PENGARUH ELEMEN INTERIOR DAN KUALITAS AKUSTIK COFFEE SHOP TERHADAP PERCAKAPAN PENGUNJUNG Rita, Enira Arvanda Program Arsitektur Interior, Fakultas Teknik Email:
[email protected]
Abstrak Dari abad ke-15 hingga sekarang, coffee shop sudah menjadi tempat untuk bersosialisasi. Selain makan dan minum, bercakap – cakap sudah menjadi kegiatan utama bagi para pengunjung coffee shop. Semakin banyaknya gerai coffee shop baru di kota - kota besar membuat persaingan menjadi semakin ketat. Dengan demikian, perlu ditekankan bahwa melalui desain dan elemen interior, semua aspek yang dibutuhkan untuk memfasilitasi percakapan pengunjung dapat terpenuhi. Aspek akustik juga mempengaruhi bagaimana percakapan antar pengguna ruang akan berlangsung. Bagaimana pengaruh elemen interior dan kualitas akustik coffee shop terhadap percakapan pengunjung akan dibahas pada karya ilmiah ini.
The Effect of Interior Elements and Acoustic Quality to The Visitors’s Conversation in Coffee Shop Abstract From the 15th century until now, coffee shop has become a place to socialize. Beside of eating and drinking coffee, socializing through conversation has became the main activity for the visitors in coffee shop. The expansion of new coffee shops in big cities makes the competition become more and more stringent. So, the emphasizing is to make sure that through the design of interior and its elements, will comfort in all aspects of visitors’s conversation. Auditory comfort will also impact how conversation are going to be held by users of space. The way that interior elements and acoustic quality of coffee shop effect the visitors’s conversation in coffee shop will be discussed in this journal. Keywords : acoustic;coffee shop;conversation;interior elements
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar ke-3 di dunia setelah Brazil dan Vietnam (Raharjo, 2013) dengan jenis biji kopi yang sangat beragam sehingga kopi bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Di Jakarta, konsumsi dan budaya minum kopi mulai meningkat secara drastis ketika Mall mulai menjamur tahun 1990-an (Said). Persaingan yang ketat antar gerai coffee shop membuat pengusaha harus melakukan berbagai strategi bisnis (misal: meningkatkan kualitas produk dan servis, dsb.) dimana perencanaan ruang termasuk kedalam salah satu aspek yang memegang peranan vital dalam memfasilitasi kegiatan serta memberikan kepuasan bagi pengunjung.
Pengaruh Elemen..., Rita, FT UI, 2013
Ray Oldenburg (1999) dalam bukunya The Great Good Place mengemukakan bahwa coffee shop masuk ke dalam kelompok third place yang memiliki karakter tertentu yaitu di dalamnya terjadi percakapan yang baik, hidup, dan menyenangkan. Selain itu, di saat berkomunikasi, bunyi memberikan pengaruh yang besar kepada manusia yang merupakan subjek dan objek dalam komunikasi. Oleh karena itu, ruang interior coffee shop (sebagai tempat terjadinya aktivitas minum kopi dan berkomunikasi) dengan elemen interior dan kualitas akustik di dalamnya harus mampu mendukung dan memberikan kualitas percakapan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan dari individu maupun kelompok pengunjung. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana pengaruh dari elemen interior coffee shop dan kualitas akustik terhadap percakapan pengunjung coffee shop serta bagaimana kenyamanan yang dirasakan pengunjung untuk melakukan percakapan dari elemen interior dan kualitas akustik tertentu. Dengan demikian, maksud dan tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah mengetahui pengaruh elemen interior dan kualitas akustik terhadap percakapan pengunjung coffee shop. Selanjutnya kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dapat menjadi dasar pertimbangan tambahan dalam merancang ruang duduk coffee shop yang dapat memberikan percakapan yang lebih baik sehingga dapat memberikan kesan dan menarik pengunjung untuk datang kembali. TINJAUAN TEORITIS
Coffee Shop Kedai kopi di dunia pertama kali muncul di Constantinope (Istanbul) pada tahun 1475. Sejak awal kemunculannya hingga sekarang, kopi selalu dikaitkan tidak hanya sekedar untuk bertemu dengan orang lain, tetapi bertukar dan menghasilkan ide baru yang berlangsung di kedai kopi (eVenues, 2012). Pada abad ke-17, kedai kopi mulai populer sebagai tempat diskusi politik, seni, dan intelektual secara bebas dengan menawarkan suasana yang hangat dan menyenangkan dan menjadi meeting place masyarakat umum, tidak hanya bagi kalangan politikus, seniman dan intelektual. Di Jakarta yang dulunya disebut Batavia, kehadiran kedai kopi dimulai ketika Belanda berhasil membawa bibit kopi ke Indonesia pada tahun 1969 (Saputra, dalam Sosrowidjojo, 2010). Masuknya bibit kopi ke Indonesia sebagai komoditas perdagangan Belanda juga diiringi dengan masuknya kedai kopi sebagai komoditas budaya bangsa Belanda, berupa
Pengaruh Elemen..., Rita, FT UI, 2013
pondokan yang berfungsi sebagai tempat singgah orang – orang yang sedang dalam perjalanan. Coffee Shop Sebagai Third Place Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam mendirikan coffee shop yang sukses. Namun menurut Phyllis J. (dalam Lynn, 2001), pendiri New Orleans Coffee Houses, coffee shop sebenarnya sangat erat kaitannya dengan kebutuhan sosial. Ray Oldenburg (1989) dalam bukunya The Great Good Place membahas mengenai thrid place, salah satunya coffee shop, yang berfokus pada aspek sosial yang terjadi didalamnya. Thrid place di seluruh dunia memiliki beberapa karakter umum yang sama yaitu : 1. Third place menjadi tempat dimana ada penyetaraan, tidak ada perbedaan baik sosial maupun ekonomi dan orang bisa datang dan pergi sesukanya. 2. Third place merupakan tempat yang inklusif. 3. Kegiatan utama yang menunjukan sebuah tempat merupakan third place adalah percakapan yang menyenangkan, berwarna, hidup, dan akrab. 4. Third place dapat dicapai dan digunakan dengan mudah dan kapan pun. 5. Ada pengunjung tetap pada third place yang memberikan karakter pada tempat tersebut. 6. Secara fisik, third place tampil sederhana. 7. Suasana di third place menyenangkan dan tidak serius. 8. Third place menawarkan kenyamanan dan intimasi seperti di rumah. Ada beberapa karakter coffee shop di kota besar Indonesia sebagai third place yang tidak sesuai. Namun, karakter utama yang mengindikasikan sebuah tempat dapat disebut third place yaitu percakapan yang menyenangkan sebagai kegiatan utamanya tetap terlihat dan terjadi dalam coffee shop di kota besar Indonesia. Oleh karena adanya beberapa perbedaan karakter karena tuntutan ekonomi namun tetap memenuhi karakter utama third place, maka coffee shop pada kasus ini lebih tepat disebut sebagai ruang komersial yang memiliki beberapa karakter third place. Coffee Shop sebagai Ruang Komersial Coffee shop digolongkan ke dalam jenis fasilitas makan dan minum komersial karena melibatkan aktivitas membayar didalamnya (Warde dan Martens, 2000). Tujuan utama dari merancang coffee shop sebagai fasilitas komersial adalah untuk menyediakan makanan dan
Pengaruh Elemen..., Rita, FT UI, 2013
minuman, pelayanan, dan suasana yang memuaskan pengunjung dan mendorong konsumen untuk datang kembali (Piotrowski dan Rogers, 1999). Konsep, dalam coffee shop sebagai tempat komersial, harus memberikan kesan total, khususnya di area duduk, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti: daerah, arsitektural bangunan, menu, citra perusahaan , harga, mood (formal atau informal), warna, seragam pekerja, dsb. sesuai dengan keinginan pemilik (Piotrowski dan Rogers, 1999). Dalam menyusun layout ruang duduk coffee shop, faktor yang penting bukanlah mengisi ruang kosong dengan tempat duduk sebanyak mungkin, tetapi untuk mencapai keseimbangan diantara kenyamanan pengunjung dengan keuntungan minimum yang harus diperoleh. Pada dinning area, pengunjung akan merasa tidak nyaman jika ruangan terlalu padat maupun terlalu kosong. (Katsigris dan Thomas, 2009). Komunikasi Manusia Hovland, Janis, dan Kelly (dalam Rakhmat, 1985) mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by which an individual (the communicator) transmit stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individual (the audience)”. Komunikasi manusia dilakukan dengan menggunakan simbol – simbol, yang setelah diterima oleh indra (sensasi) penerima pesan, kemudian akan disimpulkan dan ditafsirkan melalui proses kognitif (persepsi). Worley, Worley, dan Soldner (2008) menjelaskan bahwa ada delapan komponen dalam proses komunikasi manusia yaitu sender, message, channel, reciever, feedback, context, noise, dan motivasi.
Gambar 1. Model komunikasi interpersonal Sumber : www.4.bp.blogspot.com, 2013
Pengaruh Elemen..., Rita, FT UI, 2013
Komunikasi Efektif dan Gangguan Komunikasi Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Rakhmat, 1985) komunikasi yang efektif ditandai dengan timbulnya pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Namun, kehadiran noise bisa saja membuat pesan yang sampai pada reciever berbeda dari pesan yang dikirimkan sender (disebut sebagai kegagalan komunikasi primer) yang menghasilkan hubungan yang tidak baik (disebut sebagai kegagalan komunikasi sekunder). Lingkungan terbangun tempat komunikasi berlangsung harus dapat memastikan overload tidak terjadi. Overload timbul akibat terlalu banyak stimuli yang ditangkap pendengar secara sadar. Overload yang terus menerus terjadi akan mengakibatkan stress, penarikan diri, atau tidak bisa berkonsentrasi. Akibat stress, semua stimuli yang diterima indera tidak akan dipersepsikan oleh otak sehingga komunikasi akan terganggu atau bahkan terhenti. Syarat Peruangan dalam Komunikasi Komunikasi memiliki syarat peruangan agar dapat terjadi, yaitu: jarak interpersonal dan orientasi. Edward T. Hall
melakukan studi bagaimana manusia berkomunikasi melalui
penggunaan ruang saat berkomunikasi yang disebut proxemics (dalam Tubbs dan Moss, 1974). Kemudian Hall mengungkapkan ada empat jarak interpersonal yaitu: jarak intim, jarak personal, jarak sosial, dan jarak publik.
Gambar 2. Jarak interpersonal Sumber: Materials for Interior Environments Oleh Corky Binggeli, hal.5
Jarak intim berkisar sekitar 45 cm atau kurang dari itu. Biasanya keadaan ini terjadi antara anggota keluarga atau teman dekat. Percakapan dilakukan dengan berbisik – bisik. Jarak personal berkisar antara 45 - 120 cm. Jarak ini dapat disebut sebagai “a small protective sphere or bubble that an organism maintains between itself and others”(Hall, dalam Tubbs dan Moss, 1974). Topik yang didiskusikan biasanya adalah masalah personal. Biasanya percakapan dilakukan dengan suara bervolume rendah. Jarak sosial berkisar antara 1,2 - 3,5
Pengaruh Elemen..., Rita, FT UI, 2013
meter merupakan jarak dimana manusia biasanya mulai merasa gelisah ketika ada yang melewati batasan ini. Biasanya percakapan dilakukan dengan suara bervolume penuh. Jarak publik, berkisar antara 3,5 – 7 meter atau lebih, merupakan zona paling luas dan hanya ada dalam komunikasi manusia. Biasanya percakapan pada jarak publik dilakukan dengan suara yang sangat keras dan terkadang membutuhkan bantuan pengeras suara. Kriteria Akustik Ruang Percakapan pada Fasilitas Makan dan Minum Ada beberapa kebutuhan dasar dalam merancang ruang untuk percakapan yaitu ruangan dapat mengondisikan kekerasan suara percakapan yang cukup kuat untuk terdengar, tingkat suara merata di semua area, background noise harus cukup rendah agar tidak mengganggu pendengaran, dan ruangan harus bebas dari gema, gaung, echo, suara yang terpusat, dan resonansi. (Doelle, 1972, dalam Long, 2006) . Tabel 1. Perbandingan tingkat kebisingan untuk fasilitas makan dan minum Sumber : Design and Equipment for Restaurants and Foodservice, hal.220
Noise secara umum didefinisikan sebagai bunyi yang mengganggu dan tidak diinginkan. Background noise merupakan energi bunyi yang muncul di dalam lingkungan arsitektural pada waktu tertentu dari berbagai sumber kebisingan baik dari dalam maupun dari luar ruangan. Namun kenyamanan percakapan dalam suatu ruangan sangat ditentukan oleh background noise karena dapat menimbulkan masking noise yang memberikan privasi dan kenyamanan pada percakapan. Masking merupakan kondisi akustik dimana tingkat energi dari suatu sumber bunyi lebih kuat dan cukup untuk mengganggu kemampuan untuk mendengar bunyi dengan tingkat yang lebih
Pengaruh Elemen..., Rita, FT UI, 2013
rendah. Namun untuk menutupi background noise sesuai kebutuhan, ukuran pengeras suara dan intensitas suara harus sangat diperhatikan dan disesuaikan dengan kondisi background noise yang ada. Pada umumnya, bunyi yang digunakan sebagai masking suara percakapan adalah musik. Selain itu, musik pada coffee shop juga sangat penting dalam membentuk mood akan ruangan. Pada coffee shop, kebisingan dari coffee bar pada umumnya menjadi konsep dari ruang duduk dan membentuk suasana khas coffee shop. Namun suara pantul aktivitas coffee bar harus tetap dikendalikan agar tidak mengganggu dengan cara memanfaatkan karakter akustik elemen interior pada ruang duduk. Karakter Akustik Elemen Interior Elemen interior yang berperan dalam mengendalikan kebisingan adalah permukaan langit – langit, dinding, lantai dan perabot. Dalam pengendalian background noise, dinding, lantai, langit – langit dan permukaan perabot memiliki efektifitas yang berbeda. Urutan material berdasarkan efektifitas penyerapan bunyi adalah pertama langit – langit, kedua permukaan di belakang sumber bunyi, ketiga permukaan di depan sumber bunyi, kemudian yang terakhir adalah permukaan lantai (Crocker,1998). Dalam kasus penyerapan bunyi, lantai memberikan kontribusi paling sedikit namun berpotensi menyumbangkan kebisingan dari bunyi langkah kaki dan tubrukan dengan benda lainnya. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif dengan metode studi kasus pada tiga coffee shop yang dipilih berdasarkan lokasinya, yaitu: coffee shop K pada kawasan perkantoran, coffee shop P pada kawasan pendidikan, dan coffee shop U pada kawasan hang out . Ketiga kawasan tersebut dipilih untuk mendapatkan jenis pengunjung dan percakapan yang lebih beragam yaitu: percakapan bisnis, diskusi tugas, dan percakapan di waktu senggang. Metode penelitian yang dilakukan dimulai dengan observasi dan dokumentasi mengenai data– data seperti denah, potongan, dan elemen interior coffee shop. Setelah itu dilakukan pengukuran background noise ketika coffee shop berada dalam kondisi setengah penuh dengan menggunakan sound level meter pada beberapa titik untuk mengetahui sensasi kebisingan yang dirasakan pengunjung. Selain itu, dilakukan juga pengukuran kualitas akustik secara subjektif untuk menjelaskan kualitas akustik coffee shop studi kasus. Kemudian, dari angket dan wawancara terhadap sepuluh orang pengunjung tiap coffee shop studi kasus,
Pengaruh Elemen..., Rita, FT UI, 2013
diperoleh data mengenai kebiasaan kunjungan, motivasi, kegiatan, noise pada coffee shop, dan kepuasan percakapan pengunjung selama ini. HASIL PENELITIAN Tabel 2. Denah Coffee shop dan hasil pengukuran intensitas background noise
Konsep interior : Gudang kopi Pengunjung utama : Pekerja kantoran Sumber kebisingan : Kebisingan pengguna gedung lainnya, HVAC, kipas angin, peralatan makan dan minum, aktivitas bar, dan percakapan pengunjung
Konsep interior : Nature Pengunjung utama : Mahasiswa Sumber kebisingan : HVAC, aktivitas bar, dan percakapan pengunjung
Gambar Hasil pengukuran background noise pada coffee shop K Tidak terkendali hampir di semua area duduk (7076 dB)
Konsep interior : Homey Pengunjung utama : campuran Sumber kebisingan : Kebisingan lalu lintas, aktivitas bar, dan percakapan pengunjung
Gambar Hasil pengukuran background noise pada coffee shop P Terkendali di beberapa area duduk (63-‐69 dB)
Gambar Hasil pengukuran background noise pada coffee shop U Terkendali hampir di semua area duduk (53-‐60 dB)
Pengaruh Elemen..., Rita, FT UI, 2013
Tabel 3. Denah profil akustik elemen interior coffee shop
Material pemantul: lantai, dinding, ceiling Material penyerap : furnitur, karung kopi Layout duduk kurang bervariasi
Material pemantul : dinding, sebagian kecil lantai, ceiling, beberapa furnitur Material Penyerp : beberapa furnitur, sebagian besar lantai Layout duduk bervariasi
Material pemantul : sebagian dinding, lantai, ceiling, bebreapa furnitur Material Penyerap : sebagian besar furnitur, sebagian dinding Layout duduk cukup bervariasi
12 10 8 6 4 2 0
12 10 8 6 4 2 0
10
9 6 2
Ya
1
0
Terkadang
10
9 7
1
2
1
0
0 0
Puas Biasa Saja Tidak Puas
Tidak
Grafik 1. Kenyamanan Percakapan 15 10 5 0
10
Grafik 2. Kepuasan Kunjungan
10
5 5 1
0
Ada Tidak
Grafik 3. Ketersediaan bunyi yang mendukung percakapan
Pengaruh Elemen..., Rita, FT UI, 2013