PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL KELUARGA TERHADAP TINDAK KEKERASAN PADA PEREMPUAN BINAAN YAYASAN PUSAKA INDONESIA
SKRIPSI Diajukan guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
OLEH: EVA MAGDARENA S 050902033
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: NAMA NIM DEPARTEMEN JUDUL
: EVA MAGDARENA SIAHAAN : 050902033 : ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL : PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL KELUARGA TERHADAP TINDAK KEKERASAN PADA PEREMPUAN BINAAN YAYASAN PUSAKA INDONESIA
MEDAN, FEBRUARI 2009 PEMBIMBING
(Drs. Matias Siagian, M. Si) NIP: 132 054 339
KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Drs. Matias Siagian, M. Si) NIP: 132 054 339
DEKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) NIP: 131 251 010
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA EVA MAGDARENA S 050902033 ABSTRAK Pengaruh Faktor-faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia Kekerasan terhadap perempuan kerap kali terjadi karena budaya Indonesia sendiri yang masih patriarkiat. Budaya ini mencerminkan dominasi laki-laki atas perempuan, baik atas pekerjaan, peran, dan statusnya di keluarga dan masyarakat. Keluarga merupakan bagian yang tidak terlepas dari tumbuh kembangnya seorang individu di mana proses sosialisasi nilai dan norma serta internalisasi terjadi. Dalam rangka mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan peran keluarga merupakan salah satu faktor yang sangat penting, tetapi norma-norma sosial yang masih hidup dan berlaku menempatkan perempuan sebagai makhluk domestik dan subordinat laki-laki. Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pusaka Indonesia Jalan Setia Budi No 173E Medan. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskritif dengan jumlah sampel sebanyak 25 responden. Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka penelitian ini menggunkan teknik pengumpulan data studi pustaka dan studi lapangan yang terdiri dari observasi, wawancara dan pengisian angket guna memperdalam data. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan disusun dalam tabel distribusi frekuensi tabel tunggal. Hasil penelitian antara lain menyimpulkan, bahwa terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan mempunyai hubungan terhadap faktor-faktor internal keluarga. Keluarga merupakan faktor penting, tempat seseorang belajar, mendapatkan perhatian dan kasih sayang serta tempat awal dimana seseorang memperolah nilai dan norma sehingga disimpulkan bahwa faktor internal keluarga berhubungan erat dengan terjadinya tindak kekerasan pada perempuan. yang meliputi faktor sosio-ekonomi, faktor keutuhan keluarga, faktor cara kepemimpinan dan kebiasaan orang tua, status anak dalam keluarga, dan faktor tingkah laku religi.
Kata kunci: Keluarga, sosio-ekonomi, keutuhan keluarga, kepemimpinan orangtua, status anak, tingkah laku religi
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan atas segala rahmat dan karunia kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul: Pengaruh faktor-faktor internal keluarga terhadap tindak kekerasan pada perempuan Binaan PusakaIndonesia. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar sarjana sosial pada Departemen Ilmu Sosial an Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan. Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih belum sempurna serta banyak kekurangan dan kelemahan, sehingga penulis membuka diri untuk menerima saran dan kritik yang membangununtuk perbaikan dimasa mendatang. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis ucapkan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.si selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan juga sekaligus sebagai Dosen pembimbing yang telah banyak membantu, memberi waktu, membimbing serta memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Seluruh Dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang tdak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih buat bimbingan dan materimateri perkuliahan yang sudah diajarkan selama perkuliahan. 4. Bapak Edy Ikhsan, SH., MA selaku pimpinan dan Ketua badan pengurus Yayasan Pusaka Indonesia, khusus buat Kak widya selaku supervisor lembaga, makasih yah kak buat semua bantuannya dan kesabarannya selama eva praktikum maupun selama penelitian udah banyak ngerepotin dan ganggu jam kerja kakak..(oh ya kak walaupun kakak nggak lulus Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
PNS tetap semangat kak! mungkin itu berkat doa orang-orang di Pusaka yang masih ingin kakak tetap disana hehe…). Buat Kak Sari, Bu Ely, Bu Helen, Pak Adek, Bang Mitra serta semua staf Pusaka Indonesia lainnya yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah memberikan banyak bimbingan dan bantuan selama praktikum dan penelitian di Yayasan Pusaka Indonesia. 5. Buat mama yang aku sayangi yang udah menjadi sosok yang sangat ku kagumi, yang udah menjadi inspirasi dalam hidupku, makasih ya ma buat semua pengorbanan mama yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan banyak nasehat, dukungan serta doanya sampai akhirnya eva bisa menyelesaikan kuliah dan skripsi ini. Love u mom.. 6. Buat abang-abangku, Bang ricky, Bang ando, Bang ivan yang eva sayangi makasih buat semua motivasi yang kalian berikan, buat kebersamaan selama ini, buat kasih sayang dan perhatian, dukungan moral dan moril dalam penyelesaian skripsi ini. Akhirnya eva nyusul juga yang pasti orang terakhir di rumah yang wisuda… 7. Buat semua keluarga khususnya buat Oppung dan Tante Putri yang udah rajin menelepon ngasih nasehat buat eva. Makasih buat semuanya… 8. Buat SEAS nya aku Cinto, Aguz n Cephin makasih buat persahabatan yang udah kita bina sejak SMP (lama juga yah..), buat suka dan duka yang kita lalui bersama walaupun kita berjauhan tapi kita percaya kita saling memikirkan dan mendoakan satu dengan yang lain. Nothing gonna changes our SEAS.. Miz u all.. 9. Buat CesayoMe’ku Ochy, Dodo, Somad, iPung dan bung Eka makasih buat persahabatan yang udah kita bina mulai dari semester 1 sampai akhirnya kita menyelesaikan kuliah, buat semua perjuangan kita bersama, suka dan duka yang udah kita lalui bersama yang mungkin nggak akan tergantikan dan akan selalu menjadi kenangan terindah. 10. Buat temen seperjuangan aku dalam menyelesaikan skripsi, Ochy. Chy.. akhirnya kita selesai juga.. Thanks buat semua dukungan dan semangat darimu.. Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
11. Buat semua teman-teman Kessos 05 yang nggak bisa aku sebutin satu persatu, makasih buat semua persahabatan dan kebersamaan tim kita selama ini. Buat teman yang lain tetap berjuang dan semangat!! 12. Untuk teman-teman kost Kak Maria, Kak sep, Ros ndut, Agnes-jimmi, wati, dan semua teman kost yang lain thanks yah buat dukungan dan kebersamaannya. 13. Untuk abang kelompokku Bang Amin Yeremia, makasih bang buat semua dukungan, doa, nasehat dan kesabaran abang dalam menghadapi kami. Teman kelompokku Amadea Gracia makasih udah mau saling mendoakan, memberi semangat dan mendengar keluh kesahku selama ini.. 14. Buat seseorang yang udah banyak membantu dan meluangkan waktunya buatku makasih ya udah menjadikan aku seseorang yang berarti dalam hidupmu.. 15. Semua teman dan pihak yang udah membantu dalam penyelesaian skipsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2009 Penulis
Eva Magdarena S
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii ABSTRAK................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................. iv DAFTAR ISI ............................................................................................... v DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii DAFTAR BAGAN ...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 13 1.3 Pembatasan Masalah ................................................................ 14 1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian ................................................. 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga .................................................................................. 16 2.1.1 Pengertian keluarga ............................................................ 16 2.1.2 Ciri-ciri kelarga .................................................................. 17 2.1.3 Klasifikasi bentuk-bentuk keluarga .................................... 20 2.1.4 Fungsi-fungsi pokok keluarga ............................................ 22 2.1.5 Peranan keluarga terhadap peranan individu ....................... 23 2.1.6 Perubahan-perubahan pada fungsi sentral keluarga ............. 28 2.2 Kekerasan pada perempuan...................................................... 29 2.2.1 Pengertian kekerasan pada perempuan ............................... 29 2.2.3 Kriteria jenis-jenis kekerasan berbasis gender .................... 31 2.2.4 Tipologi kekerasan terhadap perempuan ............................ 33 2.3 Peranan Pekerja Sosial dalam penanganan masalah kekerasan terhadap perempuan ................................................................ 35 Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
2.4 Akibat-akibat kekerasan........................................................... 37 2.5 Pemberdayaan ......................................................................... 39 2.6 Kerangka pemikiran................................................................. 41 2.7 Defenisi konsep dan defenisi operasional ................................. 45 2.7.1 Defenisi konsep ................................................................. 45 2.7.2 Defenisi operasional........................................................... 46
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe penelitian ......................................................................... 48 3.2 Lokasi penelitian ..................................................................... 48 3.3 Populasi dan sampel ................................................................ 48 3.4 Teknik pengumpulan data ........................................................ 49 3.5 Teknik analisis data ................................................................. 50
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah berdirinya lembaga ...................................................... 51 4.2 Penyusunan program................................................................ 53 4.3 Visi dan misi lembaga .............................................................. 54 4.4 Penerima bantuan yang dituju .................................................. 56 4.5 Strategi serta metode yang digunakan untuk mencapai tujuan .. 56 4.6 Kendala serta faktor pendukung untuk mencapai tujuan Organisasi................................................................................ 56 4.7 Aspek organisasi dan Sumber Daya Manusia ........................... 57 4.8 Program Yayasan Pusaka Indonesia ......................................... 60 4.9 Kantor Yayasan Pusaka Indonesia ........................................... 64 4.10 Struktur Yayasan Pusaka Indonesia ........................................ 65 4.11 Gambaran Lokasi Penelitian .................................................. 67 4.12 Profil Lembaga ...................................................................... 68 4.13 Tugas pengurus Yayasan Pusaka Indonesia ............................ 69
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Identitas responden .................................................................... 77 5.2 Faktor-faktor internal keluarga ................................................... 88 5.3 Tindak kekerasan pada perempuan............................................. 123
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ............................................................................... 130 6.2 Saran ......................................................................................... 133
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tindak kekerasan terhadap perempuan dalam sepanjang siklus kehidupan .................................................................................... 30
Tabel 2
Kepengurusan Yayasan Pusaka Indonesia .................................... 66
Tabel 3
Daftar Inventaris Yayasan Pusaka Indonesia ................................ 73
Tabel 4
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan umur .............. 77
Tabel 5
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan agama ............ 78
Tabel 6
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan urutan anak .... 79
Tabel 7
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah bersaudara ................................................................................... 80
Tabel 8
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir ........................................................................................ 81
Tabel 9
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ayah ............................................................................................. 82
Tabel 10
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan Ibu ............................................................................................... 83
Tabel 11
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir ayah ................................................................................ 84
Tabel 12
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir ibu .................................................................................. 85
Tabel 13
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan bekrja/tidak bekerja ......................................................................................... 86
Tabel 14
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan ayah bekerja atau tidak bekerja ......................................................................... 87
Tabel 15
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan ibu bekerja atau tidak bekerja ......................................................................... 88
Tabel 16
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan rata-rata pendapatan kedua orangtua/bulan ................................................ 89
Tabel 17
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan menetap atau
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
tidaknya pekerjaan orangtua ........................................................ 90 Tabel 18
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan sedang bersekolah atau tidak ................................................................... 91
Tabel 19
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan orantua/keluarga memperhatikan kegiatan saat bersekolah ..................................... 92
Tabel 20
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan mempunyai orangtua lengkap atau tidak ......................................................... 93
Tabel 21
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan intensitas ayah dan ibu bertengkar .............................................................. 94
Tabel 22
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan selalu makan bersama atau tidak dengan keluarga ............................................. 96
Tabel 23
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan orangtua selalu pergi bersama atau tidak bila ada acara (undangan pesta) ............. 97
Tabel 24
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan perselsihan dalam keluarga menimbulkan tindak kekerasan atau tidak ........... 98
Tabel 25
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan kepada siapa responden bercerita/mengungkapkan permasalahan ..................... 99
Tabel 26
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan masala yang dialami dibicarakan kemudian diselesaikan bersama-sama atau tidak ............................................................................................ 101
Tabel 27
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan baik dan adilnya orangtua sebagai pemimpin dalam keluarga ................................. 102
Tabel 28
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap orangtua ...................................................................................... 103
Tabel 29
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan pernah tidaknya orangta marah sampai memukul/melakukan tindak kekerasan...... 104
Tabel 30
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan perhatian orangtua terhadap setiap kegiatan anak ........................................ 105
Tabel 31
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan pernah atau tidaknya orangtua bertanya tenang keadaan atau permasalahan yang dihadapi anak .............................................................................. 106
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 32
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan tokoh pemimpin yang paling dikagumi .................................................................. 107
Tabel 33
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan status anak dalam kelarga .............................................................................. 108
Tabel 34
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan posisi anak dalam keluarga menyulitkan atau tidak ........................................ 109
Tabel 35
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan ada atau tidaknya perlakuan pilih kasih oleh orangtua terhadap anak-anaknya ......... 110
Tabel 36
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan posisi yang paling menguntungkan dalam keluarga ........................................ 111
Tabel 37
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan nyaman atau tidaknya berada ditengah-tengah keluarga.................................... 113
Tabel 38
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan apa saja tugas/ pekerjaan di rumah ...................................................................... 114
Tabel 39
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan pendapat tentang tugas/pekerjaan rumah ................................................................. 115
Tabel 40
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan sama atau tidaknya tugas setiap anak dan bergantian melaksanakannya ....... 116
Tabel 41
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan selalu atau tidaknya ke masjid/gereja dengan anggota keluarga lainnya ......... 117
Tabel 42
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan kebiasaan beribadah sendiri atau bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya ......................................................................................... 118
Tabel 43
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan berdoa atau tidaknya setiap hari ...................................................................... 119
Tabel 44
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan orangtua mengingatkan atau tidaknya anak untuk berdoa ........................... 120
Tabel 45
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan intensitas doa Bersama ...................................................................................... 121
Tabel 46
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan pada saat kapan
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
ada doa bersama dengan anggota keluarga lainnya ...................... 122 Tabel 47
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan bentuk kekerasan yang dialami ............................................................................... 123
Tabel 48
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan kekerasan yang terjadi menyebabkan luka atau tidak ........................................... 124
Tabel 49
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan berapa kali mengalami tindak kekersan ........................................................ 125
Tabel 50
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan siapa pelaku Kekersan
Tabel 51
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan tempat terjadinya tindak kekerasan ......................................................................... 127
Tabel 52
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan akibat dari tindak kekerasan yang dialami ............................................................... 128
Tabel 53
Daftar distribusi frekuensi responden berdasarkan tidak nyamannya perasaan akibat masalah yang dialami ......................................... 129
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Alir pemikiran ............................................................................... 44 Bagan 2 Struktur organisasi yayasan Puska II............................................ 65
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai
permasalahan
yang
terjadi
di
Indonesia
sangatlah
memperihatinkan dan salah satunya adalah masalah kekerasan pada perempuan. Perhatian terhadap perempuan sebagai korban kekerasan bukanlah hal baru. Peristiwa-peristiwa yang terjadi menggambarkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan bukan hanya kita jumpai dalam novel, televisi namun nyata dalam kehidupan sehari-hari. Anggapan umum yang muncul selama ini adalah bahwa perempuan berderajat lebih rendah daripada laki-laki. Anggapan dalam masyarakat tentang kedudukan kaum perempuan yang berderajat lebih rendah daripada laki-laki, tercermin dari pandangan umum, seperti “seorang istri harus melayani suami” atau “perempuan harus selalu mengikuti kemauan suaminya”, dan lain-lain. Pandangan tersebut mendapat penguatan dari struktur moral masyarakat yang terwujud dalam peraturan-peraturan agama dan adat. Bahkan nenek moyang kita pun, keadaannya memang sudah begini. Di negara kita sendiri, berbagai jenis tindak kekerasan terjadi seluruh pelosok negeri. Kekerasan tersebut tidak mengenal kelas, suku, tingkat pendidikan ataupun agama. Kekerasan dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti pelecehan, pemerkosaan, pornografi, traffiking, peganiayaan, dan pembunuhan. Kekerasan juga dapat terjadi dimana saja; rumah, tempat kerja bahkan dalam media juga dapat dilakukan oleh siapapun baik suami, ayah, kakek, kakak, tetangga, dosen, Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
guru, orangtidakdikenal, jurnalis, pemukaagama, aparat penegak hukum dan negara (http://esterlinawait.wardpress.com/2008/06/25/kekerasan.terhadapperempuandise luruhdunia/). Kekerasan terhadap perempuan kerap kali terjadi karena budaya Indonesia sendiri yang masih patriarkiat. Budaya ini mencerminkan dominasi laki-laki atas perempuan, baik atas pekerjaan, peran, dan statusnya di keluarga dan masyarakat. Tindak kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, telah membuat banyak kaum perempuan menjadi pihak yang selalu dirugikan dan mengalami kekecewaan sepanjang hidupnya. Apabila keadaan tersebut
dibiarkan
terus-menerus
dapat
mengakibatkan
penderitaan
berkepanjangan, sehingga kaum perempuan kurang mendapat kesempatan mengembangkan potensi diri, dan kurang mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan maupun menikmati hasil pembangunan. Meski penghapusan kekerasan terhadap perempuan telah menjadi agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1993, UU no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, UU No.21 tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU no.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, namun kekerasan terhadap perempuan tetap saja terjadi. Kekerasan tersebut tidak hanya terjadi di luar rumah melainkan juga di dalam rumah. Bahkan kekerasan di dalam rumah memiliki Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
kecenderungan sangat tinggi, karena dianggap lebih aman,
tersimpan,
tersembunyi serta tidak disadari oleh masyarakat (http://www2.com/kompascetak/0303/19/jateng/192957.htm). Berdasarkan Human Development Report 2006, angka gender-Related Development Index (GDI) Indonesia adalah 0,704. Tahun 2007-2008, angka GDI meningkat menjadi 0,721. Angka tersebut tergolong sangat rendah di kalangan negara-negara Asean. Hal ini membuktikan bahwa pada saat sekarang ini peran perempuan di masyarakat telah mengalami penurunan yang sangat drastis. Kondisi tersebut menghasilkan bahwa: pertama, tugas dan tanggungjawab persoalan domestik (rumah tangga) hanya dibebankan kepada perempuan, sehingga kaum lelaki akan melempar kesalahan kepada kaum perempuan, ketika terjadi ketidakberesan dalam keluarga. Kedua, secara tersirat terdapat anggapan bahwa perempuan tidak mampu menjalankan peran publik, sebagaimana yang dipikul oleh laki-laki. Kondisi tersebut dapat dilihat dengan minimnya suara perempuan di parlemen, di dunia akademis, di dunia kesehatan ataupun di dunia wiraswasta (http://www2.com/kompas-cetak/0303/19/jateng/192957.htm). Faktanya, pada tahun 1999 khususnya di perkotaan dalam bidang pendidikan angka buta huruf perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Terbukti 35,5 % laki-laki telah menamatkan minimal SLTA dan hanya 27% untuk perempuan. Kondisi tersebut menyebabkan keterbatasan akses perempuan untuk memasuki kerja-kerja ekonomi dan produktif. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan hanya 46,56% sedangkan laki-laki mencapai 73,5%. Pada sektor kesehatan, perempuan masih mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Tahun Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
2002-2003 Angka Kematian Ibu di Indonesia sangat besar dan tertinggi di Asean. Angka Kematian Ibu (AKI) setiap tahun tidak kurang dari 15.700 perempuan yang melahirkan meninggal dunia. Keterlibatan perempuan dalam sektor politik juga masih sangat rendah. Jumlah perempuan yang menjadi wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat tahun 1999-2004 hanya 44 orang atau 8,8% dan pada pemilu 2004 yang menjadi wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat meningkat menjadi 61 orang atau 11% serta anggota Dewan Perwakilan Daerah 25 orang atau 19,5% (http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/act=berita%7C-323%7cx). Data Statistik pada tahun 2001 sampai 2005, berkaitan dengan kekerasan terhadap
perempuan
setiap
tahunnya
mengalami
peningkatan.
Terbukti
berdasarkan catatan kasus Komisi Nasional Perempuan pada tahun 2001 terdapat 3.169 kasus, tahun 2002 meningkat menjadi 5.163 kasus. Tahun 2003 sebanyak 7.787 kasus kemudian mengalami peningkatan yang sangat drastis pada tahun 2004 menjadi 14.020 kasus dan pada tahun 2005 menjadi 20.391 kasus (http://www.komnasperempuan .or.id/metadot/index.PP.id=2286). Sejak Kartini melakukan gerakan emansipasi, sebenarnya kekerasan terhadap perempuan telah muncul kepermukaan. Bahkan setelah gerakan emansipasi, kekerasan yang menempatkan tingkat kesejahteraan perempuan dan anak yang semakin merosot tetap saja masih belum sirna. Sebagai contoh : Masih banyak terdapat kekerasan terhadap para isteri oleh suami, tenaga kerja wanita diluar negeri yang dilecehkan oleh majikan, atau para pembantu rumah tangga yang mendapatkan perlakuan tidak adil oleh majikannya. Sedikitnya terdapat tiga faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya tindak kekerasan terhadap Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
perempuan. Pertama, adanya konstruksi sosial, budaya, politik dalam relasi perempuan dan laki-laki yang menghasilkan ketidakadilan. Kedua, penafsiran yang keliru tentang ajaran agama yang kemudian menempatkan perempuan pada posisi lemah. Ketiga, tindak kekerasan terhadap anak yang mewarnai kehidupan rumah tangga. Keempat, perangkat UU yang berlaku belum mengakomodir semua bentuk kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, tingkat kesadaran akan hak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan di kalangan perempuan, masih sangat rendah (http://harianjoglosemar.com/). Nilai-nilai sosial budaya dalam masyarakat yang belum sepenuhnya mendukung kemajuan perempuan, kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dan lemahnya koordinasi antar sektor telah menjadi hambatan dan tantangan yang harus dihadapi dalam upaya pemberdayaan perempuan. Sementara hambatan yang terdapat pada kelembagaan masyarakat adalah masih rendahnya pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang gender. Fakta sosial menunjukkan bahwa kaum perempuan ternyata masih tersubordinasi, termarginalisasi sehingga membuat kaum perempuan rentan terhadap kekerasan dalam berbagai bentuk baik fisik maupun non fisik. Kekerasan-kekerasan terhadap perempuan, merupakan akibat dari sistem relasi gender yang timpang. Kondisi tersebut menjadikan perempuan sebagai inferior, sementara laki-laki sebagai makhluk superior yang menggambarkan budaya patriarkhis. Budaya patriarkiat sampai sekarang masih berlangsung di tengahtengah masyarakat Indonesia. Kultur kekeluargaan masyarakat yang patriarkiat
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
melahirkan perilaku bias gender yang mengakibatkan ketimpangan kedudukan dan peran antara perempuan dan laki-laki. Dalam struktur internal keluarga, salah satunya mengacu pada fungsi sosial. Kondisi tersebut digambarkan oleh peran dari masing-masing individu atau kelompok berdasar status sosial dalam suatu sistem sosial (misalnya anak, ayah dan ibu). Artinya, setiap status sosial tertentu harapannya dalam interaksi dengan individu/kelompok yaitu akan ada fungsi dan peran, yang bukan di dasarkan pada ciri pribadi individu melainkan karena status sosial yang dipegangnya. Contohnya saja, anak mempunyai kewajiban untuk menghormati dan patuh pada orangtua dan sebaliknya orangtua berkewajiban juga memberikan cinta, perhatian dan kasih sayang pada anaknya. Umumnya orangtua mempunyai dua peran, yaitu Instrumental, yang dilakukan oleh bapak/suami dan peran emosional/ekspresif, yang biasanya disandang oleh seorang ibu/istri. Kedua peran tersebut dijalankan oleh keluarga yang juga merupakan institusi dasar (fundamental unit of society) dalam rangka membentuk individu bertanggung jawab, mandiri, kreatif melalui sosialisasi(http://www.kpmm.or.id/index.php?option=com_content&task=view&i d=34). Dilihat menurut fungsinya, keluarga salah satunya berperan dalam melaksanakan proses sosialisasi. Fungsi keluarga adalah sebagai tempat terjadinya sosialisasi antara individu dengan warga yang lebih besar. Peraturan Pemerintah RI no.21 tahun 1994 tentang penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera, salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi dan pendidikan, yaitu fungsi yang memberikan peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
melakukan penyesuaian dengan kehidupannya dimasa yang akan datang. Sosialisasi merupakan suatu proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain karena adanya interaksi. Untuk perkembangan sosial anak akan sangat dipengaruhi siapa agen sosialnya. Agen sosial yang terpenting adalah orang-orang yang memiliki hubungan dan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut berperilaku, temasuk orangtua, saudara kandung (sibling) atau kelompok bermain (peer); selain itu nenek/kakek, paman/bibi dan orang dewasa lain dalam masyarakat sebagai jaringan hubungan yang lebih luas. Setiap agen sosial tersebut akan menentukan perbedaan dalam proses sosialisasi anak untuk menghasilkan individu-individu
yang
berkualitas
baik
(http://www.kpmm.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=34). Keluarga amat berperan dalam mensosialisasi nilai-nilai kebaikan dan norma yang berlaku atau yang diharapkan masyarakat kepada anak mereka yang dimulai dari masalah-masalah kecil yang terjadi dalam keluarga sesuai dengan tahap perkembangan usia anak. Praktek pengasuhan merupakan masa penting dalam membentuk individu matang dan dewasa, yang didalamnya telah mencakup proses sosialisasi. Cara yang dapat dilakukan keluarga dalam proses sosialisasi adalah sebagai: Pertama, pengkondisian/pelaziman. Pada dasarnya anak ialah manusia yang pasif sepenuhnya dalam sosialisasi, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap dan tingkah lakunya dilakukan melalui proses pengkondisian, yang diciptakan oleh orangtua atau anggota keluarga lain yang telah dewasa dengan pemberian mekanisme hukuman atau imbalan; misalnya, makan, minum, mandi, berpakaian, buang air besar/kecil (toilet training) bahkan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
dalam bertutur kata. Dengan diberikannya mekanisme tersebut anak akan mempertahankan tingkah laku tertentu bila apa yang dilakukan dengan baik akan mendapat imbalan. Sebaliknya anak akan menghindari tingkah laku buruk karena akan
mendapat
hukuman.
Kedua,
pemodelan
(pengimitasian
dan
pengindentifikasian). Cara imitasi biasanya berlangsung dalam waktu singkat untuk sekedar meniru aspek luar dari tokoh yang diidealkannya. Sebaliknya, jika anak menginginkan dirinya sama (identik) dengan tokoh idolanya maka peniruan akan terjadi lebih mendalam karena tidak hanya peniruan tingkah laku tapi juga totalitas dari tokoh atau model tersebut (identifikasi) sehingga orangtua atau keluarga perlu memberi contoh perilaku yang baik bagi anaknya. Ketiga, internalisasi yaitu cara untuk menumbuhkan kesadaran anak akan sesuatu hal, seperti norma, nilai dan tingkah laku memiliki makna tertentu yang berharga bagi dirinya atau bagi masyarakat agar dapat dijadikan panutan, pedoman atau tindakan yang lama kelamaan akan menjadi bagian dari kepribadiannya, contohnya dengan perbuatan-perbuatn yang dilarang agama atau yang tidak diharapkan masyarakat pada umumnya. Anak sebagai bagian anggota keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak akan terlepas dari lingkungan dimana dia dibesarkan atau awal dimana anak mendapatkan pengalaman belajar. Dalam keluargalah anak pertama kali berinteraksi terutama dengan ibunya setelah dilahirkan dan melalui kegiatan menyusui. Hubungan tersebut akan berkembang sesuai tahapan usia anak. Anak akan dan selalu berusaha untuk menyesuaikan diri melalui pengalaman belajar agar diterima di lingkungan sosial dan menjadi pribadi yang bermasyarakat; dengan syarat punya kesempatan untuk berhubungan dengan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
orang lain (sosialisasi), mampu berkomunikasi dan berbicara yang dapat diterima (dimengerti) orang lain dan memiliki motivasi belajar yang menyenangkan. Proses tersebut memerlukan dukungan orang lain, karena pengalaman sosial dini pertama diperoleh di rumah maka keluargalah yang paling tepat menentukan terjadinya proses sosialisasi pada anak (http://www.ipb.ac.id/id/?). Keluarga
berfungsi
untuk
menjaga
dan
menumbuh-kembangkan
anggotanya, maka diperlukan orangtua yang bijaksana, sebab sikap orangtua akan mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak dan mempengaruhi perilaku anak. Pada dasarnya hubungannya orangtua-anak tergantung pada sikap orangtua yang juga diperoleh melalui pengalaman belajar sebelumnya dari orangtua. Institusi keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, di mana proses sosialisasi nilai dan norma serta internalisasi terjadi. Dalam rangka mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan peran keluarga merupakan salah satu faktor yang sangat penting, tetapi norma-norma sosial yang masih hidup dan berlaku menempatkan perempuan sebagai makhluk domestik dan subordinat laki-laki. Kondisi tersebut dapat dilihat dalam peran perempuan dalam keluarga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anak, mengurus dapur dan melayani suami. Sebagai isteri, segala aktivitasnya harus mendapat izin dari suami dan tidak boleh membantah suami. Sementara laki-laki bertugas sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah dan sebagai penentu dalam segala hal. Contoh lain, dapat dilihat dalam keluarga pada pemberian nama anak yang baru lahir umumnya mencantumkan nama ayah. Akibat dari sistem kekeluargaan yang masih
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
patriarkiat adalah terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan yang masih banyak terjadi baik kekerasan fisik, psikis, seksual maupun ekonomi. Dalam rangka memperluas pemahaman publik tentang hak-hak perempuan korban kekerasan mendorong organisasi-organisasi perempuan untuk melakukan kampanye dalam waktu 16 hari yaitu antara 25 November (Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan Sedunia) dan 10 Desember (Hari HAM International). Hal ini bertujuan untuk menegakkan hak-hak perempuan melalui produk hukum yang dirancang sebagaimana yang dilakukan melakukan
pendekatan
yang
oleh beberapa mitra daerah yang
memadukan
antara
advokasi
kebijakan,
pendampingan dan kampanye budaya seperti yang sudah mulai dijalankan (http://www.komnasperempuan .or.id/metadot/index.PP.id=2286). Di kota Medan terdapat banyak Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam upaya Perlindungan terhadap kekerasan pada Anak dan perempuan, salah satunya adalah Yayasan Pusaka Indonesia. Sejak awal pendiriannya Pusak Indonesia telah melakukan berbagai aktivitas mendukung pencapaian visi dan misi dalam "Mendorong terjadinya/ lahirnya kebijakan public yang signifikan dalam mendukung penegakan dan perlindungan hak anak dan masyarakat pencari keadilan", dengan melakukan serangkaian kegiatan Advokasi dan Kampanye Perlindungan Hak Asasi Anak dan Hak Sipil dan Politik Masyarakat di Sumatera Utara. Pengalaman pertama Pusaka Indonesia adalah melakukam Gugatan Class Action atas nama sejumlah anak-anak yang berada di kawasan Taman Gunung Leuser (TNGL Penebangan Liar) terhadap praktekpraktek Penebangan Liar (Illegal Logging) yang semakin merajalela. Dalam Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Gugatan tersebut anak-anak yang diwakili orang tuanya menggugat beberapa Instansi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, Pemerintah Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD) dan sejumlah perusahaan yang melakukan penebangan di kawasan hutan tersebut. Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut dibantu empat divisi yakni Divisi Anak dan Perempuan, Divisi Litigasi, Divisi Lingkungan dan Demokratisasi serta Divisi Riset. Yayasan Pusaka Indonesia dalam Divisi Anak dan Perempuan, salah satu programnya adalah melakukan upaya untuk melawan dan mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dan perempuan termasuk perdagangan anak dan perempuan. Adapun aktivitas dari program tersebut yaitu : 1) Penguatan kapasitas organisasi masyarakat dalam memerangi perdagangan anak dan perempuan di Sumatera Utara. 2) Kampanye kesadaran publik tentang bahaya praktek perdagangan anak dan perempuan di Sumatera Utara. 3) Penguatan Kapasitas aparatur pemerintah dan dukungan bagi Komite Aksi Propinsi dalam melakukan pencegahan praktek perdagangan anak dan perempuan. 4) Dukungan bagi penguatan aparatur penegak hukum dalam perlindungan dan penanganan korban perdagangan anak dan perempuan, khususnya dalam pendirian shelter/crisis centre bagi anak dan perempuan korban kekerasan. 5) Melakukan pendampingan hukum bagi korban tindak kekerasan dan traffiking (Profil Yayasan Pusaka Indonesia, 2008). Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Dimana diharapkan melalui program tersebut maka tindak kekerasan terhadap perempuan dapat dikurangi dan dicegah agar tidak menjadi masalah yang terus berlanjut / meningkat dan minimal dapat menekan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan. Yayasan Pusaka Indonesia, dalam pemecahan masalah terhadap kekerasan pada perempuan dan anak berkoalisi dan berjejaring untuk melakukan kegiatan advokasi dan menjalin koordinasi dengan Non Government Organization lainnya pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kotamadya, kecamatan, kelurahan/desa) dan pihak swasta. Prinsip tersebut didasarkan atas sebuah kesadaran bahwa perubahan sosial hanya bisa dicapai jika mampu membangun satu pemahaman utuh di tataran komunitas dan pemerintah akan pentingnya kolaborasi untuk tujuan bersama. Yayasan Pusaka Indonesia juga menerapkan prinsip keterbukaan dan kesadaran keterbatasan yang dimiliki. Kondisi tersebutlah yang membuat Pusaka Indonesia selalu merujuk kepada lembaga lain untuk penanganan selanjutnya jika tidak ada kapasitas di lembaga. Adapun beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia diantaranya adalah Class Action Hak-hak Anak atas Lingkungan yang sehat di kawasan Ekosistem Leuser pada tahun 2001, Penguatan Good Governance di tingkat desa di Sumatera Utara pada Januari 2002 sampai Maret 2004, Penanganan dan Pendampingan Korban Perdagangan Manusia Mei sampai Oktober 2003, Kampanye anti Traffiking di propinsi NAD pada April hingga Oktober 2005, Program Livelihood bagi keluarga yang mengasuh anak Separated dan Unaccompanied korban gempa dan tsunami di NAD (Yayasan Pusaka Indonesia, 2008) Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Berdasarkan alasan itulah maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang tertulis dalam skripsi dengan judul : “Pengaruh Faktor-faktor Internal Keluarga terhadap tindak Kekerasan pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: “sejauh mana pengaruh internal keluarga dapat menjadi pemicu terhadap timbulnya tindak kekerasan terhadap perempuan?”
1.3 Pembatasan Masalah Untuk menghidarkan ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas, maka penulis perlu membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Penelitian
terbatas
pada
faktor-faktor
internal
keluarga
dalam
hubungannya dengan kekerasan terhadap perempuan. 2. Objek Penelitian adalah para perempuan korban tindak kekerasan yang dibina oleh Yayasan Pusaka Indonesia di kota Medan.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara latar belakang internal keluarga terhadap timbulnya masalah tindak kekerasan terhadap perempuan.
1.4.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka pengembangan konsep-konsep, teori-teori, terutama model pemecahan masalah kekerasan dalam rumah tangga pada umumnya dan kekerasan terhadap perempuan pada khususnya.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
pembatasan
masalah,
tujuan
dan
manfaat
penelitian serta sistematika penulisan. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional serta hipotesis.
BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang, gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.
BAB V
ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang uaraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.
BAB VI
PENUTUP Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan laki–laki dan perempuan, perhubungan yang mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak–anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, isteri dan anak–anak (Ahmadi, 2002:239). Secara historis, keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak–pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Keluarga sebagai organisasi mempunyai perbedaan dengan organisasi–organisasi lainnya Salah satu perbedaan yang cukup penting terlihat dari bentuk hubungan anggota –anggotanya yang lebih bersifat lebih mendalam dan merupakan ciri –ciri kelompok primer antara lain: 1. mempunyai hubungan yang lebih intim 2. kooperatif 3. face to face 4. masing –masing anggota memperlakukan anggota lainnya sebagai tujuan bukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Ciri-ciri lain juga dikemukakan oleh Paul H. Landis, adalah: 1. intimate 2. face to face 3. warm hearted relationship Dengan demikian keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan interpersonal, dimana masing–masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antara anak dan anak. Sistem interaksi antar pribadi (interpersonal) dapat digambarkan sebagai berikut :
Ayah
Ibu
Anak
Anak
Gambar di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing anggota mempunyai jumlah hubungan yang sama terhadap anggota lainnya (Khairuddin, 1997: 4-5).
2.1.2 Ciri –ciri keluarga Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal–hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
a. Ciri–ciri umum Menurut Mac iver and Page, ciri–ciri umum keluarga antara lain : 1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan 2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara 3. Suatu sistem tata nama, termasuk bentuk perhitungan garis keturunan 4. Ketentuan–ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota– anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan–kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak 5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga b. Ciri –ciri khusus 1. Kebersamaan : Keluarga merupakan bentuk yang hampir paling universal di antara bentuk–bentuk organisasi sosial lainnya 2. Dasar–dasar emosional : Hal ini didasarkan pada suatu kompleks dorongan–dorongan yang sangat mendalam dan ikatan kelompok yang erat tentang emosi–emosi sekunder, dari cinta romantik, rasa kasih sayang sampai pada kebanggaan akan ras.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
3. Pengaruh perkembangan : Bahwa keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama–tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, termasuk manusia. Pada khususnya membentuk karakter individu. 4. Ukuran yang terbatas : Keluarga merupakan kelompok yang terbatas ukurannya dan merupakan skala yang paling kecil dari semua organisasi formal yang merupakan struktur sosial. 5. Posisi inti dalam struktur sosial : Keluarga merupakan inti dari organisasi–organisasi sosial lainnya.
Kerap kali di dalam
masyarakat yang sederhana, maupun dalam masyarakat yang lebih maju, struktur sosial secara keseluruhan di bentuk dari satuan– satuan keluarga. 6. Tanggung jawab para anggota : Keluarga memiliki tuntutan– tuntutannya dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi–kondisi pemenuhan kebutuhan–kebutuhan yang mampu dilakukan oleh keluarga. 7. Aturan kemasyarakatan (aturan–aturan sosial) : Aturan-aturan kemasyarakatan khususnya terjaga dengan adanya hal-hal yang tabu dan aturan-aturan sah yang menentukan kondisi-kondisi masyarakatnya (Khairuddin, 1997: 5-10).
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
2.1.3 Klasifikasi Bentuk-bentuk Keluarga Terdapat berbagai bentuk keluarga dalam ruang dan waktu yang dapat diklasifikasikan: 1. Dari keluarga yang tetap kepada keluarga yang berubah Le Play melihat adanya perbedaan antara keluarga tetap dengan keluarga yang tidak tetap. Le Play menggambarkan keluarga patriarkiat sebagai keluarga yang mempunyai suatu ketetapan yang permanen. Keluarga patriarkiat banyak terdapat pada bentuk yang terdahulu (Stable). Bentuk tersebut sangat setia pada tradisi, dimana seseorang menentukan tempat tinggal anak-anaknya yang telah kawin dekat rumah tempat tinggalnya, agar dapat menjaga dan melindungi mereka. Menurut Le Play, keluarga yang tidak tetap dengan “tidak adanya kasih sayang yang tetap di hati mereka” dan diilhami oleh nafsu terhadap perubahan sosial”. Le Play dalam analisisnya tentang stabilitas keluarga berkaitan dengan strukturnya dan tidak memikirkan stabilitas pada fungsi dan aspek-aspek dinamis. 2. Dari kesewenangan kepada Demokratis Willcox telah membuat suatu perbedaan fungsional dalam membedakan antara dua tipe kehidupan keluarga. Tipe pertama adalah kesewenang-wenangan (depotic) atau “pandangan bahwa isteri dimiliki oleh suaminya, sama dengan pandangan bahwa hilangnya dan timbulnya kepribadian seorang isteri adalah sah tergantung pada suami”. Sementara demokrasi merupakan pandangan di mana keluarga didasarkan atas ”kerjasama dan keharmonisan yang seimbang” dalam keluarga. Perubahan yang fundamental yang kemudian terjadi dalam proses
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
tersebut
adalah
dari
kelembagaan
(institusionil)
kepada
pertemanan
(companionship). 3. Dari kelembagaan kepada pertemanan (companionship) Pendapat pokok dalam hal ini adalah keluarga dalam masa historis telah mengalami transisi dari suatu kelembagaan dengan tingkah laku keluarga yang dikontrol oleh adat istiadat pendapat masyarakat, dan aturan terhadap suatu pertemuan dengan timbulnya tingkah laku keluarga dari saling kasih sayang dan konsensus dari anggota-anggotanya. Bentuk pertemanan dari keluarga tidaklah disusun sebagai suatu kenyataan yang ada tetapi sebagai suatu yang timbul. Keluarga sebagai suatu lembaga dan sebagai suatu pertemanan dapat dibatasi dan diletakkan bagi penggunaan pengertian keluarga melalui metode konstruksi yang ideal. Dari sudut metode konstruksi ideal, keluarga merupakan suatu lembaga dan sebagai suatu pertemanan yang akan memperlihatkan dua konsep yang berlawanan. Perumusan teoritis yang paling jelas dari keluarga sebagai suatu lembaga di mana ikatannya akan ditentukan secara luas oleh tekanan sosial yang berkenaan pada anggota keluarga. Konstruksi ideal dari keluarga sebagai pertemanan akan terfokus pada satuan yang berkembang di luar hubungan kasih sayang yang timbal balik, dan persatuan yang intim dari suami dan isteri serta orang tua dan anak-anak. Tipe keluarga partriarkiat adalah tipe yang paling erat dengan konstruksi keluarga ideal dari keluarga sebagai lembaga denagn kombinasinya tentang kekuatan sanksi dan tata kelakuan, agama dan hukum, serta
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
secara praktis melengkapi rendahnya anggota-anggota individu-individu keluarga terhadap otoritas kepala keluarga (Khairuddin, 1997: 43-45).
2.1.4 Fungsi-fungsi pokok keluarga Pada dasarnya keluarga mempunyai fungsi-fungsi pokok yakni fungsi yang sulit dirubah dan digantikan oleh orang lain. Sedangkan fungsi-fungsi lain atau fungsi-fungsi sosial, relatif lebih mudah berubah atau mengalami perubahan. Fungsi-fungsi pokok tersebut antara lain : a. Fungsi biologik Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat. Namun fungsi ini juga mengalami perubahan karena keluarga sekarang cenderung pada jumlah anak yang sedikit. b. Fungsi afeksi Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan. Dari hubungan cinta kasih ini lahirlah hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan mengenai nilai-nilai. Dasar cinta kasih dan hubungan afeksi ini merupakan faktor penting bagi perkembangan pribadi anak. Dalam masyarakat yang makin impersonal, sekuler, dan asing, pribadi sangat membutuhkan hubungan afeksi seperti yang terdapat dalam keluarga, suasana afeksi itu tidak terdapat dalam institusi sosial yang lain.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
c. Fungsi sosialisasi Fungsi sosialisasi menunjukkan peranan keluarga dalam kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya (Khairuddin, 1997: 48-49).
2.1.5 Peranan keluarga terhadap perkembangan Individu Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Semua yang diuraikan mengenai interaksi kelompok berlaku pula bagi interaksi kelompok keluarga yang merupakan kelompok primer, termasuk pembentukan norma–norma sosial, internalisasi norma–norma, terbentuknya tingkahlaku individu (behaviorisme), dan lain–lain. Di dalam keluarga interaksi sosial individu berdasarkan simpati, ia pertama–tama belajar memperhatikan keinginan –keinginan orang lain, belajar bekerjasama, bantu membantu. Dalam interaksi sosial individu,
seseorang pertama–tama belajar
memegang peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma–norma dan kecakapan dalam pergaulannya dengan orang lain. Pengalaman–pengalaman dalam interaksi sosial dalam keluarga turut menentukan pula cara–cara tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan sosial diluar keluarganya, didalam masyarakat pada umumnya juga berlangsung tidak wajar.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Jadi selain peranan umum kelompok keluarga sebagai kerangka sosial yang pertama, tempat manusia berkembang sebagai makhluk sosial, terdapat pula peranan–peranan tertentu di dalam keadaan–keadaan keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan individu sebagai makhluk sosial, antara lain : a. Status sosio–ekonomi Keadaan
sosio-ekonomi
keluarga
tentulah
berpengaruh
terhadap
perkembangan individu, apabila kita perhatikan bahwa adanya perekonomian yang cukup, maka lingkungan material yang dihadapi individu di dalam keluarganya itu lebih luas, ia lebih mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam–macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada peranannya. Hubungan orang tua dalam status sosial–ekonomi serba cukup dan kurang mengalami tekanan–tekanan fundamental seperti dalam memperoleh nafkah hidupnya yang memadai. Orang tua dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam pada pendidikan anaknya apabila ia tidak dibebani dengan masalah kebutuhan primer kehidupan manusia. Hal tersebut dapat dianggap benar secara umum, namun status sosial ekonomi tidak merupakan faktor mutlak dalam perkembangan sosial individu karena bergantung pada sikap orangtua dan bagaimana corak interaksi individu di dalam keluarganya b. Keutuhan keluarga Salah satu faktor utama lain yang mempengaruhi perkembangan sosial individu adalah faktor keutuhan keluarga. Yang dimaksudkan dengan keutuhan keluarga adalah keutuhan dalam struktur keluarga terdiri atas ayah, ibu, dan anak– Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
anak. Apabila tidak ada ayah atau ibu atau bahkan keduanya, maka struktur keluarga sudah tidak utuh lagi. Selain keutuhan dalam struktur keluarga dimaksudkan pula keutuhan dalam interaksi keluarga, bahwa dalam keluarga berlangsung interaksi sosial yang wajar (harmonis). Apabila orang tua berselisih disertai
dengan tindakan agresif, keluarga tidak dapat dikategorikan sebagai
keluarga yang utuh. c. Sikap dan kebiasaan orangtua Peranan keluarga terhadap perkembangan sosial individu tidak hanya terbatas pada status sosial ekonomimya atau pada keutuhan struktur dan interaksinya saja. Demikian juga cara-cara dan sikap-sikap dalam pergaulannya memegang peranan yang cukup penting di dalamnya. Keluarga itu telah merupakan kelompok sosial dengan tujuan, struktur, norma, dinamika kelompok, termasuk cara–cara kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi anggota keluarga tersebut. Begitu pula cara–cara bertingkah laku orang tua yang dalam hal ini menjadi pemimpin kelompok sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga dan dapat merangsang perkembangan ciri–ciri tertentu pribadi anaknya. Berdasarkan penelitian Baldwin, terdapat keluarga dimana terjadi pengawasan orang tua yang keras terhadap anak–anaknya (otoriter). Ia memperoleh hasil bahwa makin otoriter orang tuanya, makin berkurang ketidaktaatan, tetapi makin banyak timbul ciri–ciri pasivitas, kurangnya inisiatif, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan berkurang, dan ciri–ciri penakut. Dalam penelitian ini, Baldwin mendefenisikan sikap–sikap otoriter orangtua Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
adalah : orang tua memberikan banyak larangan kepada anak –anak dan yang harus mereka laksanakan tanpa kecuali dan tanpa pengertian pada anak. Selanjutnya merupakan sikap–sikap yang ‘overprotection’ dari orang tua dimana orang tua terlampau cemas dan hati–hati dalam hal pendidikan anak. Orang tua dalam hal ini senantiasa menjaga keselamatan anaknya dan mengambil tindakan –tindakan yang berlebihan agar anak kesayangannya terhindar dari berbagai ancaman dan bahaya. Hasilnya adalah bahwa sebahagian besar dari anak –anak tersebut berkembang dengan ciri–ciri yang sangat berketergantungan kepada orang tuanya dalam tingkah lakunya. Selanjutnya, menurut Symonds terdapat pula sikap penolakan orang tua terhadap anak –anaknya, yaitu sikap menyesal dan tidak setuju karena beberapa sebab dengan adanya anaknya itu mudah mengembangkan ciri–ciri agersivitas dan tingkah laku bermusuhan pada anak–anak tersebut dan juga gejala–gejala menyeleweng seperti berdusta dan mencuri dapat berkembang sebagai sikap penolakan orang tua. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pada umumnya sikap–sikap pendidikan yang otoriter, sikap ‘overprotection’ , dan sikap penolakan orang tua terhadap anak–anaknya dapat menjadi suatu kendala bagi perkembangan sosial anak–anaknya. d. Status anak dalam keluarga Status anak juga berperan sebagai suatu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial dalam keluarganya. Status anak misalnya, status anak sebagai anak tunggal, anak sulung, atau anak bungsu diantara saudara– Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
saudaranya. Hasil dari beberapa penelitian menyimpulkan bahwa anak tunggal dibandingkan dengan anak –anak yang bersaudara biasanya sangat egois, terdapat hal–hal mengenai ‘perasaan aku’ didalam dirinya. Kerap kali memperlihatkan sifat–sifat infantilisme (kekanak-kanakan) tetapi pada pihak lain anak tunggal itu lebih mudah mengorientasi dirinya kepada orang–orang dewasa dan kepada cita– cita serta sikap pandangan orang dewasa. Cattel berpendapat bahwa peranan anak sulung dalam keluarga menunjukkan adanya sikap kurang aktif dan kurang berusaha dibandingkan dengan anak yang kedua atau seterusnya yang justru lebih giat dan berambisi untuk memperoleh penghargaan dan perhatian dari orang tuanya yang sama besarnya dengan yang di peroleh oleh kakaknya. Hal ini di dasarkan atas kenyataan bahwa anak pertama biasanya memiliki perasaan “dihargai dan diperhatikan orang tua” yang lebih besar dari anak kedua dan seterusnya (Gerungan, 2004:195). e. Tingkah laku religi Perubahan-perubahan besar terjadi dalam tingkah laku religi keluarga. Terdapat asumsi yang mengatakan bahwa kemunduran dalam fungsi keluarga dapat diukur melalui perbandingan aktivitas yang merata dalam keluarga. Dasar dari asumsi tersebut adalah suatu studi yang berkaitan dengan kecenderungan sosial di Amerika dewasa ini, yang sekurang-kurangnya dapat dilihat dalam 3 hal, yaitu: bagi anak-anak di Amerika persentase kunjungan mereka ke gereja dengan keluarga, persentase membaca kitab suci bersama-sama keluarga dan persentase berdoa (Khairuddin, 1997:54). Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
2.1.6 Perubahan-perubahan pada fungsi-fungsi sentral keluarga Perubahan fungsi sentral keluarga dapat dilihat dari hilangnya fungsifungsi sosial dalam keluarga yaitu : 1. Keluarga makin berubah dari kesatuan yang menghasilkan menjadi kesatuan yang memakai semata-mata. Sifat kesatuan yang bekerja makin menghilang. 2. Tugas untuk mendidik anak-anak, sebagian besar diserahkan kepada sekolah. Hanya anak-anak yang paling kecil saja yang pada umumnya masih hidup sama sekali dalam hubungan kekeluargaan. 3. Tugas bercengkrama dalam keluarga semakin mundur, karena tumbuhnya perkumpulan-perkumpulan modern. Terutama orang dewasa yang makin jarang mengisi waktu dalam lingkungan keluarganya sendiri. Semakin banyak fungsi-fungsi atau peranan-peranan anggota keluarga yang dijalankan di luar rumah menyebabkan kurangnya intensitas hubungan antara anggota-anggota keluarga tersebut karena semakin jarang mereka bertemu satu sama lain, dan waktu berkumpul semakin terbatas (Khairuddin, 1997: 58).
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
2.2 Kekerasan pada perempuan 2.2.1 Pengertian kererasan pada perempuan a. Kekerasan pada perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman
tindakan
tertentu,
pemaksaan,
atau
perampasan
kemerdekaan secara sewenang–wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. (pasal 1 Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan 1993) b. Kekerasan pada perempuan yaitu setiap tindakan kekerasan berdasarkan gender yang menyebabkan kerugian atau penderitaan fisik, seksual atau psikologis terhadap perempuan, termasuk ancaman untuk melaksanakan tindakan tersebut dalam kehidupan masyarakat dan pribadi (Apong, dalam Martha 2003 :113).Tindak kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi sepanjang siklus kehidupan perempuan. Yang dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 1 Tindak kekerasan terhadap perempuan dalam sepanjang siklus kehidupan perempuan:
Fase Kehidupan
Bentuk tindak kekerasan
a. Sebelum lahir
1. Pengguguran
karena
seleksi
seks 2. Siksaan selama kehamilan 3. Kehamilan paksaan b. Bayi
1. Penyalahgunaan fisik emosi 2. Perbedaan
perlakuan
anak
perempuan c. Masa anak
1. Perkawinan usia dini 2. Penyalahgunaan seksual 3. Pelacuran anak-anak
d. Masa remaja
1. Kekerasan masa pacaran 2. Perkosaan 3. Pelacuran
dan
perdagangan
perempuan 4. Pelecehan seksual 5. Penyalahgunaan seksual e. Usia reproduktif
1. Penyalahgunaan seksual 2. Perkosaan
seksual
dalam
perkawinan 3. Pembunuhan ( Martha, 2003 :23).
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
2.2.2 Bentuk kekerasan terhadap perempuan Adapun bentuk kekerasan terhadap perempuan secara khusus adalah : a. Kekerasan dalam area domestik atau hubungan intim personal Yaitu berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di dalam hubungan keluarga, antara pelaku dan korbannya memiliki kedekatan tertentu. Tercakup penganiayaan terhadap isteri,anak kandung dan anak tiri, penganiayaan terhadap orang tua, serangan seksual atau perkosaan oleh anggota keluarga. b. Kekerasan dalam area publik yaitu berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di luar hubungan keluarga atau hubungan personal lain, sehingga meliputi berbagai bentuk kekerasan yang sangat luas baik di lingkungan tempat kerja, di tempat umum, maupun bentuk -bentuk lain. Kekerasan yang dilakukan oleh atau dalam lingkup negara. Kekerasan secara fisik, seksual atau psikologis yang dilakukan, dibenarkan atau didiamkan terjadi oleh negara dimanapun terjadinya. Termasuk pelanggaran hak asasi manusia dalam pertentangan antara kelompok, dan situasi konflik bersenjata yang berkaitan dengan pembunuhan, perkosaan, perbudakan seksual dan kekerasan paksa ( Martha, 2003 :28).
2.2.3 Kriteria jenis–jenis kekerasan Berbasis gender Pada umumnya, kriteria-kriteria kekerasan berbasis gender di bagi menjadi 3 yaitu:
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
1. Kekerasan Motif kekerasan oleh Coomaraswany a. Jenis tindak kekerasan terhadap perempuan yang semata–mata karena seksualitas dan gender mereka, seperti tindakan penganiayaan, perkosaan, membunuh bagi perempuan dan perdagangan perempuan serta kejahatan seksual lainnya. b. Jenis tindak kekerasan yang dialami perempuan karena pertalian hubungannya dengan seorang laki–laki. Tindak kekerasan jenis ini dapat berupa kekerasan domestik, dan kejahatan yang berdalih kehormatan. Kekerasan ini muncul akibat posisi perempuan sebagai pihak yang menjadi tanggungan dan mendapat perlindungan dari seorang pelindung laki–laki (seperti ayah dan suami) c. Jenis tindak kekerasan yang ditimpakan kepada seorang perempuan karena ia warga dari suatu etnis atas ras tertentu. Hal ini biasanya terjadi dalam perang, kerusuhan atau pertikaian antar kelas atau kasta dimana perempuan dijadikan sebagai sarana penghinaan terhadap kelompok lain dengan cara menyakiti, melukai atau memperkosa dan membunuh mereka. 2. Kriteria tempat terjadinya kekerasan. Ada 3 wilayah tempat terjadinya kekerasan terhadap perempuan, yaitu : di dalam keluarga (domestic violence), di lingkungan komunitas dan tempat umum, serta ditempat kerja (non domestic violence)
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Kriteria pelaku kekerasan. Berdasarkan kriteria ini dibedakan 2 jenis kekerasan gender yaitu yang dilakukan oleh orang dekat yang dikenal dan dilakukan oleh pihak–pihak asing ( Martha, 2003 :33-35).
2.2.4 Tipologi kekerasan terhadap perempuan Secara umum bentuk –bentuk kekerasan pada perempuan terdiri dari : 1. Kekerasan fisik Kekerasan fisik terhadap perempuan dapat berupa dorongan, cubitan, tendangan, jambakan, pukulan, cekikan, bekapan, luka bakar, pemukulan dengan alat pemukul, kekerasan dengan benda tajam, siraman air panas atau zat kimia, menenggelamkan dan penembakan. Kadang – kadang kekerasan fisik ini diikuti dengan kekerasan seksual ,baik berupa serangan kealat–alat seksual (payudara dan kemaluan) maupun berupa persetubuhan paksa (pemerkosaan). Pada pemeriksaan terhadap korban akibat kekerasan fisik maka yang dinilai sebagai akibat penganiayaan adalah bila di dapati luka yang bukan karena kecelakaan, namun bekas luka itu dapat diakibatkan oleh suatu peristiwa kekerasan yang tunggal atau berulang–ulang, dari yang ringan hingga yang fatal. 2. Kekerasan seksual Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan yang bersifat seksual terhadap perempuan, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak, baik ada atau tidaknya hubungan antara korban dan pelaku kekerasan. Pembedaan aspek fisik dan seksual dianggap perlu, karena ternyata tindak kekerasan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
terhadap perempuan yang bernuansakan seksual tidak sekedar melalui perilaku fisik belaka. 3. Kekerasan psikologi Pada kekerasan psikologi, sebenarnya dampak yang dirasakan lebih menyakitkan daripada kekerasan secara fisik. Bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensitivisme emosi seseorang sangat bervariasi. Identifikasi akibat yang timbul pada kekerasan psikis sulit diukur. Sekalipun tindak kekerasan psikologi itu jauh lebih menyakitkan, karena dapat merusak kehormatan seseorang, melukai harga diri seseorang, merusak keseimbangan jiwa, namun kekerasan psikologis tidak akan merusak organ tubuh bagian dalam bahkan tindakan yang berakibat kematian. Sebaliknya, tindakan kekerasan fisik kerap menghasilkan hal yang demikian. 4. Kekerasan ekonomi Yaitu dimisalkan dengan seorang suami mengontrol hak keuangan isteri, memaksa atau melarang isteri bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari keluarga, serta tidak memberi uang belanja, memakai/ menghabiskan uang isteri (Martha, 2003:45-48).
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
2.3 Peranan Pekerja Sosial dalam penanganan masalah kekerasan terhadap perempuan Menurut pandangan Zastrow, setidak-tidaknya ada tujuh peran yang dilakukan oleh pekerja sosial termasuk dalam penanganan masalah terhadap kekerasan perempuan adalah sebagai berikut: 1. Enabler Sebagai enabler seorang pekerja sosial membantu masyarakat agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka; mengidentifikasikan masalah mereka; dan mengebangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah yang mereka hadapi secara efektif. Peran sebagai enabler ini adalah peran klasik dari seorang community worker ataupun community organizer. Fokusnya adalah help people (organize) to help themselves. 2. Broker Peranan seorang broker berperan dalam menghubungkan individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat (community services), tetapi tidak tahu di mana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut. Broker dapat juga dikatakan menjalankan peran sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang satu (klien) dengan pemilik sumber daya. 3. Expert Dalam kaitan peranan seorang community worker sebagai tenaga ahli (expert), ia lebih banyak memberikan advis (saran) dan dukungan informasi dalam berbagai area. Seorang expert harus sadar bahwa usulan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
dan saran yang ia berikan bukanlah mutlak harus dijalankan masyarakat, tetapi usulan dan saran tersebut lebih merupakan masukan gagasan untuk bahan pertimbangan masyarakat ataupun organisasi dalam masyarakat tersebut. 4. Social Planner Seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang terdapat dalam masyarakat tersebut; menganalisanya dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebut. Setelah itu perencana sosial mengembangkan program, mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan konsensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun kepentingan. 5. Advocate Peran sebagai advokat dalam pengorganisasian masyarakat dicangkok dari profesi hukum. Peran ini merupakan peran yang aktif dan terarah (directive), dimana community worker menjalankan fungsi sebagai advokat yang mewakili kelompok masyarakat yang membutuhkan suatu bantuan ataupun layanan, tetapi institusi yang seharusnya memberikan bantuan ataupun layanan tersebut tidak memperdulikan (bersifat negative ataupun menolak tuntutan warga). 6. Activist Seorang activist, seorang community worker melakukan perubahan institusional yang lebih mendasar dan seringkali tujuannya adalah penglihatan sumber daya ataupun kekuasaan (power) pada kelompok yang Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
kurang mendapatkan keuntungan (disadvantage group). Seorang activist memperhatikan isu-isu tertentu, seperti ketidaksesuaian dengan hukum yang berlaku (injustice), ketidakadilan (inequity) dan perampasan hak. Seorang activist biasanya mencoba menstimulasikan kelompok-kelompok yang kurang diuntungkan tersebut untuk mengorganisir diri dan melakukan tindakan melawan struktur kekuasaan yang ada (yang menjadi “penekan” bagi mereka). Taktik yang biasa mereka lakukan adalah melalui konflik, konfrontasi (misalnya melalui demonstrasi) dan negosiasi. 7. Educator Dalam menjalankan peran sebagai pendidik (educator), pekerja sosial diharapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik. Pekerja sosial harus mampu
berbicara di depan publik
untuk
menyampaikan informasi mengenai beberapa hal tertentu, sesuai dengan bidang yang ditanganinya (Zastrow, dalam Adi 1994:26-28).
2.4
Akibat-akibat kekerasan Adapun kekerasan-kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dapat
mengakibatkan ketidakberdayaan pada kaum perempuan. Baik berupa kekerasan fisik, psikis, seksual dapat mengakibatkan dampak kesehatan yang berat seperti: a. Luka psikis Menurut Yul Iskandar, kekerasan psikis dapat berupa: 1.Depresi, gejala-gejala depresi dapat terlihat dari keluhan korban, yang utama pada mulanya pada gangguan emosional, yaitu berbagai perasaan, Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
seperti perasaan tidak enak, jatuh (down) dan tertekan, merasa tidak berguna, putus asa, rasa bersalah serta berdosa. Lebih lanjut timbul perasaan cemas yang ditandai oleh perasaan kuatir dan tegang. Pada taraf lanjut, berbagai gangguan muncul, seperti tidak dapat tidur atau imsomnia, sakit kepala atau pusing, berdebar-debar dan sesak napas. 2.Post traumatic syndrome stress (PTSS), stress pasca trauma Menurut
Gede
Made
Swardhana
ada
beberapa
hal
yang
menyebabkannya: a. The believe in personal invulnerability, yaitu tidak percaya bahwa dirinya sudah menjadi korban. Walaupun sebelumnya telah banyak terjadi tindak kekerasan, tidak pernah terpikir bahwa kejadian tersebut akan menimpa dirinya. Hal ini menyebabkan kecemasan yang mendalam. Persepsi yang selalu muncul adalah dia mudah diserang dalam segala hal. b. The world as meaningful, apapun yang terjadi di dunia ini adalah sesuatu yang teratur dan komprehensif. Maksudnya, apabila kita berbuat baik dan hati-hati niscaya akan terhindar dari penderitaan, tetapi ternyata apa yang diperkirakan tersebut, tidak berjalan seperti demikian, walaupun dia berbuat baik dan hati-hati ternyata dirinya tetap menjadi korban. 3.Negative self-perception, manusia selalu berusaha menjaga derajat dirinya, tetapi pengalaman menjadi korban membuat mereka memiliki
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
gambaran negatif. Dirinya adalah seorang yang lemah, tidak berdaya dan tidak berguna lagi. b. Luka fisik Menurut Achie S Luhulima, luka fisik dapat berupa: 1. Luka akibat benda tajam dan tumpul, seperti buta, tuli, kerusakan susunan saraf di kepala, dan tidak berfungsinya organ tubuh lainnya. 2. Luka disebabkan oleh benda cair, seperti air panas, cairan kimia yang dapat mengakibatkan kerusakan kulit dan rusaknya jaringan kulit secara permanen. 3. Luka akibat kekerasan seksual dapat berupa kerusakan pada organ intim wanita, tertularnya penyakit menular seksual, kematian janin saat kehamilan(http://intanghina.wordpress.com/2008/07/16pemulihansebagai -hak-isteri-korban-2/).
2.5
Pemberdayaan Pemberdayaan
adalah
terjemahan
dari
empowerment,
sedang
memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionary, kata empower mengandung dua pengertian, yaitu: a. To give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepihak lain. b. To give ability to enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau keperdayaan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah hal kekuasaan. Pemberdayaan secara substansial merupakan proses memutus atau breakdown dari hubungan anatara subyek dan obyek. Proses ini mementingkan pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya mengalirnya daya dari subyek ke obyek. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula jadi obyek menjadi subyek (yang baru), sehingga realisasi sosial yang ada nantinya akan dicirikan dengan realisasi antar subyek dengan subyek yang lain. Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan. Menurut Tjandraningsih, pemberdayaan mengutamakan usaha sendiri dari orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh seseorang. Dalam konteks ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah yang nyata, dan
menyangkut penyediaan berbagai masukan
(input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat individu menjadi lebih berdaya. Dengan demikian pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu masyarakat tetapi juga pranatapranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-lain yang merupakan bagian pokok dari
upaya
pemberdayaan
itu
sendiri
(www.bappenas.go.id/indeks.php/
24oktober2008).
2.6 Kerangka Pemikiran Setiap manusia berhak untuk hidup aman dan nyaman serta memiliki penghargaan dalam kehidupan status sosialnya. Begitu juga perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki–laki yaitu ingin dihargai dan mendapat hak yang sama dan bukan merupakan kelompok yang di diskriminasikan atau di rendahkan bahkan peranannya dianggap memiliki derajat yang lebih rendah di bawah derajat laki–laki. Namun pada kenyataannya di seluruh pelosok negeri ini hingga saat ini masih saja banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan baik anak –anak, remaja maupun isteri di dalam rumah tangganya. Secara umum kekerasan yang dialami oleh perempuan tersebut adalah kekerasan fisik, seksual, psikologis, ekonomi bahkan spiritual. Peranan keluarga sebagai kelompok primer yang merupakan tempat berlindung dimana seseorang merasa ada hubungan batin tempat ia berinteraksi sehari–hari dan mengalami proses sosialisasi dengan sesama anggota keluarga lainnya. Keluarga juga merupakan tempat dimana seseorang memperoleh nilai dan norma–norma kehidupan pun masih dianggap belum dapat memberi banyak pengaruh terhadap pencegahan semakin tingginya tingkat kekerasan pada perempuan di masyarakat.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Semakin meningkatnya tindak kekerasan yang terjadi dalam masyarakat membuat
peranan
keluarga
dirasakan
belum
seutuhnya
berfungsi dan
membutuhkan adanya bantuan dari lembaga-lembaga sosial lain selain keluarga. Berdasarkan hal tersebut diataslah maka Yayasan Pusaka Indonesia dalam divisi anak dan perempuan menyelenggarakan suatu program yang erat kaitannya dengan masalah tersebut diatas yaitu dengan melakukan upaya untuk melawan dan mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dan perempuan, termasuk praktek perdagangan. Sesuai dengan tujuan Yayasan Pusaka Indonesia adalah: 1. Memberikan bantuan hukum (di dalam dan di luar pengadilan) dan pelayanan sosial lainnya terhadap anak-anak dan masyarakat pencari keadilan. 2. Merancang konsep tanding (legal drafting, counter draft dan judicial review) dalam mempengaruhi kebijakan di bidang anak dan peradilan independen. 3. Melakukan upaya mempengaruhi pembuat dan pelaksanaan kebijakan (lobby, negosiasi, kolaborasi dan lainnya) dalam perlindungan anak dan perempuan. 4. Mempengaruhi pendapat umum (kampanye, siaran pers, jajak pendapat, riset, dan lainnya) untuk mempengaruhi perubahan kebijakan perlindungan anak dan masyarakat pencari keadilan.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
5. Tekanan dengan proses pengorganisasian masyarakat (pendidikan politik) dalam mempercepat perubahan kebijakan perlindungan anak dan masyarakat pencari keadilan. Pada intinya Yayasan Pusaka Indonesia memberikan perlindungan, peradilan kepada anak dan perempuan korban tindak kekerasan sehingga diharapkan kaum perempuan dapat memperoleh keadilan, rasa aman dan keselamatan dalam kehidupan sosialnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
2.7 Defenisi konsep dan defenisi operasional 2.7.1 Defenisi konsep Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi puast perhatian ilmu sosial (singarimbun, 1989:33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep –konsep yang digunakan maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut : a. Pengaruh adalah pernyataan suatu hubungan yang sudah mempunyai arah, artinya pengaruh adalah salah satu bentuk hubungan yang asimetris b. Faktor –faktor adalah hal –hal atau keadaan yang ikut menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya sesuatu c. Internal adalah menyangkut bagian (dalam) d. Keluarga adalah kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan. Orang –orang yang termasuk keluarga ialah ibu, bapak dan anak –anaknya. e. Kekerasan pada perempuan yaitu setiap tindakan kekerasan berdasarkan gender yang menyebabkan kerugian atau penderitaan fisik, seksual atau psikologis terhadap perempuan, termasuk ancaman untuk melaksanakan tindakan tersebut dalam kehidupan masyarakat dan pribadi.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
2.7.2 Defenisi operasional Defenisi operasional
merupakan
penelitian
yang
memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:49). Bertujuan untuk memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Maka perlu operasinalisasi dari konsep –konsep yang digunakan untuk bertujuan menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dengan kata –kata yang dapat diuji dan diketahui kebenarannya oleh orang lain. Yang menjadi indikator variabel X dalam penelitian ini adalah faktor– faktor internal keluarga : a. Status sosio-ekonomi 1. Kecukupan ekonomi 2. Perhatian orang tua dan keluarga terhadap pendidikan b. Keutuhan keluarga 1. Keutuhan dalam struktur keluarga 2. Berlangsungnya interaksi sosial yang wajar (harmonis) c. Sikap dan kebiasaan orang tua Tingkah laku orang tua sebagai pemimpin d. Status anak dalam keluarga Peran anak dalam pengaruh perkembangan sosial keluarga dalam status anak tunggal, sulung dan bungsu. e. Tingkah laku religi 1. Intensitas anggota keluarga dalam mengikuti kegiatan keagamaan. 2. Kebiasaan berdoa dalam keuarga Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Yang menjadi indikator variabel Y adalah tindak kekerasan terhadap perempuan yaitu : 1. Bentuk kekerasan yang dialami 2. Adanya luka pada tubuh 3. Jumlah terjadinya kekerasan 4. Pelaku tindak kekerasan 5. Tempat terjadinya tindak kekerasan 6. Waktu terjadinya tindak kekerasan 7. Akibat dari tindak kekerasan 8. Perasaan setelah terjadi tindak kekerasan
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian Adapun penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1998:53).
3.2 Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di Yayasan Pusaka Indonesia yang terletak di jalan Setia Budi no. 173 E Kelurahan Tanjung Rejo Medan. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena Yayasan Pusaka Indonesia merupakan salah satu yayasan yang menangani masalah kekerasan terhadap perempuan di kota Medan.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian terdiri dari manusia, benda – benda, hewan, tumbuh–tumbuhan, gejala–gejala, atau peristiwa–peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian (Nawawi, 1998:141).
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan yang saat ini menjadi binaan Yayasan Pusaka Indonesia yang berjumlah 25 orang. 3.3.2 Sampel Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya (Soehartono, 2004:57). Sampel dalam penelitian ini adalah perempuan yang mengalami tindak kekerasan yang dibina oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Berdasarkan keterangan diatas, karena populasi kurang dari 100 maka dipakai rumus N = n yang artinya populasi adalah sampel (Arikunto, 2002:104).
3.4 Teknik pengumpulan data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian kepustakaan (Library research) Yaitu teknik pengumpulan data dengan menelaah buku, majalah, surat kabar atau tulisan lainnya untuk memperkuat pertimbangan teoritis yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. 2. Penelitian lapangan Yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung di lokasi penelitian untuk mencari faktor–faktor yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui:
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
a. Observasi (pengamatan) Yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran peneliti. b. Wawancara Yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dan bertatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperoleh. c. Kuesioner Yaitu membantu mengumpulkan informasi dan data yang relevan melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden.
3.5 Teknik analisis data Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh disusun lalu diinterpretasikan sehingga memberikan keterangan terhadap permasalahan yang diteliti. Untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka teknik yang dipakai adalah teknik analisa dengan tabel tunggal.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Berdirinya Lembaga Yayasan Pusaka Indonesia awalnya berdiri pada tanggal 10 Desember 2000 dimana dimana Yayasan ini didirikan oleh para aktivis-aktivis yang dulunya bekerja di sebuah LSM yaitu LAAI (Lembaga Advokasi Anak Indonesia). Adapun misi LSM terdahulu tersebut adalah memperjuangkan Hak Azasi Anak dan perempuan di Indonesia. Namun setelah beberapa bulan kemudian sebagian dari aktivis yang ada di LSM tersebut terdapat kerjasama tim yang kurang solid dimana adanya rasa ketidakadilan dalam melaksanakan tugas yang diemban. Maka para aktivis tersebut sepakat untuk membentuk sebuah LSM baru yang benar-benar dibentuk dengan kerjasama tim yang solid dan adanya rasa keadilan seperti tugas-tugas yang ada di LSM ini adalah untuk kepentingan masyarakat khususnya untuk melindungi anak dan perempuan karena tugas utama dari LSM yang akan dibentuk bergerak dalam perlindungan khususnya anak dan perempuan. Adapun LSM yang dibentuk yaitu bernama PUSAKA Indonesia dimana didirikan pada tanggal 10 Desember 2000 dan kemudian disahkan pada tanggal 19 Maret 2001 dikantor notaris Syafil Warman dimana status dari LSM ini adalah sebagai Yayasan. Kantor Yayasan Pusaka Indonesia ini juga terdapat di Nias dan Aceh. Di Nias ada 2 kantor yaitu di Teluk Dalam dan Gunung Sitoli serta Aceh ada 2 kantor juga yaitu di Aceh Besar (Banda Aceh) dan Aceh Jaya (Lamno). Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Yayasan ini dibentuk tanggal 10 Desember 2000 karena berdekatan atau tepatnya dengan hari HAM. Pada tahun awal berdirinya lembaga ini masih melakukan kegiatan penanganan kasus yang berasal dari laporan masyarakat maupun monitoring dari surat kabar. Lembaga ini masih melakukan pembenahan dengan melakukan pembagian kerja masing-masing orang dalam divisi yang dibentuk yaitu divisi anak dan perempuan, divisi justiabelen (masyarakat pencari keadilan), divisi Litigasi, divisi lingkungan dan Demokratisasi dan divisi Pengembangan dan Indok. Pembenahan lembaga ini dilakukan dengan melakukan perencanaan strategis sederhana yang melibatkan seluruh ”awak” lembaga. Pada saat ini, dibahas apa nama dan bentuk lembaga, bagaimana struktur dalam lembaga, kelemahan dan kekuatan lembaga situasi dan kondisi Negara. Perencanaan strategis yang dilakukan kurang lebih selama dua hari tersebut dan menghasilkan : a. Kesepakatan memakai nama ”PUSAKA” sebagai nama lembaga. Kata PUSAKA dipilih untuk melambangkan semangat para aktivis yang mendirikan lembaga yang concern pada penegakan hak anak dan HAM yang harus dilestarikan dan diwariskan pada generasi berikutnya. b. Yayasan dipilih sebagai bentuk hukum organisasi c. Membentuk divisi anak, divisi Justiabelen (Masyarakat Pencari Keadilan) dan divisi Informasi dan Dokumentasi, Divisi otonomi Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
desa.
Setelah
divisi
dibentuk,
baru
kemudian
dilakukan
pengembangan divisi dengan menyusun SOP (Standar Operation Procedure) divisi.
Selain itu lembaga juga melakukan pengembangan jaringan dengan lembaga-lembaga memiliki isu yang sama yaitu anak, seperti menjadi anggota jaringan Lembaga Non-Pemerintah untuk program aksi penanggulan pekerja anak di Indonesia (JARAK), juga membangun jaringan dengan lembaga yang tidak ber-isu sama seperti menjadi anggota WALHI Sumatera Utara, jaringan lembaga yang konsen pada lingkungan dengan persoalannya. Selain melakukan jaringan dengan LSM, Pusaka juga menjalin kerja sama dengan organisasi profesi seperti organisasi advokat (IKADIN Sumatera Utara), organisasi medis, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan perguruan tinggi. (Sumber : Laporan Tahunan Yayasan Pusaka Indonesia)
4.2 Penyusunan Program Penyusunan rencana program lembaga dilakukan sangat secara sederhana yang dikaitkan dengan visi dan misi lembaga yang disepakati bersama lembaga yang disepakati bersama. Persoalan penegak hukum terhadap anak masih menjadi isu sentral lembaga. Persoalan penegak hukum terhadap anak masih menjadi isu sentral lembaga karena pada saat itu, di Sumatera Utara (Medan) lembaga yang melakukan pendampingan hukum dan tidak melakukan pendampingan hukum terhadap anak karena ketiadaan pengacara dan juga karena ketidakpercayaan dari Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
lembaga-lembaga yang memiliki dampingan anak untuk merefer kasus anak-anak mereka ke LAAI . Selain itu, hubungan kepercayaan secara personal diantara para aktivis, menyebabkan Yayasan Pusaka Indonesia masih tetap mempertahankan isu pendampingan hukum anak. Pada tahun 2003, untuk penampungan anak korban perdagangan manusia, Yayasan Pusaka Indonesia menjalin kerja sama dengan sebuah LSM international, ICMC (International Catholic Migration Commision). Isu lingkungan peradilan yang bersih tetap menjadi konsern lembaga dimana lembaga itu terlibat dalam kerja-kerja berisu tersebut. Pada tahun 2003 ini juga lembaga mulai menjadi isu otonomi sebagai isu ”otonom” yang berdiri sendiri pengerjaannya di dalam lembaga, sehingga dibentuk suatu divisi otonomi daerah, dimana sebelumnya otonomi daerah berada dalam satu divisi dengan Justiabelen (masyarakat pencari keadilan) yang akhirnya digabung dengan divisi anak. Adanya perubahan ini, diharapkan para ”awak” Pusaka dapat lebih maksimal dalam melaksanakannya masing-masing.
4.3 Visi dan Misi Kebijakan dari Yayasan Pusaka Indonesia ini yaitu lebih mengutamakan pada kepentingan anak dimana memiliki visi dan misi yang sangatlah melindungi hak asasi anak. Adapun Visi dari Yayasan ini adalah : 1.
Ikut dan memposisikan visi dan misi yang strategis dalam mempercepat perbaikan dan perubahan kebijakan (isi, struktur dan
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
kultur) perlindungan anak dan lingkungan serta masyarakat pencari keadilan di Indonesia 2.
Membangun sebuah kultur pengorganisasian organisasi non politik dalam bidang perlindungan anak yang demokratis, transformatif dan accountable terhadap segenap stakeholdernya.
3.
Sebagai ikhtiar untuk turut serta mempercepat tumbuh dan kembangnya kekuatan sipil di Indonesia.
Misi dari Yayasan ini adalah : 1. Memberikan bantuan hokum (di dalam dan di luar pengadilan) dan pelayanan sosial lainnya terhadap anak-anak, khususnya anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus (Children in Need Special Protection) dan masyarakat pencari keadilan; 2. Merancang konsep tanding (legal drafting, counter draft dan judicial review) dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di bidang anak dan peradilan yang independent; 3. Melakukan upaya mempengaruhi pembuat dan pelaksanaan kebijakan (lobby, negosiasi, kolaborasi dan lainnya) dalam perlindungan anak; 4. Mempengaruhi pendapat umum (kampanye, siaran pers, jajak pendapat, riset dan lainnya) untuk mempengaruhi perubahan kebijakan perlindungan anak dan masyarakat pencari keadilan; 5. Tekanan dengan proses pengorganisasian masyarakat (pendidikan politik) dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang anak dan masyarakat pencari keadilan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
4.4 Penerima Bantuan yang Dituju Secara spesifik penerima bantuan utama dari program-program yang telah, sedang serta yang direncanakan adalah anak-anak (sesuai dengan UU Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak), komunitas sekolah (anak murid, pegawai, guru), aparatur pemerintahan desa, kelompok-kelompok komunitas, aparatur penegak hukum, birokrat pemerintahan dan komponen swasta.
4.5. Strategi serta metode yang digunakan untuk mencapai tujuan Beragam strategi advokasi yang dikenal dalam perubahan kebijakan publik, seperti penyusunan isi (content) kebijakan, lobby serta pengorganisasian dipergunakan dalam mencapai tujuan lembaga. Metode yang digunakan antara lain, penyusunan draft peraturan, negosiasi, mediasi, aksi, kapasitasi dalam bentuk pelatihan, kampanye kesadaran publik, publikasi media dan penguatan jaringan.
4.6 Kendala serta faktor pendukung untuk Mencapai Tujuan Organisasi Terwujudnya kebijakan (isi, struktur, dan kultur) publik yang berpihak pada anak di Indonesia adalah jalan panjang yang membutuhkan beberapa decade lagi untuk pencapaiannya. Hal ini adalah akibat dari berbagai persoalan structural yang belum terpecahkan oleh Negara. Satu dari berbagai aspek struktural tersebut mismanagement
penyelenggaraan
Negara
yang
pada
ujung-ujungnya
menimbulkan korupsi, pembusukan hukum, pemiskinan dan pengabaian terhadap hak-hak dasar dari warga Negara, termasuk anak.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Disisi lain, secara gradual memang ada sejumlah progres dalam upaya penghormatan terhadap hak-hak anak. Ini bisa dilihat dari lahir dan dibentuknya sejumlah perangkat bagi perlindungan anak di tingkat Nasional dan lokal. Lahirnya sejumlah UU (UU Perlindungan Anak, UU Traffiking, dll) dan gugus tugas Nasional dan Daerah dan berbagai program penguatan kapasitas Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk perlindungan anak merupakan beberapa contoh untuk menunjukkan adanya pemosisian Negara dalam perlindungan anak di Indonesia. Namun, dalam faktanya, berbagai peluang atau faktor pendukung ini, selalu kalah cepat dibandingkan daya rusak dari berbagai prevensi terhadap kemungkinan jatuhnya korban anak di tengah masyarakat melalui berbagai pendidikan, pelatihan dan kampanye media perlindungan anak di kalangan komunitas. Ada baiknya paket-paket penguatan kapasitas komunitas ini sebaiknya juga dibarengi dengan penguatan di sektor ekonomi keluarga, sehingga muncul pertahanan yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan dari luar terhadap komunitas.
4.7 Aspek Organisasi dan Sumber Daya Manusia
4.7.1 Struktur Organisasi Badan Pembina Yayasan Ketua Badan Pembina
: Marasamin Ritonga, SH
Sekretaris Pembina
: Mahadi, SH
Bendahara
: Prof. DR. Ningrum
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Natasya Sirait, SH.,MLI Anggota
: Denny Purba, SH.,LLM Ariffani, SH
Badan Pengawas 1. DR. Mahmul Siregar, SH.,MHum 2. Drs. Zahrin Piliang, MAP 3. Rusdiana, SE
Badan Pengurus Ketua Badan Pengurus
: Edy Ikhsan, SH.,MA
Deputi Badan Pengurus
: Drs. Prawoto
Sekretaris
: Sari Suti H Nasution,SS
Audit Internal
: Kristina Perangin-angin, SE
Bendahara
: Irma Sari, Amd
Kasir
: Nur Azmi
Office Boy
: Suhendra
Security/Keamanan
: Indra
Divisi Anak dan Perempuan Koordinator
: Ifwardi, sh
Anggota
: Helen Napitupulu, SH Fatwa Fadillah
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Divisi Lingkungan dan Demokratisasi Koordinator
: Marjoko, SH
Anggota
: Burhanuddin, MSP
Divisi Litigasi Koordinator
: Elisabeth J. Perangin-angin, SH
Anggota
: Widya Susanti, S.Psi Mitra Lubis, SH
Divisi Riset, Pengembangan dan Indok Koordinator
: Khairul Amri
Anggota
: Yulhasni, SS
4.7.2 Struktur Pengambilan Kebijakan serta Kesahan Organisasi Pusaka Indonesia adalah Badan Hukum berbentuk yayasan (saat ini sedang menyesuaikan diri kepada bentuk UU No. 16 Tahun 2001 yang direvisi menjadi UU No. 28 Tahun 2004).
4.7.3 Dana Dana operasional utamanya berasal dari donor. Dalam hal ini termasuk juga dana yang berasal dari Yayasan (yang dikumpul dari hibah, saving, dll). Dari dua komponen inilah (Donor dan Yayasan), seluruh kebutuhan pelaksanaan program dan operasional kantor (peralatan, sewa gedung, gaji,dan lain-lain) diperoleh. Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
4.8 Program Yayasan Pusaka Indonesia Pusaka Indonesia memiliki program besar yakni: 1. Melakukan Perlindungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum (ABDH). Program ini merupakan suatu program yang berupa perlindungan yang mengarah pada kondisi anak yang mengalami tindak pidana misalnya anak jalanan yang mendapatkan kekerasan dari lingkungan sekitarnya. Perlindungan yang diberikan berupa pendampingan terhadap anak menjadi pelaku tindak pidana (Misalnya : pembunuhan, kejahatan susila, penganiayaan, pencurian, narkotika dan lainnya yang merupakan perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman penjara diatas lima tahun). Dan pendampingan terhadap anak menjadi korban tindak pidana (Misalnya : kekerasan seksual, perdagangan manusia, penganiayaan dan lainnya). Persoalan anak yang berkonflik dengan hukum penjara diatas lima tahun. Persoalan anak yang berkonflik dengan hukum adalah merupakan golongan anak yang membutuhkan perlindungan khusus (children in need protection). Dalam penanganan dan pendampingan hukum yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia diantaranya adalah anak-anak jalanan dan pengangguran. (Ritonga, dkk, 2005 :1) 2. Melakukan Upaya untuk melawan dan mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan, termasuk perdagangan anak dan perempuan (traffiking) adalah Perdagangan anak dan perempuan /manusia sebagai tindakan perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan dan penerimaan seseorang dengan cara ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan,
penculikan,
penipuan,
atau
menerima
pembayaran
atau
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh untuk tujuan eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau praktek-praktek serta penghambaan dan pengambilan organ tubuh. PerananYayasan Pusaka Indonesia dalam mencegah masalah ini yaitu mengupayakan perlindungan hukum yang efektif berspektif korban dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi korban dan juga membangun kembali percaya diri (mental, moral dan sosial) setiap korban, selaku manusia yang mempunyai harkat dan martabat dan hak-hak asasi yang hakiki. (Modul Pelatihan Traffiking 2005) 3. Membangun Koordinasi Penanganan Perempuan dan anak korban Traffiking di Sumtera Utara : Salah satu upaya dari program yang harus dilakukan agar upaya dalam menyelamatkan korban daripada perdagangan manusia itu sendiri khususnya eksploitasi seksual adalah dengan membangun kerjasama (koordinasi) antara lembaga-lembaga non-pemerintah seperti LSM dengan lembaga pemerintah yang bergerak dibidang pemberdayaan perempuan seperti Biro Pemberdayaan Perempuan dimana kerjasama yang dilakukan membuat upaya terhadap suatu kasus dapat lebih cepat dan mudah untuk ditangani 4. Penanganan dan penanggulangan Traffiking di Sumatera Utara : Penanganan dan penanggulangan daripada masalah traffiking merupakan suatu masalah yang tidak dapat dipandang sebelah mata lagi. Banyaknya kasus yang terjadi khususnya di Sumatera Utara, sudah seharusnya membuat para aparat pemerintah baik kepolisian maupun pemerintahan yang bergerak di bidang ini melakukan upaya yang efektif terhadap penanganan dan penanggulangan daripada jumlah kasus perdagangan manusia menjadi berkurang. Baik itu Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah daerah Sumatera Utara yang dapat menjerat para pelaku dari perdagangan manusia tersebut. 5. Melakukan pencegahan anak-anak yang bekerja di sektor buruk. Adapun aktivitas dalam program ini adalah : - Penyusunan draft peraturan daerah Sumatera Utara dalam mencegah anakanak bekerja disektor terburuk di Sumatera Utara. - Penyusunan buku proses pembuatan dan pengesahan peraturan daerah dalam mencegah anak bekerja di sektor terburuk. - Monitoring terpadu dengan aparat pemerintah dan penegak hukum terhadap anak-anak yang bekerja di jermal. - Bantuan hukum bagi anak-anak yang bekerja di sektor terburuk. - Pembuatan publikasi untuk kampanye public menentang pekerja anak di sektor terburuk dan keluarga. - Program pencegahan anak bekerja di sektor terburuk melalui program PKBM. 6. Melakukan penyelamatan anak-anak korban Tsunami dan Gempa bumi di Aceh dan Nias. Aktivitas pada program ini adalah : - Pendataaan anak-anak yang terpisah dengan orangtua dan keluarganya akibat Tsunami dan Gempa di Aceh dan Nias Island. - Pemberian logistik (child food, hygiene kits dan school kits) kepada anakanak korban Tsunami dan gempa di Aceh dan Nias. - Pemberian/pelayanan perwalian (guardian-ship) bagi anak-anak korban tsunami. Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
- Program lifeskill dan Lifehood bagi kelompok perempuan korban konflik dan tsunami di NAD. - Pelayanan traumatic, pendidikan emergency (psikosocial) bagi anak-anak korban tsunami dan gempa di Aceh dan Nias. 7. Melakukan Penguatan Kapasitas Kelompok Anak dan Perempuan dalam Isu Lingkungan dan Demokratisasi. Adapun aktivitas dalam program ini adalah : - Program penguatan komunitas anak dan lingkungan. - Program pendidikan politik bagi perempuan. - Program penguatan kapasitas kelompok rakyat dalam konservasi hutan dan orang utan. - Program pendidikan lingkungan di sekolah.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
4.9 Kantor Yayasan Pusaka Indonesia a. Medan Jl. Setia budi No. 173 E Medan, Sumatera Utara b. Aceh Cc. Punge Blang Cut Lorong Bale Ling. Tuan Dipakeh, Kel. Punge Blang Cut, Kec, Jaya baru. Banda Aceh c. Nias Cc. Teluk Dalam Jl. Pelita Pasir Putih, Kel. Pasir Teluk Dalam, Kec. Teluk Dalam, Kab. Nias Selatan. Cc. Gunung Sitoli Jl. Panti asuhan No. 8 desa Mudik, Kec. Gunung Sitoli, Kab. Nias
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Bagan 2 Struktur Organisasi Yayasan Pusaka Indonesia
YAYASAN PUSAKA INDONESIA
Badan Pengurus
Tim Konsultasi
Direktur Eksekutif
Sekretaris/Adminstrasi
Divisi Anak
Koordinator Program
Bendahara/Keu
Lingkungan dan Demokratisasi
Divisi INDOK
Koordinator Program
Divisi Litigasi
Koordinator Program
Keterangan : Garis _______ : Instruksi Garis ---------- : Koordinasi (Sumber : Kantor Yayasan Pusaka Indonesia, Medan 2008) Setelah dipisah, dibuat struktur organisasi Yayasan Pusaka Indonesia maka berikut ini adalah jumlah staf Yayasan Pusaka Indonesia dimana staf yang Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
ada di Yayasan ini berjumlah 88 orang dengan kriteria : 15 orang staf full-Time, dan 3 orang part-time, serta 70 orang staf kontrak. Secara rinci kategori posisi masing-masing staf dapat diurutkan dalam tabel berikut :
Tabel 2 Kepengurusan Yayasan Pusaka Indonesia No
Jabatan
Jumlah
Badan Pengurus :
1
Ketua Pelaksana
1
Sekretaris
1
Bendahara
1
Anggota
5
Eksekutif : Direktur Eksekutif
1
Sekretaris
1
Bendahara
1
Koordinator Divisi dan menejer Project :
1
-
Divisi anak dan perempuan
-
Divisi lingkungan dan Demokratisasi
-
Divisi Litigasi
-
Divisi Riset, pengembangan Indok
Staf Koordinator Divisi Office boy
1
Staf ahli (Konsultan)
24
Staf kontrak yang bekerja di wilayah Aceh dan Nias
50
88 Sumber :Yayasan Pusaka Indonesia Medan 2007 Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
4.11 Gambaran Lokasi Penelitian Adapun lokasi tempat peneliti mengadakan penelitian terletak di dekat pasar perbelanjaan yang tepatnya sekitar 100 meter jaraknya dai pasar dan jika dilihat secara teliti banyak juga terdapat bangunan yang permanen dipisah dimana bangunan itu ada yang digunakan sebagai tempat membuka usaha dan ada juga sebgai tempat tinggal. Penduduk disekitar lokasi penelitian memiliki beraneka ragam pekerjaan yaitu ada yang berprofesi sebagai pedagang keliling, tukang becak dan sebagainya. Kehidupan penduduk dimana peneliti menagadakan penelitian memiliki keaneka ragaman budaya maupun mata pencaharian dan permasalahan sosial yang bermacam-macam pula. Mayoritas penduduk bersuku batak, jawa dan ada juga yang berasal dari Aceh. Lokasi penelitian berada di Yayasan Pusaka Indonesia yang terletak di Jalan Setia Budi N0. 173 E, Medan. Bangunan Yayasan ini adalah permanen dan biasanya sebagai lembaga bantuan hukum (Advokasi) jika Yayasan lain dalam mengatasi masalah kurang dapat diterima oleh masyarakat. Walaupun yayasan ini tidak mempunyai sanggar, tetapi yayasan ini mendampingi anak dalam menyelesaikan konflik dengan hukum. Keadaan Yayasan Pusaka Indonesia secara rinci dapat dilihat sebagai berikut : 1. Lokasi
: a. Pusat Medan, dekat wilayah pasar perbelanjaan b. Terletak di Jalan Setia Budi
2. Demografik
: a. Daerah perkotaan b. Kebanyakan pedagang keliling
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
3. Fisik
: a. Bangunan permanen b. Sanitasi cukup
4.12. Profil Lembaga 4.12.1 Badan Pengurus Badan pengurus dijalankan oleh 9 orang yang berbeda-beda latar belakang pengalamannya. Susunannya : Ketua
: Marasamin Ritonga, SH
Sekretaris
: Mahadi, SH
Bendahara
: Prof. DR. Ningrum
Anggota
: Edy Ikhsan, MA (ex offocio, Direktur Eksekutif) Natasya Sirait, SH.,MLI Denny Purba, SH.,LLM Kristina, SE Ariffani, SH
4.12.2 Eksekutif Direktur eksekutif dipilih oleh badan pengurus untuk masa jabatan 3 tahun dan jabatannya dibatasi dua periode berturut-turut. Direktur eksekutif juga menjadi anggota badan pengurus. Untuk pelaksanaan harian di lembaga dipilih oleh Direktur Eksekutif sesuai dengan keutuhan lembaga dan program. Secara struktural susunan kepengurusan eksekutif lembaga adalah sebagai berikut :
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
4.13
Direktur Eksekutif
: Edy Ikhsan, MA
Sekretaris
: Sari Suri H Nasution, SS
Bendahara
: Irma Sari, Amd
Koordinator Div. Anak dan Perempuan
: Ifwardi, SH
Koordinator Div. Litigasi
:ElisabethJ.Peranginangin,SH
Koordinator Div. Riset, Pengmb. dan Indok
: Khairul Amri
Koordinator Lingkungan dan Demokratisasi
: Marjoko, SH
Tugas Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia a. Direktur Eksekutif 1. Memimpin jalannya organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi 2. Melaksanakan seluruh program 3. Menetapkan rencana kerja jangka pendek, menengah, panjang 4. Sebagai penanggung jawab tertinggi administrasi dan keuangan eksekutif 5. Membuat kesepakatan dan atau kerjasama dengan pihak ketiga sesuai demgan visi dan misi organisasi 6. Menunjukkan dan mengutus jajaran eksekutif untuk mewakili organisasi keluar sesuai dengan kebutuhan 7. Melakukan pembinaan dan pengembangan kemampuan staf eksekutif 8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Badan Pengurus
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
b. Sekretaris 1. Menjalankan dan mengendalikan sistem administrasi organisasi 2. Mengatur arus surat masuk dan keluar 3. Mengundang dan mempersiapkan rapat-rapat eksekutif 4. Mendokumentasikan semua hasil-hasil pertemuan internal dalam jajaran eksekutif 5. Mengundang/
memberitahukan kepada pihak-pihak
lain
yang
memiliki hubungan kerja dengan organisasi 6. Menerima telepon/ faxmile/ Email dan menyampaikannya kepada pihak-pihak yang terkait dalam jajaran eksekutif 7. Mempersiapkan dokumen-dokumen perjalanan dinas semua eksekutif 8. Menerima dan mendokumentasikan laporan hasil perjalanan dinas semua eksekutif 9. Menerima dan merekap daftar hadir jajaran eksekutif 10. Mengatur
prosedur
dan
sistem
pertanggung
jawaban
setiap
penggunaan inventaris organisasi
c. Bendahara/ Keuangan Administrasi 1. Penanggung jawab keuangan eksekutif 2. Menyusun laporan keuangan baik yang bersifat operasional maupun kepentingan program
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
3. Mengajukan usulan penetapan besaran gaji tunjangan pendapatanpendapatan lain jajaran eksekutif sesuai dengan kemampuan organisasi 4. Membayar gaji, tunjangan dan pendapatan-pendapatan lain kepada semua jajaran eksekutif 5. Membayar uang perjalanan dinas semua staf eksekutif 6. Mengajukan usulan dan mempersiapkan pembayaran gift dan concelence untuk badan pengurus Yayasan Eksekutif. 7. Mempersiapkan dan membayar premi asuransi jajaran eksekutif 8. Bersama kepala divisi mempersiapkan anggaran keuangan setiap program yang diusulkan oleh tiap-tiap divisi 9. Mengajukan usulan anggaran keperluan rumah tangga organisasi sesuai kebutuhan 10. Membayar semua kebutuhan operasional kantor 11. Melakukan pembinaan dan pengembangan kemampuan staf keuangan 12. Melakukan evaluasi terhadap kinerja staf keuangan
d. Divisi-divisi 1. Sebagai penanggung jawab terhadap semua permasalahan sesuai dengan pembidangan yang ada di dalam divisi masing-masing baik bersifat program maupun non program 2. Mempersiapkan rencana kerja divisi baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
3. Mengajukan anggaran dan kebutuhan divisi sesuai prioritas dan kemampuan organisasi 4. Melakukan koordinasi antar sesama divisi sesuai dengan kebutuhan dalam setiap penanganan permasalahan yang dihadapi masing-masing divisi 5. Mengembangkan dan membina kemampuan staf divisi masing-masing 6. Melakukan evaluasi terhadap kinerja staf masing-masing divisi
Tugas-tugas dari setiap divisi secara garis besar yang ada di Yayasan Pusaka Indonesia yaitu a. Divisi Keuangan : Mengatur keuangan 3 divisi yaitu divisi anak dan perempuan, divisi Litigasi, divisi riset, pengembangan dan informasi dokumentasi, mengontrol terhadap implementasi program terhadap visi dan misi, memonitoring secara tahunan yang dilakukan di eksekutif. b. Divisi anak dan perempuan bergerak dalam advokasi dimana melakukan lingkungan hukum bagi anak-anak yang berkonflik dengan hukum,
melakukan
upaya
pencegahan
dan
proteksi
korban
perdagangan anak dan perempuan, melakukan pencegahan pekerja anak dan perempuan, melakukan pencegahan pekerja anak di sektorsektor terburuk. c. Divisi
riset,
informasi
dan
dokumentasi
ialah
memberikan
dokumentasi secara internal dan eksternal, menganalisis informasi Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
secara kuantitatif, mensupport media, memproduksi buku, stiker, membuat website, email dan lain sebagainya. (Sumber : Kantor Yayasan Pusaka Indonesia, Medan 2007)
Tabel 3 Daftar Inventaris Yayasan Pusaka Indonesia No
Nama
Tanggal
Keterangan
Kondisi
pembelian 1.
Komputer
merek
1 unit
Samsung 2.
Tv Polytron 21 inc
1 unit
3.
Ac merek Dast
1 unit
4.
Meja
rapat
ruang
1 unit
LG,
1 unit
pertemuan 5.
Komputer
(Layar
CPU Digital) 6.
Printer HP Deskjet 3744
1 unit
7.
Komputer
LG,
4 unit
Faximile
1 unit
(Layar
CPU Samsung) 8.
Mesin Panasonic
9.
Pesawat telepon
2 unit
10. Mobil Toyota Kijang
1 unit
11. Generetor
1 unit
12. Note
Book
Merek
2 unit
Toshiba 13. Mobil Suzuki APV
1 unit
14. Kamera Digital Canon 3
4 unit
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Pixel 15. Tong sampah besar
3 unit
16. Tong sampah kecil
4 unit
17. Notebook merek ACER
3 unit
18. Meja staf merek Olympic
3 unit
19. Scanner merek cannon
1 unit
20. Telepon flexy Home
1 unit
21. Kursi putar merek Donati
1 unit
22. Filling
merek
1 unit
23. Rak buku merek Olympic
5 unit
24. Lemari
2 unit
cabiner
Mitsuwa
bekas
merek
Yunika 25. Kalkulator merek Citical
1 unit
26. Kalkulator merek citizen
1 unit
27. Kursi putar besar
1 unit
28. White board
3 unit
29. Kursi lipat merek Chitos
10 unit
30. Kipas angina merek ACO
1 unit
31. Lemari
berkas
merek
2 unit
director
merek
1 unit
angin
merek
1 unit
Olympic 32. Meja Expo 33. Kipas Maspion 34. Kursi Plastik
1 unit
35. Meja staf merek Master
1 unit
36. Kipas
1 unit
angina
merek
Miyako 37. Meja rapat ruang tengah
1 unit
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
38. Lemari
berkas
merek
1 unit
Mitsuwa 39. Lampu emergency
2 unit
40. Sepeda motor Karisma
1 unit
41. Sepeda
1 unit
motor
Honda
6665 FV 42. Kamera Braun
1 unit
43. Meja Staf
1 unit
44. Meja staf merek Expo
2 unit
45. Meja staf merek Solid
13 unit
46. Meja staf merek Olympic
3 unit
47. Komputer merek ACER
2 unit
48. AC merek LG
3 unit
49. Printer Cannon Pixma IP
5 unit
1000 Sumber : Kantor Pusaka Indonesia, Medan 2007
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
BAB V ANALISIS DATA Pada bab V ini dijelaskan analisis data penelitian yang diperoleh dari penyebaran angket, wawacancara, observasi langsung terhadap klien binaan Yayasan Pusaka Indonesia serta berdasarkan studi kepustakaan. Penyebaran angket kepada klien dilakukan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Wawancara dan observasi dilakukan di lembaga ataupun mengunjungi klien dan keluarganya. Analisis yang disajikan adalah mengenai pengaruh faktor-faktor internal keluarga terhadap tindak kekerasan pada perempuan. Berdasarkan hasil penelitian, data yang diperoleh melalui wawancara, observasi serta penyebaran angket diproses dari data tentang: a. Identitas responden yang meliputi: umur, agama,urutan anak dan jumlah bersaudara, tingkat pendidikan responden, pekerjaan orangtua, dan endidikan terakhir orangtua. b. Faktor-faktor internal keluarga responden meliputi : status sosio-ekonomi, keutuhan keluarga, cara kepemimpinan dan kebiasaan orangtua, status anak dalam keluarga dan tingkah laku religi. c. Tindak kekerasan terhadap perempuan meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
5.1 Identitas Responden Responden pada penelitian ini adalah seluruh perempuan korban dari tindak pidana kekerasan dan menjadi binaan Yayasan Pusaka Indonesia. Responden terdiri dari 25 orang yaitu berumur 3 tahun hingga 41 tahun. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari tabel 1 dibawah ini Tabel 4 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur No
Usia
Frekuensi
(%)
1
3 – 6 tahun
4
16
2
7 – 10 tahun
1
4
3
11 – 13 tahun
1
4
4
14 – 17 tahun
6
24
5
18 – 21 tahun
4
16
6
22 – 25 tahun
6
24
7
26 – 29 tahun
2
8
8
30 – 33 tahun
0
0
9
34 – 37 tahun
0
0
10
38 – 41 tahun
1
4
25
100
Total
Sumber: Hasil olah data kesioner, Desember 2008 Data pada tabel 4 menunjukkan bahwa dari 25 responden, yang berusia antara 3 – 6 tahun ada sebanyak 16 %, usia 17 – 110 tahun sebanyak 4 %, kemudian usia antara 11 – 13 tahun ada sebanyak 4 %, sedangkan responden yang berusia 14 – 17 tahun sebanyak 24 %. Responden usia antara 18 – 21 tahun terdapat sebanyak 16 %, pada usia 22 – 25 ada sebanyak 24 %, sedangkan berusia 26 – 29 tahun terdapat sebanyak 8 %, sementara pada usia antara 30 – 33 tahun Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
dan usia antara 34 – 37 tahun tidak terdapat responden, dan usia antara 38 – 41 tahun ada sebanyak 4 %. Data tersebut menunjukkan bahwa perempuan korban tindak kekerasan rentan terjadi pada usia remaja yaitu antara 14 – 17 tahun dan usia dewasa antara antara 22 – 25 tahun, dimana pada usia tersebut senang bergaul dengan banyak orang dan sedang dalam proses mengenal jati diri.
Tabel 5 Daftar Distribusi Responden Berdasarkan agama No
Agama
1
Islam
2
Kristen Protestan Total
Frekuensi
(%)
24
96
1
4
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Agama merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan manusia, dimana dapat mengendalikan setiap sikap dan tingkah laku baik dalam ruang lingkup keluarga bahkan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agama juga merupakan petunjuk dan pedoman bagi manusia untuk menjaga sikap dan menghindarkan diri dari hal – hal yang bertentangan dengan agama. Dari data responden pada tabel 5, dapat dilihat bahwa mayoritas responden memeluk agama Islam yaitu sebanyak 96 % dan responden yang memeluk agam Kristen Protestan ada sebanyak 4 %, sedangkan agama Kristen katolik, Budha dan Hindu berfrekuensi 0 atau 0 %. Data responden tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan korban tindak kekerasan yang melapor pada pihak Pusaka Indonesia mayoritas adalah beragama Islam. Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 6 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Urutan Anak No
Anak ke
Frekuensi
(%)
10
40
1
Pertama
2
Kedua
4
16
3
Ketiga
5
20
4
Keempat
4
16
5
Kelima
1
4
6
Keenam
0
0
7
Ketujuh
1
4
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Dalam sebuah Keluarga, urutan anak juga sangat berpengaruh terhadap kebiasaan, tugas dan tanggung jawab. Pada umumnya orangtua memberikan tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda berdasarkan urutan kelahiran si anak. Dari tabel 6 di atas, dapat diketahui bahwa anak pertama terdiri dari 10 responden atau sebesar 40 %, anak kedua ada sebanyak 4 responden atau 16 %, sedangkan 5 responden atau sebesar 20 % merupakan anak ketiga, selanjutnya 4 responden atau sebesar 16 % merupakan anak keempat, 1 responden atau sebesar 4 % adalah anak kelima, tidak terdapat responden anak keenam dan terdapat 1 responden atau sebesar 4 % anak ketujuh. Data tersebut menunjukkan bahwa urutan anak dalam keluarga di dominasi oleh anak pertama, ketiga, kedua dan anak keempat. Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti pendominasian anak pertama sebagai korban tindak kekerasan disebabkan oleh tidak mempunyai biaya melanjutkan sekolah dan adanya rasa tanggung jawab sebagai anak sulung yaitu membantu Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
orangtua bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk membiayai adik-adiknya. Tabel 7 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Bersaudara No
Jumlah bersaudara
Frekuensi
(%)
1
1
4
16
2
2
2
8
3
3
6
24
4
4
5
20
5
5
0
0
6
6
2
8
7
7
3
12
8
8
3
12
Total
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Jumlah bersaudara dalam keluarga tidak dapat dianggap hal yang tidak penting
karena
dapat
dianalisis
bahwa
dari jumlah
bersaudara dapat
memungkinkan perhatian orangtua hanya terfokus pada beberapa responden saja sedangkan responden yang lain kurang mendapatkan perhatian atau merasa dikesampingkan dalam keluarga. Tidak adanya perhatian penuh dan kurangnya pengawasan dari orangtua dapat menyebabkan responden salah melangkah sehingga terjerumus pada hal-hal negatif yang tidak diinginkan oleh siapapun, seperti menjadi korban tindak kekerasan. Berdasarkan tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa jumlah bersaudara yang terdiri dari 1 orang atau disebut sebagai anak tunggal adalah sebanyak 4 responden atau sebesar 16 %, jumlah bersaudara dalam keluarga yang terdiri dari 2 orang sebanyak 2 responden atau sebesar 8 %, Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
jumlah bersaudara dalam keluarga yang terdiri dari 3 orang terdapat 6 responden atau sebesar 24 %, sedangkan jumlah bersaudara dalam keluarga terdiri dari 4 orang ada sebanyak 5 responden atau sebesar 20 %, tidak terdapat responden yang terdiri dari 5 orang jumlah bersaudara dalam keluarga, jumlah bersaudara dalam keluarga yang terdiri dari 6 orang terdapat 2 responden atau sebesar 8 %, sementara jumlah bersaudara dalam keluarga yang terdiri dari 7 orang ada 3 responden atau sebesar 12 % dan jumlah bersaudara dalam keluarga yang terdiri dari 8 orang ada sebanyak 3 responden atau sama denagan sebesar 12 %.
Tabel 8 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No
Pendidikan
Frekuensi
(%)
8
32
1
SD
2
SMP
10
40
3
SMU
4
16
4
Perguruan Tinggi
0
0
5
Belum sekolah
3
12
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat memengaruhi perkembangan seseorang. Melalui pendidikan seseorang dapat banyak belajar dan dapat membentuk cara berpikir seseorang, membentuk moralitas, norma serta kepribadian yang baik agar dapat beradaptasi dengan lingkungan dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sehingga dapat hidup baik dan memahami batas-batas wajar dalam melakukan setiap tindakan. Data pada Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
tabel 8 di atas menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan terakhir SD terdapat 8 responden atau sebesar 32 %, responden yang pendidikan terakhirnya SMP ada sebanyak 10 orang atau 40 %, sedangkan yang berpendidikan terakhir SMU terdapat 4 responden atau sebesar 16 % dan responden yang berpendidikan terakhir Perguruan tinggi tidak ada terdapat atau 0 %, responden lainnya yaitu ada sebanyak 3 responden atau sebesar 12 % yaitu responden yang belum bersekolah.
Tabel 9 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ayah No
Pekerjaan Ayah
Frekuensi
(%)
1
Polisi
1
4
2
Wiraswasta
6
24
3
Supir
5
20
4
Buruh
3
12
5
Petani
3
12
6
Tukang
1
4
7
Almarhum
5
20
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Data pada tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa pekerjaan Ayah responden sebagai polisi ada 1 responden atau sebesar 4 %, pekerjaan Ayah responden sebagai Wiraswasta ada sebanyak 6 responden atau sebesar 24 %, responden yang pekerjaan Ayah sebagai supir terdiri dari 5 orang atau sebesar 20 %, sementara pekerjaan Ayah responden sebagai Buruh dan Petani masing-masing 3 responden atau masing-masing sebesar 12 %, responden yang pekerjaan Ayah sebagai Tukan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
ada 1 responden atau sebesar 4 %, dan responden yang Ayahnya sudah meninggal dunia atau Almarhum yang terdiri dari 5 responden sebesar 20 %. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga responden merupakan mayoritas golongan ekonomi menengah ke bawah.
Tabel 10 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu No
Pekerjaan Ibu
Frekuensi
(%)
1
Karyawan Bank
1
4
2
Wiraswasta
1
4
3
Pedagang
5
20
4
Buruh
2
8
5
Ibu Rumahtangga
11
44
6
Almarhum
5
20
Total
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa pekerjaan ibu responden sebagai karyawan bank ada 1 responden atau sebesar 4 %, pekerjaan ibu responden sebagai wiraswasta juga ada 1 responden atau sebesar 4 %, pekerjaan ibu responden sebagai Pedagang ada sebanyak 5 atau sebesar 20 %, sedangkan pekerjaan ibu responden sebagai Buruh terdapat 2 responden atau sebesar 8 %, pekerjaan ibu responden yang merupakan Ibu Rumahtangga ada sebanyak 11 responden atau sebesar 44 % dan terdapat 5 responden yang Ibunya sudah meninggal dunia atau almarhum. Data tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan ibu responden sebagai ibu rumahtangga merupakan jumlah yang terbanyak dan berarti Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
bahwa ibu banyak menghabiskan waktu untuk mengurusi, memperhatikan dan mengawasi anak sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat memberi pelajaran nasehat apalagi Ibu merupakan orang terdekat bagi anak dalam keluarga untuk bercerita dan berbagi sehingga peran Ibu sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anaknya.
Tabel 11 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Ayah No
Pendidikan Terakhir Ayah
Frekuensi
(%)
1
Tidak tamat SD
9
36
2
Tamat SD
9
36
3
Tidak tamat SMP
1
4
4
Tamat SMP
2
8
5
Tidak tamat SMA
0
0
6
Tamat SMA
4
16
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Latar belakang pendidikan orangtua dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak-anaknya. Orangtua yang berlatar belakang pendidikan yang baik dapat mengatur dan menentukan seperti apa anaknya kelak, untuk itu seorang ayah sebagai kepala keluarga harus bisa bersikap lebih bijaksana, tegas dan adil dalam mengurus anak dan dalam menghadapi segala persoalan dalam keluarga. Dari tabel 11 diatas dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir Ayah responden yang tidak tamat SD terdiri dari 9 responden atau sebesar 36 %, pendidikan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
terakhir Ayah responden yang tamat SD ada sebanyak 9 responden atau sebesar 36 %, pendidikan terakhir Ayah responden yang tidak tamat SMP terdiri dari 1 responden atau sebesar 4 %, pendidikan terakhir Ayah responden yang tamat SMP ada sebanyak 2 responden atau sebesar 8 %, tidak terdapat responden yang pendidikan terakhir Ayahnya tidak tamat SMA atau 0 %, dan pendidikan terakhir Ayah responden yang tamat SMA ada sebanyak 4 responden atau sebesar 16 %. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan terakhir Ayah responden persentase tertinggi adalah tidak tamat SD dan tamat SD.
Tabel 12 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Ibu No
Pendidikan terakhir ibu
Frekuensi
(%)
13
52
1
Tidak tamat SD
2
Tamat SD
5
20
3
Tidak tamat SMP
1
4
4
Tamat SMP
0
0
5
Tidak tamat SMA
0
0
6
Tamat SMA
6
24
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Pendidikan Ibu juga sangat berpengaruh bagi Ibu sebagai orang yang pada umumnya dekat dengan anak. Latar belakang pendidikan dan ajaran seorang Ibu merupakan contoh yang sering ditiru anak khususnya anak perempuan. Berdasarkan data di atas menunjukkan pendidikan terakhir Ibu responden yang Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
tidak tamat SD adalah sebanyak 13 responden atau sebesar 52 %, pendidikan terakhir Ibu responden yang tamat SD ada sebanyak 5 responden atau sebesar 20 %, pendidikan terakhir Ibu responden yang tidak tamat SMP terdiri dari 1 responden atau sebesar 4 %, sedangkan pendidikan terakhir Ibu yang tamat SMP dan tidak tamat SMA masing-masing tidak terdapat responden atau masingmasing 0 %, pendidikan terakhir Ibu responden yang tamat SMA ada sebanyak 6 responden atau sebesar 24 %. Dari data di atas diperoleh kesimpulan bahwa ratarata pendidikan terakhir Ibu adalah tidak tamat SD dan merupakan suatu bukti nyata bahwa Perempuan masih merupakan kaum minoritas dalam hal pendidikan.
5.2 Faktor-faktor Internal Keluarga 5.2.1 Faktor sosio ekonomi Tabel 13 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan bekerja/ tidak bekerja No
Status responden
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Bekerja
14
56
2.
Tidak bekerja
11
44
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Berdasarkan Frekuensi jawaban responden pada tabel 13 dapat dilihat bahwa responden yang bekerja terdiri dari 14 responden atau sebesar 56 % dan terdapat 11 responden atau sebesar 44 %. Data tersebut menunjukkan bahwa responden yang bekerja lebih banyak daripada responden yang tidak bekerja, walaupun hanya terdapat sedikit perbedaan antara jumlah responden yang bekerja Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
dan responden yang tidak bekerja. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, peneliti memperoleh keterangan bahwa mereka harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun untuk membantu biaya sekolah adik-adiknya. Mereka menyadari bahwa penghasilan orangtua mereka tidaklah mencukupi, serta tidak jarang diantara mereka terpaksa berhenti bersekolah untuk bekerja.
Tabel 14 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ayah bekerja/ tidak bekerja No
Status Ayah
Frekuensi
(%)
20
80
1
Bekerja
2
Tidak bekerja
5
20
Total
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Tugas seorang ayah sebagai kepala rumahtangga adalah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, namun latar belakang pendidikan yang rendah membuat mereka hanya memperoleh gaji atau upah yang pas-pasan bahkan berdasarkan observasi kenyataannya upah tersebut masih sangat kurang dari cukup. Keluarga yang sudah tidak mempunayi ayah sebagai kepala keluarga, ibu dan anak sulunglah yang biasanya menggantikan posisi tersebut. Berdasarkan Frekuensi jawaban responden dari tabel 14 dapat diketahui bahwa Ayah responden yang bekerja ada sebanyak 20 responden atau sebesar 80 %, sedangkan Ayah responden yang tidak bekerja ada sebanyak 5 responden atau sebesar 20 %. Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Data tersebut, pada dasarnya dari 25 responden, semua Ayah responden adalah bekerja sementara 5 responden atau sebesar 20 % Ayah responden yang tidak bekerja adalah disebabkan oleh Ayah responden sudah tidak ada atau meninggal dunia sehingga tidak dapat menafkahi keluarganya.
Tabel 15 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ibu bekerja/ tidak bekerja No
Status Ibu
Frekuensi
(%)
1
Bekerja
10
40
2
Tidak bekerja
15
60
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Keluarga yang memiliki perekonomian yang pas-pasan menuntut seorang ibu untuk bekerja membantu suaminya, namun tidak jarang mereka juga hanya dirumah dan berprofesi sebagai ibu rumahtangga. Sebagian dari ibu tersebut mengatakan tidak mudah untuk menjalani peran ganda yaitu bekerja dan sekaligus harus mengurusi rumahtangga dan dari hasil wawancara, beberapa ibu mengaku tidak memiliki keterampilan untuk bekerja dan bahkan tidak lulus SD. Berdasarkan Frekuensi jawaban responden pada tabel 15 di atas menunjukkan bahwa Ibu responden yang bekerja terdiri dari 10 responden atau sebesar 40 %, dan Ibu responden yang tidak bekerja ada sebanyak 15 responden. Dari data tersebut diketahui bahwa persentase Ibu responden yang tidak bekerja lebih besar daripada persentase Ibu responden yang tidak bekerja. Berdasarkan observasi dan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
analisis peneliti menyimpulkan bahwa kemungkinan besar yang menyebabkan Ibu responden tidak bekerja adalah latar belakang pendidikan yang tergolong rendah dan merasa lebih baik tinggal di rumah untuk mengurusi rumahtangga saja.
Tabel 16 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Rata-rata Pendapatan Kedua Orangtua/ Bulan No
Pendapatan rata-rata
Frekuensi
(%)
1
Di bawah Rp. 200.000/ bulan
13
52
2
Rp. 200.000 – 500.000/ bulan
9
36
3
Rp. 600.000 – 1.000.000/ bulan
1
4
4
Di atas Rp. 1.000.000/ bulan
2
8
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Jumlah pendapatan orangtua merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan keluarganya. Pada umumnya jika jumlah pendapatan orangtua mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan keluarga dan sebaliknya jika pendapatan orangtua rendah atau belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka semakin rendah juga tingkat kesejahteraan keluarga. Dari tabel 16 diketahui bahwa responden yang rata-rata pendapatan orangtua di bawah Rp. 200.000/ bulan ada 13 responden atau sebesar 52 %, responden yang rata-rata pendapatan orangtua berkisar antara Rp. 200.000 – 500.000/ bulan ada sebanyak 9 responden atau sebesar 36 %, sedangkan responden yang rata-rata pendapatan orangtua antara Rp. 600.000 – 1.000.000 Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
adalah 1 responden, dan responden yang rata-rata pendapatan orangtua Rp. 1.000.000 ke atas ada sebanyak 2 responden atau sebesar 8 %. Dari rata-rata pendapatan keseluruhan responden tersebut jumlah tertinggi adalah orangtua responden yang berpendapatan Rp. 200.000 ke bawah yang artinya bahwa keluarga responden rata-rata adalah dari golongan ekonomi lemah. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Posmetro Medan Sabtu, 3 Januari 2009 bahwa standar Upah Minimum Regional (UMR) berkisar Rp. 991.000 dan bila dibandingkan dengan rata-rata upah orangtua responden masih belum memenuhi standar upah minimum regional. Ditinjau dari indikator kebutuhan minimum yaitu terpenuhinya kebutuhan pokok yaitu nutrisi makanan, pendidikan, kesehatan, sanitasi, air dan perumahan maka keluarga responden masih belum mencapai standar indikator-indikator tersebut.
Tabel 17 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan menetap atau tidaknya pekerjaan Orangtua No
Menetap/ tidak menetap
Frekuensi
(%)
1
Ya
12
48
2
Tidak
13
52
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Berdasarkan tabel 17 di atas dapat dilihat bahwa responden yang orangtuanya mempunyai pekerjaan menetap berjumlah 12 responden atau sebesar 48 %, dan responden yang orangtuanya tidak mempunyai pekerjaan yang menetap Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
ada sebanyak 13 responden atau sebesar 52 %. Data tersebut menunjukkan perbedaan yang tipis antara orangtua responden yang mempunyai pekerjaan yang menetap dan orangtua responden yang tidak mempunyai pekerjaan yang menetap namun jumlah responden yang orangtuanya mempunyai pekerjaan yang tidak menetap lebih tinggi persentasenya. Rata-rata orangtua responden yang tidak memiliki pekerjaan yang menetap dikarenakan mereka bekerja hanya sebagai buruh harian lepas yang hanya diperkerjakan jika dibutuhkan serta mendapat upah yang berbeda-beda pula dan hal tersebut merupakan faktor penyebab rendahnya pendapatan dan membuat banyak responden berusaha bekerja untuk membantu orangtuanya. Orangtua responden yang mempunyai pekerjaan menetap beberapa diantaranya juga mengaku memperoleh gaji dibawah standar dan masih sangat kurang untuk membiayai keluarganya.
Tabel 18 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan sedang bersekolah/ tidak No
Status pendidikan
1
Bersekolah
2
Tidak sekolah Total
Frekuensi
(%)
2
8
23
92
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Sekolah merupakan tempat untuk memperoleh ilmu, dan perkembangan moral serta potensi diri lebih banyak digali pada saat dilingkungan sekolah. Data pada tabel 18 menunjukkan bahwa responden yang bersekolah ada 2 responden Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
atau sebesar 8 %, yaitu masing-masing sekolah di SD Muhammadiyah dan SMP PGRI 8. Sedangkan responden yang tidak bersekolah ada sebanyak 23 responden atau sebesar 92 %. Data yang diperoleh tersebut jumlah terbanyak adalah responden yang tidak bersekolah sebanyak 23 responden. Setiap responden memiliki alasan yang berbeda-beda ketika peneliti bertanya mengapa mereka tidak bersekolah. Alasan dari 23 orang responden yang tidak bersekolah adalah sebanyak 10 responden alasannya tidak ada biaya untuk bersekolah dan meneruskan sekolah dan sebagian dari mereka sedang bekerja, 6 orang sudah bekerja dan tidak ingin melanjutkan sekolahnya, 3 responden belum bersekolah, 2 responden selanjutnya sudah menikah dan 2 responden sisanya putus sekolah akibat bermasalah dengan pihak sekolah.
Tabel 19 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Orangtua/ keluarga memperhatikan kegiatan responden saat bersekolah No
Perhatian orangtua
1.
Selalu
2.
Tidak selalu Total
Frekuensi
(%)
5
20
20
80
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Pada tabel 19 diketahui bahwa responden yang menjawab orangtua/ keluarga selalu memperhatikan kegiatan bersekolah ada sebanyak 5 responden atau sebesar 20 %, sedangkan orangtua/ keluarga yang tidak selalu memperhatikan kegiatan bersekolah menurut jawaban responden terdapat 20 Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
responden atau sebesar 80 %. Data tersebut menunjukkan bahwa orangtua responden yang tidak selalu memperhatikan kegiatan bersekolah responden lebih banyak daripada orangtua responden yang tidak selalu memperhatikan kegiatan bersekolah responden. Berdasarkan hasil observasi ada orangtua yang hanya bekerja dan berpikir tugasnya adalah sebatas memenuhi kebutuhan materi saja dan tanpa mereka sadari mereka sudah mempertaruhkan masa depan anak dengan tidak memperhatikan kegiatan anak yang sedang bersekolah dan ada juga yang berpendapat bahwa si anak sudah harus bisa menentukan apa-apa saja hal terbaik yang dapat dilakukan si anak. Sementara dalam struktur keluarga terdapat fungsi sosial dimana pada umumnya, orangtua memiliki peran dalam rangka membentuk individu yang bertanggung jawab, mandiri, dan kreatif melalui sosialisasi.
5.2.2 Faktor Keutuhan keluarga Tabel 20 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan mempunyai orangtua lengkap atau tidak No
Orangtua responden
Frekuensi
(%)
1
Lengkap
15
60
2
Tidak lengkap
10
40
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Keberadaan dan lengkapnya kedua orangtua sangat mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Anak yang sudah tidak memiliki orang tua biasanya bersikap keras dan kasar sementara anak yang masih memiliki kedua orang tua Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
pada dasarnya bersikap lebih baik karena mendapat pelajaran dan pengajaran dari kedua orangtuanya karena seorang anak sebagai bagian anggota keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak akan terlepas dari lingkungan dimana dia dibesarkan atau awal dimana anak mendapatkan pengalaman belajar. Responden yang mempunyai orangtua lengkap berdasarkan tabel 20 adalah sebanyak 15 responden atau sebesar 60 %, dan responden yang tidak memiliki orang tua lengkap ada sebanyak 10 responden atau sebesar 40 % yang disebabkan meninggalnya salah satu dari orang tua responden dimana Yatim terdiri dari 5 responden dan piatu terdiri dari 5 responden. Untuk itu dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mempunyai orangtua yang lengkap lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan jumlah responden yang tidak mempunyai orangtua yang lengkap.
Tabel 21 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan intensitas Ayah dan Ibu bertengkar No
Intensitas bertengkar
Frekuensi
(%)
1
Sangat sering
0
0
2
Sering
6
24
3
Jarang
18
72
4
Tidak pernah
1
4
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Berdasarkan Frekuensi Jawaban responden tentang intensitas Ayah dan Ibu bertengkar, data pada tabel 21 dijelaskan bahwa tidak terdapat responden yang Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
intensitas Ayah dan Ibunya bertengkar sangat sering atau 0 %, responden yang intensitas Ayah dan Ibunya bertengkar sering ada 6 responden atau sebesar 24 responden, sedangkan responden yang intensitas Ayah dan Ibunya bertengkar jarang ada sebanyak 18 responden atau sebesar 72 %, dan responden yang intensitas Ayah dan Ibunya bertengkar tidak pernah ada 1 responden atau sebesar 4 %. Dari keseluruhan data yang diperoleh persentase jawaban responden terbanyak adalah responden yang intensitas Ayah dan Ibunya jarang bertengkar atau dapat disimpulkan bahwa rata-rata keluarga responden memiliki intensitas Ayah dan Ibu bertengkar yang rendah. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata keluarga responden menunjukkan ketidak utuhan interaksi keluarga, dimana antara anggota keluarga yang satu dengan anggota lainnya tidak berlangsung interaksi sosial yang wajar (harmonis) padahal seharusnya di dalam sebuah keluarga itu interaksi sosial individu berdasarkan simpati, dimana ia pertama-tama belajar untuk memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerjasama dan saling membantu.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 22 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan selalu makan bersama atau tidak dengan Keluarga No
Makan bersama
Frekuensi
(%)
11
44
1
4
13
52
1
Selalu
2
Sangat Jarang
3
Jarang
4
Tidak pernah
0
0
Total
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Salah satu faktor yang memperlihatkan keutuhan keluarga adalah dilihat dari kebiasaan-kebiasaan baik yang ditanamkan dalam keluarga dan salah satu diantaranya adalah budaya makan bersama yang dapat menunjukkan bahwa sebuah keluarga dapat dikatakan harmonis atau tidak. Berdasarkan data tentang kebiasaan makan bersama dalam keluarga pada tabel 22 diketahui responden yang selalu makan bersama dengan keluarga adalah sebanyak 11 responden, responden yang sangat jarang makan bersama dengan keluarga ada 1 responden atau sebesar 4 %, sementara responden yang jarang makan bersama dengan keluarga ada sebanyak 13 responden atau sebesar 52 % dan tidak ada responden yang tidak pernah makan bersama dengan keluarganya. Data terbanyak dari jawaban responden dari data tersebut adalah jarang makan bersama dengan keluarga yang sekaligus menunjukkan bahwa rata-rata responden masih memiliki tingkat kesadaran yang
rendah akan pentingnya kebersamaan dalam meningkatkan
keutuhan keluarga.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 23 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan orangtua selalu pergi bersama atau tidak bila ada acara (undangan pesta) No
Orangtua pergi bersama
1.
Selalu
2.
Sangat jarang
3.
Jarang
4.
Tidak pernah Total
Frekuensi
Persentase (%)
11
44
1
4
13
52
0
0
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Kekompakan orangtua juga merupakan faktor lain yang sangat menentukan keutuhan keluarga. Dari tabel 23 dapat dilihat bahwa responden yang menjawab orangtuanya selalu pergi bersama bila ada acara/ undangan pesta adalah sebanyak 11 responden atau sebesar 44 %, responden yang menjawab orangtuanya sangat jarang pergi bersama bila ada acara/ undangan pesta ada 1 responden atau sebesar 4 %, sementara responden yang orangtuanya jarang pergi bersama bila ada acara/ undangan pesta terdapat 13 responden atau sebesar 52 %, dan tidak ada responden yang menjawab orangtuanya tidak pernah pergi bersama bila ada acara/ undangan pesta atau sebesar 0 %. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa jawaban responden terbanyak adalah orangtuanya yang jarang pergi bersama bila ada acara/ undangan pesta. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata keluarga responden kurang harmonis. Sama halnya dengan kebiasaan orangtua bertengkar ataupun budaya-budaya sederhana seperti makan bersama, kekompakan kedua orangtua pun pada saat bepergian dalam mengikuti acara dan undangan-undangan seperti contohnya undangan pesta juga dapat menunjukkan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
interaksi sosial individu berdasarkan simpati, dimana ia pertama-tama belajar untuk memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerjasama dan saling membantu dengan anggota keluarga yang lain.
Tabel 24 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan perselisihan dalam keluarga menimbulkan tindak kekerasan atau tidak No
Perselisihan menimbulkan kekerasan
1
Pernah
2
Tidak pernah Total
Frekuensi
(%)
1
4
24
96
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Pernah tidaknya perselisihan dalam keluarga yang menimbulkan tindak kekerasan terhadap dan oleh anggota keluarga dapat menyebabkan perpecahan dalam keluarga karena pemukulan yang terjadi bisa membuat seseorang anggota keluarga tidak dihargai atau merasa direndahkan serta dapat menimbulkan dampak yang fatal seperti adanya perasaan benci atau dendam antara satu dengan yang lain atau tumbuhnya bibit baru yang meniru sikap tersebut. Berdasarkan tabel 24 di atas, responden yang menjawab pernah terjadi perselisihan dalam keluarga yang menimbulkan tindak kekerasan terhadap dan oleh anggota keluarga ada 1 responden atau sebesar 4 % yaitu pemukulan yang dilakukan oleh Ayah terhadap anaknya sehingga terdapat luka lebam akibat kenakalan anak serta suka melawan orangtua. Hal tersebut tidak seharusnya terjadi karena seorang ayah seharusnya bisa jadi teladan bagi anaknya dan ketika si anak melakukan sebuah Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
kesalan tugas orangtua adalah membimbing anak tersebut agar tidak mengulanginya. Dalam keseharian orangtua dapat menerapkan proses sosialisasi pengkondisian dengan pemberian mekanisme hukuman atau imbalan, dimana anak akan mempertahankan tingkah laku yang baik bila mendapat imbalan dan sebaliknya anak akan menghindari tingkah laku buruk karena akan mendapat hukuman. Responden yang menjawab tidak pernah terjadi perselisihan dalam keluarga yang menimbulkan tindak kekerasan terhadap dan oleh anggota keluarga ada sebanyak 24 responden atau sebesar 96 %. Data tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden terbanyak mengatakan bahwa tidak pernah terjadi perselisihan yang menimbukan tindak kekerasan terhadap dan oleh keluarga.
Tabel 25 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kepada siapa responden Bercerita/ mengungkapkan permasalahan No
Mengungkapkan masalah
Frekuensi
(%)
1
4
1
Ayah
2
Ibu
11
44
3
Kakak
10
40
4
Adik
2
8
5
Lainnya
1
4
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Saat
seseorang
sedang
dalam
masalah
biasanya
bercerita
atau
mengungkapkan permasalahan kepada orang lain yang dipercayainya dan dalam keluarga biasanya seseorang mempunyai tempat untuk membagi masalah. Dilihat Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
dari tabel 25, responden yang bercerita/ mengungkapkan permasalahannya kepada Ayah ada 1 responden atau sebesar 4 %, responden yang bercerita/ mengungkapkan permasalahannya kepada Ibu ada sebanyak 11 responden atau sebesar 44 %, responden yang bercerita/ mengungkapkan permasalahannya kepada kakak ada sebanyak 10 responden atau sebesar 40 %, sedangkan responden yang bercerita/ mengungkapkan permasalahannya pada adik terdapat 2 responden atau sebesar 8 %, dan terdapat 1 responden atau sebesar 4 % yang bercerita/ mengungkapkan permasalahannya kepada orang lain yaitu pada kakeknya. Dari keseluruhan data yang diperoleh, jumlah terbanyak adalah sebanyak 11 responden yang mengaku lebih nyaman bercerita/ mengungkapkan permasalahan kepada Ibunya kemudian diikuti responden yang bercerita/ mengungkapkan permasalahannya kepada kakaknya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden atau korban tindak kekerasan rata-rata merasa lebih nyaman bercerita dengan sesama kaum perempuan. Data tersebut menunjukkan masih kurangnya perhatian Ibu maupun sesama perempuan sebagai sesama perempuan yang seharusnya bisa lebih peka untuk bertanya maupun berdiskusi tentang masalah atau kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh responden sehingga setiap permasalahan dapat di selesaikan dengan cepat atau dapat dicegah sebelum terjadi.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 26 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan masalah yang dialami dibicarakan kemudian diselesaikan bersama-sama atau tidak No
Masalah dibicarakan bersama
1
Ya
2
Tidak Total
Frekuensi
(%)
8
32
17
68
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Tabel 26 menjelaskan bahwa data yang menunjukkan bila responden sedang mengalami masalah biasanya dibicarakan kemudian diselesaikan bersamasama ada 8 responden atau sebesar 32 %, dan responden yang sedang mengalami masalah tetapi tidak dibicarakan bersama-sama terdapat 17 responden atau sebesar 68 %. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa jumlah responden yang bila sedang mengalami masalah biasanya dibicarakan dan diselesaikan bersama-sama lebih banyak sehingga dapat disimpulkan bahwa kepedulian antara satu dengan anggota keluarga lainnya masih kurang peka. Kembali pada salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi dan pendidikan, yaitu untuk mendidik anak agar dapat melakukan penyesuaian dengan kehidupannya dimasa yang akan datang. Sosialisasi merupakan suatu proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain karena adanya interaksi dan untuk perkembangan sosial anakakan sangat dipengaruhi oleh agen sosialnya. Agen sosial yang terpenting adalah orang-orang yang mempunyai hubungan dan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut berperilaku termasuk orangtua dan saudara kandung.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Cara Kepemimpinan dan Kebiasaan Orangtua
Tabel 27 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Baik dan Adilnya Orangtua sebagai Pemimpin dalam Keluarga No
Baik dan adilnya orangtua
Frekuensi
(%)
1
Sudah
19
76
2
Belum
6
24
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Sikap dan cara-cara bertingkah laku orangtua juga merupakan cermin sikap dan perilaku anak-anaknya kelak yang dalam hal ini orangtua sebagai pemimpin
kelompok
sangat
mempengaruhi
suasana
interaksi
keluarga.
Berdasarkan jawaban responden pada tabel 27 di atas dapat diketahui bahwa responden yang mengatakan orangtuanya sudah baik dan adil sebagai pemimpin dalam keluarga ada sebanyak 19 responden atau sebesar 76 %, sedangkan responden yang mengatakan bahwa orangtuanya belum baik dan adil sebagai pemimpin dalam keluarga terdapat 6 responden atau sebesar 24 %. Data tersebut menunjukkan bahwa responden merasa orangtuanya sudah baik dan adil selaku pemimpin dalam keluarganya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti, hal ini terbukti dari hampir keseluruhan responden mengaku bahwa orangtua selalu memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama terhadap setiap anak, memberikan nasehat dan larangan yang sama serta tugas yang sama kepada setiap anak. Sementara responden yang mengatakan orangtuanya belum baik dan adil Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
karena masih kurang memberikan contoh yang baik kepada anaknya seperti suka memukul, tidak mencukupi kebutuhan keluarga serta sering bertengkar dengan ibu responden. Tabel 28 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Orangtua No
Sikap kepemimpinan
1
Otoriter
2
Overprotection
3
Penolakan Total
Frekuensi
(%)
7
28
16
64
2
8
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Dari data yang diperoleh berdasarkan tabel 28, responden yang sikap orangtuanya otoriter yaitu keras dan suka memberi larangan serta harus melakukan perintahnya tanpa terkecuali tanpa memberi pengertian pada si anak terdiri dari 7 responden atau sebesar 28 %. Berdasarkan penelitian Baldwin bahwa orangtua yang otoriter terhadap anaknya akan menyebabkan anak semakin tidak taat, pasif, kurang inisiatif dalam melakukan sesuatu hal, daya tahan berkurang dan memiliki ciri-ciri penakut. Responden yang sikap orangtuanya overprotection atau bertindak berlebihan dan terlalu mencemaskan keadaan anak ada sebanyak 16 responden atau sebesar 64 % dan hasilnya adalah anak-anak tersebut akan berkembang dengan ciri-ciri sangat berketergantungan kepada orangtuanya dalam tingkah lakunya. Responden yang sikap orangtuanya penolakan yaitu sikap menyesal dan tidak setuju akan setiap tindakan yang dilakukan anaknya terdapat 2 responden atau sebesar 8 % dan akan menghasilkan anak mudah mengembangkan Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
agresivitas,tingkah laku bermusuhan dan gejala-gejala menyeleweng seperti berdusta dan mencuri. Tabel 29 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pernah atau tidak Orangtua marah sampai memukul/ melakukan tindak kekerasan No
Orangtua memukul
Frekuensi
(%)
1
Pernah
11
44
2
Sering
0
0
3
Jarang
4
16
4
Tidak pernah
10
40
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Kebiasaan orangtua yaitu marah sampai memukul/ melakukan tindak kekerasan adalah salah satu cara yang dapat menyebabkan terganggunya atau mempengaruhi perkembangan mental anak dan perilaku anak dilingkungannya. Tabel 29 memperlihatkan bahwa responden yang orangtuanya pernah marah sampai memukul/ melakukan tindakan kekerasan ada sebanyak 11 responden atau sebesar 44 %, tidak terdapat responden yang orangtuanya sering marah sampai memukul/ melakukan tindak kekerasan, sementara responden yang orangtuanya jarang marah sampai memukul/ melakukan tindak kekerasan ada 4 responden atau sebesar 16 %, dan sebanyak 10 respponden yang orangtuanya tidak pernah marah sampai memukul/ melakukan tindak kekerasan. Data dengan jumlah terbanyak menurut responden bahwa orang tua pernah marah sampai memukul/ melakukan tindak kekerasan. Kebiasaan orangtua memukul dari hasil observasi menunjukkan ketidak senangan responden akan sikap orangtua tersebut. Bagi mereka hal itu Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
hanya membuat mereka takut dan menyimpan rasa benci namun tidak berarti bahwa mereka menyegani orangtua justru hal tersebut membuat responden semakin melawan dan tidak menuruti kata-kata orangtuanya dan merasa orangtua malah tidak berlaku sebagai pemimpin yang baik dan tidak memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya. Sementara seharusnya orangtua menjadi pemimpin yang mempengaruhi suasana interaksi keluarga dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pribadi anaknya.
Tabel 30 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perhatian Orangtua terhadap setiap kegiatan anak No
Perhatian padakegiatan anak
Frekuensi
(%)
1
Selalu
7
28
2
Sangat jarang
1
4
3
Jarang
16
64
4
Tidak pernah
1
4
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Perhatian dari orangtua kepada anaknya dapat mencegah hal-hal yang buruk terjadi, perhatian yang didapatkan oleh seorang anak dapat membuat anak merasa nyaman berada di tengah keluarga dan tidak perlu mencari suasana lain dengan intensitas yang lebih besar daripada dalam keluarga. Berdasarkan tabel 30 dapat dilihat bahwa responden yang orangtuanya selalu memperhatikan setiap kegiatannya adalah sebanyak 7 responden atau sebesar 28 %, responden yang mengaku orangtuanya sangat jarang memperhatikan setiap kegiatannya ada 1 Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
responden atau sebesar 4 %, responden yang orangtuanya jarang memperhatikan setiap kegiatannya terdiri dari 16 responden atau sebesar 64 %, serta terdapat 1 responden atau sebesar 4 % yang mengatakan bahwa orangtuanya tidak pernah memperhatikan setiap kegiatannya. Data di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar responden berpendapat bahwa orangtua jarang memperhatikan setiap kegiatan responden. Seorang anak yang jarang diperhatikan oleh orangtuanya akan membuat si anak merasa tidak ada yang mengaturnya dan dapat melakukan hal-hal apa saja yang diinginkannya. Begitu juga dengan responden atau korban kekerasan dalam penelitian ini sebagian besar mengaku jarang diperhatikan. Sebenarnya hal tersebut menyebabkan seorang anak mengabaikan nilai, normanorma, internalisasi norma-norma sehingga membentuk tingkah laku yang tidak baik.
Tabel 31 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pernah tidaknya Orangtua bertanya tentang keadaan atau permasalahan yang dihadapi anak No
Menanya masalah anak
Frekuensi
(%)
19
76
1
Pernah
2
Tidak pernah
6
24
Total
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Orangtua yang selalu bertanya tentang keadaan dan permasalahan yang dihadapi anaknya adalah orangtua yang bertanggungjawab dan perduli akan masa depan anak-anaknya dan akan mempengaruhi tumbuh kembangnya si anak Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
tersebut. Dari data pada tabel 31 diketahui bahwa responden yang pernah ditanya orangtuanya tentang keadaan dan permasalahan yang dihadapi ada sebanyak 19 responden atau sebesar 76 %. Sementara responden yang tidak pernah ditanya keadaannya dan permasalahan yang sedang dihadapi ada 6 responden atau sebesar 24 %. Alasan yang dikemukakan oleh responden bahwa hal tersebut terjadi dikarenakan kesibukan orangtua bekerja serta kurangnya kepedulian orangtua pada anaknya. Semakin banyak fungsi atau peranan anggota keluarga yang dilakukan di luar rumah menyebabkan kurangnya intensitas hubungan antara anggota-anggota keluarga tersebut karena semakin jarang mereka bertemu satu sama lain, dan waktu berkumpul semakin terbatas.
Tabel 32 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan tokoh Pemimpin yang paling dikagumi No
Tokoh yang dikagumi
1
Ayah
2
Ibu Total
Frekuensi
(%)
7
28
18
72
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Setiap anak memiliki tokoh yang dikagumi, begitupun dalam keluarga setiap anak mempunyai tokoh idola yang diharapkan suatu saat dia dapat meniru tokoh pemimpin yang dikaguminya. Berdasarkan Frekuensi jawaban responden dimana Ayah sebagai tokoh pemimpin yang paling dikaguminya ada sebanyak 7 responden atau sebesar 28 %. Alasan responden memilih Ayah sebagai tokoh Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
yang paling dikagumi bervariasi yaitu karena Ayah lebih bijaksana, tegas, penyayang, adil,jujur dan mengurus responden dari kecil, sedangkan responden dimana Ibu menjadi tokoh pemimpin yang paling dikaguminya terdiri dari 18 responden atau sebesar 72 %. Alasan responden memilih Ibu sebagai tokoh yang paling dikagumi juga bervariasi yaitu karena Ibu lebih penyabar, tulus, tegar, penyayang, selalu memberikan nasehat yang baik, perhatian, tekun berdoa dan rela melakukan apa saja demi kebahagiaan anaknya. Keseluruhan data menunjukkan bahwa kebanyakan responden lebih memilih Ibu sebagai tokoh pemimpin yang paling dikagumi.
5.2.4 Status anak dalam Keluarga
Tabel 33 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Anak dalam Keluarga No
Status anak
Frekuensi
(%)
1
Anak tunggal
5
20
2
Anak sulung
5
20
3
Anak tengah
10
40
4
Anak bungsu
5
20
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Status anak dalam keluarga dapat menyebabkan perhatian orangtua berbeda-beda. Pada umumnya anggapan yang muncul di masyarakat selama ini bahwa posisi anak sebagai anak tunggal dan anak bungsu mendapatkan perhatian Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
yang
lebih
besar
dibandingkan dengan posisi anak
lainnya sehingga
mempengaruhi sikap dan perilaku anak dalam keluarga. Dari keseluruhan responden, yang menjadi anak tunggal ada sebanyak 5 responden atau sebesar 20 %, responden yang mempunyai status sebagai anak sulung ada 5 responden atau sebesar 20 %, sementara yang berstatus sebagai anak tengah terdapat 10 orang, dan anak bungsu sebanyak 5 responden atau sebesar 20 %. Dari data tersebut menunjukkan bahwa responden yang berstatus sebagai anak tengah paling tinggi persentasenya diantara status anak lainnya.
Tabel 34 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan posisi anak dalam keluarga menyulitkan anak atau tidak No
Posisi anak menyulitkan
1
Ya
2
Tidak Total
Frekuensi
(%)
5
20
20
80
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Posisi anak dalam keluarga dapat juga membuat si anak tersebut sulit atau tidak berdasarkan status yang melekat pada dirinya dan setiap anak pasti merasakan salah satu diantaranya. Pada tabel 34 diatas, data yang diperoleh adalah responden yang posisinya menyulitkan dalam keluarga ada sebanyak 5 responden atau sebesar 20 %, dimana 4 dari responden merasa posisinya menyulitkan karena sebagai anak sulung harus bekerja membantu orangtua untuk menanggung biaya sehari-hari keluarga dam mempunyai tanggung jawab yang lebih besar Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
dibandingkan dengan anak-anak yang lain. Kebanyakan diantara mereka juga harus merelakan waktu yang seharusnya untuk bergaul dan menikmati hari muda terpaksa hanya menjadi khayalan semata. 1 orang responden mengatakan bahwa posisinya menyulitkan disebabkan posisi sebagai anak tunggal sehingga tidak mempunyai teman. Namun walaupun tidak mempunyai teman, berdasarkan penelitian Cattel, anak tunggal lebih mudah mengorientasi dirinya kepada orang dewasa dan kepada cita-cita. Responden yang mengataka posisinya tidak menyulitkan terdapat 20 responden atau sebesar 80 %. Dari hasil data diperoleh kesimpulan bahwa posisi responden dalam keluarga tidak menjadi suatu alasan yang menyulitkan.
Tabel 35 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan ada atau tidaknya perlakuan pilih kasih Oleh Orangtua terhadap anak-anaknya No
Perlakuan pilih kasih
1
Ada
2
Tidak ada Total
Frekuensi
(%)
1
4
24
96
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Seorang anak merasa dihargai dan dihormati haknya sebagai anak juga dtentukan dari ada tidaknya perlakuan pilih kasih oleh orangtua terhadap anaknya. Biasanya anak yang lebih dikasihi atau mendapat perhatian lebih dari orangtua dapat menyebabkan hal yang tidak baik. Contohnya adalah pada saat seorang anak lebih dikasihi maka anak tersebut akan lebih berkuasa daripada anak yang lainnya. Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Bila diperhatikan, pada tabel 35 responden yang merasa bahwa terdapat perlakuan pilih kasih oleh orangtuanya ada 1 responden atau sebesar 4 % yang mengatakan bahwa orangtuanya lebih memanjakan adiknya yang bungsu serta selalu mengabulkan setiap permintaannya, dan responden yang merasa bahwa tidak ada terdapat perlakuan pilih kasih oleh orangtuanya ada sebanyak 24 responden atau sebesar 96 %. Data di atas menunjukkan bahwa responden pada umumnya merasa bahwa tidak ada perlakuan pilih kasih oleh orangtuanya dalam arti bahwa semua anak mendapat perlakuan, perhatian dan kasih sayang yang sama dari kedua orangtua.
Tabel 36 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan posisi yang paling menguntungkan dalam Keluarga No
Posisi menguntungkan
Frekuensi
(%)
1
Anak tunggal
3
12
2
Anak sulung
4
16
3
Anak tengah
0
0
4
Anak bungsu
18
72
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Tabel 36 menunjukkan bahwa responden yang merasa bahwa posisi yang paling menguntungkan dalam keluarga sebagai anak tunggal ada 3 responden atau sebesar 12 % diakui responden bahwa posisi anak tunggal membuat kita tidak Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
bersaing dengan anak lain dalam segala hal, senantiasa dimanja dan segala keperluan selalu dipenuhi dan yang paling menguntungkan dari posisi tersebut responden mengatakan bahwa kasih sayang orangtua seluruhnya terfokus dan tidak terbagi. Responden yang merasa bahwa posisi yang paling menguntungkan dalam keluarga adalah anak sulung sebanyak 4 responden atau sebesar 16 % karena mendapat kepercayaan yang lebih besar dari anak-anak lain. Terbukti dari hasil penelitian Cattel bahwa anak sulung pada kenyataannya memiliki perasaan “dihargai dan diperhatikan orangtua” lebih besar dari anak-anak lainnya. Sedangkan sebagai anak tengah tidak terdapat responden yang memilihnya atau 0 %, dan responden yang memilih posisi yang paling menguntungkan adalah sebagai anak bungsu yaitu 18 responden atau sebesar 72 % alasannya adalah karena lebih merasa terlindungi dan diperhatikan banyak orang. Penelitian Cattel membuktikan bahwa anak kedua dan seterusnya justru lebih giat dan berambisi untuk memperoleh penghargaan dan perhatian dari orangtuanya agar sama besarnya dengan yang diperoleh kakaknya. Dari data dapat diketahui bahwa responden pada umumnya merasa bahwa tidak posisi anak yang paling menguntungkan dalam keluarga adalah sebagai anak bungsu, diikuti posisi sebagai anak sulung, anak tunggal dan anak tengah.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 37 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan nyaman atau tidaknya berada di tengah-tengah Keluarga No
Nyaman di tengah keluarga
1
Ya
2
Tidak Total
Frekuensi
(%)
19
76
6
24
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Kenyamanan seseorang dalam keluarga tidak terlepas dari keadaan dan keharmonisan antara anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga lainnya karena setiap orang mengharapkan keluarganyalah yang akan selalu ada untuk mendukung dalam keadaan dan kondisi seperti apapun. Berdasarkan tabel di atas, responden yang merasa nyaman berada ditengah-tengah keluarganya terdapat 19 orang atau sebesar 76 %, sementara anak yang merasa tidak nyaman berada di tengah-tengah keluarganya adalah sebanyak 6 responden atau sebesar 24 %. Dari hasil analisis diperoleh jawaban bahwa hampir semua responden merasa nyaman berada di tengah-tengah keluarganya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden, mereka merasa tidak nyaman diakibatkan oleh masalah yang dihadapi oleh responden dan yang telah menjadikannya sebagai korban dinilai sebagai kesalahan yang fatal sehingga anggota keluarga yang lain masih merasa sulit untuk menerimanya sehingga terkadang merasa hanya sendiri dan tidak ada orang yang memahami kondisinya. Responden yang merasa tetap nyaman berada ditengah-tengah keluarga dikarenakan dukungan yang besar dari keluarga untuk
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
menyelesaikan masalah yang dihadapinya sehingga responden merasa masih tetap diterima dalam kondisi apapun
Tabel 38 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan apa saja tugas/ pekerjaan di rumah No
Tugas/ pekerjaan rumah
Frekuensi
(%)
1
Menyapu
7
12,72
2
Mencuci
12
21,81
3
Memasak
11
20
4
Mengepel
10
18,18
5
Menyetrika
4
7,27
6
Bersih-bersih rumah
5
9,09
7
Membantu Orangtua berdagang
2
3,63
8
Tidak ada
4
7,27
55
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Dari keseluruhan responden memiliki pekerjaan rumah yang berbedabeda dan lebih dari satu, diantaranya adalah menyapu, mencuci, memasak, mengepel, menyetrika, bersih-bersih rumah, membantu orangtua bekerja, tidak ada tugas.Dari 25 responden yang diteliti, 7 responden atau sebesar 12,72 % mengatakan bahwa tugas/ pekerjaannya di rumah adalah menyapu, 12 responden atau sebesar 21,81 % mengatakan bahwa tugas/ pekerjaannya di rumah adalah mencuci, 11 responden atau sebesar 20 % mengatakan bahwa tugas/ pekerjaannya di rumah adalah memasak, 10 responden atau sebesar 18,18 % mengatakan bahwa tugas/ pekerjaannya di rumah adalah mengepel, 4 responden atau sebesar 7,27 % Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
mengatakan bahwa tugas/ pekerjaannya di rumah adalah menyetrika, 5 responden atau sebesar 9,09 % mengatakan bahwa tugas/ pekerjaannya di rumah adalah bersih-bersih rumah, dan 2 responden atau sebesar 3,63 % mengatakan bahwa tugas/ pekerjaannya di rumah adalah membantu orangtua berdagang, sedangkan 4 responden atau sebesar 7,27 % mengatakan bahwa tidak mempunyai tugas/ pekerjaannya di rumah. Data tersebut memperlihatkan bahwa semua responden mempunyai kesadaran yang tinggi untuk membantu meringankan pekerjaan orangtua dan berdasarkan pengakuan responden hal tersebut tidak menyulitkan karena setiap anak mempunyai giliran masing-masing dalam melaksanakan tugas tersebut.
Tabel 39 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pendapat tentang tugas/ pekerjaan tersebut No
Pendapat tentang tugas
Frekuensi
(%)
13
52
1
Senang dan ikhlas melakukannya
2
Sudah kewajiban
8
32
3
Tidak ada
4
16
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Berdasarkan tabel 46 dapat dilihat bahwa responden yang berpendapat senang dan ikhlas melakukan tugas/ pekerjaan tersebut ada sebanyak 13 responden atau sebesar 52 %, sedangkan responden yang berpendapat bahwa tugas/ pekerjaan tersebut sudah menjadi kewajiban ada 8 responden atau sebesar Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
32 %, dan responden yang menjawab tidak ada ada sebanyak 4 responden, atau sebesar 16 % dikarenakan tidak memiliki tugas/ pekerjaan di rumah. Dari data diperoleh keterangan bahwa jumlah terbesar adalah responden melaksanakan tugas/ pekerjaan rumah karena senang dan ikhlas melakukannya, kemudian karena sudah merupakan kewajiban setiap individu dalam berkeluarga. Kewajiban seorang anak adalah mematuhi perintah orangtua. Demikian juga dengan tugas dan tanggung jawab yang telah diembankan kepada anak, sudah seharusnya dilaksanakan sebagai balasan atas perjuangan orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya.
Tabel 40 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan sama atau tidaknya tugas setiap anak dan bergantian dalam melaksanakan tugas No
Tugas sama dan bergantian
1
Ya
2
Tidak Total
Frekuensi
(%)
21
84
4
16
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Dalam sebuah keluarga setiap anak mempunyai tugas dan jadwal pekerjaan baik yang diperintahkan orangtua maupun kewajiban sebagai anak dan orangtua. Pada tabel 47 menunjukkan bahwa dari keseluruhan responden dimana anggota keluarga selalu bergantian dalam melaksanakan tugasnya adalah sebanyak 21 responden atau sebesar 84 %, dan responden yang dalam keluarganya tidak terdapat pergantian dalam melaksanakan tugas ada sebanyak 4 Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
responden atau sebesar 16 %. Keempat responden yang menjawab tidak disebabkan 3 responden masih kecil dan belum ada tugas rumah yang harus dikerjakannya sedangkan 1 responden lagi mengatakan bahwa responden adalah anak tunggal sehingga tidak dapat melakukan tugas rumah secara bergantian sehingga tuas rumah yang diserahkan hanya dikerjakan sendiri. Data tersebut pada kenyataannya sudah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan status anak dalam pembagian tugas dalam keluarga.
5.2.5 Tingkah Laku Religi Tabel 41 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Selalu atau tidaknya ke masjid/ gereja dengan anggota keluarga lainnya No
Beribadah bersama
Frekuensi
(%)
1
Selalu
11
44
2
Tidak selalu
14
56
Total
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Beribadah dapat merupakan salah satu cara bagi seseorang agar dapat tenang dalam menghadapi segala cobaan dan permasalahan yang datang sehingga dapat tetap kuat melangkah walau dalam kondisi apapun karena Tuhan tidak pernah memberi cobaan yang tidak dapat dilalui oleh umatnya dan salah satu diantaranya adalah mengunjungi tempat ibadah seperti masjid atau gereja untuk beribadah. Dari data di atas, bisa dilihat bahwa responden yang selalu beribadah ada sebanyak 11 responden atau sebesar 44 %, sedangkann responden yang tidak Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
selalu beribadah terdiri dari 14 responden atau sebesar 56 %. Data menunjukkan bahwa responden yang tidak selalu beribadah lebih tinggi persentasenya daripada responden yang selalu beribadah. Data tersebut juga menunjukkan bahwa pada kenyataannya keluarga responden tidak memiliki ikatan emosional yang erat untuk selalu saling memperhatikan dan saling bekerjasama.
Tabel 42 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan beribadah sendiri atau bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya No
Kebiasaan beribadah
1
Sendiri
2
Bersama-sama Total
Frekuensi
(%)
5
20
20
80
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Dari data pada tabel 49 di atas, bisa diketahui bahwa responden yang sendiri saja beribadah ada sebanyak 5 responden atau sebesar 20 %, sedangkann responden yang tidak beribadah bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya terdiri dari 20 responden atau sebesar 80 %. Data menunjukkan bahwa responden yang beribadah bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya lebih tinggi persentasenya daripada responden yang selalu beribadah sendiri. Data tersebut menunjukkan fungsi kesatuan keluarga dan fungsi sosial keluarga responden masih terjaga dan menunjukkan bahwa keluarga respoden lebih bisa menyadari akan pentingnya kebersamaan beribadah untuk tetap menjaga kesatuan keluarga dengan menanamkan budaya kebersamaan pada setiap anggota keluarga. Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 43 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan berdoa atau tidaknya setiap hari No
Berdoa setiap hari
1
Ya
2
Tidak Total
Frekuensi
(%)
21
84
4
16
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Doa merupakan hubungan komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Manusia bebas untuk mengungkapkan segala sesuatunya kepada Tuhan, tempat manusia untuk meminta anugerah dan keinginan-keinginan manusia tersebut. Berdoa dan bersyukur atas segala yang didapat dan yang dimiliki sudah sepantasnya dilakukan setiap hari. Dilihat dari tabel 51 di atas, responden yang berdoa setiap hari ada sebanyak 21 responden atau sebesar 84 %. Dari 21 responden, yang berdoa rata-rata 1 kali sehari ada 6 responden, yang berdoa ratarata 2 kali sehari terdiri dari 9 responden, sedangkan yang berdoa rata-rata 3 dan 4 kali setiap harinya masing-masing 1, dan 4 responden lagi berdoa rata-rata 5 kali dalam sehari. Responden yang dalam kesehariannya rata-rata tidak berdoa ada 4 responden atau sebesar 16 %. Pada saat peneliti malakukan wawancara, responden mengaku berdoa hanya sebagai rutinitas dan simbolis saja namun jarang karena didasarkan adanya keinginan dan ketulusan hati untuk berdoa, sedangkan responden yang tidak setiap hari berdoa mengatakan sering lupa dan tidak ada yang mengingatkan untuk berdoa.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 44 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Orangtua mengingatkan atau tidaknya anak untuk berdoa No
Orangtua mengingatkan berdoa
1
Ya
2
Tidak
Frekuensi
(%)
18
72
7
28
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Orangtua yang perduli kepada anak dan keluarganya adalah orangtua yang tidak pernah lupa untuk mengingatkan anak dan keluarganya agar bersyukur dan berdoa setiap hari. Berdasarkan frekuensi jawaban responden yang orangtuanya mengingatkan responden untuk berdoa ada sebanyak 18 responden dan responden yang orangtuanya tidak mengingatkan untuk berdoa terdapat 7 responden atau 28 %. Dari tabel 52 dapat diketahui bahwa frekuensi orangtua yang mengingatkan anaknya untuk berdoa lebih banyak daripada orangtua yang tidak mengingatkan anaknya untuk berdoa. Bila dilihat dari fungsi sosialisasi dalam keluarga seharusnya mealui interaksi sosial dalam keluarga, seorang anak telah diajarkan mengenai pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam rangka perkembangan kepribadian si anak tersebut.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 45 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan intensitas doa bersama No
Doa bersama
Frekuensi
(%)
1
Pernah
6
24
2
Sering
3
12
3
Jarang
9
36
4
Tidak pernah
7
28
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Doa bersama dalam keluarga merupakan kekuatan besar untuk saling menguatkan serta mengetahui harapan-harapan setiap anggota keluarga yang satu dengan yang lain. Doa bersama juga dapat menyatukan hati seluruh anggota keluarga agar dapat bertahan dalam situasi dan kondisi yang sekalipun tidak pernah diharapkan oleh setiap anggota keluarga. Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 53, responden yang menjawab pernah ada doa bersama sebanyak 6 responden atau sebesar 24 %, responden yang menjawab sering ada doa bersama sebanyak 3 responden yaitu sebesar 12 %, sementara responden yang menjawab jarang ada doa bersama ada sebanyak 36 responden, dan responden yang menjawab tidak pernah ada doa bersama terdapat 7 responden atau sebesar 28 %. Data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak responden yang jarang bahkan tidak pernah berdoa bersama dengan keluarga. Terdapat asumsi yang menyatakan bahwa kemunduran dalam fungsi keluarga dapat diukur melalui perbandingan aktivitas yang merata dalam keluarga. Data tersebut merupakan alah satu bukti telah terjadinya kemunduran dalam fungsi keluarga.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 46 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pada saat kapan ada doa bersama dengan anggota keluarga lainnya No
Saat doa bersama keluarga
Frekuensi
(%)
12
48
1
Makan bersama
2
Kumpul keluarga
4
16
3
Sebelum tidur
2
8
4
Tidak pernah
6
24
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 54, responden yang menjawab ada doa bersama pada saat makan bersama sebanyak 12 responden atau sebesar 48 %, responden yang menjawab ada doa bersama pada waktu kumpul keluarga terdapat sebanyak 4 responden yaitu sebesar 16 %, sementara responden yang menjawab doa bersama sebelum tidur ada sebanyak 2 responden atau sebesar 8 %, dan responden yang menjawab tidak pernah ada waktu untuk doa bersama terdiri dari 6 responden atau sebesar 24
%. Bila ditinjau dari fngsi-fungsi pokok
keluarga bahwa budaya-budaya sederhana tersebut sudah seharusnya ditanamkan dalam keluarga dan fungsi tersebut tidak dapat digantikan oleh orang lain atau disebut sebagai fungsi afeksi yang hanya terdapat dalam keluarga dan tidak terdapat dalam institusi sosial yang lain.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
5.3 Tindak Kekerasan pada Perempuan Tabel 47 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan bentuk kekerasan yang dialami No
Bentuk kekerasan
Frekuensi
(%)
4
8
1
Kekerasan Fisik
2
Kekerasan Seksual
23
46
3
Kekerasan Psikologi
20
40
4
Kekerasan ekonomi
3
6
50
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Berdasarkan bentuk kekerasan yang dialami terdiri dari kekerasan fisik, seksual, psikologi dan kekerasan ekonomi responden dapat memilih jawaban lebih dari satu. Dari 25 responden yang diteliti, 4 responden atau sebesar 8 % mengatakan bahwa bentuk kekerasan yang dialami oleh responden adalah kekerasan fisik, dalam hal tersebut responden mengalami tindakan pemukulan. 23 responden atau sebesar 46 % mengatakan bahwa bentuk kekerasan yang dialami oleh responden adalah kekerasan seksual seperti pemerkosaan. Beberapa responden mengaku telah diperkosa oleh teman dekat bahkan ayah angkat namun kebanyakan oleh orang yang tidak dikenal, 20 responden atau sebesar 40 % mengatakan bahwa bentuk kekerasan yang dialami oleh responden adalah kekerasan psikologi yaitu suatu tindakan yang sulit dibtasi pengertiannya karena sensitivisme emosi seseorang sangat bervariasi karena dirasakan dapat merusak kehoratan seseorang, melukai harga diri, merusak keseimbangan jiwa namun tidak akan merusak organ tubuh bagian dalam dan tidak akan menimbulkan kematian, Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
sementara 3 responden atau sebesar 6 % mengatakan bahwa bentuk kekerasan yang dialami oleh responden adalah kekerasan ekonomi. Responden yang mengalami kekerasan ekonomi mengaku tidak dinafkahi oleh suami.
Tabel 48 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kekerasan yang terjadi menyebabkan luka atau tidak No
Menyebabkan luka
1
Ya
2
Tidak Total
Frekuensi
Persentase
1
4
24
96
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Berdasarkan tabel 59 di atas, responden yang menjawab tindak kekerasan yang terjadi menimbulkan luka terhadap tubuh ada 1 responden atau sebesar 4 % yaitu luka pada kemaluan responden, kemudian responden yang menjawab bahwa tindak kekerasan yang terjadi tidak menimbulkan luka pada tubuh ada sebanyak 24 responden atau sebesar 96 %. Data tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden terbanyak mengatakan bahwa tindak kekerasan yang terjadi tidak menimbulkan luka pada tubuh namun seluruh responden mengaku mengalami luka psikis seperti depresi, trauma, stres, kurang percaya diri dan pandangan negatif terhadap diri sendiri karena responden merasa lemah, tidak berdaya dan tidak berguna lagi.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 49 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan berapa kali mengalami tindak kekerasan No
Jumlah
Frekuensi
(%)
1
1 kali
7
28
2
2 – 3 kali
1
4
3
4 – 5 kali
1
4
4
Lebih dari 5 kali
16
64
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Dari data yang diperoleh dari data pada tabel di atas, responden yang mengalami tindak kekerasan 1 kali terdiri dari 7 responden atau sebesar 28 %, responden yang mengalami tindak kekerasan sebanyak 2 – 3 kali adalah sebanyak 1 responden atau sebesar 4 %, responden yang mengalami tindak kekerasan tersebut antara 4 – 5 kali ada 1 responden atau sebesar 4 %, serta responden yang mengalami tindak kekerasan sebanyak 16 responden atau sebesar 64 %. Berdasarkan observasi peneliti pada saat mengunjungi korban, tindak kekerasan yang dialami korban berulang kali menimbulkan trauma yang cukup dalam yang membuat responden merasa takut untuk bertemu orang yang tidak dikenal serta bersikap lebih tertutup.
Masalah yang dihadapi korban sangat membutuhkan
peranan pekerja sosial dalam upaya memberdayakan korban kekerasan tersebut dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 50 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan siapa pelaku kekerasan tersebut No
Pelaku tindak kekerasan
Frekuensi
(%)
1
Keluarga
3
12
2
Teman
2
8
3
Tetangga
3
12
4
Orang tidak dikenal
17
68
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Pelaku tindak kekerasan yang dialami responden berdasarkan tabel 61 adalah Keluarga terdiri dari 3 responden atau sebesar 12 %, responden yang mengaku pelaku tindak kekerasan tersebut adalah teman ada sebanyak 2 responden atau sebesar 8 %, sedangkan responden yang mengaku pelaku tindak kekerasan tersebut adalah tetangga terdapat 3 responden sebesar 12 %, dan pelaku yang menurut responden adalah orang tidak dikenal ada 17 responden atau sebesar 68 %. Walaupun pelaku kekerasan lebih banyak dilakukan oleh orang tidak dikenal, namun keluarga, teman dan tetangga juga termasuk pelaku kekerasan. Keluarga, teman dan tetangga merupakan orang-orang terdekat dan selalu ada disekitar kita, tempat dimana responden seharunya berlindung dan tempat mencurahkan isi hati ataupun mengungkapkan permasalahan. Namun pada kenyataannya bedasarkan hasil penelitian, justru orang-orang yang dianggap sebagai orang terdekat responden malah ikut menjadi pelaku tindak kekerasan tersebut.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 51 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan tempat terjadinya tindak kekerasan No
Tempat terjadinya
Frekuensi
(%)
1
Di rumah
5
20
2
Di tempat umum
1
4
3
Di tempat kerja
0
0
4
Lainnya
19
76
25
100
Total
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Kejahatan dan tindak kekerasan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, begitupun dapat terjadi kepada siapa saja. Menurut responden tempat terjadinya tindak kekerasan di rumah ada terdapat 5 responden sebesar 20 %, tempat terjadinya di tempat umum menurut responden ada sebanyak 1 respponden atau sebesar 4 %, sedangkan di tempat kerja tidak ada terjadi tindak kekerasan atau sebesar 0 %, dan terdapat 19 tempat lainnya yang menjadi tempat terjadinya tindak kekerasan yaitu 10 responden menalami tindak kekerasan di wilayah Bandar Baru, 3 responden mengalaminya di lokalisasi ulim Pekan Baru, terdapat 4 responden yang mengalami tindak kekerasan di hotel dan 1 responden di daerah Bukit Maraja, Pematang Siantar.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 52 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan akibat dari tindak kekerasan yang dialami No
Akibat
Frekuensi
(%)
1
Depresi
22
35,48
2
Trauma
23
37,09
3
Kurang percaya diri
16
25,80
4
Hamil dan punya anak
1
1,61
Total
62
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Dari keseluruhan responden yang mengalami tindak kekerasan mendapat akibat-akibat dari tindak kekerasan yang dialami tersebut. Akibat-akibat tersebut adalah depresi, trauma, kurang percaya diri, kurang percaya diri, tidak berfungsinya salah satu organ tubuh, tertular penyakit seksual dan lainnya dan responden diperbolehkan untuk memilih jawaban lebih dari 1. Namun dari 25 responden tidak terdapat akibat tidak berfungsinya salah satu organ tubuh dan tertular penyakit seksual. Dari 25 responden yang diteliti, 22 responden atau sebesar 35,48 % mengatakan bahwa akibat dari tindak kekerasan yang dialami oleh responden menyebabkan depresi, 23 responden atau sebesar 37,09 % mengatakan bahwa akibat dari tindak kekerasan yang dialami oleh responden menyebabkan trauma, 16 responden atau sebesar 25,80 % mengatakan bahwa akibat dari tindak kekerasan yang dialami oleh responden menyebabkan rasa kurang percaya diri, dan 1 responden atau sebesar 1,61 % mengatakan bahwa akibat dari tindak kekerasan yang dialami oleh responden menyebabkan
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
responden hamil dan melahirkan seorang anak. Data tersebut menunjukkan betapa tidak berdayanya seorang perempuan yang telah menjadi korban kekerasan.
Tabel 53 Daftar Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan tidaknyamannya perasaan akibat masalah yang dialami No
Perasaan tidak nyaman
1
Ya
2
Tidak Total
Frekuensi
(%)
24
96
1
4
25
100
Sumber: Olah data kuesioner, Desember 2008 Tabel 68 menjelaskan bahwa responden yang merasa tidak nyaman setelah mengalami masalah tindak kekerasan ada sebanyak 24 responden atau sebesar 96 %. Perubahan yang menonjol dari responden yang merasa tidak nyaman setelah mengalami tindak kekerasan adalah sikap tertutup dan lebih senang menyendiri, membatasi pergaulan, merasa takut dan susah percaya pada orang lain terutama pad laki-laki yang tidak dikenal, diejek teman dan dikucilkan tetangga, malu, menjadi pemurung dan lebih dekat pada Tuhan. Sedangak responden yang merasa nyaman setelah mengalami tindak kekerasan tersebut ada 1 orang atau sebesar 4 %, alasannya adalah karena kondisi responden jauh lebih baik dan mendapat banyak kebaikan sejak selesainya masalah tersebut. Dari data diatas menunjukkan bahwa hampir semua responden merasa tidak nyaman dengan masalah tindak kekerasan yang pernah dialami.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
BAB VI PENUTUP Bab ini bersikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian. Adapun kesimpulan pada bab ini adalah hasil yang dicapai melalui hasil penelitian yang diperoleh melalui data yang terkumpul dari 25 responden, mengenai sejauh mana hubungan antara faktor-faktor internal terhadap perempuan korban tindak kekerasan binaan Pusaka Indonesia serta mengajukan beberapa saran bagi Yayasan Pusaka Indonesia.
6.1 Kesimpulan Keluarga
merupakan
faktor
penting,
tempat
seseorang
belajar,
mendapatkan perhatian dan kasih sayang serta tempat awal dimana seseorang memperolah nilai dan norma sehingga disimpulkan bahwa faktor internal keluarga berhubungan erat dengan terjadinya tindak kekerasan pada perempuan. Faktorfaktor tersebut antara lain seperti: a.
Faktor status sosio-ekonomi yaitu dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 56 % harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, dari keseluruhan ayah responden terdapat 20 orang atau sebesar 80 % diantaranya bekerja sebagai tukang, supir, buruh bangunan serta bertani, sedangkan ibu responden 60 % dari keseluruhan tidak bekerja. Jika ditinjau dari rata-rata pendapatan orangtua setiap bulan dominan masih di bawah Rp. 200.000 /bulan dan 52 % tidak
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
mempunyai pekerjaan yang menetap. Terdapat 92 % responden tidak bersekolah dan salah satu penyebabnya adalah karena 80 % orangtua tidak memperhatikan kegiatan bersekolah anak. b.
Faktor keutuhan keluarga meliputi : sebanyak 60 % responden mempunyai orangtua yang lengkap, 72 % menyatakan bahwa kebiasaan ayah dan ibu bertengkar jarang terjadi, keharmonisan yang misalnya bisa dimulai dari kebiasaan-kebiasaan sederhana seperti makan bersama terdapat 52 % menilai hal tersebut jarang dilakukan, 52 % responden juga berpendapat bahwa orangtua jarang pergi bersama, namun perselisihan dalam keluarga yang menyebabkan tindak kekerasan hanya terjadi 1 kali atau sebesar 4 %, serta 68 % mengaku tidak berkumpul dan saling bercerita tentang permasalahan masing-masing dan diselesaikan bersama anggota keluarga lainnya tetapi 44 % lebih menyukai untuk mengungkapkan permasalahannya kepada Ibu.
c.
Faktor cara kepemimpinan dan kebiasaan orangtua yaitu terdiri dari 76 % responden merasa bahwa orangtuanya sudah baik dan adil sebagai pemimpin dalam keluarga, 64 % menilai kepemimpinan orangtua yang cenderung keras dan overprotection yang pada akhirnya dapat mempengaruhi sikap dan perilaku si anak, kebiasaan orangtua marah sampai memukul terdapat 44 %. Orangtua yang jarang memperhatikan kegiatan anak sebanyak 64 % dan 76 % responden menyatakan bahwa orangtuanya mau bertanya tentang
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
permasalahan yang sedang dihadapinya, namun 72 % mengatakan bahwa Ibu merupaka tokoh pemimpin yang paling dikagumi. d.
Faktor status anak dalam keluarga yang juga menentukan dimana anak sudah memiliki sikap dan tindakan yang sudah ditanamkan sejak kecil. Faktor tersebut meliputi rata-rata responden berstatus sebagai anak tengah, namun 80 % tidak merasa posisi tersebut menyulitkan dan 96 % mengaku tidak mendapat perlakuan pilih kasih dari orangtua. Sedangkan 72 % responden menilai bahwa posisi yang paling menguntungkan adalah sebagai anak bungsu, 76 % merasa nyaman berada di tengah keluarga. Setiap anak memiliki tugas masing-masing dan 52 % merasa senang dan ikhlas melakukan pekerjaan tersebut.
e.
Faktor tingkah laku religi yaitu sejauh mana hubungan antara anggota keluarga dengan Tuhan yang dapat dinilai dari : kebersamaan anggota keluarga saat beribadah yaitu sebanyak 80 %, seluruh responden telah diajarkan berdoa. Terdapat 84 % responden yang mengaku berdoa setiap hari dan 72 % diantaranya selalu diingatkan orangtua untuk berdoa, namun 36 % jarang melakukan doa bersama bahkan 28 % dari responden
tidak pernah berdoa
bersama dengan keluarganya dan sebanyak 48 % doa bersama hanya pada saat makan bersama.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
6.2 Saran Adapun saran peneliti kepada Lembaga adalah sebagai berikut : 1. Yayasan Pusaka Indonesia diharapkan dapat mempertahankan kesesuaian program dengan visi dan misi organisasi 2. Memperbanyak kegiatan kampanye/ pelatihan masyarakat di bidang hukum terutama akan pentingnya kesadaran masyarakat akan hukum. 3. Membuat program konseling khusus bagi anak-anak dan perempuan korban tindak pidana kekerasan dan traffiking. 4. Tetap bersilaturahmi dan mengunjungi keluarga klien baik perkembangan fisik maupun psikis korban dan bila perlu dibuat divisi baru yang khusus untuk menangani perkembangan klien setelah penanganan kasusnya selesai. 5. Memberikan bantuan keterampilan sebagai proses pemberdayaan bagi klien yang perekonomiannya lemah.
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian. Aneka Cipta. Jakarta Nawawi, Hadari.1998. Metode Penelitian bidang Sosial. Gajahmada University Pess. Yogyakarta Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Sosial. LP3S. Jakarta Khairuddin, H.1997. Sosiologi Keluarga. Liberty. Yogyakarta Martha, Elmina, Aroma. 2003. Perempuan, kekerasan, dan hukum. UII Press. Yogyakarta Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. PT.Remaja rosdakarya. Bandung Gerungan. W. A. 2004. Psikologi Sosial. Refika Aditama. Bandung Abu, Ahmadi. H. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Rineka Cipta. Jakarta Adi, Rukmianto, Isbandi.1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan
Sosial
Dasar-dasar
Pemikiran.
PT.Raja
Grafindo
Persada.Jakarta
Sumber-sumber lain: Profil Yayasan Pusaka Indonesia. 2008 http://esterlinawait.wardpress.com/2008/06/25/kekerasan.terhadapperempuandi-seluruh-dunia/ http://jurnal perempuan.com/yjp.jpo/act=berita%7c-3237cx
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
http://www2.com/kompas-cetak/0303/19/jateng/192957.htm http://harianjoglosemar.com/ http://www.komnasperempuan.or.id/metadot/index.pp.id=22861 http://www.kpmm.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=34 http://www.ipb.ac.id/id/? www.bappenas.go.id/indeks.php/24oktober2008 http://intanghina.wordpress.com/2008/07/16pemulihan-sebagai-hak-isterikorban-2/
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
Pengaruh Faktor-faktor Internal Keluarga terhadap Tindak Kekerasan pada Perempuan Binaan Pusaka Indonesia DAFTAR KUESIONER
Petunjuk pengisian -
Mohon angket ini diisi oleh Ibu/Sdri dengan menjawab seluruh pertanyaan yang ada.
-
Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan seluruh pilihan jawabannya.
-
Pilihlah jawaban yang paling sesuai menurut Ibu/Sdri dan berilah tanda silang (X) pada jawaban yang ibu/sdri pilih.
-
Jika ada pertanyaan yang kurang dipahami, tanyakan langsung kepada peneliti.
-
Mohon semua pertanyaan diisi dengan jujur, benar dan tidak ada yang terlewatkan kecuali ada petunjuk untuk melewatinya.
-
Atas kesediaan Ibu/Sdri dalam membantu peneliti mengisi kuesioner, peneliti mengucapkan terima kasih.
Peneliti
Eva Magdarena S
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
A. Identitas Responden
1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
a. Laki-laki b. Perempuan 3. Umur
:…………...Tahun
4. Agama
: a. Islam b. Kristen Protestan c. Kristen Katolik d. Budha e. Hindu
5. Anak ke
:………dari………Bersaudara
6. Pendidikan
: a. SD b. SMP c. SMU d. Perguruan tinggi e. Lainnya………………………….(Sebutkan)
7. Nama a. Ayah
:……………………………………………………...(Sebutkan)
b. Ibu
:………………………………………………………(Sebutkan)
8. Pekerjaan Orang tua
:
a. Ayah
:……………………………………………………..(Sebutkan)
b. Ibu
:……………………………………………………..(Sebutkan)
9. Pendidikan Terakhir Orang tua a. Ayah
: a. Tidak tamat SD b. Tamat SD c. Tidak tamat SMP d. Tamat SMP e. Tidak tamat SMA f. Tamat SMA
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
b. Ibu
: a. Tidak tamat SD b. Tamat SD c. Tidak tamat SMP d. Tamat SMP e. Tidak tamat SMA f. Tamat SMA
B. Faktor-faktor Internal Keluarga Responden
B.1 Status Sosio-Ekonomi (Pertanyaan No. 10 s/d 16) 10. Apakah saudara sudah bekerja? a. Sudah b. Belum 11. Apakah ayah saudara bekerja? a. Bekerja b. Tidak bekerja 12. Apakah ibu saudara bekerja? a. Bekerja b. Tidak bekerja 13. Berapa rata-rata pendapatan kedua Orang tua/bulan? a. Dibawah Rp 200.000 b. Rp 200.000 - 500.000 c. Rp 600.000 – 1.000.000 d. Di atas Rp 1.000.000 14. Apakah orang tua saudara mempunyai pekerjaan yang menetap? a. Ya b. Tidak 15. Apakah saudara sedang bersekolah? a. Ya Jika ya, sekolah apa dan dimana………………………………………………… …………………………………………………………………………(Sebutkan) Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
b. Tidak Jika tidak, mengapa…………………………………………………………… ………………………………………………………………………Sebutkan) 16. Apakah Orang tua atau keluarga selalu memperhatikan kegiatan bersekolah atau pendidikan lain seperti les dan lain sebagainya? a. Selalu b. Tidak selalu
B.2 Keutuhan Keluarga (Pertanyaan No. 17 s/d 23) 17. Apakah saudara mempunyai Orang tua yang lengkap (Ayah, Ibu,)? a. Ya b. Tidak Jika tidak, siapa yang tidak ada dan apa penyebabnya…………………………... …………………………………………………………………………(Sebutkan) 18. Dalam keseharian bagaimana intensitas Ayah dan Ibu bertengkar? a. Sangat sering b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah 19. Apakah saudara dan keluarga selalu makan bersama? a. Selalu b. Sangat jarang c. Jarang d. Tidak pernah 20. Apakah orang tua selalu pergi bersama apabila ada acara (undangan pesta)? a. Selalu b. Sangat jarang c. Jarang d. Tidak pernah
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
21. Apakah perselisihan/pertengkaran dalam keluarga pernah menimbulkan tindak kekerasan terhadap dan oleh sesama anggota keluarga seperti pemukulan dan lainlain? a. Pernah b. Tidak pernah Jika pernah, perselisihan oleh siapa dan tindak kekerasan apa saja yang pernah terjadi……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………….(Sebutkan) 22. Apabila saudara sedang ada masalah, biasanya kepada siapa saudara bercerita/mengungkapkan permasalahan? a. Ayah b. Ibu c. Kakak d. Adik e. Lainnya…………………………………….................................(Sebutkan) 23. Apabila salah seorang dari anggota keluarga sedang mengalami masalah, apakah masalah tersebut dibicarakan dan kemudian diselesaikan bersama-sama? a. Ya b. Tidak
B.3 Cara Kepemimpinan dan Kebiasaan Orang tua (Pertanyaan No. 24 s/d 30 ) 24. Apakah menurut saudara sikap Orang tua sudah baik dan adil selaku orang tua sebagai pemimpin dalam keluarga? a. Sudah b. Belum 26. Menurut saudara sikap Orang tua saudara adalah : a. Otoriter (keras dan suka memberi banyak larangan) b. Overprotection (bertindak berlebihan dan terlalu mencemaskan anak) c. Penolakan (sikap tidak setuju akan setiap tindakan yang dilakukan anaknya) d.Lainnya……………………………………………………………..(Sebutkan)
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
27. Pernahkah Orang tua marah sampai memukul atau melakukan tindak kekerasan? a. Pernah b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah 28. Apakah Orang tua memperhatikan setiap kegiatan saudara? a. Selalu b. Sangat jarang c. Jarang d. Tidak pernah 29. Apakah Orang tua pernah bertanya tentang keadaan atau permasalahan yang sedang saudara hadapi? a. Pernah b. Tidak Pernah 30. Siapa tokoh pemimpin yang paling saudara kagumi? a. Ayah alasan………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………..…… b. Ibu alasan……………………………………………………………………………… ……..………………………………………………………………………………
B.4 Status anak dalam Keluarga (Pertanyaan No. 31 s/d 37) 31. Apakah status saudara dalam keluarga? a. Anak tunggal b. Anak Sulung c. Anak tengah d. Anak bungsu
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
32. Menurut saudara, apakah posisi saudara dalam keluarga menyulitkan saudara (berdasarkan pertanyaan no. 31)? a. Ya b. Tidak Jika ya, apa contohnya…………………………………………………………… …………………………………………………………………………(Sebutkan) 33. Apakah dalam keluarga saudara terdapat perlakuan pilih kasih/perbedaan sikap Orang tua terhadap anak-anaknya? a. Ada b. Tidak ada Jika ada, biasanya perbedaan dalam hal apa saja yang mencerminkan perlakuan pilih kasih tersebut………………………………………………………………… ………………………………………………………………………..(Sebutkan) 34. Menurut saudara, sebagai seorang anak posisi apa yang menguntungkan dalam keluarga saudara? a. Anak tunggal b. Anak sulung c. Anak tengah d. Anak bungsu 35. Apakah saudara merasa nyaman berada di tengah-tengah keluarga saudara? a. Ya b. Tidak 36. Apa saja tugas/pekerjaan saudara di rumah dan bagaimana menurut saudaraa tentaang tugas tersebut?.......................................................................................... …………………………………………………………………………(Sebutkan) 37. Apakah setiap anak mempunyai tugas yang sama dan selalu bergantian dalam melaksanakan tugas tersebut? a. Ya b. Tidak Jika tidak, hal apa yang membedakan…………………………………………… ………………………………………………………………………….(Sebutkan) Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
B.5 Tingkah laku Religi (Pertanyaan No. 38 s/d 45) 38. Apakah saudara dan anggota keluarga yang lain selalu beribadah? a. Selalu b. Tidak selalu 39. Biasanya saudara beribadah sendiri atau bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain? a. Sendiri b. Bersama-sama 40. Apakah saudara berdoa setiap hari? a. Ya b. Tidak Jika Ya, Biasanya berapa kali saudara berdoa setiap hari………………………… …………………………………………………………………………..(Sebutkan) 41. Apakah Orang tua selalu mengingatkan saudara untuk berdoa? a. Ya b. Tidak 43. Apakah di rumah pernah ada doa bersama? a. Pernah b. Sangat sering c. Jarang d. Tidak peernah 44. Pada saat kapan biasanya saudara dan anggota keluarga lainnya berdoa samasama…………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………….(Sebutkan)
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
C. Tindak Kekerasan pada Perempuan
45. Apa bentuk tindak kekerasan yang saudara alami? a. Kekerasan fisik (dorongan, cubitan, tendangan, jambakan, pukulan, cekikan, bekapan, luka bakar, pemukulan dengan alat pemukul, kekerasan dengan benda tajam, siraman air panas atau zat kimia, menenggelamkan, penembakan,
serangan
kealat
seksual
dan
persetubuhan
paksa/pemerkosaan). b. Kekerasan seksual (Pencabulan atau pemerkosaan) c. Kekerasan psikologi (Tekanan yang merusak keseimbangan jiwa, merusak kehormatan dan merendahkan harga diri) d. Kekerasan ekonomi (mengontrol penuh hak keuangan seseorang, melarang seseorang bekerja, Ayah/suami tidak menafkahi dan tidak memberi uang belanja) 46. Apakah tindak kekerasan tersebut menyebabkan luka pada tubuh saudara? a. Ya b. Tidak Jika ya, luka apa………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………….(Sebutkan) 47. Berapa kali saudara mengalami tindak kekerasan tersebut? a. 1 kali b. 2-3 kali c. 4-5 kali d. Lebih dari 5 kali 48. Siapa pelaku tindak kekerasan tersebut? a. Keluarga b. Teman c. Tetangga d. Orang tidak dikenal
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009
49. Dimana tempat terjadinya tindak kekerasan tersebut? a. Di rumah b. Di tempat umum c. Di tempat kerja d. Lainnya………………………………………………………(Sebutkan) 50. Setelah mengalami tindak kekerasan tersebut, apa akibat yang saudara alami? a. Depresi (Perasaan ‘down’ dan tertekan, perasaan cemas dan khawatir serta gangguan emosional) b. Trauma (Tidak percaya bahwa telah menjadi korban) c. Kurang percaya diri d. Tidak berfungsinya salah satu organ tubuh e. Tertular penyakit menular seksual f. Lainnya…………………………………………………………………… …………………………………………………………………(Sebutkan) 51. Apakah masalah yang saudara alami membuat saudara merasa tidak nyaman? a. Ya b. Tidak Jika ya, perubahan apa yang sangat menonjol dari saudara dari sebelum sampai setelah mengalami tindak kekerasan tersebut……………………………………. …………………………………………………………………………..(Sebutkan)
Eva Magdarena : Pengaruh Faktor-Faktor Internal Keluarga Terhadap Tindak Kekerasan Pada Perempuan Binaan Yayasan Pusaka Indonesia, 2009. USU Repository © 2009