PENELITIAN TINDAKAN, PRAKSIS PENDIDIK PROFESIONAL *) Sakban Rosidi**)
Sajian serba ringkas tentang kebermaknaan penelitian tindakan dalam dunia pendidikan ini dibangun di atas keyakinan bahwa kerja kependidikan --- paling tidak diharapkan --berkelayakan untuk digolongkan sebagai kerja profesional. Walaupun istilah profesi (profession) telah dipahami dalam makna, dan dihayati dalam citarasa yang berbeda, tetapi jelas bahwa pekerjaan profesi berbeda dari sekedar pekerjaan ketrampilan (vocation) atau semata-mata matapencaharian (occupation). Kajian sosiologi kerja menafsir profesi sebagai pekerjaan dengan ciri: (1) memiliki landasan pengetahuan teoretik (theoretical knowledge), (2) berdasar pendidikan dan pelatihan berkesinambungan (continuing education and training), (3) melakukan praktik kerja yang diatur secara mandiri (self-regulated practice), (4) memiliki kewenangan atas khalayak layanan (authority over served clients), (5) berorientasi lebih kepada masyarakat daripada kepada pamrih pribadi (community rather than self-interest orientation), dan (6) memiliki kode etik dan asosiasi profesi (professional code of conducts and association). Pengembangan Profesi Kependidikan Karena berstatus sedang berkembang (in status ascendi), profesi kependidikan masih sangat perlu untuk dikembangkan. Upaya pengembangan profesi kependidikan dinyatakan berhasil apabila seperangkat pengalaman yang memberdayakan individu pendidik, tim pendidikan, dan organisasi pendidikan untuk memperbaiki kurikulum, pembelajaran, dan penilaian siswa dalam rangka membantu para siswa tumbuh dan berkembang. Pengembangan profesi kependidikan mutlak dibutuhkan sebagai wahana perbaikan kinerja sekolah. Pengembangan profesi kependidikan secara terpadu dan berkesinambungan harus mencakup: (1) pembentukan konsep diri positif, dan rasa
keberhasilan diri tinggi (positive self-concept and high self-efficacy), (2) pengembangan kemampuan kognitif, khususnya, penguatan kemampuan berpikir reflektif (reflective thinking), (3) pengembangan keahlian menuju pedagogi berwawasan ke depan (visionary pedagogy) yang berbudi luhur dan setia kepada maksud (noble and purposeful), terpadu dan utuh (integrative and holistic), konstruktivis (constructivist), aktif dan giat (active and engaging), (4) pengembangan moral agar praktik kependidikan dihayati sebagai kegiatan moral (teaching as a moral activity), dan (5) peningkatan kesehatan jasmani dan keafiatan rohani (physical and psychological wellness). Meskipun penelitian tindakan (action research) merupakan salah satu saja dari sejumlah butir sasaran pengembangan profesi kependidikan, yakni pengembangan kemampuan berpikir reflektif, penelitian tindakan dapat memberikan dampak sinergetik baik terhadap tenaga kependidikan yang melakukan, rekan sejawat tenaga kependidikan, para peserta didik, maupun lembaga kependidikan secara umum. Kemampuan berpikir reflektif bertali-temali erat dengan sifat dasar kerja profesional, karena kerja profesional menuntut tindak penuh perenungan (reflective action). Lebih-lebih bila disadari bahwa khalayak sasaran pendidikan bukan benda mati, melainkan manusia dengan segala keunikan masing-masing. Pun bila sekolah digagas sebagai pusat keunggulan insani (center of human excellence) maka setiap pendidik harus menghayati tugas pokok dan perannya sebagai fasilitator keunggulan insani. Sebagai fasilitator keunggulan insani, pendidik harus menuntut dirinya dan dituntut oleh masyarakatnya untuk senantiasa memperbaiki praktik-praktik profesionalnya. Kelalaian dan atau kegagalan untuk melakukan perbaikan terusmenerus atas praktik dan kinerja profesionalnya
Sakban Rosidi, Penelitian Tindakan, Praksis Pendidik Profesional, 2008
1
akan menempatkan pendidik dalam posisi sebagai kambing hitam segala bentuk keburukan dalam masyarakat. Sesiapa pun pendidik yang bisa dan senantiasa berpikir reflektif disebut pendidik reflektif. Pendidik reflektif selalu menelaah praktik pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, untuk merencanakan bagaimana menjembatani kesenjangan tersebut, mengambil tindakan yang diperlukan, serta meneliti dan menilai proses dan hasil upaya mereka.
Pendidik reflektif menyelenggarakan pembelajaran reflektif. Pembelajaran reflektif digambarkan sebagai daur berkesinambungan antara perenungan, perencanaan, pengamatan, perenungan kembali, dan seterusnya. Sebagai daur berkesinambungan, maka dalam pembelajaran reflektif sebenarnya tidak ada titik awal dan titik akhir sejati. Setiap tahap dari suatu daur, didasarkan pada tahap sebelumnya, dan menjadi landasan bagi tahap berikutnya (Periksa Bagan 1).
Bagan 1: Daur Pembelajaran Reflektif Kerangka Kajian Reflektif Keseluruhan usaha untuk mengembangkan kemampuan berpikir reflektif pendidik digambarkan sebagai kerangka kajian reflektif (reflective inquiry framework). Reflektif berarti melakukan pertimbangan dan perhitungan secara seksama, sedangkan kajian adalah pencarian pengetahuan dan kebenaran secara sistematik. Para pendidik bergiat dalam kajian reflektif dengan membingkai pertanyaan-pertanyaan penting mengenai praktik kerja mereka, mengumpulkan data terkait, menelaah secara cermat data perolehan, menguji pemecahan yang diajukan untuk memperbaiki proses dan hasil pembelajaran. Kecakapan berpikir reflektif bisa dikembangkan melalui tiga bentuk kegiatan, yaitu: belajar bersama kelompok sejawat, penulisan reflektif, dan penelitian tindakan.
Belajar bersama rekan sejawat bisa diselenggarakan dalam berbagai kelompok kerja guru, kepala sekolah, pengawas sekolah dan sejenisnya. Penulisan reflektif bisa disajikan dalam bentuk surat dan memo reflektif, penulisan jurnal kegiatan, telaah kasus individual guru, otobiografi, dan menulis untuk diterbitkan baik oleh media cetak harian, majalah berkala, maupun menulis buku. Penelitian tindakan kependidikan dilakukan dengan hajat pokok memecahkan masalah pekerjaan mereka sendiri. Penelitian tindakan memberikan baik kemanfaatan jangka pendek bagi pemecahan masalah, maupun jangka panjang bagi perkembangan profesionalisme mereka. Para pendidik yang bergiat dalam penelitian tindakan bisa menjadi teoritisi yang lebih baik, menjadi lebih aktif secara profesional, menjadi sumber pengetahuan tambahan bagi profesinya, menjadi pembaca yang kritis, dan menjadi pengguna hasil
Sakban Rosidi, Penelitian Tindakan, Praksis Pendidik Profesional, 2008
2
penelitian yang diterbitkan, serta menjadi kolaborator bagi siswanya dalam proses belajar. Ada dua kategori umum penelitian tindakan, yaitu: penelitian tindakan kolaboratif, dan penelitian tindakan sendirian (collaborative and teacher-driven action research). Penelitian tindakan kolaboratif melibatkan pihak lain dalam kegiatannya. Biasanya guru berkolaborasi dengan guru ahli atau para akademisi untuk membantunya dengan memberikan pelatihan ketrampilan penelitian, berbagi bahan bacaan atau bahan lain terkait dengan topik penelitian, serta membantu para guru dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Penelitian tindakan sendirian adalah kajian praktik yang seluruh tahapannya dilakukan sendiri oleh pendidik yang bersangkutan. Secara mandiri, pendidik memutuskan masalah yang hendak dikaji, merancang kajian, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan memutuskan arah penelitian dan pengembangan selanjutnya. Baik penelitian tindakan kolaboratif maupun penelitian tindakan sendirian merupakan upaya sangat berguna untuk perbaikan sekolah, perbaikan proses pembelajaran, dan perbaikan proses belajar siswa. Jenis penelitian mana yang paling cocok bagi pendidik maupun sekolah, bergantung pada sifat dasar masalah yang dihadapi, jenis dan tingkat keahlian pendidik, serta minat dan keprihatinan pendidik. Penelitian tindakan dalam suatu sekolah, dapat diselenggarakan baik pada tingkat individual pendidik, tingkat tim pendidikan, maupun tingkat sekolah. Penelitian tindakan individual diselenggarakan oleh seorang pendidik dalam kelas mereka sendiri. Penelitian ini bisa memusatkan perhatian pada pelaksanaan suatu strategi pembelajaran baru, pemecahan masalah pengelolaan kelas, perbantuan bagi siswa berkebutuhan khusus, dan seterusnya. Peneliti bisa melibatkan para siswa dalam menetapkan topik kajian, mengumpulkan dan menganalisis data, atau merencanakan tindakan perbaikan.
Penelitian tindakan tim pendidik berupaya memecahkan masalah pada kelas tertentu, bidang studi tertentu ataupun lintas-disiplin oleh tim kerjasama. Penelitian ini bisa menggunakan ragam metode yang lebih luas ketimbang penelitian tindakan individual, sehingga masingmasing anggota tim bisa mengumpulkan dan menganalisis data tentang aspek-aspek masalah yang berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, dalam suatu kajiana tindakan disiplin, seorang anggota tim melakukan survai ke orangtua, anggota lain mewawancarai pendidik, dan anggota ketiga mencermati tindakan referal, serta menysunnya dalam pola hubungan sebab-akibat. Biasanya, tim peneliti membandingkan dan mengembangkan sintesis berdasarkan data, menyepakati rencana tindakan umum, dan secara kolektif melaksanakan rencana tindakan dimaksud. Penelitian tindakan tingkat sekolah melibatkan semua pendidik, setelah suatu masalah umum disepakati, dalam penyelenggaraan usaha perbaikan sekolah secara menyeluruh. Penelitian tindakan tingkat sekolah berupaya mencapai tujuan perbaikan yang telah disepakati, meningkatkan kemampuan sekolah dalam memecahkan masalah, dan melibatkan semua anggota komunitas sekolah (pendidik, orangtua, dan siswa) dalam kajian kolaboratif. Perlu digarisbawahi tentang kemungkinan untuk menyelenggarakan ketiga tingkat penelitian tindakan dalam suatu sekolah secara bersamaan. Tim dan individu, misalnya, dapat merancang penelitian tindakan mereka sendiri yang sejalan dan memberikan sumbangan bagi program perbaikan sekolah secara lebih luas. Model Penelitian Tindakan Ada banyak model penggambaran daur penelitian tindakan. Model pertama yang paling sederhana digambarkan dalam daur empat tahap, yaitu: (1) perumusan persoalan penelitian, (2) telaah bahan pustaka profesional, (3) pelaksanaan tindakan, dan (4) pemanfaatan serta penyebaran hasil (Periksa Bagan 2).
Sakban Rosidi, Penelitian Tindakan, Praksis Pendidik Profesional, 2008
3
Bagan 2: Model Penelitian Tindakan Empat Tahap Model kedua yang lebih lengkap berisi daur enam tahapan, yaitu: memilih pusat perhatian, mengumpulkan data, menganalisis serta
menafsirkan data, melaksanakan tindakan, melakukan refleksi, dan melanjutkan atau mengubah pendekatan (Periksa Bagan 3).
Bagan 3: Model Penelitian Tindakan Enam Tahap Model ketiga yang dipandang mampu mencerminkan daur berulang penelitian tindakan oleh pendidik profesional terdiri dari tiga langkah
untuk setiap daur, yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (implementation), dan perenungan (reflection). Seperti telah disinggung sebelumnya,
Sakban Rosidi, Penelitian Tindakan, Praksis Pendidik Profesional, 2008
4
sebenarnya tidak ada titik awal dan titik akhir sejati. Setiap tahap dari suatu daur, didasarkan
pada tahap sebelumnya, dan menjadi landasan bagi tahap berikutnya (Periksa Bagan 4).
Bagan 4: Model Penelitian Tindakan Tiga Tahap Berkesinambungan Praksis Pendidik Profesional Memang masih ada sejumlah model lain. Namun demikian, pada dasarnya memiliki langkah-langkah berulang yang kurang lebih sama, sehingga model-model yang sudah disajikan dipandang cukup mewakili sebagian besar model. Semua model senantiasa menekankan dua kegiatan saling terkait, yaitu: tindakan dan perenungan (action and reflection). Bagi pelajar filsafat, kehadiran dua kegiatan saling terkait ini mengingatkan mereka kepada kritik sangat tajam Karl Marx dan diikuti oleh pedagog Paulo Freire, terhadap para ahli filsafat, termasuk ilmuwan, yang hanya sibuk dalam kegiatan perenungan atas kenyataan. Padahal, yang sebenarnya sangat diperlukan adalah kegiatan tindakan untuk mengubah kenyataan. Tindakan tanpa perenungan ditamsil sebagai aktivisme robotik (robotic activism) yang tuna tujuan dan tuna budi luhur, sedangkan perenungan semata tanpa tindakan diibaratkan
sebagai pasivisme pemimpi (dreamer passivism) yang tuna bertanggungjawab dan tuna manfaat. Kegiatan berfilsafat yang menautkan antara tindakan dan perenungan, seperti yang dilakukan oleh para pendidik profesional dalam bentuk penelitian tindakan, secara filsafat disebut praksis (praxis). Bukan berteori saja, atau berpraktik saja, tetapi berteori sambil berpraktik dan berpraktik sambil berteori. Walhasil, tak berlebihan bila saya menyejajarkan para pendidik yang bergiat dalam penelitian tindakan, sebagai sosok filsuf yang terpanggil untuk berpraksis sebagai pendidik profesional. *) Makalah disajikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Sertifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, yang diprakarsai oleh Pondok Pesantren An-Nur Bululawang, Malang, tanggal 25 Mei 2008. **) Penulis adalah praktisi pendidikan, tinggal di Malang.
Sakban Rosidi, Penelitian Tindakan, Praksis Pendidik Profesional, 2008
5