Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ILER (Coleus atropurpureus L. BENTH) TERHADAP INFEKSI Salmonella enteritidis PADA MENCIT (Mus musculus) (Effect of Coleus atropurpureus L. Benth Ethanol Extract on Salmonella enteritidis Infection At Mice (Mus musculus)) TATI ARIYANTI1, RADEN INNA FAZRINA2 dan DARMONO1 1
Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata, 30, Bogor 16114 2 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta
ABSTRACT Salmonella enteritidis is considered as the disease attacking both animal and human. This objective of the study was to investigate effect of Coleus atropurpureus L. Benth ethanol extract on S. enteritidis infection at mice. A number of fifty heads of mice were divide into 5 groups, which were group of negative control (I) without treatment of S. enteritidis and Coleus atropurpureus; positive control group (II) was infected intraperitoneally with 0,25 x 107 colony forming unit of S. enteritidis. Groups of III, IV, and V were mice groups that were infected with S. enteritidis and were given Coleus atropurpureus ethanol extract with an oral doses of 26,1 mg; 52,2 mg; and 104,4 mg per gram of weight of mice respectively during 14 days. Five mice of each groups were necropsied and spleen samples were collected at period of first week and second week. The analysis was conducted with isolation, identification of S. enteritidis infection and enumeration total of bacterial using total plate count (TPC) method and its data were demonstrated descriptively. It is concluded that dose of 104,4 mg of Coleus atropurpureus more effective as bacteriostatic and therapy for S. enteritidis at mice than doses of 26,1 mg/g BW and 52,2 mg/g BW. Key Words: Coleus atropurpureus, Mice, Salmonella enteritidis ABSTRAK Salmonella enteritidis merupakan penyakit yang dapat menyerang baik hewan maupun manusia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth) sebagai antibakteri terhadap infeksi Salmonella enteritidis pada mencit. Sebanyak 50 ekor mencit yang dibagi menjadi lima kelompok masing-masing 10 ekor yaitu kelompok I sebagai kontrol, Kelompok II diinfeksi S. enteritidis dengan dosis 0,25 mL x 107 CFU/mL secara intraperitoneal, kelompok III, IV dan V berturut-turut adalah kelompok yang diinfeksi dan diberi ekstrak etanol daun iler dengan dosis 26,1 mg/gBB, 52,2 mg/gBB, 104,4 mg/gBB per oral selama 14 hari. Pengambilan sampel organ limpa dilakukan pada dua periode yaitu minggu ke-1 dan ke-2, setiap periode dibunuh 5 ekor mencit dari setiap kelompok. Analisis dilanjutkan dengan reisolasi dan reidentifikasi bakteri S. enteritidis serta perhitungan jumlah bakteri dengan metode Angka Lempeng Total (ALT). Analisis data hasil ALT dilakukan secara deskriptif dengan melihat perbedaan jumlah bakteri antar kelompok. Hasil analisa menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun iler dosis 104,4 mg/gBB lebih efektif untuk menghambat pertumbuhan dan mengobati infeksi S. enteritidis pada mencit bila dibandingkan dengan dosis 26,1 mg/gBB dan dosis 52,2 mg/gBB. Kata Kunci: Daun Iler, Mencit, Salmonella enteritidis
PENDAHULUAN Salmonella enteritidis merupakan salah satu bakteri patogen golongan Enterobacteriaceae yang dapat menimbulkan infeksi baik pada manusia maupun hewan. (OIE, 2000). Pada manusia dapat menyebabkan berbagai penyakit
seperti gastroenteritis, bakteremia, septikemia dan demam enteritik (PORTILLO, 2000; SERBENIUK, 2002). Pada hewan terutama ayam, gejala klinis terlihat pada ayam umur kurang dari 2 minggu yang berupa diare, lesu, anorexia dan pada yang peka dapat menimbulkan kematian. Pada ayam dewasa
799
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
umur lebih dari 2 minggu yang terinfeksi S. enteritidis biasanya gejala bersifat subklinis/ karier dan sebagai sumber penularan bagi hewan lain, manusia dan lingkungan (ALISANTOSA et al., 2000; POERNOMO et al., 1997). Menurut HUMPREY et al. (1991) dosis infeksi S. enteritidis pada ayam adalah 106 – 108 CFU/ ml. Penggunaan antibiotik dalam pemacu pertumbuhan (growth promotor), pencegahan dan pengobatan penyakit pada ternak memberi dampak yang merugikan. Pada beberapa kasus menimbulkan rusaknya keseimbangan mikroflora dalam usus, meningkatkan resistensi Salmonella terhadap antibiotika dan menyebabkan residu pada produk ternak (BARTON and HART, 2001; GLISSON, 1998). Dalam upaya menghasilkan produk ternak yang sehat maka diperlukan alternatif penggunaan bahan alami atau obat tradisional untuk pengendalian Salmonella. Daun iler (Coleus atropurpureus L. BENTH) atau miama merupakan salah satu tumbuhan alam yang berbatang basah dan banyak tersebar, antara lain di wilayah pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Daunnya berbentuk segitiga atau bulat telur berwarna ungu tua atau merah. Daunnya yang berwarna merah kehitaman sangat berkhasiat. Bagian daunnya mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan polivenol, zat-zat alkaloida, mineral dan sedikit lendir. Zat-zat yang terkandung dalam minyak atsiri antara lain adalah karvakrol, eugenol dan etil salisilat. Tanaman ini bermanfaat sebagai obat antibakteri atau antiradang, diare, obat bisul, obat wasir maupun sebagai penambah nafsu makan (SYAMSUHIDAYAT and HUTAPEA, 1991; www.asiamaya.com, 2007). Pada penelitian pendahuluan daya hambat antibakteri daun iler secara in vitro menggunakan metode cakram menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri dari
ekstrak etanol daun iler (Coleus atropurpureus L. BENTH) pada konsentrasi 10% (diameter hambatan rata-rata 12,9 mm) dan konsentrasi 20% (diameter hambatan rata-rata 19,25 mm) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella paratyphosa (DESI, 2001). Berdasarkan aktivitas tersebut diharapkan daun iler dapat digunakan sebagai antibakteri alamiah dalam mengatasi infeksi Salmonella pada ternak dan pada penelitian ini dipergunakan mencit sebagai hewan model. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth) secara in vivo pada mencit yang diinfeksi S. enteritidis dengan dosis 107 CFU/ml sebanyak 0,25 ml secara intraperitoneal. MATERI DAN METODA Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2006 di Laboratorium Bakteriologi, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor, Jawa Barat. Pemberian dosis infeksi Salmonella enteritidis dan ekstrak etanol daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth) pada mencit. Sebanyak 50 ekor mencit (Mus musculus) putih jantan strain LMR dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing kelompok berjumlah 10 ekor mencit. Pembagian kelompok dan perlakuannya dapat dilihat pada Tabel 1. Ekstrak etanol daun iler diperoleh dari Balittro, Bogor dan telah dilakukan determinasi di Herbarium Bogoriense Botani, Puslitbang LIPI, Bogor. Ekstrak etanol daun iler ini merupakan sediaan cairan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati daun iler, menggunakan pelarut etanol. Semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa diperlakukan
Tabel 1. Perlakuan pada kelompok mencit. Kelompok
Perlakuan
I
Kontrol Negatif (diberi pakan dan minum ad libitum) tanpa perlakuan
II
Kontrol Positif (Diinfeksi S. enteritidis isolat lokal dengan dosis 107 CFU/ml sebanyak 0,25 ml secara intraperitoneal)
III
Diinfeksi + pemberian ekstrak etanol daun iler dosis 26,1 mg/g BB peroral
IV
Diinfeksi + pemberian ekstrak etanol daun iler dosis 52,2 mg/g BB peroral
V
Diinfeksi + pemberian ekstrak etanol daun iler dosis 104,4 mg/g BB peroral
800
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
pengocokan dan pengadukan pada suhu ruang sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Setiap 1 ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 gram simplisia daun iler KESEHATAN REPUBLIK (DEPARTEMEN INDONESIA, 1985). Dalam aplikasinya ke hewan percobaan, ekstrak etanol daun iler tersebut dilarutkan dengan Karboksi Metil Selulosa Natrium (CMC Na) 0,75% dan diberikan per oral dengan dosis 26,1 mg/ gBB, 52,2 mg/ gBB and 104,4 mg/ gBB secara berurutan pada kelompok III, IV dan V (www.iptek.or.id, 2006). Pemberian ekstrak etanol daun iler tersebut dilakukan setiap hari dimulai 1 hari setelah mencit diinfeksi S. enteritidis sampai pada hari ke-14. Pada periode minggu pertama yaitu setelah 7 hari pemberian ekstrak etanol daun iler, 5 ekor mencit dari tiap kelompok dibunuh dan diambil organ limpanya. Lima ekor sisanya dibunuh pada periode minggu ke-2 atau setelah 14 hari pemberian ekstrak etanol daun iler. Penimbangan bobot badan Penimbangan bobot badan mencit dilakukan setiap hari pada masing-masing kelompok dan dilakukan pengamatan terhadap gejala klinis setelah mencit diinfeksi. Gejala klinis yang diamati seperti feses encer, lesu dan anorexia. Hasil bobot badan mencit dianalisis dengan menggunakan analisa varian (ANOVA) satu arah. Jika Fhitung < Ftabel, maka tidak ada perbedaan bermakna sehingga uji tidak dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Reisolasi dan reidentifikasi bakteri S. enteritidis pada limpa mencit Limpa diambil secara aseptis dari tubuh mencit kemudian dihancurkan sampai halus. Sebanyak 0,5 gram limpa dipisahkan untuk dilakukan penghitungan total bakteri S. enteritidis. Sisanya sebanyak ± 0,4 gram dimasukkan ke dalam larutan prapengkayaan (BPW) dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Sebanyak 1 ml larutan BPW dipindahkan ke dalam 9 ml MSCB kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Selanjutnya suspensi bakteri dikultur pada media selektif Salmonella agar (XLD) dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Koloni yang diduga Salmonella direidentifikasi lebih lanjut menggunakan media deferensial dan biokimia ke arah Salmonella dan dilanjutkan dengan uji serologi untuk menentukan serotipenya (JAY and DAVEY, 1989; POERNOMO et al., 1997). Penentuan jumlah total bakteri S. enteritidis pada limpa mencit Sebanyak 0,5 gram limpa mencit dimasukkan ke dalam 4,5 ml larutan MSCB, kemudian dilakukan pengenceran bertingkat sampai dengan 10-6. Sebanyak 1 ml dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml larutan suspensi limpa dalam MSCB kemudian ditanam pada media XLD (Oxoid) dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-48 jam. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan dengan metode Angka Lempeng Total [ALT] (BADAN STANDARISASI NASIONAL, 1992). Analisis data hasil ALT dilakukan secara deskriptif dengan melihat perbedaan jumlah bakteri antar kelompok. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada kelompok II atau kelompok kontrol positif yaitu kelompok mencit yang diinfeksi dengan S. enteritidis dosis 0,25 x 107 CFU/ml memperlihatkan gejala klinis berupa feses encer dan penurunan nafsu makan. Penurunan nafsu makan tersebut ditunjukkan dengan adanya sisa pakan pada hari berikutnya. Hal ini tidak terjadi pada kelompok I, III, IV dan V. Penurunan nafsu makan ini dapat menyebabkan penurunan bobot badan akibat asupan pakan yang kurang. Penurunan nafsu makan tersebut tampaknya dipengaruhi oleh adanya infeksi bakteri di dalam tubuh. Infeksi S. enteritidis dalam saluran pencernaan dapat mengakibatkan peradangan usus, peningkatan peristaltik usus dan terjadi kerusakan atau gangguan fungsi usus dalam penyerapan pakan. Pakan yang masuk dalam usus tidak diserap, pakan akan segera diekskresikan bersama cairan. Akibatnya hewan akan kehilangan banyak cairan sehingga tubuh menjadi lemas (ALISANTOSA et al., 2000; KEUSCH and THEA, 1989; SHIVAPRASAD et al., 1990). Hasil penelitian HUMPREY et al. (1991)
801
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
cepat bertambah. Semakin banyak dosis yang diberikan maka efek peningkatan bobot badan menjadi semakin jelas. Perubahan rata-rata pertambahan bobot badan mencit pada tiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Gambar 1. memperlihatkan perubahan ratarata pertambahan bobot badan mencit dari tiap kelompok pada minggu ke-0, minggu ke-1 dan minggu ke-2. Untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan setiap kelompok maka dilakukan uji statistik ANOVA satu arah. Ringkasan ANOVA rata-rata bobot badan mencit dapat dilihat pada Tabel 3. Dari analisis varian satu arah (ANOVA) diperoleh F hitung (0,05) < F Tabel (2,37) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pengaruh infeksi S. enteritidis terhadap bobot badan mencit dalam tiap kelompok. Rata-rata pertambahan bobot badan mencit 45 40 Bobot badan (gram)
melaporkan bahwa hewan percobaan yang diinfeksi dengan S. enteritidis dosis 106 atau 108 CFU memperlihatkan gejala nafsu makan yang rendah dan mengalami diare antara hari ke-2 dan ke-7 setelah infeksi. Diare pada hewan yang mendapat dosis infeksi S. enteritidis 108 CFU dapat berlangsung sampai pada hari ke-9. Pada kelompok I atau kelompok kontrol negatif yaitu kelompok mencit yang tidak mendapat perlakuan infeksi dan tidak menerima pemberian ekstrak etanol daun iler terlihat mengalami peningkatan bobot badan selama 14 hari pengamatan. Peningkatan bobot badan mencit menunjukkan kondisi mencit yang sehat dan normal. Setiap pertambahan umur mencit, asupan pakan meningkat sehingga bobot badan menjadi bertambah. Peningkatan bobot badan mencit ini juga terlihat pada kelompok III, IV dan V yaitu kelompok mencit yang diinfeksi S. enteritidis dan diberi ekstrak etanol daun iler dosis 26,1 mg/g BB, 52,2 mg/g BB dan 104,4 mg/g BB secara berurutan. Peningkatan bobot badan mencit yang paling tinggi terlihat pada kelompok V yaitu pada akhir periode minggu ke-2. Peningkatan bobot badan tersebut terjadi kemungkinan karena pemberian ekstrak etanol daun iler pada mencit. SYAMSUHIDAYAT dan HUTAPEA, 1991 menyatakan bahwa minyak atsiri yang terkandung pada ekstrak etanol daun iler selain berfungsi sebagai antibiotik juga dapat meningkatkan nafsu makan. Peningkatan nafsu makan tersebut menyebabkan bobot badan
35 30 25 20 15 10 5 0 I
II
III
IV
V
Kelompok Minggu 0
Minggu I
Minggu II
Gambar 1. Perubahan rata-rata pertambahan bobot badan mencit (gram) pada tiap kelompok perlakuan
Tabel 2. Perubahan rata-rata pertambahan bobot badan mencit (gram) pada tiap kelompok perlakuan Minggu ke-
Kelompok perlakuan I
II
III
IV
V
0
22,80
22,24
22,42
22,43
22,56
1
29,16
17,53
27,00
26,00
32,22
2
36,17
10,73
30,48
30,29
42,80
I II III IV V
: : : : :
802
Kontrol, hanya diberi pakan dan minum ad libitum tanpa perlakuan Diinfeksi S. enteritidis 0,25 x 107 CFU/ml/ekor Diinfeksi dan diberi ekstrak etanol daun iler dosis 26,1 mg/g BB Diinfeksi dan diberi ekstrak etanol daun iler dosis 52,2 mg/g BB Diinfeksi dan diberi ekstrak etanol daun iler dosis 104,4 mg/g BB
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 3. Ringkasan ANOVA rata-rata bobot badan mencit JK Kelompok BB (k)
db
MK
F hitung
F tabel (α = 0,05)
0,105
2,37
2504,51
5
500,92
Dalam (D)
835432,32
84
9945,62
Total (T)
837936,83
89
-
JK : Jumlah kuadrat Db : derajat kebebasan MK : Mean kuadrat
Hasil reisolasi S. enteritidis dari limpa mencit yang dilakukan pada periode minggu ke-1 dan ke-2 dapat dilihat pada Tabel 4. Pada kelompok I menunjukkan bahwa pada minggu ke-1 maupun ke-2 tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri S. enteritidis (0%). Pada kelompok II, III, IV dan V yaitu kelompok yang diinfeksi dengan S. enteritidis terlihat bahwa pada semua limpa mencit yang diperiksa dapat direisolasi dan direidentifikasi bakteri S. enteritidis baik pada minggu ke-1 (100%) maupun minggu ke-2 (100%). Pada kelompok II, III, IV dan V dapat dilihat bahwa S. enteritidis bersifat invasif, yang sebelumnya berada di lumen usus atau sekum, selanjutnya bakteri menembus usus dan menyebar ke dalam organ internal lainnya, seperti peritoneum, limpa, hati, jantung, dan ovarium (ALISANTOSA et al., 2000; BARBOUR et al., 1993; SHIVAPRASAD et al., 1990).
Rata-rata hasil penghitungan jumlah bakteri S. enteritidis dapat dilihat pada Tabel 5. Dari hasil penghitungan ALT dapat diketahui bahwa pada kelompok I yaitu kelompok kontrol atau kelompok yang hanya diberi pakan dan minum ad libitum tanpa perlakuan menunjukkan bahwa tidak terdapat pertumbuhan bakteri S. enteritidis pada pemeriksaan minggu ke-1 (0 CFU/g) maupun pada minggu ke-2 (0 CFU/g). Jumlah bakteri S. enteritidis pada kelompok III atau yang diberi ekstrak etanol daun iler dosis 26,1 mg/gBB terlihat sangat tinggi atau sama dengan jumlah bakteri pada kelompok II atau kelompok infeksi (>250 x 106 CFU/g). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun iler dosis 26,1 mg/gBB belum berefek, kemungkinan dosis masih terlalu rendah sehingga tidak mampu memberi konsentrasi yang cukup dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. enteritidis pada limpa mencit.
Tabel 4. Hasil reisolasi bakteri Salmonella enteritidis pada organ limpa mencit.
Kelompok I
Banyaknya mencit setiap kelompok perlakuan (ekor)
Minggu I
(%)
Minggu II
(%)
10
0/5
0
0/5
0 100
Reisolasi Bakteri S. enteritidis dari organ limpa Mencit
II
10
5/5
100
5/5
III
10
5/5
100
5/5
100
IV
10
5/5
100
5/5
100
V
10
5/5
100
5/5
100
Pembilang: jumlah organ limpa mencit yang positif bakteri S. enteritidis Penyebut: jumlah sampel organ limpa mencit yang diperiksa
803
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 5. Rata-rata jumlah bakteri S. enteritidis tiap kelompok pada periode minggu I dan minggu II Periode
Kelompok Minggu I Rata-rata ALT (CFU/g)
Log CFU/g
Rata-rata ALT (CFU/g)
Log CFU/g
0
0
0
0
II
>250 x 10
6
III
>250 x 106
IV
13,1 x106
V
7,7 x10
3
8,39
6
>250 x 10
8,39
8,39
>250 x 106
8,39
7,11
4,6 x 103
3,57
3,65
Pengaruh ekstrak etanol daun iler terhadap pertumbuhan bakteri S. enteritidis mulai terlihat pada kelompok IV, periode minggu ke1 yaitu kelompok yang mendapat dosis 52,2 mg/gBB. Pada kelompok ini jumlah S. enteritidis yang ditemukan adalah 13,1 x106 CFU/g dan pada minggu ke-2 jumlah S. enteritidis semakin berkurang menjadi 4,6 x 103 CFU/g. Sedang pada kelompok V yaitu kelompok yang mendapat ekstrak etanol daun iler dosis 104,4 mg/gBB, jumlah S. enteritidis pada minggu ke-1 sebesar 7,7 x 103 CFU/g dan minggu ke-2 adalah 1,1 x 103 CFU/g. Jumlah bakteri S. enteritidis pada pemberian ekstrak etanol daun iler dosis 104,4 mg/gBB lebih rendah dari dosis 52,2 mg/gBB (Gambar 2). Hal ini kemungkinan karena dosis pemberian ekstrak etanol daun iler pada kelompok V lebih besar daripada kelompok IV. Ekstrak etanol daun iler mampu membunuh bakteri Gram negatif seperti S. enteritidis karena ekstrak etanol daun iler mengandung minyak atsiri dan senyawa polifenol (DESI, 2001). Karvakrol merupakan senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri, memiliki sifat sebagai antibiotik. Senyawa tersebut mampu berikatan dengan reseptor pada permukaan dinding sel bakteri kemudian menembus dan merusak dinding sel bakteri sehingga pembentukan dinding sel bakteri dihambat akibat lisisnya sel bakteri (www.asiamaya.com, 2007; BROOKS et al., 2001). Sedang SUBRONTO menyampaikan bahwa senyawa fenol selain sebagai antibiotik juga merupakan antiseptik. Namun saat ini sebagai antiseptik, senyawa fenol sudah tidak banyak digunakan karena dalam penggunaannya diperlukan konsentrasi yang besar dan mahal harganya (SUFRIYANTO and INDRAJI, 2005). Diharapkan ekstrak etanol
804
1,1x10
3
3,04
daun iler juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan senyawa fenol yang murah dan dapat berfungsi untuk membunuh bakteri atau bakterisidal. Pada penelitian ini daya kerja ekstrak etanol daun iler hanya berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) saja belum berfungsi sebagai obat untuk membunuh bakteri (bakterisidal). RATA-RATA JUMLAH BAKTERI TIAP KELO MPO K 9
Log CFU/ gram
I
Minggu II
8 7 6 5 4 3 2 1 0 I
II
III
IV
V
Kelompok Minggu I
Minggu II
Gambar 2. Rata-rata jumlah bakteri S. enteritidis tiap kelompok, pada periode minggu I dan mingg II
KESIMPULAN DAN SARAN Daun iler bermanfaat sebagai antibakteri untuk mengatasi infeksi S. enteritidis pada mencit. Dosis daun iler (Coleus atropurpureus L. BENTH) sebesar 104,4 mg/gBB lebih efektif dibandingkan dosis 26,1 mg/gBB dan 52,2 mg/gBB dalam menghambat bakteri S. enteritidis. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pemanfaatan senyawa aktif karvakrol yang terkandung dalam minyak atsiri daun iler (Coleus atropurpureus L BENTH) sebagai baktreisidal terhadap infeksi S. enteritidis pada hewan percobaan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
DAFTAR PUSTAKA ALISANTOSA B., H. L. SHIVAPRASAD, A. S. DHILLON, O. SCHABERG and D. BANDLI, 2000. Pathogenicity of Salmonella enteritidis phage types 4, 8 and 23 in specific pathogen free chicks. Avian Pathol. 29: 583 – 592. BADAN STANDARISASI NASIONAL, 1992. Angka lempeng total. Dalam: Cara Uji Cemaran Mikroba. SNI 01-2897-1992. hlm. 6 – 9. BARBOUR E.K., W.M. FRERICHS, N.H. NABBUT, P.E. POSS and M.K. BRINTON, 1993. Evaluation of bacterins containing three predominant phage types of Salmonella enteritidis for prevention of infection in egg laying chickens. Am. J. Vet. Res. 84(8): 1306 – 1309. BARTON M.D. and W.S. HART. 2001. Public Health Risk: Antibiotic resistance. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 : 414 – 422. BROOKS G.F., J.S. BUTEL and S.A. MORSE. 2001. Medical Microbiology. Twenty Second Ed. McGraw-Hill Companies Inc. DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, 1985. Tanaman Obat Indonesia, Jilid I dan III, Jakarta. hlm. 25, 1699. DESI, 2001. Uji Daya Anti Bakter Ekstrak Daun Iler (Coleus atropurpureus (L) Benth) Terhadap Beberapa Bakteri Gram positif dan Bakteri Gram Negatif, Skripsi. Universitas Pancasila. GLISSON, J.R. 1998. Use of antibiotic to control Salmonella in poultry. Proc. of International symposium on food-borne Salmonella in poultry, Baltimore Maryland. pp. 173 – 175. http://www.asiamaya.com /jamu/isi/iler_coleussatro purpureus.htm, 2007. http://www.iptek.or.id/artikel/tentang tanaman obat/ depkes-2/buku 10, Jakarta, 2006 HUMPREY T.Y, A. BASKERVILLE, H. CHART, B. ROWE and A. WHITEHEAD, 1991. Salmonella enteritidis PT4 infection in specific pathogen free hens: influence of infecting dose. Veterinary Record. 129: 482 – 485.
KEUSCH, G. and D.M. THEA. 1989. The Salmonellae: Typhoid fever and gastroenteritis. In: Mechanisms of microbial disease. SCHAECHTER, M., G. MEDOFF and D. SCHLESSINGER (Eds.). Williams and Wilkins, Baltimore. pp. 266 – 275. OFFICE INTERNATIONAL DES EPIZOOTIES (OIE). 2000. Fowl Typhoid and Pullorum Disease. In Manual of Standards for Diagnostic Test and Vaccines. pp. 697 – 698. POERNOMO, S., I. RUMAWAS, and A. SAROSA, 1997. Infeksi Salmonella enteritidis pada anak ayam pedaging dari peternakan pembibit: Suatu laporan kasus. JITV 2(3): 194 – 197. PORTILLO, F.G. 2000. Molecular and cellular biology of Salmonella pathogenesis in microbial foodborne disease: Mechanisms of pathogenesis and toxin synthesis. CARY, J.W. J.E. LINZ and D. BHATNAGAR (Eds.). First Edition. Technomic Publishing Company. Inc. 851 New Holland Avenue Box 3535. Lancester, Pennysylvania 17604 USA. pp. 3 – 7. SIVAPRASAD, H.L., J.F. TIMONEY, S. MORALES, B. LUCIO and R.C. BAKER. 1990. Pathogenesis of Salmonella enteritidis infection in laying chicken I. Studies on egg transmission, clinical signs, fecal sedding and serologic responses. Avian Disease 34: 548 – 557. SYAMSUHIDAYAT S.S. and J.R. HUTAPEA. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. hlm. 168 – 169. SERBENIUK, F. 2002. Non-typhoidal Salmonella. http://www.wou.edu/las/natsci_math/biology/ boomer/Bio440/emerging2002/Salmonella2. (25 Maret 2003). SUFRIYANTO and M. INDRAJI. 2005. Uji in vitro dan in vivo ekstrak campuran mengkudu (Morinda citrifolia) dan bawang putih (Allium sativum) pada sapi penderita mastitis sub klinis. Animal Production 7(2): 101 – 105.
JAY, L.S, and G.R. DAVEY. 1989. Salmonella: Characteritic, Identification and enumeration in Foodborne Microorganisms of Public Health Significance. Fourth Edition. AIFST (NSW Branch). Food Microbiology Group. pp. 51 – 77.
805
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
DISKUSI Pertanyaan: Zat aktif apa (pada ekstrak daun iler) yang mampu menghambat infeksi? Jawaban: Hanya percobaan in vivo, belum jelas.
806