PENGARUH EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
DARA RESMI ASBIANTARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Dara Resmi Asbiantari NRP H151120171
RINGKASAN DARA RESMI ASBIANTARI. Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Dibimbing oleh MANUTUN PARULIAN HUTAGAOL dan ALLA ASMARA. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian dalam jangka panjang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ekspor sebagai pendekatan kebijakan outward looking terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekspor, impor barang modal, pengeluaran pemerintah, dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda dengan metode Cochrane-Orcutt. Penelitian ini menggunakan data sekunder timeseries triwulanan sejak tahun 2000 triwulan 1 sampai dengan tahun 2016 triwulan 1. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penelitian ini menganalisis kebijakan outward looking terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Model yang digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh ekspor secara sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil penelitian pada penelitian ini yaitu ekspor di sektor industri memiliki hasil yang signifikan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya dan impor barang modal memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekspor di sektor industri sebaiknya dikembangkan agar dapat mendorong kebijakan outward looking yang efektif untuk diterapkan di Indonesia. Kata kunci: outward looking, ekspor, pertumbuhan ekonomi, cochrane-orcutt
SUMMARY DARA RESMI ASBIANTARI. The Effect of Exports on Indonesian’s Economic Growth. Supervised by MANUTUN PARULIAN HUTAGAOL and ALLA ASMARA Economic growth is one of long term economic problem that is influenced by various factors. This study aimed to analyse how exports as outward looking policy can affect the economic growth. The variables used in this study are export, import of capital goods, government expenditure and gross fixed capital formation (GFCF). The analytical method used is multiple linear regressions by using the Cochrane-Orcutt method. This study uses time series secondary data quarterly from 2000 Q1 to 2016 Q1, data sources are from Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, and Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Research models are used to see how sectoral exports affect the Indonesian economic growth. This research shows that economic growth in the previous period and import of capital goods has significant influence to the economic growth, and exports in industrial sector have significant influence to the economic growth, both in short term and long term. Exports in industrial sector should be developed in order to encourage an effective outward looking policy in Indonesia.
Keywords: Outward Looking, Export, Economic Growth, Cochrane-Orcutt
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
DARA RESMI ASBIANTARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi, MSc Agr
Judul Tesis : Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Nama : Dara Resmi Asbiantari NIM : H151120171
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir M Parulian Hutagaol, MS Ketua
Dr Alla Asmara, SPt, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 26 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah perdagangan internasional, dengan judul Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. 2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc Agr Sebagai penguji utama dan Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si sebagai penguji dari Komisi Akademik yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan tesis ini. 3. Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si selaku Ketua Program Studi beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB dan semua dosen yang mengajar penulis. 4. Biro Organisasi dan Kepegawaian (Roganpeg) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB. 5. Rekan-rekan di Sekretariat Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. 6. Teman-teman kuliah kelas khusus IPB-Kemendag atas segala bantuannya selama penulis menyelesaikan pendidikan di IPB. 7. Orangtua, adik dan keluarga besar Penulis yang senantiasa mendoakan sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini. Kepada suami tercinta Arif Budiman dan ananda tersayang Braga Kenzie Putra Budiman atas segala doa, kasih sayang, dukungan dan kesabaran yang telah diberikan. Besar harapan Penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di masa mendatang.
Bogor, Agustus 2016 Dara Resmi Asbiantari
DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 Perumusan Masalah ....................................................................................... 3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 Tinjauan Teori ............................................................................................... 5 Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................. 5 Ekspor ............................................................................................................ 7 Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi ............................................................. 12 Determinan dari Pertumbuhan Ekonomi ..................................................... 12 Impor ......................................................................................................... 12 Pengeluaran Pemerintah ............................................................................ 13 Investasi ..................................................................................................... 16 Tinjauan Empiris ......................................................................................... 17 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 20 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 21 3 METODE PENELITIAN 21 Jenis dan Sumber Data................................................................................. 21 Metode Analisis Data .................................................................................. 22 Analisis Deskriptif ....................................................................................... 22 Analisis Regresi Linear Berganda ............................................................... 22 Uji Asumsi Klasik ....................................................................................... 22 Metode Cochrane-Orcutt ............................................................................. 23 Evaluasi Model ............................................................................................ 24 Spesifikasi Model ........................................................................................ 24 Definisi Operasional .................................................................................... 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ....................................... 25 Perkembangan Ekspor ................................................................................. 27 Perkembangan Impor Barang Modal ........................................................... 28 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah...................................................... 29 Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)......................... 30 Kebijakan Outward Looking terhadap Pertumbuhan Ekonomi................... 31 Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang ...................................................... 33 Ekspor Industri............................................................................................. 34 Impor Barang Modal.................................................................................... 34
5 SIMPULAN DAN SARAN 37 Simpulan ...................................................................................................... 37 Saran ............................................................................................................. 37 DAFTAR PUSTAKA 37 LAMPIRAN 41 RIWAYAT HIDUP 43
DAFTAR TABEL 1. Perbedaan Orientasi Kebijakan Ekonomi Outward Looking dan Inward Looking 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan 3. Nilai dan Arti Statistik Durbin Watson (DW) 4. Hasil Estimasi Pertumbuhan Ekonomi dengan Ekspor Sektoral
1 21 23 32
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perkembangan PDB dan Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2005-2013 Ekspor dan Impor Indonesia Sejak Tahun 2005-2014 Kurva Perdagangan Internasional Kerangka Pemikiran Penelitian Perkembangan PDB Indonesia 1993 – 2016 Share Pengeluaran Pemerintah, PMTB, ekspor dan impor terhadap PDB 7. Perkembangan Ekspor Berdasarkan Sektoral 2001-2016 8. Perkembangan Pertumbuhan Impor Barang Modal 2000-2016 9. Perkembangan Share Pengeluaran Pemerintah Terhadap PDB 20002016 10. Perkembangan PMTB 2000-2016 11. Perbandingan Ekspor Industri Berbasis Pertanian dan Non Pertanian 2004-2014
2 3 8 20 26 27 28 29 30 31 36
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2.
Hasil Regresi Hasil Regresi dengan Metode Cochrane Orcutt
41 42
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut meningkat. Pemerintah Indonesia sampai dengan pertengahan tahun 1980-an menerapkan strategi inward looking di dalam pengembangan industrinya. Dalam terminologi kebijakan pembangunan yang dipopulerkan oleh Streeten (1987), kebijakan inward looking adalah strategi pembangunan yang lebih menekankan pada pembangunan industri domestik pengganti produk impor. Strategi itu ditempuh dengan cara proteksi industri domestik lewat tarif dan berbagai restriksi impor, untuk kemudian dalam jangka panjang melalui diversifikasi industri menuju kompetisi ekspor. Selain itu Streeten (1987) juga menyebutkan strategi kebijakan pembangunan lain yakni kebijakan outward looking yang lebih menekankan kepada upaya mendorong tercipta perdagangan bebas melalui strategi promosi ekspor. Tabel 1 menyajikan perbedaan orientasi kebijakan ekonomi dari masing-masing strategi. Tabel 1 Perbedaan Orientasi Kebijakan Ekonomi Outward Looking dan Inward Looking Outward Looking Pendekatan stabilisasi drastis (shock treatment approach) untuk mengurangi inflasi secepat mungkin Pro bisnis yang efisien Perusahaan swasta sebagai unit ekonomi dominan dalam sistem pasar bebas Sangat menggantungkan diri pada modal asing selama stabilisasi dan tahap awal pembangunan
Inward Looking Pendekatan stabilisasi bertahap dengan menggalakkan pembukaan lapangan kerja
Pro bisnis nasional, pribumi Peranan dominan negara dalam sistem ekonomi campuran Pemanfaatan-pemanfaatan faktor produksi luar negeri secara hati-hati dalam sektor dimana bangsa Indonesia belum mampu, dengan tujuan membina milik sendiri Penekanan ekspor produksi primer Para eksportir produk primer harus dipandang penting sebagai jalan pintas diarahkan untuk mengekspor barang jadi untuk mengakumulasi modal selama tahap atau setengah jadi awal pembangunan Peranan daerah dalam ekonomi tidak Daerah-daerah harus diberi otonom otonom Sumber : Mas’oed, 1989
2 Strategi inward looking dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industri di dalam negeri yang memproduksi barang-barang pengganti impor. Sedangkan strategi outward looking didasari oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa direalisasikan jika produk-produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor. Jadi, berbeda dengan strategi inward looking, dalam strategi outward looking tidak ada diskriminasi pemberian insentif dan kemudahan lainnya dari pemerintah, baik untuk industri yang berorientasi ke pasar domestik, maupun industri yang berorientasi ke pasar ekspor (Tambunan, 2001). Tambunan (2001) menjelaskan bahwa dalam penerapan strategi inward looking, impor barang dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali. Pelaksanaan strategi inward looking terdiri atas dua tahap. Pertama, industri yang dikembangkan adalah industri yang membuat barang-barang konsumsi. Untuk membuat barang-barang tersebut diperlukan barang modal, input perantara, dan bahan baku yang di banyak negara yang menerapkan strategi ini banyak tidak tersedia sehingga harus tetap diimpor. Dalam tahap kedua, industri yang dikembangkan adalah industri hulu (upstream industries). Pengalaman menunjukkan bahwa tahap pertama ternyata lebih mudah dilakukan. Sedangkan dalam transisi ke tahap berikutnya banyak negara menghadapi kesulitan. Dalam banyak kasus, industri yang dikembangkan menjadi high-cost industry. Gambar 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2013. Namun hal ini berbeda dengan nilai ekspor Indonesia. Nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2009 dan tahun 2013. Berdasarkan Gambar 1 dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak memiliki tren yang sejalan dengan pertumbuhan ekspor di Indonesia, sehingga terdapat gap antara teori dengan fakta yang ada dan ini merupakan bahan yang bagus untuk diteliti. . 220000
2600000.00
200000
2500000.00 2400000.00
180000
2300000.00
160000
2200000.00
2100000.00
140000
2000000.00
120000
1900000.00
100000
1800000.00 1700000.00
80000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nilai PDB (milyar rupiah)
Nilai Ekspor (juta uss)
Sumber : BPS, 2016 Gambar 1 Perkembangan PDB dan Ekspor Indonesia 2005-2013
Nilai Ekspor (Juta US$)
Nilai PDB (Milyar Rupiah)
2700000.00
3
Sumber : Kemendag, 2016 Gambar 2 Ekspor dan Impor Barang Modal Indonesia Sejak Tahun 1993 - 2016 Gambar 2 menunjukkan bahwa ekspor dan impor barang modal memiliki tren yang sejalan sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 2016. Pertumbuhan ekspor dan impor memiliki tren yang fluktuatif, namun pertumbuhan ekspor dan impor barang modal sejalan. Pada tahun 1998 terjadi penurunan baik ekspor maupun impor barang modal, hal ini karena adanya krisis moneter yang dialami oleh Indonesia pada tahun tersebut. Kemudian ekspor dan impor barang modal memiliki pertumbuhan yang meningkat di tahun-tahun berikutnya. Pertumbuhan ekspor dan impor barang modal kembali mengalami penurunan di tahun 2011. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Gambar 1, ekspor memiliki tren yang tidak sejalan.
Perumusan Masalah Keberhasilan negara-negara yang menganut strategi outward looking seperti yang dijelaskan pada bagian latar belakang menjadi harapan Indonesia untuk dapat ikut serta meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Namun demikian, yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya, pertumbuhan ekspor Indonesia mengalami tren yang fluktuatif sejak tahun 2005 hingga 2013, sedangkan pertumbuhan ekonomi di tahun yang sama mengalami tren yang terus meningkat. Hal ini tidak sejalan dengan teori outward looking yang diharapkan, di mana ekspor seharusnya bisa menjadi pendorong untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini bertentangan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Omuju (2012) dan Akhirman (2012) bahwa ekspor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan oleh Hussin dan Saidin (2012) menemukan bahwa keterbukaan perdagangan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah strategi outward looking dengan mendorong pertumbuhan
4 ekspor merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penelitian ini menganalisis peranan ekspor di sektor mana kah yang benarbenar mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Amir (2004) bahwa pertumbuhan ekspor non pertanian memiliki dampak yang lebih baik daripada ekspor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara penelitian Mehrara dan Baghbanpour (2016) menemukan bahwa ekspor di sektor industri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Hlavova (2015) mendapatkan hasil bahwa ekspor di sektor pertambangan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga dalam penelitian ini ingin meneliti apakah ekspor di bidang pertanian, industri atau pertambangan yang lebih efektif digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Keynesian bahwa pertumbuhan pendapatan nasional ditentukan oleh besarnya pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan net ekspor. Sehingga, dari teori Keynes dapat diketahui bahwa ekspor bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Terdapat variabel-variabel kontrol lainnya yang bisa digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Penelitian-penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Sutawijaya (2008) menggunakan variabel kontrol investasi swasta, investasi pemerintah, ekspor migas dan ekspor non migas untukk mengukur pertumbuhan ekonomi. Akhirman (2012) menggunakan investasi, jumlah penduduk, laju inflasi dan tenaga kerja. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Omuju (2012) menggunakan variabel kontrol FDI, pengeluaran pemerintah dan nilai tukar. Sesuai dengan penjelasan tersebut di atas, maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah : 1. Apakah kebijakan outward looking tercermin dalam data historis ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia? 2. Bagaimana peranan ekspor secara sektoral untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kebijakan outward looking dalam data historis ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 2. Menganalisis peranan ekspor berdasarkan sektoral dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan untuk merumuskan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
strategi
kebijakan
5 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk melakukan penelitian yang sejenis.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi dua hal. Penelitian ini menganalisis tentang kebijakan outward looking dalam data historis ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta peranan ekspor berdasarkan sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Adapun variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekspor pertanian, ekspor industri, ekspor pertambangan, impor barang modal, pengeluaran pemerintah dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Penelitian ini mengunakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Kementerian Perdagangan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyelesaianpenyeselaian berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2000). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau perubahan struktur ekonomi (Arsyad,1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat adalah: (1) Akumulasi modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fisikal, dan sumber daya manusia (Human Resources), (2) pertumbuhan penduduk, (3) kemajuan teknologi. Akumulasi modal akan terjadi jika ada tertentu pendapatan sekarang yang ditabung, yang kemudian diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa datang (Arsyad, 1997). Peneliti pertama membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis adalah Adam Smith (1723-1790) yang membahas masalah ekonomi dalam bukunya “ An Inquiry Into The Nature and Causes of The Health of Nation” (1776). Menurut Adam Smith ada dua aspek utama pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Dalam pertumbuhan output Adam Smith melihat sistem produksi negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu sumber-sumber alam yang tersedia (faktor produksi tanah), sumber daya manusia (jumlah penduduk), stok barang kapital yang ada. David Ricardo (1772-1823) mengembangkan teori pertumbuhan teori pertumbuhan klasik lebih lanjut. Tetapi garis besar dari proses pertumbuhan
6 dan kesimpulan-kesimpulan umum ditarik oleh Ricardo tidak terlalu berbeda dengan teori Smith. Ricardo juga menganggap jumlah faktor produksi tanah tidak bisa bertambah, sehingga akhirnya bertindak sebagai faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat (Boediono, 1985). Robert Solow dan Trevor Swan secara sendiri mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering disebut dengan nama pertumbuhan Neo Klasik. Model Solow dan Swan memusatkan perhatianya pada pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Kerangka umum dari model Solow-Swan mirip dengan model Harrod-Domar, tetapi model SolowSwan lebih luwes karena: (a) Menghindari masalah kestabilan yang merupakan ciri waranted rate of growth dalam model Harrod-Domar. (b) Bisa lebih luwes digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah distribusi pendapatan. Keluwesan ini terutama disebabkan oleh karena Solow dan Swan menggunakan bentuk fungsi produksi yang lebih mudah dimanipulasi secara aljabar (Boediono, 1985). Jadi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka diperlukan peningkatan pemanfaatan faktor-faktor tersebut. Atau lebih spesifik lagi, dapat diuraikan dalam pertanyaan berapa tingkat pertumbuhan modal, tingkat pertumbuhan kesempatan kerja, serta peningkatan teknologi yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat pertumbuhan produksi tertentu. Dengan demikian maka pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan pertumbuhan produksi nasional atau pendapatan nasional. Pada sisi lain, teori Keynesian menyatakan bahwa pertumbuhan pendapatan nasional ditentukan oleh besarnya pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan net ekspor. Jadi menurut Keynes untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diukur pada peningkatan pendapatan nasional maka diperlukan peningkatan permintaan konsumsi, permintaan pengeluaran pemerintah, permintaan investasi, serta permintaan ekspor dan impor. Produk domestik bruto adalah suatu alat ukur pertumbuhan ekonomi bagi suatu daerah tingkat I ataupun tingkat II. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dinilai dari nilai pendapatan nasionalnya. Produk domestik bruto adalah besarnya nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh penduduk yang ada di wilayah tersebut, baik kegiatan produksi oleh warga negara sendiri atau dari warga negara asing (Algifari, 1998). Untuk menggambarkan perubahan-perubahan ekonomi maka diperlukan penyajian angka PDB yang dapat menggambarkan kejadian-kejadian tersebut. Penyajian angka PDB sendiri, biasanya dibedakan menjadi dua yaitu PDB atas dasar harga berlaku dan PDB atas dasar harga konstan. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada tahun berjalan setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar (based year). PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi suatu daerah, sedangkan PDB atas dasar harga konstan
7 dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Untuk menghitung angka PDB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu : a. Pendekatan Nilai Tambah PDB adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Unit – unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 sektor atau lapangan usaha, yaitu: 1. Pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan dan perikanan; 2. Pertambangan dan penggalian; 3. Industri pengolahan; 4. Listrik, gas dan air; 5. Bangunan / konstruksi; 6. Perdagangan, hotel dan restoran; 7. Angkutan dan komunikasi 8. Keuangaan, sewa bangunan, dan jasa; 9. Jasa-jasa b. Pendekatan Pendapatan PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Komponen balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semua komponen tersebut dijumlahkan sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak tak langsung lainnya. Dalam pengertian PDB, kecuali faktor pendapatan, termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto. c. Pendekatan Pengeluaran PDB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu : 1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung; 2. Pengeluaran konsumsi pemerintah; 3. Pembentukan modal tetap domsetik bruto; 4. Perubahan stok; 5. Ekspor neto yang dihitung dari ekspor dikurangi impor; Dari ketiga pendekatan penghitungan tersebut, secara konsep seyogyanya jumlah pengeluaran tadi harus sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya. Ekspor Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy 1997). Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan
8 mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (2000) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional : a. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. b. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) Secara teoritis, suatu negara (negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke negara lain (negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B. Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.
A
SA
X
ES
PB
SB
P* M
PA
ED DA QA Negara A (Ekspor)
Q* Perdagangan Internasional
B QB Negara B (Impor)
Sumber : Salvatore (1997) Gambar 3 Kurva Perdagangan Internasional Keterangan: PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional QA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional
DB
9 QB
:
B
:
M P*
: :
Q*
:
Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan Internasional Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M)
Gambar 3 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P A sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*. Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo (1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Menurut David Ricardo, perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan (Salvatore,1997) : a. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b. Perdagangan bersifat bebas c. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara. d. Biaya produksi konstan e. Tidak terdapat biaya transportasi f. Tidak ada perubahan teknologi Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.
10 Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah. Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh HeckscherOhlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Model HO mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods). Ekspor adalah upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan ketentuan pemerintah dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing, serta melakukan komunikasi dengan bahasa asing. Jadi hasil yang diperoleh dari kegiatan mengekspor adalah berupa nilai sejumlah uang dalam valuta asing atau biasa disebut dengan istilah devisa yang juga merupakan salah satu sumber pemasukan negara. Yang dimaksud dengan ekspor adalah kegiatan perdagangan yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan timbulnya industri-industri pabrik besar, bersamaan dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang efisien (Todaro, 2000). Ekspor merupakan salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara di mana dapat mengadakan perluasan pasar dalam sektor industri, sehingga mendorong dalam sektor industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya dan perekonomian. Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran dan permintaan. Dalam teori perdagangan internasional disebut bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan penawaran (Krugman, 2000) dari sisi permintaan ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipangaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar rill, kapasitas produksi yang bisa diproduksi melalui investasi, impor bahan baku dan kebijakan deregulasi.
11 Berdasarkan definisi-definisi ekspor di atas maka dapat disimpulkan bahwa peranan sektor ekspor antara lain, yaitu : 1. Memperluas pasar di seberang lautan bagi barang-barang tertentu. 2. Ekspor menciptakan permintaan efektivitas yang baru. 3. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan. Dengan demikian selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim ke luar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri, sehingga secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri dalam negeri untuk menggunakan faktor produksinya Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000). Kemajuan pembangunan suatu negara juga sangat ditentukan oleh aktivitas perdagangan internasional, dimana secara umum teori perdagangan internasional dapat di golongkan ke dalam dua kelompok, yakni teori Klasik dan teori Modern. Kebijakan ekspor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha untuk peningkatan devisa ekspor suatu negara. Kebijakan ekspor dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan, yaitu : a. Kebijakan Ekspor Dalam Negeri 1. Kebijakan perpajakan dalam bentuk pembebasan, keringanan, pengembalian pajak ataupun pengenaan pajak ekspor untuk barang-barang ekspor tertentu. Contoh: Pajak ekspor atas CPO; 2. Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong peningkatan ekspor barang-barang tertentu; 3. Penerapan prosedur ekspor yang relatif murah. 4. Pemberian subsidi ekspor, seperti pemberian sertifikat ekspor. 5. Pembentukan asosiasi eksportir. 6. Pembentukan kelembagaan seperti bounded warehouse (Kawasan Berikat Nusantara), bounded island Batam, export processing zone, dll. 7. Larangan/ pembatasan ekspor, misalnya larangan ekspor CPO (Crude Palm Oil) oleh Menteri Perdagangan. b. Kebijakan Ekspor di Luar Negeri 1. Pembentukan International Trade Promotion Centre (ITPC) di berbagai negara, seperti di Jepang (Tokyo), Eropa, AS, dll. 2. Pemanfaatan General System of Preferency atau GSP, yaitu fasilitas keringanan bea masuk yang diberikan negara-negara industri untuk barang manufaktur yang berasal dari negara yang sedang berkembang seperti Indonesia sebagai salah satu hasil UNCTAD (United National Conference on Trade and Development). 3. Menjadi anggota Commodity Association of Producer, seperti OPEC, dll.
12 4. Menjadi anggota Commodity Agreement between Producer abd Consumer, seperti ICO (International Cofee Organization), MFA (Multifibre Agreement), dll. Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi Aliran ekonom Klasik lebih menekankan pada penyediaan tenaga kerja, stok modal, dan perubahan teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa pasar dapat mengalokasikan sumberdaya secara efisien, sedangkan aliran Keynesian menekankan pada faktor permintaan agregat. Pendekatan Keynesian ini menempatkan isu sentral pada ekspor sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Ekspor memegang peran penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Ekspor akan menghasilkan devisa yang akan digunakan untuk membiayai impor bahan baku dan barang modal yang diperlukan dalam proses produksi yang akan membentuk nilai tambah. Agregasi nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam perekonomian merupakan nilai Produk Domestik Bruto. Gagasan mengenai peran perdagangan, khususnya ekspor sebagai motor penggerak pertumbuhan pertama kali diajukan oleh W. Arthur Lewis. Lewis melihat bahwa selama kurun waktu seratus tahun yang lalu laju pertumbuhan ekonomi di negara emerging markets telah tergantung dari laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju. Apabila pertumbuhan di negara maju adalah relatif tinggi, maka pertumbuhan di negara emerging markets juga relatif tinggi, dan sebaliknya terjadi apabila pertumbuhan ekonomi menurun. Menurut Lewis, pertumbuhan di negara emerging markets yang dipengaruhi oleh pertumbuhan eonomi di negara maju adalah melalui perantara perdagangan. Laju pertumbuhan yang tinggi di negara maju akan merangsang peningkatan impor dan pada gilirannya akan menaikkan ekspor dari negara emerging markets. Jadi, ekspor dapat digunakan sebagai salah satu pendorong laju ekonomi suatu negara dengan faktor kelimpahan sumber daya alam dan tenaga kerja yang berlimpah.
Determinan dari Pertumbuhan Ekonomi Impor Impor adalah pengiriman produk/komoditas dari luar negeri ke pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia kecuali wilayah bebas yang dianggap luar negeri, yang bersifat komersial maupun yang bukan komersial. Barang-barang luar negeri yang diolah dan diperbaiki di dalam negeri dicatat sebagai barang impor meskipun barang tersebut akan kembali ke luar negeri (Hamdani, 2007). Dalam statistik perdagangan internasional, impor sama dengan perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Impor mempunyai sifat yang berlawanan dengan ekspor. Impor suatu negara berkorelasi dengan output dan pendapatan negara tersebut secara positif. Permintaan untuk impor tergantung pada harga yang relatif atas barang-barang luar negeri dan dalam negeri. Oleh karena itu, volume dan nilai impor akan dipengaruhi output dalam
13 negeri dan harga relatif antara barang-barang buatan dalam negeri dan buatan luar negeri. Impor berlawanan dengan ekspor. Ekspor dapat dikatakan injeksi bagi perekonomian, namun impor merupakan kebocoran dalam pendapatan nasional (Sukirno, 2011). m=ΔM/ΔY (1) dimana : m = marginal prosperity to consume ΔM = pertambahan impor ΔY = pertambahan pendapatan Impor ditentukan oleh kesanggupan/kemampuan dalam menghasilkan barang – barang yang bersaing dengan buatan luar negeri. Yang berarti nilai impor tergantung dari nilai tingkat pendapatan nasional negara tersebut. Makin tinggi tingkat pendapatan nasional, serta semakin rendah kemampuan dalam menghasilkan barang – barang tertentu, maka impor akan semakin tinggi. Sebagai akibatnya, banyak kebocoran dalam pendapatan nasional. Secara matematis, hubungan impor dan pendapatan nasional dapat ditulis sebagai berikut : M=M0 + mY (2) Dimana : M = jumlah impor M0 = autonomus Import m = marginal prosperity to import Y = pendapatan Nasional Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran Pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari kebijakan fiskal (Sukirno, 2000), yaitu suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin dalam dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk nasional dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk daerah atau regional. Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output, maupun kesempatan kerja dan memacu atau mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut pendapat Keynes dalam Sukirno (2000) bahwa peranan atau campur tangan pemerintah masih sangat diperlukan yaitu apabila perekonomian sepenuhnya diatur olah kegiatan di pasar bebas, bukan saja perekonomian tidak selalu mencapai tingkat kesemptan kerja penuh tetapi juga kestabilan kegiatan ekonomi tidak dapat diwujudkan. Akan tetapi fluktuasi kegiatan ekonomi yang lebar dari satu periode ke periode lainnya dan ini akan menimbulkan implikasi yang serius kepada kesempatan kerja dan pengangguran dan tingkat harga. Menurut Guritno (1999), Pengeluaran Pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu teori makro dan teori mikro. Dalam penelitian ini mengedepankan teori dari sisi makro. Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran
14 pemerintah, hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah dan teori Peacock dan Wiseman. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentasi investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan pemerintah tetap besar dalam tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perekembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air, dan pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GDP semakin besar dan persentase investasi pemerintah dalam persentasi terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya. Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu, tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi tahap demi tahap, ataukah beberapa tahap dapat terjadi secara simultan. Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentasi terhadap GNP yang juga didasarkan pula pada pengamatan di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangannya tersebut dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut. Apabila yang dimaksud Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut : “Dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang) tetapi hukum tersebut memberi dasar akan timbulnya kegagalan pasar dan eksternalitas.”
15 Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dengan masyarakat, dan sebagainya menjadi semakin rumit atau kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat yang lainnya. Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat kesediaan ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikan pemungutan pajak secara semena-mena. Menurut Barro (1990), kontribusi pengeluaran yang produktif positif terhadap pertumbuhan, dan sebaliknya untuk pengeluaran yang tidak produktif akhirnya tidak ada pernyataan mengenai arah hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi (Folster dan Henrekson, 1999). Fakta menunjukkan bahwa pertama, hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi tidak ada yang konsisten, bisa positif atau negatif. Hasil dan bukti berbeda di negara maupun di daerah. Folster dan Henrekson (1999) berargumen bahwa hubungannya negatif, sementara Agell et al (1999) menemukan hubungan yang tidak signifikan. Kedua, sifat dan dampak pengeluaran publik akan tergantung kondisinya. Argumentasi yang lain juga datang dari adanya kenyataan bahwa hubungan negatif antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan datang dari data panel di negara yang berbeda dengan karakteristik yang berbeda pula (Ghali, 1998). Sebagian besar studi mengenai hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi berasumsi bahwa implikasi semua pengeluaran investasi pemerintah adalah produktif (Barro, 1990). Studi di Indonesia mengindikasikan bahwa penurunan pengeluaran pemerintah khususnya bagian dari sektor publik (service) tidak secara jelas akan meningkatkan tingkat pertumbuhan. Studi yang senada dari (Ramayadi, 2003) menemukan bahwa ukuran pemerintah cenderung berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pengeluaran pemerintah yang tidak produktif berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan. Hasil ini senada dengan temuan Barro (1990) mengenai pengaruh pengeluaran
16 pemerintah yang tidak produktif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil lain yang mengejutkan adalah bagian pengeluaran pemerintah menunjukkan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penemuan ini mengungkapkan adanya ketidakjelasan yang disertakan dalam program pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Secara umum hasil ini menunjukkan bahwa adanya ketidakefisienan dalam manajemen secara keseluruhan dari anggaran pemerintah di Indonesia selama masa periode tersebut. Investasi Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Indonesia masih belum mampu menyediakan dana pembangunan tersebut. Disamping berupaya menggali sumber pembiayaan dalam negeri, pemerintah juga mengundang sumber pembiayaan luar negeri, salah satunya adalah penanaman modal asing (Sarwedi, 2002). Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan investasi swasta adalah dengan mengusahakan keadaan yang kondusif dan menarik bagi berkembangnya industri dalam negeri dan masuknya investasi asing. Dengan dikeluarkannya UU PMA dan PMDN pada tahun 1966 memberikan persyaratan menarik dan telah membuka kemungkinan bagi pertumbuhan sektor industri dengan landasan yang luas. Sumber pembiayaan Penanaman Modal Asing (PMA, Foreign Direct Investment), merupakan sumber pembiayaan luar negeri yang paling potensial dibandingkan dengan sumber yang lain. Menurut Panayotou (1998) menjelaskan bahwa PMA lebih penting dalam menjamin kelangsungan pembangunan dibandingkan dengan aliran bantuan atau modal portfolio, sebab terjadinya PMA disuatu negara akan diikuti dengan transfer of technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable. PMA berperan penting dalam pembentukan modal pembangunan. Hal ini mengingat bahwa untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu diperlukan sejumlah investasi. Tabungan domestik Indonesia untuk saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan investasi, sehingga diperlukan modal asing untuk menutup ketimpangan investasi atau investment-saving gap. Kebijakan pemerintah untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri karena besarnya cicilan utang yang membebani APBN, menjadi alasan mengapa peran PMA sangat diperlukan. Menurut Jhingan (2004) Penanaman Modal Asing mempunyai peran dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertama modal asing dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua pertumbuhan ekonomi meningkat harus diikuti dengan struktur produksi dan perdagangan di negara tersebut. Terakhir, modal asing sebagai mobilisasi dana yang mempunyai peran penting. Ketiga hal tersebut harus didukung juga oleh peran pemerintah yang menggunakan modal asing tersebut untuk keperluan membangun infrastruktur. Jhingan (2004) berpendapat bahwa penanaman modal asing langsung dimana pemilik modal mempunyai hak dalam mengawasi asset dengan cara
17 investasi langsung berupa pembelian saham mayoritas. Penanaman modal asing langsung ini dapat berupa pembentukan cabang perusahaan, pembentukan perusahaan dari pemilik modal mayoritas, pembentukan perusahaan yang dibiayai oleh perusahaan yang terletak dinegara penanam modal, dan mendirikan perusahaan atau koorporasi di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanam modal. Investor dalam melakukan ekspansi investasinya mempunyai motivasi agar mendapatkan return dikemudian hari. Terdapat 3 motivasi atau alasan untuk melakukan investasi langsung ke luar negeri. Pertama market-seeking, di mana investor bertujuan untuk menembus dari pasar domestik dan pada umumnya dihubungkan antara ukuran pasar dengan pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi, akses perdagangan antar negara sekitar, dan selera dari masyarakat negara yang akan di pilih. Kedua resource-asset, di mana investor berdasarkan jumlah bahan baku mulai sumber daya alam, biaya tenaga kerja, angkatan kerja, tenaga kerja terampil, infrastruktur fisik (jalan, pelabuhan, dan telekomunikasi), dan teknologi. Terakhir, yaitu efficiency-seeking, investor mempunyai motivasi untuk menciptakan daya saing baru bagi perusahaan karena biaya produksi yang lebih rendah dalam melakukan produktivitasnya. Menurut Salvatore (2007) terdapat 3 motivasi dalam melakukan investasi langsung. Pertama yaitu absolute advantage atas pengetahuan dan keahlian produk serta keahlian manajerial sehingga akan menguntungkan apabila dikembangkan di negara berkembang yang memungkinkan perusahaan mempunyai wewenang atas kontol langsung dalam produksinya. Kedua mengontrol atas kebutuhan bahan mentah atau bahan baku dan ketersediaan bahan baku dalam melakukan produksi sehingga produksi tidak terganggu. Terakhir yaitu menghindari adanya hambatan hambatan ekspor yang diberlakukan bagi negara tujuan. Secara garis besar Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) didefinisikan sebagai pengeluaran unit produksi untuk menambah aset tetap dikurangi dengan pengurangan aset tetap bekas. Penambahan barang modal meliputi pengadaan, pembuatan, pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun bekas dari luar negeri (termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang modal). Pengurangan barang modal meliputi penjualan barang modal (termasuk barang modal yang ditransfer atau barter kepada pihak lain). Disebut sebagai pembentukan modal tetap bruto karena menggambarkan penambahan serta pengurangan barang modal pada periode tertentu. Barang modal mempunyai usia pakai lebih dari satu tahun serta akan mengalami penyusutan. Istilah ”bruto” mengindikasikan bahwa didalamnya masih mengandung unsur penyusutan. Penyusutan atau konsumsi barang modal (Consumption of Fixed Capital) menggambarkan penurunan nilai barang modal yang digunakan pada proses produksi secara normal selama satu periode. Tinjauan Empiris Sutawijaya (2008), dalam penelitiannya memberikan kesimpulan antara lain investasi swasta, investasi pemerintah, ekspor migas, ekspor non migas secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tiga dari empat variabel independen, yaitu investasi swasta, investasi
18 pemerintah dan ekspor non migas berpengaruh positif terhadap variabel dependen, yaitu pertumbuhan ekonomi, yang secara statitistik sangat signifikan. Sedangkan variabel independen yang tidak berpengaruh secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi adalah variabel ekspor migas. Penelitian Alkadri (2004) menunjukkan bahwa dari sebelas variabel yang diteliti terdapat delapan variabel, yakni utang luar negeri pemerintah, utang luar negeri swasta, investasi domestik, ekspor barang, tabungan pemerintah, tabungan swasta, pajak, dan angkatan kerja, yang memberikan dampak positif kepada pertumbuhan ekonomi. Sementara itu tiga variabel lain (investasi asing, impor barang, dan pengeluaran pemerintah) memberikan dampak negatif kepada pertumbuhan ekonomi. Wahyuni (2014) melakukan penelitian dengan menggunakan metode analisis jalur (Path Analysis) dengan data sekunder sejak tahun 2000 hingga tahun 2012. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah dan investasi dari tahun 2000-2012 berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Pengeluaran pemerintah, investasi dan pertumbuhan ekonomi juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Disamping itu pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Investasi berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Pengaruh yang signifikan dari pengeluaran pemerintah, investasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan secara langsung maupun tidak langsung, menunjukkan bahwa perlu dilakukan kajian terhadap penetapan pendistribusian belanja dan alokasi investasi yang merata sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat menurunkan ketimpangan pendapatan. Hussin dan Saidin (2012) mengkaji dampak dari variabel ekonomi yang merupakan investasi asing langsung (FDI), keterbukaan perdagangan dan pembentukan modal tetap bruto terhadap pertumbuhan ekonomi dengan periode sejak tahun 1981 hingga tahun 2008. Metode yang digunakan adalah metode data panel. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua variabel yang berkorelasi dengan satu sama lain dan juga memiliki hubungan yang positif terhadap PDB. Sedangkan FDI merupakan variabel yang paling efisien untuk membantu pertumbuhan ekonomi kemudian diikuti oleh keterbukaan dan pembentukan modal tetap bruto. Namun, hasil estimasi OLS untuk Indonesia menunjukkan bahwa keterbukaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan. Berbeda dengan Indonesia, variabel keterbukaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada ASEAN-4 negara lain seperti Malaysia, Thailand dan Filipina. Selain itu, variabel lain FDI juga tidak signifikan dalam kasus semua ASEAN-4 negara. Artinya, keterbukaan tidak berkorelasi dengan pertumbuhan Malaysia, Thailand dan Filipina negara; sementara FDI tidak berkorelasi dengan pertumbuhan untuk semua ASEAN-4 negara dalam penelitian ini. Mercan et al. (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi untuk sebagian besar negara berkembang pesat (emerging market, Brazil, Rusia, India, Cina dan Turki, BRICT) melalui analisis data panel dengan menggunakan data tahunan periode dari tahun 1989 sampai 2010. Sebagai variabel keterbukaan perdagangan, tingkat
19 perdagangan eksternal (ekspor + impor) terhadap PDB digunakan. Menurut bukti empiris yang berasal dari penelitian yang dibuat dengan analisis data panel tersebut ditemukan kesimpulan bahwa efek keterbukaan perdagangan pada pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan. Omuju (2012) dalam penelitiannya yang menggunakan metode OLS dengan data ekspor, FDI, pengeluaran pemerintah dan nilai tukar di Nigeria sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 2010. Kesimpulan dari penelitiannya adalah ekspor, FDI, pengeluaran pemerintah dan nilai tukar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Akhirman (2012) melakukan penelitian menggunakan metode OLS dan mendapatkan hasil kesimpulan yaitu bahwa keseluruhan variabel independen dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan variabel Penanaman Modal Asing memiliki korelasi yang cukup tinggi dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian Lihan dan Yogi (2003) menunjukkan bahwa peranan ekspor di Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan PDRB di Indonesia. Hal itu sejalan dengan pendapat Jung dan Marshall (1985) yang mengemukakan sebagian besar negara-negara berkembang tidak menunjukkan dukungan empiris bahwa pertumbuhan ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Temuan ini, juga sejalan dengan pendapat Sritua Arif (1993) yang menyatakan jika ekspor ini masih bergantung pada input impor maka pengaruhnya terhadap PDRB tidaklah nyata. Faktor yang berpengaruh nyata dalam penelitian ini adalah ekspor dikurangi dengan impor tahun sebelumnya. Sitepu (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan metode Path Analysis yang hasilnya antara lain : 1. Investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor netto Singapura 2. Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura 3. Kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor netto dan pertumbuhan ekonomi di Singapura 4. Tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor netto dan pertumbuhan ekonomi Singapura 5. Ekspor netto berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura 6. Industri dan manufaktur berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura 7. Tabungan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor netto dan pertumbuhan ekonomi Singapura Kholis (2012) juga melakukan penelitian yang hasilnya adalah pertumbuhan FDI dan Impor berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sedangkan pertumbuhan ekspor memiliki dampak positif. Penelitian ini masih menunjukkan bahwa pendorong utama pertumbuhan ekonomi masih tergantung pada ekspor. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah pada penelitian ini menggunakan ekspor sektoral yaitu ekspor di sektor pertanian, industri dan pertambangan. Penelitian ini juga
20 menggunakan metode penelitian regresi linear berganda dengan metode Cochrane-Orcutt. Kerangka Pemikiran Alur pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3. Penelitian ini mengacu pada teori Keynesian yang menggunakan variabel ekspor, impor, pengeluaran pemerintah dan PMTB sebagai indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah dapat dijadikan salah satu alasan pendukung kebijakan pembangunan oleh pemerintah yang bersifat outward looking, yaitu mendorong pertumbuhan ekspor. Tingginya nilai ekspor yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang signifikan. Sesuai dengan teori yang ada, bahwa peningkatan ekspor akan memicu surplusnya neraca perdagangan Indonesia yang akhirnya akan menggerakkan roda perekonomian dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun kenyataannya, banyak faktafakta yang mengungkapkan keadaan sebaliknya. Sejak tahun 2005 hingga saat ini kontribusi yang mendukung pertumbuhan ekonomi lebih didominasi oleh sektor konsumsi, bahkan sektor ekspor yang diharapkan sangat mendukung pertumbuhan ekonomi memiliki kontribusi yang sangat kecil. Sehingga yang perlu dipertanyakan dalam penelitian ini, adalah seberapa besar pengaruh ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan varibel-variebel makro lain yang mempengaruhinya. Juga untuk mengetahui, bagaimana peranan ekspor berdasarkan sektor terhadap pertumbuhan ekonomi agar kebijakan outward looking yang dilakukan menjadi lebih tepat sasaran dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perekonomian Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Peranan Ekspor Berdasarkan Sektor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Rekomendasi Kebijakan Gambar 4 Kerangka Pemikiran Penelitian
21
Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan dan dari berbagai hasil kajian empiris yang telah dilakukan oleh penelitian-penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Ekspor akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 2. Impor barang modal akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 3. Pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 4. Pembentukan modal tetap bruto akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 5. Ekspor industri akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia
3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berupa data time series triwulan periode 2000 Q1 sampai dengan tahun 2016 Q1 di Indonesia. Data diperoleh dari beberapa sumber, antara lain Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Kementerian Perdagangan dan Badan Koordinasi penanaman Modal (BKPM). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagaimana yang terangkum dalam Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan Variabel Pertumbuhan PDB Pertumbuhan ekspor pertanian Pertumbuhan ekspor industri Pertumbuhan ekspor pertambangan Pertumbuhan impor barang modal Share pengeluaran pemerintah Share pembentukan modal tetap bruto
Satuan Persen Persen Persen Persen Persen Persen Persen
Sumber Data BI, Kemendag Kemendag Kemendag Kemendag Kemendag Bank Indonesia BKPM
22
Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan untuk menjawab penelitian ini terdiri dari analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang ekspor dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan untuk mengetahui apakah kebijakan outward looking sudah tepat diimplementasikan di Indonesia. Untuk menjawab tujuan penelitian pertama dan kedua adalah dengan menggunakan analisis regresi linear berganda untuk melihat pengaruh ekspor di bidang pertanian, industri dan pertambangan, impor, pengeluaran pemerintah dan pembentukan modal tetap bruto terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2000 - 2016. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan suatu bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskriptifkan dan mempermudah dalam menafsirkan suatu pemaparan. Pemaparan tersebut bisa dalam bentuk grafik, tabel dan diagram. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan bagaimana pengaruh ekspor, impor, pengeluaran pemerintah dan pembentukan modal tetap bruto terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Melalui gambaran ini diharapkan dapat memperkuat analisis regresi ekonometrik yang dibahas selanjutnya, yang terkait dengan hipotesis yang telah disusun untuk menjawab penelitian ini. Analisis Regresi Linear Berganda Untuk menganalisis peranan ekspor berdasarkan sektoral yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi maka dilakukan analisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS). Sebagai variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan PDB Indonesia, sementara variabel bebasnya (independent variable) adalah ekspor pertanian, ekspor industri, ekspor pertambangan, impor barang modal, pengeluaran pemerintah dan pembentukan modal tetap bruto.
Uji Asumsi Klasik Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila memiliki sifat-sifat tidak bias linier terbaik suatu penaksir. Di samping itu, suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Uji Multikolinearitas Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut, jika hubungan tersebut ada maka peubah bebasnya dikatakan multikolinearitas sempurna. Apabila hal tersebut terjadi maka dugaan parameter koefisien regresi masih mungkin dapat diperoleh, tapi interpretasinya menjadi sulit.
23 Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan uji korefisien korelasi sederhana antar peubah bebas dalam model, jika korelasinya sangat tinggi dan nyata maka berarti terjadi multikolinearitas. Selain itu juga dapat dilihat dari statistik uji F dan nilai koefisien determinasi, apabila nilai Rj2 tinggi atau dari uji F modelnya signifikan berarti ada multikolinearitas. 2. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah bahwa taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate) maka var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau semua error mempunyai varians yang sama (Juanda, 2009). Kondisi ini disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas penelitian ini menggunakan metode uji White. 3. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa yang sekarang. Terjadinya autokorelasi dapat berpengaruh terhadap efisiensi dari estimator yang diperoleh. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat menggunakan statistik Durbin Watson (DW). Untuk mengetahui ada autokorelasi atau tidak dilakukan dengan membandingkan nilai statistik DW dengan nilai DW-tabel. Gujarati (2004) mengelompokkan nilai DWtabel untuk identifikasi autokorelasi (Tabel 3). Tabel 3 Nilai dan Arti Statistik Durbin Watson Nilai DW 4-dl < DW < 4 4-du < DW < 4-dl 2 < DW < 4-du Du
Arti/Hasil Terdapat korelasi serial negatif Hasil tidak dapat ditentukan Tidak ada korelasi serial Tidak ada korelasi serial Hasil tidak dapat ditentukan Terdapat korelasi serial positif
Metode Cochrane-Orcutt Metode ini digunakan untuk mengatasi autokorelasi. Prosedur ini diperkenalkan pertama kali oleh Cochrane dan Orcutt (1949) dengan menggunakan tahapan yang berulang (iterasi) sebagai berikut : 1. Dugalah model regresi yang dikaji dan dihitung dugaan sisanya (𝑒𝑡 ) 𝒀𝒕 = 𝒃𝟏 + 𝒃𝟐 𝑿𝟐𝒕 + 𝒃𝟑 𝑿𝟑𝒕 + ⋯ + 𝒃𝒌 𝑿𝒌𝒕 + 𝒆𝒕 (3) 𝒆𝒕 = 𝒀𝒕 − (𝒃𝟏 + 𝒃𝟐 𝑿𝟐𝒕 + 𝒃𝟑 𝑿𝟑𝒕 + ⋯ + 𝒃𝒌 𝑿𝒌𝒕 ) (4) 2. Dugalah model sisaan berikut untuk memperoleh dugaan koefisien autokorelasi ρ 𝒆𝒕 = 𝝆𝒆𝒕−𝟏 + 𝒗𝒕
3. Dugaan ρ digunakan untuk menerapkan prosedur Differencing, dan dugalah model transformasi berikut :
(5)
Generalized
24 𝒀∗𝒕 = 𝒃𝟏 (𝟏 − 𝝆) + 𝒃𝟐 𝑿∗𝟐𝒕 + ⋯ + 𝒃𝒌 𝑿∗𝒌𝒕 + 𝒗𝒕 (6) 𝒅𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒀∗𝒕 (𝒀𝒕 − 𝝆𝒀𝒕−𝟏 ); 𝑿∗𝟐𝒕 = (𝑿𝟐𝒕 − 𝝆𝑿𝟐𝒕−𝟏 ); 𝑿∗𝒌𝒕 = (𝑿𝒌 − 𝝆𝑿𝒌−𝟏 ) (7) 4. Hasil revisi dugaan paramater koefisien (𝒃𝒋 ) ini dimasukkan dalam model persamaan asli, dan hitung sisaan (𝒆𝒕 ) yang barunya : (8) 𝒆𝒕 = 𝒀𝒕 − (𝒃𝟏 + 𝒃𝟐 𝑿𝟐𝒕 + 𝒃𝟑 𝑿𝟑𝒕 + ⋯ + 𝒃𝒌 𝑿𝒌𝒕 ) 5. Kembali ke langkah (2) untuk mendapatkan dugaan autokorelasi ρ(i) pada iterasi berikutnya, sampai |𝝆𝒊 − 𝝆𝒊−𝟏 | < 0.01 atau 0.005 setelah 20 kali misalnya. Perlu diketahui bahwa prosedur di atas tidak menjamin bahwa dugaan akhir koefisien autokorelasi ρ akan menghasilkan jumlah kuadrat sisaan yang minimum karena teknik iterasi mungkin mengarah ke nilai lokal (bukan global) minimumnya (Juanda, 2009). Evaluasi Model Untuk mengevaluasi model yang diperoleh, beberapa uji yang dilakukan sebagai berikut: 1. Uji-F Uji-F digunakan untuk menguji hipotesis koefisien regresi (slope) secara simultan. Hipotesis yang diuji adalah: H0 : 𝛽1 = 𝛽2 = ⋯ = 𝛽𝑗 = 0 (j adalah jumlah variabel bebas) (9) (10) H1 : Paling sedikit ada satu 𝛽𝑖 ≠ 0 Kriteria pengujiannya adalah jika nilai F-statistic > F-tabel maka H0 ditolak yang berarti minimal ada salah satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel tak bebas. 2. Uji-t Uji-t digunakan untuk menguji parameter regresi secara individual (parsial). Hipotesis yang diuji adalah: H0 : 𝛽𝑖 = 0 (11) H1 : 𝛽𝑖 ≠ 0 (12) Kriteria pengujiannya adalah jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak yang berarti bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh pada taraf nyata terhadap variabel tak bebas. 3. Koefisen Determinasi (R2) Koefisien determinasi dalam regresi dapat juga disebut goodness of fit merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar variasi dari variabel tak bebas Y yang diterangkan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan (X). Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1. Makin besar koefisien determinasi, model semakin fit. Spesifikasi Model Spesifikasi model regresi yang digunakan mengacu pada model penelitian yang digunakan oleh Hussin dan Saidin (2012). Mengacu pada model tersebut, dan juga penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Akhirman (2012), Omuju (2012), Lihan dan Yogi (2003), Amir (2004), Mehrara dan Baghbanpour (2016) maka diperoleh spesifikasi model yang digunakan untuk menjawab
25 permasalahan mengenai pengaruh ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menambah beberapa variabel kontrol lain sebagai faktor pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai berikut. 𝑌𝑡 =∝0 +∝1 𝑋𝐴𝐺𝑡 +∝2 𝑋𝐼𝑁𝑡 +∝3 𝑋𝑀𝐼𝑁𝑡 +∝4 𝐼𝐶𝐺𝑡 +∝5 𝑆𝐺𝐸𝑡 +∝6 𝑆𝐼𝑛𝑣𝑡 + 𝜀𝑡 (13) Dimana : Y = Pertumbuhan PDB (Persen) XAG = Pertumbuhan Ekspor pertanian (Persen) XIN = Pertumbuhan Ekspor industri (Persen) XMIN = Pertumbuhan Ekspor hasil tambang (Persen) ICG = Pertumbuhan Impor Barang Modal (Persen) SGE = Share Pengeluaran Pemerintah (Persen) SInv = Share PMTB (Persen) ε = error term 𝜶𝟎 = konstanta/intercept = triwulan t Definisi Operasional Dalam penelitian ini definisi operasional masing-masing variabel adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan PDB merupakan rasio selisih PDB triwulan sekarang dan sebelumnya dengan PDB pada tahun dasar, satuannya persen (%). 2. Pertumbuhan ICG adalah pertumbuhan nilai impor barang modal riil Indonesia, satuannya persen 3. SGE adalah share pengeluaran pemerintah terhadap PDB, satuannya persen. 4. SInv adalah share pembentukan modal tetap bruto terhadap PDB, satuannya persen. 5. Pertumbuhan ekspor pertanian adalah pertumbuhan nilai ekspor riil di sektor pertanian, satuannya persen. 6. Pertumbuhan ekspor industri adalah pertumbuhan nilai ekspor riil di sektor industri, satuannya persen. 7. Pertumbuhan ekspor pertambangan adalah pertumbuhan nilai ekspor riil di sektor pertambangan, satuannya persen
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan, khususnya di bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan gambaran tingkat perkembangan ekonomi terjadi. Pertumbuhan ekonomi secara rinci dari tahun ke tahun disajikan melalui Produk
26 Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha secara berkala. Perkembangan PDB Indonesia secara triwulan sejak tahun 1993 – 2016 disajikan pada Gambar 5. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berfluktuatif sejak tahun 1993-2016. Pertumbuhan ekonomi menurun sangat tajam dan mengalami nilai paling rendah saat kuartal 3 tahun 1998 yang disebabkan oleh krisis moneter yang dialami Indonesia. Namun setelah tahun tersebut, pertumbuhan ekonomi meningkat kembali. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali mengalami fluktuasi, namun Indonesia masih memiliki tren pertumbuhan ekonomi yang meningkat.
10 5
Dec-15
Nov-14
Oct-13
Sep-12
Aug-11
Jul-10
Jun-09
May-08
Apr-07
Mar-06
Feb-05
Jan-04
Dec-02
Nov-01
Oct-00
Sep-99
Aug-98
Jul-97
Jun-96
May-95
-5
Apr-94
0 Mar-93
Pertumbuhan PDB (Persen)
15
-10 -15 -20
Pertumbuhan PDB Sumber : BI, 2016 Gambar 5 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1993-2016 Sektor industri pengolahan diperkirakan memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi. Sektor lainnya yang memberikan sumbangan terbesar adalah perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Peningkatan kegiatan di sektor industri pengolahan ini mengikuti faktor musimannya yang meningkat pesat dalam rangka mengantisipasi meningkatnya permintaan. Sejalan dengan peningkatan di sektor industri tersebut, kegiatan di sektor perdagangan dan sektor pengangkutan yang merupakan mata rantai dari proses produksi distribusi konsumen akhir juga akan mencatat pertumbuhan yang tinggi (Bank Indonesia, 2003). Peningkatan kontribusi industri pengolahan menunjukkan bahwa industri pengolahan menunjukkan peningkatan, dimana dengan peningkatan aktivitas tersebut, kebutuhan modal kerja akan semakin meningkat.
27 Perkembangan Ekspor Pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan laju pertumbuhan PDB terdiri dari berbagai macam variabel, diantaranya yaitu pengeluaran pemerintah, PMTB, Ekspor dan Impor. Kontribusi yang dimiliki oleh masing-masing variabel tersebut terhadap PDB dapat dilihat pada Gambar 6. Ekspor dan impor memiliki kontribusi yang paling banyak terhadap PDB, walaupun pada tahun-tahun terakhir kontribusi ekspor sangat sedikit sekali terhadap PDB, bahkan mencapai angka negatif. 60.00 50.00
Persen
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 -10.00
-20.00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2010
2011
Pengeluaran Pemerintah
2012
PMTB
2013
X
2014
M
Sumber : BPS 2016 Gambar 6 Share Pengeluaran Pemerintah, PMTB, Ekspor dan Impor terhadap PDB Pertumbuhan ekspor di Indonesia berdasarkan sektor dapat dilihat pada Gambar 6. Pertumbuhan ekspor pertanian, industri dan pertambangan mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Bahkan beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang negatif. Pertumbuhan ekspor pertambangan mengalami nilai yang paling tinggi jika dibandingkan dengan ekspor pertanian dan ekspor industri. Pertumbuhan ekspor pertambangan memiliki nilai yang jauh di atas ekspor pertanian dan ekspor industri. Namun sejak tahun 2012, pertumbuhan ekspor pertambangan terus mengalami nilai yang negatif. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan pasar luar negeri dan masih rendahnya harga komoditas di pasar internasional akibat belum pulihnya perekonomian dunia sebagai dampak krisis global. Sampai akhir 2013, kondisi perekonomian dunia masih dihadapkan pada risiko memburuknya ekonomi global yang semakin meningkat. Amerika Serikat masih belum mampu mendongkrak perekonomiannya walaupun berbagai upaya kebijakan akomodatif fiskal maupun moneter telah dilakukan pemerintah Amerika Serikat. Keadaan perekonomian global yang masih belum menentu tersebut hingga 2013 mengakibatkan nilai ekspor Indonesia selama tahun 2013 turun sebesar 3,9% dibandingkan ekspor tahun sebelumnya. Pelemahan kinerja ekspor tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun juga dialami negara-negara lain seperti Jepang, Brazil, Malaysia dan Thailand.
28 Selama tahun 2013, negara tujuan ekspor Indonesia didominasi oleh 5 (lima) negara tujuan ekspor utama seperti Jepang, China, Singapura, Amerika Serikat dan India. Bahkan, pangsa ekspor Indonesia kelima negara utama tersebut mencapai 52,1% dari total ekspor Indonesia pada tahun 2013. Tingginya pangsa ekspor kelima pasar tersebut menunjukkan tingginya ketergantungan dan konsentrasi pasar untuk ekspor komoditi Indonesia sehingga Indonesia akan sangat bergantung pada kondisi makro di negara-negara tujuan yang pada akhirnya akan mempengaruhi permintaan (demand) produk ekspor. Ketergantungan akan pasar-pasar tersebut tentu dianggap cukup beresiko bagi perekonomian Indonesia. (Kemendag, 2016). 35,000,000,000 30,000,000,000
Juta US$
25,000,000,000 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000
5,000,000,000 2000Q1 2000Q4 2001Q3 2002Q2 2003Q1 2003Q4 2004Q3 2005Q2 2006Q1 2006Q4 2007Q3 2008Q2 2009Q1 2009Q4 2010Q3 2011Q2 2012Q1 2012Q4 2013Q3 2014Q2 2015Q1 2015Q4
-
Ekspor Pertanian
Ekspor Industri
Ekspor Pertambangan
Sumber : Kementerian Perdagangan, 2016 Gambar 7 Perkembangan Ekspor Berdasarkan Sektoral 2001-2016
Perkembangan Impor Barang Modal Indonesia dengan sumber daya alamnya seharusnya mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Tetapi pada kenyataanya Indonesia masih saja bergantung pada negara lain. Akibatnya barang-barang yang seharusnya mampu diproduksi sendiri, pada akhirnya harus diimpor. Ini dikarenakan kurangnya tenaga ahli yang mampu mengolah sumber daya alam tersebut. Penguasaan teknologi yang terbatas, menyebabkan proses pertumbuhan ekonomi Indonesia membutuhkan barang modal dan bahan baku. Oleh sebab itu, dibutuhkanlah barang modal. Dengan mengimpor barang modal Indonesia akan mampu memproduksi sendiri barang jadi atau setengah jadi yang sebelumnya masih diimpor. Diharapkan pada nantinya Indonesia tidak perlu bergantung lagi pada negara lain, serta mampu memenuhi kebutuhanya sendiri bahkan mengekspor barang keluar. Barang modal adalah faktor produksi yang dapat dihasilkan kembali dan dimanfaatkan untuk menghasilkan barang jadi serta dapat mengurangi biaya produksi selanjutnya
29 untuk menghasilkan barang yang sama (Morgan, 2000). Berikut dijelaskan perkembangan impor barang modal di Indonesia tahun 2000-2016 dalam Gambar 8. 80 60
20
Dec-15
Mar-15
Jun-14
Sep-13
Dec-12
Mar-12
Jun-11
Sep-10
Dec-09
Mar-09
Jun-08
Sep-07
Dec-06
Mar-06
Jun-05
Sep-04
Dec-03
Mar-03
Jun-02
Sep-01
-20
Dec-00
0 Mar-00
Persen
40
-40 -60
Pertumbuhan Impor Barang Modal Sumber : BI, 2016 Gambar 8 Perkembangan Pertumbuhan Impor Barang Modal Indonesia 20002016 Data perkembangan impor barang modal di Indonesia sejak tahun 2000 triwulan 1 hingga 2016 triwulan 1 disajikan pada Gambar 6. Dari grafik tersebut terlihat bahwa perkembangan impor di Indonesia pada tahun berjalan terlihat mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Sementara jika dilihat dari trennya, impor barang modal memiliki tren yang menurun, dimana hal ini bertentangan dengan tren pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun berjalan. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Pemerintah sebagai institusi yang melakukan berbagai aktivitas juga merupakan konsumen bagi barang dan jasa di dalam negeri. Pengeluaran pemerintah berbentuk pembelanjaan pemerintah, baik dalam bentuk rutin maupun untuk pembangunan. Pengeluaran pemerintah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Salah satu fungsi utama pengeluaran pemerintah adalah sebagai alat kebijakan fiskal yang digunakan dalam menstabilkan ekonomi dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi (Purba, 2006). Perkembangan penduduk menuntut adanya pengeluaran pembiayaan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembiayaan tersebut berupa pengeluaran pemerintah baik rutin maupun pembangunan. Dalam hal ini, pengeluaran rutin adalah pembelanjaan untuk membiayai kegiatan-kegiatan rutin seperti gaji pegawai. Sedangkan pengeluaran pembangunan yang sedang dilakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan kemampuan dalam menciptakan
30 sarana dan prasarana pembangunan yang meningkat dan pada akhirnya mendorong aggregate demand, sehingga dapat merangsang kegiatan produksi daerah yang selanjutnya akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (Purba, 2006). Perkembangan share pengeluaran pemerintah sejak triwulan 1 tahun 2000 sampai dengan triwulan 1 tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 9. 160 150
Persen
140 130 120 110 100
Dec-15
Mar-15
Jun-14
Sep-13
Dec-12
Jun-11
Mar-12
Sep-10
Dec-09
Mar-09
Jun-08
Sep-07
Dec-06
Mar-06
Jun-05
Sep-04
Dec-03
Mar-03
Jun-02
Sep-01
Dec-00
Mar-00
90
Sumber : BI, 2016 Gambar 9 Perkembangan Share Pengeluaran Pemerintah Indonesia terhadap PDB 2000-2016 Pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2016, secara umum pengeluaran pemerintah menunjukkan share terhadap PDB yang fluktuatif. Jika dilihat dari trennya, maka share pengeluaran pemerintah terhadap PDB sejak tahun 2000-2016 memiliki tren yang menurun. Hal ini bertolak belakang dengan teori bahwa seharusnya pengeluaran pemerintah memiliki tren yang searah dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara pertumbuhan ekonomi seperti dapat dilihat pada Gambar 5 memiliki tren yang meningkat sejak tahun 1993 sampai dengan 2016 walaupun ada penurunan di tahun 1998 karena krisis.
Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Investasi merupakan salah satu sumber utama pertumbuhan ekonomi. Kegiatan penanaman modal menghasilkan investasi yang akan terus menambah stok modal (capital stock). Selanjutnya, peningkatan stok modal akan meningkatkan produktivitas serta kapasitas dan kualitas produksi, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
31 155 145
Persen
135 125 115 105
Dec-15
Jun-14
Mar-15
Sep-13
Dec-12
Mar-12
Jun-11
Sep-10
Dec-09
Mar-09
Jun-08
Sep-07
Dec-06
Mar-06
Jun-05
Sep-04
Dec-03
Mar-03
Jun-02
Sep-01
Dec-00
Mar-00
95
Sumber : BI, 2016 Gambar 10 Perkembangan PMTB di Indonesia 2000-2016 Perkembangan PMTB di Indonesia yang disajikan oleh Gambar 8 memiliki tren yang menurun sejak tahun 2000 triwulan 1 sampai dengan tahun 2016 triwulan 1. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2016 PMTB di Indonesia mengalami fluktuasi.
Kebijakan Outward Looking terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kebijakan outward looking sebagai kebijakan yang lebih menekankan kepada upaya mendorong tercipta perdagangan bebas melalui strategi promosi ekspor, sehingga pada penelitian ini menggunakan pendekatan ekspor. Pengujian asumsi pada Model ini menggunakan model regresi linier berganda, maka permasalahan yang mungkin terjadi pada model ini tidak terlepas dari tiga buah pelanggaran asumsi yaitu heterokedastisitas (heterocedasticity), autokorelasi (autocorrelation), dan multikolinearitas (multicolinearity). Untuk permasalahan heteroskedastisitas, berdasarkan estimasi tidak ditemukan adanya heterodeksitas, terlihat dari jumlah jumlah probability Chi-square (0.1208) yang lebih besar dari 0.01. Pengujian berikutnya berupa pendeteksian gejala autokorelasi pada model. Berdasarkan uji statistik Durbin-Watson (DW) diperoleh nilai DW sebesar 1.41 sementara nilai dL untuk penelitian ini bernilai 1.47 maka sesuai dengan Tabel 3 bahwa temuan ini berada pada rentang 0
32 multikolinieritas. Hasil perhitungan Model dengan metode Cochrane-Orcutt dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Estimasi Pertumbuhan Ekonomi dengan Ekspor Sektoral Variabel Koefisien Koefisien Terkoreksi Prob. XAG -3.100132 -3.100132 0.5754 XIN 6.091806 6.091806 0.0320** XMIN -0.446655 -0.446655 0.8385 ICG -0.003195 -0.003195 0.6913 SGE 0.043542 0.043542 0.6296 Sinv -0.117859 -0.117859 0.3999 Y(-1) 0.347046 0.286 0.0738* XAG(-1) 3.782394 -13.21 0.4615 XIN(-1) -5.960561 20.839 0.0355** XMIN(-1) 1.563353 -5.45 0.5425 ICG(-1) 0.013747 -0.045 0.0766* SGE(-1) 0.011705 -0.038 0.8475 SInv(-1) -0.089393 0.311 0.5470 C -19.78392 -27.70 0.2859 R-squared 0.613325 Durbin-Watson stat 1.897727 F-statistic 3.050288 Prob(F-statistic) 0.008073 Sumber : Bank Indonesia (diolah) Catatan : *) signifikan pada taraf nyata 1% **) signifikan pada taraf nyata 5% Untuk mengetahui peranan ekspor berdasarkan sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia digunakan Model yang mana pertumbuhan ekonomi merupakan variabel terikat (dependent variabel). Hasil estimasi model tersebut memiliki R-square sebesar 61.33% yang berarti bahwa 61.33% keragaman dari pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat dijelaskan oleh keragaman variabel ekspor pertanian, ekspor industri, ekspor pertambangan, impor growth, share pengeluaran pemerintah dan share PMTB. Sisanya sebesar 38.67% diakibatkan oleh faktor lain yang tidak disertakan dalam model, namun ditampung dalam variabel acak. Pengujian parameter hasil estimasi secara menyeluruh menggunakan uji F menghasilkan nilai statistik F sebesar 3.050288 dan probabilita sebesar 0.008073, yang berarti signifikan. Ini mengindikasikan bahwa seluruh variabel bebas (independent variabel) atau minimal ada satu variabel bebas yang terbukti signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Tabel 4). Tabel 4 menunjukkan bahwa hanya ada 4 variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain pertumbuhan PDB jangka panjang, impor barang modal jangka panjang dan ekspor di sektor industri baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun variabel sisanya tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Ekspor di sektor pertanian tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kemungkinan dikarenakan oleh struktur ekspor pertanian di negara kita masih
33 menggunakan bahan baku yang bersumber dari negara lain. Kemungkinan selanjutnya yang menyebabkan ekspor pertanian Indonesia tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah ekspor pertanian di Indonesia masih mengekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga tidak memiliki value added yang dapat digunakan untuk bersaing dengan dengan barang dari negara lain. Penelitian ini memiliki hasil yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amir (2004) bahwa pertumbuhan ekspor non pertanian memiliki dampak yang lebih baik daripada ekspor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi. Ekspor di sektor pertambangan juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, padahal nilai ekspor pertambangan di Indonesia cukup tinggi tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dikarenakan pertambangan yang ada di Indonesia sebagian besar masiih dikuasai oleh perusahaan asing. Sehingga keuntungan yang didapat dari pertambangan Indonesia tidak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hlavova (2015) mendapatkan hasil bahwa ekspor di sektor pertambangan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi disebabkan karena pengeluaran pemerintah tersebut tidak dibelanjakan kepada sektor yang berdampak multiplier effect yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi seperti perbaikan dan pembangunan infrastruktur fisik antara lain jalan tol, pelabuhan, transportasi, dan telekomunikasi sehingga diharapkan dengan pembangunan infrastruktur tersebut dapat memperlancar arus perdagangan dan meningkatkan investor asing. Struktur pengeluaran pemerintah Indonesia lebih banyak difokuskan pada transfer pembiayaan langsung dari negara ke masyarakat bukan pada pembelanjaan untuk keperluan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan pengeluaran pemerintah tersebut harus memperhatikan siklus ekonomi (business cycle). Apabila kondisi perekonomian sedang mengalami resesi maka pengeluaran pemerintah harus bersifat ekspansif, sedangkan apabila kondisi perekonomian sedang membaik (recovery) maka pengeluaran pemerintah hendaknya bersifat kontraksif. Hal tersebut juga bertujuan untuk menghindari crowding out yaitu menurunnya investasi sektor swasta karena meningkatnya pengeluaran pemerintah yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil temuan ini sejalan dengan temuan oleh Jocas (2012) yang menemukan bahwa pengeluaran pemerintah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena jenis pengeluaran pemerintah lebih banyak difokuskan pada transfer pembiayaan langsung dari negara ke masyarakat bukan pada pembelanjaan untuk keperluan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p-value. Berdasarkan hasil regresi didapatkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi jangka panjang memiliki p-value 0.0738. Nilai p-value pertumbuhan ekonomi pada jangka panjang > 0.01 maka variabel ini berada pada daerah terima H0 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi pada periode jangka panjang memiliki pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
34 Selanjutnya perlakuan atas uji arah untuk menentukan apakah hubungan antara kedua variabel merupakan hubungan yang positif atau negatif dengan melihat koefisiennya. Berdasarkan hasil regresi diatas dapat dilihat bahwa koefisien pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang bernilai 0.286 yang dapat diinterpretasikan bahwa hubungan yang terjadi antara pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan ekonomi saat ini adalah hubungan yang searah/positif. Jika pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya meningkat sebesar 1% maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0.286 %, cateris paribus. Ekspor Industri Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p-value. Berdasarkan hasil regresi metode Cochrane-Orcutt didapatkan bahwa variabel jangka pendek ekspor industri memiliki p-value 0,0320 dan untuk variabel jangka panjang p-value bernilai 0.0355. Kedua nilai p-value tersebut < 0.05 maka variabel ini berada pada daerah tolak H0 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel ekspor industri merupakan variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan baik pada periode jangka pendek maupun pada periode jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil regresi diatas dapat dilihat bahwa koefisien ekspor industri dalam jangka pendek bernilai 6.09 yang dapat diinterpretasikan bahwa hubungan yang terjadi antara ekspor industri dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek adalah hubungan yang searah/positif. Hasil estimasi menunjukan bahwa ekspor industri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan. Jika ekspor industri meningkat sebesar 1% dalam jangka pendek maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 6.09%, cateris paribus. Sementara dalam jangka panjang, koefisien ekspor industri bernilai 20.839 yang menunjukkan hubungan yang negatif/berlawanan arah terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika ekspor industri meningkat sebesar 1% dalam jangka panjang maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 20.839 %, cateris paribus. Hasil temuan ini sudah sesuai dengan hipotesis awal bahwa ekspor industri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Temuan ini sejalan dengan penelitian Mehrara dan Baghbanpour (2016) yang menemukan bahwa ekspor di sektor industri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Impor Barang Modal Hasil temuan ini, mendukung variabel sebelumnya, yaitu ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi. Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p-value. Berdasarkan hasil regresi didapatkan bahwa variabel impor barang modal jangka pendek memiliki p-value 0.6913 sedangkan p-value pada jangka panjang bernilai 0.0766. Sehingga nilai p-value impor barang modal pada periode jangka panjang > 0.01 maka variabel ini berada pada daerah terima H0 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel impor barang modal pada periode jangka panjang memiliki pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
35 Selanjutnya perlakuan atas uji arah untuk menentukan apakah hubungan antara kedua variabel merupakan hubungan yang positif atau negatif dengan melihat koefisiennya. Berdasarkan hasil regresi diatas dapat dilihat bahwa koefisien impor barang modal dalam jangka panjang bernilai -0.045 yang dapat diinterpretasikan bahwa hubungan yang terjadi antara impor barang modal dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang adalah hubungan yang berlawanan arah/negatif. Jika impor barang modal jangka panjang meningkat sebesar 1% maka pertumbuhan ekonomi akan menurun sebesar 0.045 %, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang ada bahwa impor barang modal memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut diperkirakan terjadi karena penggunaan barang modal di Indonesia kurang maksimal sehingga tidak dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardianto (2014) yang mendapatkan hasil bahwa impor barang modal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2004) juga memiliki hasil dimana terhadap impor barang modal Indonesia tahun 1990-2005 berpengaruh signifikan terhadap PDB. Indonesia menggunakan dua kebijakan sekaligus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu outward looking dan inward looking, walaupun kenyataannya Indonesia lebih memprioritaskan outward looking sebagai cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Terbukti sejak tahun 1980 sampai dengan sekarang Pemerintah Indonesia lebih sering menggemparkan tentang promosi ekspor. Adapun variabel impor barang modal dalam penelitian ini juga dapat digambarkan sebagai variabel yang mendukung kebijakan outward looking. Hasil temuan menjelaskan bahwa impor barang modal pada jangka panjang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Temuan ini semakin memperkuat alasan bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan strategi kebijakan outward looking. Sementara variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan kebijakan inward looking adalah variabel pengeluaran pemerintah dan investasi (PMTB). Adapun hasil yang didapat dari penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan oleh struktur pengeluaran pemerintah saat ini masih lebih banyak difokuskan pada transfer pembiayaan langsung dari negara ke masyarakat bukan pada pembelanjaan untuk keperluan pertumbuhan ekonomi. Seharusnya pengeluaran pemerintah lebih banyak ditujukan untuk pengeluaran yang bersifat pembangunan sehingga berguna untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Variabel terakhir yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan kebijakan inward looking adalah investasi yang dihitung dengan menggunakan PMTB. Hasil yang didapat adalah PMTB tidak memiliki pengaruh yang signifikan baik pada periode jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi. PMTB adalah pengeluaran untuk barang modal yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakan barang konsumsi. PMTB mencakup bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan lain seperti jalan dan bandara, serta mesin dan peralatan (BPS, 2016). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan outward looking dan inward
36 looking sama pentingnya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Indonesia sebaiknya menggunakan dua kebijakan tersebut sekaligus dan tidak condong ke satu kebijakan tersendiri. Mengingat bahwa penelitian ini mendapatkan hasil temuan bahwa kedua variabel yang mendukung kebijakan outward looking maupun inward looking berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun tujuan kedua dalam penelitian ini yang ingin menganalisis peranan ekspor berdasarkan sektor terhadap pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dari hasil yang diperoleh dari Model. Hasil regresi menjelaskan bahwa hanya variabel ekspor di sektor industri yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik pada periode jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini sudah sesuai dengan hipotesis awal bahwa ekspor industri mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mehrara dan Baghbanpour (2016). Hasil temuan ini memberikan bukti yang lebih nyata lagi bahwa kebijakan outward looking cukup efektif untuk diterapkan di Indonesia. 80,000,000 70,000,000
Ribu US$
60,000,000 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
ekspor industri berbasis pertanian ekspor industri berbasis non pertanian Sumber : Kementerian Perdagangan, 2016 Gambar 11 Perbandingan Ekspor Industri Berbasis Pertanian dan Non Pertanian Pada Gambar 11 terlihat bahwa struktur ekspor industri di Indonesia terbagi dua, yaitu ekspor industri berbasis pertanian dan non pertanian. Perbedaan struktur ini juga dapat dijadikan alasan mengapa hanya ekspor di sektor industri yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Ekspor industri berbasis non pertanian memiliki nilai yang lebih tinggi daripada ekspor industri berbasis pertanian. Hal ini membuktikan bahwa ekspor industri yang mendukung pertumbuhan ekonomi terletak pada industri berbasis non pertanian. Industri berbasis non pertanian ini cenderung menggunakan impor barang modal.
37
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka terdapat beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Studi ini menunjukkan bahwa strategi outward looking yang menggunakan pendekatan ekspor agregat kurang efektif, hanya ekspor di sektor industri yang efektif sebagai pendekatan strategi kebijakan outward looking untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 2. Impor barang modal dan pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya juga efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Saran 1. Jika ingin menerapkan strategi outward looking, sebaiknya pemerintah Indonesia berupaya dalam strategi peningkatan dan diversifikasi eskpor terutama di sektor industri, mengingat ketergantungan ekspor pada bahan mentah sangat tinggi dan sebagai bentuk respons dalam menghadapi harga komoditas yang jatuh pada saat penelitian ini dilakukan. 2. Diperlukan kajian yang lebih kompherensif mengenai metode pendekatan dan data yang digunakan, misalkan dengan mendisagregasi ekspor di sektor industri menjadi dua yaitu agroindustri dan non agroindustri agar dapat dilihat lebih detail variabel yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA Akhirman. 2012. Pengaruh PDB, Jumlah Penduduk, Nilai Ekspor, Investasi, Laju Inflasi dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005-2010. Jurnal Ekonomi dan Manajemen Indonesia. JEMI. Vol.3(1): 11-20. Algifari, GM. 1998. Teori Ekonomi Makro. STIE YKPN. Yogyakarta. Alkadri. 1999. Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Selama 19691996. Jurnal Studi Indonesia. Universitas Terbuka Jakarta Pusat Studi Indonesia. Jakarta. Amir, H. 2004. Pengaruh Ekspor Pertanian Dan Nonpertanian Terhadap Pendapatan Nasional : Studi Kasus Indonesia Tahun 1981-2003. Kajian Ekonomi dan Keuangan. Vol.8(4):1-22. Arief, S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Depok : UI Press. Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama BPFE. Yogyakarta. Barro, RJ. 1990. Government Spending in a Simple Model of Endogeneous Growth. The Journal of Political Economy. JSTOR. Vol. 98(5):103-125.
38 Baltagi, BH. 2005. Econometric Analysis of Panel Data (Third Edition). John Willey & Sons Ltd. England. Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE UGM. Yogyakarta. ________. 1985. Ekonomi Makro. BPFE UGM. Yogyakarta. Dollar D, and Kraay A. 2000. Trade, Growth, dan Poverty. Development Research Group, World Bank. ___________________. 2002. Growth Is Good for the Poor. Development Research Group. The World Bank. Folster, S. and M. Henrekson. 1999. Growth and the public sector: A critique of the Critics. European Journal of Political Economy. Vol. 15(1999):337358. Ghali, KH. 1998. Governement Size and Economic Growth. : Evidence From a Multivariate Cointegration Analysis. Applied Economics. Vol. 31():975987. Gujarati N. D. 2004. Basic Econometrics Fourth Edition. McGraw-Hill. New York. Guritno, M. 1999. Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hamdani. 2007. Seluk Beluk Perdagangan Ekspor Impor. Bushindo. Jakarta. Hlavova, I. 2015. The Impact of Mineral Resources on Economic Growth. International Journal of Arts and Commerce. Vol. 4(6):100-110. Hussin, F., Saidin, N. 2012. Economic Growth in ASEAN-4 Cuntries : A Panel Data Analysis. International Journal of Economics and Finane.Vol.4(9):119-129. Iqbal, A. 2004. “Pengaruh Pendapatan Nasional dan Indeks Harga Barang Impor Terhadap Impor Barang Modal Indonesia Tahun 1990-2005”. Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Surabaya. Jhingan, ML. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada. ___________. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Jocas, M. 2012. Pengaruh Investasi, Jumlah Tenaga Kerja dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Timor Leste Periode 2004-2011. UPN Veteran. Yogyakarta. Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor Jung and Marshall. 1985. Export, Growth and Causality In Developing Countries. Journal of Development Economics. Vol. 18(1):1-12. Kakwani, N., Son, HH. 2003. Pro-poor Growth: Concepts and Measurement with Country Case Studies. The Pakistan Development Review. Vol. 42(4) : 417-444. __________________. 2006. Pro-Poor Growth: The Asian Experience. UNU World Institute for Development Economics Research (UNU-WIDER). Research Paper No. 2006/56. Kholis, M. 2012. Dampak Foreign Direct Investment terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Organisasi dan Manajemen. Vol.8(2):111120. Kuncoro, M. 2006. Ekonomika Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
39 Lihan, I. 2003. Analisis Perkembangan Ekspor dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis. Vol. 8(1):215-225. Mardianto, A. 2014. Pengaruh Inflasi, Cadangan Devisa dan Produk Domestik Bruto Terhadap Impor Barang Modal. E-Jurnal EP Unud. Vol. 3(9):413420. Mas’oed, M. 1989. Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1972. LP3ES. Jakarta. Mehrara, M., Baghbanpour, J. 2016. The Contribution of Industry and Agriculture Exports to Economic Growth : The Case of Developing Countries. World Scientific News. Vol.46(2016):100-111. Mercan, M. Gocer, I. Bulut, S. Dam, M. 2013. The Effect of Openness an Economic Growth for BRIC-T Countries : Panel Data Analysis. Eurasian Journal of Business and Economics. Vol. 6(11 ): 1-14. Morgan, SL. 2000. Social Capital, Capital Goods, and the Production of Learning. Journal of Socio-Economics. Vol. 29(1) : 591-595. Omuju, O. 2012. Does Trade Promote Growth in Developing Countries? Empirical Evidence from Nigeria. International Journal of Development and Sustainability. Vol. 1(3) : 743-753. Panayotou, T. Investment of Change : Motivating and Financing Sustainable Development. Earthscan Publications. London. Purba, A. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Simalungun. Universitas Sumatera Utara. Medan. Ramayadi, A. 2003. Economic Growth and Governement Size in Indonesia : Some Lessons for the Local Authorities. The Fifth IRSA International Conferrence. Regional Development in the Era of Decentralization Growth, Poverty and Environtment. 18-19 Juli 2003. Bandung. Ranis, G. Stewart. 2001. Economic Growth and Human Development. World Development. Vol. 28. No. 2 Salvatore, D. 2007. International Economics. Prentice-Hall. New Jersey. Sarwedi. 2002. Investasi Asing Langsung di Indonesia dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 4(1):17-35. Siregar, H. 2006. Perbaikan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong Investasi dan Menciptakan Lapangan Kerja. Jurnal Ekonomi Politik dan Keuangan. INDEF. Jakarta. Sitepu, WRB. 2010. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Singapura. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Streeten, P. 1987. A Cool Look at Outward-Looking Strategies for Development. The World Economy. Vol.5(2):159-170. Sukirno, S. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta. _________. 2000. Makroekonomi Modern. PT Raja Drafindo Persada. Jakarta. Sultan., Sodik, J. 2010. Analisis Ketimpangan Pendapatan Regional di DIY-Jawa Tengah Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Periode (2000-2004). Buletin Ekonomi. Vol.8(1) : 1-70. Sutawijaya, A. 2008. Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1980 – 2006. Universitas Terbuka Jakarta.
40 Todaro MP., Smith, S.P. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Pearson Education Limited dan Erlangga. Jakarta. Wahyuni, IGAP. 2014. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Vol.38(2014) : 458-477. Zuhri, AA. 1999. Pengaruh Investasi PMA dan PMDN Serta Kesempatan Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Gajahmada. Yogyakarta.
41 Lampiran 1 Hasil Regresi Dependent Variable: GDP_GROWTH Method: Least Squares Date: 08/01/16 Time: 15:58 Sample: 2005Q1 2014Q4 Included observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
XAG XIN XTAM GROWTH_IMPOR SHARE_GE SHARE_INV C
-3.610647 3.154866 0.843962 0.009351 0.039055 -0.102958 -7.773919
2.005522 1.320376 0.553893 0.004121 0.059504 0.090497 13.26835
-1.800352 2.389369 1.523691 2.269198 0.656354 -1.137688 -0.585900
0.0810 0.0227 0.1371 0.0299 0.5161 0.2634 0.5619
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.421055 0.315793 0.552219 10.06323 -29.15771 4.000045 0.004066
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
5.719711 0.667602 1.807886 2.103440 1.914749 1.418109
42 Lampiran 2 Hasil Regresi dengan Metode Cochrane-Orcutt Dependent Variable: GDP_GROWTH Method: Least Squares Date: 08/01/16 Time: 15:43 Sample (adjusted): 2005Q2 2014Q4 Included observations: 39 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
XAG XIN XTAM GROWTH_IMPOR SHARE_GE SHARE_INV GDP_GROWTH(-1) XAG(-1) XIN(-1) XTAM(-1) GROWTH_IMPOR(-1) SHARE_GE(-1) SHARE_INV(-1) C
-3.100132 6.091806 -0.446655 -0.003195 0.043542 -0.117859 0.347046 3.782394 -5.960561 1.563353 0.013747 0.011705 -0.089393 -19.78392
5.462394 2.681388 2.168666 0.007952 0.089180 0.137608 0.185956 5.057463 2.681545 2.532017 0.007443 0.060239 0.146425 18.14088
-0.567541 2.271885 -0.205958 -0.401746 0.488251 -0.856479 1.866282 0.747884 -2.222808 0.617434 1.846861 0.194312 -0.610502 -1.090571
0.5754 0.0320 0.8385 0.6913 0.6296 0.3999 0.0738 0.4615 0.0355 0.5425 0.0766 0.8475 0.5470 0.2859
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.613325 0.412254 0.517584 6.697342 -20.98251 3.050288 0.008073
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
5.713423 0.675128 1.793975 2.391151 2.008237 1.897727
43
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Dara Resmi Asbiantari lahir pada tanggal 10 September 1987 di Jember. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Edy Subiantoro dan Astuti Ngudihartini. Penulis menikah dengan Arif Budiman pada tahun 2014 dan dikaruniai seorang anak bernama Braga Kenzie Putra Budiman pada tahun 2016. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Muhammadiyah I Samarinda, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Samarinda selama setahun dan dilanjutkan dua tahun di SLTP Negeri 5 Bandung dan lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 4 Bandung dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Universitas Brawijaya jurusan Ekonomi Pembangunan dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai CPNS di Kementerian Perdagangan RI dan resmi menjadi PNS pada tahun 2010. Tahun 2012, penulis memperoleh beasiswa S2 kerjasama antara Kementerian Perdagangan RI dan IPB pada program Pascasarjana Ilmu Ekonomi FEM IPB.