Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan Pertambangan Oleh : Yosy Marina Pembimbing : Prof. Dr. Syukri Lukman, SE, MS
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional dan umur perusahaan terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Populasi yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 34 perusahaan dan sampel penelitian ini sebanyak 22 perusahaan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dimana perusahaan yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dapat dijadikan sampel dalam penelitian ini. Pengolahan data penelitian menggunakan analisis persamaan regresi linear berganda dengan bantuan SPSS 19 untuk menguji statistik deskriptif, uji asumsi dasar dan uji hipotesis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan dan umur perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan positif terhadap CSR Disclosure Indeks perusahaan pertambangan. Sementara variabel kepemilikan institusional dan ukuran dewwan komisaris secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap CSR Disclosure Indeks perusahaan pertambangan. Hasil penelitian memberikan implikasi bahwa informasi mengenai CSR Disclosure Indeks dapat membantu Stakeholders dalam mengambil keputusan dan kebijakan investasi sesuai dengan tujuan pihak masing-masing dan pengungkapan tanggung jawab sosial dapat memberikan efek pertumbuhan jangka panjang sehingga akan memberikan pertimbangan baru bagi investor dalam melakukan kebijakan investasi yang tidak hanya berorientasi pada profit semata. Kata Kunci: Ukuran Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Umur Perusahaan,Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Corporate Social Responsibility Indeks PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin berkembangnya dunia usaha dewasa ini, dipicu oleh perkembangan dinamika sosial seperti globalisasi, pasar bebas, kerjasama perdagangan antar kawasan, ditambah dengan dominannya peran swasta dalam pembangunan ekonomi dan semakin berkurangnya peran pemerintah dalam mengatur kegiatan ekonomi dibutuhkan adanya kesadaran atas perlindungan lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan operasional sebuah perusahaan. Menyikapi kondisi tersebut, muncul pemikiran dalam dunia usaha atas hal yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility). Selanjutnya dalam penelitian ini disingkat
CSR. CSR dianggap menjadi inti dari etika bisnis yang berarti perusahaan tidak hanya mempunyai tanggung jawab ekonomi dan legal kepada shareholder (pemegang saham) tetapi juga punya tanggung jawab kepada stakeholder (pihak-pihak lain yang berkepentingan). Dinamika tanggung jawab ini melebihi tanggung jawab kepada pemegang saham. Berdasarkan dari pemikiran Howard R. Bowen dalam bukunya yang berjudul Social Responsibility of The Businessman, mulailah perubahan paradigma masyarakat mengenai pentingnya tanggung jawab sosial bagi setiap perusahaan. Sehingga banyak menimbulkan perdebatan tujuan perusahaan antara kalangan masyarakat, pemerintah dan manajemen perusahaan yang dinamakan dengan agency problem. Perusahaan bertujuan untuk mengejar profit sedangkan masyarakat sekitar tidak menginginkan adanya kerusakan
lingkungan yang ditimbulkan akibat aktifitas ekonomi yang dilakukan (Majalah Bisnis & CSR, 2008). Sedangkan pemerintah menginginkan agar kepentingan masyarakat secara umum tidak terganggu. CSR adalah sebuah gagasan perusahaan yang tidak lagi diartikan pada tanggung jawab yang berpijak pada Single Bottom Line yaitu nilai perusahaan (coorporate value) yang direfleksikan pada kondisi keuangan saja, tetapi juga tanggung jawab yang berpijak pada Triple Bottom Line (Samsinar Anwar, dkk, 2008). Yang dimaksud Triple Bottom Lines disini adalah finansial, sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin tumbuhnya nilai perusahaan secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin, jika perusahaan mulai memperhatikan aspek sosial dan lingkungan hidup. Namun dalam kenyataannya, masih ada perusahaan yang menunjukkan sikap yang bertolak belakang. Mereka masih menganut paradigma klasik dengan melihat keberhasilan dari suatu perusahaan itu dinilai dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada perusahaan. Umumnya, perusahaan yang menganut paradigma ini akan mengalami kesulitan dalam kompetensi di era global dan pasar bebas nantinya. Seperti kegagalan PT. Lapindo Brantas sebagai perusahaan yang bergerak di bidang gas bumi yang beroperasi di Sidoarjo yang telah gagal melakukan eksplorasi dan sekaligus menanggulangi bencana lumpur panas. Dan juga terjadi di Tambang Tembaga Freeport dan sangat diabaikan di Tambang Timah BangkaBelitung. Dampaknya jelas, rakyat Papua hanya menjadi penonton kemajuan kota Timika yang menjadi Pelabuhan Udara Freeport (Airfast), dan Hotel Bintang Lima di tengah-tengah hutan belantara Pulau Irian. Pulau Bangka Belitung menjadi “kota hantu” dengan rumah-rumah peninggalan Belanda yang tidak terurus dan tanah yang gersang yang tidak dapat dijadikan area pertanian, perkebunan atau penanaman ikan darat (Soeharsono Sagir, PPTM 1980). Pada sisi lain, ada perusahaan yang menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar disamping orientasi utama dalam mengejar profit. Persepsi ini ditunjukkan oleh perusahaan yang menganut paradigma global, dimana perusahaan mampu
menciptakan citra positif di lingkungan stakeholdernya dan juga mampu memenangkan kompetensi di era pasar bebas. Di Indonesia telah dilakukan oleh CALTEX dengan Community Development-nya dan Tambang Nikel Sorako yang melakukan kegiatan yang sama. Dalam pemasaran CSR bukan hal baru, CSR dikenal sebagai bagian Coorporate Strategy sejak tahun 1980 (Nugroho, Yanuel, 2005). Diperlukan suatu strategi pemasaran dalam upaya mendapatkan image positif dari stakeholder untuk memenangkan kompetensi di era global. Tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia diatur dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74. Berdasarkan UU tersebut, perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial karena perusahaan akan memperoleh manfaat atas tanggung jawab sosial yang dilakukannya, diantaranya meningkatkan citra positif perusahaan, akses modal, mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas dan mempermudah pengelolaan manajemen resiko (risk management) (Daniri, 2009). Pernyataan ini didukung oleh penelitian (Solomon, 2007) yaitu jika perusahaan melakukan tanggung jawab sosial akan meningkatkan kinerja finansial perusahaan, akses modal dan citra positif perusahaan. Penerapan tanggung jawab sosial punya peranan penting bagi perusahaan karena interaksi antara perusahaan dengan masyarakat akibat aktivitas perusahaan yang memiliki dampak sosial dan lingkungan, sehingga dapat dikatakan penerapan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai alat manajerial yang digunakan perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungannya. Nurkhin (2009) menemukan bahwa tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial di Indonesia masih rendah. Hal ini disebabkan oleh belum adanya acuan tertentu tentang kesepakatan standar pengungkapan tanggung jawab sosial bagi dewan direksi. Degan (2002) menyatakan bahwa motivasi dewan direksi untuk mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial hanya untuk melegitimasi tindakan perusahaan dan mematuhi UU. Menurut Gray et.al (1987), tumbuhnya kesadaran publik tentang peran perusahaan di tengah masyarakat melahirkan kritik karena
menciptakan masalah sosial, polusi, sumber daya, limbah, mutu produk, tingkat keamanan produk, serta hak dan status tenaga kerja. Menurut Guthie dan Mathews (1985) salah satu informasi yang sering diminta untuk diungkapkan perusahaan saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. CSR dapat dilakukan secara langsung oleh perusahaan dibawah divisi Human Resources Development atau Public Relations. CSR bisa pula dilakukan oleh yayasan yang dibentuk terpisah dari organisasi induk, namun bertanggungjawab pada dewan direksi. Di Indonesia sebagian besar perusahaan menjalankan CSR dengan kerjasama dengan mitra seperti LSM, perguruan tinggi, atau lembaga konsultan (Sudana, 2011), tetapi belum semua perusahaan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hasil penelitian (Restuningdiah, 2010) menunjukkan bahwa pengungkapan CSR merupakan signal bagi perusahaan untuk menyampaikan good news pada masyarakat sehingga mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Investor diharapkan mempertimbangkan informasi CSR untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan investor yang tidak semata-mata berorientasi pada laba saja. Pengungkapan CSR diharapkan dapat memberi informasi tambahan kepada investor selain dari yang terungkap dalam laba akuntansi (Sayekti & Wondobio, 2007). Untuk meminimumkan biaya keagenan dapat dilakukan dengan cara : pertama, memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976) sehingga kepentingan pemilik / pemegang saham dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. Kedua, kepemilikan saham oleh investor institusional (Moh’d et al, 1998) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang. Ketiga, peran monitoring oleh dewan komisaris (Dechow, et al. 1996) dan (Beastly, 1996) dalam (Restuningdiah, 2010) menemukan hubungan yang signifikan antara dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Penelitian ini menggunakan perusahaan-perusahaan pertambangan karena berhubungan dengan sumber daya alam mengingat Undang-undang No.40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (pasal 74 ayat Ia) mewajibkan perusahaan yang kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melakukan CSR. Menurut Hackston dan Milne (1996) dalam Suwardi et al. (2010) mengatakan bahwa perusahaan yang mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap lingkungan (rawan lingkungan) termasuk dalam tipe industri High Profile. Perusahaan yang memiliki resiko politis yang tinggi (high profile) dan dengan kepemilikan manajemen yang besar cendrung mengungkapkan informasi sosial lebih banyak (Anggraini, 2006). Perusahaan ini umumnya mempunyai hubungan yang tinggi dengan lingkungan sekitar dan menjadi sorotan masyarakat karena aktifitas operasi perusahaan yang sensitif terhadap lingkungan. Maka berdasarkan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan Pertambangan”.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka kesimpulan dari permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan ? 2. Apakah ukuran dewan komisaris perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan ? 3. Apakah kepemilikan institusional perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan ? 4. Apakah umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan ?
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Perusahaan 2.1.1 Ukuran perusahaan Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan dan luasnya struktur kepemilikan. Ada tiga cara yang sering digunakan untuk menentukan besarnya ukuran perusahaan, yaitu melalui ukuran aktiva, penjualan bersih, dan kapitalisasi pasar (market capitalized). Penelitian ini menggunakan Log of total assets value seperti yang dilakukan oleh Farook dan Lanis (2005). Hal ini dikarenakan proksi tersebut mampu menggambarkan ukuran perusahaan. Log natural of total assets value dilakukan untuk mentransformasi data total asset value sampel perusahaan yang sangat beragam. Jensen & Meckling (1976) dalam Nugraheni, dkk (2002) menyebutkan bahwa variabel ukuran perusahaan dapat dilihat dengan mengukur nilai total asset yang dimiliki perusahaan tersebut. Ukuran perusahaan banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar sehingga untuk mengurangi biaya keagenan tersebut perusahaan akan mengungkapkan informasi yang lebih luas. Perusahaan kecil mungkin tidak menunjukkan perilaku tanggung jawab sosial secara jelas karena perusahaan yang berada dalam tahap dewasa dan tumbuh akan menarik lebih banyak perhatian dari lingkungannya dan memerlukan respon yang lebih terbuka (Sudana, 2011). Pelaksanaan CSR tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan besar, karena tidak hanya perusahaan besar yang dapat memberikan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan melainkan juga perusahaan kecil dan menengah. Perlu adanya pelaksanaan CSR oleh perusahaan kecil untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan operasi perusahaannya. Misalnya dalam bentuk penyedian lapangan kerja bagi komunitas lokal dan juga pemberian charity seperti infak dan sedekah. Disamping itu perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti,
Pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Akan tetapi tidak semua penelitian mendukung hubungan antara size perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel disebutkan dalam Hackston dan Milne (1996) antara lain Robert (1992); Sigh Dan Ahuja (1983). Davey (1982) dan Ng (1985) juga tidak menemukan hubungan antara variabel ini dan hal tersebut menurut Guthrie dan Mathews (1985) mungkin disebabkan oleh rendahnya jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut. Perusahaan yang berukuran lebih besar cendrung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran lebih kecil. Alasan lainnya adalah bahwa perusahaan besar mempunyai biaya informasi yang lebih rendah berkaitan dengan transparansi informasi yang diungkapkan. Lebih banyak pemegang saham juga memerlukan transparansi informasi yang lebih karena tuntutan pemegang saham dan analis pasar modal (Ria et.al,2010). Penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel tersebut adalah Belkaoui dan Karpik (1989) ; Adam et.al (1995, 1998); Hackston dan Milne (1996); Kokubu et.al (2001); Hasibuan (2001) dan Gray et.al (2001). Secara umum menurut Gray et.al (2001), kebanyakan penelitian yang dilakukan mendukung hubungan antara size perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. 2.1.2 Ukuran dewan komisaris Ukuran dewan komisaris menunjukkan jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan (Handayani, 2011). UU No.40 Tahun 2007 pasal 1 ayat 6 menjelaskan bahwa dewan komisaris adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Menurut UU NO.40 Tahun 2007 pasal 108 ayat 1 dan 2 menjelaskan tentang tugas dewan komisaris yaitu dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umummnya baik mengenai perseroan
maupun usaha perseroan dan memberi nasihat pada direksi untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan. Dewan komisaris terdiri dari satu orang atau lebih. Berkaitan dengan ukuran dewan komisaris, (Sembiring, 2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. 2.1.3 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain) (Handayani, 2011). Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (> 5%), jika dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka aktivitas monitoring yang dilakukan pihak institusional dapat memaksa manajemen untuk mengungkapkan informasi sosialnya (Nurkhin, 2009). Ini dikarenakan investor institusi memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat. Sebagian bentuk pengungkapan tanggung jawab sosial terjadi pada perbankan di Eropa, dimana perbankan di Eropa menerapkan kebijakan dalam pemberian pinjaman hanya pada perusahaan yang mengimplementasikan tanggung jawab sosial dengan baik (Handayani, 2011). Kewajiban untuk melaksanakan CSR tertuang dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74 yang menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/ berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kewajiban melaksanakan CSR juga diberlakukan bagi perusahaan yang melakukan penanaman modal di Indonesia sebagaimana diatur di dalam UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang tertuang dalam Pasal berikut ini: Pasal 15 berbunyi: Setiap penanam modal berkewajiban: a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; c.Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 berbunyi: Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 berbunyi: Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pembatasan kegiatan usaha; c. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Machmud dan Djaman (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Namun Nofandrilia (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pemilik institusional dinilai memiliki peranan yang penting dalam sebuah perusahaan. Disamping sebagai salah satu sumber dana perusahaan, investor institusional ikut aktif dalam mengawasi efektivitas dan efisiensi pengelolaan perusahaan. Mereka juga menjadi salah satu sumber informasi perusahaan. Melalui mekanisme kepemilikan institusional,
efektivitas pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Menurut Bushee (1998) dalam Boediono (2005) kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intens. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Dalam hal ini pihak manajemen diwajibkan untuk melakukan pengungkapan informasi seluas-luasnya untuk dapat mempertahankan investor institusional. 2.1.4 Umur perusahaan Umur perusahaan mengindikasikan berapa lama perusahaan tersebut berdiri dan beroperasi. Semakin lama perusahaan, maka semakin banyak informasi yang diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut (Sri & Sawitri, 2011). Widiastuti (2002) menyatakan bahwa umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan mampu bersaing. Dengan demikian, umur perusahaan dapat dikaitkan dengan kinerja keuangan suatu perusahaan. Perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman lebih banyak dan mengetahui kebutuhan komitmennya atas informasi tentang perusahaan. Secara umum, perusahaan besar akan lebih transparan dalam mengungkapkan informasi dibandingkan dengan perusahaan yang berskala kecil. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil (Jensen & Meckling, 1976). Perusahaan besar mungkin akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Penjelasan lain yang mungkin adalah perusahaan besar menghadapi biaya politis yang lebih besar dibandingkan daripada perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan besar merupakan entitas yang disorot oleh pasar maupun publik secara umum. Lebih transparan dalam pengungkapan informasi merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk mewujudkan akuntabilitas publik (Ria et.al,2010)
Penelitian Ansah (2000) menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan Sembiring (2003) tidak menemukan pengaruh yang signifikan. 2.2 Stakeholder theory Teori stakeholder ini dikemukakan oleh Cornell dan Shapiro (1987) yang melengkapi temuan dari Titman (1984) dalam Hatta (2002). Saat ini pergeseran filosofis pengelolaan organisasi entitas bisnis yang didasarkan pada teori keagenan (agency teory) yaitu tanggung jawab perusahaan hanya berorientasi pada pengelola (agent) dan pemilik (principle) mengalami perubahan kepada pandangan manajemen modern yang didasarkan pada stakeholder teory, yaitu terdapatnya perluasan tanggung jawab perusahaan dengan dasar pemikiran bahwa pencapaian tujuan perusahaan sangat berhubungan erat dengan pola lingkungan sosial dimana perusahaan berada (Maksum dan Kholis, 2003). Kesuksesan perusahaan tidak hanya terletak pada kemampuannya dalam membangun hubungan yang baik dengan pemegang saham (shareholders), tetapi juga harus dengan individu, masyarakat dan lingkungan sebagai stakeholder dalam pembuatan keputusan. 2.3 Legitimacy Theory O’Donovan (2002) menyatakan bahwa; Legitimacy theory as the idea that in order for an organization to continue operating successfully, it must act in a manner that society deems socially acceptable. Suchman (1995) menyatakan bahwa “Legitimacy is sought by organisations as it affects the understanding and actions of people towards the organization. People perceive a legitimate organisation as “… more trustworthy”. Suchman (1995) dalam Barkemeyer (2007) memberikan definisi mengenai organizational legitimacy sebagai berikut; Legitimacy is a generalized perception or assumption that the actions of an
entity are desirable, proper, or appropriate within some socially constructed system of norms, values, beliefs, and definitions. Untuk bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya, perusahaan mengupayakan sejenis legitimasi atau pengakuan baik dari investor, kreditur, konsumen, pemerintah maupun masyarakat sekitar. Untuk memperoleh legitimasi dari investor perusahaan senantiasa meningkatkan return saham bagi para investor. Untuk memperoleh legitimasi dari kreditur, perusahaan meningkatkan kemampuannya mengembalikan hutang. Untuk memperoleh legitimasi dari konsumen, perusahaan senantiasa meningkatkan mutu produk dan layanan. Untuk mendapatkan legitimasi dari pemerintah, perusahaan mematuhi perundang- undangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dan untuk memperoleh legitimasi dari masyarakat, perusahaan melakukan aktivitas pertanggungjawaban sosial. Dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan dapat memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang (Sayekti et al, 2007) Menurut Ahmad et al. (2000), perusahaan memiliki kontrak sosial dengan masyarakat sehingga ia harus bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan sosial. Dan secara otomatis perusahaan akan memperoleh legitimasi dari masyarakat. Adanya tuntutan dari berbagai pihak juga bisa menjadi alasan pelaksanaan CSR bagi sebuah perusahaan. Menurut Maksum dan Kholis (2003) ide dasar yang melandasi berkembangnya akuntasi sosial adalah tuntutan terhadap perluasan tanggung jawab sosial. Ia menyebutkan ada empat tuntutan yang melandasi pelaksanaan CSR, yaitu regulasi pemerintah, tekanan masyarakat, tekanan organisasi lingkungan dan tekanan media masa. Setelah CSR dilaksanakan, perlu adanya pengungkapan agar pihak lain tahu mengenai aktifitas CSR yang telah dilakukan perusahaan sehingga legitimasi sosial yang diharapkan bisa terwujud. Pengungkapan CSR dapat digambarkan sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non keuangan yang berkaitan dengan interaksi
organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya yang dapat dibuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan sosial terpisah (Guthrie dan Mathew, 1995) dalam (Sembiring, 2005). Secara umum, ada hubungan positif antara pengungkapan CSR dengan kinerja pasar perusahaan (Lang dan Ludholm, 1993). Perusahaan yang lebih banyak mengungkapkan informasi CSR memiliki kinerja pasar yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang lebih sedikit mengungkapkan informasi tersebut. Menurut Suratno et al. (2006) menemukan bahwa environmental performance yang merupakan bagian dari CSR berpengaruh positif terhadap economic performance. 2.4 CSR (Corporate Social Responsibility) Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaannya juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy teori yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat. Pada saat banyaknya perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itulah kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitar dapat terjadi. Karena itulah munculah kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Banyak penelitian yang menemukan adanya hubungan positif antara tanggung jawab sosial dengan kinerja keuangan perusahaan, walaupun dampaknya dalam jangka panjang. Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost melainkan sudah menjadi investasi bagi perusahaan (Erni, 2007). 2.4.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR). Pengertian CSR bukan merupakan hal yang baru dalam dunia usaha. Literatur mengungkapkan bahwa evolusi pengertian CSR berlangsung dari dekade ke dekade sejalan dengan berkembangnya dunia usaha, politis dan pembangunan sosial, hak asasi manusia, dampak globalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Menurut Hopkins, kesamaan bahasa dibutuhkan dalam memahami pengertian CSR agar perusahaan
dapat mengimplementasikannya secara konsisten. Berikut ini adalah beberapa definisi CSR : (The Organization for Economic Coorporation and Development (OECD)). “Corporate Social Responsibility is business’s contribution to suistainable development and that corporate behavior must not only ensure return to shareolders, wages to employees, and product and service to cunsumers, but they must respond to societal and environmental concern and value”. (“CSR adalah kontribusi bisnis bagi pembangunan berkelanjutan serta adanya perilaku korporasi yang tidak semata-mata menjamin adanya pengembalian bagi para pemegang saham, upah bagi para karyawan, dan pembuatan produk serta jasa bagi para pelanggan, melainkan perusahaan bisnis juga harus memberi perhatian terhadap berbagai hal yang dianggap penting serta nilai-nilai masyarakat”) (The Word Business Council for Sustainable Development). “Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by bussiness to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as the local community and society at large”. (“CSR adalah komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk berprilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, sementara pada saat yang sama meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan keluarganya demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas”). (ISO 26000) “Tanggung Jawab sosial adalah tanggung jawab suatu perusahaan atas dampak dari berbagai keputusan dan aktifitas mereka terhadap masyarakat dari lingkungan melalui suatu perilaku yang terbuka dan etis, yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memerhatikan ekspektasi para pemangku kepentingan, tunduk kepada hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma perilaku international dan
diintergrasikan ke dalam seluruh bagian organisasi”. 2.4.2 Ruang Lingkup CSR Perusahaan CSR merupakan komitmen perusahaan terhadap kepentingan para stakeholders dalam arti luas daripada sekedar kepentingan perusahaan saja. Dengan kata lain meskipun secara moral adalah baik bahwa perusahaan mengejar keuntungan, bukan berarti perusahaan dibenarkan mencapai keuntungan tersebut dengan mengorbankan kepentingan- kepentingan pihak lain yang terkait. Sehingga setiap perusahaan bertanggung jawab atas tindakan dan kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut. Disadari ruang lingkup CSR sangat luas sehingga dibutuhkan sebuah acuan atau pedoman yang memudahkan pemahaman dan implementasinya pada perusahaan. Berkaitan dengan ruang lingkup tersebut, (Jhon Elkingston’s, 1997) dalam bukunya “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business” mengelompokkan CSR kedalam tiga aspek yang dikenal dengan istilah “Triple Bottom Line” yang meliputi : 1. Kesejahteraan atau kemakmuran ekonomi (Economic Prosperity) 2. Peningkatan kualitas lingkungan (Environmental Quality) 3. Keadilan sosial (Social Justice) Lebih lanjut ia juga menegaskan bahwa suatu perusahaan yang ingin menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan (Sustainability Development) harus memperhatikan “Triple P” yaitu profit, planet, and people. Bila dikaitkan dengan Triple Bottom Line dapat disimpulkan bahwa “profit” sebagai wujud dari aspek ekonomi, “planet” sebagai wujud dari aspek lingkungan dan “people” sebagai wujud dari aspek sosial. Ini berarti selain mengejar profit perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut menjaga kelestarian lingkungan (planet). Hubungan ini diilustrasikan dalam bentuk segitiga sebagai berikut : Gambar 2.1 Hubungan Triple P
4. Mempertinggi reputasi dan corporate branding.
People
Planet
Profit
Sumber : Jhon Elkingston (1997), dikutip dalam buku Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan Implementasi. In-Trans Publishing. Jawa Timur. Keterangan : Profit (Keuntungan) Motivasi utama dari setiap kegiatan usaha adalah mengejar profit, oleh karena itu berbagai upaya dilakukan perusahaan untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya. People (Masyarakat) Masyarakat sekitar perusahaan merupakan stakeholders yang penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup dan perkembangan suatu perusahaan. Planet (Lingkungan) Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan hidup, kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.. 2.4.3 Manfaat CSR Bagi Perusahaan Bila CSR sudah diyakini sebagai suatu kewajiban bagi perusahaan, maka dengan sendirinya perusahaan telah melaksanakan investasi sosial yang hasil dan manfaatnya dapat dinikmati dalam jangka panjang. Menurut Gurvy Kavei, pakar manajemen dari Universitas Manchester Inggris, menegaskan bahwa setiap perusahaan yang mengimplementasikan CSR akan mendapatkan lima manfaat utama yaitu: 1. Meningkatkan profitabilitas dan kinerja finansial yang lebih kokoh, misalnya lewat efisiensi lingkungan 2. Meningkatkan akuntabilitas, assessment dan komunitas investasi 3. Mendorong komitmen karyawan, karena mereka diperhatikan dan dihargai
Kemudian Michael Porter (2003) menjelaskan bahwa semurah atau sekecil apapun yang dilakukan perusahaan dalam upaya mengimplementasikan CSR adalah dengan berbuat sesuatu dan memberikan nilai tambah sebanyak mungkin kepada masyarakat dan lingkungan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki.Karena CSR bukanlah reaksi, tapi kegiatan proaktif yang dirancang sedemikian rupa dengan tujuan memberikan nilai tambah pada stakeholders. Kalau CSR yang dilakukan sebagai reaksi atau tuntutan dan resistensi dari pihak-pihak tertentu, maka kegiatan tersebut tidak akan bermanfaat dalam jangka panjang, tetapi sekedar memenuhi kebutuhan insidental saja. 2.4.4 Jenis- jenis Program CSR Kotler dan Lee (2005) menyebutkan enam kategori aktivitas CSR yaitu : 1. Cause promotion (promosi kegiatan sosial) Dalam aktivitas CSR ini. Perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu. 2. Cause related marketing (pemasaran terkait kegiatan sosial) Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan memiliki komitmen untuk menyumbangkan persentasi tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk, untuk jangka waktu tertentu dan untuk aktivitas derma tertentu. 3. Corporate social marketing (pemasaran kemasyarakatan korporat) Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Corporate philanthropy (kegiatan philanthropi perusahaan) Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut bisa berupa pemberian uang secara tunai, bingkisan / paket bantuan atau pelayanan secara cuma-cuma. 5. Community volunteering (pekerja sosial kemasyarakatan secara sukarela) Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mendukung serta mendorong para karyawan, rekan pedagang eceran atau para pemegang francise agar menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasiorganisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program. 6. Social responsible business practice (praktika bisnis yang memiliki tanggung jawab sosial) Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampui aktivitas bsinis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Yang dimaksud komunitas dalam hal ini adalah : perusahaan, pemasok, distributor, organisasiorganisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum. Sedangkan yang dimaksud kesejahteraan mencakup didalamnya aspek-aspek kesehatan, keselamatan, kebutuhan-kebutuhan pemenuhan psikologis dan emosional. 2.4.5 Indeks Pengungkapan CSR Terdapat beberapa jenis indeks pengungkapan CSR, salah satunya adalah GRI (Global Reporting Indeks) dan Global Reporting Initiative yang merupakan lembaga untuk mempromosikan standar yang diciptakan dengan memberi arahan bagi perusahaan-perusahaan dalam menerbitkan laporan berkelanjutan tentang tanggung jawab sosial. Dalam GRI dijelaskan indikatorindikator tentang beberapa kategori CSR seperti indikator kinerja ekonomi, indikator
kinerja lingkungan, praktek tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, Hak Asasi Manusia serta tanggung jawab produk. Menurut Achmad Nurkhin (2007), indikator yang ditemukan GRI dinilai kurang tepat dalam penelitian di Indonesia karena item-item dalam kategori GRI cakupannya terlalu dalam dan bersifat khusus, tetapi di Indonesia kegiatan CSR baru dilakukan secara umum. Indikator lain yang dapat digunakan adalah menggunakan item-item dalam (Sembiring, 2005) yang menggunakan tujuh kategori yang mencakup lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain-lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum. Kategori ini diadopsi dari penelitian Hacston dan Milne (1996). Kategori ini lebih tepat digunakan pada kegiatan CSR di Indonesia. Ketujuh kategori terbagi dalam 90 item pengungkapan. Menurut (Sembiring, 2005), berdasarkan peraturan Bapepam No.VIII. G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuain item untuk diaplikasikan di Indonesia, maka dilakukan penyesuaian. 12 item pengungkapan dihapuskan dikarenakan tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia sehingga tinggal 78 item pengungkapan. Skala pengukuran untuk pengungkapan CSR digunakan skala nominal dengan memiliki nilai 1 jika item diungkapkan dan nilai 0 jika item pengungkapan tidak diungkapkan, kemudian ditotalkan keseluruhan nilai pengungkapkan. 2.5 ISO 26000 Berbagai organisasi internasional diantaranya Global Reporting Initiative (GRI), Organization For Economic Cooperation And Development (OECR), dan juga Caux Roundtables sangat memperhatikan bagaimana implementasi CSR pada berbagai negara. Namun organisasi tersebut tidak memiliki acuan yang jelas dalam melakukan pemantauan. Di Indonesia, dimana sampai saat ini belum memiliki acuan tentang pelaksanaan CSR. Sehingga yang terjadi adalah ada yang melaksanakan CSR sesuai dengan pemahaman dan visinya terhadap CSR tersebut atau tergantung pada CEO perusahaan dan sebagian lagi tidak melaksanakan atau hanya melaksanakan sebatas ‘lip service’, bahkan ada yang
mengintegrasikan CSR dalam budaya perusahaan serta menuangkannya dalam bentuk code of conduct. Adapun tujuan dari ISO 26000 adalah untuk memberikan bimbingan tentang implementasi dari CSR. Bimbingan ini ditujukan kepada organisasi dari semua tipe, baik sektor publik maupun swasta untuk dikembangkan pada negara berkembang. Standar ini juga diharapkan berlaku bagi Non-Govermental Organization (NGOS) dan serikat buruh. Pada akhirnya ISO 26000 ini akan membantu berbagai organisasi dalam melaksanakan aktivitasnya secara sosial. ISO 26000 begitu brilian secara konsep dan begitu visioner sehingga ISO ini telah mengantisispasi jauh-jauh hari bagaimana memperlakukan serta mengelola isu-isu yang akan beririsan antara profit, people dan planet. 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial telah banyak dilakukan dan hasilnya pun beragam. Penelitian Sembiring (2005) yang meneliti tentang “Karakteristik Perusahaan Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di BEJ”, menemukan bahwa size, profile, ukuran dewan komisaris punya pengaruh signifikan terhadap CSR Disclosure, sedangkan profitabilitas dan leverage gagal untuk menunjukkan hubungan yang signifikan. Penelitian yang menguji pengaruh Corporate Governance dan Profitabilitas terhadap pengungkapan CSR sosial perusahaan telah dilakukan oleh Ahmad Nurkhin (2010). Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kepemilikan institusional terhadap pengungkapan CSR. Tetapi ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara ukuran dewan komisaris, profitablitas terhadap pengungkapan CSR. Penelitian Naila Nuur Hidayati dan Sri Murni (2009) menemukan bahwa CSR berpengaruh negatif terhadap value relevance laba. Artinya adanya informasi CSR mengakibatkan value relevance laba menurun. Dan CSR dapat dijadikan alternatif bagi investor dalam mengambil keputusan investasi.
Megawati Cheng dan Yulius Jogi Christiawan (2011) menemukan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap abnormal return yang menandakan bahwa investor mempertimbangkan informasi CSR untuk mengambil keputusan. Dalam penelitian Munandae Efendi (2010) dan Samsinar Anwar (2008), menemukan bahwa adanya pengaruh secara simultan antara kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROA, ROE dan EVA berpengaruh positif pada pengungkapan CSR pada laporan keuangan perusahaan. Pengungkapan CSR memberi pengaruh positif terhadap hubungan antara kinerja keuangan perusahaan dan harga saham di pasar modal. Oleh karena itu, Penggungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai variabel pemoderasi yang diduga ikut memperkuat atau memperlemah pengaruh tersebut
2.7 Hipotesis Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. H1 : Bahwa ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR 2. H01: Bahwa tidak ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR 3. H2 : Bahwa ada pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap CSR 4. H02 : Bahwa tidak ada pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap CSR 5. H3 : Bahwa ada pengaruh kepemilikan institusional terhadap pengungkapan CSR 6. H03 : Bahwa tidak ada pengaruh kepemilikan institusional terhadap pengungkapan CSR 7. H4 : Bahwa ada pengaruh umur perusahaan terhadap pengungkapan CSR 8. H04 : Bahwa tidak ada pengaruh umur perusahaan terhadap pengungkapan CSR
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory, dimana untuk menjelaskan fenemona yang terjadi di dunia empiris (real word) dan berusaha untuk mendapatkan jawaban (verificative), yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausalitas antara variabel-variabel melalui analisis data dalam rangka pengujian hipotesis. Dalam hal ini akan menjelaskan tentang ada atau tidaknya pengaruh ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional dan umur perusahaan terhadap pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3.2 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan Studi tentang literatur atau kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku, artikel, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas, sehingga memperoleh dasar-dasar teori dan informasi yang mendukung. 2. Teknik Dokumentasi Pengumpulan data dengan cara mengadakan arsip-arsip serta catatan laporan keuangan perusahaan yang menjadi sampel. 3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan untuk mendukung analisis dan pengujian hipotesis adalah data sekunder berupa annual report yang disediakan perusahaan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia. Data sekunder adalah data yang diterbitkan oleh organsasi bukan pengelolanya. Data keuangan diperoleh dari Jakarta Stock Exchange, website www.idx.co.id dan website perusahaan yang menjadi sampel penelitian dalam periode tahun 2009-2011 3.4 Populasi dan Sampel Populasi adalah jumlah dari keseluruhan kelompok individu, kejadiankejadian atau benda-benda yang menarik perhatian peneliti untuk diteliti atau diselidiki (Sekaran, 2006). Populasi yang diteliti adalah
semua perusahaan yang termasuk kedalam industri pertambangan yang go public di Bursa Efek Indonesia mengingat UU NO. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan perusahaan yang kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melakukan tanggung jawab sosial dan mengungkapkan laporan tanggung jawab sosial dalam bentuk annual report periode tahun 2009 – 2011 yaitu berjumlah 34 perusahaan pertambangan. Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik yang digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya. Adapun alasan pemilihan perusahaan sebagai sampel dalam penelitian adalah karena: 1. Perusahaan sampel terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009-2011 2. Perusahaan sampel melakukan pengungkapan CSR dalam laporan tahunan untuk periode tahun 2009–2011 3. Perusahaan menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 3.5 Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) Variabel terikat (variabel dependen), merupakan variabel yang menjadi perhatian utama peneliti dan merupakan variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku dalam investigasi. 2) Variabel bebas (variabel independen), merupakan variabel yang ikut mempengaruhi variabel terikat. 3.5.1
Variabel Terikat (Dependent Variable / Y ) Variabel terikat (variabel dependen) dalam penelitian ini adalah Corporate Social Responsibility Disclusure (CSR) Indexs. Peneliti menggunakan analisis isi laporan tahunan (annual report) untuk mengukur CSR indeks. Instrumen pengukurannya mengacu pada instrumen yang digunakan oleh Hacston dan Milne (1996) dan Sembiring (2005) yang mengelompokkan informasi CSR kedalam kategori lingkungan, energi, kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum yang dibagi kedalam 78 item pengungkapan pada sektor pertambangan. Pendekatan untuk menghitung CSR Disclosure Indeks pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Haniffa et al. 2005). Selanjutnya skor dalam setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Rumus perhitungan CSRI adalah : CSRI
=
n k
CSRI = Corporate Social Responsibility Disclosure Indeks perusahaan j n = jumlah item skor pengungkapan yang diperoleh k = jumlah skor maksimal (78 item pengungkapan) 3.5.2 Variabel Bebas (Independent Variable / X ) 1. Ukuran Perusahaan Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan diukur dengan Ln total asset perusahaan, karena total asset lebih dapat mengukur besar kecilnya perusahaan. 2. Ukuran Dewan Komisaris Skala yang digunakan adalah rasio. Indikator ukuran dewan komisaris yang digunakan dalam penelitian ini konsisten dengan Sembiring (2005) yaitu jumlah personil dalam anggota dewan komisaris. 3. Kepemilikan Institusional Indikator kepemilikan institusional diukur dengan persentase jumlah kepemilikan saham oleh investor institusi terhadap total jumlah saham yang beredar yang dilihat dari laporan tahunan perusahaan (Machmud & Djaman, 2008). 4. Umur Perusahaan Umur perusahaan dihitung sejak tahun perusahaan tersebut berdiri hingga perusahaan tersebut dijadikan sampel dalam penelitian. 3.6 Metode Analisis Data Untuk melihat pengaruh ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan umur perusahaan terhadap pengungkapan informasi
CSR pada suatu perusahaan yang tergolong kedalam industri pertambangan, dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. 3.6.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian seperti mean, minimum, maximum, standar deviasi, varian, modus dan lain–lain (Priyatno, 2010). 3.6.2 Analisis Persamaan Regresi Linear Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk meramalkan seberapa jauh pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya (Antolis dan Dossugi, 2008). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Analisis Regresi Linear Berganda. Uji persamaan regresi digunakan untuk mengetahui signifikasi antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (y) secara bersama-sama. Bentuk persamaannya adalah : CSR I = β 0 + β 1UP + β 2UDK + β 3KI+ β 4UM + e CSR I : Corporate Social Responsibility Indeks UP : Umur perusahaan UDK : Ukuran dewan komisaris KI : Kepemilikan institusional UM : Umur perusahaan е : error atau variabel yang tidak diteliti β 0, . . .β 4 : Koefisien regresi 3.6.3
Uji Asumsi Dasar dan Asumsi Klasik 3.6.3.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel dependen dan variabel independen dalam model regresi berdistribusi secara normal (Ghozali, 2007). Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan grafik histogram dan normal probability plots. Dalam grafik histogram, normalitas dilihat dari distribusi data pengamatan mendekati distribusi data yang normal. Sedangkan normalitas dalam probability plots dilihat dari plotting data residual yang menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis lurus diagonalnya. Selain itu pengujian normalitas juga dapat dilakukan dengan uji statistik
yaitu menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Data dinyatakan terdistribusi normal jika variabel memiliki P varian > 0,05 3.6.3.2 Uji Multikolinearitas Menurut Priyatno (2010), multikolinearitas adalah keadaan dimana terjadi hubungan linear yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen dalam model regresi. Dengan kata lain multikolinearitas berarti adanya hubungan yang kuat antar variabel-variabel independen dalam persamaan regresi. Adanya multikolinearitas akan mengakibatkan ketidakpastian estimasi, sehingga mengarahkan kesimpulan pada hipotesis nol. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 maka terdapat multikolinearitas dan variabel tersebut harus dikeluarkan dari model regresi agar hasil penelitian tidak bias. 3.6.3.3 Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah keadaan dimana terjadinya korelasi antara residual pada suatu pengamatan dengan pengamatan lain pada metode regresi (Priyatno, 2010). Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yang terjadi antara residual pada pengamatan pada pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi pada model regresi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah melalui uji Durbin-Watson. Uji ini bertujuan untuk mengkaji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (periode sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dikatakan terjadi masalah autokorelasi. 3.6.3.4 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi (Priyatno, 2010). Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya ketidaksamaan varian dari residual pada
model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya masalah heteroskedastisitas. Ada beberapa metode pengujian yang bisa digunakan antara lain uji korelasi Spearman, uji Glejser, uji Park dan Scatterplot (nilai prediksi ZPRED dengan residual SRESID). Pendeteksian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scatterplots. Apabila dari grafik Scatterplots terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak (tanpa pola yang jelas) serta tersebar di atas maupun dibawah angka 0 sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Sebaliknya jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka mengindikasikan terjadinya heteroskedastisitas. 3.6.4 Pengujian Hipotesis 3.6.4.1 Koefesien Determinasi (R2) Pengujian koefesien determinasi (R2) berguna untuk melihat seberapa besar proporsi sumbangan seluruh variabel bebas terhadap naik turunnya variabel terikat. Koefesien determinasi (R2) nilainya adalah antara 0 dan 1 ( 0 < R2 < 1 ), jika R2 mendekati 1, berarti terdapat hubungan yang kuat antara variabel bebas dengan variabel terikat dan jika R2 mendekati 0, berarti terdapat hubungan yang lemah antara variabel bebas dengan variabel terikat. 3.6.4.2 Uji t ( Uji Signifikasi Parameter Individual) Uji t adalah uji yang menunjukan pengaruh satu variabel bebas (independen) secara individual terhadap variabel terikat (dependen). a. Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 atau thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti variabel independen (bebas) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (terikat). b. Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 atau thitung > ttabel , maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti variabel independen (bebas) berpengaruh terhadap variabel dependen.
3.6.4.3 Uji F (Uji Signifikasi Simultan) Uji F adalah uji statistik yang menunjukan apakah variabel bebas yang terdapat dalam model regresi mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel terikat. a. Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 atau Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti variabel independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. b. Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 atau Fhitung > Ftabel , maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.
15
MEDC
PT Medco Energi Tbk
16
ANTM
PT Aneka Tambang Tbk
17
CITA
PT Cita Mineral Investindo Tbk
18
INCO
PT Vale Tbk
19
TINS
PT Timah Tbk
20
MITI
PT Mitra Investindo Tbk
21
BRMS
PT Bumi Resources Mineral Tbk
22
CNKO
PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk
Indonesia
Perusahaan Minyak & Gas Bumi Perusahaan Logam & Mineral Perusahaan Logam & Mineral Perusahaan Logam & Mineral Perusahaan Logam & Mineral Perusahaan Logam & Mineral Perusahaan Logam & Mineral Perusahaan Batu Bara
Sumber : Data Saham Bursa Efek Indonesia 2009-2011
ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Penelitian
Umum
Sampel
Berdasarkan metode purposive sampling, dari total kesuluruhan perusahaan yang tergolong industri pertambangan yang berjumlah 34 perusahaan, hanya 22 perusahaan yang memenuhi kriteria pemilihan sampel yang terbagi dalam beberapa sektor. Daftar nama perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini diantaranya: Tabel 4.1 Daftar Nama Perusahaan No 1
Kode ADRO
Nama perusahaan PT Adaro Energi Tbk
2
ATPK
3
BUMI
4
BYAN
5
DEWA
PT ATPK Resources Tbk PT Bumi Resources Tbk PT BYAN Resources Tbk PT Darma Henwa Tbk
6
DOID
7
GTBO
8
HRUM
9
ITMG
10
RAIN
11
PTBA
12
BIPI
13
ELSA
PT ELNUSA Tbk
14
ENRG
PT Energi Persada Tbk
PT Delta Dunia Makmur Tbk PT Garda Tujuh Buana Tbk PT Harum Energi Tbk PT Indo Tambang Raya Megah Tbk PT Resources Alam Indonesia Tbk PT Bukit Asam Persero Tbk PT Benakat Petroleum Energi Tbk
Mega
Sub sektor Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Batu bara Perusahaan Minyak & Gas Bumi Perusahaan Minyak & Gas Bumi Perusahaan Minyak & Gas Bumi
4.2 Statistik Deskriptif Tabel 4.2 Statistik Deskriptif
CSRI Ukuran Perusahaan Kepemilik an Institusion al Ukuran Dewan Komisaris Umur perusahaan
N
Minimu m
Maximu m
Mean
Standar Deviatio n 0.22192
5 6 5 6 5 6
0.00
0.82
0.4297
18.53
25.09
1.71265
10.00
96.53
22.360 5 56.293 1
5 6
2.00
10.00
4.8750
1.92649
5 6
3.00
61.00
24.196 4
12.5790 9
20.7175 0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Tabel 4.2 diatas menggambarkan statistik deskriptif untuk variabel dependen dan independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Corporate Social Responsibility (CSR) yang diukur dengan menggunakan CSR Indeks. Indeks diperoleh dengan cara membandingkan total skor pengungkapan yang dilakukan perusahaan dengan keseluruhan total pengungkapan pada sektor pertambangan (78 item). CSR Indeks dapat digunakan sebagai acuan atas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan atas dampak dari kegiatan operasioanal perusahaan terhadap lingkungan sekitar perusahaan yang dinyatakan dalam annual report masing-masing perusahaan. Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat dari 56 perusahaan, besarnya indeks pengungkapan masing-masing perusahaan
bervariasi antara 0 (0%) sampai dengan 0,82 (82%). Rata- rata indeks pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 adalah 0,4297 (42,97%) dengan standar deviasi sebesar 0,22192. Jumlah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan paling banyak dilakukan oleh PT. Bumi Resources Tbk (2011) sebanyak 64 item pengungkapan atau (82%) dari total pengungkapan. Dan yang paling sedikit melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu PT. Resource Alam Indonesia Tbk (2010), PT. Cita Mineral Investindo Tbk (2010) dan PT. Exploitasi Energi Indonesia Tbk (2009) sebanyak 0 pengungkapan dari total pengungkapan atau 0% dari total pengungkapan. Besarnya ukuran perusahaan masingmasing perusahaan bervariasi antara 18,53 sampai dengan 25,09. Rata- rata ukuran perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 adalah 22,3605 dengan standar deviasi sebesar 1,71265. Ukuran perusahaan dilihat dari besarnya total aset yang dimiliki paling besar adalah PT. Bumi Resources Tbk (2010) sebesar Rp. 78.879.490.659,00 atau 25,09 dari rata-rata total aset perusahaan yang lain. Dan ukuran perusahaan paling kecil dimiliki oleh perusahaaan PT. ATPK Resources (2011) sebesar Rp.111.660.087 atau 18,53 dari ratarata total asset perusahaan yang lain. Besarnya ukuran dewan komisaris masing-masing perusahaan bervariasi antara 2 orang sampai dengan 10 orang. Rata-rata ukuran dewan komisaris perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 adalah 4,8750 dengan standar deviasi sebesar 1,92649. Ukuran dewan komisaris dilihat dari jumlah anggota dewan komisaris yang ada dalam suatu perusahaan. Ukuran dewan komisaris paling besar dimiliki oleh PT. Vale Indonesia Tbk sebesar 10 anggota dewan komisaris. Dan paling sedikit dimiliki oleh PT. ATPK Resources Tbk (2011), PT. Darma Henwa Tbk (2011 & 2010), PT. Cita Mineral Investindo Tbk (2011 & 2010) yaitu 2 orang anggota dewan komisaris. Besarnya kepemilikan institusional masing-masing perusahaan bervariasi antara 10,00 sampai dengan 96,53. Rata-rata besarnya kepemilikan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2009-2011 adalah 56,2931 dengan standar deviasi 20,71750. Kepemilikan institusional dilihat dari besarnya saham perusahaan mayoritas yang dimiliki oleh institusi/lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset manajemen, kepemilikan institusi lain). Kepemilikan institusional terbesar dimiliki oleh PT. CITA Mineral Investindo Tbk (2011) sebesar 96,53 atau sebesar 96,53 % dari total kepemilikan sahamnya. Dan paling sedikit dimiliki oleh PT. BYAN Resources Tbk (2009) sebesar 10 atau 10 % dari total kepemilikan sahamnya. Besarnya umur masing-masing perusahaan bervariasi antara 3 tahun sampai dengan 61 tahun. Rata-rata besarnya umur perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 adalah 24,1964 dengan standar deviasi 12,57909. Umur perusahaan dihitung dari berdirinya perusahaan sampai dengan tahun penelitian. Umur perusahaan tertua dimiliki oleh PT. Bukit Asam Persero Tbk selama 61 tahun. Dan paling termuda dimiliki oleh PT. Benakat Proteleum Energy selama 3 tahun. 4.3
Hasil Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik pada penelitian ini yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. 4.3.1 Uji Normalitas Untuk melihat normalitas residual yakni melalui : - Analisis grafik ( Normal P-Plot) dan analisis statistik. Gambar 4.1
Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan normal P-P Plot
Sumber : Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Dilihat dari uji normalitas dengan menggunakan tabel P-P Plot terlihat bahwa data tersebar di sekitar garis
diagonal dan meyebar di sepanjang grafik histogramnya. Ini berarti data hasil penelitian menunjukkan pola distribusi normal dan data dari hasil penelitian dapat dianalisis dengan model regeresi linear berganda. - Pendekatan Kolmogorov – Smirnov (K-S) Tabel 4.3 Uji Normalisasi One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardiz ed Residual N 56 Normal Mean 0,0000000 Parametersa,b Std. Deviation 0,13345933 Most Extreme Absolute 0,070 Differences Positive 0,070 Negative -0,063 Kolmogorov-Smirnov Z 0,526 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,945 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dengan SPSS Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai signifikasi Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,945. Karena signifikasi lebih dari 0,05 maka residual terdistribusi secara normal. 4.3.2 Uji Multikolonieritas Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolonieritas No 1
Variabel
Tolerance
VIF
0,569
1,758
2
Ukuran Perusahaan Ukuran Dewan Komisaris
0,515
1,941
3
Kep.Institusional
0,867
1,153
4
Umur Perusahaan
0,764
1,308
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji multikolonirtitas, dapat dilihat pada variabel ukuran perusahaan nilai VIF sebesar 1,758 dan tolerance 0,569. Nilai VIF 1,758 < 10 dan nilai tolerance 0,569 > 0,10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikokinearitas pada variabel ukuran perusahaan. Untuk variabel ukuran dewan komisaris nilai VIF sebesar 1,941 dan nilai tolerance sebesar 0,515. Nilai VIF 1,941 < 10 dan nilai tolerance 0,515 > 0,10, maka tidak terjadi multikolinearitas pada variabel ukuran dewan komisaris. Untuk
variabel kepemilikan institusional nilai VIF sebesar 1,153 dan nilai tolerance sebesar 0,867. Nilai VIF 1,153 < 10 dan nilai tolerance 0,867 > 0,10, maka tidak terjadi multikolinearitas pada variabel kepemilikan institusional. Untuk variabel umur perusahaan nilai VIF sebesar 1,308 dan nilai tolerance sebesar 0,764. Nilai VIF 1,308 < 10 dan nilai tolerance 0,764 > 0,10, maka tidak terjadi multikolinearitas pada variabel umur perusahaan. Jadi, disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada semua variabel (ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan umur perusahaan). 4.3.3 Uji Autokorelasi Adapun hasil dari uji autokeralasi sebagai berikut : Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi
Mod el 1
R
R Squar e
Adjust ed R Square
Std. Error of the Estimat e
0.799
0.638
0.610
0.13859
Durbi nWatso n 2.015
a Predictors: (Constant), ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan umur perusahaan b Dependent Variable: CSRI Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Berdasarkan dari tabel 4.4 uji autokorelasi, dapat dilihat bahwa nilai Durbin Watson (DW) sebesar 2,015 dan nilai dl yang dilihat dalam tabel Durbin Watson adalah 1,4201 dan nilai du adalah 1,7246. Du < dw < 4- du. Nilai tersebut berada diantara nilai du dan 4-du (1,7246 < 2,015 < 2,2754). Berarti dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
4.3.4 Uji Heteroskedastisitas . Gambar 4.2 Hasil Uji Heterosksedastisitas
Sumber : Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Berdasarkan pada gambar 4.5 hasil uji heteroskedastisitas, dapat dilihat titik-titik menyebar dengan pola yang tidak jelas diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu y, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. 4.4 Uji Hipotesis Penelitian 4.4.1 Analisis Regresi Berganda Tabel 4.6 Analisis Regresi Berganda
(Constant) Ukuran perusahaan Ukuran dewan komisaris Kepemilikan Institusional Umur Perusahaan
Unstandardized Coefficients B Std. Eror 0,306 1,366 0,074 0,014
T
Signifikasi
4,458 5,101
0,000 0,000
0,012
0,014
0,888
0,379
0,001 0,006
0,001
1,102 3,571
0,276
0,002
0,001
Dependent Variable : CSRI Sumber : Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Jadi, persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : CSRI = -1,366 + 0,074UP + 0,012UDK 0,001KI + 0,006UM Keterangan : UP = ukuran perusahaan, UDK = ukuran dewan komisaris, KI = kepemilikan institusional, UM = Umur perusahaan
Dari persamaan regresi diatas dapat diinterpretasikan bahwa dengan konstanta sebesar -1,366 menyatakan bahwa jika tidak ada ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan umur perusahaan, maka CSR indeks adalah mengalami penurunan sebesar 1,366%. Koefisien regresi pada variabel ukuran perusahaan bernilai 0,074. Tanda positif pada koefisien regresi menujukkan hubungan yang searah antara variabel independen dengan variabel dependennya. Hal ini berarti kenaikan ukuran perusahaan sebesar 1 % akan menaikkan nilai CSR indeks sebesar 0,074 %. Koefisien regresi pada variabel ukuran dewan komisaris bernilai 0,012. Tanda positif pada koefisien regresi menujukkan hubungan yang searah antara variabel independen dengan variabel dependennya. Hal ini berarti kenaikan ukuran dewan komisaris sebesar 1 % akan menaikkan nilai CSR indeks sebesar 0,012 %. Koefisien regresi pada variabel kepemilikan institusional bernilai -0,001. Tanda negatif pada koefisien regresi menujukkn hubungan yang berlawanan antara variabel independen dengan variabel dependennya. Hal ini berarti kenaikan kepemilikan institusional sebesar 1 % mengakibatkan penurunan pada CSR indeks 0,001%. Koefisien regresi pada variabel umur perusahaan bernilai 0,006. Tanda positif pada koefisien regresi menujukkan hubungan yang searah antara variabel independen dengan variabel dependennya. Hal ini berarti kenaikan umur perusahaan sebesar 1 % akan menaikkan CSR indeks sebesar 0,006 %. Dilihat dari persamaan regresi, variabel terbesar yang berpengaruh terhadap CSRI adalah ukuran perusahaan yaitu sebesar 0,074 %. Ini berarti bahwa perubahan pada ukuran suatu perusahaan akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap pengungkapan CSR dibanding
variabel lain dalam penelitian ini. Ukuran perusahaan banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. 4.4.2 Ikhtisar Hasil Uji Hipotesis Tabel 4.7 Ikhtisar Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan Variabel Independe n Ukuran Perusahaa n Ukuran Dewan Komisaris Kepemilik an Institusion al Umur Perusahaa n Constant R Square Adj. R Square F Hitung Sig. F
Standar Coefficie nt Beta 0.074
T Hitun g 5.101
Signifika si
Kesimpul an
0.000
Ha diterima
0.012
0.888
0.379
Ha ditolak
-0.001
1.102
0.276
Ha ditolak
0.006
3.571
0.001
Ha diterima
-1.366 0.638 0.610 22.505 0.000
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Berdasarkan tabel 4.7, dilihat dari nilai R Square sebesar 0,638 menunjukkan besarnya kontribusi variabel independen (ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan umur perusahaan) yang mampu menjelaskan variabel dependen (CSRI) sebesar 63,8 %. Dan 36,2 % lagi dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Dapat disimpulkan hipotesis (Ha1 dan Ha4) diterima. Artinya variabel ukuran perusahaan dan umur perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap CSR Indeks. Sedangkan hipotesis Ha2 dan Ha3 ditolak. Artinya variabel ukuran dewan komisaris dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap CSR indeks. Dari tabel 4.7 uji f (anova), dapat dilihat nilai F hitung > F tabel yaitu 22,505 > 2,553 dan sig < α yaitu 0,00 < 0,05. Jadi dapat disimpulkan Ha diterima yaitu semua variabel independen (ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan umur perusahaan) berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen (CSRI). 4.5 Pembahasan 4.5.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap CSR Disclosure Berdasarkan kepada uji hipotesis pertama, secara parsial (terpisah) ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap CSR Indeks. Ini berarti, semakin besar ukuran perusahaan mengakibatkan semakin besarnya pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Indeks) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan dan luasnya struktur kepemilikan. Ada tiga cara yang sering digunakan untuk menentukan besarnya ukuran perusahaan, yaitu melalui ukuran aktiva, penjualan bersih, dan kapitalisasi pasar (market capitalized). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan ukuran aktiva sebagai penentu besarnya ukuran perusahaan. Total aktiva lebih mencerminkan ukuran perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh Fitriani (2001) bahwa total aktiva lebih menunjukkan size perusahaan dibandingkan kapitalisasi pasar. Ukuran perusahaan banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar sehingga untuk mengurangi biaya keagenan tersebut perusahaan akan mengungkapkan informasi yang lebih luas.
Semakin besar ukuran perusahaan, informasi yang tersedia untuk investor dalam proses pengambilan keputusan investasi saham akan semakin banyak. Hal ini menunjukkan bahwa, investor menuntut informasi yang lebih dalam perusahaan dengan ukuran yang lebih besar. Jadi informasi yang dijadikan acuan oleh investor dalam investasi tidak hanya melihat dari analisis fundamentalnya saja tetapi juga dari informasi pengungkapan tanggung jawab sosial. Karena pengungkapan tanggung jawab sosial mempunyai dampak jangka panjang bagi perusahaan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sembiring (2005), bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap CSR Disclosure. Perusahaan dengan aktifitas operasi yang lebih besar dan pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat tidak akan terlepas dari tekanan, karena pemegang saham lebih cendrung memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan, sehingga mengakibatnya lusanya pengungkapan informasi tanggung jawab sosial (CSR Indeks) yang diungkapkan perusahaan dalam laporan tahunan (annual report). 4.5.2 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap CSR Disclosure. Berdasarkan kepada uji hipotesis yang kedua dapat kita lihat bahwa secara parsial (terpisah) ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap besarnya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR Disclosure Indeks). Ini berarti semakin besar ukuran dewan komisaris suatu perusahaan, mengakibatkan semakin kecilnya pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure Indeks) pada perusahaan. Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme pengendalian intern perusahaan tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak (direksi). Jika dikaitkan dengan CSR Disclosure, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar tekanan yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap direksi dan manajemen untuk mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dalam
annual report perusahaan semakin kecil pengungkapan yang dilakukan manajemen, karena disebabkan tujuan dari manajemen yang hanya mementingkan profit semata, sehingga kurangnya kesadaran dewan komisaris akan pentingnya pengungkapan terhadap tanggung jawab sosial . Pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan hanya semata untuk memenuhi kewajiban atas UU No.40 Tahun 2007 yang telah ditetapkan pemerintah. Dan dewan komisaris mengangap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial hanya sebatas sukarela. Menurut Sayekti & Wondabio (2007), diantara alasan sukarela perusahaan mengungkapkan CSR adalah karena untuk mentaati peraturan yang ada, untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui penerapan CSR, untuk memenuhi ketentuan kontrak pinjaman dan memenuhi ekspektasi masyarakat, untuk melegitimasi tindakan perusahaan dan untuk menarik minat investor. Hasil yang diperoleh berbeda halnya dengan teori yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris, maka tekanan manajemen semakin tinggi sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial pun semakin luas. Dalam penelitian ini, ukuran dewan komisaris diproksikan dengan jumlah anggota dewan komisaris yang ada dalam perusahaan yang terdiri dari dewan komisaris dan independensi komisaris. Hasil penelitian ini berbeda hasil dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sembiring (2005), bahwa ukuran dewan komisaris perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap CSR Disclosure. Sesuai dengan pendapat Coller dan Gregory (1999), jumlah anggota dewan komisaris mempengaruhi besarnya kemudahan untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. 4.5.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap CSR Disclosure Berdasarkan kepada uji hipotesis ketiga, secara parsial (terpisah) kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap CSR Indeks. Ini berarti, semakin besar
kepemilikan institusional dalam perusahaan tambang belum tentu mengakibatkan semakin besarnya pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Indeks) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi (badan). Jika tingkat kepemilikan tinggi, akibatnya akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer (Indah, 2008). Pemilik institusional dinilai memiliki peranan yang penting dalam sebuah perusahaan. Disamping sebagai salah satu sumber dana perusahaan, investor institusional ikut aktif dalam mengawasi efektivitas dan efisiensi pengelolaan perusahaan. Mereka juga menjadi salah satu sumber informasi perusahaan. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Dalam hal ini pihak manajemen diwajibkan untuk melakukan pengungkapan informasi seluas-luasnya untuk dapat mempertahankan investor institusional. Tetapi hasil penelitian ini bertentangan dengan teori sebenarnya. Hasil ini didukung oleh penelitian (Machmud dan Djaman, 2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap CSR disclosure, penelitian Nurkhin (2009), Restuningdiah (2010) yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya kesadaran hukum investor institusional terhadap UU NO.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam Pasal 1 butir 3 disebutkan tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekomoni berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat
maupun masyarakat sekitar. Ini berarti kurangnya monitoring yang dilakukan investor institusional terhadap manajemen mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial. Dan juga disebabkan oleh investor institusional tidak mementingkan pengungkapan tanggung jawab sosial dalam keputusan investasinya, sehingga mengakibatkan kurangnya tekanan dari investor institusional terhadap manajemen untuk luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut. Menurut penelitian Aquilera, et al (2006) dalam Handayani (2009), investor institusional dengan persepektif jangka pendek menunjukkan komitmen yang rendah terhadap CSR, sedangkan investor institusional dengan orientasi jangka panjang cendrung mempertimbangkan CSR dalam pengambilan keputusan investasi. 4.5.4 Pengaruh Umur Perusahaan terhadap CSR Disclosure Berdasarkan kepada uji hipotesis kelima, secara parsial (terpisah) umur perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap CSR Indeks. Ini berarti, semakin lama umur suatu perusahaan dalam perusahaan tambang mengakibatkan semakin besarnya luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Indeks) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Umur perusahaan mengindikasikan berapa lama perusahaan tersebut berdiri dan beroperasi. Semakin lama perusahaan, maka semakin banyak informasi yang diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Widiastuti (2002) menyatakan bahwa umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan mampu bersaing. Dengan demikian, umur perusahaan dapat dikaitkan dengan kinerja keuangan suatu perusahaan. Perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman lebih banyak dan mengetahui kebutuhan komitmennya atas informasi tentang perusahaan. Secara umum, perusahaan besar akan lebih transparan dalam mengungkapkan informasi dibandingkan dengan perusahaan yang berskala kecil.
Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil (Jensen & Meckling, 1976). Untuk mengurangi biaya keagenan tersebut makanya perusahaan mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial yang lebih banyak. Perusahaan besar mempunyai biaya informasi yang lebih rendah berkaitan dengan transparansi informasi yang diungkapkan. Tuntutan berbagai pihak pemegang saham yang menuntut manajemen untuk mengungkapkan luasnya informasi tanggung jawab sosial demi kepentingan mereka masing-masing. Hasil dari penelitian ini mendukung penelitian yang sebelumnya yang menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini didukung oleh penelitian Ansah (2000) menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan 4.5.5 Implikasi Hasil Penelitian 1. Bagi perusahaan Dapat memberikan informasi tentang pengaruh karakteristik perusahaan : ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan umur perusahaan terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial. Dan memberikan penjelasan tentang pentingnya pertanggung jawaban sosial perusahaan yang diungkapkan dalam laporan sebagai pertimbangan bagi perusahaan dalam pembuatan kebijakan perusahaan untuk lebih peduli terhadap lingkungan sosial. 2. Bagi investor Akan memberikan pertimbangan baru bagi para investor dalam melakukan investasi yang tidak hanya berorientasi pada profit semata tetapi juga pada keuntungan sosial dan salah satu tolak ukurnya adalah CSR demi kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. 3. Bagi masyarakat dan pihak yang berkepentingan
Memberikan tambahan referensi dan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya tentang pentingnya pengungkapan informasi CSR bagi masyarakat sekitar dan menjadi tambahan referensi bagi jurusan manajemen dan pihak yang berkepentingan. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Penelitian ini menggunakan data annual report perusahaan pertambangan periode 2009 sampai dengan 2011 yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX) dan website masing-masing perusahaan. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan yaitu : 1. Variabel ukuran perusahaan dan umur perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan positif terhadap CSR Disclosure Indeks perusahaan pertambangan. 2. Variabel kepemilikan institusional dan ukuran dewan komisaris secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap CSR Disclosure Indeks perusahaan pertambangan. 3. Informasi mengenai CSR Disclosure Indeks dapat membantu stakeholder dalam mengambil keputusan dan kebijakan investasi sesuai dengan tujuan pihak masing-masing. 4. Pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure) dapat memberikan efek pertumbuhan jangka panjang. Akan memberikan pertimbangan baru bagi para investor dalam melakukan investasi yang tidak hanya berorientasi pada profit semata tetapi juga pada keuntungan sosial dan salah satu tolak ukurnya adalah CSR demi kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. 5.2 Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampel dalam penelitian ini hanya berjumlah 22 perusahaan. Keterbatasan jumlah sampel disebabkan adanya perusahaan pertambangan yang tidak memenuhi
kriteria sampel yang ditetapkan seperti tidak adanya annual report perusahaan pada tahun tertentu. 2. Sampel penelitian berfokus pada satu sektor industri yaitu sektor pertambangan saja. Penelitian selanjutnya diharapkan melibatkan beberapa industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) agar mendapatkan hasil yang lebih kompleks. 3. Periode penelitian yang singkat yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2011 memungkinkan akan berdampak pada kurangnya signifikasi data pada hasil penelitian. 4. Pada penelitian ini hanya meneliti beberapa faktor yang mempengaruhi CSR Disclosure Indeks yaitu ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan umur perusahaan sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menambahkan faktor karakteristik perusahaan yang lain yang mempengaruhi CSR Disclosure Indeks.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Anggraini, Reni Retno. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial Dalam Laporan Tahunan (Studi Empiris Pada Perusahaan-Perusahaan Yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. 23-26 Agustus Brigham, E. F., and Joel F. Houston. 2009. Fundamentals of Financial Management. Edisi6.South Western, A Part Of Cengage Learning : Canada Brigham, E. F., and Michael C. Ehrhardt. 2008. Financial Management. Edisi 12. SouthWestern, A Part Of Cengage Learning : Canada Cahyaningsih, 2011. The Effect of Leverage, Price to Book Value, and Size with Corporate Social Responsibility Disclosure as an Intervening Variable.
The 2nd International Research Symposium in Service Management, Yogyakarta. Indonesia Cheng,
Megawati dan Yulius Jogi Christiawan. 2011. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Abnormal Return. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 13. No. 1 Hal 24-36
Daniri,
Achmad. 2008a. Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. http//www.madaniri.com/2008/01/17/standarisasitanggung-jawab-sosial-perusahaanbag-1
Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS Cetakan IV. Semarang : Badan Penerbitan Universitas Diponegoro Hidayati, Naila Nur dan Sri Murni. 2009. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Earnings Response Coefficient pada Perusahaan High Profile. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 11. No. 1 Hal 1-18 Horne,
James. C. Van., and John M. Wachowicz, JR., 2005. Fundamentals of Financial Management : Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Edisi 12. Salemba Empat : Jakarta
Kartini.
Dwi. 2009. Corporate Social Responsibility: Transformasi Konsep Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia. Bandung : PT Refika Aditama
Machmud dan Djakman. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Luas Pengungkapan CSR Disclosure pada Laporan Tahunan Perusahaan : Studi Empiris Pada Perusahaan Public yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia 2006. Simposium Nasional Akuntansi 11. Martina, Theodora. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Mahasiswa Jurusan Akuntansi. Universitas Gunadharma Mirfazli, Edwin dan Nurdiono. 2007. Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial pada Laporan Tahunan Perusahaan dalam Kelompok Aneka Industri yang Go Publik di BEJ. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 12. No.1 Munawir, S. 2004. Analisis Laporan Keuangan . Yokyakarta : Liberty Nurkhin, Ahmad. 2010. Corporate Governance dan Profitabilitas, Pengaruhnya Terhadap Pengungkapan CSR Sosial Perusahaan. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol.2 No.1. 46-55 Priyatno, Dwi. 2011. Buku Saku SPSS. Yogyakarta : MediaKom Sayekti, Y. Dan L.S Wondabio. 2007. Pengaruh CSR Disclosure terhadap Earning Response Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi IX, Makasar, 26-28 Juli 2007 Sekaran, Uma. 2006. Research Method for Business-Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi Ke-empat. Jakarta: Salemba Empat Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Studi Empiris pada Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta. SNA VIII. Solo. 15-16 September Solihin,
Ismail. 2009. Corporate Social Responsibility “From Charity to
Sustainability”. Jakarta : Salemba Empat Sudana, I Made dan Putu Ayu. 2011. Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Perusahaan GoPublic Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan. Tahun 4. No.1
Utami, Indah Dewi dan Rahmawati. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing dan Umur Perusahaan terhadap CSR Disclosure Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Wahyudi, Isa dan Busyra Azheri. 2008. Corporate Social Responsibility : Prinsip, Pengaturan dan Implementasi. Jawa Timur : In- Trans Publising Yuniasih, Ni Wayan dan Wirakusuma, Made Gede. 2004. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsiblity dan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan www.yahoo finance.com www.google.com http://www.idx.co.id/ Undang-undang Republik Indonesia No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.