 0,960. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
semua
variabel
independen
tidak
memiliki
masalah
multikolonieritas.
66
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolonieritas Model (constan)
Colinearuty Statistic
kesimpulan
Tolerance
VIF
Kepemilikan manajerial
0,249
4,023
Tidak terjadi multikolonieritas
Proporsi dewan komisaris independen
0,330
3,028
Tidak terjadi multikolonieritas
Jumla komite audit
0,306
3,272
Tidak terjadi multikolonieritas
Keahlian komite audit
0,960
1,042
Tidak terjadi multikolonieritas
Sumber: Data diolah b. Uji Heteroskedastisitas Gambar 4.1 merupakan hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot untuk data mengenai manajemen laba. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa titik-titik data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi penelitian ini tidak mengalami problem heteroskedastisitas.
67
Gambar 4.1 Grafik Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data diolah c. Uji Normalitas Data Hasil pengujian data dengan menggunakan Normal P-Plot dapat dilihat pada gambar 4.2. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa titiktitik data berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
68
Gambar 4.2 Grafik Normality ProbabilityPlot
Sumber: Data diolah Dengan gambar 4.2 diatas, dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini sudah terdistribusi norman atau sudah memenuhi asumsi normalitas. Untuk lebih meyakinkan data terdistribusi dengan normal, dapat dilihat pada grafik histogram berikut ini:
69
Dengan gambar 4.3 diatas, dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini sudah terdistribusi norman atau sudah memenuhi asumsi normalitas. 2. Pengujian Hipotesis a. Koefisien Determinasi Uji ini dilakukan untuk mengukur kemampuan variabel independen, yaitu: kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit dalam menjelaskan variasi variabel dependen yaitu manajemen laba. Hasil uji koefisien Adjusted R Square disajikan dalam tabel 4.6. Tabel 4.6 Koefisien Determinasi Adjusted R Model
R
1
.844a
R Square .713
Square
Std. Error of the estimate
.670
.40785
a. Predictor: (Constant), keahka, propdki, jumka, kepman b. Dependent Variable: manlab Sumber: Data diolah Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai koefisien Adjusted R Square adalah sebesar 0,670, hal ini berarti 67% variabel manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit. Sedangkan sisanya (100% - 67% = 33%) dijelaskan oleh faktorfaktor lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk dalam analisa regresi ini. 70
Variabel-variabel lain yang mempengaruhi variabel manajemen laba menurut Boediono (2005) adalah kepemilikan institusional yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen. Selain itu penelitian Midastuty dan Machfoedz (2003) juga mengungkapkan variabel lain yang mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba yaitu ukuran dewan komisaris. Dalam penelitian ini menyatakan bahwa bahwa ukuran dewan komisaris mampu mengurangi indikasi manajemen laba. Dari penelitian Veronica dan utama (2005) variabel lain yang mempengaruhi manajemen laba adalah ukuran perusahaan. Makin besar ukuran perusahaan, makin kecil tindakan manajemen labanya. b.Uji F Secara keseluruhan, hasil analisis regresi berganda dapat dilihat pada tabel 4.7. Hasil uji F diperoleh nilai sebesar 16.742 dengan tingkat signifikan 0,000. Karena tingkat signifikansi dibawah angka 0,05 maka kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit secara bersama-sama atau secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba
71
perusahaan. Hal ini berarti variabel tersebut dapat dijadikan sebagai pengukur manajemen laba. Tabel 4.7 Hasil Uji F Model
Sum of Squares 11.139 4.491 15.631
df
Mean Square 2.785 0.166
F
Sig.
1 4 16.742 Regression 27 Residual 31 Total Sumber: Data diolah a. Predictors: (constant), keahka, propdki, jumka, kepman b. Dependent Variable: DC
0.000a
Hal ini sejalan dengan penelitian Nasution dan Setiawan (2007) bahwa hasil regresi terhadap variabel manajemen laba dengan variabel lain yaitu komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit, dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh secara bersama-sama. Begitu pula dalam teori OECD dalam Sutojo dan Aldridge (2005) menurut OECD corporate governance adalah
sistem
yang
dipergunakan
untuk
mengarahkan
dan
mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Corporate governance mengatur pemberian tugas, hak, dan kewajiban mereka yang berkepentingan
terhadap
kehidupan
perusahaan,
termasuk
para
pemegang saham, dewan pengurus, para manajer, dan semua anggota stakeholders non-pemegang saham.
72
c. Uji t Tabel 4.8 merupakan hasil pengujian antara variabel dependen dengan variabel independen yang dilakukan dengan uji t, hasilnya sebagai berikut: Tabel 4.8 Hasil Uji t Model 1
Unstandardized Standardized Coefficient Coefficient Std. B Error Beta -5.183 0.961 -0.035 0.020 -0.367 0.037 0.009 0.769 0.796 0.340 0.437 -0.295 0.340 -0.102
(Constant) Kepman Propdki Jumka Keahka Sumber: Data dioalah a. Dependent Variabel Manajemen Laba * Signifikan pada α 5% * *Signifikan pada α 10%
t Beta
Sig.
-5.394 -1.772 4.283 2.344 -0.972
0.000* 0.088** 0.000* 0.027* 0.340
Hasil pengujian variabel kepemilikan manajerial mempunyai angka signifikan 0,088 lebih kecil dari 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif secara signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi dibawah 0,1, dengan demikian H1 diterima. Nilai beta yang dihasilkan negatif sebesar -0,035. Arah negatif pada koefisien variabel kepemilikan manajerial menunjukkan bahwa setiap peningkatan kepemilikan manajerial akan menurunkan manajemen laba dalam perusahaan. Artinya, semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan semakin rendah praktik manajemen laba dalam perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa di
73
Indonesia, khususnya perusahaan yang terdaftar di BEI sektor industri dan kimia, kepemilikan manajerial merupakan variabel determinan yang penting untuk mengurangi manajemen laba. Hasil ini mendukung hasil penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003), Fidyanti (2004) dalam Iqbal (2007) yang menyatakan aplikasi yang dapat dipraktekan adalah memperbesar kepemilikan manajerial dengan harapan bahwa pemilik saham (manajerial) akan ikut andil dalam pengawasan terjadinya manajemen laba, atau bahkan karena sebenarnya mereka yang melakukan manajemen laba maka mereka akan merasa rugi jika manajemen laba terjadi atas perusahaan yang mereka ikut memiliki, sehingga manajemen laba tidak akan dilakukan. Dengan kata lain kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme good corporate governance. Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai angka signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai beta yang dihasilkan sebesar 0,037. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap manajemen laba perusahaan, dengan demikian H2 diterima. Artinya, peranan dewan komisaris independen sebagai bagian dari struktur corporate governance mempunyai pengaruh dalam manajemen laba. Penelitian ini bertentangan dengan Veronica dan Utama (2005) yang melakukan penelitian di Industri perbankan Indonesia, hasil penelitian ini adalah kesimpulan bahwa proporsi dewan komisaris independen 74
tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Penelitian ini bertentangan karena dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data dari perusahaan manufaktur sektor industri dan kima. Hal serupa juga dinyatakan oleh Boediono (2005) bahwa secara parsial pengaruh corporate governance dalam hal ini komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Tetapi walaupun tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, dalam penelitian Veronica dan Bachtiar (2004) menemukan bahwa variabel persentase dewan komisaris independen tidak berkorelasi secara signifikan terhadap akrual kelolaan, walau begitu interaksi antar variabel akrual kelolaan dan dewan komisaris independen menunjukkan koefisien positif yang signifikan terhadap return perusahaan. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan makin tingginya persentase dewan komisaris independen maka akrual kelolaan makin berpengaruh terhadap return. Hasil pengujian variabel jumlah komite audit mempunyai angka signifikan sebesar 0,027 dibawah 0,05, berpengaruh positif secara signifikan, dengan demikian H3 diterima. Nilai beta yang dihasilkan sebesar 0,796. Hal ini berarti jumlah komite audit dalam perusahaan mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba. Arah dari hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Wedari (2004), yang menemukan bahwa komite audit mempunyai pengaruh secara negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Artinya, secara rata-rata aktivitas manajemen laba antara perusahaan yang memiliki komite audit 75
lebih rendah daripada perusahaan yang tidak memiliki komiti audit. Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan Suhadi (2007) bahwa jumlah komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Tetapi hasil penelitian ini menunjukkan perusahaan yang memiliki komite audit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba dengan arah yang positif. Peneliti menduga bahwa arah yang positif ini disebabkan karena perilaku manajemen laba oleh perusahaan yang memiliki komite audit akan dinilai positif oleh pasar, dimana pasar merasa manajemen laba sebagai sebagai motivasi untuk meningkatkan laba. Hal ini didukung oleh peneltian Veronica dan Bachtiar (2004), yang menggunakan data pasar modal Indonesia. Mereka menemukan bahwa interaksi discreationary accrual dan komite audit mempunyai hubungan secara positif dan signifikan dengan return. Hal ini juga menunjukkan bahwa perilaku manajemen laba pada perusahaan yang mempunyai komite audit memang akan dinilai positif, karena pasar merasa perilaku manajemen laba akan meningkatkan return. Dengan kata lain, komite audit dalam dalam penelitian ini tidak menjalankan tugas dan peranannya dengan baik sebagaimana
yang diharapkan
peneliti. Perusahaan membentuk komite audit hanya untuk memenuhi peraturan dari BAPEPAM dan hanya dijadikan simbol yang menyatakan bahwa perusahaan telah melaksanakan good corporate governance. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit pada suatu perusahaan bukan merupakan jaminan bahwa laporan keuangan 76
perusahaan tersebut independen dari kemungkinan praktik manajemen laba. Hasil pengujian variabel keahlian komite audit mempunyai angka signifikan sebesar 0,340 lebih besar dari signifikansi 0,1, dengan demikian H4 ditolak. Hal ini berarti keahlian komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Peneliitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Suhadi (2007) bahwa keahlian komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Fello (2003), yang menyatakan bahwa keahlian komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan, karena laporan yang bagus akan menghambat terjadinya manajemen laba. Penelitian ini juga tidak konsisten dengan Carcello (2003) menyatakan bahwa expertise komite audit dibidang keuangan dapat mengurangi terjadinya earnings management. Dari penelitian diatas menunjukkan bahwa expertise komite audit tidak mempunyai pengaruh positif terhadap earnings management. Hal ini berarti banyak perusahaan membentuk komite audit hanya sebatas formalitas saja, akibatnya banyak anggota komite audit yang diangkat tidak mempunyai pengetahuan di bidang akuntansi dan keuangan sehingga gagal mengurangi terjadinya earnings management. Hal ini juga menunjukkan bahwa keberadaan komite audit belum dianggap penting oleh dewan komisaris, asalkan perusahaan mendapatkan laba yang besar dan membagikan deviden kepada pemegang saham. Dari 77
hasil uji t diatas dapat diketahui variabel independen yang paling dominan terhadap variabel manajemen laba yaitu, variabel proporsi dewan komisaris independen. Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai angka signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai beta yang dihasilkan sebesar 0,037. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba perusahaan. Artinya, peranan dewan komisaris independen sebagai bagian dari struktur corporate governance mempunyai pengaruh dalam manajemen laba. Penelitian ini bertentangan dengan Veronica dan Utama (2005) yang melakukan penelitian di Industri Perbankan Indonesia, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Y = -5.183 - 0.035X1 + 0.037X2 + 0.796X3 – 0.295X4
Pada persamaan regresi diatas dapat diartikan bahwa nilai konstanta sebesar -5.183, menunjukkan jika variabel independen dianggap tidak ada maka peningkatan kinerja manajerial bernilai -5.183. Koefisien regresi
untuk
variabel
kepemilikan
manajerial
sebesar
-0.035,
menunjukkan bahwa setiap adanya perubahan 1 satuan tingkat kepemilikan manajerial, maka dapat menurunkan variabel manajemen laba sebesar 0.035. Koefisien regresi pada variabel proporsi dewan 78
komisaris independen sebesar 0.037, hal ini berarti jika variabel proporsi dewan komisaris independen
bertambah 1 satuan maka variabel
manajemen laba akan bertambah sebesar 0.037. Koefisien regresi pada variabel jumlah komite audit sebesar 0.796, hal ini berarti jika variabel jumlah komite audit bertambah 1 satuan, maka variabel manajemen laba akan bertambah sebesar 0.796. Koefisien regresi pada variabel keahlian komite audit sebesar -0.295, hal ini berarti jika variabel keahlian komite audit bertambah 1 satuan, maka dapat menurunkan variabel manajemen laba sebesar 0.295.
79
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit terhadap manajemen laba. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap empat hipotesa yang telah diuji dengan
menggunakan
analisis
regresi
berganda,
diperoleh
beberapa
kesimpulan sebagai berikut: 1. Kepemilikan manajerial berpengaruh secara signfikan negatif terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Iqbal (2007). Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini bertentangan dengan Veronica dan Utama (2005) yang melakukan penelitian di Industri Perbankan, sedangkan penelitian ini dilakukan di perusahaan manufaktur. Jumlah komite audit berpengaruh positif secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Suhadi (2007). 2. Keahlian komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Suhadi (2007), karena banyak perusahaan yang membentuk komite audit hanya sebagai bentuk formalitas saja. Akibatnya banyak anggota komite audit yang diangkat tidak
80
mempunyai pengetahuan di bidang akuntansi dan keuangan sehingga gagal mengurangi terjadinya manajemen laba. 3. Variabel independen yang paling dominan mempengaruhi manajemen laba dalam penelitian ini adalah proporsi dewan komisari dengan signifikansi sebesar 0,000. Artinya, peranan dewan komisaris independen sebagai bagian dari struktur corporate governance mempunyai pengaruh dalam manajemen laba. B. Implikasi Ke Depan Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah komite audit mempunyai pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kepemilikan manajerial, setiap terjadi peningkatan dalam kepemilikan manajerial dapat menurunkan manajemen laba. Peranan dewan komisaris independen sebagai bagian dari struktur corporate governance mempunyai pengaruh dalam manajemen laba. Jumlah komite audit mengindikasikan bahwa arah yang positif ini disebabkan karena perilaku manajemen laba oleh perusahaan yang memiliki komite audit akan dinilai positif oleh pasar, dimana pasar merasa manajemen laba sebagai sebagai motivasi untuk meningkatkan laba. Keahlian komite audit tidak mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan komite audit yang dilakukan perusahaan hanya berdasarkan pemenuhan kewajiban terhadap peraturan yang berlaku sehingga komite audit yang telah dibentuk dalam perusahaan tidak berfungsi secara efektif. 81
Dengan adanya good corporate governance dalam hal ini kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit maka peran manajemen untuk melakukan manajemen laba akan berkurang, kesenjangan dalam thoery agency pun akan berkurang. Dengan demikian good corporate governance akan menjadi suatu instrumen penting untuk membawa perusahaan ke arah lebih baik dalam hal ini pengungkapan informasi mengenai laporan keuangan, khususnya laba yang dihasilkan. C. Keterbatasan Penelitian 1. Periode penelitian ini hanya 1 tahun, yakni tahun 2008, sehingga konsistensi hasil penelitian dari tahun ke tahun tidak dapat diketahui. 2. Pengukuran manajemen laba menggunakan metode yaitu metode modified jones, padahal banyak metode pengukuran manajemen laba seperti metode Jones (1991), Dechow (1995), Kaznik (1999) dan Dechow (2002). 3. Penyusunan daftar pengungkapan cenderung bersifat subyektif karena semakin berkembangnya kegiatan bisnis, sehingga memungkinkan terlewatnya item-item tertentu yang seharusnya diungkap oleh perusahaan. 4. Adanya kemungkinn variabel lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba seperti: proporsi kepemilikan saham, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, keahlian dewan komisaris independen, ukuran perusahaan dan yang lain-lain.
82
D. Saran 1. Untuk penelitian berikutnya, interval periode penelitian perlu ditambah, minimal 3 periode, agar memberikan hasil yang akurat. 2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode yang lain dalam mengukur manajemen laba seperti metode Jones (1991), Dechow (1995), Kaznik (1999), dan Dechow, dkk (2002). 3. Menyempurnakan dan memperbaharui daftar pengungkapan yang digunakan sebagai instrument penelitian agar sesuai dengan kondisi saat penelitian dilakukan. 4. Diharapkan mengamati variabel lainnya yang dapat berhubungan terhadap manajemen laba dalam penelitian ini, seperti: proporsi kepemilikan saham, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, keahlian dewan komisaris independen, ukuran perusahaan dan yang lain-lain.
83
DAFTAR PUSTAKA Arens, Alvin A., Mark S. Beasley, and Randal J. Elder. ”Auditing and assurance Service an Integrated Approach”, 12th edition, PT Indeks kelompok Gramedia, Jakarta, 2008. Bachtiar, Yanivi dan Sylvia Veronica. “Corporate Governance, Information Asymetris, An Earnings Management”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.2 No. 1 Juli, 2004. Baharudin, Ishar dan Heru Satyanugraha. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Profesi Akuntan Terhadap Praktek Earnings Management”, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol.4, No.1, April, 2004. Boediono, Gideon Setyo B, “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Dan Dampaknya Pada Kualitas Data”, Jurnal Akuntansi/Th.IX/03/September, 2005. Carcello, Joseph V.”Audit Committee Financial Expertise, Competing Corporate Governance Mechanisme, and Earnings Management”, diakses tanggal 4 Mei 2010, dari www.ssrn.com Christiawan, Yulius Jogi dan Josua Tarigan. “Kepemilikan Manajeral: Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan”, Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Vol. 9, No. 1, 2007. Chtourou, SM., Jean Bedard. dan Lucie Courteau. “Corporate Governance and Earnings Management”, Working Paper, Universite Laval, Quebec City, Canada, April, 2001. Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H. “Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance”, diakses tanggal 8 Nopember 2009, dari http://papers.ssrn.com/ Darmawati, Deni. “Corporate Governance Dan Manajemen Laba: SuatuStudi Empiris”, Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, vol. 5 No.1. April, 2003. Dechow, Patricia M., Richard G, Sloan dan Amy P. Sweneny. “Detecting Earnings Management”, The Accounting Review. Vol 70. 1995. Deni Darmawati, Khomsiyah dan Rika Gelar Rahayu. “Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi VII , IAI, 2004.
84
Fama, E. F dan Jensen, M.C. “Separation of Ownership and Control”, Journal of Law and Economics, Vol.26, 1983. Fello, Andrew, Dkk. “Audit Committee Characteristics and The Perceived Quality of Financial Reporting: An Empirical Analysis”, diakses tanggal 14 Nopember 2009, dari www.ssrn.com Forum for Corporate Governance in Indonesia. “Indonesia Company Law”, 2003. Diakses tanggal 17 Nopember 2009, dari www.fcgi.org.id Gabrielsen, Gorm., Jeffrey D. Gramlich dan Thomas Plenborg. “Managerial Ownership, Information Content of Earnings, and Discretionary Accruals in a Non76 US Setting”, Journal of Business Finance and Accounting, Vol.29. No.7 & 8. September/Oktober, 1997. Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, BP UNDIP, Semarang, 2009. Herawaty, Vinola. “Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan,. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10. No. 2, November 2008. Iqbal, Syaiful. “Corporate Governance Sebagai alat Pereda Praktik Manajemen Laba (Earnings Management)”. Ventura Vol. 10 N0. 3, Desember 2007. Jian, Zhou. “Audit Quality and Earnings Management by Seasoned Equity Offering Firms”, diakses tanggal 5 Desember 2009, dari www.ssrn.com Klein, April. “Audit Committee, Board Of Director Characteristics and Earnings Management”, diakses tanggal 17 Oktober 2009, dari www.srrn.com Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia”, 2006, diakses tanggal 18 Maret 2010, dari www.bapepam.go.id Madiastuty P. P dan M. Machfoedz. “Analisa Hubungan Mekanisme Corpoerate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”, Makalah Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya, 2003. Media Akuntansi. “Pentingnya Sebuah Corporate Governance”, No.7/Th.I/Maret, 2000. Meutia, Inten. “Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Manajemen Laba Untuk KAP Big 5 dan Non Big 5”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 7 No. 3, September, Jakarta 2004. 85
Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. “Pengaruh Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia”, Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar, 2007. Nurkholis, Indriani. 2002. “Manfaat dan Fungsi Komite Audit Dalam Mewujudkan Tata Pengelolaan Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance)”, TEMA, Vol.III, 2002. Purwanto, Marini. “Komite Audit: Tinjauan Sejarah, Kerangka Teoritis, Kondisi Praktek Di Indonesia, Temuan Empiris”, Jurnal Widya Manajemen & Akuntansi, Vol.1, No.3, Desember 2001. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). ”Tentang Penyajian Laporan Keuangan”, No. 1. 2009, diakses tanggal 13 Desember 2009, dari http://hardijma.wordpress.com Santoso, Singgih. “Latihan SPSS Statistik Parametrik”, Elekmedia Komputindo, Jakarta, 2002. Sanjaya, I Putu Sugiartha. “The Influence Of Comitte To Earnings Management”, Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol 7, No.1, Januari, 2006. Sekaran, Uma. “Research Methods For Busines”, Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Buku 1, Edisi 4, 2006. Shleifer, Andrei and R.W Vishny. “A Survey of Corporate Governance”, The Journal of Finance, Vol. LII. No.2. juni, 1997. Suaryana, Agung. “Pengaruh Komite Audit Terhadap Kualitas Laba”, Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo. 2005. Suhadi, Agus. “Pengaruh Komite Audit, Reputasi Auditor dan Pengungkapan (disclosure) Terhadap Earnings management”, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Sukartha, I Made. “Pengaruh manajemen Laba, dan Kepemilkan Manajerial pada kesejahteraan Pemegang Saham Perusahaan Target Akuisisi”. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana. 2008. Sutojo, Siswanto dan E. John Aldridge. “Good Corporate Governance Tata Kelola Perusahaan yang Sehat.” PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2005. Sylvia, veronica dan Yanifi S. Bachtiar. “Good Corporate Governance, Information asymmetry and Earnings Management.” Makalah Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, 2004. 86
Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. “Pedoman Tentang Komisaris Independen”, diakses tanggal 27 Nopember 2009, dari www.governance-indonesia.com Tunggal, Amin Widjaya. “Tata Kelola Perusahaan Teori dan Kasus”, Harvarindo, Jakarta, 2008. Ujiyantho, Muh. Arief, dan Bambang Agus Pramuka. ”Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan.” Simposium Nasional Akuntansi X, UNHAS Makasar. 2007. Utama, Shidharta, dan F. Leonardo Z. ”Audit Committee, Control of Majorrity Shareholders and Their Impact on Audit Committee Effectiveness: Indonesia Evidence”, JURNAL Riset Akuntansi Indonesia Volume 9 N0 1, Januari. 2006. Veronica, Sylvia, dan Sidharta Utama.”Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management).” Makalah Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo. 2005. Wedari, Linda Kusumaning. “Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajemen Laba”, Symposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, 2004. Widyaningdyah, Agnes Utari. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Go Publik di Indonesia”, 2001. Xie, Biao. “Earnings Management And Corporate Governance: The Roles Off The Board And The Audit Committee”, diakses tanggal 14 Nopember 2009, dari www.srrn.com Xie, Biao., Wallace N. Davidson and Peter J. Dadalt. “Earning Management and Corporate Governance: The Roles Of The Board and Th e Audit Committee”. Journal of Corporate Finance, Vol.9, 2003.
87
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Budi Susilo
2. Tempat & Tanggal Lahir
: Jakarta, 10 Januari 1987
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Agama
: Islam
5. Alamat
: Jl. Musyawarah No. 25 Rt 006/004 Sawah Lama, Ciputat, Tangerang selatan
6. Telepon
: 08561780755/021-98509575
7. Email
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. SD Negeri Kampung sawah 2 Ciputat
1994 – 1999
2. SMP Negeri 4 Ciputat
1999 – 2002
3. SMA Negeri 2 Ciputat
2002 – 2005
4. Strata 1 Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi
i
2005 – 2010
NAMA EMITENKAS DARI AKTIVITAS O PT ALUMINDO L 226,026,992,997 PT ANEKA KEMA 1,018,816,174 PT ARWARNA C 91,170,264,729 PT ASAHIMAS F 476,811,000,000 PT ASIAPLAST I 41,539,786,554 PT BERLINA Tbk 15,869,582,296 PT. BETONJAYA 21,114,989,041 PT CHAROEN P 244,917,000 PT CITRA TUBIN 9,309,812,000 PT DAYA SAKTI (2,633,638,352) PT DYNAPLAST 159,886,486,350 PT EKADHARMA (57,107,269,026) PT FAJAR SURY 1,107,948,970,952 PT HOLCIM INDO 1,173,589,000 PT INDAL ALUM 14,171,890,814 PT INDOCEMEN 1,619,202,132,220 386,626,693 PT INTANWIJAY PT INTIKERAMIK 2,127,888,830 PT JAKARTA KY 25,942,646,001 PT JAYA PARI S 116,894,916,030 PT KAGEO IGAR 41,018,481,569 PT LIONMESH P 302,294,510 PT LION METAL 28,539,587,020 PT MULIA INDUS 267,919,968,000 PT PELANGI IND (43,748,264,959) PT BUDI ACID JA 79,992,000,000 PT SIERAD PRO (50,964,589,935) PT SORINI AGRO 42,964,345,000 PT SUMALINDO (388,532,888,000) PT TEMBAGA M 64,113,684,266 PT TRIAS SENTO 129,361,073,810 PT UNGGUL IND 32,668,962,000
LABA BERSIH TOTAL ASET PERIODE SEBELUMNYA 4,566,862,211 1,370,927,840,715 (8,121,292,902) 53,884,736,781 54,290,317,115 630,587,291,741 228,268,000,000 1,801,015,000,000 (4,821,452,181) 295,233,917,027 20,764,168,305 386,975,930,214 20,823,061,634 46,469,199,037 253,977,000 4,760,491,000 19,630,509,000 169,982,456,000 (77,858,896,914) 288,943,246,774 2,799,601 1,123,388,423,766 4,606,369,363 84,926,214,500 36,553,869,861 3,769,588,379,462 282,220,000 7,208,250,000 1,007,507,925 482,711,646,072 1,745,500,936,215 10,037,926,509,334
3,434,685,558 3,305,996,962 (29,915,880,560) 49,157,545,353 7,348,483,975 9,237,180,878 37,840,393,046 (758,721,741,000) 12,986,339,190 32,981,000,000 27,253,530,872 142,496,317,000 (262,542,682,387) (30,862,052,440) 58,025,393,373 3,689,544,000
179,761,408,940 772,704,222,377 290,139,653,820 268,790,167,421 329,796,879,167 62,812,399,313 216,129,508,805 3,822,944,317,000 452,880,149,487 1,485,651,000,000 1,294,772,758,402 842,504,689,000 1,895,845,309,043 1,183,990,019,623 2,138,990,664,786 278,532,455,000
Lampiran 2: Data Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah & NAMA EMITEN PEMILIKAN MANAJERIALKOMISARIS INDEPEN JML KOMITE AUDIT PT ALUMINDO LIGHT M 1.66 40 3 0.65 50 3 PT ANEKA KEMASINDO PT ARWARNA CITRA M 0 100 3 0.02 42.85 3 PT ASAHIMAS FLAT GL PT ASIAPLAST INDUST 15.38 33.33 3 PT BERLINA Tbk 21.02 25 3 PT. BETONJAYA MANU 9.58 50 3 PT CHAROEN POKPHA 0 33.33 4 PT CITRA TUBINDO Tb 0.59 0 4 PT DAYA SAKTI UNGG 0.12 33.33 3 PT DYNAPLAST Tbk 0.69 25 3 0 33.33 3 PT EKADHARMA INTER PT FAJAR SURYA WIS 0 33.33 3 0 50 3 PT HOLCIM INDONESIA PT INDAL ALUMINIUM 0.04 40 3 0 42.85 3 PT INDOCEMENT TUNG PT INTANWIJAYA INTE 33.34 33.33 3 PT INTIKERAMIK ALAM 0 50 3 PT JAKARTA KYOEI ST 0 50 2 PT JAYA PARI STEEL 2.2 50 3 PT KAGEO IGAR JAYA 0 33.33 4 14 33.33 3 PT LIONMESH PRIMA T PT LION METAL WORK 0 33.33 3 PT MULIA INDUSTRIND 0 33.33 3 PT PELANGI INDAH CA 0.08 33.33 3 PT BUDI ACID JAYA Tb 0.94 40 3 PT SIERAD PRODUCE 0 40 3 PT SORINI AGRO ASIA 0.41 33.33 3 PT SUMALINDO LESTA 0 40 3 PT TEMBAGA MULIA S 0.05 40 3 3.33 33.33 3 PT TRIAS SENTOSA Tb PT UNGGUL INDAH CA 0.04 33.33 4
& Keahlian Komite Audit AHLIAN KOMITE AUDIT 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
Lampiran 5: Hasil Uji Regresi Model Summaryb
Model
R
R Square
.844a
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.713
.670
Durbin-Watson
.40785
.889
a. Predictors: (Constant), keahka, propdki, jumka, kepman b. Dependent Variable: DC
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
F
11.139
4
2.785
4.491
27
.166
15.631
31
Sig.
16.742
.000a
a. Predictors: (Constant), keahka, propdki, jumka, kepman b. Dependent Variable: DC
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error -5.183
.961
kepman
-.035
.020
propdki
.037
jumka keahka a. Dependent Variable: DC
Coefficients
Collinearity Statistics t
Beta
Sig.
Tolerance
VIF
-5.394
.000
-.367
-1.772
.088
.249
4.023
.009
.769
4.283
.000
.330
3.028
.796
.340
.437
2.344
.027
.306
3.272
-.295
.304
-.102
-.972
.340
.960
1.042
Lampiran 4: Statistik Deskriptif dan Frekuensi Descriptives
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Statistic
Statistic
Statistic
Mean Statistic
Std. Deviation
Std. Error
Statistic
kepman
32
.00
33.34
3.2544
1.33192
7.53447
propdki
32
.00
100.00
38.8225
2.62677
14.85926
jumka
32
2.00
4.00
3.0938
.06897
.39015
keahka
32
.00
1.00
.9375
.04348
.24593
manlab
32
-3.62
-.46
-1.6837
.12553
.71008
Valid N (listwise)
32
Frequencies
Statistics kepman N
Valid
propdki
jumka
keahka
manlab
32
32
32
32
32
0
0
0
0
0
Missing
jumka Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
2.00
1
3.1
3.1
3.1
3.00
27
84.4
84.4
87.5
4.00
4
12.5
12.5
100.0
Total
32
100.0
100.0
keahka Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
.00
2
6.3
6.3
6.3
1.00
30
93.8
93.8
100.0
Total
32
100.0
100.0