PENGARUH ANGIN PERMUKAAN TERHADAP FLUKTUASI CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA
HASANUDDIN
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Fluktuasi Curah Hujan di Beberapa Wilayah Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Hasanuddin NIM G24100067
ABSTRAK HASANUDDIN. Pengaruh Angin Permukaan terhadap Fluktuasi Curah Hujan di Beberapa Wilayah Indonesia. Dibimbing oleh SONNI SETIAWAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sangat rentan terhadap perubahan iklim termasuk fluktuasi curah hujan. Interaksi pengaruh angin permukaan terhadap curah hujan di analisa menggunakan statistica7 yaitu anilisis spektral dan spektral silang. Berdasarkan penelitian ini untuk wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, dan Indramayu menunjukkan tipe pola hujan monsunal, sedangkan wilayah Pontianak menunjukkan tipe pola hujan ekuatorial. Pada tipe monsunal memiliki osilasi 12 bulan, sedangkan tipe ekuatorial memiliki osilasi 6 bulanan. Hubungan antara angin permukaan terhadap curah hujan pada wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, Indramayu, dan Pontianak menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Perlu adanya hubungan dengan fenomena-fenomena global untuk mengetahui pengaruhnya terhadap curah hujan monsoon. Kata kunci: monsun, angin, osilasi
ABSTRACT HASANUDDIN. Surface Wind Influence to Rainfall Fluctuations at Some Areas in Indonesia. Supervised by SONNI SETIAWAN. Indonesia is one of the archipelago countries which are vulnerable to climate change, the one of climate changes is including the rainfall fluctuation values. Interaction effects of wind on the surface rainfall will be analyzed by using statistica7 which is based on spectral analysis and cross spectral methods. Based on this study in Lampung, Sumbawa Besar, Banjarbaru, and Indramayu have showed the monsoonal-type pattern, meanwhile the Pontianak area has showed the type of equatorial rain pattern. In type monsoonal have been found the oscillation during 12 months, meanwhile in the equatorial type area only has been found oscillation during 6 months. The relationship between the surface winds to rainfall in the area of Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, Indramayu, and Pontianak shows the proportional relationship or positive correlation. The need for a relationship with a global phenomena to determine its effect on monsoon rainfall. Keywords: monsoon, wind, oscillation
PENGARUH ANGIN PERMUKAAN TERHADAP FLUKTUASI CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA
HASANUDDIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Alhamdulillahi Robbil’alamin, segala puji Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “ Pengaruh Angin Permukaan terhadap Fluktuasi Curah Hujan di Beberapa Wilayah Indonesia”. Shalawat serta salam tak lupa Penulis panjatkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW. Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Walaupun masih banyak terdapat kekurangan. Pertama- pertama Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda tercinta Asmin dan Ibunda tercinta Sunah yang telah memberikan didikan, kasih sayang dan perhatian serta pengorbanan yang tidak terhingga kepada penulis. Terima kasih juga kepada kakak-kakakku tercinta, Herman, Satiri, Siti Aisyah, Sunarti K, dan M. Nur Sandi. Terima kasih kepada Bapak Sonni Setiawan, M.Si selaku pembimbing akademik dan skripsi yang selalu memberikan bimbingan, pengarahan, dan ilmu serta kesabaranya kepada penulis sejak awal masuk depatemen sampai tugas akhir dan skripsi ini selesai. Penulis mengucapkan terima kasih karena selama ini beliau menjadi Komisi Pendidikan yang banyak memberikan masukan dan saran selama proses penyelesaian kuliah. Terima kasih kepada Ibu Dr Tania June, MSc selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. Terima kasih kepada seluruh dosen departemen Geofisika dan Meteorologi atas bimbigan, kesabaranya, nasehat, dan ilmu yang telah diberikan selama ini. Terima kasih kepada para staff tata usaha, pak Aziz, mas Kiki, Pak Nandang dan kepada semua pihak tata usaha yang telah memberikan bantuan dan dukungannya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih kepada Givo Alsepan, Murni Ngestu Nurutami, Ernat, Firdaus, Windita yang begitu sabar memberikan pelajaran dan ilmu dan telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.Terima kasih kepada sahabat-sahabat GFM 47. Terima Kasih Kepada Terima Kak GFM 44,GFM 45,GFM 46. Terima kasih kepada Adik-Adik sperjuangan, GFM 48, GFM 49, dan GFM 50. Terima kasih kepada Tim Futsal GFM. Terimakasih kepada Coker’s Camp (Kamil, Rey, Edo, Aden, Topik, Haris, dan Nyoi) atas persahabatan dan semangat yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih kepada Sosling Ceria BEM FMIPA Sahabat Sinergi (Nur Fauziah atas kerjasamanya menjadi sekretaris, Rahma atas kerjasamanya menjadi bendahara, Stefani, Sabila Nur Insani, Dewi, Firdaus, Aldi, Yani, Ali, Panji), serta teman-teman BEM FMIPA Sahabat Sinergis. Terimakasih kepada Kementerian Sosial Masyarakat (Indri atas kerjasamanya menjadi sekretaris, Nurfitri Sari atas kerjasamanya menjadi bendahara, Venza Fahutan 48, Adi dan Iqbal Fateta 49, Fani FMIPA 48, Etta FMIPA 49, Nusron FEM 48, Dafi FEMA 49, Ulvi FEMA 49, May FEMA 49, Ike dan Nidya FEMA 48), serta para pimpinan dan keluarga BEMKM Berani Beda. Terimakasih kepada keluarga Bina Desa, Rumah Harapan serta Masyarakat Relawan Indonesia. Bogor, Januari 2016 Hasanuddin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Analisis Data
2
HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN
4 16
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR TABEL 1. Nilai Power Spektral Density (PSD) curah hujan osilasi 12 bulan dan 6 bulan 2. Spektrum silang antara curah hujan dengan angin zonal dalam periode 12 bulan 3. Spektrum silang antara curah hujan dengan angin meridional dalam periode 12 bulan
12 14 15
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Wilayah observasi data curah hujan Fluktuasi curah hujan wilayah Lampung tahun 1981-2000 Fluktuasi curah hujan wilayah Sumbawa Besar tahun 1981-2000 Fluktuasi curah hujan wilayah Banjar Baru tahun 1981-2000 Fluktuasi curah hujan wilayah Indramayu tahun 1981-2000 Fluktuasi curah hujan wilayah Pontianak tahun 1981-2000 Arah angin permukaan pada bulan (a) Januari – (l) Desember Power Spektral Density (PSD) curah hujan wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, Indramayu, dan Pontianak tahun 19812000 9. Power Spektral Density (PSD) angin zonal (a,c,e,g,i) dan angin meridional (b,d,f,h,j) wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, Indramayu, dan Pontianak tahun 1981-2000
2 5 5 6 7 8 10
12
14
DAFTAR LAMPIRAN 1. Kodingan hasil angin permukaan
19
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Iklim dapat didefinisikan sebagai ukuran statistik cuaca untuk jangka waktu tertentu. Iklim terdiri atas berbagai parameter seperti tekanan, suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, serta curah hujan. Curah hujan merupakan unsur iklim yang paling dominan di Indonesia. Hujan terjadi akibat adanya pembentukan awan yang disebut kondensasi. Tipe hujan juga dapat dilihat berdasarkan faktor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut diantaranya hujan orografi, hujan konvektif, hujan frontal, dan hujan siklon tropis (Arkin dan Xie 1994). Berdasarkan pola hujan, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga (Handoko 1995) yaitu pola monsun, pola ekuatorial, dan pola lokal. Monsun merujuk pada siklus tahunan yang membedakan secara tegas keadaan atmosfer selama fase basah dan fase kering. Meskipun monsun terjadi secara periodik, tetapi awal musim hujan dan musim kemarau tidak selalu sama sepanjang tahun. Ini disebabkan musim di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa fenomena global lainnya, seperti El-Nino/La-Nina, Osilasi Selatan, IOD, Siklus Walker dan Hadley serta beberapa sirkulasi kerena pengaruh lokal (Mc Bride 2002). Monsun sangat berkaitan dengan variasi curah hujan. Pola monsun dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal yaitu satu puncak musim hujan sekitar bulan Desember. Pada tahun 1686, Edmund Halley mengemukakan teori bahwa monsun terjadi akibat adanya perbedaan panas antara daratan dan lautan sebagai hasil dari zenithal march matahari (Chang 1984). Terdapat dua ciri utama iklim monsun yaitu adanya perbedaan yang tegas antara musim basah dan musim kering yang umumnya terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari (DJF) dan Juni, Juli, Agustus (JJA). Terdapat tiga mekanisme monsun menurut Kyung Jin, pertama perbedaan panas antara benua dan samudra, kedua gaya coriolis akibat rotasi bumi dan yang ketiga peran serta air sebagai pelepas energi. Pada dasarnya sistem iklim monsun tidak berbeda dengan sistem pada pergerakan angin darat dan angin laut. Namun, iklim monsun ini melingkupi benua dan samudra sehingga masuk pada skala gobal. Sistem ini terbentuk karena adanya perbedaan pemanasan antara daratan dan lautan yang menyebabkan perubahan arah angin osilasi antara 12 bulanan. Pada penilitian ini wilayah yang diobservasi adalah Lampung, Sumbawa Besar, Pontianak, Banjar Baru, dan Indramayu untuk melihat pengaruh hubungan antara angin permukaan terhadap curah hujan di masing-masing wilayah sehingga dapat dimanfaatkan untuk informasi terkait iklim monsun di Indonesia. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh angin permukaan terhadap curah hujan di beberapa wilayah Indonesia antara lain Lampung, Sumbawa Besar, Pontianak, Banjar Baru, dan Indramayu .
2
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan Agustus 2015 di laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-IPB. Bahan Bahan yang digunakan adalah data observasi curah hujan bulanan wilayah Lampung (5o45’LS dan 104o50’ BT), Sumbawa Besar (8.75o LU dan 118.1o BT), Pontianak (0o0’10” LS dan 109o20’ BT), Banjar Baru (3o28’ LS dan 114o45’ BT), dan Indramayu (6o25’ LS dan 108o10’ BT) selama 20 tahun (Januari 1981 – Desember 2000) serta data angin permukaan ECMWF (Europe Center for Medium Range Weather Forecasting) yang merupakan hasil pengembangan meteorologi secara dinamis dan sinoptik lebih dari 100 tahun dan lebih dari 50 tahun pengembangan prediksi cuaca secara numerik (Numerical Weather Prediction), namun data yang digunakan selama 20 tahun (Januari 1981 Desember 2000) (http://data-portal.ecmwf.int/data/).
Gambar 1 Wilayah observasi data curah hujan Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah komputer yang dilengkapi dengan software (perangkat lunak) Microsoft Office 2010, Grads dan Statistica 7. Prosedur Analisis Data Analisis Spektral/Spektrum Transformasi data dari domain waktu menjadi domain frekuensi (atau bilangan gelombang) disebut spektrum atau spektral. Analisis spektrum merupakan modifikasi analisis Fourier agar sesuai untuk fungsi waktu yang stokastik (Chatfield 1989). Analisis Fourier direpresentasikan oleh deret Fourier, yaitu setiap fungsi yang periodik dapat direpresentasikan oleh jumlah tak hingga dari fungsi-fungsi sinusoidal. Analisis domain frekuensi menyajikan deret data waktu dalam domain frekuensi.
3 Secara definisi, jika Xt adalah proses stokastik dengan fungsi autokovarian γ(k) dengan k=...,-2, -1, 0, 1, 2, ..., maka spektrum Xt yaitu f(ω) adalah transformasi Fourier dari fungsi autokovariansi, yang dalam ekspresi matematisnya adalah sebagai berikut : (3) Analisis Spektral Silang Metode cross spectrum (spektrum silang) digunakan untuk menguji suatu hubungan antara dua deret waktu dalam domain frekuensi (Chatfield 1989). Definisi dari spektrum silang terhadap proses bivariat diskret yang diukur pada suatu unit interval waktu sebagai tranformasi Fourier dari fungsi kovarian-silang pada selang 0< ω< π, adalah sebagai berikut : (4) Informasi yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari spektrum silang digunakan beberapa persamaan yang diturunkan dari persamaan (4) , yaitu : a)
cross-amplitude spectrum (
) (5)
b)
coherency (
) (6)
c)
phase spectrum (
) (7)
keterangan : c(ω) adalah co-spektrum, q(ω) adalah quadratur, fx(ω) adalah spektrum variabel x, fy(ω) adalah spektrum variabel y. Dari persamaan phase spectrum, diperoleh persamaan untuk menentukan lag time (τ): τ = 12 (8) 12 π
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Pontianak, Banjar Baru, dan Indramayu. Terdapat dua musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau yang diakibatkan oleh adanya monsun Asia dan monsun Australia (Neuwolt 1977). Menurut BMKG dalam Marjuki 2011 menyatakan bahwa ketika curah hujan bulanan > 150 mm maka dalam kondisi musim hujan dan sebaliknya apabila curah hujan bulanan < 150 mm maka dalam kondisi musim kemarau. Dalam hal ini pada gambar dapat dilihat batas antara musim penghujan dan musim kemarau yang dipisahkan oleh garis horizontal berwarna hitam.
5
Gambar 2 Fluktuasi curah hujan wilayah Lampung tahun 1981-2000
Gambar 3 Fluktuasi curah hujan wilayah Sumbawa Besar tahun 1981-2000
6
Gambar 4 Fluktuasi curah hujan wilayah Banjar Baru tahun 1981-2000
7
Gambar 5 Fluktuasi curah hujan wilayah Indramayu tahun 1981-2000
8
Gambar 6 Fluktuasi curah hujan wilayah Pontianak tahun 1981-2000 Secara umum Gambar 2-6 di atas, dapat dilihat fluktuasi curah hujan di berbagai wilayah di Indonesia. Untuk wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, dan Indramayu pada bulan DJF (Desember, Januari, Februari) mengalami musim penghujan atau basah karena memiliki curah hujan bulanan > 150 mm,. Sedangkan pada bulan JJA (Juni, Juli, Agustus) mengalami musim kemarau karena curah hujan bulanannya < 150 mm. Pada wilayah ini memiliki satu puncak curah hujan yang sama dalam setahun yaitu sekitar bulan Januari sehingga untuk wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, dan Indramayu termasuk dalam pola hujan monsoonal. Berbeda halnya dengan wilayah Pontianak yang cenderung basah disepanjang tahunnya namun wilayah ini memiliki dua puncak curah hujan maksimum dalam setahun yaitu sekitar bulan Maret dan Oktober sehingga pada wilayah Pontianak memiliki pola hujan tipe ekuatorial. Menurut BMKG dalam Marjuki 2011 pola hujan tipe monsoonal memiliki ciri khusus seperti hujan yang berlangsung selama enam bulan dan enam bulan berikutnya berlangsung musim kemarau sedangkan pola hujan ekuatorial memiliki ciri dua puncak fase dalam setahun baik itu fase mengalami curah hujan maupun fase mengalami kemarau. Analisis Angin Permukaan Angin merupakan salah satu unsur meteorologi yang keadaannya baik arah maupun kecepatannya mudah berubah dan bervariasi baik dalam ruang maupun waktu. Angin dapat terjadi ketika ada gerakan perpindahan massa udara dari tempat dengan tekanan udara yang tinggi ke tempat dengan tekanan udara yang rendah. Berikut ini adalah medan angin permukaan rata-rata bulanan selama 20 tahun pada tekanan 1000 mb.
9
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
10
(k) (l) Gambar 7 Arah angin permukaan pada bulan (a) Januari – (l) Desember Berdasarkan Gambar 7 a, b, dan l di atas, pada saat bulan Desember, Januari, dan Februari (DJF) monsoon Asia semakin kuat pengaruhnya di Indonesia. Angin dari Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia di barat Sumatera berhembus masuk ke Sumatera dan Kalimantan Barat, selanjutnya berbelok menjadi angin baratan setelah melewati equator, sehingga di Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara berhembus angin baratan. Di pulau Sumatera mulai dari equator ke arah utara selama MAM (Maret, April, Mei) hingga SON (September, Oktober, November) berhembus angin baratan. Angin baratan yang berhembus di Sumatera tersebut kemudian berubah menjadi angin timuran pada DJF. Sementara angin timuran yang berasal dari Samudera Pasifik sebelah timur Filipina ketika mencapai Sulawesi Utara berbelok ke arah barat sehingga di daerah Irian berhembus angin baratan. Pada periode ini matahari berada pada posisi paling selatan equator. Sehingga tekanan rendah berada di selatan ekuator dan dominan angin akan bertiup dari Bumi bagian Utara menuju Selatan. Pada Gambar c-e, saat musim peralihan pertama yang merupakan rataan bulan Maret, April, dan Mei (MAM) merupakan peralihan dari monsoon Asia menjadi monsoon Australia. Angin timuran yang berasal dari Australia Utara berhembus mulai dari Nusa Tenggara, Jawa hingga ujung selatan Sumatera. Sementara angin baratan yang berasal dari Samudera Hindia berhembus di atas Sumatera hingga Kalimantan. Sedangkan angin di atas Sulawesi Utara dan Irian berasal dari Samudera Pasifik sebelah timur Filipina. Angin timuran dari Pasifik sebelah timur Filipina berbelok ke selatan dan masuk ke Sulawesi Utara selanjutnya berbelok menjadi angin baratan di atas Irian. Pada periode ini posisi matahari beredar di atas ekuator yaitu tepatnya pada tanggal 21 Maret. Masuk musim kemarau di Asia pada bulan JJA (Juni, Juli, Agustus), monsoon Australia semakin kuat dan hampir seluruh wilayah Indonsia berhembus anin timuran, kecuali daerah Sumatera mulai dari Sumatera Barat hingga ujung Utara pulau Sumatera. Angin timuran yang berasal dari Australia berhembus melewati Nusa Tenggara, Bali, Jawa hingga ujung selatan Sumatera. Sebagian lagi berbelok ke utara setelah melewati equator di daerah Kalimantan. Angin timuran yang berhembus di atas Irian dan Sulawesi bagian utara dominan berasal dari Samudera Pasifik sebelah timur Irian. Angin baratan dari Samudera Hindia yang berhembus di Sumatera bagian utara semakin kuat dibandingkan pada MAM (Maret, April, Mei). Pada periode ini posisi matahari berada pada posisi paling Utara dari khatulistiwa apabila dilihat dari Bumi. Pada musim peralihan dari musim kemarau di utara menjadi musim dingin pada periode SON (September, Oktober, November). Pengaruh monsoon
11 Australia di Indonesia mulai berkurang. Pola angin yang berhembus di Indonesia tidak mengalami perubahan yang berarti dibandingkan dengan periode JJA. Secara keseluruhan polanya hampir sama, namun kecepatannya mulai berkurang baik angin timuran yang berhembus di Nusa Tenggara, Bali, Jawa hingga ujung selatan Sumatera, Irian serta Sulawesi maupun angin baratan yang berhembus di Sumatera bagian utara. Pada periode ini posisi matahari beredar di atas ekuator yaitu tepatnya pada tanggal 23 September panjang siang dan malam sama. Selama jangka waktu ini, Bumi bagian Selatan mengalami musim semi dan Bumi bagian Utara mengalami musim gugur, sedangkan di Indonesia mengalami musim peralihan dari musim kering ke musim basah. Analisis Spektral Curah Hujan
(a)
(c)
(b)
(d)
12
(e) Gambar 8 Power Spektral Density (PSD) curah hujan wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, Indramayu, dan Pontianak tahun 19812000 Tabel 1 Nilai Power Spektral Density (PSD) curah hujan osilasi 12 bulan dan 6 bulan No
Nama Stasiun
Koordinat
1
Lampung
5o45’LS dan 104o50’ BT
Nilai Spektral 12 bulan 6 bulan 557067,4 13293,4
2
Sumbawa Besar
8.75o LU dan 118.1o BT
616944,0
70709,7
3
Banjar Baru
3 28’ LS dan 114 45’ BT
1013494,0
57238,0
4
Indramayu
6o25’ LS dan 108o10’ BT
566168,9
18898,8
5
Pontianak
0o0’10” LS dan 109o20’ BT
119272,5
31073,9
o
o
Berdasarkan hasil Power Spektral Density (PSD) Gambar 10 a-e dan Tabel 1, pola osilasi dominan dari curah hujan di wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Pontianak, Banjarbaru, dan Indramayu berada pada periode sekitar 12 bulanan (annual oscillation). Fluktuasi 12 bulan curah hujan di Banjarbaru sangat besar dibandingkan dengan wilayah lain sehingga fluktuasi curah hujan monsunal lebih terasa di Banjarbaru. Sedangkan pada wilayah Pontianak pengaruh monsun fluktuasi curah hujan sangat rendah dibandingkan wilayah yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Pontianak bukan termasuk curah hujan monsunal. Secara berurutan puncak energi spektral PSD 12 bulanan dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah Banjar Baru, Sumbawa Besar, Indramayu, Lampung dan Pontianak. Analisis Spektral Angin Zonal dan Meridional Analisis spektral atau Power Spectral Density (PSD) digunakan untuk mengestimasi fungsi densitas spektrum dari sebuah deret waktu. Analisis spektral yang digunakan yaitu teknik Fast Fourier Transform (FFT). Analisis ini digunakan untuk menguji osilasi dominan serta menunjukkan periode yang tersembunyi dari data deret waktu angin zonal dan meridional. Menurut Tjasyono 2004 angin zonal merupakan sirkulasi angin timuran dan baratan, sedangkan angin meridional merupakan udara naik di ekuator dan turun di daerah kutub.
13 Berikut adalah gambar hasil analisis spektral untuk mengetahui pola osilasi dari angin zonal dan angin meridional.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
14
(i) (j) Gambar 9 Power Spektral Density (PSD) angin zonal (a,c,e,g,i) dan angin meridional (b,d,f,h,j) wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, Indramayu, dan Pontianak tahun 1981-2000 Berdasarkan hasil Power Spektral Density (PSD) gambar 16 a-j, pola osilasi dominan dari angin zonal permukaan dan angin meridional permukaan di wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Pontianak, Banjarbaru, dan Indramayu berada pada periode sekitar 12 bulanan (annual oscillation) yang artinya jika osilasi ini berjalan sempurna maka dalam waktu 12 bulanan akan terjadi kejadian kuat sekali fenomena monsoon dalam selang waktu 12 bulan. Puncak energi kinetik PSD 12 bulanan angin zonal permukaan secara berurutan dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah Indramayu, Sumbawa Besar, Lampung, Banjarbaru dan Pontianak. Sedangkan puncak energi kinetik PSD 12 bulanan angin meridional permukaan secara berurutan dari yang tertinggi ke rendah adalah Pontianak, Sumbawa Besar, Indramayu, Banjarbaru Lampung. Berbeda halnya pada periode sekitar 6 bulanan pada angin zonal dan angin meridional tidak terlihat frekuensi spektral densitynya. Analisis Spektrum Silang Tabel 2 Spektrum silang antara curah hujan dengan angin zonal dalam periode 12 bulan Wilayah Lampung Sumbawa Besar Bajar Baru Indramayu Pontianak
Cross Amplitudo 5305.603 18276.34 7377.083 21675.93 1940.096
Squared Coherency 0.954650 0.981932 0.990163 0.987412 0.769796
Phase Spectrum -0.10582 -0.34747 -0.33016 -0.14929 0.34425
Time Lag 0 0 0 0 0
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjarbaru, Indramayu, dan Pontianak rata-rata memiliki lag number bernilai 0. Sehingga antara kejadian interaksi angin zonal terhadap curah hujan di wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjarbaru, Indramayu, dan Pontianak tidak terjadi waktu tunda, dengan kata lain interaksi angin zonal terhadap curah hujan memiliki hubungan berbanding lurus dan terjadi bersamaan atau secara spontan.
15 Hal ini dapat dikatakan bahwa ketika angin zonal meningkat maka curah hujan di wilayah tersebut juga meningkat. Tabel 3 Spektrum silang antara curah hujan dengan angin meridional dalam periode 12 bulan Wilayah Lampung Sumbawa Besar Bajar Baru Indramayu Pontianak
Cross Amplitudo 3868.791 11479.55 5561.767 6313.422 5701.076
Squared Coherency 0.981376 0.996605 0.992397 0.986552 0.825250
Phase Spectrum -2.89271 -2.92860 -3.06328 3.13789 -2.30155
Time Lag 6 6 6 6 8
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa hampir semua wilayah memiliki lag number bernilai 6. Oleh karena itu, untuk wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjarbaru, dan Indramayu interaksi angin meridional terhadap curah hujan membutuhkan waktu 6 bulan. Sedangkan pada wilayah Pontianak memiliki lag number bernilai 8. Artinya untuk wilayah Pontianak interaksi angin meridional terhadap curah hujan membutuhkan waktu 8 bulan. Secara umum pengaruh angin zonal sangat berpengaruh terhadap pola curah hujan monsunal dibandingkan dengan pola hujan ekuatorial. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan nilai time lag angin zonal pada wilayah Pontianak. Berbeda halnya pada pengaruh angin meridional yang sangat mempengaruhi wilayah ekuator yaitu wilayah Pontianak. Menurut Hermawan 2003 yang menyatakan bahwa waktu tunda ini sangat penting bagi suatu wilayah karena dapat menentukan apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dampak dari interaksi angin permukaan yang berpengaruh terhadap curah hujan di wilayah tersebut.
16
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Interaksi antara angin permukaan dengan curah hujan di wilayah Lampung, Sumbawa Besar, Banjar Baru, Indramayu, dan Pontianak memiliki hubungan yang berbanding lurus. Ketika angin permukaan menguat maka curah hujan akan menguat juga, begitupun sebaliknya apabila angin permukaan melemah maka curah hujan akan melemah. 2. Pengaruh angin zonal sangat mendominasi pada pola curah hujan monsunal dibandingkan pola curah hujan ekuatorial. Saran Perlu adanya penambahan data curah hujan minimal 30 tahun dan dapat menghubungkan dengan fenomena-fenomena global.
17
DAFTAR PUSTAKA Arkin PA.dan Xie P. 1994.The global Precipitation Climatology project First Algorithm Intercamparison Project. Bull Meteorologi Soc.75:02-429 Chang J. 1984. The Monsoon Circulation of Asia, hlm 3-34. Di dalam M.M.Yoshino (Penyunting). Climate and Agricultural Land Use in Monsoon Asia. University of Tokyo Press. Tokyo. Chatfield C. 1989. The Analysis of Time Series An Introduction Chapman and Hall 2-6. London : Boundary Row. Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Bogor: Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hermawan Eddy. 2003. Penggunaan Metode FFT dan WL dalam Mengantisipasi Terjadinya Musim Basah dan Kering Berkepanjangan di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010. ISBN: 978-979-98010-6-7. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Jakarta. Marjuki. 2011. Model Prediksi Awal Musim Hujan di Pulau Jawa dengan Mengguankan Informasi Suhu Muka Laut di Kawasan Pasifik dan India. [tesis] Bogor: Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Mc Bride. 2002. Kapan Hujan Turun? Dampak Osilasi Selatan dan El Nino di Indonesia. Departement of Primary Industries. Queensland. Mufti Farid. 2014. Pengaruh Angin dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan di Manado. Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE 3 (1) 58-63. Neuwolt S. 1977. Tropical Climatology. Cichaster. New York: John Willey and Sons. Oliver JE dan Hindore JJ. 1984. Climatolog : an Intrudoction. Charles E. Mermill Pbl. Comp. A Bell & Howell Comp. Columbus, Ohio. Sellers WD. 1965. Physical Climatology. The University of Chicago Press, Ltd London. 272p. Sipayung SB. 1995. The Spectrum Analysis of Meteorologi Elements in Indonesia. Institut for Hydrospheric-Atmospheric Science. Nagoya University. JAPAN. Soepangkat. 1994. Pendahuluan Meteorologi. BPMLG. Jakarta.
18 Suryantoro et all. 2001. Analisis Aktivitas Konveksi di Benua Maritim Indonesia dan Sekitarnya Pada Periode Monsun Asia 1990-1997. Prosiding Lokakarya. Program Iklim Nasional Terpadu. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Jakarta. 174-187. Tjasyono, Bayong .2004. Klimatologi Edisi ke-2. Penerbit ITB: Bandung.
19 Lampiran 1 Kodingan hasil angin permukaan reinit sdfopen d:/data/angin.nc set lev 1000 set lon 95 141 set lat -11 6 set t 1 12 define uclim=ave(u,t+0,t=360,1yr) modify uclim seasonal define vclim=ave(v,t+0,t=360,1yr) modify vclim seasonal set map 1 1 8 set grads off set timelab off set mpdset hires set csmooth on set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5
set t 1 set lev 1000 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan Januari Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/01januari1000.png white c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 2 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan Februari Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/02Februari1000.png white c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 3 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan Maret Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/03maret1000.png white c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5
20 set t 4 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan April Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/04April1000.png white c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 5 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan Mei Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/05mei1000.png white c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 6 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan Juni Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/06Juni1000.png white c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 7 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan Juli Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/07julit1000.png white c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 8 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan Agustus Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/08Agustus1000.png white
c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 9 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan September Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/09september1000.png white
21 c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 10 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan Oktober Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/05oktober1000.png white
c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 11 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan November Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/011novemerber1000.png white
c set arrowhead 0.03 set arrscl 0.5 5 set t 12 d skip(uclim,0.1,1);vclim draw title Hasil Klimatologi Bulan Destember Level 1000 mb (m/s) printim d:/hasilangin1000hasan/012desember1000.png white
22
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1992 dari pasangan Asmin dan Sunah. Penulis terlahir anak terakhir dari lima bersaudara. Penulis berstudi di SMAN 92 Jakarta dan lulus pada tahun 2010. Selanjutnya Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Geofisika dan Meteorologi. Mayor Meteorologi Terapan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010. Selama masa studi di IPB penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan Intrakampus diantaranya IKMT (Ikatan Keluarga Mahasiswa TPB) sebagai anggota divisi Fundrising, PRAMUKA sebagai anggota, HIMPRO (Himpunana Keprofesian) sebagai Wakil Ketua HIMPRO, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengethuan Alam (BEM FMIPA) sebagai Kepala Departemen Sosial dan Lingkungan, FORNAS SOSMAS (Forum Nasional Sosial Masyarakat sebagai Ketua Koordinator Pusat, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) sebagai Menteri Kementerian Sosial Masyarakat.