PENERAPAN KONTROL TENDON SEMIAKTIF PADA STRUKTUR PORTAL BAJA 9-LANTAI DENGAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN Application of Semi active Tendon Control on 9-Story Steel Structure Frame with Artificial Neural Network Algorithm Fardy Muhammad Ichsan Sukirman Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Bandung email:
[email protected]
ABSTRACT Conventional building-engineering technology is designed for passive structures which only rely on its mass and stiffness to provide support for static load caused by own load and external dynamic loads likes earthquakes, ocean’s wave, winds, machines, and vehicles. The reliability performance of structures often valued only from the stiffness and rigidity. Another solution is modify the structures’ behavior until can be reduce the deformations and strained happened. Along with the science and technology development in nummerical, computations, and instrumentations, the structures’ responses in the form of deviation, velocity, and acceleration caused by external dynamic loads, can be controlled through mechanism of control systems which can automatically adaptable, so that the characteristics and dynamic’s behavior can be increased. This report examines theoritical study (calculation) of semiactive control in buildingstructure which affected by dynamic loads excitation using semiactive tendons. The analysis of dynamic’s responses reduction based on the optimum location of tendon in 9-story steel structure frame model. Then, the value of control force is compared between three difference conditions: Without control, with optimal control algortihm, and with artificial neural network (ANN) algorithm.The theoritical study shows that the artificial neural network (ANN) algorithm gives satisfactory results for many types of base excitation such as El Centro, Kobe’s, and Chichi’s earthquake accelerations, which relative simple formulation and trained program, so that can reduces considerably computational time for execute. Key Words/Phrase: Structures’ responses, semiactive control, artificial neural network.
PENDAHULUAN Secara geomorfologis, wilayah Indonesia terletak pada jalur ring of fire (cincin api) dunia, yang berarti memiliki potensi aktivitas gempa vulkanik yang tinggi. Selain itu, kepulauan Indonesia terbentuk akibat pergeseran empat lempang besar dunia, yaitu Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Filipina, sehingga memiliki potensi aktivitas gempa tektonik yang juga tinggi. Perilaku alam ini merupakan tantangan besar bagi pengembangan teknologi dalam ilmu rekayasa bangunan, agar mampu menciptakan infrastruktur yang handal sehingga meminimalisasi kerugian materi dan timbulnya korban jiwa. Teknologi rekayasa bangunan konvensional dirancang sebagai struktur pasif yang hanya mengandalkan massa dan kekakuannya untuk menahan beban statik akibat beratnya sendiri dan beban luar dinamik akibat aktivitas alam, seperti gempa bumi, gelombang laut, angin, mesin, dan kendaraan. Oleh karena itu, seringkali keandalan kinerja struktur dinilai dari kekakuan dan kemasifan struktur saja, yang berujung pada mahalnya harga bangunan dan desain yang kaku. Seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan pembangunan dalam dekade ini, semakin banyak dibutuhkan bangunan tinggi untuk pemukiman dan
perkantoran karena keterbatasan lahan di perkotaan, jembatan bentang panjang untuk akses vital distribusi barang dan jasa yang melintasi sungai bahkan selat, bendungan besar untuk pembangkit listrik dan irigasi pertanian, serta lahirnya penemuan material baru yang semakin ringan dan kuat. Semua kondisi tersebut mengisyaratkan struktur yang bersifat fleksibel dan tinggi/panjang, dengan desain efisien, dimensi optimal, dan massa yang semakin ringan. Desain struktur seperti ini jauh dari arti kaku dan masif dalam arti sebenarnya. Akibatnya, metode konvensional semakin ditinggalkan baik dari segi teknologi maupun finansial. Ketidakkekakuan struktur menjadi sorotan utama saat transisi ke metode non-konvensional, sedangkan peraturan dan standar yang ada menuntut persyaratan keamanan, kenyamanan operasional, dan kemampuan struktur untuk tetap bisa bertahan terhadap beban-beban statik dan dinamik selama masa layannya. Reaktor pembangkit, pabrik, ruang kontrol, bangunan radar, laboratorium khusus, dan rumah sakit adalah contoh bangunan yang sangat sensitif terhadap beban dinamik. Hal-hal inilah yang kemudian mendasari pengembangan konsep perancangan bangunan yang mampu beradaptasi terhadap beban dinamik. Dalam hal ini, respons struktur yang berupa perpindahan,
kecepatan, dan percepatan yang terjadi akibat beban luar dinamik, dapat dikendalikan melalui mekanisme sistem kontrol yang mampu beradaptasi secara otomatis, sehingga karakteristik dan perilaku dinamik struktur dapat diperbaiki dan ditingkatkan. Ide ini tentunya ditunjang juga oleh kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang numerik, komputasi, dan instrumentasi dalam rentang dua dekade terakhir.
Matriks redaman tidak dapat dibentuk dengan metode elemen hingga, sehingga dilakukan beberapa pendekatan, diantaranya yang paling umum digunakan adalah metode Rayleigh karena memenuhi sifat ortogonalitas, sehingga dapat dipakai dalam keperluan analisis dinamik dengan metode superposisi modal. Dalam pendekatan ini, redaman dianggap memiliki hubungan linier terhadap massa dan kekakuan. 𝐂 = 𝛼𝐌 + 𝛽𝐊
ANALISIS DINAMIK Asumsi-asumsi dasar yang digunakan untuk memodelkan suatu struktur sebagai bangunan geser antara lain adalah massa dari struktur yang terpusat di setiap lantainya, sehingga massa lantai akan menjadi titik-titik referensi perpindahan massa pada lantai tersebut dan terbatas pada perpindahan translasi horizontal. Kolom dianggap tidak memanjang dan/atau memendek dalam arah aksial, serta pelat tidak berotasi (kaku sempurna) karena kekakuan balok dianggap tak terhingga. Asumsiasumsi ini menyederhanakan struktur tersebut dari banyak derajat kebebasan menjadi hanya satu derajat kebebasan di setiap lantainya. Modelisasi struktur seperti ini disebut metode elemen hingga (finite element method/FEM). Persamaan dinamik struktur yang terkena eksitasi beban gempa adalah:
Rasio redaman 𝜉 diperoleh dari grafik hubungan rasio redaman dan frekuensi (Gambar 1), yang dirumuskan sebagai berikut:
𝐌 𝐱̈ + 𝐂 𝐱̇ + 𝐊 𝐱 = 𝐟 − 𝐌 𝟏 𝑥̈𝑔
Gambar 1 Grafik hubungan rasio redaman dan frekuensi (redaman Rayleigh)
dengan 𝐌, 𝐂, dan 𝐊 berturut-turut adalah matriks massa, redaman, dan kekakuan. 𝐟, 𝟏, dan 𝑥̈𝑔 adalah vektor gaya, vektor dengan elemen 1, dan percepatan gempa pada tumpuan. 𝐱̈ , 𝐱̇ , dan 𝐱 berturut-turut adalah vektor percepatan, kecepatan, dan perpindahan relatif terhadap tumpuan. Matriks massa dan kekakuan struktur dibentuk dari matriks elemen yang ditentukan sebagai berikut: 140 ⎡ 0 𝜌𝐴𝐿 ⎢ 0 ⎢ 𝐦= 420 ⎢ 70 ⎢ 0 ⎣ 0
𝐸𝐴 ⎡ ⎢ 𝐿 ⎢ 0 ⎢ ⎢ 𝐸 𝐼⎢ 0 𝐤= 3 ⎢ 𝐸𝐴 𝐿 ⎢− ⎢ 𝐿 ⎢ 0 ⎢ ⎢ ⎣ 0
0 156 22𝐿 0 54 −13𝐿 0
𝐸𝐼 𝐿3 𝐸𝐼 6 2 𝐿
12
0
𝐸𝐼 −12 3 𝐿 𝐸𝐼 6 2 𝐿
0 22𝐿 4𝐿2 0 13𝐿 −3𝐿2 0
𝐸𝐼 𝐿2 𝐸𝐼 4 𝐿 6
0
𝐸𝐼 −6 2 𝐿 𝐸𝐼 2 𝐿
70 0 0 140 0 0
−
𝐸𝐴 𝐿
0 0
𝐸𝐴 𝐿 0 0
0 54 13𝐿 0 156 −22𝐿 0
𝐸𝐼 𝐿3 𝐸𝐼 −6 2 𝐿
−12
0
𝐸𝐼 𝐿3 𝐸𝐼 −6 2 𝐿 12
0 −13𝐿⎤ ⎥ −3𝐿2 ⎥ 0 ⎥ −22𝐿⎥ 4𝐿2 ⎦
⎤ ⎥ 𝐸𝐼 6 2 ⎥ 𝐿 ⎥ 𝐸𝐼 ⎥ 2 𝐿 ⎥ ⎥ 0 ⎥ ⎥ 𝐸𝐼 −6 2 ⎥ 𝐿 ⎥ 𝐸𝐼 ⎥ 4 𝐿 ⎦ 0
𝜉
𝜉𝑛 =
𝛼 𝛽𝜔𝑛 + 2𝜔𝑛 2 Kombinasi (redaman)
𝜉𝑛
Proporsi kekakuan: 𝛽 𝛼 = 0; 𝜉 = 𝜔 2
𝜉𝑚
Proporsi massa: 𝛼 𝛽 = 0; 𝜉 = 2𝜔
𝜔𝑚
𝜔𝑛
Hubungan rasio redaman dirumuskan sebagai berikut: 1 ⎡ 1 𝜔 𝜉 � 𝑚� = ⎢ 𝑚 𝜉𝑛 2⎢ 1 ⎣ 𝜔𝑛
dan
𝜔
frekuensi
𝜔𝑚 ⎤ 𝛼 ⎥� � 𝛽 𝜔𝑛 ⎥ ⎦
Karena variasi rasio redaman terhadap frekuensi sulit diperoleh, maka rasio redaman untuk kedua frekuensi pada titik referensi yang ditinjau secara berurutan berharga 𝜉𝑚 ≈ 𝜉𝑛 = 𝜉, sehingga: 𝛼 �𝛽 � =
2𝜉 𝜔 𝜔 � 𝑚 𝑛� 1 𝜔𝑚 + 𝜔𝑛
KONDENSASI DINAMIK Prinsip dasar kondensasi adalah mendapatkan persamaan nilai Eigen dengan dimensi yang lebih kecil dari sistem asalnya dengan kesalahan seminimal mungkin terutama pada frekuensi rendah. Pemilihan titik-titik pengukuran dilakukan berdasarkan kemudahan untuk kepentingan analisis derajat kebebasan tersebut. Untuk tujuan ini,
dilakukan pembagian derajat kebabasan struktur menjadi derajat kebebasan utama/master 𝑚 (𝑚 << 𝑛) dan derajat kebebasan sekunder/slave 𝑠, dengan 𝑛 adalah jumlah derajat kebebasan (DOF) struktur asal. Dengan demikian, kita dapat melakukan pembagian vektor perpindahan, matriks massa, dan matriks kekakuan sebagai berikut: 𝐱𝑚 𝐱 = �𝐱 � 𝑠 𝐌 𝐌𝑛𝑛 = � 𝑚𝑚 𝐌𝑠𝑚
𝐌𝑚𝑠 𝐊 𝐊 �; 𝐊 𝑛𝑛 = � 𝐊𝑚𝑚 𝐊𝑚𝑠 � 𝐌𝑠𝑠 𝑠𝑚 𝑠𝑠
Selanjutnya didefinisikan transformasi berikut:
Ψ=�
𝐱 = Ψ 𝐱𝑚
𝐈 𝐈 � � = � −1 Ψ𝑠𝑚 −𝐊 𝑠𝑠 𝐊 𝑠𝑚
Berdasarkan teori osilasi, akan didapatkan persamaan nilai Eigen yang terkondensasi dengan dimensi yang lebih kecil dari sistem asalnya, dengan: � 𝑚𝑚 = Ψ T 𝐌 Ψ 𝐌 � 𝑚𝑚 = Ψ T 𝐊 Ψ 𝐊
� 𝑚𝑚 dan 𝐊 � 𝑚𝑚 adalah matriks massa dan dengan 𝐌 kekakuan yang telah dikondensasi dan mempunyai derajat kebebasan yang lebih kecil dari asalnya. Frekuensi natural sistem terkondensasi dapat diperoleh dengan menggunakan solusi Eigen standar. Persamaan gerak untuk model dinamik setelah dikondensasi menjadi: ̅ − 𝐌 � 𝑚𝑚 𝐱̈ 𝑚 + 𝐂�𝑚𝑚 𝐱̇ 𝑚 + 𝐊 � 𝑚𝑚 𝐱 𝑚 = 𝐟𝑚 � 𝑚𝑚 𝟏 𝐱̈ 𝑔 𝐌
dengan 𝐂�𝑚𝑚 adalah matriks redaman Rayleigh.
METODE RUANG KEADAAN (STATE-SPACE) Persamaan gerak suatu sistem dinamik 𝑛 derajat kebebasan dengan 𝑚 gaya kontrol adalah: 𝐌 𝐱̈ (𝑡) + 𝐂 𝐱̇ (𝑡) + 𝐊 𝐱(𝑡) = 𝐇 𝐮(𝑡) + 𝐄 𝐟(𝑡)
dengan 𝐌, 𝐂, dan 𝐊 berturut-turut adalah matriks 𝑛 × 𝑛 massa, redaman, dan kekakuan. 𝐱̈ (𝑡), 𝐱̇ (𝑡), dan 𝐱(𝑡) berturut-turut adalah vektor 𝑛 percepatan, perpindahan, dan kecepatan struktur. 𝐇 adalah matriks 𝑛 × 𝑚 lokasi gaya kontrol dan 𝐄 adalah matriks 𝑛 × 𝑟 lokasi gaya eksitasi luar. 𝐮(𝑡) adalah vektor m gaya kontrol dan 𝐟(𝑡) adalah vektor r gaya eksitasi luar. Bentuk ruang keadaan untuk persamaan gerak dan keluaran tersebut adalah: 𝐳̇ (𝑡) = 𝐀 𝐳(𝑡) + 𝐁 𝐮(𝑡) + 𝐖 𝐟(𝑡), 𝐳(𝑡0 ) = 𝐳0 𝑦(𝑡) = 𝐂 𝐳(𝑡) + 𝐃 𝐮(𝑡)
dengan:
𝐱(𝑡) � 𝐳(𝑡) = � 𝐱̇ (𝑡)
𝟎 𝐈 𝟎 �; 𝐁 = � −1 � −𝐌 −1 𝐊 −𝐌 −1 𝐂 𝐌 𝐇 𝟎 �; 𝐂 = [𝐈 𝟎]; 𝐃 = 𝟎 𝐖=� −𝐌 −1 𝐄
𝐀=�
dengan 𝐳(𝑡) adalah vektor keadaan 2𝑛 dari vektor perpindahan dan vektor kecepatan, 𝐀 adalah matriks 2𝑛 × 2𝑛 parameter struktur, 𝐁 adalah matriks 2𝑛 × 𝑚 lokasi gaya kontrol, dan 𝐖 adalah matriks 2𝑛 × 𝑟 lokasi gaya eksitasi luar. KONTROL SEMIAKTIF STRUKTUR Pada skema sistem kontrol semiaktif (Gambar 2), terdapat perangkat sensor yang digunakan untuk melakukan pembacaan respons struktur aktual (metode umpan balik), dan/atau sensor yang digunakan untuk melakukan pembacaan percepatan eksitasi beban dinamik (metode umpan maju) sebagai data koreksi masukan berkala bagi kontroler yang akan membangkitkan gaya kontrol yang disalurkan melalui aktuator. SENSOR
KONTROLER
SENSOR
SUMBER ENERGI POTENSIAL RENDAH
UMPAN MAJU
EKSITASI
KONTROL SEMIAKTIF
(AKTUATOR)
STRUKTUR
UMPAN BALIK
RESPONS
Sumber: Michael D. Symans dan Michael C. Constantinou (1999: 469)
Gambar 2 Skema sistem kontrol semiaktif
Pada prinsipnya, sistem kontrol semiaktif merupakan kombinasi keunggulan sistem kontrol aktif dan pasif. Sifat fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan performa efisien yang dimiliki sistem kontrol aktif, dikombinasikan dengan karakteristik peredam pasif yang tidak membutuhkan suplai energi luar (walaupun kontrol semiaktif membutuhkan energi dalam jumlah yang kecil, seperti untuk mengubah sifat mekanis alat), yang berarti selalu stabil dan dapat diandalkan. Permasalahan kontrol optimal adalah mencari vektor gain 𝐆 untuk memperoleh gaya kontrol 𝐮(𝑡) yang meminimalisasi harga 𝐽 sebagai berikut: 𝑡𝑓
𝐽 = � [𝐳 T (𝑡) 𝐐 𝐳(𝑡) + 𝐮T (𝑡) 𝐑 𝐮(𝑡)] d𝑡 0
Matriks 𝐐 dan 𝐑 disebut sebagai matriks bobot, dengan harga yang diatur sedemikian rupa
sehingga dicapai timbal-balik (trade off) yang baik antara efektifitas reduksi respons dan konsumsi energi kontrol. Nilai 𝐐 yang besar menunjukkan bahwa reduksi respons diberikan prioritas di atas gaya kontrol yang dibutuhkan. Sebaliknya, bila nilai 𝐑 relatif lebih besar daripada nilai 𝐐, berarti gaya kontrol mendapat prioritas dibandingkan dengan reduksi respons. Untuk kasus tipe kontrol closed loop, maka gaya kontrol dapat dihitung menggunakan rumus: 1
u(t) = G z(t) = − R−1 B T P(t) z(t) 2
dengan 𝐆 adalah faktor pengali kontrol dan 𝐳(𝑡) diperoleh dari hasil pengukuran. Kontrol dengan umpan balik seperti ini akan menghasilkan sistem closed-loop yang stabil. Pada kenyataannya di dalam aplikasi struktur, matriks Riccati 𝐏(𝑡) menunjukkan nilai yang konstan selama interval kontrol dan mendekati nol dengan cepat pada saat 𝑡 menuju 𝑡𝑓 . Dengan demikian, 𝐏(𝑡) dalam banyak kasus dapat didekati dengan suatu matriks konstan 𝐏 yang tidak bergantung waktu, sehingga persamaan Riccati menjadi: 1 𝐏 𝐀 − 𝐏 𝐁 𝐑−1 𝐁 T 𝐏 + 𝐀T 𝐏 + 2𝐐 = 0 2
sehingga faktor pengali kontrol G(t) juga menjadi konstan: 1 𝐆 = − 𝐑−1 𝐁 T 𝐏 2
Dalam tugas akhir ini, matriks 𝐐 dan matriks 𝐑 ditentukan sebagai berikut: 1 ⎡0 ⎢ ⎢0 𝐐 = ⎢∙ ⎢0 ⎢0 ⎣0
0 0 0 ∙ 0 0 0
0 0 1 ∙ 0 0 0
1 0 0 ⎡0 1 0 ⎢ ⎢0 0 1 𝐑 = 𝛾 ⎢∙ ∙ ∙ ⎢0 0 0 ⎢0 0 0 ⎣0 0 0
∙ 0 ∙ 0 ∙ 0 ⋱ ∙ ∙ 1 ∙ 0 ∙ 0 ∙ ∙ ∙ ⋱ ∙ ∙ ∙
0 0 0 ∙ 0 0 0
0 0⎤ ⎥ 0⎥ ∙⎥ 0⎥ 0⎥ 1⎦20×20
0 0 0 0 0 0⎤ ⎥ 0 0 0⎥ ∙ ∙ ∙⎥ 1 0 0⎥ 0 1 0⎥ 0 0 1⎦20×20
dengan 𝛾 yang diperoleh dengan cara coba-coba adalah sebesar 2.8 × 10-12. Dalam tugas akhir ini, digunakan perangkat lunak Matlab® pada Control System Toolbox yang
tersedia untuk memperoleh solusi numerik persamaan Riccati dengan menggunakan fungsi lqr berdasarkan parameter 𝐀, 𝐁, 𝐐, dan 𝐑. JARINGAN SYARAF TIRUAN Menurut Herlien D. Setio, dkk. (2008: 139) jaringan syaraf tiruan (JST) merupakan suatu alat perhitungan, yang mengambil bentuk strukturnya seperti jaringan syaraf pada makhluk hidup. Model idealisasi neuron otak biologis makhluk hidup (Gambar 3), ditunjukkan sebagai berikut:
soma
dendrit 𝑥𝑖 Merepresentasikan dendrit dan sinapsis
𝑊𝑖𝑗
sinapsis
akson
Merepresentasikan soma 𝑦𝑗 = � 𝑥𝑖 𝑊𝑖𝑗 + θ𝑗
𝑥𝑗 = 𝑓�𝑦𝑗 �
Merepresentasikan akson
Sumber: Herlien D. Setio, dkk. (2008: 139)
Gambar 3 Model idealisasi neuron otak biologis makhluk hidup (Fausset, L., 1994)
Dari model tersebut, dapat disimpulkan hal-hal berikut ini: (1) Setiap neuron memiliki suatu aktivasi 𝑦𝑗 yang merupakan jumlah input yang datang lewat koneksi dengan bobotnya. (2) Masukan suatu jalur tertentu adalah sinyal yang datang 𝑥𝑖 dikalikan dengan bobot 𝑊𝑖𝑗 pada koneksinya. (3) 𝑊𝑖𝑗 merepresentasikan sinapsis dan mentransmisikan sinyal ke soma 𝑗. (4) Sinyal yang keluar dari neuron 𝑗 dihitung sebagai 𝑥𝑗 = 𝑓�𝑦𝑗 �, dimana 𝑓�𝑦𝑗 � adalah fungsi aktivasi 𝑦𝑗 pada neuron tersebut. (5) Model neuron tersebut juga mempunyai bias 𝑏. Algoritma jaringan syaraf yang digunakan adalah umpan maju. Tipikal arsitektur jaringan syaraf tiruan multi-lapis dengan algoritma umpan maju (Gambar 4), ditunjukkan sebagai berikut:
Keluaran 𝐮(𝒕)
Masukan 𝐚(𝒕) Lapis masukan
Lapis keluaran Lapis tersembunyi
Sumber: Herlien D. Setio, dkk. (2008: 140)
Gambar 4 Tipikal arsitektur jaringan syaraf tiruan multilapis umpan maju
STUDI KASUS Dalam tugas akhir ini, dilakukan studi mengenai kontrol struktur dengan menggunakan tendon semiaktif yang dilengkapi alat peredam fluida. Studi dilakukan secara teoritis (perhitungan numerik) melalui bangunan model struktur portal baja 9-lantai menggunakan benchmark model 1 (Gambar 5 s.d 6) yang diterbitkan oleh Journal of Engineering Mechanics, American Society of Civil Engineering (ASCE).
KOLOM 5 KOLOM 4 KOLOM 3 KOLOM 2 KOLOM 1
Satu set masukan 𝐚(𝒕) dihubungkan dengan masukan lapisan neuron 𝑖 dan keluaran 𝐮(𝒕) diterima pada lapisan keluaran neuron 𝑘. Beberapa lapisan tersembunyi 𝑗 dipasang di antara lapisan masukan dan keluaran untuk memperbesar kemampuan JST tentang sistem dinamik yang dilatih. Dalam studi ini, jaringan syaraf digunakan untuk menggantikan algoritma kontrol optimal dengan suatu model ekuivalen yang mempunyai fungsi transfer yang sama. Bagian ekuivalen ini hanya memerlukan data respons perpindahan struktur 𝐱 sebagai masukan dan gaya kontrol 𝐮 sebagai keluaran. Dalam tugas akhir ini, digunakan konfigurasi JST 4 lapis dengan 32 buah neuron: Lapis masukan (1 neuron), lapis tersembunyi pertama (15 neuron), lapis tersembunyi kedua (15 neuron), dan lapis keluaran (1 neuron). Proses latihan menggunakan metode Lavenberg-Marquardt trainlm dengan batas kesalahan Mean Squared Error (MSE) = 0.0500 dan jumlah latihan maksimum 2000 iterasi.
0,00 m
Sumber: Y. Ohtori, dkk. (2004: 5)
Gambar 6 Tampak bangunan model
Properti balok, properti kolom, dimensi, dan massa seismik bangunan model (Tabel 1 s.d 4) adalah sebagai berikut: Tabel 1 Properti balok bangunan model BALOK Material 𝑓𝑦 = 248 MPa Profil I (Wide-Flange) Lantai GROUND – 2ND W36×160 Lantai 3RD – 6TH W36×135 Lantai 7TH W30×99 Lantai 8TH W27×84 Lantai 9TH W24×68 Tabel 2 Properti kolom bangunan model KOLOM Material 𝑓𝑦 = 345 MPa Profil I (Wide-Flange) KOLOM 1 W14×500 KOLOM 2 W14×455 KOLOM 3 W14×370 KOLOM 4 W14×283 KOLOM 5 W14×257 Tabel 3 Dimensi bangunan model
U
A
DIMENSI Lebar Bentang arah X Lebar Bentang arah Y Tinggi Lantai BASE Tinggi Lantai GROUND Tinggi Lantai 1ST – 8TH A’
9,15 m 9,15 m 3,65 m 5,49 m 3,96 m
Tabel 4 Massa seismik bangunan model MASSA SEISMIK
Sumber: Y. Ohtori, dkk. (2004: 5)
Gambar 5 Denah bangunan model 1 Didesain oleh Brandow & Johnston Associates, Consulting Structural Engineers, untuk SAC Phase II Steel Project (organisasi nonprofit gabungan Structural Engineers Association of California (SEAOC), Applied Technology Council (ATC), dan California Universities for Research in Earthquake Engineering (CUREE).
Termasuk Rangka Baja, Arah X & Y Rangka Pemikul Momen (RPM)
Lantai GROUND Lantai 1ST Lantai 2ND – 8TH Lantai 9TH Keseluruhan Struktur
9,65 × 105 kg 1,01 × 106 kg 9,89 × 105 kg 1,07 × 106 kg 9,00 × 106 kg
Dalam modelisasi struktur, digunakan beberapa asumsi untuk penyederhanaan sebagai berikut: • Struktur linier, baik dari segi materil (properti elemen) dan geometri • Pengamatan hanya dilakukan pada struktur atas gedung, deformasi perubahan pada tanah akibat eksitasi gempa diabaikan (bangunan kaku sempurna). • Sifat redaman struktur dianggap mengikuti redaman Rayleigh, dimana matriks redaman memiliki hubungan linier dari massa dan kekakuan, dengan 𝜉 = 2%. Adapun tiga bentuk ragam natural pertama (Gambar 7) adalah sebagai berikut: 4 3 2
0
(a)
(b)
(c)
struktur pelat lantai, sedangkan ujung bawahnya dapat bergerak vertikal di sepanjang batang tegak. Dengan merubah posisi ujung bawah batang, sudut tendon akan berubah sehingga peredam viskus akan bekerja. Hanya dibutuhkan energi potensial rendah untuk mengoperasikan aktuator bergerak naik-turun, sehingga disebut semiaktif. Batang Piston Silinder Fluida Kepala Piston
Sumber: Orlando Cundumi Sánchez (2005: 34)
Gambar 10 Peredam viskus fluida
Peredam ini didesain hanya mampu bekerja menahan gaya tekan saja, tetapi tidak memberikan tahanan terhadap gaya tarik. Sehingga perilakunya seperti pengaku yang berupa tendon baja. Dalam tugas akhir ini, akan diuji penggunaan kontrol dalam tiga kombinasi lokasi perangkat tendon (Gambar 11 s.d 13) sebagai berikut:
Gambar 7 Tiga bentuk ragam natural pertama: (a) 𝜔1 = 4.1237 rad/s;(b) 𝜔2 = 10.7981 rad/s; (c) 𝜔3 = 18.4156 rad/s
Tipikal perangkat tendon yang digunakan dilengkapi dengan peredam viskus fluida (Gambar 8 s.d 10), divisualisasikan sebagai berikut: 𝜃
𝜃 𝑐𝑂𝐴
𝑤(𝑡)
𝑐𝑂𝐵
Gambar 11 Lokasi perangkat tendon kombinasi A Sumber: Orlando Cundumi Sánchez (2005: 14)
Gambar 8 Tipikal perangkat tendon 𝑥(𝑡) 𝜃 𝛿
𝑐𝑂𝐴
𝜃
𝜃
𝑐𝑂𝐵
𝑥(𝑡) 𝜃 𝛿
Sumber: Orlando Cundumi Sánchez (2005: 39)
Gambar 9 Mekanisme kerja tendon
Perangkat tendon ini memiliki dua buah peredam viskus fluida yang menyediakan kapasitas redam dengan memanfaatkan terjadinya perubahan sudut tendon yang dipasang dalam konfigurasi berbentuk V. Ujung atas batang tendon mengait pada
Gambar 12 Lokasi perangkat tendon kombinasi B
Di dalam tugas akhir ini, program kalkulasi respons struktur dan gaya kontrol, serta simulasi algoritma jaringan syaraf tiruan dilakukan dengan menggunakan program Matlab®. Melalui uji coba beberapa kombinasi bentuk tendon dengan variabel jumlah aktuator yang tetap, ditentukan konfigurasi lokasi tendon semiaktif yang paling optimal (reduksi respons perpindahan baik dan gaya kontrol minimum), untuk memperoleh respons reduksi perpindahan absolut setiap lantai. Pelatihan algoritma JST menggunakan gempa latih El Centro, untuk kemudian diuji kinerjanya terhadap gempa Kobe dan Chichi. Respons struktur yang telah dikontrol kemudian dianalisis untuk mengetahui sistem kontrol dengan kinerja yang paling optimal. Gambar 13 Lokasi perangkat tendon kombinasi C
PROGRAM Matlab® Diagram alir program Matlab® (Gambar 14) adalah sebagai berikut: Penomoran Koordinat (66 Simpul)
Penomoran Elemen (1-60 Kolom & 61-110 Balok)
Properti Elemen (E, I, & A) Matriks Kekakuan & Matriks Massa
Analisis Dinamik |k - mω2| = 0 (Bentuk Ragam)
Matriks Redaman Rayleigh (ξ = 2%) Program 1 Modelisasi Struktur
Modelisasi Struktur Kondensasi (10 DOF)
Akselerogram dan Kandungan Frekuensi Gempa (El Centro, Kobe, Chichi) Program 3 Fourier Gempa
Respons Struktur Tanpa Kontrol Program 4 Tanpa Kontrol
ANALISIS REDUKSI RESPONS Beban dinamik yang digunakan sebagai simulasi respons struktur adalah eksitasi gempa El Centro (1940), Kobe (1995), dan Chichi (1999) sebagai simulasi. Gempa El Centro dipakai untuk mewakili gempa yang bersifat broadband, gempa Kobe dipakai karena memiliki kontribusi percepatan dalam arah vertikal yang cukup signifikan, dan gempa Chichi dipakai karena mempunyai periode yang panjang. Rekapitulasi reduksi respons perpindahan struktur (Gambar 15) dan rekapitulasi gaya kontrol (Tabel 5) dengan kontrol optimal (RMS) untuk gempa latih El Centro adalah sebagai berikut: 0.07
Kombinasi Perangkat Tendon A, B, C
0.06
Respons Struktur Kontrol Optimal
0.05
Program 5 Kontrol Optimal
0.04
Lantai 1ST Lantai 5 TH Lantai 9TH
0.06533 m
0.04184 m
Kombinasi Perangkat Tendon Optimal: B Gempa Latih: El Centro
x (m) 0.03
Neuron = 30 Iterasi = 2000 Mu maksimum = 1e20 Batas Validasi = 1000
0.02550 m (60.97%)
0.02
(61.84%)
Program 6 Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
0.01
0.01597 m
0.01276 m
0.00508 m (60.18%)
0.02443 m
(62.76%)
0.02474 m (62.13%)
0.01532 m
0.01554 m
0.00486 m
0.00494 m (61.31%)
(63.39%) (62.85%) (61.89%)
Gempa Uji: Kobe dan Chichi
Modelisasi Struktur Awal (136 DOF) Program 2 Kondensasi Guyan
0.00 Respons Struktur Kontrol Algoritma JST Program 7 Kontrol Algoritma JST
Gambar 14 Diagram alir program Matlab®
Kombinasi A Kombinasi B Kombinasi C Tidak Dikontrol
Kontrol Optimal
Gambar 15 Grafik rekapitulasi reduksi respons perpindahan struktur dengan kontrol optimal (RMS)
Tabel 5 Rekapitulasi gaya kontrol dengan kontrol optimal (MAX) Aktuator 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 MAX
Kontrol Optimal (N) Kombinasi A Kombinasi B Kombinasi C 32645.20 38640.97 31550.54 32645.20 38640.97 31550.54 32645.20 38640.97 39322.19 32645.20 38640.97 39322.19 32645.20 38640.97 39322.19 46758.27 44513.49 44798.81 46758.27 44513.49 44798.81 46758.27 44513.49 45847.31 46758.27 44513.49 45847.31 46758.27 44513.49 45847.31 50672.12 54938.65 47181.99 50672.12 54938.65 47181.99 50672.12 54938.65 57698.03 50672.12 54938.65 57698.03 50672.12 54938.65 57698.03 77963.93 73709.33 70291.57 77963.93 73709.33 70291.57 77963.93 73709.33 78904.63 77963.93 73709.33 78904.63 77963.93 73709.33 78904.63 77963.93 78904.63 73709.33
Dari gambar 15 dan tabel 5, diketahui bahwa reduksi respons perpindahan terbesar terjadi pada kombinasi B, karena memiliki reduksi terbesar pada lantai 1ST (61.89%), 5TH (63.39%), dan 9TH (62.76%), atau rata-rata terbesar (62.76%) dari seluruh lantai, serta gaya kontrol maksimum aktuator terkecil (73709.33 N).
Hasil ini kemudian menjadi latihan JST. Proses latihan menggunakan komputer dengan spesifikasi processor Intel® Core™ i3 CPU
[email protected], installed memory (RAM) 2.00 GB, dan system type 64-bit operating system. Setelah melalui beberapa kali pelatihan dengan berbagai konfigurasi JST, diperoleh hasil latihan optimal dengan 1639 iterasi untuk mencapai performa 0.0500 selama 03:25:36. Pada eksitasi gempa El Centro, hasil reduksi respons perpindahan struktur pada kontrol optimal kombinasi B hampir sama baiknya dengan yang ditunjukkan oleh algoritma JST, dengan reduksi pada lantai 1ST (61.86%), 5TH (63.38%), dan 9TH (62.75%), atau rata-rata (62.74%) dari seluruh lantai, serta gaya kontrol maksimum aktuator (73659.87 N) dan rata-rata nilai galat sebesar 0.20%. Pada eksitasi gempa Kobe, hasil reduksi respons perpindahan struktur pada kontrol optimal kombinasi B hampir sama baiknya dengan yang ditunjukkan oleh algoritma JST, dengan reduksi pada lantai 1ST (47.28%), 5TH (35.12%), dan 9TH (29.76%), atau rata-rata (38.74%) dari seluruh lantai, serta gaya kontrol maksimum aktuator (28247.70 N) dan rata-rata nilai galat sebesar 0.17%. Pada eksitasi gempa Chichi, hasil reduksi respons perpindahan struktur pada kontrol optimal kombinasi B hampir sama baiknya dengan yang ditunjukkan oleh algoritma JST, dengan reduksi pada lantai 1ST (31.62%), 5TH (34.58%), dan 9TH (36.46%), atau rata-rata (33.85%) dari seluruh lantai, serta gaya kontrol maksimum aktuator (3924.44 N). dan rata-rata nilai galat sebesar 0.04%.
Respons perpindahan struktur lantai 9TH dengan algoritma JST (RMS) (Gambar 16) adalah sebagai berikut: Tanpa Kontrol
x (m) 0.20 0.10 (a) 0.00 -0.10 0 -0.20 0.05 0.03 (b) 0.00 -0.03 0 -0.05 0.03 0.02 (c) 0.00 -0.02 0 -0.03
5
5
5
10
10
10
15
15
15
Kontrol Optimal
20
20
20
25
25
30
25
30
35
Algoritma JST
30
35
40
40
45
45
50
35
50
55
40
55
60
45
60
65
65
70
75
50
70
80
Gambar 16 Grafik respons perpindahan struktur lantai 9TH dengan algoritma JST (RMS): (a) El Centro; (b) Kobe; (c) Chichi
55
75
80
85
90 t (s)
Ketiga hasil pengujian ini menunjukkan bahwa kinerja program JST sudah baik dalam mereduksi respons struktur seperti halnya kontrol optimal. KESIMPULAN Simpulan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan sistem kontrol struktur dengan menggunakan tendon semiaktif terbukti mampu mereduksi respons perpindahan struktur sebesar 30-60%. Hal ini menunjukkan keandalan kinerja sistem kontrol semiaktif yang merupakan kombinasi keunggulan sistem kontrol aktif (kemampuan adaptasi dan performa efisien) dan keunggulan karakteristik peredam pasif yang tidak membutuhkan suplai energi luar dalam jumlah besar yang berarti selalu stabil dan dapat diandalkan. 2. Perbandingan rata-rata reduksi respons perpindahan struktur dalam tiga kondisi berbeda: Tanpa kontrol, menggunakan algoritma kontrol optimal, dan dengan algoritma jaringan syaraf tiruan (JST), berturut-turut adalah: El Centro (0.0367176 m; 0.0135552 m (62.76%); 0.0135623 m (62.69%)), Kobe (0.0044078 m; 0.0028279 m (38.82%); dan 0.0028309 m (38.72%)), dan Chichi (0.001438 m; 0.0009348 m (33.84%); dan 0.0009347 m (33.82%)). DAFTAR PUSTAKA Casciati, F., Magonette, G., dan Marazzi F. (2006): Technology of Semiactive Devices and Applications in Vibration Mitigation, John Wiley & Sons, Ltd, Chichester. Cheng, Franklin Y., Jiang, H., dan Lou, K. (2008): Smart Structures: Innovative Systems for Seismic Response Control, CRC Press (Taylor & Francis Group). Clough, Ray W. dan Penzien, Joseph. (1975): Dynamics of Structures, McGraw-Hill International Edition, New York. Fausset, L. (1994): Fundamentals of Neural Networks: Architectures, Algorithms, and Application, Prentic Hall, New Jersey. Kamal, Raden Mustofa. (2010): Penerapan Kontrol Aktif pada Struktur Gedung Baja 10 Lantai yang Dikenai Beben Gempa dengan Menggunakan Sistem Kontrol Jaringan Syaraf Tiruan (JST), Tugas Akhir Sarjana, Institut Teknologi Bandung. Kassimali, Aslam. (1999): Matrix Analysis of Structures, Brooks/Cole Publishing Company, Pacific Grove, CA. Harahap, Vito Borkat. (2010): Sistem Kontrol pada Jembatan Cable-Stayed dengan Tendon Aktif
Menggunakan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan, Tugas Akhir Sarjana, Institut Teknologi Bandung. Hrovat, Davorin, Barak, Pinhas, dan Rabins, Michael (1983): Semi-Active Versus Passive or Active Tuned Mass Dampers for Structural Control, Journal of Engineering Mechanics, Vol. 109, No. 3, 691-705. Loh, C. H., Agrawal, A, K., Lynch, J. P., dan Yang, J. N. (2008): Development of Experimental Benchmark Problems for International Collaboration in Structural Response Control, Taylor & Francis Group, London. Lumantarna, B. (1999): Pengantar Analisis Dinamis dan Gempa, Andi Offset, Yogyakarta. Merati, I Gde Widyadnyana. (2011): Catatan Kuliah SI-4112 Dinamika Struktur, Institut Teknologi Bandung. Ohtori, Y., Christenson, R. E., dan Spencer, B. F., Jr. (2004): Benchmark Control Problems for Seismically Excited Nonlinear Buildings, Journal of Engineering Mechanics, ASCE, 130(4), 2004, 366-385. Sánchez, Orlando Cundumi. (2005): A Variabel Damping Semiactive Device for Control of The Seismic Response of Buildings, Doctor of Philosophy Thesis, University of Puerto Rico. Setio, Herlien D., Rahmat Widarbo, dan Patta, Pasca Rante. (2008): Kontrol Vibrasi Aktif pada Struktur yang Mengalami Beban Dinamik dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan dan Algoritma Genetik, Dinamika Teknik Sipil, Volume 8, Nomor 2, Juli 2008, 137-148. Setio, Herlien D. (2011): Catatan Kuliah SI-5212 Dinamika Struktur Lanjut, Institut Teknologi Bandung. Setio, Herlien D. dan Setio, Sangriyadi. (2005): Kontrol Vibrasi Struktur Bangunan dengan Menggunakan Peredam Massa Aktif, Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, Volume 1, Nomor 2, Desember. Siang, Jong Jek. (2004): Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan MATLAB, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Suryanita, Reni, Mudjiatko, dan Hendra Sarfika. (2006): Respon Struktur Sistem Derajat Kebebasan Tunggal Akibat Beban Dinamis dengan Pola Pembebanan Segitiga, Jurnal Sains dan Teknologi, 5 (2), September 2006, 32-37. Symans, Michael D., dan Constantinou, Michael C. (1999): Semiactive Control Systems for Seismic Protection of Structures: A State-of-the-Art Review, Engineering Structures, 21 (1999), 469487. Widodo. (2000): Respons Dinamik Struktur Elastik, UII Press, Yogyakarta.