PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL (Studi Kasus Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab. Maluku Tengah, Ambon) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)
oleh:
Husni Seban 106044101402
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PRODI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
1
2
3
4
5
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................
5
C. Tujuan dan kegunaan penelitian ...............................................
6
D. Studi Kajian Terdahulu ............................................................
7
E. Metode Penelitian .................................................................... 10 F. Sistematika Penulisan .............................................................. 13 BAB II
HISAB RUKYAT A. Pengertian Hisab Rukyat.......................................................... 15 B. Dasar Hisab dan Rukyat ........................................................... 20 C. Perkembangan Hisab Rukyat di Indonesia ................................ 28 1. Sejarah Hisab Rukyat di Indonesia ....................................... 28 2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah ....................................... 31
BAB III
PROFIL DAN SETTING LOKASI DESA WAKAL
6
A. Sejarah Singkat Desa Wakal .................................................... 49 B. Letak Geografis Desa Wakal .................................................... 52 C. Struktur Penduduk ................................................................... 54 D. Tokoh-Tokoh Adat Masyarakat Desa Wakal ............................ 55 E. Hubungan Antara Tokoh Adat dengan Pemerintah Desa .......... 57 BAB IV
PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah ..................... 59 B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah ................................ 60 C. Data-Data Penetapan Awal Bulan Qamariyah Sistem Hisab Wakal ...................................................................................... 64 D. Implikasi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Perspektif Masyarakat Desa Wakal .......................................... 69 E. Hubungan Antara Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam Wakal 1. Sejarah Singkat Almanak Hisab Islam Jawa ......................... 70 2. Masuknya Pengaruh Islam Jawa di Desa Wakal ................... 75 3. Persamaan dan Perbedaan Almanak Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam Wakal .................................................. 76 F. Analisis Penulis ....................................................................... 77
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................... 89
7
B. Saran-Saran............................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………92 LAMPIRAN 1. Almanak Hisab Islam Jawa ....................................................................... 95 2. Almanak Hisab Islam Wakal ..................................................................... 96 3. Tabel Jumlah Hari Sewindu Almanak Hisab Jawa ..................................... 97 4. Tabel Jumlah Hari Sewindu Almanak Hisab Wakal .................................. 98 5. Berita Wawancara dengan Bapa Imam H. Duma Supeleti ..........................100 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian Pemerintah Desa Wakal .....................104
8
KATA PENGANTAR
Alhamdulillâhirabbil’âlamîn. Seiring dengan rahmat Allah, ma’unah serta barokah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kepada Allah swt. kita memanjatkan pujian, meminta pertolongan, dan memohon ampunan. Kepada-Nya pula kita meminta perlindungan dari keburukan diri dan kejahatan amal perbuatan. Shalawat dan salam teriring mahabbah semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga hari akhir. Dialah Nabi utusan Allah yang terakhir dan tiada Nabi setelahnya. Kemuliaannya lebih utama dari pada manusia dan makhluk lainnya, Dialah manusia pilihan yang paling bertakwa dan paling taat akan perintah-perintah Allah, Rasul yang sangat mencintai umatnya, ridho Allah agar bisa hidup berdampingan dengan Rasulullah saw. di surga merupakan cita-cita para hamba-Nya. Dalam proses penyusunan skripsi ini, Penulis banyak menemui hambatan dan cobaan. Namun, Penulis berusaha menghadapi semuanya dengan ikhtiar dan tawakkal. Penulis sadar dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini hanyalah setitik debu jalanan untuk menitik jalan menuju orang-orang besar. Namun dalam kapasitas Penulis yang serba dho’if dan dihimpit dengan berbagai keterbatasan, skripsi ini rasanya sebuah pencapaian monumental yang membuat diri ini serasa besar, minimal membesarkan perasaan Penulis dan mengobarkan bara semangat
9
untuk memburu pencapaian-pencapaian berikutnya yang dianggap besar oleh orang-orang besar. Lebih dari itu, skripsi ini merupakan seteguk air dalam rentang kemarau studi yang Penulis tempuh selama ini. Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berutang budi kepada banyak pihak yang telah berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah menanamkan jasa baik berupa bimbingan, arahan serta bantuan yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Drs., H. A. Basiq Djalil, SH., MA., selaku Ketua Program Studi dan Ibu Rosdiana, MA. sebagai Sekretaris Jurusan Program Studi Ahwal Al-Syakhsyiah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Drs. Sirril Wafa, M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabarannya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Bapa Imam Duma Supeleti yang telah membantu proses kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.
10
5.
Sekretaris Desa Wakal serta jajarannya yang telah membantu proses kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.
6.
Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih atas ilmu dan bimbingannya. seluruh Staf Akademik, Jurusan, Kasubag, Keuangan dan Perpustakaan terima kasih atas bantuan dalam upaya membantu memperlancar penyelesaian skripsi ini.
7.
Aba dan Umi tercinta atas pengorbanan dan cinta kasihnya baik berupa moril dan materil, serta doa yang tak terhingga sepanjang masa untuk keberhasilan studi Penulis, segala hormat Penulis persembahkan.
8.
Seluruh keluarga besarku, adik-adikku Ridwan Seban, Jihan Seban dan Ziqli Seban yang senantiasa menjadi dorongan dan motivasi Penulis tetap semangat dalam menempuh studi di kampus tercinta ini.
9.
Bunda yang tercinta, Egrie Alffa Delicta yang selalu memberikan motivasi kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman JASAD XII khususnya, saudara Saiful Mujahid dan Akromi Mashuri yang menjadi tempat sharing Penulis. 11. Teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2006 khususnya, Pipih Muhafilah yang selalu memotivasi Penulis, Nahraji Zen yang selalu setia menemani Penulis sewaktu mengulang mata kuliah dan Mahmudin Al-Firdaus yang selalu senantiasa membantu Penulis. 12. Anak-anak kosan RT Subuh khususnya, Mujahidin teman sekamar Penulis yang telah banyak membantu Penulis.
11
13. Lahila Band khususnya, Niko Gusriyanda dan Damanhuri yang selalu menjadi tempat sharing Penulis dan selalu memotivasi Penulis. Besar harapan bagi Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya dan dapat memberikan khazanah baru dalam dunia akademik. Sebagai manusia yang dho’if, yang memiliki keterbatasan dan kekurangan, tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka dan kerendahan hati Penulis akan sangat berterima kasih apabila para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan dan perbaikan atas karya-karya yang lainnya. Akhirnya, hanya kepada Allah swt. juga kita memohon agar apa yang telah kita lakukan menjadi suatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat membantu kita di yaumil akhir . Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta,
24 Februari 2011 M 21 Rabiul Awwal 1432 H
Penulis
12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perayaan hari raya Iedhul Fitri 2 tahun belakangan ini kurang semarak, karena umat Islam Indonesia merayakannya tidak serempak. Umat Islam dari ormas Muhammadiyah melaksanakannya 1 hari lebih cepat dari hari raya yang ditetapkan Pemerintah. Walaupun tidak selamanya terjadi perbedaan, namun masalah klasik ini, senantiasa mencuat dan menjadi pembicaraan hangat dikala perbedaan itu muncul.1 Perbedaan seringkali muncul dalam kehidupan umat manusia, sejak pertama kali manusia diciptakan oleh Allah SWT sampai datangnya hari kiamat. Begitu pula perbedaan untuk menentukan awal bulan Qamariyah, yang mana di dalamnya banyak ditemukan perbedaan pendapat, sistem atau cara menentukan awal bulan Qamariyah. Hendaknya, hal ini tidak membenarkan kepada pihak sendiri dan saling menyalahkan kepada pihak lain, karena perbedaan pendapat ini tidak lain untuk kembali pada semangat untuk selalu memurnikan ajaran Allah SWT melalui petunjuk yang dibenarkan oleh Rasulullah SAW.2 Perbedaan ini bukan saja menyangkut masalah penentuan hari ataupun tahun semata, tetapi sangat berkaitan dengan masalah ibadah seperti puasa, haji, hari raya Iedul Fitri dan hari raya Iedul Adha. Kemudian berimplikasi 1
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007), hal. 6-7. 2 Ibid.
13
pada syarat-syarat terpenuhinya suatu ibadah maka dari itu penggunaan metode ataupun cara argumentasi yang dipegang oleh suatu kelompok atau organisasi. Hal ini didasarkan pada suatu ibadah dilakukan sesuai dengan pendapat yang dipahami dan kemampuan untuk memahami sebuah perintah dalam agama.3 Teori dan praktek yang berbeda dalam penentuan awal bulan Qamariyah tidak hanya terjadi pada umat Islam di tanah air, begitupula di negara-negara lain yang berpenduduk agama Islam. Bahkan, di Saudi Arabia yang merupakan tempat dimana agama Islam pertama kali di dakwahkan oleh Rasulullah terjadi perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah. Maka dari itu tidak heran bilamana perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah itu juga terjadi di Indonesia pemikiran itu tidak lepas dari keberadaan faktor perkembangan ilmu, budaya, tempat dan sumber daya manusia. Di Indonesia, secara umum menentukan awal bulan Qamariyah lahir tiga arus utama mazhab hisab rukyat yaitu, pertama, mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemayarakatan Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama, kedua, mazhab hisab yang dipelopori oleh Muhammadiyah dan mazhab Imkan al-Ru’yah yang dimunculkan oleh pemerintah.4 Nahdhatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam yang berhaluan ahlussunnah waljamaah berketetapan mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki, 3
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007), hal. 6-7. 4 Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyat: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h.xvi
14
Syafi’i dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah wajib menggunakan ru’yatul hilal bilfi’li (melihat hilal secara langsung) atau istikmal (menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari).5 Muhammadiyah menetapkan hisab wujudul hilal sebagai pegangan dalam
penentuan
awal
bulan
Qamariyah.6
Kendatipun
demikian,
Muhammadiyah menyatakan “Apabila ahli hisab menetapkan bahwa (tanggal) bulan belum tampak, padahal kenyataan ada orang yang melihat pada malam itu juga, Majlis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang muktabar.7 Pemerintah sendiri memiliki kewenangan (kompetensi) untuk berusaha menghilangkan perbedaan pendapat. Untuk itu Pemerintah memilih konsep imkanurrukyat dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Konsep ini memadukan antara mazhab rukyat dan mazhab hisab. Aplikasi imkanurrukyat yaitu sistem hisab digunakan untuk menghitung kemungkinan hilal (tanggal) bulan dirukyat. Kemudian jika menurut data hisab imkanurrukyat sudah dinyatakan mungkin untuk dirukyat, tetapi praktik di lapangan tidak dapat dirukyat karena mendung atau gangguan cuaca, maka dasar yang digunakan adalah istikmal.8 Selain ormas Islam besar di atas yang seringkali mengalami perbedaan, terdapat pula umat Islam dari suku-suku tertentu di pelosok Indonesia yang menentukan penetapan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri 5 6 7 8
Ibid. Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah, h. 24. Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, h. 82. Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, h. 82.
15
tidak mengikuti Pemerintah, seperti aliran Alip Rebo Wage di Purbalingga, Aliran Gowa Tallo di Sulawesi, masyarakat Desa Wakal di Maluku, dan lain sebagainya. Terkait dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada masyarakat Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu di Maluku, karena setiap tahun di desa tersebut selalu menjalankan ibadah puasa dan merayakan Iedul Fitri dan Iedul Adha lebih cepat dari yang ditentukan Pemerintah. Padahal masyarakat Desa Hitu dan desa-desa di sekitarnya yang juga merupakan bagian Kecamatan Lei Hitu, Propinsi Maluku,
pada
umumnya mengikuti ketetapan Pemerintah.9 Masyarakat Desa Wakal sepenuhnya mempercayakan penetapan awal bulan Qamariah dan hari raya Iedul Fitri kepada para tokoh-tokoh adat dan pengurus mesjid desa tersebut. Apa dasar hukum dan bagaimana sistem juga praktek para tokoh adat dan Bapa Raja dalam menetapkan awal bulan Qamariyah, menjadi bahasan utama dalam penelitian ini. Adapun judul penelitian ini adalah: “Penetapan Awal Bulan Qamariyah Perspektif Masyarakat Desa Wakal” (Studi Kasus Desa Wakal Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Ambon). B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Banyaknya pemikiran penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia membuka peluang sebagai objek penelitian. Salah satunya adalah pemikiran 9
Wakal.
Wawancara penulis dengan Bapa Imam Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal
16
yang dilakukan oleh masyarakat Desa Wakal. Untuk itu secara umum penelitian ini terbatas pada penetapan awal bulan Qamariyah dalam perspektif masyarakat Desa Wakal. Adapun perinciannya penulis membatasi sebagai berikut: a. Masyarakat Desa Wakal adalah masyarakat yang tinggal di Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. b. Penentuan awal bulan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan awal bulan dalam kalender Islam atau dengan kata lain awal bulan Qamariyah. c. Dalam pembahasan penetapan awal bulan Qamariyah dalam tulisan ini, penulis hanya akan memberikan fokus bahasan mengenai penetapan awal Ramadhan, Iedul Fitri dan Iedul Adha. 2. Rumusan Masalah Menurut teori ilmu Falak yang berlaku saat ini perbedaan yang ditolerir adalah perbedaan satu hari dari yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam pelaksanaan hari raya Iedul Fitri maupun Iedul adha. Sedangkan kenyataannya masyarakat Desa Wakal dalam merayakan Iedul Fitri dan Iedul Adha selalu berbeda 2 bahkan sampai 4 hari dari yang ditetapkan oleh Pemerintah. Penetapan awal bulan Qamariyah dalam Islam sangat penting terutama pada bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dimana bulan-bulan tersebut sangat berkaitan dengan ibadah.
17
Rumusan tersebut di rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: a. Mengapa selalu terjadi perbedaan antara masyarakat Desa Wakal dengan
Pemerintah
dalam
menentukan
awal-awal
Bulan
Qamariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah? b. Apa dasar hukum dan metode yang digunakan dalam penentuan awal-awal bulan Qamariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah oleh masyarakat Desa Wakal? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah: 1.
Untuk mengetahui profil masyarakat Desa Wakal.
2.
Untuk mengetahui sistem yang digunakan masyarakat Desa Wakal untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
3.
Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan masyarakat Desa Wakal untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
4.
Untuk mengetahui respon masyarakat sekitar mengenai praktek penetapan awal bulan Qamariyah perspektif masyarakat Desa Wakal.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara
teoritis,
sebagai
sumbangsih
penulis
terhadap
pengembangan Ilmu Falak di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya untuk memperkaya khazanah kemajemukan metode penentuan awal bulan Qamariyah.
18
2. Secara praktis, memberikan informasi mengenai profil dan sejarah masyarakat Desa Wakal khususnya yang berkaitan dengan menentukan awal bulan Qamariyah. D. Studi Kajian Terdahulu Adapun fungsi dari studi review yaitu untuk menghindari dari tuduhan duplikasi dan penjiplakan (plagiat) atau peniruan atas judul yang hampir sama pada judul-judul skripsi sebelumnya. Dari penelusuran penulis, skripsi yang membahas tema sejenis yaitu: “Penentuan
Awal
Bulan
dalam
Perspektif
NU
dan
Muhammadiyah” skripsi yang ditulis oleh Ilmanudin pada tahun 2004. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi lapangan dan didukung dengan studi perpustakaan (library research). Skripsi ini mengusung permasalahan yang membahas perbedaan cara menentukan awal bulan menurut NU dan Muhammadiyah yang melahirkan berbagai perselisihan antar umat Islam. Dari penelitian tersebut, saudara Ilmanudin mengemukakan solusi berupa penggunaan suatu teknologi yang dikuatkan oleh kebijakan Pemerintah, kesadaran ormas tentang pentingnya menjaga keutuhan kesatuan Islam dan kesadaran hukum masyarakat. Penelitian yang dibuat oleh Ilmanudin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada objek penelitian. Objek penelitian yang digunakan oleh penulis adalah masyarakat Desa Wakal yang tinggal di Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
19
“Penentuan Awal Bulan dalam Perspektif Al-Marzukiyah (studi terhadap kalangan Al-Marzukiyah di Cipinang)” Skripsi yang ditulis oleh Eka Sartika pada tahun 2006. Skripsi ini meneliti bagaimana Al-Marzukiyah dalam menentukan awal bulan Qamariyah, landasan yang digunakan, bagaimana prakteknya dan bagaimana pandangan Al-Marzukiyah melihat kebijakan
Pemerintah
dalam
menentukan
awal
bulan
Qamariyah.
Penelitiannya menghasilkan bahwa Al-Marzukiyah adalah segolongan masyarakat yang mengikuti pemahaman dan pemikiran KH. A. Marzuki. Metode penelitian yang digunakan adalah survei yaitu melakukan wawancara dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tersebut menjelaskan penetapan awal bulan Al-Marzukiyah berdasarkan peredaran bulan dan bumi sebenarnya yang tergolong dalam sistem hisab hakiki yang beraliran imkanurrukyah. Landasan yang dipakai adalah al-Qur’an, hadits dan pendapat ulama. Salah satunya didasarkan pada pendapat Ibnu Hajjar dalam kitab Tuhfat Ibn Hajjar bahwa rukyat sangat penting dalam menentukan awal bulan. Penelitian yang dibuat oleh Eka Sartika jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak salah satunya pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah masyarakat Desa Wakal. “Problematika Penetapan Hari Raya Idul 1427 H/2006 M antara PBNU dan PWNU Jawa Timur” Skripsi ini ditulis oleh Nur Said pada tahun 2007. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yang menekankan kualitas sesuai dengan pemahaman yang deskriptif. Penelitian ini berupa studi empiris untuk menemukan teori-teori proses terjadinya
20
perbedaan penetapan awal bulan Syawal 1427/2006 antara PBNU dan PWNU Jawa Timur. Penelitian tersebut fokus membahas konsep penetapan awal bulan Syawal Idul Fitri PBNU dan PWNU Jawa Timur dan penyebab dari perbedaan penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M Idul Fitri PBNU dan PWNU JATIM. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Said jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut salah satunya pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah masyarakat Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif ABOGE (Studi Terhadap Komunitas ABOGE di Purbalingga)” Skripsi ini ditulis oleh Alfina Rahil Ashidiqi pada tahun 2009. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menyimpulkan bahwa ABOGE berasal dari singkatan Alif Rebo Wage, yang mempunyai arti tanggal 1 Muharram tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo (Rabu) pasaran Wage. Praktek dari sistem yang digunakan adalah menggabungkan konsep dari Timur Tengah dan Jawa. Kalender Hijriyah yang mempresentasikan konsep Timur Tengah dan pasaran sebagai interpretasi konsep asli Jawa. Dalam prakteknya hisab ABOGE tidak mengenal
kurup.
Tahun
kabisat
dan
basithah.
Dengan
demikian
mengakibatkan perbedaan pada penentuan hari dengan Pemerintah dan sesama penganut hisab urfi. Penelitian ini berbeda objek penelitian dengan penelitian yang dibuat oleh penulis yaitu masyarakat yang tinggal di Desa Wakal.
21
E. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Skripsi ini merupakan jenis penelitian lapangan (metode field research) yang bersifat penelitian deskriptif. Suatu penelitian yang dimaksud untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.10 Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan studi kasus. Yaitu penulis mengambil masyarakat Desa Wakal di Maluku sebagai objek studi kasus penelitian. 2. Sumber Data a. Data Primer Didapatkan dari hasil wawancara kepada tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal dan data-data atau dokumen yang berkaitan tentang masyarakat Desa Wakal. Data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji. b. Data Sekunder Data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan dengan Ilmu Falak secara umum atau literatur lain yang dapat memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam skripsi ini. Yaitu, buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya.
10 Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003), cet. Ke-6, h.20.
22
c. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: 1) Interview atau wawancara, adalah suatu percakapan dengan mempunyai
tujuan.11Interview yang sering
disebut
juga
wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer)12. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan tokoh-tokoh masyarakat Desa Wakal. Sebagai objek penelitian penulis, sekaligus sumber data primer dalam penelitian. 2) Dokumentasi (pengumpulan data melalui studi kepustakaan), yaitu penelitian kepustakaan dan literatur yang mempunyai relevansi dengan judul baik tokoh-tokoh masyarakat Desa Wakal atau dari pihak lain. d. Analisis Data Analisis data adalah proses pengecekan dan pengaturan secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan temuannya kepada orang lain.13 Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
11
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang: Kalimasahada Press,1994), cet. ke-1, h. 63. 12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1996),cet. X, h.
144. 13
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Sosial dan Keagamaan, h. 72
23
menggunakan “Analisis Kualitatif” yaitu menganalisis dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan tentang profil masyarakat Desa Wakal dan bagaimana cara masyarakat Desa Wakal dalam menentukan awal bulan Qamariyah. Dan menghubungkan dengan hasil interview dari tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal. Sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang obyektif logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan data penulis dalam penelitian ini. e. Pedoman Penulisan Laporan Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2007” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. F. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran secara global mengenai apa yang akan dibahas, skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB PERTAMA Pada bagian pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan kajian (review) terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB KEDUA
Menjelaskan konsep objek penelitian yang bersifat literatur. Yakni mengenai pengertian hisab rukyat, sejarah
24
dan perkembangannya hisab rukyat di Indonesia yang mencakup aliran-aliran hisab rukyat. BAB KETIGA
Yaitu membahas tentang profil masyarakat Desa Wakal yang menjelaskan seluk beluk dan sejarah masyarakat Desa Wakal serta tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal yang berperan dalam penentuan penetapan awal bulan Qamariyah.
BAB KEEMPAT Membahas mengenai penetapan awal bulan Qamariyah dalam perspektif masyarakat Desa Wakal. Dalam bab ini membahas inti dari penelitian yaitu dasar hukum tokohtokoh masyarakat adat Desa Wakal dalam menetapkan awal bulan Qamariyah. Kemudian membahas mengenai sistem dan praktek dari penetapan awal bulan Qamariyah yang dipakai oleh masyarakat Desa Wakal, yang disertai data-data penetapan awal bulan Qamariyah menurut sistem masyarakat Desa Wakal, implikasi penetapan awal bulan Qamariyah terhadap Iedul Fitri dan Iedul Adha. BAB KELIMA
Pada bab penutup ini berisi kesimpulan sebagai jawaban atas masalah yang dirumuskan, serta saran-saran dan harapan-harapan bagi lembaga, civitas akademika, serta masyarakat umum.
25
BAB II HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab Rukyat Secara bahasa, hisab berasal dari bahasa Arab yaitu ﺴﺎﺑًﺎ ُ ﺤﺴ َ ِﺣ-ﺐ َ ﺴ َ َﺣ ِ َﯾ-ﺐ yang mengandung arti “menghitung atau membilang”.14 Jadi hisab adalah kiraan, perhitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam al-Quran untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab), hari dimana Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil. Seluruh kata hisab muncul dalam al-Qur'an berjumlah 37 kali, yang kesemuanya mengandung arti perhitungan tanpa penggunaan arti yang kabur.15 Secara istilah hisab adalah perhitungan benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan.16 Istilah tersebut masih umum, karena dalam prakteknya penggunaan hisab berbeda tergantung pada tujuan penggunaannya. Apakah ditujukan pada kapan waktu sholat atau menentukan arah kiblat ataupun awal bulan Qamariyah. Kamus-kamus istilah menyamakan arti ilmu Hisab dengan aritmatic, yang mempunyai pengertian suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang
14
Louis Ma’luf, AI-Munjid (Mesir: AI-Mathba'ah AI-Kathotlikiyah,1918), cet. XVIII h.
132. 15
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007), h. 120. 16
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 141.
26
perhitungan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi.17 Dalam disiplin Ilmu Falak (astronomi), kata hisab mengandung arti sebagai ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang dimaksud di sini adalah lebih khusus pada posisi matahari dan bulan dilihat dari pengamat di bumi. Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan syariah khususnya masalah ibadah misalnya: shalat fardu menggunakan posisi matahari sebagai acuan waktunya, menentukan arah kiblat dengan menghitung posisi bayangan matahari, menentukan awal bulan hijriyah dengan melihat posisi bulan dan mengetahui kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi matahari dan bulan, Ilmu Falak yang mempelajari kaidah-kaidah Ilmu Syariah tersebut dinamakan Falak Syar'i (Ilmu Falak + Ilmu Syariah = Falak Syar’i). Nama yang populer di Indonesia adalah Falak saja. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, hisab adalah salah satu cabang ilmu pasti yang mempelajari angka dalam bentuk penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perakaran.18 Mengenai istilah hisab, Islam juga mengaitkan ilmu menghitung lain yang dikenal dengan nama “Ilmu Mawaris atau Faraidh”. Ilmu faraidh termasuk dalam ilmu hisab karena adanya persamaan substansi yaitu secara
17
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1990), cet. 1 h. 3. Lihat di Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 6. 18
Abdul Aziz Dahlan, ed, Ensiklopedi Islam, jilid. 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 117.
27
prinsip kedua ilmu tersebut menggunakan perhitungan-perhitungan dan proses perumusan secara pasti.19 Umumnya umat Islam di Indonesia mengenal Ilmu Falak sebagai ilmu hisab semata. Dalam konteks ini, ilmu hisab yang dimaksud adalah Ilmu Falak yang digunakan umat Islam untuk melaksanakan praktek-praktek ibadah dengan cara mengetahui dan mempelajari benda-benda langit tentang fisik, gerak, ukuran dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.20 Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan hisab adalah matahari, bulan dan bumi. Itupun terbatas pada status posisinya saja sebagai akibat oleh pergerakan benda-benda langit yang disebut Astromekanika.21 Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan perhitungan modern yang mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan, ilmu tersebut adalah ilmu ukur bola Sperical Trigonometri.22 Perkembangan -
perkembangan tersebut hanya cenderung
mengarahkan semakin tingginya akurasi atau kecermatan produk perhitungan
19
Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah tudi Komparasi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 11. 20
Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi Terhadap Kalangan Al-Marzukiyah”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 13. Diambil dari Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Cet 1,1990). h. 14. 21
Astromekanika adalah bagian dari ilmu astronomi yang mempelajari gerak dan gaya tarik benda-benda langit dengan menggunakan cara dan teori mekanika. Lihat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 375. 22
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 15.
28
ilmu hisab.23 Sebagai pendukung yang lain, ilmu hisab juga menggunakan informasi data yang dikontrol dengan observasi setiap saat.24 Sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah hisab seringkali dikaitkan dalam literatur Ilmu Falak yang berhubungan dengan kedudukan-kedudukan benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bumi dan perubahanperubahannya. Dengan pesatnya pengaruh ilmu pengetahuan, hisab menjadi lebih berkembang. Secara bahasa, rukyat berasal dari bahasa Arab yaitu رؤﯾﺔ- ﯾﺮى-رأى yang mempunyai arti melihat secara kasat mata atau dengan menggunakan akal.25 Arti yang paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”.26 Menurut istilah, rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam tanggal 29 bulan Qamariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka sejak matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak maka malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.27 Dalam literatur fiqh, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat
23
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama, (Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5. 24
Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif AI-Marzukiyah, h.13.
25
Louis Ma’luf, AI-Munjid, h. 243.
26
Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 41. 27
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 15.
29
hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.28 Penggunaan hilal diperuntukan menentukan hukum-hukum suatu ibadah dan tergolong syariat para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.29 Muhammadiyah memahami rukyat tidak semata-mata melihat secara fisik dengan mata kepala. Tapi melihat dengan mata pikiran yaitu dengan ilmu pengetahuan.30 Rukyat juga dimaksudkan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, awal bulan Syawal dan juga awal bulan Dzulhijjah. Dua bulan yang pertama berkaitan dengan ibadah puasa dan bulan ketiga terakhir berkaitan dengan ibadah haji. Keberhasilan rukyat hilal sangat bergantung pada kondisi ufuk disebelah barat tempat peninjau, posisi hilal dan kejelian mata.31 Dalam prakteknya, tidak semua orang
yang telah menguasai Ilmu
Falak secara teoritis dapat mempraktekan rukyat di lapangan. Dalam pelaksanaan rukyat dibutuhkan keterampilan dan pengalaman yang banyak. Sehingga Departemen Agama selalu mengadakan rukyatul hilal setiap akhir bulan Hijriyah, untuk memperkirakan ketinggian hilal yang terlihat pada tiap bulan. Dengan demikian dapat menguji kevalidan hisab dalam menghitung posisi benda langit secara nyata, agar penentuan hari-hari yang berkaitan dengan ibadah tidak terjadi kesalahan.
B. Dasar Hisab dan Rukyat 28
Abdul Aziz Dahlan, ed , Ensiklopedi Islam, jilid. 4 h. 180.
29
Abu Yusuf AI-Atsary, Pilih Hisab Ru'yah, (Solo: Pustaka Darul Islam, tt), h. 32.
30
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007). H. 136. 31
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, h. 142.
30
Secara umum, menentukan awal bulan Qamariyah khususnya pada bulan-bulan yang terkait dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, terdapat dua metode yaitu metode rukyat dan metode hisab. Metode rukyat inilah yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak masa Nabi Muhammad SAW.32 Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan rukyat tidak hanya dilakukan dengan mata telanjang tetapi juga dengan teleskop.33 Dasar penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan adalah: 1. Dijelaskan di dalam QS. Yunus (10): 5 yang berbunyi:
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
32
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, h. 143.
33
Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Ru'yah, h. 29.
31
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu (ُ )وﻗَ ﱠﺪ َره َ yang artinya dan ditetapkan-Nya dan al-hisaba (ب yang artinya perhitungan َ َ)اﻟﺤﺴﺎ ِ (waktu) dijadikan dasar bahwa posisi, kedudukan dan saat hilal itu, dapat dihitung. Karena Allah SWT menganjurkan manusia untuk mengetahui waktu
dan
mendayagunakan kemampuan intelektualnya sebagai
makhluk cerdas.34 Wahbah Zuhaili, dkk. menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya” berjumlan dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan dengan bulan dapat diketahui dengan bilangan bulan dan tahun.35 Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikh Ibnu Taimiyyah bahwa kata ( ﻟِﺘَﻌْﻠ ُﻤﻮْ اsupaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan kata
ُ( َوﻗَ ﱠﺪ َرهDia menetapkan...) bukan kepada ( َﺟ َﻌ َﻞDia menjadikan...). Karena sifat matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak berpengaruh dalam mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang 34
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007), h. 122. 35
Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman, Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), Cet. 1, h. 208.
32
memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat lainnya.36 Ayat
diatas menjelaskan tujuan dari penciptaan benda-benda
langit seperti matahari, bulan, dan tempat peredarannya bagi kepentingan manusia dalam menjalankan kewajibannya khususnya yang bernilai ibadah maupun muamalah. 2. Didalam QS. Al-Isra’ (17): 12 yang berbunyi:
Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”.
36
Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam, tth), h.73.
33
Allah menciptakan pergantian malam menjadi siang, siang menjadi malam dan seterusnya bergantian sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui waktu. 3. Dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah (2): 185 yang berbunyi:
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit
34
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. Berdasarkan
ayat
diatas
menjelaskan
bahwa
penentuan
awal Ramadhan, rukyat menurut para ahli hisab dimaknai sebagai rukyat bil’ilmi yaitu penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadhan. Hal ini diperkuat dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori. 4.
Dijelaskan dalam Hadits
ْ ب ﻗَﺎ َل أﺧﺒَ َﺮﻧِﻰ ِ ﺚ ﻋ َْﻦ ُﻋﻘَ ْﯿ ِﻞ ﻋ َْﻦ اﺑ ِْﻦ ِﺷﮭَﺎ ِ َﺣ ﱠﺪ ﺛَﻨَﺎ ﯾَﺤْ َﯿﻰ ﺑْﻦُ ﺑُ َﻜﯿ ٍْﺮ ﻗَﺎ َل َﺣ ﱠﺪ ﺛَﻨِﻰ اﻟﻠﱠ ْﯿ ُ ﺿ َﻲ ﷲِ َﻋ ْﻨﮭُ َﻤﺎ ﻗَﺎ َل َﺳ ِﻤﻌ َﺳﺎﻟِ ُﻢ ﺑ ِْﻦ َﻋ ْﺒ ُﺪ ﷲِ ْﺑ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ ﱠ ْﺖ َرﺳُﻮْ َل ﷲِ ﺻﻠﱠﻰ ِ أن ُﻋ َﻤ َﺮ َر ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾَﻘُﻮْ ُل إ َذا َرأ ْﯾﺘُ ُﻤﻮْ هُ ﻓَﺼُﻮْ ُﻣﻮْ ا َوإذا َرأ ْﯾﺘُ ُﻤﻮْ هُ ﻓَﺄﻓْ ِﻄﺮُوْ ا ﻓَﺈ ِ ْن ُﻏ ﱠﻢ َﻋﻠَ ْﯿ ُﻜﻢ ْ ﻓﺎ (ْﻗ ُﺪرُوْ اﻟَﮫُ )رواه اﻟﺒﺨﺎرى Artinya: “Bercerita kepada kami Yahya Bin Bukair, ia berkata menceritakan kepadaku Al-laits dari uqail dari Ibn Syihab berkata Salim bin Abdullah bin umar telah mengkhabarkan kepadaku bahwa Umar ra. menyampaikan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda bila kamu melihal hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka
35
berbukalah. Bila hilal ilu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia”. (Diriwayatkan oleh Bukhari).37 Pada kalimat
ُ ﻓَﺎ ْﻗ ُﺪرُوْ اﻟَﮫyang artinya maka kira-kirakanlah pada
hadits diatas, ahli hisab memahaminya dengan terbukanya penggunaan hisab dalam penentuan waktu selain rukyat. Nash-nash yang menerangkan penggunaan rukyat sebagai dasar dalam penetapan awal bulan Qamariyah adalah: a. Disandarkan pada QS. Al-Baqarah (2): 89 yang berbunyi:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
37
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati asSanadi, juz 1 (Beirut:Dar al-Kitab al-Islam, tt), h 325-327. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dengan jalur periwayatan yang berbeda.
36
kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.
Secara jelas dan gamblang, ayat diatas mengungkapkan bulan sabit (hilal) sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui hari, bulan, tahun dan kepentingan yang bersifat ibadah. Oleh karena itu sangat penting dalam mengetahui pergerakan benda bulan sabit dalam penetapan awal bulan Qamariyah. Sehingga kita diwajibkan untuk menguasai ilmu Falak.
b.
Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:
ﺣﺪ ﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺳﻼم اﻟﺠﻤﺤﻰ ﺣﺪ ﺛﻨﺎ اﻟﺮﺑﯿﻊ ﯾﻌﻨﻰ اﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ وھﻮ اﺑﻦ زﯾﺎد ﻋﻦ اﺑﻰ ھﺮﯾﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ان اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﺻﻮ ﻣﻮا ﻟﺮؤﯾﺘﮫ واﻓﻄﺮوا ﻟﺮؤﯾﺘﮫ ﻓﺎن ﻏﻤﻰ ﻋﻠﯿﻜﻢ ﻓﺎ (ﻛﻤﻠﻮا اﻟﻌﺪد )رواه ﻣﺴﻠﻢ Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan”. (Diriwayatkan oleh Muslim) 38
38
Imam Ibn al-Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al al-Musama Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al-Jail, Dar Al-Afaq), h. 124.
37
c.
Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:
ُ َﺣ ﱠﺪ ﺛَﻨَﺎ ﯾَﺤْ ﯿَﻰ ﺑْﻦُ ﯾَﺤْ ﯿَﻰ ﻗَﺎ َل ﻗَ َﺮ ﻚ ﻋ َْﻦ ﻧَﺎ ﻓِ ِﻊ َﻋ ِﻦ ا ْﺑ ِﻦ ُﻋ َﻤ َﺮ ِ ِأت َﻋﻠَﻰ َﻣﺎﻟ َﻀﺎنَ ﻓَﻘَﺎ َل ﻻ َ ض ﷲ ُ َﻋ ِﻦ اﻟﻨﱠﺒِ ّﻰ ﺻﻠﻰ ﷲ ُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠَ َﻢ أﻧﱠﮫ ُ ذ َﻛ َﺮ َر َﻣ ِ َر ْ ﺗَﺼُﻮ ُﻣﻮا َﺣﺘّﻰ ﺗَ َﺮ ُوا اﻟ ِﮭﻼَل َوﻻَﺗُ ْﻔ ِﻄﺮُوا َﺣﺘﱠﻰ ﺗَ َﺮوْ ه ُ ﻓَﺈن أﻏ ِﻤ َﻰ َﻋﻠَ ْﯿ ُﻜ ْﻢ (ﻓَﺎ ْﻗ ِﺪرُوْ اﻟَﮫ ُ )رواه ﻣﺴﻠﻢ Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya berkata saya telah membacakan kepada Malik dan Nafi’ dari Ibnu Umar semoga Allah Meridhoi keduanya SAW., bahwasanya Nabi SAW telah menuturkan Ramadhan maka Beliau bersabda: ‘Janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat hilal (Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihai hilal (Syawal). Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah”. (Diriwayatkan oleh Muslim) 39
Dan masih banyak hadits yang menyebutkan rukyalul hilal sebagai cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah pada masa Nabi Muhammad SAW. Menurut Susiknan Azhari, jumlah hadits yang berbicara tentang rukyat sekitar 56 hadits.40 Hal itu didukung oleh keadaan masyarakat di Madinah yang tidak mahir untuk berhitung dan menulis. Dan ini diperkuat dalam hadist yang berbunyi sebagai berikut: 39
Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 122. Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat, Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 53. 40
38
إﻧﺎ:ﻋﻦ إﺑﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻰ ﷲ ﻋﻨﮭﻤﺎ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل َأﻣﺔ أﻣﯿﺔ ﻻﻧﻜﺘﺐ وﻻ ﻧﺤﺴﺐ اﻟﺸﮭﺮ ھﻜﺬا وھﻜﺬا و ھﻜﺬا ﯾﻌﻨﻲ ﺗﻤﺎم ﺛﻼﺛﯿﻦ ()رواه ﻣﺴﻠﻢ Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda kami adalah ummat yang buta huruf (ummi), tidak dapat menulis dan menghitung. Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini, seperti ini. Ibnu Umar melipat satu jari jempol pada gerakan yang ketiga (29 hari). Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini yaitu genap 30 hari”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim).41
C. Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia 1. Sejarah Hisab dan Rukyat di Indonesia Selama pertengahan pertama abad kedua puluh, peringkat kajian Islam yang paling tinggi termasuk kajian hisab rukyat hanya dapat dicapai di Mekkah, yang kemudian diganti di Kairo. Karena di sana Islam berkembang dan banyaknya para alim ulama dan ilmuwan. Banyak orang yang ingin mengkaji Islam lebih dalam berbondong-bondong datang ke sana, tidak terkecuali para alim ulama atau ilmuwan Indonesia. Pantaslah kiranya pemikiran hisab rukyat di Jazirah Arab sangat berpengaruh dalam pemikiran hisab rukyat di Indonesia. Seperti Muhammad Manshur alBatawi yang mengarang kitab Sullamun Nayyirain, ternyata secara historis
41
Muhammad Nashirudin Al-Albani, penerjemah Imror Rosadi, Mukhtashar Shahih Muslim, jil. 1, (Jakarta: Pustaka Azzam), h. 419.
39
merupakan hasil dari rihlah ilmiyyah yang beliau lakukan selama di Jazirah Arab. Sumber jadwal yang dipakai berasal dari Ulugh Beik, begitu pula beberapa kitab hisab rukyat yang berkembang di Indonesia. Dan banyak kitab di Indonesia merupakan hasil cangkokan kitab karya Ulama Mesir yakni Al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala Rasdi Jadid.42 Sebelum kedatangan agama Islam, di Indonesia telah tumbuh perhitungan tahun menurut kalender Jawa Hindu atau tahun Saka yang dimulai pada hari Sabtu, 14 Maret 78 M. Namun sejak tahun 1043 H/1633 M yang ketepatan 1555 tahun Saka, tahun Saka diasimilasikan dengan Hijriyah, kalau mulanya tahun Saka berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan Agung diubah menjadi tahun Hijriyah, yakni berdasarkan peredaran bulan, sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun saka tersebut.43 Sehingga jelas bahwa sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab rukyat, hal ini ditandai
dengan adanya pengunaan kalender Hijriyah
sebagai kalender resmi. Penanggalan Hijriyah atau penanggalan Islam digunakan di Indonesia sebagai penanggalan resmi semenjak berkuasanya kerajaankerajaan Islam. Hal ini menunjukan berkembangnya hisab dan rukyah sebagai metode penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia.
42
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 47. 43
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 12.
40
Dengan datangnya penjajahan Belanda penanggalan Masehi mulai diterapkan dalam kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan dijadikan sebagai penanggalan resmi.
Namun umat Islam tetap
mempergunakan penanggalan Hijriyah
terutama di daerah-daerah
kerajaan Islam.44 Belanda membiarkan pemakaian dan penanggalan. Adapun pengaturannya diserahkan kepada para penguasa kerajaankerajaan Islam dalam mengatur hari-hari yang berhubungan dengan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah. Sejak abad pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel matahari dan bulan yang disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik AsSamarkand. Ilmu Hisab ini berkembang dan tumbuh subur terutama di pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab yang dikembangkan para ahli hisab di Indonesia biasanya mabda’ (epoch) dan markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya. Seperti Nawawi Muhammad Yunus al-Kadiri dengan karya Risalatul Qamarain dengan markaz Kediri. Walaupun ada juga yang tetap berpegang pada kitab asal (kitab induk) seperti al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala Rasydil Jadid karya Syekh Hussain Zaid al-Misra dengan markaz Mesir. Dan sampai sekarang khazanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat dikatakan relatif banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan kitab falak dengan cara menanamkan kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat disamping adanya kecanggihan teknologi yang 44
Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat, h. 22.
41
dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab rukyat.45 Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 2 Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur, dan termasuk juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini tercantum
dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 2/UM.7
UM.9/UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967 No. 148/1968 dan No. 10 tahun 1971. Dalam prakteknya penetapan hari libur terkadang belum seragam, sebagai dampak adanya perbedaan pemahaman antara beberapa pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.46
2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab. a. Rukyat Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang
45
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 49. 46 Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat, h.22.
42
tidak memungkinkan, maka pada bulan tersebut digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).47 b. Hisab Sistem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab urfi dan hisab hakiki. 1) Hisab Urfi Hisab
Urfi
adalah
sistem
perhitungan
penanggalan
yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional.48 Hisab urfi yang berkaitan dengan Qamariyah yang terdapat di Indonesia yaitu: a) Hisab Hijriyah (Arab) Lama peredaran satu bulan sinodis49 selalu berubahubah. Sebagai contoh dalam tahun 1978 M. Jarak ijtimak yang terpendek ialah 29 hari 10 jam 27 menit (Ijtimak Muharam 1398 H ke Shafar) sedang jarak ijtimak yang terpanjang ialah 29 hari 15 jam 11 menit (ijtimak Sya'ban ke Ramadhan). Oleh karena itu maka Dalam hisab urfi ini lama peredaran sinodis bulan dirata-ratakan menjadi 29 hari 12 jam 44 menit atau 29,5306 hari. Lama satu tahun yaitu 12 x 29,5306 hari + 47
Kardiman dkk, Garis Tanggal Kalender Islam 1421, (Bogor: BAKOSURTANAL,
2001) h. 6. 48
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, (Jakarta: Dirjen Pcmbinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 7. 49
Jarak waktu dari satu ijtima’ ke ijtima’ berikutnya.
43
354,3672 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 36 detik atau 354 11/30 hari (dengan mengabaikan 36 detik pertahun). Untuk menghilangkan pecahan ini maka diadakan kebulatan masa selama 30 tahun. Jadi lama hari dalam 30 tahun yaitu 30 x 354 11/30 hari = 10631 hari.50 Hisab urfi ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut: Permulaan perhitungan (1 Muharam tahun 1 H) ditetapkan pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Ketentuan ini menurut pendapat Jumhur Ulama ahli hisab, sebab kedudukan hilal pada hari Rabu petang sewaktu matahari terbenam sudah mencapai 5°57'.51 Umur bulan Qamariyah adalah 29 dan 30 hari secara bergantian, kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari.52 Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan antara 354 dan 355 hari. Tahun basithah berjumlah 354 hari sedang tahun
50
Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, (Bandung: Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 1990), h. 11. 51
Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 11. Dalam buku Perbandingan Tarikh, Muhammad Syakur Chudlori mengutip pendapat Muhammad Ma’shum bin Ali dalam Durusul Falakiah III bahwa tanggal 1 Muharam 1 H menurut rukyat jatuh pada hari Jumat, 16 Juli 622 M. 52
Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
44
kabisat berjumlah 355 hari. Kelebihan satu hari dalam tahun kabisat dimasukkan dalam bulan Dzulhijjah. Tahun-tahun kabisat terjadi 11 kali dalam siklus 30 tahun yaitu jatuh pada tahun ke 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26 dan 29. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa tahun ke 16 bukan tahun kabisat, melainkan tahun ke 15. Pendapat ini merujuk pada rumus yang dikemas dalam syair berikut: ﻛ ﱠ ُﺼﺎ ﻧَﮫ َ َ ﻋ َْﻦ ُﻛ ﱠﻞ َﺧ ﱠﻞ ُﺣﺒﱠﮫُ ﻓ.َُﻒ ْاﻟﺨَ ِﻠ ْﯿ ُﻞ َﻛﻔﱠﮫُ ِدﯾَﺎ ﻧَﮫ 29 26 24 21 18 15 13 10 7 5 2 Pada syair diatas tiap huruf hijaiyah yang bertitik menunjukan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik menunjukan tahun basithah. Sebagai contoh tahun 1420 H mempunyai bilangan 10 (1420:30= 47 daur sisa 10 tahun), jadi tahun 1420 H adalah tahun kabisat. Masa daur (satu siklus) pada tahun Hijriyah terdiri dari 30 tahun yang terdiri dari 11 tahun kabisat (tahun panjang), dan 19 tahun basithah (tahun pendek).53 b) Hisab Islam ala Jawa54 Hisab ini awalnya hitungan Hindu Jawa atau Saka. yang berdasarkan pada peredaran matahari.55 Kemudian
53
Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
54
Irfan Anshory, “Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2010 dari http:www.formasibumi.com/2010/05/ mengenal- kalender- hijriyah.html. 55
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 13.
45
dikenal bernama kalender Saka. Kalender ini dipakai nenek moyang kita sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujiayini (Malwa di India sekarang) direbut kaum Saka (Seythia) dibawah pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Salavahan. Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah (Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna). Agar kembali sesuai dengan matahari bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro terang, dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi), masing-masing bagian 15 atau 14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami sulakpaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke17.56 Kesultanan
Demak,
Banten,
dan
Mataram
menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara
56
Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 13.
46
bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriah. Namun, bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043 Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum’at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak Islam.57 Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramadlan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura maksudnya adalah Hari Asyura 10 Muharram. Rabi’ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Rabi'ul-
57
Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 14.
47
Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah Mulud”.58 Sya’ban
merupakan
bulan
Ruwah,
waktunya
mendoakan arwah keluarga yang telah wafat. dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya ibadah haji dan Iedul Adha.59 Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Samaiscara) yang berbau Jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dcngan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu.60 Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India. Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun). Tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan 58
Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 14. Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 15. 60 Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 15. 59
48
numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 8 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.61 Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8=45/l20), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun (11/30=44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus maju satu hari maupun pasarannya (pancawara), agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah.62 Awalnya penggabungan hisab Hindu Jawa atau Soko dengan Hisab Hijriah yaitu pada tahun 1633 M atau tahun 1043 H dan tahun Jawa 1555. Pada waktu itu tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat Legi (8 Juli) dan selanjutnya sejak waktu itu sampai permulaan tahun 1627 atau tahun 1115 H (17 Mei tahun 1703 M) kurup Jamngiah, artinya selama itu tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat legi (Awahgi= Alip mulai Jumuwah Legi), Kemudian sesudah itu diadakan 61 62
Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 16. Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 16.
49
pergantian kurup menjadi Kamsiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip selama 120 tahun lagi jatuh pada hari Kamis Kliwon (Amiswon= Alip-Kemis Kliwon), berarti pengunduran satu hari beserta pancawaranya. Kemudian setelah Kamsiah berjalan 120 tahun, diadakan pergantian kurup lagi, yaitu diganti menjadi kurup Arbangiah, artinya tanggal 1 Suro tahun Alip selama 120 tahun jatuh pada hari Rabu Wage, (Aboge= Alip-Rebo-Wage). Adapun sekarang ini kurupnya sudah berganti menjadi kurup Tsalasiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon (Asopon= Alip-Seloso-Pon).63 Pergantian
kurup yang terjadi
pada
Hisab
ini
adalah sebagai berikut: Mulai 1 Suro Alip tahun 1555 atau tahun 1043 H (8 Juli 1633) sampai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M) kurupnya jamngiah legi (Angahgi). Mulai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M) sampai permulaan tahun 1747 atau 1235 (20 Oktober 1819 M) kurupnya kamsiah kliwon (Amiswon). Mulai permulaan tahun 1747 atau 1235 H (20 Oktober 1819 M) sampai permulaan tahun 1867 atau tahun 1355 H (24 Maret 1936 M) kurupnya arbangiah wage (Aboge).
63
Muhammad Wardan, Hisab 'urfi dan Hakiki, h. 17.
50
Mulai permulaan tahun 1867 atau 1355 H (24 Maret 1936 M) kurupnya tsalasiah pon (Asapon).64 Dan pergantian kurup diatas terlihat bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagaimana berikut: Pergantian dari kurup jamngiah ke kurup kamsiah baru diumumkan pada hari Kamis Kliwon tanggal 11 Desember 1749 M berarti sudah terlambat 46,5 tahun.65 Pergantian dari kurup kamsiah ke kurup arba'iah baru diumumkan pada hari Jumat Pon tanggal 28 September tahun 1821 M, oleh Keraton Surakarta, berarti sudah terlambat 2 tahun, oleh Keraton Ngajogyakarto baru pada hari Senen Kliwon tanggal 1 Suro tahun 1793 atau 1281 H (6 Juni 1864). Pergantian dari kurup arba’iah ke kurup tsalasiah sudah diumumkan pada tanggal 1 Dulkangidah tahun Wawu 1865 atau 1353 H (5 Februari1933 M).66 Untuk itu hisab urfi digunakan sebatas membuat kalender yang bersifat jangka panjang. Kalender yang menentukan awal bulan secara taksiran agar mempermudah pencarian data dan kepentingan kehidupan pada masa
64
Muhammad Wardan, Hisab 'urfi dan Hakiki, h. 17. Muhammad Wardan, Hisab 'urfi dan Hakiki, h. 17. 66 Muhammad Wardan, Hisab 'urfi dan Hakiki, h. 17. 65
51
sekarang. Bukan kalender untuk menentukan waktu yang berkaitan dengan ibadah. 2) Hisab Hakiki Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan kepada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah tetap dan juga tidak beraturan, melainkan kadang-kadang 2 bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari, atau kadang-kadang pula bergantian seperti menurut perhitungan hisab urfi.67 Nurhayati Zen mengutip pemikiran Ahmad Dahlan bahwa hari raya akan jatuh pada tanggal 1 Syawal karena munculnya bulan di arah barat yang berdasarkan hisab. Dengan tanpa harus memandang hari ataupun dasar penghitungan lain, jika hari itu menurut perhitungan pada bulan telah tiba pada tanggal 1 Syawal maka hari raya Iedul fitri harus dirayakan.68 Dalam praktek perhitungannya, sistem ini mempergunakan data sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi serta mempergunakan kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola. Terdapat beberapa aliran dalam menentukan masuknya bulan baru dengan mempergunakan sistem hisab hakiki ini. Pada garis besarnya ada dua golongan yaitu yang berpedoman kepada
67
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13. Nurhayati Zen, “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari http//ppbi.fiba.blogspot.com/2010/03 /html. 68
52
ijtimak semata dan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk pada saat matahari terbenam. Jika diuraikan lagi, maka akan terdapat 6 golongan, yaitu:69 a) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub Golongan ini menetapkan, bahwa jika ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, maka malam dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan yang baru. Sistem ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyat dan tidak memperhitungkan posisi hilal dan ufuk. Asal sebelum matahari terbenam sudah terjadi ijtimak. Meskipun hilal masih dibawah ufuk, maka malam hari itu berarti sudah termasuk bulan baru. b) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri Beberapa
ahli
mensinyalir
bahwa
timbul
suatu
pendapat baru yang menghendaki permulaan bulan Qamariyah ditentukan oleh kejadian ijtimak sebelum terbit fajar. Maka malam itu sudah masuk awal bulan baru, walaupun pada saat matahari terbenam pada malam itu belum terjadi ijtimak. Nampaknya sampai saat ini di Indonesia belum ada para ahli yang berpegang kepada ijtimak qablal fajri ini. Mereka baru mensinyalir adanya pendapat ini yang didasarkan
69
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
53
atas peristiwa-peristiwa yang sering terjadi akibat penentuan hari raya haji yang dilakukan oleh Pemerintah Saudi Arabia. c) Golongan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk hakiki Menurut golongan ini untuk masuknya tanggal satu bulan Qamariyah, posisi hilal harus sudah berada diatas ufuk hakiki. Dimaksud dengan ufuk hakiki adalah bidang datar yang melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal dari si peninjau. Sistem ini tidak memperhitungkan pengaruh tinggi tempat si peninjau. Dapat disimpulkan sistem ini berpendapat bahwa jika setelah terjadi ijtihad, maka hilal sudah wujud diatas ufuk hakiki pada saat terbenam
matahari, maka
malamnya sudah dianggap bulan baru, sebaliknya jika pada saat terbenam matahari hilal masih berada dibawah ufuk hakiki maka malam itu belum dianggap sebagai bulan baru. d) Golongan yang berpedoman kepada posisi diatas ufuk hissi Golongan ini berpendapat, jika pada pada saat matahari terbenam setelah terjadi ijtimak, hilal sudah wujud diatas ufuk hissi, maka malam itu sudah termasuk tanggal satu bulan baru. Dimaksud dengan ufuk hissi adalah bidang datar yang melalui mata si peninjau dan sejajar dengan ufuk hakiki.
54
Golongan yang berpegang pada ufuk hissi menentukan ketinggian hilal diukur dari atas permukaan bumi, sedangkan yang berpegang kepada ufuk hakiki mengukur ketinggian itu dari titik pusat bumi. Dan nampaknya sistem ini kurang populer, sehingga banyak para ahli yang mengabaikan eksistensi sistem ini. e) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk mar’i Sistem ini pada dasarnya sama seperti sistem hisab yang berpedoman kepada ufuk hakiki dan hissi, yaitu memperhitungkan posisi hilal pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtimak. Hanya saja sistem ini tidak cukup sampai di sana. Setelah diperoleh nilai ketinggian hilal dari ufuk hakiki kemudian ditambahkan koreksi-koreksi terhadap nilai ketinggian itu. Koreksi-koreksi tersebut adalah: Kerendahan ufuk Pengaruh
ketinggian
tempat
si
peninjau.
Semakin tinggi kedudukan si peninjau semakin besar nilai kerendahan ufuk ini, akibatnya semakin rendahlah ufuk mar’i tersebut. Refraksi
55
Refraksi adalah perbedaan antara tinggi benda langit menurut penglihatan dengan tinggi benda langit menurut penglihatan dengan tinggi yang sebenarnya. Contohnya: bila sinar cahaya secara miring menembus lapisan udara yang mengelilingi bumi, cahaya itu membelok ke bawah. Akibatnya semua benda langit yang kita awasi terlihat seakan-akan berkedudukan di langit pada tempat yang lebih tinggi dari yang sebenarnya.70
Semidiameter (jari-jari) Yang diperhitungkan oleh sistem ini bukanlah
titik pusat hilal, melainkan piringan atasnya. Oleh karena
itu
harus
diadakan
penambahan
senilai
semidiameter terhadap posisi titik pusat hilal.
Parallaks (beda lihat) Yang diperhitungkan dalam sistem ini adalah
tinggi hilal dari mata si peninjau. Sedang menurut astronomi dari titik pusat bumi, maka ada perbedaan tinggi hilal jika dilihat dari mata si peninjau dan dari titik pusat bumi. Perbedaan ini dikenal dengan istilah “parallaks” (beda lihat).
70
Sa’adoeddin Djambek, Hisab Awal Bulan, (Jakarta: Tirtamas, 1976), h. 18.
56
f)
Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin dapat dirukyat (imkamur rukyat). Golongan ini mengemukakan bahwa pada saat matahari terbenam setelah terjadi ijtimak hilal harus mempunyai posisi sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dapat dilihat. Para ahli yang termasuk golongan ini tidak sependapat tentang berapa ukuran ketinggian hilal yang mungkin dapat dilakukan rukyat bilfi’li. Ada yang mengatakan 8°, 7°, 6°, 5°, dan lain sebagainya.
Dari kedua macam sistem hisab diatas, hisab hakiki dianggap lebih sesuai
dengan
syara’.
Karena
dalam
prakteknya,
hisab
hakiki
memperhitungkan kapan hilal akan muncul atau wujud. Hal itu sesuai dengan hilal sebagai dasar pergantian bulan. Dengan demikian sistem hisab hakiki adalah sistem yang dipergunakan oleh umat Islam untuk menentukan awal
bulan
yang
berkaitan
dengan
pelaksanaan
ibadah.
Pada
perkembangannya yang terakhir di Indonesia, aliran-aliran hisab rukyat terbagi menjadi empat aliran yaitu: 1) Rukyatul Hilal Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal
57
(bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.71 2) Hisab Hakiki Wujudul Hilal Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima’ qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) bulan saat matahari terbenam.72 3) Imkanur Rukyat Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika: a) Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) BulanMatahari minimum 3°, atau
71
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS. 72
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS.
58
b) Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.73 4) Kesatuan Wilayah Hukum Menurut konsep ini, kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya. Sebagaimana telah disebutkan, bahwa Pemerintah secara resmi menetapkan awal bulan Qamariyah dengan mempergunakan kriteria Imkanur rukyat. Kriteria ini diharapkan menyatukan perbedaan kriteria dalam menentukan awal bulan Qamariyah antar ormas ataupun kelompok ahli hisab ataupun rukyat di Indonesia. Namun usaha penyatuan kriteria penentuan awal bulan Qamariyah nampaknya belum terwujud. Sebab tidak semua ormas dan kelompok ahli hisab ataupun rukyat menerima Imkaanur Rukyat sebagai kriteria yang dipakai untuk menentukan awal bulan Qamariyah.74
73
Mutoha,“Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari http://mutoha.BIogspot com/2006/10/hilal-ramadhan.html. 74
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
59
BAB III PROFIL DAN SETTING LOKASI DESA WAKAL
A. Sejarah Singkat Desa Wakal Kerajaan Tanah Hitu terletak di Pulau Ambon, tepatnya di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia. Dinamakan Kerajaan Tanah Hitu karena letaknya berada di daerah Leihitu. Pada saat kerajaan tersebut masih eksis, daerahnya bernama Tanah Hitu. Kini, nama Tanah Hitu sudah tidak ada lagi, yang ada adalah Kecamatan Leihitu yang kadang biasa disebut dengan Jazirah Leihitu. Di Kecamatan Leihitu terdapat banyak desa, di antaranya adalah Hitu Lama, Hila, Wakal, Mamala, Morela, Seith, dan sebagainya. Secara geografis, Pulau Ambon terdiri dari dua wilayah (jazirah), yaitu Jazirah Leihitu (kadang disebut Lei Hitu) yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sedangkan di bagian selatan disebut Jazirah Lei Timur yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Secara administratif pemerintahan Provinsi Maluku, Leihitu masuk dalam Kabupaten Maluku Tengah, sedangkan Lei Timur masuk ke dalam Kota Ambon.75 Kerajaan ini berdiri sebelum era kolonialisme di Indonesia. Berdirinya kerajaan ini tidak terlepas dari keberadaan Empat Perdana. Mereka adalah empat kelompok yang pertama kali menginjakkan kakinya di Tanah Hitu. Empat Perdana bukan berarti empat orang Perdana, tapi merujuk pada periodisasi kedatangan para perdana ke Maluku. Sehingga, sebutan empat 75
Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/
60
tidak menunjuk pada jumlah empat orang, tapi lebih diartikan pada empat kelompok yang datang pada setiap periode. Empat Perdana juga dikenal sebagai penyebar ajaran Islam pertama kali di Maluku.76 Empat Perdana tersebut merupakan bangsa Alifuru. Secara historis, bangsa Alifuru adalah sub ras Melanesia yang pertama kali mendiami Pulau Seram dan pulau-pulau lainnya di Maluku. Secara etimologis, kata “Alifuru” artinya adalah “orang yang pertama kali datang”. Kedatangan Empat Perdana ke Hitu dilakukan secara bertahap (periodik). Perdana yang datang awal kali ke Tanah Hitu adalah Pattisilang Binaur. Ia datang dari Gunung Binaya (Seram Barat) ke Nunusaku, yang kemudian dilajutkan ke Tanah Hitu. Ketika pertama kali singgah di Tanah Hitu, kelompok ini mendiami Bukit Paunusa. Ia kemudian mendirikan sebuah negeri bernama Soupele dengan marga Tomu Totohatu. Dengan marga ini, Pattisilang Binaur kadang juga disebut dengan nama Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.77 Setelah Pattisilang, perdana pada periode kedua datang secara berkelompok, yaitu Kiyai Daud dan Kiyai Turi, yang disebut juga Pattikuwa dan Pattituri, dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas. Konon, mereka merupakan anak dari Muhammad Taha Bin Baina Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya berujung pada Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah 76
Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/ 77
Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/
61
SAW. Ibu mereka merupakan keturunan dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban. Sejak kecil Pattikawa, Pattituri, dan Nyai Mas dibesarkan dalam lingkungan keluarga ibunya. Kedatangan mereka ke Tanah Hitu bermaksud mencari tempat tinggal leluhur ayahnya. Ayah mereka datang ke Tanah Hitu pada abad ke-X dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah. Disebut Yasirullah karena ia melakukan perjalanan secara rahasia untuk mencarikan tempat tinggal untuk anak cucunya kelak di kemudian hari. Maka, dengan kehendak Allah SWT ia singgah di suatu tempat yang kini bernama Negeri Hitu, tepatnya di Haita Huseka‘a (Labuhan Huseka‘a). Rombongan kelompok Perdana Pattikawa datang ke tempat tersebut pada tahun 1440 M. Mereka akhirnya dapat menemukan kuburan ayahnya yang berada di atas batu karang, bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera, yang jaraknya kira-kira 1 KM dari Negeri Hitu.78 Sejarah kedatangan Perdana Pattikuwa ke Tanah Hitu menyebabkan dirinya juga disebut dengan istilah Perdana Tanah Hitu atau Perdana Awal. Arti dari istilah tersebut menunjukkan bahwa ia merupakan orang pertama yang mendirikan negeri Wapaliti di pesisir pantai, Muara Sungai Wai Paliti, inilah yang menjadi cikal bakal desa Wakal dengan Pattikuwa sebagai raja pertamanya 79 Desa Waipaliti kemudian berganti nama menjadi Desa Awal, penyebabnya adalah karena masyarakat Wakal mengklaim bahwa mereka 78
Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/ 79
Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/
62
adalah masyarakat yang pertama masuk Islam di Maluku. Dampaknya adalah dalam hal ibadah seperti puasa bulan Ramadhan, Iedul Fitri dan Iedul Adha masyarakat Desa Wakal selalu lebih “Awal” (cepat) dari masyarakat sekitar. Perdana yang datang pada periode ketiga bernama Jamilu, yang datang dari Kerajaan Jailolo. Jamilu datang ke Tanah Hitu pada tahun 1465 M. Ia mendirikan negeri bernama Laten. Nama negeri tersebut menjadi nama marganya, yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi dengan gelar Kapitan Hitu I. Nama Nustapi memiliki arti sebagai seorang pendamai karena ia pernah mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu (Pattikawa) dengan Perdana Totohatu.80 Kelompok pendatang terakhir adalah Kie Patti dari Gorom (Pulau Seram bagian Timur). Ia datang ke Tanah Hitu pada tahun 1468. Ia mendirikan negeri bernama Olong. Nama negeri tersebut juga sekaligus menjadi nama marganya. Kie Patti disebut juga Perdana Pattituban, karena ia pernah diutus ke Tuban untuk memahami sistem pemerintahan di daerah itu yang nantiya akan dijadikan dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu.81 B. Letak Geografis Desa Wakal 1. Jarak dan Cakupan Wilayah
Jarak Desa Wakal dari instansi-instansi pemerintahan diatasnya :82 a. Kecamatan Leihitu
80
: 7 Km.
Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/ 81
Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011dari
http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/ 82
Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal .
63
b. Ibukota Kabupaten Maluku Tengah
: 250 Km.
c. Ibu kota Propinsi Ambon
: 32 Km.
Cakupan wilayahnya meliputi 9 Dusun Dalam pelaksanaan tugas pemerintahan Desa Wakal dibantu oleh 9 Kepala Dusun:83 a. Dusun Kampung Baru b. Dusun Ganemo c. Dusun Delima d. Dusun Jambu Manis e. Dusun Wahatu f. Dusun Lula g. Dusun Oli Lama h. Dusun Waipool i. Dusun Waringin 2. Luas Wilayah
Luas wilayah Desa Wakal adalah sebesar 853 ha/m² meliputi:84
83 84
a. Luas Pemukiman
: 40 ha/m²
b. Luas Perkebunan
: 800 ha/m²
c. Luas Prasarana Umum
: 4 ha/m²
d. Luas Perkantoran
: 2 ha/m²
e. Luas Taman
: 1 ha/m²
f. Luas Kuburan
: 3 ha/m²
Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal . Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal .
64
3. Batas Wilayah
Desa Wakal mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:85 Sebelah Utara
: Laut
Sebelah Selatan
: Desa Rumah Tiga
Sebelah Timur
: Desa Hitu Mesing
Sebelah Barat
: Desa Hila
C. STRUKTUR PENDUDUK Jumlah Penduduk Desa Wakal hingga November 2009 tercatat sebanyak 3.288 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 706 jiwa. Berikut ini adalah keadaan penduduk Desa Wakal berdasarkan beberapa klasifikasi tertentu, yaitu :86
1. Klasifikasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin No. Jenis Kelamin 1. Laki – laki 2. Perempuan Total Penduduk November 2008
Jumlah 1.662 jiwa 1.626 jiwa 3.288 jiwa
Tabel 3.1
2. Klasifikasi Penduduk Menurut Mata Pencaharian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mata Pencaharian Petani Pegawai Negeri Sipil (PNS) Wiraswasta Pengemudi Nelayan TNI dan POLRI Total
Jumlah 502 jiwa 130 jiwa 119 jiwa 69 jiwa 21 jiwa 16 jiwa 857 jiwa
Tabel 3.2 85 86
Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal . Data Profil Desa Wakal tahun 2009 diambil dari kantor pemerintahan Desa Wakal .
65
3. Klasifikasi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tingkat Pendidikan Tamat SD/Sederajat Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat Tamat D2/Sederajat Tamat D3/Sederajat Tamat S1/Sederajat Tamat S2/Sederajat Total
Jumlah 792 jiwa 553 jiwa 712 jiwa 63 jiwa 50 jiwa 58 jiwa 3 jiwa 2.231 jiwa
Tabel 3.3
D. Tokoh-Tokoh Adat Masyarakat Desa Wakal Dalam pemerintahan desa Wakal pemegang puncak kekuasaan adalah Bapa Raja baik dalam struktur pemerintahan adat maupun pemerintahan desa atau negeri. Bapa Raja dipilih oleh masyarakat setelah disetujui oleh tokohtokoh adat masyarakat Desa Wakal. Dibawah ini adalah silsilah Raja Wakal dari pertama kali desa Wakal terbentuk:87 1.
Raja Pattikuwa dari Rumah (Marga) Waipaliti/Supeleti
2.
Raja Halakanea dari Rumah Supeleti
3.
Raja Reyhata dari Rumah Supeleti
4.
Raja Sedek dari Rumah Pattah
5.
Raja Pati Haji dari Rumah Pattah
6.
Raja Bangsa Pati dari Rumah Supeleti
7.
Raja Ahaja dari Rumah Suneth
8.
Raja Ali dari Rumah Suneth
87
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010.
66
9.
Raja Sayhan dari Rumah Suneth
10. Raja Abdullah dari Rumah Suneth 11. Raja Said dari Rumah Suneth 12. Raja Said dari Rumah Mahu 13. Raja Sayhan dari Rumah Suneth (sampai sekarang…) Dalam pemerintahan adat selain Bapa Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi adalah Imam Mesjid Nurul Awal Wakal yang sering disebut Bapa Imam atau Tupey. Untuk saat ini pemegang jabatan Bapa Imam yaitu H. Duma Supeleti yang bertugas untuk memimpin ibadah dan upacara adat di desa Wakal. Pemilihan Bapa Imam biasanya turun temurun sehingga sulit untuk orang yang tidak mempunyai nasab dengan Bapa Imam sebelumnya untuk menjadi Bapa Imam.88 Dalam menjalankan tugasnya Bapa Imam dibantu oleh empat orang Bapa Khotib yang biasa dipanggil dengan Bapa Tib. Bapa Tib bertugas sebagai orang yang menyampaikan khotbah saat sholat Jum’at dan sekaligus sebagai pengurus Mesjid Nurul Awal Wakal. Untuk saat ini jabatan Bapa Tib dipegang oleh Bapa Tib Ahmad Lewaru, Bapa Tib Dudi Nakul, Bapa Tib Karim pattah dan Bapa Tib Ali Mahu.89 E. Hubungan Antara Tokoh Adat dengan Pemerintah Desa Dalam pemerintahan adat Bapa Raja akan memberikan perintah kepada Tupey yaitu Bapa Imam yang kedudukanya di mesjid. Selanjutnya 88
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010. 89 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010.
67
dari Bapa Imam akan disampaikan ke para soa dan dilanjutkan ke masyarakat Wakal. Dalam pemerintahan adat desa Wakal kepala atau ketua adat adalah Bapa Imam yang kedudukannya di mesjid. Dalam hal pemilihan ketua adat masih bersifat turun temurun memiliki nasab atau keturunan dari Bapa Imam sebelumnya.90
Dibawah adalah skema struktur pemerintahan adat desa wakal: Pemerintahan Adat Bapa Raja
Tupey (Imam kedudukan di mesjid)
Lahutun-Taneaman-Picasou (wakil raja)
Masyarakat Sedangkan untuk pemerintahan negeri Bapa Raja akan memberi perintah kepada para soa. Soa adalah wakil raja yang sejatinya merupakan perwakilan atau ketua dari masing-masing kelompok tersebut dalam
90
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010.
68
pemerintahan adat. Tugas mereka adalah menyampaikan titah atau perintah raja kepada masing-masing masyarakat kelompoknya.91 Desa Wakal terdiri dari 3 soa, yaitu:92 a. Soa Henel Soa atau wakil raja dari masyarakat Henel di pimpin oleh kepala soa Taneaman.
b. Soa Asel Soa atau wakil raja dari masyarakat Asel dipimpin oleh kepala soa Lahutun. c. Soa Ukutelu Soa Ukutelu atau wakil raja dari masyarakat Ukutelu di pimpin oleh Kepala soanya yang bernama Picasou. Dibawah ini merupakan skema dari struktur pemerintahan negeri:93 Pemerintahan Negeri Bapa Raja
Lahutun-Taneaman-Picasou (wakil raja)
Masyarakat
91
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010. 92 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010. 93 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010.
69
Dari dua skema diatas dapat dilihat perbedaan struktur dari pemerintahan adat dan pemerintahan negeri.
70
BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH MENURUT PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL
A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah Tokoh adat masyarakat desa Wakal dalam menentukan awal bulan Qamariyah berdasarkan pada QS. Yunus (10) ayat 5:
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orangorang yang Mengetahui” Tokoh adat masyarakat desa Wakal memahami kalimat “Lita’lamuu ‘adada siniina wal hisaaba” mengandung perintah untuk mengetahui bilangan tahun dan waktu dengan menggunakan sistem hisab. Sistem hisab yang dimaksud adalah hisab sebagai satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Qamariyah.94 Dari kerangka pemahaman di atas, tokoh adat desa Wakal memahami perhitungan hisab Wakal sebagai interpretasi dari surat Yunus ayat 5. Kerangka pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu 94
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010.
71
bersifat pasti dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang berubah tidak menunjukkan kevalidan metode penghitungan waktu. Sedangkan sistem rukyat sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada tanggal 29 bulan Hijriah. Sehingga tokoh adat masyarakat desa Wakal tidak mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti, tergantung pada terlihatnya hilal. B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah Tokoh adat masyarakat desa Wakal menggunakan sistem hisab Wakal yang menggunakan almanak dalam penetapan awal bulan Qamariyah. Almanak yang digunakan masyarakat Wakal tidak ada rujukan atau kitab yang menjelaskan dan mengatur secara jelas tentang penggunaan almanak tersebut. Cara penggunaan almanak ini hanya dijelaskan secara lisan.95 Dan almanak tersebut tidak boleh dibicarakan atau diajarkan kepada orang awam selain Bapa Imam dan penerusnya karena merupakan hal yang tabu sesuai kepercayaan mereka.
95
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010
72
Masyarakat desa Wakal menggunakan almanak di atas sepanjang masa. Almanak ini menyajikan hari dan tanggal satu tiap bulan Qamariyah selama delapan tahun atau satu windu. Untuk melihat hari dan tanggal lainnya, diurutkan dari tanggal 1 bulan Qamariyah tersebut. Setelah delapan tahun (satu siklus usai), penghitungan akan kembali lagi pada tahun pertama yaitu tahun Alif dan begitu seterusnya.96
96
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010.
73
Untuk mempergunakan tabel almanak, perhatikan langkah-langkah dibawah ini:97 1. Mencari letak kotak tahun-tahun hisab Wakal pada tabel satu yang berisi nama-nama tahun Jawa berbentuk huruf-huruf hijaiyyah yang berjumlah 8 yaitu Alip, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba, Wawu dan Jim akhir. 2. Mencari letak kotak nama-nama bulan Hijriyah. Dalam bulan-bulan tersebut berjumlah 12 yaitu Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’idah dan Dzulhijjah. 3. Mencari kotak yang menghubungkan nama tahun dan bulan Hijriyah. Dengan cara mengurutkan ke bawah dari tahun yang dicari sampai sejajar dengan nama bulan yang dicari, bila kotak tersebut menghubungkan nama tahun dan bulan Hijriyah, maka sudah ditemukan hari dan tanggal 1 bulan dari tahun yang dicari. Misalnya, untuk menentukan pada hari apa jatuh tanggal 1 Rabiul Awwal tahun Zai? Maka, carilah kolom tahun yang diatas tertulis huruf Za ( )زdan berikan tanda pada kotak tersebut. Lalu, mencari bulan Rabiul Awwal yang tertulis pada urutan kotak bulan Hijriyah, begitupula berikan tanda pada kotak tersebut. Setelah itu urutkan dari kotak tahun Zai ke bawah, sampai sejajar dengan kotak yang bertuliskan Rabiul Awwal. Bila sudah menemukan kotak yang menghubungkan keduanya, maka kotak yang menunjukkan tanggal 1 Rabiul Awwal tahun Za telah ditemukan dan jatuh pada hari Ahad. 97
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010
74
Tabel dibawah ini mengilustrasikan contoh penemuan tanggal 1 Rabiul Awwal tahun Za.98 Tabel 4.2 Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za pada Kalender Hisab Wakal
◦◦◦◦◦◦◦ ز ﺟﻤﻌﺔ ﺳﺒﺖ اﺣﺪ
ارﺑﺎء
ﺟﻤﻌﺖ
اﺛﻨﯿﻦ
رﺑﯿﻊ اﻻول
Dalam prakteknya penetapan Awal Bulan Qamariyah akan diadakan di Mesjid Nurul Awal Wakal yang dipimpin oleh Bapa Imam dan dihadiri oleh tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal, kesepakatan yang diambil dalam rapat tersebut akan diumumkan kepada masyarakat Desa Wakal oleh para Soa yang merupakan wakil dari Bapa Raja Desa wakal. Perhitungan hisab Wakal merupakan Kategori hisab urfi’ statis yang tidak mengindahkan pergerakan benda-benda langit. Perhitungan hisab Wakal tergolong ilmu cerita yang tidak boleh dicatat dan merupakan hal yang tabu untuk diceritakan karena merupakan ilmu keramat. C. Data-Data Penetapan Awal Bulan Qamariyah Sistem Hisab Wakal 98
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010
75
Disini penulis akan menyajikan data-data hasil penetapan sistem hisab Wakal dan prediksinya, yang disandingkan dengan keputusan Pemerintah dalam penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah dari tahun 2005 M/1426 H sampai dengan tahun 2011 M/1432 H.99 Pada tahun 2005 ditemukan data bahwa Pemerintah menetapkan tanggal 1 Muharram pada hari Jumat tanggal 11 Februari 2005. Sedangkan masyarakat Desa Wakal menetapkan tanggal 1 Muharram lebih awal 4 hari pada hari Senin tanggal 7 Februari 2005. Kemudian pada bulan Ramadhan, keputusan Pemerintah menetapkan 1 Ramadhan pada hari Senin tanggal 3 Oktober 2005. Sedangkan masyarakat Desa Wakal memulai ibadah puasa lebih cepat 2 hari dari Pemerintah pada hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2005. Dengan demikian, Pemerintah menetapkan 1 Syawal pada hari Kamis tanggal 3 November 2005. Adapun masyarakat desa Wakal menetapkan hari Senin tanggal 31 Oktober 2005 sebagai tanggal 1 Syawal 1426 H lebih awal 4 hari dari Pemerintah. Selanjutnya, penetapan tanggal 10 Dzulhijjah 1426 H yang dilakukan oleh Pemerintah jatuh pada hari Kamis 11 Januari 2005. Berbeda dengan masyarakat desa Wakal yang menetapkan 10 Dzulhijjah 1426 H lebih awal 4 hari yaitu pada hari Minggu tanggal 7 Januari 2005.100 Maka dapat disimpulkan dari data tesebut, bahwa penetapan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawwal, dan 10 Dzulhijjah tahun 1426 H versi
99 Data hari-hari besar Desa Wakal didapat dari wawancara dengan Bapa Imam Duma Supeleti dan penelusuran penulis terhadap tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal. 100 Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2011 http://www.tempointeraktif.com/hg/nasiona l/2004/ 11/08/brk,20041108-11,id.html
76
hisab Wakal dengan versi Pemerintah selalu berbeda ada yang 2 hari bahkan ada yang sampai 4 hari. Sebagaimana tersajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.3 Hari Besar Islam Tahun 2005 M/1426 H/ Tahun Dal No. Tanggal
Hisab Wakal
Pemerintah
1.
Senin, 7 Februari
Jumat, 11 Februari 2005
1 Muharram
2005 2.
1 Ramadhan
Sabtu, 1 Oktober
Senin, 3 Oktober 2005
2005 3.
1 Syawal
Senin, 31 Oktober
Kamis, 3 November 2005
2005 4.
10 Dzulhijjah
Minggu, 7 Januari
Kamis, 11 Januari 2006
2005 Dari data-data tersebut, penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah tahun 1426 H masyarakat desa Wakal selalu lebih awal 2 sampai 4 hari dibandingkan dengan keputusan Pemerintah. Perbedaan tersebut sangat jauh dan tidak sesuai dengan kaidah Ilmu Falak saat ini sehingga perbedaan ini menimbulkan kesan yang tidak harmonis antara masyarakat desa Wakal dengan masyarakat tetangga dan sekitarnya.101 Data-data yang dapat dilacak sepanjang tahun 2006, memperlihatkan bahwa hari-hari besar Islam meliputi tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah yang ditentukan oleh sistem hisab Wakal selalu berbeda dengan keputusan Pemerintah. Pelaksanaan hari-hari besar Islam 101
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010
77
yang ditentukan oleh masyarakat desa Wakal pada tahun 2006 selalu lebih cepat dari penetapan hari-hari besar Islam yang ditentukan oleh Pemerintah. Sebagaimana tertulis pada tabel dibawah. Tabel 4.4 Hari Besar Islam Tahun 2006 M/1427 H/Tahun Ba No.
Tanggal
Hisab Wakal
Pemerintah
1.
1 Muharram
Sabtu, 28 Januari 2006
Selasa, 31 Januari 2006
2.
1 Ramadhan
Kamis, 21 September 2006
Minggu, 24 September 2006
3.
1 Syawal
Sabtu, 21 Oktober 2006
Selasa, 24 Oktober 2006
4.
10 Dzulhijjah
Jumat, 29 Desember 2006
Minggu, 31 Desember 2006
Pada tahun 2007 M/1428 H ditemukan data-data yang tertulis pada tabel tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya terjadi perbedaan penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah antara pemerintah dengan masyarakat Desa Wakal. Sebagaimana tertulis pada tabel dibawah.102 Tabel 4.5 Hari Besar Islam Tahun 2007 M/1428 H/ Tahun Wawu No.
Tanggal
Hisab Wakal
Pemerintah
1.
1 Muharram
Rabu, 17 Januari 2007
Sabtu, 20 Januari 2007
2.
1 Ramadhan
Senin, 10 September
Kamis, 13 September
2007
2007
3.
1 Syawal
Rabu, 10 Oktober 2007
Sabtu, 13 Oktober 2007
4.
10 Dzulhijjah
Sabtu, 15 Oktober 2007
Kamis, 20 Desember
102
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010
78
2007
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya pada tahun 2008 M/1428 H ditemukan terjadi perbedaan penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah antara pemerintah dengan masyarakat Desa Wakal. Sebagaimana tertulis pada tabel dibawah.103
Tabel 4.6 Hari Besar Islam Tahun 2008 M/1429H/ Tahun Jim Akhir No.
Tanggal
Hisab Wakal
Pemerintah
1.
1 Muharram
Minggu, 6 Januari 2008
Kamis, 10 Januari 2008
2.
1 Ramadhan
Jumat, 29 Agustus 2008
Senin, 1 September 2008
3.
1 Syawal
Minggu, 28 September
Rabu, 1 Oktober 2008
2008 4.
10
Sabtu, 6 Desember 2008
Senin, 8 Desember 2008
Dzulhijjah
103
Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2011, kbriad.blogspot.com/2006/10/lebarantahun-2006-di-uae.html
79
Selanjutnya untuk data tahun 2009 M/1430 H.104 terjadi lagi perbedaan penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzuljjah seperti sebelumnya. Sebagaimana tertulis pada tabel dibawah.105 Tabel 4.7 Hari Besar Islam Tahun 2009 M/1430 H/ Tahun Alif No. Tanggal
Hisab Wakal
Pemerintah
1.
Jumat, 26 Desember
Minggu, 28 Desember
2008
2008
1 Muharram
2.
1 Ramadhan
Rabu, 19 Agustus 2009
Jumat, 21 Agustus 2009
3.
1 Syawal
Jumat, 18 September
Minggu, 20 September
2009
2009
Kamis, 26 November
Jumat, 27 November 2009
4.
10 Dzulhijjah
2009
Pada tahun 2010 M/1431 H ditemukan terjadi perbedaan penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah antara pemerintah dengan masyarakat Desa Wakal, bahkan terjadi perbedaan sampai 3 hari. Sebagaimana tertulis pada tabel dibawah.106 Tabel 4.8 Hari Besar Islam Tahun 2010 M/1431 H/ Tahun Ha No. 1.
104
Tanggal 1 Muharram
Hisab Wakal Minggu, 13 Desember
Pemerintah Jumat, 18 Desember
Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2011, www.depkominfo.go.id/.../menaglebaran-kemungkinan-tanggal-20-september-2009/ 105 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010 106 Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2011 dari www.poskota.co.id/berita.../10-11september-idul-fitri-2010
80
2009
2009
2.
1 Ramadhan
Minggu, 8 Agustus 2010
Rabu, 11 Agustus 2010
3.
1 Syawal
Selasa, 7 September 2010
Jumat, 10 September 2010
4.
10
Senin, 15 November 2010
Rabu, 17 November
Dzulhijjah
2010
Melihat perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Wakal dan Pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya, penentuan tanggal 1 Muharram tahun ini 2011 M/1432 H antara masyarakat Desa Wakal dan Pemerintah masih mengalami perbedaan, masyarakat Desa Wakal menetapkan hari Minggu 5 Desember 2010, sedangkan Pemerintah menetapkan hari Selasa tanggal 7 Desember 2010 terlambat 2 hari dari masyarakat Desa Wakal. Diperkirakan, penentuan 1 Ramadhan 1432 H tidak jauh berbeda dengan penentuan Ramadhan sebelumnya yang berbeda, Pemerintah menetapkan hari Minggu tanggal 31 Juli 2011 sedangkan masyarakat Desa Wakal akan mulai berpuasa dua hari lebih awal yaitu hari Jumat tanggal 29 Juli 2011 begitupula penetapan 1 Syawal dan 10 dzulhijjah sebagaimana tabel dibawah.107 Tabel 4.9 Hari Besar Islam Tahun 2011 M/1432 H/ Tahun Jim Awal
107
Artikel diakses pada tanggal tanggalanislam.blogspot.com/2011_02_01_ archive.html
23
Maret
2011
dari
81
No.
Tanggal
Hisab Wakal
Pemerintah
1.
1 Muharram
Minggu, 5 Desember 2010
Selasa, 7 Desember 2010
2.
1 Ramadhan
Jumat, 29 Juli 2011
Minggu, 31 Juli 2011
3.
1 Syawal
Minggu, 28 Agustus 2011
Selasa, 30 Agustus 2011 *
4.
10 Dzulhijjah
Jumat, 4 November 2011
Minggu, 6 November 2011
Memperhatikan data-data yang diperoleh dari tahun 2005 M/1426 H sampai tanggal 1 Muharram tahun 2010 M/1432 H dan perkiraan sampai pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 2011 M/1432 H, penulis menyimpulkan bahwa selalu terjadi perbedaan dalam penentuan hari-hari besar Islam antara keputusan Pemerintah dan masyarakat Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab. Maluku Tengah, Maluku. Penulis juga meprediksikan bahwa perbedaan dalam penentuan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah antara Pemerintah dan masyarakat Desa Wakal untuk tahun-tahun selanjutnya akan selalu mengalami perbedaan. D. Implikasi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Perspektif Masyarakat Desa Wakal Berawal dari pemahaman yang berbeda terhadap surat Yunus ayat 5 dan meneruskan sistem hisab turun-temurun yang diwariskan dari leluhur mereka. Masyarakat Desa Wakal tetap meneruskan sistem dan praktek penetapan awal bulan Qamariyah meskipun berbeda dengan penetapan
*
Pada saat tulisan ini disusun, kepastian jatuhnya hari raya Iedul Fitri 1432 H belum diputuskan karena masih harus menunggu hasil siding itsbat oleh Menteri Agama yang akan dilaksanakan kemudian.
82
Pemerintah. Sistem hisab masyarakat Desa Wakal sebenarnya merupakan konsep hisab Jawa yang memadukan konsep penetapan awal bulan Qamariyah ala Timur Tengah dengan konsep Jawa. Dari data-data yang diperoleh, menunjukkan sistem hisab Wakal menetapkan waktu-waktu yang terkait dengan ibadah seperti penetapan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah berbeda dengan penetapan Pemerintah dan penganut hisab urfi lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan pelaksaan ibadah puasa, sholat tarawih, sholat hari raya Iedul Fitri dan penyembelihan hewan kurban berbeda satu, dua atau tiga hari lebih cepat dengan Pemerintah dan masyarakat sekitar. Karena selang perbedaan penetapan hari-hari besar Islam antara keduanya yang jauh sehingga menimbulkan adanya sisi ketidakharmonisan antara masyarakat Desa Wakal dengan masyarakat sekitar. Meskipun adanya ketidakharmonisan dan perbedaan dalam penetapan hari besar Islam tetapi muncul sifat toleransi beragama antara masyarakat Desa Wakal dengan masyarakat sekitarnya. E. Hubungan Antara Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam Wakal 1. Sejarah Singkat Almanak Islam Jawa Kalender Hijriyah Jawa Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal
abad
ke-17.
Kesultanan
Demak,
Banten,
dan
Mataram
menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriyah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriyah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu
83
menciptakan Kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriyah. Cuma bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi 1 Muharram 1043 Hijriyah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum’at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriyah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang sangat bercorak Islam dan sama sekali tidak lagi berbau Hindu atau budaya India. Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharram juga disebut bulan Sura sebab mengandung Hari Asyura 10 Muharram. Rabi’ul Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi’ul Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah mulud”. Sya’ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). DzulQa’dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha. Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari
84
dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India. Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3.108 Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari. Itulah sebabnya setiap awal windu (1 Muharam tahun Alip) selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. Menarik untuk dicatat bahwa jika umat Islam di luar Jawa hanya mengenal Senin 12 Rabi’ul-Awwal sebagai hari dan tanggal kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. maka umat Islam di Jawa menyebutkan saat lahirnya Junjungan kita yang mulia itu secara lebih komplit: Senin Pon 12 Rabingulawal (Mulud) Tahun Dal. Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat Hijriyah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu
108
Hijri Kalender, artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2011 dari website http://malikulalaa.bl ogspot.com/2008/02/almanak.html
85
(120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari, agar kembali sesuai dengan kalender Hijriyah.109 Kurup pertama berlangsung dari Jum’at Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 Saka/1043 Hijriah/1633 Masehi sampai Kamis Kliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674 S/1162 H/1749 M. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan. Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah tahun Jimakir 1674 Saka akhir kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675 Saka. Jadi, awal windu (1 Muharam tahun Alip) bergeser dari Jum’at Legi menjadi Kamis Kliwon. Setelah 120 tahun berikutnya, awal windu harus bergeser lagi menjadi Rabu Wage, kemudian pada gilirannya menjadi Selasa Pon, dan seterusnya. Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya.110 a. Periode pertama tahun 1555-1674 Saka/1043-1162 Hijriah/16331749 Masehi disebut kurup Jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah Legi) b. Periode kedua tahun 1675-1794 Saka/1163-1282 Hijriah/1749-1866 Masehi disebut kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon) c. Periode ketiga tahun 1795-1914 Saka/1283-1402 Hijriah/1866-1982 Masehi disebut kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage)
109
Hijri Kalender, artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2011 dari website http://malikulalaa.bl ogspot.com/2008/02/almanak.html 110 Zubair Umar Al-Jaelani, Khulashat al-Kafiyyah, (Kudus: Menara Kudus, tthn), h. 14.
86
d. Sejak tanggal 1 Muharam tahun Alip 1915 Saka, 1 Muharram 1403 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup salasiah (Asopon = Alip-Seloso-Pon), yaitu periode 1915-2034 Saka/1403-1523 Hijriah/1982-2099 Masehi, di mana setiap tanggal 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon. 2. Masuknya Pengaruh Islam Jawa di Desa Wakal Melihat sejarah terbentuknya Desa Wakal tidak terlepas dari peran Kiyai Daud atau biasa disebut dengan Perdana Awal yang berasal dari Jawa. Kiyai Daud ibunya merupakan keturunan dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban. Sejak kecil Pattikuwa bersama saudara laki-lakinya Kiyai Turi dan saudara perempuannya Nyai Mas dibesarkan dalam lingkungan keluarga ibunya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa almanak yang saat ini dipakai di Desa Wakal memiliki hubungan atau berasal dari Jawa yang merupakan almanak Islam pertama dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami. Karena mengingat Raja Pattikuwa memiliki hubungan dengan Kerajaan Mataram Islam dan Pattikuwa sendiri dibesarkan dilingkungan Kerajaan Mataram Islam.111 Sumber sejarah yang lain adalah ketika Sultan Zainal Abidin (1486-1500 Masehi) memerintah di Ternate, ia mengambil kesempatan untuk belajar mengenai agama Islam di Gresik. Disini ia bertemu dengan 111
Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010
87
kepala daerah Hitu dari Ambon yang beragama Islam, yaitu Pate Putih, yang datang untuk tujuan yang sama. Antara keduanya diadakan persetujuan yang berakibat bahwa para sultan Ternate kemudian mengklaim sebagian dari Pulau Ambon.112 Kerajaan Hitu juga merupakan bandar niaga utama di Maluku Tengah sekitar awal abad ke-16 bersamaan dengan meluasnya penanaman cengkih di wilayah itu terutama di Jazirah Hoamoal di Seram Barat. Perluasan wilayah penanaman cengkih ini ada kaitannya dengan perluasan kekuasaan Kerajaan Ternate di wilayah Maluku Tengah. Kedudukan istimewa Kerajaan Hitu disebabkan adanya hubungan dengan Jepara di Jawa. Hubugan ini oleh Jamilu dan keturunannya yang dikenal sebagai keluarga Perdana Nusapati. Dalam hikayat Tanah Hitu beberapa kali diceritakan mengenai pelayaran Jamilu dan sanak keluarganya ke Jepara untuk mengadakan perdagangan dan pelayaran.113 3. Persamaan dan Perbedaan Almanak Hisab Islam Jawa dengan Almanak Hisab Wakal Almanak hisab Islam Jawa dan almanak hisab Islam Wakal memiliki persamaan seperti: a) Almanak hisab Wakal hari pertama bulan Muharram tahun Alif sama dengan hari pertama bulan Muharram tahun Alif almanak hisab Islam Jawa yang dibuat oleh Sultan Agung yaitu hari Jumat. 112
Dahlan, Abdul Aziz, ed., Ensiklopedi Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), h. 99. 113
1999), h. 16.
RZ. Leirissa dkk., Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, (Jakarta: DEPDIKBUD,
88
b) Daur dalam perhitungan lamanya satu windu atau 8 tahun terdiri dari nama-nama tahun Alif (1), Ha (5), Jim Awal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Wauw (6), dan Jim Akhir (3). Adapun perbedaan ketentuan Hisab Jawa Islam (Hisab Urfi) dengan sistem hisab Wakal adalah: a) Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354x8]+3=2835 hari. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharram tahun Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. Sedangkan sistem hisab Wakal tidak mengenal tahun kabisat dan tahun basithah. Dalam almanak Wakal penetapan awal bulan Qamariyah hanya berpatokan pada almanak yang turun temurun diwariskan kepada Tupey (Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal). b) Berlakunya kurup, yaitu kalender Jawa harus hilang satu hari (maju satu hari) agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah. Pada kalender Jawa, tahun kabisat ada 3 dari delapan (3/8=45/120), sedangkan kabisat Hijriah ada 11 dari 30 tahun (11/30=44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun) kalender Jawa lebih satu hari dari kalender Hijriah. Agar kalender Jawa sesuai dengan kalender Hijriah maka kalender Jawa harus maju satu hari. Sedangkan di Wakal tidak menggunakan sistem kurup. Karena tidak ada kitab atau penjelasan mengenai sistem kurup sebelumnya. F. Analisis Penulis
89
Dari hasil penelitian penulis kepada masyarakat Desa Wakal, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku, yang didukung dengan data wawancara dengan tokoh adat masyarakat Wakal dan dari beberapa literatur yang berkaitan, penulis melihat ada beberapa hal yang perlu ditelaah. Pertama, Analisis dari segi pemahaman terhadap dasar pijakan penghitungan hisab Wakal yaitu surat Yunus ayat 5 yang berbunyi:114
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orangorang yang Mengetahui. Tokoh adat masyarakat desa Wakal memahami kalimat “Lita’lamuu ‘adada siniina wal hisaaba” mengandung perintah untuk mengetahui bilangan tahun dan waktu dengan menggunakan sistem hisab. Sistem hisab yang dimaksud adalah hisab sebagai satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Dari kerangka pemahaman di atas, tokoh adat desa Wakal memahami perhitungan hisab Wakal sebagai interpretasi dari surat Yunus ayat 5.
114 Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal, Wakal 6 Agustus 2010.
90
Kerangka pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu bersifat pasti dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang berubah tidak menunjukkan kevalidan metode penghitungan waktu. Sedangkan sistem rukyat sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada tanggal 29 bulan Hijriah. Sehingga tokoh adat masyarakat desa Wakal tidak mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti, tergantung pada terlihatnya hilal. Wahbah Zuhaili dkk., menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya” berjumlah dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan bulan dapat diketahui bilangan bulan dan tahun.115 Kemudian dalam tafsiran yang diterbitkan oleh Universitas Islam Indonesia menyebutkan bahwa Allah SWT menjadikan bulan dan menjadikannya beredar menjalani garis edar dalam manzilah-manzilahnya agar manusia mudah mengetahui bilangan tahun, perhitungan waktu, perhitungan bulan, penentuan hari, jam, detik dan sebagainya. Sehingga, manusia dapat membuat rencana untuk dirinya, keluarganya, masyarakat,
115
h.208.
Wahbah Zuhaili dkk., Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), Cet.1,
91
agamanya, serta rencana-rencana lain yang berhubungan dengan hidup dan kehidupannya sebagai anggota masyarakat dari hamba Allah.116 Abu Yusuf Al-Ansary mengutip pendapat Syaikh Ibnu Taimiyyah bahwa firman Allah ( ﻟِﺘَﻌﻠَ ُﻤﻮاsupaya kamu mengetahui…) berkaitan dengan firman Allah (Dia menetapkan…) bukan kepada ُ ( َوﻗَ ﱠﺪ َرهDia menjadikan…). Karena sifat matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak berpengaruh dalam mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat lainnya. Disamping itu dalam ayat lain dijelaskan bahwa penentuan bulan dan tahun tidak dikaitkan dengan matahari.117 Firman Allah SWT dalam Q.S. At-Taubah (9) ayat 36 yang berbunyi:
(٣٦ : ٩ )اﻟﺘﻮﺑﺔ
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”. (Q.S. At-Taubah : 36) Dari beberapa penafsiran diatas, penulis menyimpulkan bahwa kandungan dari surat Yunus ayat 5 yaitu Allah SWT menciptakan matahari, bulan dan tempat peredarannya bertujuan agar manusia mengetahui pergantian waktu yang diakibatkan dari peredaran dan persinggungan keduanya.
116
Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1990) jilid 10, 11, 12, h. 314. 117
Abu Yusuf Al-Ansary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam,tth), h. 73.
92
Kedua, Analisis dari segi sejarah masuknya pengaruh Islam Jawa ke Desa Wakal. Melihat sejarah terbentuknya Desa Wakal tidak terlepas dari peran Kiyai Daud atau biasa disebut dengan Perdana Awal yang berasal dari Jawa. Kiyai Daud ibunya merupakan keturunan dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban. Sejak kecil Pattikuwa bersama saudara laki-lakinya Kiyai Turi dan saudara perempuannya Nyai Mas dibesarkan dalam lingkungan keluarga ibunya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa almanak yang saat ini dipakai di Desa Wakal memiliki hubungan atau berasal dari Jawa yang merupakan almanak Islam pertama dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami. Karena mengingat Raja Pattikuwa memiliki hubungan dengan Kerajaan Mataram Islam dan Pattikuwa sendiri dibesarkan dilingkungan Kerajaan Mataram Islam. Sumber sejarah yang lain adalah ketika Sultan Zainal Abidin (14861500 M) memerintah di Ternate, ia mengambil kesempatan untuk belajar mengenai agama Islam di Gresik. Disini ia bertemu dengan kepala daerah Hitu dari Ambon yang beragama Islam, yaitu Pate Putih, yang datang untuk tujuan yang sama. Antara keduanya diadakan persetujuan yang berakibat bahwa para sultan Ternate kemudian mengklaim sebagian dari Pulau Ambon.118 Kerajaan Hitu juga merupakan bandar niaga utama di Maluku Tengah sekitar awal abad ke-16 bersamaan dengan meluasnya penanaman cengkih di wilayah itu terutama di Jazirah Hoamoal di Seram Barat. Perluasan wilayah 118
Dahlan, Abdul Aziz, ed., Ensiklopedi Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), hal. 99.
93
penanaman cengkih ini ada kaitannya dengan perluasan kekuasaan Kerajaan Ternate di wilayah Maluku Tengah. Kedudukan istimewa Kerajaan Hitu disebabkan adanya hubungan dengan Jepara di Jawa. Hubugan ini oleh Jamilu dan keturunannya yang dikenal sebagai keluarga Perdana Nusapati. Dalam hikayat Tanah Hitu beberapa kali diceritakan mengenai pelayaran Jamilu dan sanak keluarganya ke Jepara untuk mengadakan perdagangan dan pelayaran.119 Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat ditelusuri di wilayah bekas Kerajaan Hitu. Dapat dikatakan pada wilayah bagian selatan kepulauan Maluku, kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan dan budaya Islam yang paling kuat dan paling mapan. Daerah ini selama ini memang dianggap sebagai wilayah kerajaan Islam di Pulau Ambon yang kekuasaan dan keislamannya sejajar dengan Ternate. Di wilayah ini ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang dibangun diatas bukit bernama Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah alquran kuno dan naskah kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno, timbangan zakat fitrah dan lain-lain. Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat.120
119
RZ. Leirissa dkk., Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, Jakarta: DEPDIKBUD, 1999.
hal. 16. 120
Jejak Arkeologi Pengaruh Budaya Islam di Wilayah Maluku dan Maluku Utara oleh Wuri Handoko, artikel ini diakses pada tanggal 28 Januari 2011 dari website http://arkeomaluku.com/
94
Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa almanak hisab Islam yang sekarang digunakan di Desa Wakal adalah merupakan produk atau almanak hisab Islam Jawa yang pertama dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami. Meskipun almanak hisab Islam yang sekarang digunakan di Wakal sama dengan almanak hisab Islam Jawa yang pertama dibuat oleh Sultan Agung namun terdapat beberapa kekeliruan penulisan hari awal bulan sehingga menyebabkan jumlah hari dalam satu bulan kurang dari 29 hari dan bahkan ada yang lebih dari 30 hari. Beberapa kekeliruan tersebut antara lain: 1. Awal bulan Muharram tahun Ha almanak hisab Islam Wakal jatuh pada hari Ahad sedangkan pada almanak hisab Islam Jawa jatuh pada hari Selasa yang mengakibatkan kekeliruan yang fatal pada jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Alif Wakal hanya 27 hari dari yang seharusnya 29 hari sehingga mengakibatkan jumlah tahun Alif Wakal hanya menjadi 352 hari dari yang seharusnya 354 hari. Selain itu juga mengakibatkan jumlah hari bulan Muharram tahun Ha menjadi 32 hari dari yang seharusnya 30 hari. 2. Awal bulan Rajab tahun Ha almanak hisab Islam Wakal jatuh pada hari Jumat sedangkan pada almanak hisab Islam Jawa jatuh pada hari Kamis yang mengakibatkan jumlah hari bulan Jumadil Akhir Tahun Ha menjadi 30 hari dari yang seharusnya 29 hari, dan juga mengakibatkan jumlah hari bulan Rajab tahun Ha menjadi 29 hari dari yang seharusnya 30 hari. Sehingga mengakibatkan jumlah hari tahun Ha menjadi 357 hari lebih 2 hari dari yang seharusnya 355 hari tahun Ha almanak hisab Islam Jawa.
95
3. Awal bulan Muharram tahun Zai Wakal jatuh pada hari Jumat berbeda dengan almanak hisab Islam Jawa yang jatuh pada hari Kamis sehingga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Jim Awal menjadi 30 hari dari yang seharusnya 29 hari. Selain itu juga mengakibatkan jumlah hari bulan Muharram tahun Zai Wakal menjadi 29 hari dari yang seharusnya 30 hari. 4. Awal bulan Ramadhan tahun Zai Wakal jatuh pada hari Jumat dari yang seharusnya jatuh pada hari Selasa sehingga mengakibatkan kesalahan fatal jumlah bulan Ramadhan tahun Zai yang hanya 27 hari dari yang seharusnya 30 hari. Selain itu juga mengakibatkan jumlah bulan Sya’ban tahun Zai menjadi 32 hari dari yang seharusnya 29 hari. 5. Awal bulan Dzulqaidah tahun Zai Wakal jatuh pada hari Senin dari yang seharusnya jatuh pada hari Jumat sehingga mengakibatkan kesalahan fatal jumlah hari bulan Syawal tahun Jai menjadi 32 hari dari yang seharusnya 29 hari dan juga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulqaidah Wakal menjadi 32 hari dari yang seharusnya 30 hari. 6. Awal bulan Dzulhijjah tahun Zai Wakal jatuh pada hari Jumat berbeda dari almanak hisab Islam Jawa yang jatuh pada hari Ahad sehingga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Zai menjadi 31 hari dari yang sebenarnya 29 hari. Sehingga mengakibatkan jumlah hari tahun Zai Wakal menjadi 360 hari jauh berbeda dengan yang seharusnya 354 hari.
96
7. Awal bulan Jumadil Akhir tahun Dal Wakal jatuh pada hari Jumat berbeda dengan almanak hisab Islam Jawa yang jatuh pada hari Selasa sehingga mengakibatkan jumlah hari bulan Jumadil Akhir tahun Dal menjadi 33 hari dari yang seharusnya 29 hari dan juga mengakibatkan jumlah hari bulan Jumadil Awal tahun Dal Wakal menjadi 33 hari dari yang seharusnya 30 hari. Hal ini mengakibatkan jumlah hari dalam setahun menjadi 359 hari dari yang seharusnya 355 hari. 8. Awal bulan Dzulhijjah tahun Wawu Wakal jatuh pada hari Rabu sedangkan almanak hisab Islam Jawa jatuh pada hari Sabtu sehingga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulqaidah tahun Wawu menjadi 28 hari dari yang seharusnya 30 hari dan juga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Wawu menjadi 32 hari dari yang seharusnya 29 hari. Hal ini mengakibatkan jumlah hari tahun Wawu menjadi 355 hari dari yang seharusnya 354 hari. Untuk penjelasan lebih rinci dapat melihat Tabel Almanak Hisab Islam Jawa, Almanak Hisab Islam Wakal, Jumlah Hari Almanak Hisab Islam Jawa dan Jumlah Hari Islam Wakal dalam lembar lampiran. Karena kesalahan tersebut mengakibatkan jumlah hari dalam satu windu almanak hisab Wakal menjadi 2848 hari. Sedangkan jumlah hari dalam satu windu almanak hisab Islam Jawa adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari. Selain masalah penyimpangan almanak hisab Islam Wakal, untuk saat ini almanak hisab Islam Jawa yang pertama kali dibuat oleh Sultan Agung sendiri sudah tidak bisa digunakan lagi karena dalam setiap 15 windu
97
(120 tahun), yang disebut satu kurup, almanak Jawa harus maju satu hari, agar kembali sesuai dengan almanak Hijriah. Kurup pertama berlangsung dari Jum’at Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 Saka/1043 Hijriah/1633 Masehi sampai Kamis Kliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674 S/1162 H/1749 M. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan. Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah tahun Jimakir 1674 Saka akhir kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675 Saka. Jadi, awal windu (1 Muharam tahun Alip) bergeser dari Jum’at Legi menjadi Kamis Kliwon. Setelah 120 tahun berikutnya, awal windu harus bergeser lagi menjadi Rabu Wage, kemudian pada gilirannya menjadi Selasa Pon, dan seterusnya. Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya.121 1. Periode pertama tahun 1555-1674 Saka/1043-1162 Hijriah/1633-1749 Masehi disebut kurup Jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah Legi) 2. Periode kedua tahun 1675-1794 Saka/1163-1282 Hijriah/1749-1866 Masehi disebut kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon) 3. Periode ketiga tahun 1795-1914 Saka/1283-1402 Hijriah/1866-1982 Masehi disebut kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage) 4. Sejak tanggal 1 Muharam tahun Alip 1915 Saka, 1 Muharram 1403 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup salasiah (Asopon = Alip-Seloso-Pon), yaitu periode 1915-
121
Zubair Umar Al-Jaelani, Khulashat al-Kafiyyah, Kudus: Menara Kudus, tthn., hal. 14
98
2034 Saka/1403-1523 Hijriah/1982-2099 Masehi, di mana setiap tanggal 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon. Karena telah masuk ke dalam kurup Asopon sehingga penggunaan almanak hisab Islam Jawa kurup pertama tidak bisa digunakan lagi. Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa almanak hisab yang sekarang digunakan di Desa Wakal telah jauh menyimpang dari almanak hisab Islam Jawa yang pertama kali dibuat oleh Sultan Agung. Sehingga tidak bisa dijadikan pedoman dalam penetapan awal bulan Qamariyah. Tokoh adat masyarakat Wakal menggunakan hisab Wakal, tidak terlepas dari taqlid buta kepada para pendahulu mereka yang telah diwariskan secara turun-temurun kepada Tupey atau Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal. Dengan kerangka pemikiran seperti itu, Tokoh adat masyarakat Wakal tidak mentelaah dan memperbaiki kembali terhadap metode yang dipakai sejak dulu sampai sekarang. Sehingga hisab Wakal selalu berbeda dengan Pemerintah dan penganut hisab urfi lainnya.
99
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pemaparan-pemaparan yang telah disampaikan, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa: 1. Dasar pijakan tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal dalam menetapkan awal bulan Qamariyah berdasarkan pada hisab yang disandarkan pada surat Yunus ayat 5. Mereka berpendapat bahwa ayat tersebut mengandung perintah untuk menetapkan awal bulan Qamariyah atau waktu dengan menggunakan hisab semata. Dan hisab yang diyakini sebagai interpretasi surat Yunus ayat 5 adalah Hisab Wakal. 2. Almanak hisab Wakal bersumber dari almanak hisab Jawa pertama yang dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami dan telah dimodifikasi. Penggunaan almanak tersebut sudah tidak sesuai dengan jaman sekarang karena almanak hisab Jawa harus mengalami kurup yaitu maju satu hari setiap 120 tahun dari pertama kali dibuat. Hisab Wakal dapat dikatakan sebagai hisab ‘urf statis yang tergolong mathematical calendar yang tidak mengindahkan pergerakan bintang sehingga bersifat pasti. Karena almanak Wakal telah dimodifikasi dari almanak Jawa sehingga menimbulkan terjadinya kesalahan seperti, tidak beraturannya jumlah hari dalam sebulan ada yang kurang dari 29 hari bahkan ada yang lebih dari 31 hari sehingga jumlah hari dalam setahunnya
100
juga tidak beraturan ada yang 352 hari (tahun Alif) bahkan ada yang 360 hari (tahun Jai) dalam setahun. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan kaidah almanak hisab Jawa yang jumlah harinya dalam sebulan bergantian antara 29 dan30 hari. Dan untuk jumlah hari dalam setahun 354 hari kecuali untuk tahun kabisat (tahun Ha, Jai, dan tahun Jim Akhir) ditambah satu hari menjadi 355 hari. Karena kesalahan tersebut penulis dapat mengatakan bahwa hisab wakal sangat jauh menyimpang dari kaidah ilmu Falak saat ini. Almanak hisab Wakal masih bisa dipakai untuk kalender kegiatan sehari-hari selama tidak dipakai dalam hal ibadah seperti penetapan hari-hari besar Islam. B. Saran-Saran 1. Kepada Tokoh-Tokoh adat masyarakat Desa Wakal khususnya Bapa Imam Mesjid Nurul Awal Wakal hendaknya lebih terbuka untuk mendiskusikan penetapan awal bulan yang diyakini, agar tidak terjadi penyimpangan dalam penentuan hari-hari besar agama Islam seperti 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah. 2. Kepada Pemerintah khususnya Departemen Agama agar memasukan pelajaran Ilmu Falak di sekolah tingkat Aliyah di Desa Wakal. 3. Kepada Pemerintah khususnya Departemen Agama Provinsi Ambon hendaknya mengupayakan pendekatan yang lebih intensif
dan lebih
mensosialisasikan mengenai Ilmu Falak kepada masyarakat Desa Wakal melalui mesjid atau mushola-mushola.
101
4. Kepada Fakultas hendaknya lebih memfalisitasi sarana dan prasarana praktek Ilmu Falak, seperti mengadakan laboratorium perbintangan guna meningkatkan pemahaman dan kualitas mahasiswa dalam persoalan Ilmu Falak.
102
DAFTAR PUSTAKA
--------------------, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI. 1987. ---------------------, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Jogjakarta: Suara Muhammadiyah, 2007. --------------------------, Pedoman Penghitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Islam, 1995. Al-Atsary, Abu Yusuf, Pilih Hisab Ru’yah, Solo: Pustaka Darul Islam.t.th. Anshory, Irfan “Mengenal Kalender Hijriah” artikel diakses pada 15 Desember 2010 dari http:www.formasibumi.com/2010/05/ mengenal- kalenderhijriyah.html. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1996, cet. X. Arifin, Imron, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Ilmu Sosial dan Keagamaan, Malang: Kalimasahada Press, 1994, cet. ke-1. Azhari, Susiknan, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Chudlori, M. Syakhur, Perbandingan Tarikh, Bandung: Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 1990. Dahlan, Abdul Aziz, ed., Ensiklopedi Islam, Jilid 4. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1994. Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Cet. I, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1990. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988. Djambek, Sa’adoeddin, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tirtamas, 1976. Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah suatu Komparasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003. Izzudin, Ahmad, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007.
103
Jejak Arkeologi Pengaruh Budaya Islam di Wilayah Maluku dan Maluku Utara oleh Wuri Handoko, artikel ini diakses pada tanggal 28 Januari 2011 dari websitehttp://arkeomaluku.com/index.php?action=news.detail&id_news=8 &judul=JEJAK%20ARKEOLOGI%20PENGARUH%20BUDAYA%20IS LAM%20DI%20WILAYAH%20MALUKU%20%20DAN%20MALUKU %20UTARA Kardiman dkk., Garis Tanggal BAKOSURTANAL, 2001.
Kalender
Islam
1421
H,
Bogor:
Kerajaan Tanah Hitu, artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2011 dari http://ariee.wordpress.com/2007/12/11/kerajaan-tanah-hitu/ Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama, Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdalatul Ulama, 2006. Ma’luf Louis, Al-Munjid, Mesir: Al-Mathba’ah Al-Katholikiyah, 1918, Cet. Ke18. Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2008. Masroeri, Ahmad Ghazalie, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Perspektif NU, artikel diakses pada tanggal 15 Desember 2010 dari http: www.nu.or.id. Rukyatul Hilal Indonesia, “Hisab (Perhitungan Astronomis)”. Artikel diakses pada 25 Januari 2011 dari www.hisab-rukyat.html Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi, Jakarta: Gema Insani, 2005. Saksono, Tono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amythas Publicita, 2007. Sanapiah, Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar Aplikasinya, Cet. Ke-6 Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003.
dan
Sartika, Eka, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah (Studi Terhadap Kalangan Al-Marzukiyah), Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006. Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos, 2005, jil. 1. Universitas Islam Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1990, jilid 10,11,12. Wardan, Muhammad, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, Yogyakarta; Siaran, 1957.
104
Widiana, Wahyu, Penentuan Awal Bulan Qamariyah dan Permasalahannya di Indonesia, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Ed. Choirul Fuad Yusuf dan Bashor A. Hakim, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004. Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/hisab_danrukyat/imkanur_Rukyat_MABIMS Yatim, Badri, Ed., Ensiklopedia Mini Sejarah dan Kebudayaan, Jakarta: Logos, 1996. Zubair Umar Al-Jaelani, Khulashat al-Kafiyyah, Kudus: Menara Kudus, tthn.
105