230
ISSN 0216 - 3128
Yoyok Dwi Setyo Pambudi
PENERAPAN PEMODELAN DAN METODE KURVA REAKSI PROSES UNTUK MENGIDENTIFIKASI SISTEM DURESS Yoyok Dwi Setyo Pambudi Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir, BATAN Gd. 80 Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Tlp 021-7560912, Fax 021-7560913 E-mail :
[email protected]
ABSTRAK PENERAPAN PEMODELAN DAN METODE KURVA REAKSI PROSES UNTUK MENGIDENTIFIKASI SISTEM DURESS. Telah dibuat sistem dual reservoir (DURESS), sistem ini bertujuan untuk mempelajari proses siklus pendingin sekunder pada reaktor PWR yang bersifat multivariabel. Untuk mendapatkan model sistem dual reservoir maka dilakukan identifikasi eksperimental terhadap sistem dual reservoir dengan menggunakan metode kurva reaksi proses. Dilakukan dengan cara memberikan masukan berupa fungsi step perubahan tegangan pada katup level air umpan, dan diambil keluaran berupa perubahan level air pada tangki. Selain itu dilakukan juga pemodelan dengan cara menghitung resistansi dan kapasitansi pada tiap tangki, dengan terlebih dulu dilakukan kalibrasi pada sensor dan aktuator serta uji pengisian dan pengosongan tangki. Model yang didapatkan dibandingkan dengan simulasi dengan menggunakan program aplikasi simulink dari Matlab. Dari pemodelan setiap hubungan katup dan reservoir didapatkan nilai lost function yang cukup kecil, sehingga dapat dibuktikan bahwa model telah mendekati proses sebenarnya. Kata kunci : identifikasi, Dual reservoir, Kurva Reaksi Proses
ABSTRACT IMPLEMENTATION MODELLING AND PROCESS REACTION CURVE METHOD FOR IDENTIFICATION OF DURESS SYSTEM. Dual reservoir system (DURESS) has been developed, the system aims to study the process of secondary cooling cycles in PWR reactors that are multivariable. To get a dual-reservoir system model identification is carried out experimentally the dual-reservoir system using non-parametric method is the process reaction curve. Process reaction curve method is obtained by giving input step function voltage changes at the level of feed water valve, and the output taken the form of changes in water level in the tank. Modeling is also done by calculating the resistance and capacitance in each tank, with the first performed on the sensor and actuator calibration and test filling and emptying the tank. The model is obtained compared to simulation using Simulink of Matlab application program. From the modeling of any relationship valves and reservoirs found that a lost value function that is small enough, so it can be proved that the model has approached the actual process. Keywords: identification, dual reservoir, process reaction curve
PENDAHULUAN
D
alam usaha untuk mendukung keamanan ketersediaan energi 2025, maka pemerintah membuat kebijakan untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan PLTN[1]. Untuk mendukung penguasaan teknologi PLTN di Indonesia maka perlu dilakukan penelitian terhadap teknologi PLTN terutama terhadap tipe PLTN yang akan dibangun di Indonesia seperti PWR. Mengingat bahwa untuk melakukan penelitian secara langsung di PLTN tidak dimungkinkan, maka di Laboratorium Simulasi dan Sistem Keselamatan Nuklir PTRKN-BATAN dibuat sistem reservoir ganda (Dual Reservoir/DURESS). Sistem DURESS menyediakan pompa, tangki, dan jalur-jalur pemipaan yang saling berkaitan yang dapat digunakan untuk mempelajari siklus pendingin sekunder PLTN tipe PWR.
Dalam penelitian ini dilakukan perakitan, pengujian, penyusunan fungsi alih (pemodelan) dan identifikasi sistem DURESS. Dengan didapatkan identifikasi sistem maka dapat diketahui karakteristik sistem DURESS yang nantinya dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut. Metodologi penelitian dilakukan dengan eksperimen dengan terlebih dahulu dilakukan perakitan dan kalibrasi alat, kemudian dilanjutan uji pengisian dan pengosongan. Untuk memperoleh fungsi alih pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu pemodelan dengan menghitung niai resistansi dan kapasitansi tabung. Sedang cara kedua adalah dengan eksperimen metode kurva reaksi proses yaitu dengan memberi input fungsi step ke sistem sehingga dari respon keluaran dapat diperoleh fungsi alih sistem, hasil fungsi alih dari step respon
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
Yoyok Dwi Setyo Pambudi
ISSN 0216 - 3128
dibandingkan dengan simulasi dari program simulink. Pentingnya penelitian ini adalah bahwa sistem DURESS dapat digunakan untuk mempelajari dan menerapkan algoritma pengendalian pembangkit uap pada PLTN. Oleh karena itu untuk membuat sistem pengendalian diperlukannya fungsi alih sistem, berdasar fungsi alih akan dapat dibuat pengendali yang akan diterapkan pada sistem. Tujuan pada penelitian ini adalah diperolehnya fungsi alih sistem DURESS dengan menggunakan cara yaitu pemodelan dengan menggunakan nilai resistansi dan kapasitansi, dan cara kedua yaitu dengan metode kurva reaksi proses.
DASAR TEORI Identifikasi Sistem Orde Satu dengan Kurva Reaksi Proses Identifikasi sistem dengan kurva dari reaksi proses ini merupakan metode yang paling banyak digunakan, karena metode ini sangat simpel, dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi. Untuk mendapatkan kurva dari hasil reaksi suatu proses, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut [2]: • Menunggu proses hingga mencapai kondisi steady state. • Memberikan sinyal input berupa fungsi undak (step function). • Mengambil data input dan output proses hingga sistem kembali steady state. • Menghitung parameter-parameter fungsi alih dari grafik input output. Metode kurva cukup praktis dan efisien karena metode ini mengasumsikan obyek kontrol sebagai kotak hitam (black box) sehingga hanya memerlukan informasi masukan dan keluaran saja dari obyek kontrol. Obyek kontrol yang pada umumnya terdiri dari aktuator, proses dan sensor diintegrasikan menjadi satu sistem, sehingga informasi yang diperlukan cukup pada masukan aktuator dan keluaran sensor [2]. Metode kurva reaksi proses didapatkan dengan cara memberikan fungsi step ke dalam sistem pada kondisi operasi normal. Respons dinamik dari proses ini kemudian digunakan untuk mendapatkan model sistem yang berupa model orde satu ditambah delay.
C=
231
Gambar 1 menunjukkan identifikasi sistem dengan metode kurva reaksi proses.
Gambar 1. Identifikasi sistem dengan metode kurva reaksi proses. Data parameter yang di dapat dari grafik tersebut adalah: • Magnitude dari perubahan input (δ) • Magnitude dari perubahan steady state output (∆) • Waktu dimana sinyal output mencapai 28 % dan 63 % dari kondisi steady state akhir. Fungsi alih sistem didapatkan sebagai berikut : G ( s) =
Y (s) Kp = e −θs X (s) τs + 1
dengan: X(s) = input proses Y(s) = output proses K p = Gain dari obyek.
τ θ
= konstanta waktu (time constant) = waktu tunda (delay time atau dead time)
Pemodelan Reservoir/Tangki Air Proses yang terjadi pada reservoir air pada umumnya terdiri dari pengumpanan dan pembuangan air. Proses pengumpanan akan menambah volume air sedangkan proses pembuangan akan mengurangi volume air. Parameter utama dalam sistem reservoir air adalah kapasitansi tanki dan resistansi jalur pembuangan. Kapasitansi reservoir didefinisikan sebagai besar perubahan volume cairan yang diperlukan untuk membuat perubahan ketinggian sebesar satu satuan [3]. Kapasitansi suatu tangki atau reservoir sama dengan luas permukaan penampang tangki atau reservoir tersebut. Jika luas penampang konstan maka nilai kapasitansi juga konstan.
perubahan volume cairan (m 3 ) πd 2 = Luas penampang reservoir = perubahan ketinggian cairan (m) 4
Fungsi transfer sistem reservoir air diperoleh dengan cara menurunkan persamaan kesetimbangan massa. Umumnya asumsi pada persamaan ini berupa kondisi air yang masuk sama dengan yang keluar[4]. Kondisi tersebut berupa massa jenis atau kerapatan
(1)
(2)
massa. Berdasarkan asumsi tersebut maka persamaan kesetimbangan massa adalah sebagai berikut:
Qi − Q0 = C
dh dt
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
(3)
232
ISSN 0216 - 3128
Qi − Ao 2 gh = C
dh dt
(4)
Dengan demikian sistem tangki air sebenarnya merupakan sistem yang tidak linier. Pada umumnya linierisasi dapat dilakukan untuk sistem pengendalian level air dengan daerah kerja ketinggian level yang sudah ditetapkan, sehingga linierisasi nilai resistansi dapat dilakukan [3]. Metode linierisasi ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2.
Yoyok Dwi Setyo Pambudi
RANCANGAN SISTEM Untuk mendapatkan penyusunan fungsi alih pada sistem DURESS maka dilakukan perakitan sensor dan aktuator pada sistem DURESS karena pada saat dilakukan penelitian belum terpasang sensor-sensor tersebut, kemudian dilakukan pengujian meliputi kalibrasi sensor dan aktuator. Uji pengisian dan pengosongan dilakukan dalam membuat fungsi alih dengan pemodelan RC. Diagram blok sistem DURESS ditunjukkan Gambar 3.
Proses linierisasi nilai resistansi jalur pembuangan tangki air [3].
Berdasar konsep linierisasi di atas, maka nilai resistansi pada jalur pembuangan dinyatakan sebagai berikut: R=
H titik kerja Qtitik kerja
Q0 =
H R
(5)
Dengan demikian rumus neraca massa pada persamaan (3) menjadi seperti berikut : H dh =C Qi − R dt
Qi R − H = RC
dh dt
(6)
Dengan menggunakan transformasi Laplace diperoleh persamaan sebagai berikut :
Qi R( s) − H ( s ) = RCsH ( s ) Qi R( s ) = RCsH ( s ) + H ( s )
(7)
H ( s )[ RCs + 1] = Qi R( s ) maka fungsi alih sistem: H (s) R R = = Qi ( s ) RCs + 1 τs + 1
(8)
dengan τ = RC adalah konstanta waktu sistem tangki Qi = debit air masukan, cm3/s
Qo = debit air keluaran , cm3/s H = level air, cm g = percepatan gravitasi A o = luas penampang pipa keluaran
Perakitan Sensor dan Aktuator Sensor jarak Sharp-GP2D12
perubahan tinggi muka, cm perubahan laju aliran, cm 3 /s R=
Gambar 3. Diagram Blok DURESS
Sensor yang digunakan untuk mengukur ketinggian level air pada penelitian ini menggunakan sensor jarak Sharp-GP2D12. Sensor ini menggunakan medium optikal untuk mengukur jarak. Obyek yang diukur adalah kertas mika yang diapungkan di atas permukaan air dalam tangki.
Katup Proporsional PV14B Aktuator yang digunakan dalam penelitian ini adalah katup proporsional PV14B, berupa katup yang digerakkan oleh stepper motor. Aktuator ini memiliki 6 jalur yang terdiri dari satu ground sinyal, satu jalur untuk full open, satu jalur keluaran 5V standar dari driver stepper motor, satu jalur sinyal masukan, satu jalur power supply dan satu jalur ground power supply. Sinyal masukan yang berupa tegangan akan menggerakan posisi katup. Driver stepper motor memiliki komparator yang berfungsi untuk mengkomparasi antara sinyal tegangan masukan dengan posisi katup.
Kartu antarmuka NI-USB 6229 Perangkat keras antarmuka yang digunakan dalam penelitian ini adalah NI-USB 6229 buatan National Instruments. Perangkat keras ini terhubung dengan PC melalui jalur USB. Driver khusus diperlukan agar NI-USB 6229 ini dapat terintegrasi pada LabView
Rangkaian buffer Semua jalur yang terhubung dengan perangkat keras NI-USB 6229 baik masukan maupun keluaran
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
Yoyok Dwi Setyo Pambudi
ISSN 0216 - 3128
harus melewati rangkaian buffer. Hal ini untuk menghindari kerusakan pada komponen dan penurunan tegangan sinyal. Rangkaian buffer menggunakan dua rangkaian opamp pembalik (inverting opamp) yang dipasang secara seri.
233
hubungan antara debit rata-rata dengan posisi katup ditunjukkan Gambar 5.
Kalibrasi Sensor Jarak Sharp GP2D12 Kalibrasi dilakukan setelah sensor jarak dipasang di atas reservoir dengan jarak tertentu berdasarkan hasil kalibrasi yang pertama. Kalibrasi kedua ini mengukur jarak antara obyek berupa kertas mika berwarna putih mengkilap yang diletakkan di atas permukaan air pada reservoir. Level air ditetapkan dengan menetapkan ketinggian pada reservoir dengan bantuan mistar sepanjang 50 cm, Periode sampling yang digunakan dalam uji kalibrasi ini sebesar 1 detik, sehingga data yang tersimpan akan menunjukkan perubahan data setiap detiknya. Level air pada awalnya dikondisikan pada ketinggian 49 cm, kemudian diturunkan sebesar 2 cm setiap perubahan yang akan diukur. Setiap kondisi ketinggian level air dipertahankan sekitar 60 detik dengan tujuan data yang tersimpan dapat memperlihatkan nilai tegangan hasil akuisisi dan perubahan nilainya setiap ada penurunan level air. Hasil ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 5. Hubungan antara posisi katup dengan debit air yang dilewatkan Grafik diatas menunjukkan kenaikan debit secara proporsional untuk rentang posisi katup antara 0 % sampai 75% dan relatif hampir sama untuk posisi diatas 50% sampai full open. Oleh karenanya daerah tersebut digunakan untuk menghitung K1 pada pemodelan.
Uji Pengosongan Reservoir Uji pengosongan dilakukan untuk mendapatkan informasi debit keluaran dari setiap reservoir. Uji pengosongan dilakukan dengan cara mengkondisikan reservoir penuh air dan pipa keluaran ditutup pada awalnya, serta semua katup dikondisikan full-close agar tidak ada air yang keluar dari reservoir kecuali dari pipa pembuangan. Setelah kondisi awal sudah terpenuhi maka pipa keluaran dibuka penuh secara spontan dan data ketinggian disimpan setiap detiknya oleh komputer. Data uji pengosongan reservoir ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 4. Hasil pengukuran data kalibrasi sensor jarak terhadap level air Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa sensor jarak memberikan respon yang cukup baik terhadap perubahan level air pada reservoir.
Uji Pengisian Reservoir Karena tidak tersedia flowmeter pada sistem ini maka untuk mengetahui hubungan antara posisi katup dengan debit air dilakukanlah uji pengisian reservoir. Pengujian dilakukan dengan mengisi air ke dalam reservoir dari ketinggian air 10 cm sampai penuh (50 cm), debit dihitung dengan menggunakan rumus berikut. Debit rerata =
Volume Reservoir (liter) ( Waktu akumulasi pengisian Reservoir (detik)
9)
Nilai rentang debit terhadap tegangan masukan dipilih untuk respon debit yang linier terhadap posisi bukaan katup adalah 0 sd 170 cm3/detik, dan tegangan 1 sd 4 V (0% sd 75% open). Grafik
Gambar 6. Hasil uji pengosongan reservoir Dengan menggunakan Gambar 6 maka nilai debit keluaran dapat dihitung berdasarkan perubahan level air. Terlebih dahulu diperlukan regresi terhadap data level air untuk memudahkan perhitungan nilai debit. Persamaan matematis yang digunakan untuk menghitung debit air pembuangan ditunjukkan berikut ini:
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
234
ISSN 0216 - 3128 Debit (cm 3 /detik) =
Yoyok Dwi Setyo Pambudi
2 Perubahan Level Air (cm) x 0,25 x3,14 x Dinner Re servoir
(10)
Periode Penyimpanan Data Level Air (detik)
RA =
h 40 = = 0,53cm − 2 det ik q 75,33
RB =
h 40 = = 0,45cm −2 det ik q 89,62 πd in2 π (19cm) 2
C A& B =
= = 283,385 cm 2 4 4 Sehingga diperoleh fungsi alih orde 1 untuk:
Gambar 7. Grafik hubungan antara level air dan debit keluaran (untuk menghitung R) Dengan menggunakan persamaan 10 maka dapat dibuat grafik hubungan antara level air dan debit keluaran (untuk menghitung R) ditunjukkan Gambar 7. Grafik tersebut menunjukkan adanya ketidaklinieran pada hubungan antara level air dan debit air. Hal ini dikarenakan ketinggian level air berbanding lurus dengan kuadrat laju air keluaran. Oleh karenanya saat menghitung resistansi ditetapkan ketinggian level air pada tangki sebesar 40 cm yang merupakan daerah kerja sistem ini.
Reservoir A
Reservoir B
H (s) 0,53 = Q( s ) 0,53 x 283,385s + 1
H (s) 0,45 = Q( s ) 0,45 x 283,385s + 1
H (s) 0,53 = Q( s ) 150,2 s + 1
H (s) 0,45 = Q( s ) 127,5s + 1
Gtotal ( s ) = e −θs K 1G ( s ) K 2 . Nilai K2 merupa-
Penyusunan fungsi alih
kan rentang sensor terhadap level air dipilih untuk respon level air ke tegangan didapatkan 0.04 volt/cm. Sehingga fungsi alih total tangki A adalah 1,4416 dan fungsi alih tangki GtotalA ( s ) = e −15, 7 s 150,2 s + 1 B GtotalB ( s ) = e −15, 7 s 1,02006 127,5s + 1 .
Fungsi transfer yang digunakan untuk identifikasi sistem reservoir ganda terlinierisasi terdiri dari beberapa faktor yaitu pengaruh katup terhadap laju aliran yang terbentuk, panjang pipa lintasan antara katup dan reservoir. Diagram blok penyusun fungsi transfer ditunjukkan pada Gambar 8.
Waktu tunda untuk tangki A dan tangki B relatif sama hal ini karena penyusunan model menggunakan data rancangan fisik system yang pastinya identik untuk tiap hubungan valve reservoir. Demikian juga fungsi alih orde 1 mempunyai nilai pole dan zero yang relative sama.
IDENTIFIKASI SISTEM DURESS DENGAN METODE KURVA REAKSI PROSES Identifikasi pada Katup V1 Reservoir A Gambar 8. Diagram blok penyusun fungsi transfer sistem pengaliran air Nilai K1 dihitung berdasarkan rentang kerja tegangan masukan aktuator katup. Waktu tunda akibat jalur pipa dihitung berdasarkan nilai debit yang menghasilkan kondisi steady state pada saat ketinggian level air di reservoir sebesar 40 cm. Reservoir diasumsikan sebagai sistem orde 1 dengan nilai R dihitung untuk ketinggian level air sebesar 40 cm, adapun nilai C merupakan luas penampang reservoir. Dari penelitian didapatkan nilai K1 sebesar 56,67. Dan waktu tunda adalah 15,7 detik. Sedang persamaan orde satu untuk linierisasi sistem tangki pada daerah kerja 40 cm adalah pada reservoir A dan reservoir B adalah sebagai berikut:
Hasil Data pengujian respon undak kalang terbuka untuk hubungan antara katup V1 dengan reservoir A ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9.
Respon undak kalang terbuka antara katup V1 dan reservoir A
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
Yoyok Dwi Setyo Pambudi
ISSN 0216 - 3128
Perhitungan parameter sistem berdasarkan metode kurva reaksi proses adalah berikut :
δ = 2,3 − 2,2 = 0,1volt
235
keluaran[4]. Nilai loss function (J) dari model yang dihasilkan adalah: N
J LS = ∑ ε i
∆ = 1,24 − 0,90 = 0,34 volt K = ∆ = 0,34 = 3,4 p 0,1 δ
=
i =1
1000
N
∑ (y i =1
i
− yˆ i )
2
= ∑ ( yi − yˆi ) =
V63% = (0,63x0,34) + 0,90 = 1,1142 volt V28% = (0,28 x0,34) + 0,90 = 0,9952 volt t 63% ≈ 588 − 135 = 453 det ik t 28% ≈ 294 − 135 = 159 det ik τ = 1,5 x(453 − 159) = 441det ik θ = 453 − 441 = 12 det ik Dengan demikian fungsi transfer sistem antara katup V1 dan reservoir A adalah berikut ini:
G (s) = e
2
−12 s
3,4 441s + 1
Fungsi transfer hasil identifikasi dengan metode kurva reaksi proses tersebut kemudian disimulasikan menggunakan Simulink dari Matlab 7.0 seperti ditunjukkan pada Gambar 10. dengan memberikan input fungsi step dengan nilai 2,2 – 2,3 dan penambahan konstanta sebesar -6,56 agar responnya mendekati respon sistem sesungguhnya.
2
i =1
0,7687 Sedang besarnya nilai loss function rata-rata, adalah
J LS = =
1 N ( yi − yˆi )2 ∑ N i =1
1 1000 ( yi − yˆi )2 = 0,000768 ∑ 1000 i =1
Dari perhitungan, didapatkan nilai dan J LS dan
J LS yang cukup kecil, dan berdasarkan Gambar bentuk respon simulasi yang hampir mendekati data uji langsung maka dapat dibuktikan bahwa model telah mendekati proses sebenarnya. Berikutnya dilakukan identifikasi pada hubungan katup V2ReservoirA, Katup V3-ReservoirB, dan pada Katup V4- ReservoirB hasilnya ditunjukan pada Gambar12: Dengan menggunakan metode kurva reaksi proses telah didapatkan fungsi alih pada untuk tiap jalur katup ke reservoir adalah sebagai berikut: 3,5 G2 A ( s ) = e −16 s 267 s + 1
dengan nilai
Gambar 10. Blok diagram simulasi katup V1 reservoir A dengan penambahan konstanta. Untuk meyakinkan bahwa model yang dibuat sudah mendekati fungsi alih sistem maka hasil simulasi digabung dengan step respon dari sistem ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11.
Perbandingan simulasi dengan step respon katup V1 reservoir A Untuk mengetahui kedekatan model dengan proses yang sebenarnya, dilakukan perhitungan loss function berdasarkan selisih antara tegangan
J LS =0,002143 4,2 G3 B ( s ) = e −31s 327 s + 1
dengan nilai
J LS =0,001494 4,3 G4 B ( s ) = e −30 s 330 s + 1
dengan nilai J LS = 0,001237 Hasil dari keempat grafik hubungan valvetangki diatas, terlihat dari respon sinyal input terhadap sinyal output menunjukkan bentuk respon orde satu, sesuai dengan Ogata[3]. Nilai besarnya waktu tunda cukup besar sekitar 12-16 detik untuk saluran ke tangki A, dan sekitar 30-31 detik untuk jalur ke tangki B dikarenakan panjangnya pipa antara actuator yang membangkitkan sinyal input dengan sensor level. Besarnya nilai tunda ini harus diperhatikan nantinya dalam merancang pengendali pada penelitian lanjutan. Nilai waktu tunda untuk V1TA hamper sama dengan V2TA sedang V3TB mirip V4TB menunjukkan bahwa karateristik fisik hubungan katup tangki tersebut sama. Walaupun rancangan fisik sistem seperti panjang, diameter pipa sama, maupun diameter tangki A dan B serupa tetapi pada pada realisasinya pasti ada perbedaan. Demikian juga dengan aktuator dan sensor walaupun
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
236
ISSN 0216 - 3128
keempatnya setipe pastilah ada sedikit perbedaan
Yoyok Dwi Setyo Pambudi
kelakuan.
Gambar 12. Hasil pengujian dan simulasi untuk katup V2 TA, V3 TB, dan V4 TB
KESIMPULAN Identifikasi sistem DURESS dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemodelan dengan menghitung resistansi dan kapasitansi dan dengan menggunakan metode kurva reaksi proses. Dari pemodelan setiap hubungan katup dan reservoir didapatkan nilai dan J LS dan
J LS yang
cukup kecil berkisar 0,0001 sd 0,0002 untuk pengambilan 1000 data dan berdasarkan bentuk respon simulasi yang mendekati data uji langsung maka dapat dibuktikan bahwa model telah mendekati proses sebenarnya. Sistem tangki air sebenarnya merupakan sistem yang tidak linier, linierisasi dapat dilakukan untuk sistem pengendalian level air pada daerah kerja level air yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006, Tentang Kebijakan Energi Nasional 2. THOMAS E. MARLIN, 2000, Process Control Designing processes and Control Systems for Dynamic Performance, Mc Graw Hill
4. SUBIANTORO, ARIES, Diktat Kuliah Sistem Kendali Adaptif (Depok : Control System Research Group Jurusan Elektro FTUI, 2002)
TANYA JAWAB Abdul Hafid −
Apa manfaat fungsi alih DURESS dan apakah semua sistem harus dibuat fungsi alih DURESS?
Yoyok Dwi Setyo P •
Fungsi alih sistem DURESS berfungsi untuk merancang parameter-parameter pada algoritma kendali yang akan diterapkan. Setiap sistem yang akan diberi pengendali harus dicari fungsi alih sistemnya, fungsi alih berbeda-beda tergantung karakteristik fisik sistem. Oleh karena itu saat menyusun fungsi alih sq harus dibuat lagi. Sistem DURESS dapat dipakai untuk mempelajari pengendali pada sistem generator PLTN.
3. OGATA, K., 1996, Teknik Kontrol Automatik Jilid I, Erlangga, Jakarta.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011