PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL TERHADAP KEMISKINAN MASYARAKAT KELURAHAN SIDOMULYO KECAMATAN SAMARINDA ILIR THE EFFECT OF INTERNAL FACTORS TO THE COMMUNITY POVERTY OF SIDOMULYO VILLAGE, SAMARINDA ILIR SUBDISTRICT Andriawan Kustiawan Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, Samarinda ABSTRACT This research was aimed to find out : (1) the effect of internal factors (education, number of dependent, occupation) to the community poverty of Sidomulyo Village, Samarinda Ilir Subdistrict; (2) the dominant factor which was effected to the poverty at that village. Primary data was analyzed by using multiple linear regression model. The object of this research was correlation between internal factors and poverty of community group which was classified as poverty family. Research finding indicated that as general, internal factors significantly effected the poverty. Among the internal factors, the number of dependent was significantly effected the poverty. Meanwhile, education and occupation were not significantly effected the poverty. The regression equation indicated that with the increasing of 1 dependent, monthtly income per capita will be decreased Rp. 11320.61. Only 17% of internal factors could be explained by internal factors mentioned above and 83% caused by another factors which was not investigated in this research. Key words : education, dependent, occupation, poverty. PENDAHULUAN Hakikat pembangunan dalam upaya pemberdayaan masyarakat menekankan pentingnya peningkatan kemampuan dasar manusia berupa peningkatan derajat kesehatan dan keterampilan atau pengetahuan agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) menjelaskan tentang pentingnya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Kemiskinan merupakan kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain sebagainya. Kemiskinan juga berarti kehilangan kesempatan untuk mencapai standar kehidupan tertentu lainnya, seperti panjang umur, sehat, bebas dari kelaparan, memiliki akses terhadap sarana kesehatan, air, bersih, pendidikan, dan sosial.
Secara umum, kemiskinan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain beban tanggungan yang terlalu berat, rendahnya tingkat pendidikan, keterbatasan sumber penghasilan, kurangnya kemandirian dalam bekerja dan rendahnya semangat kerja atau malas bekerja. Pada umumnya, perbedaan tingkat kemiskinan antara pedesaan dan perkotaan, karena adanya tingkat pertumbuhan dan sumber daya alam yang berbeda-beda. Secara garis besar, bila kemiskinan pada suatu wilayah telah diketahui, maka dapat direncanakan suatu program yang sesuai untuk mengatasi masalah tersebut, jumlah dana yang diperlukan, siapa dan lembaga apa yang harus terlibat. Kebijakan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ternyata belum seperti apa yang diharapkan. Kemiskinan dari tahun ke tahun diperkirakan semakin meningkat.
Saat ini, ada beberapa hal yang mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. Hal tersebut mencakup pencanangan Millenium Developments Goals (MDGs), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SPNK) dengan pendekatan berbasis hak, serta ditetapkannya 2005 sebagai tahun keuangan mikro internasional. Di dalam proses desentralisasi, seluruh aspek di atas perlu diperhatikan agar tercipta kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial yang lebih baik. Pada Tahun 2006, Kelurahan Sidomulyo yang termasuk dalam Kecamatan Samarinda Ilir, memiliki jumlah penduduk sebanyak 13.721 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3679 KK yang bermukim di 41 RT. Pada umumnya masyarakat Kelurahan Sidomulyo mata pencahariannya cukup beragam, antara lain sebagai pegawai negeri sipil (PNS), TNI/Polri, Swasta, Wiraswasta, Pertukangan, Pensiunan, Pemulung, Pedagang, dan Usaha Jasa. Berdasarkan Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Samarinda tahun 2006, dan Kantor Kelurahan Sidomulyo, di kelurahan ini terdapat kurang lebih 1000 rumah tangga miskin. Jumlah rumah tangga miskin di kelurahan tersebut dapat dikatakan cukup banyak dibandingkan 12 kelurahan lainnya yang terdapat di Kecamatan Samarinda Ilir. TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang atau sekelompok masyarakat dalam suatu wilayah pada kondisi dan waktu tertentu atau mungkin dalam waktu yang panjang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Suparlan (1984 ) menyatakan bahwa tolok ukur atau ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan golongan orang miskin dalam masyarakat adalah sebagai berikut : 1. Tolok ukur yang didasarkan pada tingkat pendapatan/waktu kerja, dengan adanya tolok ukur ini maka jumlah dan siapa yang tergolong miskin akan diketahui. 2. Tolok ukur yang didasarkan pada kebutuhan relatif keluarga yang batas-batasnya dibuat berdasarkan kebutuhan yang harus dipenuhi
untuk melangsungkan hidup satu keluarga atau perorangan. Menurut Sayogyo (1982) ukuran kemiskinan untuk pedesaan pengeluaran 240 kg – 320 kg nilai tukar beras/orang/tahun adalah miskin. Pengeluaran 180 kg – 240 kg nilai tukar beras/orang/tahun adalah miskin sekali. Sedangkan lebih kecil dari 180 kg tukar beras/orang/tahun adalah paling miskin. Untuk perkotaan pengeluaran 380 kg – 480 kg nilai tukar beras/orang/tahun adalah miskin. Pengeluaran 270 kg – 380 kg nilai tukar beras/orang/tahun adalah miskin sekali. Pengeluaran kurang dari 270 kg nilai tukar beras/tahun adalah paling miskin (melarat). Namun demikian sejak tahun 1979 kategori melarat dihilangkan dan kemudian ditambah dengan kategori nyaris miskin yaitu dengan 480 kg beras/kapita/tahun untuk pedesaan dan 720 kg beras/kapita/tahun untuk perkotaan. Sedangkan Bank Dunia membuat standar garis kemiskinan berdasarkan pengeluaran untuk makanan sebesar US$ 50/Kapita/tahun untuk pedesaan dan untuk perkotaan sebesar US$ 75/kapita/tahun. Penyebab kemiskinan dapat dipandang dari sisi ekonomi yaitu sebagai berikut : a. secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang. b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia. c. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Mulyadi (2005) mengemukakan bahwa ada empat masalah pokok yang menjadi penyebab kemiskinan, yaitu : (1) kurangnya kesempatan (2) rendahnya kemampuan (3) kurangnya jaminan keamanan (4) keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi dan politik . Effendi (2006) mengemukakan beberapa alternatif solusi kemiskinan, yaitu : Pertama, mendasarkan pada mobilisasi tenaga kerja yang belum didayagunakan dalam rumah tangga petani gurem agar tidak terjadi pembentukan modal di pedesaan. Kedua, dapat dilakukan dengan menyusun kerangka kelembagaan di pedesaan yang memungkinkan tenaga kerja yang belum
didayagunakan untuk penanaman modal tanpa perlu menambah upah. Ketiga, menitikberatkan pada transfer sumber daya pertanian ke industri melalui mekanisme pasar. Keempat, model pertumbuhan berbasis teknologi, menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertumbuhan di sektor pertanian. Upaya pengentasan kemiskinan yang dianjurkan menurut kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat tak lain adalah kebijaksanaan yang memberikan ruang gerak, fasilitas publik, dan kesempatan-kesempatan yang kondusif bagi tumbuhnya kemampuan kelompok masyarakat miskin untuk mengatasi masalah mereka sendiri dan tidak untuk justru menekan dan mendesak ke pinggir atau ke posisi ketergantungan. Menurut Listyaningsih (2004), pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan keterampilan dan kecerdasan seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah dapat merupakan kendala untuk pengembangan diri terutama terkait dalam aspek ketenagakerjaan. Semakin tinggi pendidikan, semakin baik pula kualitas manusianya. Berdasarkan asumsi dasar teori human capital, seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang. Pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan produktivitas kerja yang lebih baik oleh sebab itu akan memberikan penghasilan yang lebih besar. (Simanjuntak, 1998 ) Pendapatan per kapita adalah merupakan hasil pembagian total pendapatan suatu Negara dengan jumlah penduduk dalam jangka waktu tertentu. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui faktor-faktor internal yaitu tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan jenis pekerjaan yang berpengaruh terhadap kemiskinan masyarakat Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Samarinda Ilir.
2. Mendapatkan gambaran tentang faktor yang dominan berpengaruh terhadap kemiskinan di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Samarinda Ilir. METODE PENELITIAN A. Populasi Dan Sampel Populasi dalam hal ini adalah jumlah rumah tangga miskin (Gakin) yang berdomisili di Kelurahan Sidomulyo, sejumlah 1000 KK. Dengan pertimbangan bahwa pada umumnya Gakin relatif homogen dan fluktuasi pendapatannya tidak begitu mencolok serta pertimbangan teknis di lapangan, sampel yang digunakan peneltian sebesar 11%, yaitu sejumlah 110 KK rumah tangga miskin yang ditetapkan secara acak sederhana yang lokasinya tersebar di 354 RT Kelurahan Sidomulyo. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Samarinda Ilir, mencakup beberapa pemukiman warga yang tersebar di beberapa RT. C. Analisis Data Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda, untuk memudahkan dalam proses perhitungannya digunakan Program Statistical Product and Services Solution (SPSS) versi 11,5, dengan model persamaan sebagai berikut : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e (Manurung, 1990). Dimana : Y X1 X2 X3 bo b1,b2,b3 e
= Kemiskinan = Pendidikan = Jumlah Tanggungan Keluarga Penelitian ini bertujuan untuk : = Pekerjaan = Konstanta = Koefisien Regresi = Standar error.
D. Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis secara simultan, peneliti menggunakan Uji-F, sedangkan untuk menguji hioptesis secara parsial menggunakan uji-t. a). Uji-F (uji secara serentak) Pengujian secara serentak dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh semua variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Bila dituliskan secara matematis akan berupa persamaan fungsi f (X1,X2,X3) = Y. Ho : b1 = b2 = b3 =0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan pekerjaan terhadap kemiskinan. Ha : minimal satu parameter estimator 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan pekerjaan terhadap kemiskinan, Dengan tingkat beda signifikan ( α ) sebesar 5%, maka kaidah keputusannya : Tolak Ho, jika F Hitung > F Tabel Terima Ho, jika F Hitung ≤ F Tabel b). Uji-t (uji secara individu) Pengujian secara individu dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Selain itu melalui Uji-t akan diketahui faktor mana yang paling berpengaruh terhadap variabel terikat. Ho : b1 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan b1 terhadap kemiskinan. Ha : b1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan b1 terhadap kemiskinan. Dengan tingkat beda signifikan (α) sebesar 5%, maka kaidah keputusannya: Tolak Ho, jika t hitung > t tabel Terima Ho, jika t hitung ≤ t tabel
HASIL PENELITIAN Kelurahan Sidomulyo merupakan salah satu kelurahan dari 13 Kelurahan yang termasuk dalam kecamatan Samarinda Ilir. Kelurahan ini sebelah timur dan selatan berbatasan dengan Kelurahan Sidodamai, sebelah utara dan barat berbatasan berturut-turut dengan Kelurahan Sungai Pinang Dalam dan Sungai Pinang Luar. Jumlah penduduk Kelurahan Sidomulyo sampai akhir 2006 sebanyak 13.721 Jiwa dengan jumlah kepala keluarga 3679 KK yang terdiri dari 41 RT. Rincian jenis kelamin penduduk Kelurahan Sidomulyo adalah sebagai berikut : laki-laki 7.015 Jiwa dan perempuan 6.707 jiwa, yang terdiri dari berbagai etnis, Di kelurahan ini terdapat 5 SD Negeri, 1 SLTP Swasta serta 1 SLTA Swasta. Sementara itu, fasilitas publik lainnya, yaitu : 5 lapangan sepakbola, 4 lapangan bulutangkis, 1 Lapangan basket. Untuk pelayanan kesehatan, selain beberapa tempat praktek dokter pada sore dan malam, terdapat pula 1 puskesmas, 1 puskesmas pembantu dan 14 posyandu. Sarana ibadah yang telah berfungsi adalah 5 mesjid, 12 mushola dan 1 vihara . A. Multikolinearitas Uji multikolinearitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah antara variabel bebas yang satu memiliki keterikatan (korelasi) dengan variabel lainnya. Jika antara variabel bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi maka bisa dikatakan tidak terjadi multikolinieritas. Uji asumsi kolineritas dilakukan dengan uji nilai “Variance Inflation Factor” (VIF), yaitu jika nilai (VIF < 10), yang berarti tidak terjadi multikolineritas antar variabel bebas. Hasil perhitungan VIF dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Varians Inflation Factor (VIF)
1
Model (Constant) Pendidikan Tanggungan Pekerjaan
Correlation Zero Order Partial 0,086 -0,436 0,049
0,013 -0,431 0,051
Part
Coelinearity Statistics Tolerance VIF
0,012 -0,430 0,046
0,910 0,978 0,928
1,099 1,022 1,077
a. Dependent Variabel : Kemiskinan Sumber : Ouput SPSS Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai VIF dari 3 variabel bebas sebagai berikut: Pendidikan : 1,099 ; Jumlah Tanggungan : 1,022 ; Pekerjaan : 1,077. Dengan memperhatikan hasil tersebut, semua variabel bebas memiliki nilai dibawah 10 (VIF < 10), dengan demikian, model tersebut bebas dari gejala multikolinearitas.
B. Autokorelasi Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini, maka dilakukan pengujian dengan metode Durbin-Watson yaitu dengan melihat angka Durbin-Watson dengan hasil perhitungan. Kriteria untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi dalam suatu penelitian yang dikemukakan oleh Algifari dalam Sukardi (2003 ) seperti tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Angka Autokorelasi Durbin-Watson (DW)
Kesimpulan
Kurang dari 1,08
Terjadi Autokorelasi
1,08 sampai 1,66
Tanpa Kesimpulan
1,66 sampai 2,34
Tidak Terjadi Autokorelasi
2,34 sampai 2,92 Lebih dari 2,92 Sumber : Algifari dalam Sukardi (2003) Menurut Sugiyono (2002) bahwa jika angka Durbin Watson masih dibawah 5 maka dinyatakan tidak terjadi autokorelasi. Hasil
Tanpa Kesimpulan Terjadi Autokorelasi
perhitungan SPSS tentang angka Durbin Watson dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3 Hasil Perhitungan Angka Durbin Watson
R Square Change
F. Change
Change Statistic Df1
Df2
0,193 8,435 3 106 a. Predictors : (Constant), Pekerjaan, Tanggungan, Pendidikan b. Dependent Variabel : Kemiskinan Sumber : Output SPSS
Sig. F Change 0,000
Durbin Watson 1,793
Atas dasar kriteria yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa dari hasil perhitungan ini dapat dinyatakan tidak terjadi autokorelasi sebab Dw = 1,79. Dari hasil pengujian ini, yaitu uji ada tidaknya multikolineritas dan autokorelasi maka dengan demikian model di atas dapat dinyatakan sebagai Best Unbised Estimator (BUE).
Tabel 4. Koefisien Regresi Model 1 (Constant) Pendidikan Tanggungan Keluarga Pekerjaan
C. Persamaan Regresi Persamaan regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebas adalah meliputi pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan pekerjaan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemiskinan. Nilai tiap variabel adalah jawaban yang diperoleh dari pertanyaanpertanyaan yang diajukan kepada responden. Dengan menggunakan Program SPSS diperoleh hasil perhitungan sebagai tercantum pada Tabel 4 berikut:
Unstandarized Coefisients B Std Error
t
Sig
190873.18 139.174 -11320.613
16122.481 1053.420 2299.859
1 1.839 0,132 - 4.922
0,000 0,895 0,000
1851.432
3505.214
0,528
0,598
a. Dependent Variabel : Kemiskinan Sumber : Output SPSS Maka dapat disusun persamaaan regresinya sebagai berikut : Y = 190873,18 + 139,174 X1 – 11320,613 X2 + 1851,432 X3 Dengan notasi : Y = Kemiskinan X1 = Pendidikan X2 = Tanggungan Keluarga X3 = Pekerjaan Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat, sehingga dapat diartikan bahwa setiap unit kenaikan variabel bebas akan meningkatkan variabel terikat sebesar koefisien regresinya. Persamaan stastistik tersebut di atas memberikan pengertian sebagai berikut: a. Nilai konstanta sebesar 190873,18 yang menyatakan bahwa jika tidak ada X1,X2,X3, maka nilai Y sama dengan 190873,18. Dengan pengertian lain, pendapatan perkapita perbulan masyarakat keluarga miskin (Gakin) Kelurahan Sidomulyo tanpa variabel pendidikan, tanggungan keluarga dan
pekerjaan adalah sebesar Rp 190. 873,18. b. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas yang terdiri dari pendidikan, tanggungan, dan pekerjaan berpengaruh positif (pendidikan dan pekerjaan) dan berpengaruh negatif (jumlah tanggungan keluarga) terhadap kemiskinan, dalam hal ini diukur dengan pendapatan perkapita perbulan. c. Nilai koefisien regresi X1 sebesar 139,174 menunjukkan bahwa variabel pendidikan berpengaruh positif terhadap kemiskinan sebesar 139,174 satuan, artinya setiap penambahan persatu aktivitas yang berkaitan dengan pendidikan akan menambah pendapatan perkapita perbulan sebesar Rp. 139,174. Diharapkan pendidikan dapat
meningkatkan produktivitas kerja dan berdampak kepada peningkatan pendapatan. d. Nilai koefisien regresi X2 sebesar – 11320, 613 menunjukkan bahwa variabel jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif terhadap kemiskinan sebesar 11320, 613, artinya bila ada penambahan jumlah tanggungan keluarga 1 orang maka akan mengurangi pendapatan perkapita perbulan sebesar Rp 11. 320, 613. e. Nilai koefisien regresi X3 sebesar 1851,432 menunjukkan bahwa variabel pekerjaan berpengaruh positif terhadap
kemiskinan sebesar 1851,432 satuan, artinya setiap penambahan persatu aktivitas yang berkaitan dengan jenis pekerjaan akan meningkatkan pendapatan perkapita sebesar Rp 1.851,43. Untuk menentukan apakah pengaruh tersebut signifikan atau tidak, maka selanjutnya dilakukan Uji F dan Uji t. Keeratan hubungan atau pengaruh antara faktor internal (pendidikan, tanggungan, pekerjaan) dengan kemiskinan, dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Koefisien Determinasi Model
R
1 0,439a Sumber : Output SPSS
R Square 0,193
Tabel tersebut di atas menunjukkan adjusted R2 (koefisien determinasi terkoreksi) adalah sebesar 0,170. Hal tersebut menunjukkan bahwa 17% perubahan nilai variabel terikat (kemiskinan) diterangkan oleh variabel bebas (pendidikan, tanggungan keluarga, dan pekerjaan).
Adjusted Square
R
Std. Error Of The Estimate
0,170
31857,837
D. Pengujian Hipotesis (Uji-F) Hasil perhitungan untuk keperluan analisis ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Anova Model 1 Regresion Residual Total
Sum Of Squares 2.57E + 10 1.08E+11 1.33E+11
df 3 106 109
Mean Square 8560372488,1 1014921784,1
F 8,435
Sig 0,000a
Sumber : Output SPSS Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau a= 0,05 dan derajat bebas 3 dan 109, maka nilai F-Tabel diperoleh sebesar 2,69. Sedangkan nilai F-hitung adalah sebesar 8,435. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa secara bersama-sama variabel pendidikan, tanggungan keluarga dan pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan sehingga dinyatakan
bahwa hipotesis yang diajukan dinyatakan terbukti/ diterima. E. Variabel Dominan (Uji-t) Untuk menentukan variabel bebas (pendidikan, tanggungan keluarga dan pekerjaan) yang secara parsial memiliki pengaruh yang dominan (paling besar/kuat) terhadap variabel terikat (kemiskinan) adalah dengan menggunakan
uji-t. Pengujian dilakukan pada tingkat kepercayaan 95%. Bila nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel maka dinyatakan bahwa variabel bebas tersebut
secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Dengan menggunakan Program SPSS, maka t hitung masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini :
Tabel 7. Uji t Variabel Bebas
B coefisient
X1 Pendidikan X2 Tanggungan X3 Pekerjaan
139.174 -11320.613 1851.432
Sig t
T hitung
0,895 0,000 0,598
0,132 -4,922 0,528
T tabel 1,671 ns 1,671 s 1,671 ns
Kesimpulan Terima Ho Tolak Ho Terima Ho
Sumber : Output SPSS, s = signifikan; ns = tidak signifikan Dengan menggunakan kriteria tersebut di atas maka variabel bebas jumlah tanggungan keluarga, paling besar pengaruhnya terhadap kemiskinan (signifikan dengan koefisien regresi sebesar 11.320,613). Hal ini berarti bahwa jika ada pertambahan 1 anggota keluarga yang menjadi tanggungan,
maka pendapatan keluarga per kapita per bulan (sebagai indikator kemiskinan) akan berkurang sebesar Rp. 11.320,613. Sementara itu, dari perhitungan dapat diketahui pula tentang korelasi antara faktor-faktor internal dengan kemiskinan, seperti tercantum pada tabel di bawah ini.
Tabel 8 Korelasi Faktor internal dan Kemiskinan
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
Kemiskinan
Pendidikan
1,000 0,086 -0,436 0,049
0,086 1,000 -0,142 0,264 0,185
Kemiskinan Pendidikan Tanggungan Pekerjaan Kemiskinan Pendidikan Tanggungan Pekerjaan
0,185 0,000 0,305
0,070 0,003
Tanggungan Pekerjaan -0,436 -0,142 1,000 0,005 0,000 0,070 0,481
0,049 0,264 0,005 1,000 0,305 0,003 0,481
Sumber : Output SPSS Berdasarkan tabel korelasi di atas dapat diketahui keeratan hubungan antara variabel pendidikan, tanggungan, dan pekerjaan terhadap kemiskinan yang dilihat dari koefisien korelasi yang diperoleh dari variabel-variabel tersebut. a. Besarnya hubungan antara variabel kemiskinan dengan tanggungan yang dihitung dengan koefisien korelasi adalah -0,436 atau -43,6%, hubungan antara variabel kemiskinan dengan variabel pendidikan adalah 0,086 atau 8,6 %, dan hubungan antara variabel kemiskinan dengan pekerjaan adalah 0,049 atau 4,9 %.
b. Secara teoritis, karena korelasi antara kemiskinan dengan tanggungan paling besar, maka variabel tanggungan lebih berpengaruh terhadap kemiskinan dibandingkan variabel pendidikan dan pekerjaan. Dari ketiga faktor internal (pendidikan, tanggungan, dan pekerjaan), hanya jumlah tanggungan keluarga, dengan nilai korelasi 0,436, yang dapat dikategorikan memiliki korelasi cukup terhadap kemiskinan (Sarwono, 2006). Sedangkan pendidikan dan pekerjaan nilai korelasinya lemah terhadap kemiskinan.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dinyatakan bahwa faktor-faktor internal yang terdiri dari tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan jenis pekerjaan, secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, yang dalam hal ini diukur dengan pendapatan per kapita perbulan. Dari ketiga faktor internal tersebut, jumlah tanggungan keluarga yang berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan perkapita per bulan dalam suatu keluarga adalah jumlah tanggungan keluarga, yang diindikasikan dengan mengecilnya pendapatan per kapita, seiring dengan bertambahnya jumlah tanggungan keluarga. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rivani (2003) yang melaporkan bahwa varibel jumlah anggota rumah tangga mempengaruhi kemiskinan. Alasan jumlah tanggungan keluarga yang banyak, dapat disebabkan oleh beberapa penyebab antara lain, banyak anak, ada anggota keluarga yang tidak produktif (usia lanjut atau alasan lain) dan kesulitan memperoleh pekerjaan bagi anggota keluarga yang sebenarnya sudah mencapai usia produktif. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga menunjukkan pengaruh yang signifikan dan negatif. Hal ini berarti bahwa jumlah tanggungan sangat mempengaruhi pendapatan perkapita / bln warga Gakin tersebut. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas (94,54%) warga Gakin di kelurahan ini hanya terdiri dari keluarga inti. Jadi pada dasarnya sebagian besar warga tersebut tidak menerima anggota keluarga lainnya untuk menetap di rumahnya. Tampaknya sudah dipahami, bahwa semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, semakin banyak pula biaya keluarga yang diperlukan. Tingkat pendidikan para responden dalam penelitian ini, tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan yang direpresentasikan sebagai pendapatan perkapita per bulan. Dari hasil survei lapangan dapat diketahui bahwa yang berpendidikan SLTA 22,73%, SLTP 28,18%, SD 43,64 % dan yang tidak bersekolah 5,45%. Dihubungkan dengan rata-rata pendapatan perkapita
perbulan, tingkat SLTA = Rp 153.632, tingkat SLTP = Rp 148.242, tingkat SD = Rp 144.821 dan yang tidak bersekolah = Rp 145.463. Dari persamaan regresi, dapat dikemukakan, bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap kemiskinan, walaupun belum berpengaruh secara signifikan. Menurut Simanjuntak (1998) pendidikan dan latihan akan meningkatkan produktivitas kerja seseorang. Dengan meningkatnya produktivitas kerja maka otomatis akan meningkat pula pendapatannya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan informal yang diperlukan untuk menambah keterampilan, sehingga mendapatkan pekerjaan yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan. Pendidikan belum berpengaruh signifikan terhadap pendapatan kelompok masyarakat miskin, kemungkinan karena pendidikan yang ditempuh mereka masih bersifat umum dan tidak cukup membekali sebagai modal utama untuk bekerja. Terlebih-lebih menghadapi persaingan dengan para pencari kerja lainnya, yang berpendidikan dari tingkat SLTA ke bawah, semakin banyak dari tahun ke tahun. Ada kecenderungan bahwa jumlah pencari kerja tidak seimbang dengan lapangan kerja tersedia yang sangat terbatas. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah pendapatan yang diterima. Apalagi beberapa jenis pekerjaan tertentu, seperti buruh, tidak terlalu mempersyaratkan tingkat pendidikan. Walaupun ada yang berpendapat bahwa pendidikan yang lebih tinggi dapat mengakibatkan prodiktivitas kerja yang lebih baik, kemudian akan memberikan penghasilan yang lebih besar, tetapi lapangan pekerjaan yang tersedia sangat terbatas. Dengan demikian, pendidikan yang lebih tinggi, tidak selalu mendapatkan penghasilan yang lebih besar, karena ada sejumlah asumsi yang mempersyaratkannya. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui, bahwa tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan jenis pekerjaan responden kelompok masyarakat miskin di Kelurahan Sidomulyo hanya dapat menerangkan 17% variabel kemiskinan, sedangkan 83% lainnya disebabkan oleh variabel diluar penelitian ini. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perlu ada penelitian yang lebih mendalam yang dapat mengungkapkan penyebab kemiskinan, yang dapat menjadikan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijaksanaan baru dalam mengentaskan kemiskinan. Pada tahun 2005,
Badan Pusat Statistik (BPS) telah menetapkan 8 indikator keluarga sejahtera, yang terdiri dari (1) pendapatan, (2) konsumsi atau pengeluaran rumah tangga, (3) keadaan tempat tinggal, (4) fasilitas tempat tinggal, (5) kesehatan anggota keluarga, (6) kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, (7) kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan dan (8) kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Dengan adanya indikator keluarga sejahtera tersebut, deteksi tingkat kemiskinan dalam suatu masyarakat, diharapkan dapat lebih teliti.. Hal ini berarti, perlu ada upaya konkrit dengan perencanaan yang jelas dan dukungan usulan kegiatan dan dana yang memadai. Sebenarnya, pemerintah dapat dibantu oleh pihak-pihak swasta yang mampu, dalam mengatasi kemiskinan, antara lain dengan program-program peningkatan pemberdayaan masyarakat yang dikemas dalam kerangka Corporate Social Responsibility (CSR)., yang pembiayaannya ditanggung oleh para pihak swasta. Percepatan pengentasan kemiskinan, mulai dari proses perencanaan sampai implementasinya di lapangan, sebaiknya dilandasi oleh kajian akademik, agar lebih dapat dipertanggungjawabkan. Informasi mengenai penduduk miskin dan rumah tangga miskin sangat diperlukan oleh pemerintah, sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pelayanan terhadap masyarakat miskin. Oleh karena itu kegiatan pemantauan kemiskinan secara berkelanjutan, serta kepedulian pihak yang kompeten, merupakan bagian dari strategi penanggulangan kemiskinan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Secara keseluruhan, faktor-faktor internal yang meliputi variabel pendidikan, tanggungan keluarga dan pekerjaan, berpengaruh terhadap kemiskinan. 2. Diantara faktor-faktor internal tersebut di atas, tanggungan keluarga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan dengan korelasi yang tidak searah, sehingga kemiskinan akan semakin meningkat dengan bertambahnya tanggungan
keluarga. Sementara itu, variabel pendidikan dan pekerjaan, tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. 3. Hubungan antara faktor-faktor internal (X) dan kemiskinan (Y) menghasilkan persamaan sebagai berikut: Y = 190.813,18 + 139,174 x1 – 11320,613 X2 + 1851, 432 X3 Persamaan ini menunjukkan bahwa jika ada penambahan 1 tanggungan keluarga, maka pendapatan perkapita perbulan akan berkurang sebesar Rp 11.320, 613. Saran 1. Diselenggarakan kegiatan pelatihan-pelatihan keterampilan teknis sebagai bekal bekerja agar memperoleh pendapatan yang lebih baik bagi kelompok masyarakat miskin. 2. Bagi mereka yang berbakat untuk berjualan, perlu diberi bantuan modal bergulir untuk stimulasi usaha. 3. Sosialisasi program keluarga berencana mungkin perlu dilakukan kepada kelompok masyarakat tertentu, terkait dengan penyeimbangan antara pendapatan dengan jumlah tanggungan keluarga. 4. Dengan diketahuinya faktor-faktor internal yang diteliti hanya berpengaruh sebesar 17 %, maka perlu ada penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Kelurahan Sidomulyo. DAFTAR PUSTAKA Effendi, A.S. 2006, Strategi Penanggulangan Kemiskinan, Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Kalimantan Timur, Samarinda. Listyaningsih, U. 2004, Dinamika Kemiskinan Di Yogyakarta, Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan UGM, Yogyakarta. Manurung, A. 1990. Analisis Data Kuantitatif, Gramedia, Jakarta. Mulyadi, S, 2005, Ekonomi Kelautan, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Rivani, A. 2003. Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Pada Masyarakat Nelayan Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara. Tesis Magister Ilmu Ekonomi, Unhas, Makassar. Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13, Andi, Yogyakarta. Sayogyo, 1982, Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan, Dalam Mencari Bentuk Ekonomi Indonesia, Gramedia, Jakarta..
Simanjuntak, P. 1998, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.. Sugiyono. 2002, Statistika Penelitian, Alfabeta Bandung. Sukardi, 2003, Pengaruh Kemampuan Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Planner Di Seksi Maintenance Planning PT. Badak Bontang, Kalimantan Timur. Tesis Magister Manajemen. Program Pascasarjana Unmul, Samarinda. Suparlan, P. 1984, Kemiskinan di Perkotaan. Sinar Harapan. Jakarta..