214
PENERAPAN LOGIKA FUZZY SEBAGAI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA Decky Irmawan1), Khamami Herusantoso2) 1) Stasiun Meteorologi Klas I Ngurah Rai Gedung GOI Lt.II Bandara Ngurah Rai Denpasar 2) Pusdiklat Keuangan Umum Jl. Pancoran Timur II No.1 Jakarta Selatan e-mail:
[email protected],
[email protected] Abstract One of weather analyzing source is contributed by Radiosonde; an instrument aimed to record atmospheric condition. The output may consist of several variables. Through proper methods, we can predict both weather and thunderstorm in next 12 hours. The research uses fuzzy logic approachment through Sugeno Ordo 0 methods. To test the effectiveness of system, datas from January 2009 involved. The output then compared through real condition at similar time.The result shows weather prediction appoints 76%. Meanwhile thunderstorm prediction appoints 86%. These mean fuzzy logic approachment deserves a decision support system to forecast both weather and thunderstorm in next 12 hours. Keywords: weather forecast, fuzzy logic, Sugeno Ordo 0 methods, Radiosonde 1.
Pendahuluan
Kian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadikan hal tersebut sebagai suatu kebutuhan. Teknologi tidak hanya berkutat di pusat-pusat kegiatan ekonomi manusia, tetapi juga telah menyentuh bidang yang lebih spesifik. Di antara yang spesifik tersebut adalah teknologi informasi dan komunikasi di bidang meteorologi. Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari keadaan cuaca beserta sifat fisisnya. Pemanfaatan teknologi di bidang meteorologi dapat diterapkan untuk: • • • • •
melakukan pengamatan cuaca, melaksanakan analisis dan prakiraan cuaca membuat model cuaca menyelenggarakan sistem komunikasi dan jaringan informasi cuaca pemeliharaan instrumen cuaca
Pada dasarnya, dalam melakukan analisis cuaca, dibutuhkan masukan yang terdiri dari berbagai unsur meteorologi. Pendekatan untuk memahami kejadian cuaca dilakukan dengan menggunakan bermacam teori fisika dan matematika, yang selanjutnya diterapkan ke dalam sistem komputer sehingga dapat mendukung prakirawan dalam memprakirakan cuaca. Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng, menggunakan beberapa sumber untuk membuat informasi prakiraan. Di antaranya dengan memanfaatkan data hasil pengamatan Radiosonde (rason), yaitu pengamatan dengan cara menerbangkan setiap 12 jam sekali sebuah perangkat elektronik yang dilengkapi pemancar untuk mengetahui e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung
dinamika atmosfer. Sinyal yang dipancarkan dari rason akan diterima oleh stasiun pengamatan cuaca di permukaan bumi dan selanjutnya diolah dengan perangkat lunak RAOB sehingga akan menghasilkan output berupa informasi dinamika atmosfer pada suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi. Dengan dilakukannya pengamatan rason tiap 12 jam, maka sebagian output data pengamatan rason tersebut setidaknya dapat digunakan untuk memprakirakan kondisi cuaca maupun peluang badai guntur dalam 12 jam ke depan. Sebagian output data rason dimaksud adalah gaya angkat uap air itu sendiri atau SWEAT (Severe Weather Threat), energi potensial yang memungkinkan uap air terangkat secara vertikal atau CAPE (Convective Available Potential Energy), dan ketersediaan uap air pada ketinggian tertentu di atmosfer atau RH 700 (Relative Humidity at 700 mb), K Indeks yang merupakan metode untuk memprakirakan peluang badai guntur di daerah tropis, serta Total Totals Indeks untuk mengetahui laju penurunan suhu pada lapisan atmosfer antara 850 mb dan 500 mb. Masing-masing variabel tersebut memiliki rentang skala yang berbeda dalam memberikan kriteria prakiraan. Untuk menyederhanakan persepsi agar menghasilkan kriteria prakiraan cuaca yang sama dari beberapa variabel di atas, perlu ada suatu metode yang dapat membantu menjelaskan batasan antara satu kriteria dengan kriteria lainnya. Dengan begitu, akan lebih mudah dalam mendukung keputusan prakiraan kondisi cuaca umum di suatu wilayah, apakah cerah, berawan, ataupun hujan. Serta dapat memprakirakan peluang terjadinya
215
badai guntur, apakah lemah atau kuat. Salah satu metode yang mampu mengatasi permasalahan ini adalah pendekatan logika fuzzy, yaitu suatu sistem yang dibangun dengan definisi, cara kerja dan deskripsi yang jelas berdasarkan logika fuzzy. Sejauh yang penulis ketahui, selama ini sebagian besar penelitian untuk mamprakirakan cuaca berdasarkan logika fuzzy dilakukan dengan memanfaatkan output data unsur pengamatan cuaca permukaan. Sedangkan penggunaan logika fuzzy untuk memprakirakan cuaca dalam 12 jam ke depan (very short range) dengan memanfaatkan output data hasil pengamatan rason belum pernah dilakukan. 2. Dasar Teori 2.1. Logika Fuzzy Menurut Agus Naba, logika fuzzy adalah: ”Sebuah metodologi berhitung dengan variabel kata-kata (linguistic variable) sebagai pengganti berhitung dengan bilangan. Kata-kata yang digunakan dalam fuzzy logic memang tidak sepresisi bilangan, namun kata-kata jauh lebih dekat dengan intuisi manusia” (Naba, 2009). Pemahaman tentang logika fuzzy adalah bahwa pada dasarnya tidak semua keputusan dijelaskan hanya dengan 0 atau 1, melainkan ada kondisi yang terdapat di antara keduanya. Daerah di antara 0 dan 1 inilah yang dikenal dengan fuzzy atau tersamar. Secara umum, konsep sistem logika fuzzy adalah: • Himpunan tegas, adalah nilai keanggotaan suatu item dalam suatu himpunan tertentu. • Himpunan fuzzy, adalah suatu himpunan yang digunakan untuk mengatasi kekakuan dari himpunan tegas. • Fungsi keanggotaan, memiliki interval 0-1 • Variabel linguistik, adalah suatu variabel yang memiliki nilai berupa kata-kata yang dinyatakan dalam bahasa alamiah dan bukan angka. • Operasi dasar himpunan fuzzy, adalah operasi untuk menggabungkan dan atau memodifikasi himpunan fuzzy. • Aturan (rule) if-then fuzzy adalah suatu pernyataan if-then, di mana beberapa kata-kata dalam pernyataan tersebut ditentukan oleh fungsi keanggotaan. Dalam proses pemanfaatan logika fuzzy, hal yang perlu diperhatikan adalah cara mengolah input menjadi output melalui sistem inferensi fuzzy. Inferensi fuzzy metode atau cara untuk merumuskan pemetaan dari ma-sukan yang diberikan kepada sebuah output. Proses ini melibatkan: fungsi keanggotaan, operasi logika, serta aturan IF-THEN. Hasil dari proses ini akan menghasilkan sebuah sistem yang disebut Sistem Inferensi Fuzzy (FIS). Pada logika fuzzy, tersedia e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung
beberapa jenis FIS, antara lain Mamdani, Sugeno dan Tsukamoto. 2.2. Metode Mamdani Metode Mamdani adalah cara untuk mendapatkan keluaran dengan menggunakan tahapan: • Fuzzifikasi: tahapan di mana variabel masukan maupun keluaran terdiri atas satu atau lebih himpunan fuzzy. Selanjutnya derajat keanggotaan masing-masing variabel ditentukan, sehingga akan didapatkan nilai linguistiknya. Dengan cara ini, setiap variabel masukan difuzzifikasikan. • Aplikasi Fungsi Implikasi: tahap di mana proses mendapatkan kesimpulan sebuah aturan IF-THEN dilakukan berdasarkan derajat kebenaran. Fungsi Implikasi yang digunakan pada metode ini adalah fungsi minimum, artinya menetapkan fungsi terkecil di antara dua atau lebih bilangan. • Komposisi: disebut juga dengan agregasi, adalah suatu proses untuk mengkombinasikan keluaran semua IF-THEN menjadi sebuah kesimpulan tunggal. Jika pada bagian kesimpulan terdapat lebih dari satu pernyataan, maka proses agregasi dilakukan secara terpisah untuk tiap variabel keluaran aturan IF-THEN. Agre-gasi semacam ini dijalankan dengan logika fuzzy OR. • Penegasan (defuzzy) adalah tahapan di mana besaran fuzzy hasil dari sistem inferensi, diubah menjadi besaran tegas. Input dari defuzzifikasi adalah suatu himpunan yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. 2.3. Metode Sugeno Pada dasarnya tidak banyak perbedaan antara FIS metode Mamdani dan Sugeno. Perbedaan utamanya hanya terletak pada keluaran sistemnya yang bukan berupa himpunan fuzzy, tetapi berupa konstanta atau persamaan linear. Metode ini memiliki dua model, yaitu Orde 0 dan Orde 1. Pada Orde 0, rumusnya adalah: IF (x1 is a1) ° (x2 is A2) °…°(xn is An) THEN z= k, dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke i sebagai antaseden (alasan), ° adalah operator fuzzy (AND atau OR) dan k merupakan konstanta tegas sebagai konsekuen (kesimpulan). Sedangkan rumus Orde 1 adalah: IF (x1 is a1) ° (x2 is A2) °…°(xn is An) THEN z = p1*x1+…+pn*xn+q,
216 dengan Ai adalah himpunan fuzzy ke i seba-gai antaseden, ° adalah operator fuzzy (AND atau OR), pi adalah konstanta ke i dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen. 2.4. Prakiraan cuaca Prakiraan cuaca merupakan suatu hasil kegiatan pengamatan kondisi fisis dan dinamis udara dari berbagai tempat pengamatan yang kemudian dikumpulkan, di mana kumpulan hasil pengamatan dilakukan secara matematis dengan memperhatikan ruang dan waktu kecenderungan kondisi fisis udara sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu prakiraan. Menurut Zakir (2008): di Indonesia informasi prakiraan cuaca yang sudah dikenal masyarakat adalah berawan, cerah dan hujan. Sementara itu untuk terjadinya hujan dikaitkan dengan proses fisis dan dinamis atmosfer yang diketahui melalui parameter-parameter seperti adanya massa udara, gaya vertikal dan energi. Karena itu dalam memprakirakan cuaca perlu pengetahuan dasar terhadap parameter yang digunakan (p.9). 2.5. Labilitas Udara Sebagai Faktor Pembentuk Cuaca Udara dipersepsikan sebagai paket atau parsel yang dapat terangkat jika suhu di dalam parsel tersebut lebih hangat dibandingkan suhu di lingkungan luarnya. Sedangkan jika suhu di dalam parsel lebih dingin daripada suhu di lingkungan luarnya, maka parsel tidak dapat terangkat dan akan kembali ke tempat semula. Ketika parsel terangkat, artinya parsel bergerak menuju tempat yang bertekanan lebih rendah. Akibatnya parsel akan mengembang. Untuk mengembang, parsel memerlukan energi yang diambil dari dalam parsel tersebut. Konsekuensinya, akibat energinya terlepas, maka suhu parsel tersebut akan turun. Proses ini disebut adiabatik. Jika parsel dapat terus naik dan kelembaban udaranya mencapai 100%, maka pertumbuhan awan akan mulai terjadi. 2.6. Terjadinya Badai Guntur Badai guntur atau Thunderstorm (selanjutnya disingkat TS) merupakan peristiwa terlepasnya satu atau lebih muatan positif kelistrikan di atmosfer secara mendadak yang ditandai dengan adanya kilat atau guntur. TS selalu terjadi pada awan konvektif yang kuat, yaitu awan Cumulonimbus/CB. 3.
Metode Penelitian
Data primer hasil pengamatan rason semula hanya berupa data tekanan, arah dan kecepatan angin, kelembaban udara, suhu udara dan suhu titik embun serta ketinggian lapisan atmosfer di e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung
mana data cuaca dicatat. Dengan memasukkan data tersebut ke dalam RAOB 5.7, hasil keluaran akan menunjukkan informasi nilai masing-masing variabel. Berikut adalah contoh output RAOB 5.7:
Gambar 1. Hasil pengolahan rason dengan RAOB5.7
Sebagian data di atas yaitu: SWEAT, CAPE, RH700, K Indeks dan Total Totals Indeks lalu dipilih untuk dipergunakan sebagai variabel masukan. Klasifikasi variabel tersebut adalah: a. SWEAT, dengan kriteria: < 145 konvektivitas lemah 145 to 205 konvektivitas kuat > 205 konvektivitas sangat kuat b. CAPE, dengan kriteria: < 1000 energinya kecil 1000 - 2500 energinya besar > 2500 energinya sangat besar c. RH 700, dengan kriteria: > 10 kandungan uap air sedikit 10 to 60 kandungan uap air sedang > 60 kandungan uap air banyak d. K Index, dengan kriteria: < 40 potensi labilitas kecil ≥ 40 potensi labilitas besar e. Total Totals Index, dengan kriteria: < 45 Tidak ada awan CB ≥ 45 Ada awan CB 3.1. Sistem Inferensi Fuzzy a. Pembentukan Fungsi Keanggotaan Penelitian diawali dengan pengelompokan masing-masing variabel menjadi tiga himpunan, dengan masing-masing himpunan memiliki rentang nilai tertentu. Karena menggunakan operator AND, maka penentuan nilai keanggotaan (α-predikat), dilakukan dengan mengambil nilai minimum dari hasil operasi pembentukan aturan fuzzy. Kurva untuk daerah tepi berbentuk bahu, sedangkan bagian tengah berbentuk segitiga. Fungsi kurva bahu adalah untuk mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy, dengan rumusan fungsi keanggotaan untuk bahu kiri: 1
,
≤a
217
µ“Kriteri Linguistik 1” (x) =
b-x , b-a 0
,
a≤x≤b x ≥ b (3.1)
Untuk kurva segitiga, rumusan fungsi keanggotaannya adalah: 0 ,x≤a
µ“Kriteria Linguistik 2” (x)=
x-a ,a≤x≤b b-a c-x
,b≤x≤c
c-b 0
, x ≥ c (3.2)
Sedangkan rumusan fungsi keanggotaan untuk bahu kanan adalah: 0 ,x≤b µ“Kriteria Linguistik 3”(x) =
x-b c-b 1
b≤x≤c x ≥ c (3.3)
Untuk memprakirakan peluang TS, karena fungsi keanggotaannya hanya terdiri dari dua himpunan, fungsi segitiga tidak dipergunakan. b.
Aplikasi Fungsi Implikasi, Komposisi dan Penegasan dengan Metode Suge-no Orde 0 Untuk prakiraan cuaca umum, di bawah ini digambarkan Sistem Inferensi Fuzzy:
Gambar 2. Diagram Sistem Inferensi Fuzzy untuk memprakiraan cuaca umum
Dari diagram di atas, nampak bahwa tiap variabel memiliki kriteria tersendiri untuk menentukan kejadian cuaca. Untuk menentukan prakiraan cuaca umum, diperlukan kombinasi kriteria dari ketiga variabel tersebut, sebagaimana dilakukan dalam pembentukan aturan fuzzy. Untuk mendapatkan keluaran, caranya dengan menghitung ratarata terbobot berdasarkan rumus: Z = α1(w1) + α2(w2) + α2(w2) + … + αn(wn) α1 + α2 + α2 +… + αn dengan Z = output rata-rata yang telah diberi bobot dan berupa konstanta (k), α = α-predikat = nilai minimum dari hasil operasi pembentukan aturan fuzzy ke n w = bobot untuk setiap prakiraan dalam pembentukan aturan fuzzy Cara dan metode yang sama juga digu-nakan untuk memprakirakan peluang terjadinya TS, dengan variabel yang digunakan adalah K Indeks dan Total Totals Indeks dengan masing-masing variabel terdiri atas dua himpunan fuzzy. Diagram berikut akan menjelaskan bagaimana logika fuzzy dilakukan dalam FIS untuk memprakirakan TS:
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung
218
•
ngan kilat disertai guntur. Jika hanya terdengar suara guntur, meskipun tidak nampak kilat, maka kriteria tersebut termasuk TS kuat. TS dikatakan lemah jika dalam selang waktu yang dimaksud hanya terlihat kilat saja namun tidak terdengar suara guntur, atau tidak ada guntur dan kilat sama sekali.
4.
Analisa Dan Pembahasan
Tabel II Output Data Rason Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng Bulan Januari 2009 Gambar 3. Diagram Sistem Inferensi Fuzzy untuk memprakirakan TS
c.
Verifikasi Verifikasi dilakukan untuk mengetahui prosentase tingkat ketepatan prakiraan dibandingkan kondisi cuaca sebenarnya. Rumus verifikasinya: TK = ∑ data prakiraan cuaca benar x 100% ∑ data kondisi cuaca sebenarnya
Guna mengetahui nilai hasil verifikasi, maka perlu dilakukan kualifikasi sebagai berikut:
NO
TGL
JAM
SWEAT
CAPE
RH
KI
TI
1
1
2
1
0.00
241
30.42
82
35.5
44.7
12.00
206.19
3.81
62
27.3
37.4
3
2
4
2
0.00
205.39
103.36
58
28.3
42.2
12.00
237.29
25.19
66
29.9
5
3
0.00
40.4
142.82
23.66
66
27.3
38.8
6
3
12.00
-
-
-
-
-
7
4
0.00
70.61
1.07
54
18.7
33.8
8
4
12.00
97.81
28.67
40
16.9
35
9
5
0.00
203.6
5.3
46
26.6
43.9
10
5
12.00
204.81
625.36
79
34.2
41.6
Tabel I Skor Penilaian Data Hasil Verifikasi
11
6
0.00
212.39
145.23
79
33.3
41.5
Skor
Nilai Tk. Ketepatan
12
6
12.00
214.81
323.35
88
35.7
42.7
91 - 100
13
7
0.00
-
-
-
-
-
7
12.00
217.21
1342.52
79
35.6
44.4 43.7
A
Kategori Istimewa
B
Sangat Baik
81 - 90
14
C
Baik
71 - 80
15
8
0.00
193.61
182.72
79
33.7
61 - 70
16
8
12.00
231.53
1572
96
40.3
47
9
0.00
232.4
629.55
90
34.6
42 44.3
D
Cukup Baik
E
Kurang
51 - 60
17
F
Sangat Kurang
< 50
18
9
12.00
214.4
1415.23
82
35.5
19
10
0.00
222.82
123.34
83
35.7
45.9
20
10
12.00
188.2
11.22
50
22.9
37.6
21
11
0.00
191.79
61.14
62
26.1
37.4
22
11
12.00
219.8
85.56
87
34.7
42.6
23
12
0.00
230.4
221.07
85
35.7
44.8
24
12
12.00
261
133.3
94
36.5
42.7
25
13
0.00
252.2
1252.93
97
36.9
43.8
26
13
12.00
231.21
0
66
29.5
38.8
27
14
0.00
250.2
50
76
34.4
43.3
28
14
12.00
253
849.24
72
32.9
43.8
29
15
0.00
226.8
548.77
72
32.1
32.1
30
15
12.00
213.41
415.87
82
33.1
41.5
31
16
0.00
236.6
575.67
95
33.7
38.9
32
16
12.00
218.21
195.16
80
31.5
38.3
33
17
0.00
211.41
302.98
71
30.2
40.3
34
17
12.00
207.41
836.78
78
32.8
41.3
35
18
0.00
208.21
84.65
62
26.8
38.1
36
18
12.00
217.01
339.29
89
35.5
41.9
37
19
0.00
227.62
676.86
80
34.4
43.1
d.
Kriteria Kondisi Cuaca dan TS Untuk memudahkan pemahaman apakah kondisi cuaca dianggap cerah, berawan atau hujan, maka dibuat batasan-batasan sebagai berikut: • Cuaca cerah jika pada rentang waktu yang ditentukan jumlah awan yang menutupi langit ≤ 4 oktas (menutupi kurang dari separuh hingga separuh bagian langit) dan tidak terjadi hujan • Cuaca berawan jika pada rentang waktu yang ditentukan jumlah awan yang menutupi langit > 4 oktas dan tidak terjadi hujan • Cuaca hujan jika pada rentang waktu yang ditentukan terjadi hujan tanpa mempertimbangkan berapa banyak jumlah awan yang menutupi langit. Sedangkan batasan untuk memperkirakan peluang TS adalah: • TS dinyatakan kuat jika pada rentang waktu yang dimaksud terjadi muatan kelistrikan di atmosfer secara mendadak yang ditandai dee-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung
219
38
19
12.00
227.81
732.42
82
36.6
45.8
39
20
0.00
204.01
273.8
73
32.1
41.8
40
20
12.00
196.41
450.31
71
31.6
31.6
41
21
0.00
190.01
133.41
62
27.4
37.9
42
21
12.00
173.61
0
62
26.9
36.2
43
22
0.00
188.41
0
62
27
27
44
22
12.00
188.81
92.67
62
29.1
39.4
45
23
0.00
239.8
1161.69
92
38.6
38.6
46
23
12.00
209
178.36
58
31
43.5
47
24
0.00
221.8
908.64
50
28.9
28.9
48
24
12.00
218.2
340.35
74
34.7
44.4
49
25
0.00
197.21
593.09
78
36.4
46.5
50
25
12.00
192.81
44.86
75
34.2
44.1
51
26
0.00
204.81
821.31
91
38
45.5
52
26
12.00
200.41
411.02
71
33.4
43.7
53
27
0.00
215.61
778.53
79
34.5
44.1
54
27
12.00
228.4
228.5
62
29.6
41.1
55
28
0.00
202.81
56.73
79
32.7
41.5
56
28
12.00
213.2
283.83
74
33.2
43.1
57
29
0.00
217.6
128.02
92
36
42.5
58
29
12.00
212.41
319.92
91
36
42.5
59
30
0.00
238
169.26
81
34.9
43.5
60
30
12.00
-
-
-
-
-
61
31
0.00
-
-
-
-
-
62
31
12.00
210.01
311.88
90
35.3
41.6
Sumber: Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng
4.1. FIS untuk Prakiraan Cuaca Umum a. Pembentukan Fungsi Keanggotaan
Fuzzifikasi SWEAT
Fuzzifikasi CAPE
Fuzzifikasi RH700
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung
b.
Aplikasi Fungsi Implikasi, Komposisi dan Penegasan (Defuzzy) Setelah menerima input fungsi keanggotaan dari masing-masing himpunan di atas, langkah selanjutnya adalah mengkombinasikan himpunanhimpunan tersebut menjadi 27 aturan (R). Dengan menggunakan operator AND dalam kombinasi ini, maka penentuan α-predikat dilakukan dengan mencari nilai ter-kecil dari setiap kombinasi. Agar lebih mudah memahami proses implikasi, komposisi, dan defuzzy, kita asumsikan bahwa: • Untuk fungsi keanggotaan SWEAT, himpunan lemah diberi bobot 1, kuat diberi bobot 2, dan sangat kuat diberi bobot 3. • Untuk fungsi keanggotaan CAPE: himpunan kecil diberi bobot 1, besar diberi bobot 2, dan sangat besar diberi bobot 3. • Untuk fungsi keanggotaan RH700: him-punan sedikit diberi bobot 1, sedang diberi bobot 2, dan banyak diberi bobot 3. Berdasarkan pernyataan tersebut, pemaham-an mengenai ke 27 aturan tersebut beserta pembobotannya adalah sebagai berikut: (R1) Jika konvektivitas lemah (1), energi kecil (1) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah cerah (0.33). 2. (R2) Jika konvektivitas lemah (1), energi kecil (1) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah cerah (0.44). 3. (R3) Jika konvektivitas lemah (1), energi kecil (1) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 4. (R4) Jika konvektivitas kuat (2), energi kecil (1) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.44). 5. (R5) Jika konvektivitas kuat (2), energi kecil (1) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 6. (R6) Jika konvektivitas kuat (2), energi kecil (1) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 7. (R7) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi kecil (1) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 8. (R8) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi kecil (1) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 9. (R9) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi kecil (1) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (0.77). 10. (R10) Jika konvektivitas lemah (1), energi besar (2) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah cerah (0.44). 11. (R11) Jika konvektivitas lemah (1), energi besar (2) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 1.
220 12. (R12) Jika konvektivitas lemah (1), energi besar (2) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 13. (R13) Jika konvektivitas kuat (2), energi besar (2) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 14. (R14) Jika konvektivitas kuat (2), energi besar (2) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 15. (R15) Jika konvektivitas kuat (2), energi besar (2) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah berawan (0.715). 16. (R16) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi besar (2) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 17. (R17) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi besar (2) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.715). 18. (R18) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi besar (2) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (0.88). 19. (R19) Jika konvektivitas lemah (1), energi sangat besar (3) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 20. (R20) Jika konvektivitas lemah (1), energi sangat besar (3) dan uap air sedang (2 maka prakiraan adalah berawan (0.66). 21. (R21) Jika konvektivitas lemah (1), energi sangat besar (3) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (0.77). 22. (R22) Jika konvektivitas kuat (2), energi sangat besar (3) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 23. (R23) Jika konvektivitas kuat (2), energi sangat besar (3) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.715). 24. (R24) Jika konvektivitas kuat (2), energi sangat besar (3) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (0.88). 25. (R25) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi sangat besar (3) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah hujan (0.77) 26. (R26) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi sangat besar (3) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah hujan (0.88) 27. (R27) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi sangat besar (3) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (1) Semula, logika untuk memperoleh bobot prakiraan cuaca adalah dengan menjumlah bobot kombinasi antar himpunan. Namun karena rentang nilai bobot pada logika fuzzy adalah antara 0 sampai 1, maka nilai masing-masing bobot dikali 0.11, agar bobot maksimum 1 tercapai. Sedangkan untuk menen-tukan prakiraan cuaca adalah dengan mem-pertimbangkan komposisi bobot paling doe-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung
minan dari tiga himpunan yang ada. Kecuali pada R3, R7 dan R19 dengan komposisi bobot (1 1 3), (1 3 1) dan (3 1 1), kriteria prakiraannya adalah berawan. Permasalahannya adalah, bagaimana jika terdapat hasil yang sama namun komposisi penjumlahan bobotnya berbeda seperti pada R9, R21 dan R25 dengan komposisi bo-bot (3 1 3), (1 3 3) dan (3 3 1) serta pada R15, R17 dan R23 dengan komposisi bobot (2 2 3), (3 2 2) dan (2 3 2) yang sama-sama berjumlah 7? Untuk membedakannya dalam fungsi IF-THEN, maka pada R9, R21 dan R25 diberi bobot 7 x 0.11 = 0.77 yang masuk dalam kriteria hujan. Sedangkan pada R15, R17 dan R23 diberi bobot 6.5 x 0.11 = 0.715, yang masuk dalam kriteria berawan. Dengan demikian maka kriteria prakiraan cuaca umum yang berlaku adalah: • • •
cerah jika skor ≤ 0.44 berawan jika skor 0.44 < Z < 0.77 hujan jika skor ≥ 0.77 skor maksimum 1.
Dengan memasukkan variabel output data rason untuk prakiraan cuaca umum tanggal 01 Januari 2009, akan didapati nilai SWEAT sebesar 241 masuk dalam himpunan sangat sangat kuat (3), nilai CAPE sebesar 30.42 masuk dalam himpunan lemah (1) dan nilai RH700 sebesar 82 masuk dalam himpunan banyak (3). Komposisi ini pada dasarnya sama dengan komposisi pada R9 dengan bobot nilai akhir 0.77. Namun berdasarkan runtutan proses, hasil akhirnya tidak serta-merta didapat langsung hanya dengan memperhatikan satu aturan saja, karena masih harus melalui proses agregasi, yaitu proses untuk mengubah besaran fuzzy menjadi bilangan tegas. Dalam metode Sugeno Orde 0, agregasi dilakukan dengan menghitung rata-rata terbobot, di mana hasil akhir (Z) merupa-kan jumlah total α-predikatmin dikali bobot dibagi jumlah total α-predikatmin. Jumlah total αpredikatmin yang telah diberi bobot adalah 0.77 dan jumlah total α-predikatmin. adalah 1, sehingga akan didapati bahwa Z adalah 0.77/1 = 0.77. Berdasarkan kriteria, nilai 0.77 masuk kategori hujan. 4.2. FIS untuk Prakiraan Peluang TS a. Pembentukan Fungsi Keanggotaan Pembentukan fungsi keanggotaan juga dilakukan terhadap variabel untuk memprakirakan peluang badai guntur. Terdapat dua variabel untuk menentukan prakiraan cuaca dengan tiap-tiap variabel digolongkan menjadi dua himpunan kriteria.
221
Fuzzifikasi K Indeks
Fuzzifikasi K Indeks
b.
Aplikasi Fungsi Implikasi, Komposisi dan Penegasan (Defuzzy) Setelah menerima input fungsi keanggotaan dari masing-masing himpunan di atas, langkah selanjutnya adalah mengkombinasi-kan himpunanhimpunan tersebut menjadi 4 aturan. Dengan menggunakan operator AND dalam kombinasi ini, maka penentuan α-pre-dikat dilakukan dengan mencari nilai terkecil dari setiap kombinasi. Penjelasan untuk me-mahami tabel di atas adalah: 1.
2.
3.
4.
(R1) Jika atmosfer stabil, dan perawanan menunjukkan tidak ada CB, maka praki-raan adalah TS lemah dengan bobot (0). (R2) Jika atmosfer stabil, dan perawanan menunjukkan ada CB, maka prakiraan adalah TS lemah dengan bobot (0.5). (R3) Jika atmosfer labil, dan perawanan menunjukkan tidak ada CB, maka praki-raan adalah TS lemah dengan bobot (0). (R4) Jika atmosfer labil, dan perawanan menunjukkan ada CB, maka prakiraan adalah TS kuat dengan bobot (1).
Pada dasarnya, syarat untuk terbentuknya badai guntur (TS) adalah tersedianya potensi labilitas yang besar dan selalu terbentuk dari awan CB. Itulah mengapa pada indeks yang menunjukkan kestabilan atmosfer dan tidak ada awan CB diberi bobot 0. Sedangkan alasan pembobotan pada aturan nomer dua adalah karena meskipun kondisi stabil, namun ada indikasi awan CB. Sehingga peluang terjadinya CB adalah 50-50. Sedangkan untuk menentukan peluang TS, secara empirik diberi bobot: TS Lemah jika skor ≤ 0.90 TS Kuat jika skor > 0.90 dengan skor maksimum 1. Setelah pembobotan pada masing-masing aturan selesai dilakukan, maka perlu proses agregasi untuk mengubah besaran fuzzy menjadi • •
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung
bilangan tegas. Dalam metode Sugeno Orde 0, agregasi dilakukan dengan meng-hitung rata-rata terbobot, di mana hasil akhir (Z) merupakan jumlah α-predikatmin dikali bobot dibagi jumlah αpredikatmin. Dengan memasukkan variabel output data rason untuk prakiraan peluang TS tanggal 01 Januari 2009, di mana nilai K Indeks sebesar 35.5 dan nilai T Indeks sebesar 44.7, maka jumlah total α-predikatmin yang telah diberi bobot ya-itu 0.8875 dibagi jumlah total α-predikatmin. yaitu 1.02, akan memperoleh Z= 0.8875/1.02 = 0.87. Berdasarkan kriteria prakiraan peluang terjadinya TS, nilai 0.87 termasuk da-lam kategori TS Lemah. 4.3. UJI VERIFIKASI Untuk membandingkan sejauh mana prakiraan sesuai dengan kejadian sebenarnya, kolom paling kanan dari kedua tabel di bawah ini akan menunjukkan kondisi cuaca sebenar-nya sesuai waktu kejadian. Tabel III. Verifikasi Prakiraan Cuaca Umum Bulan Januari 2009 Data
TGL
Jam
Z
Prakiraan
Fakta Berawan
ke 1
1
0.00
0.77
Hujan
2
1
12.00
0.77
Hujan
Hujan
3
2
0.00
0.761
Berawan
Berawan
4
2
12.00
0.77
Hujan
Berawan
5
3
0.00
0.656
Berawan
Berawan
6
3
12.00
-
-
-
7
4
0.00
0.524
Berawan
Berawan
8
4
12.00
0.352
Cerah
Cerah
9
5
0.00
0.358
Cerah
Berawan
10
5
12.00
0.769
Berawan
Berawan
11
6
0.00
0.77
Hujan
Hujan
12
6
12.00
0.77
Hujan
Berawan
13
7
0.00
-
-
-
14
7
12.00
0.821
Hujan
Hujan
15
8
0.00
0.749
Berawan
Berawan
16
8
12.00
0.854
Hujan
Hujan
17
9
0.00
0.77
Hujan
Hujan
18
9
12.00
0.831
Hujan
Hujan
19
10
0.00
0.758
Berawan
Berawan
20
10
12.00
0.682
Berawan
Hujan
21
11
0.00
0.746
Berawan
Berawan
22
11
12.00
0.77
Hujan
Hujan
23
12
0.00
0.77
Hujan
Hujan
24
12
12.00
0.77
Hujan
Hujan
25
13
0.00
0.807
Hujan
Hujan
26
13
12.00
0.77
Hujan
Hujan
27
14
0.00
0.77
Hujan
Hujan
28
14
12.00
0.77
Hujan
Hujan
29
15
0.00
0.77
Hujan
Hujan
30
15
12.00
0.77
Hujan
Hujan
31
16
0.00
0.77
Hujan
Hujan
32
16
12.00
0.77
Hujan
Hujan
222
33
17
0.00
0.77
Hujan
Hujan
20
10
34
17
12.00
0.77
Hujan
Hujan
21
11
0.00
0.394
TS Lemah
Tidak Ada TS
35
18
0.00
0.77
Hujan
Berawan
22
11
12.00
0.711
TS Lemah
Tidak Ada TS
36
18
12.00
0.77
Hujan
Hujan
23
12
0.00
0.875
TS Lemah
Tidak Ada TS
37
19
0.00
0.77
Hujan
Berawan
38
19
12.00
0.77
Hujan
Berawan
24
12
12.00
0.76
TS Lemah
Tidak Ada TS
25
13
0.00
0.839
TS Lemah
Tidak Ada TS
13
12.00
0.473
TS Lemah
Tidak Ada TS Tidak Ada TS
39
20
0.00
0.768
Berawan
Berawan
12.00
0.372
TS Lemah
Tidak Ada TS
40
20
12.00
0.755
Berawan
Berawan
26
41
21
0.00
0.743
Berawan
Berawan
27
14
0.00
0.741
TS Lemah
42
21
12.00
0.713
Berawan
Hujan
28
14
12.00
0.748
TS Lemah
Terjadi TS
43
22
0.00
0.747
Berawan
Berawan
29
15
0.00
0.319
TS Lemah
Tidak Ada TS
44
22
12.00
0.74
Berawan
Berawan
30
15
12.00
0.627
TS Lemah
Tidak Ada TS
45
23
0.00
0.794
Hujan
Hujan 31
16
0.00
0.547
TS Lemah
Tidak Ada TS
32
16
12.00
0.492
TS Lemah
Tidak Ada TS
33
17
0.00
0.532
TS Lemah
Tidak Ada TS Tidak Ada TS
46
23
12.00
0.77
Hujan
Berawan
47
24
0.00
0.726
Berawan
Berawan
48
24
12.00
0.77
Hujan
Berawan
49
25
0.00
0.756
Berawan
Berawan
34
17
12.00
0.621
TS Lemah
50
25
12.00
0.748
Berawan
Hujan
35
18
0.00
0.414
TS Lemah
Tidak Ada TS
51
26
0.00
0.77
Hujan
Hujan
36
18
12.00
0.693
TS Lemah
Tidak Ada TS
52
26
12.00
0.761
Berawan
Hujan
37
19
0.00
0.741
TS Lemah
Tidak Ada TS
53
27
0.00
0.77
Hujan
Hujan
38
19
12.00
0.915
TS Kuat
Tidak Ada TS
54
27
12.00
0.77
Hujan
Hujan 39
20
0.00
0.627
TS Lemah
Tidak Ada TS
55
28
0.00
0.766
Berawan
Berawan
56
28
12.00
0.77
Hujan
Hujan
40
20
12.00
0.333
TS Lemah
Tidak Ada TS
41
21
0.00
0.418
TS Lemah
Tidak Ada TS
21
12.00
0.401
TS Lemah
Tidak Ada TS
57
29
0.00
0.77
Hujan
Berawan
58
29
12.00
0.77
Hujan
Hujan
42
59
30
0.00
0.77
Hujan
Hujan
43
22
0.00
0.369
TS Lemah
Tidak Ada TS
60
30
12.00
-
-
-
44
22
12.00
0.463
TS Lemah
Tidak Ada TS
61
31
0.00
-
-
-
45
23
0.00
0.662
TS Lemah
Tidak Ada TS
62
31
12.00
0.77
Hujan
Hujan
46
23
12.00
0.68
TS Lemah
Tidak Ada TS
47
24
0.00
0.269
TS Lemah
Tidak Ada TS
48
24
12.00
0.818
TS Lemah
Terjadi TS
49
25
0.00
0.91
TS Kuat
Tidak Ada TS
50
25
12.00
0.792
TS Lemah
Tidak Ada TS
Tabel IV. Verifikasi Prakiraan Peluang TS Bulan Januari 2009 Data ke
TGL
Jam
Z
Prakiraan
Fakta
1
1
0.00
0.87
TS Lemah
Tidak Ada TS
51
26
0.00
0.95
TS Kuat
Terjadi TS
2
1
12.00
0.406
TS Lemah
Tidak Ada TS
52
26
12.00
0.746
TS Lemah
Tidak Ada TS
3
2
0.00
0.571
TS Lemah
Tidak Ada TS
53
27
0.00
0.799
TS Lemah
Tidak Ada TS
4
2
12.00
0.534
TS Lemah
Tidak Ada TS
54
27
12.00
0.552
TS Lemah
Terjadi TS
5
3
0.00
0.438
TS Lemah
Tidak Ada TS
55
28
0.00
0.619
TS Lemah
Tidak Ada TS
6
3
12.00
-
-
-
56
28
12.00
0.716
TS Lemah
Terjadi TS
7
4
0.00
0.251
TS Lemah
Tidak Ada TS
57
29
0.00
0.738
TS Lemah
Tidak Ada TS
8
4
12.00
0.28
TS Lemah
Tidak Ada TS
58
29
12.00
0.738
TS Lemah
Tidak Ada TS
9
5
0.00
0.605
TS Lemah
Tidak Ada TS
59
30
0.00
0.765
TS Lemah
Tidak Ada TS
10
5
12.00
0.658
TS Lemah
Tidak Ada TS
60
30
12.00
-
-
-
11
6
0.00
0.631
TS Lemah
Tidak Ada TS
61
31
0.00
-
-
-
12
6
12.00
0.744
TS Lemah
Terjadi TS
62
31
12.00
0.679
TS Lemah
Tidak Ada TS
13
7
0.00
-
-
-
14
7
12.00
0.84
TS Lemah
Tidak Ada TS
15
8
0.00
0.755
TS Lemah
Tidak Ada TS
16
8
12.00
1
TS Kuat
Tidak Ada TS
17
9
0.00
0.687
TS Lemah
Tidak Ada TS
18
9
12.00
0.837
TS Lemah
Tidak Ada TS
19
10
0.00
0.893
TS Lemah
Tidak Ada TS
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung
Berdasarkan data ke dua tabel di atas, maka: a. Hasil prakiraan cuaca umum bulan Ja-nuari 2009 menunjukkan 44 data tepat dari 58 data yang ada. Uji verifikasinya: (44/58) x 100% = 76% dengan kategori baik. b. Hasil prakiraan peluang TS bulan Januari 2009, menunjukkan 50 data tepat dari 58 data
223 yang ada. Uji verifikasinya: (50/58) x 100% = 86% dengan kategori sangat baik. 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan a. Logika fuzzy dengan Metode Sugeno Orde 0 ini dapat diterapkan sebagai sistem pendukung untuk memprakirakan cuaca, yang ditunjukkan berdasarkan hasil pengolahan, analisa, dan uji verifikasi terhadap data-data yang diteliti. b. Para prakirawan di Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng akan dapat dengan mudah mengambil keputusan untuk me-nentukan keadaan cuaca dalam 12 jam ke depan: apakah cerah, berawan atau hujan. Juga dapat dengan cepat menen-tukan peluang terjadinya TS, lemah atau-kah kuat. 5.2. Saran a. Diperlukan berbagai masukan untuk memperbaiki tingkat keakuratannya. Di antaranya adalah dengan mencari alternatif variabel yang tersedia pada data hasil pengamatan rason, memodifikasi fungsi keanggotaan masing-masing him-punan variabel, maupun menentukan bobot nilai alternatif di luar penelitian ini. b. Sampel penelitian dapat diperluas hingga ke seluruh stasiun yang melakukan peng-amatan rason. c. Penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian sejenis selama masih menerapkan sistem pendukung keputusan de-ngan Logika Fuzzy. 6.
DAFTAR REFERENSI
[1] Atmospheric Stability, 2005, Nopember 12 2010
[2] Kusumadewi, Sri, & Hartati, Sri (2010), Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy & Jaringan Syaraf Edisi 2, Yogyakarta, Graha Ilmu [3] Kusumadewi, Sri, dan Purnomo, Hari (2010), Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan, Yogyakarta, Graha Ilmu. [4] Naba, Agus (2009), Belajar Cepat Fuzzy Logic Menggunakan MATLAB, Yogyakarta, Andi Offset. [5] Zakir, Achmad (2008), Modul Praktis Analisa dan Prakiraan Cuaca, Jakarta, Pusat Sistem Data dan Informasi Meteorologi.
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 14-15 Juni 2011, Bandung