PENDIDIKAN KRITIS DALAM PELATIHAN KADER DASAR TERHADAP KADER PMII RAYON FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA PERIODE 2015-2016
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Disusun Oleh: MUHAMMAD ZUL IMAN NIM. 09470011
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016
MOTTO ان هللا اليغيرمابقىم حتى يغيرواما بانفسهم
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka”1
1
QS. Ar-Ra’d ayat 11
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini Penulis Persembahkan kepada:
Almamater Tercinta Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
vii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم أشهد أن ال اله إال اهلل وأشهد.الحمد هلل رب العلمين وبه نستعين على أمور الدنيا والدين . أللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين.أن محمدا رسول اهلل أما بعد Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, zat Yang Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, zat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhlukNya.Shalawat serta salam mahabbah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah Allah terakhir dan penyempurna seluruh risalah. Penyusun skripsi ini dengan sekelumit studi tentang relevansi Ilmu Soial Profetik dengan Studi Pendidikan Islam, yang disajikan dengan judul: Pendidikan Kritis dalam Pelatihan Kader Dasar Terhadap Kader PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 20152016.Penyusun menyadari dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penyusun mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Ahmad Arifi, M.Ag selaku Dekan Fakultas IlmuTarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Bapak Dr Subiyantoro, MAg, selaku Ketua Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3. Bapak ZainalArifin, MSI, selaku Sekretaris Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 4. Bapak Muhammad Qowim, S. Ag, M. Ag.selaku Penasehat Akademik dan pembimbing skripsi yang terus memberikan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan studi. 5. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah mendidik, mengajar, dan membimbing peneliti dengan baik. 6. Segenap Pegawai Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang memberikan pelayanan dalam meminjam buku-buku referensi akademik selama peneliti kuliah. 7. Bapak dan ibu peneliti yang tulus mendidik dan memberikan kasih sayang kepada peneliti.
viii
8. Segenap kader PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 9. Segenap kawan-kawan KI-A angkatan 2009 yang telah berjuang bersama dan saling memberikan semangat. 10. Semua Pihak yang terlibat dan berkontribusi dalam penyusunan skripsi. Semoga kontribusi semua pihak menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT Yang Maha Adil dan Bijaksana. Amin.
Yogyakarta, 24 Juni 2016 Penyusun,
Muhammad ZulIman NIM. 09470011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................ ii HALAMAN SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................. iii HALAMAN SURAT PERETUJUAN KONSULTAN ................................ iv HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... v HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii KATA PENGANTAR ……………………………………………… .......... viii DAFTAR ISI .............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii ABSTRAK ................................................................................................. xiii BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................... 7 C. Tujuan dan Kegunaan ...................................................................... 7 D. Kajian Pustaka ................................................................................. 8 E. Landasan Teoritis ............................................................................ 12 F. Metode Penelitian ............................................................................ 24 G. Sistematika Pembahasan .................................................................. 29 BAB II: GAMBARAN PELATIHAN KADER DASAR PMII A. Gambaran Umum PMII ................................................................... 31 1. Sejarah Singkat PMII .................................................................. 31 2. Struktur Kepanitiaan PKD PMII ................................................. 33 3. Dasar Landasan Pelaksanaan PKD PMII 2015 ............................ 35 4. Bentuk-bentuk kegiatan PKD PMII ............................................. 40 5. Maksud PKD PMII ..................................................................... 48 B. Materi-materipelatihankaderdasar PMII 2015 .................................. 50 BAB III: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KRITIS DALAM KEGIATAN PELATIHAN KADER DASAR PMII 2015 A. Pendidikan Kritis dalam PKD .......................................................... 57 B. Pendidikan Kritis Paulo Freire ......................................................... 65 C. Penerapan pendidikan kritis dalam PKD .......................................... 77 BAB IV: ANALISIS PENERAPAN PENDIDIKAN KRITIS DALAM MEMBENTUK KESADARAN KRITIS KADER PMII 2015 A. Analisis Implementasi pendidikan kritis dalam PKD ....................... 82 B. Kesadaran kritis dialogis pada kader PKD ....................................... 90
x
BAB IV: PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................... 98 B. Rekomendasi ................................................................................... 99 C. Kata Penutup ................................................................................... 100 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 102 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Bukti Seminar Proposal
Lampiran II
: Surat Penunjukkan Pembimbing
Lampiran III : Kartu Bimbingan Skripsi Lampiran IV : Catatan Lapangan Lampiran V
: Sertifikat BTQ
Lampiran VI : Sertifikat PPL I Lampiran VII : Sertifikat PPL-KKN Integratif Lampiran VIII : Sertifikat TOEC Lampiran IX : Sertifikat IKLA Lampiran XI : Sertifikat ICT Lampiran XII : Sertifikat Sosialisasi Pembelajaran Lampiran XIII: Curriculum Vitae
xii
ABSTRAK Muhamamd Zul Iman. Pendidikan Kritis dalam Pelatihan Kader Dasar Terhadap Kader PMII Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2015-2016 Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016. Pendidikan kritis menjadi tema penting dalam pelaksanaan Pelatihan Kader Dasar (PKD) PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Urgensi pendidikan kritis pada PKD ditujukan untuk membentuk kesadaran kritis mahasiswa sebagai agent of changes. Salah satu pemikiran kritis tokoh pendidikan yang diangkat dalam pelatihan kader yaitu Paulo Freire. Penelitian ini mengkaji bagaimana materi pendidikan kritis yang ada di PKD serta bagaimana membentuk kader PMII menjadi mahasiswa yang kritis dalam menanggapi masalah pendidikan yang ada di Indonesia. Rumusan masalah penelitian ini meliputi: 1) Bagaimanakah materi pendidikan kritis PKD PMII Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015. 2)Bagaimanakah praktik pendidikan kritis terhadap kader PMII dalam PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015?. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis data. Langkah analisis data adalah data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), danconclution (penarikankesimpulan). Hasil penelitian meliputi: (1)Pelatihan Kader Dasar PMII 2015 memasukkan materi pendidikan kritis sebagai bahan kajian. Landasan materi pendidikan kritis PMII mengacu pada konsep pendidikan dan gagasan Paulo Freire, yakni pendidikan kritis dan kesadaran masyarakat guna menciptakan transformasisosial. (2) Pelaksanaan materi pendidikan kritis di PKD melalui sejumlah metode yaitu penyampaian isi materi, tanya jawab, diskusi, studi kasus dan brainstorming. Tahapan-tahapan itu dimaksudkan agar peserta PKD mampu memahami materi pendidikan kritis serta terbangun kesadarannya bagaimana mestinya pendidikan menjalankan perannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat. (3) Sumbangan PMII bagi kader berupa kesadaran kritis peserta PKD adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan yang lebih kepada ketimpangan dan ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Kata kunci: pendidikankritis, kesadarankritis, pelatihankaderdasar
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kritis adalah sebuah konsep pendidikan untuk menyadarkan manusia agar mampu membaca secara cerdas atas fenomena di sekitarnya. Tujuan pendidikan kritis agar peserta didik memiliki kesadaran kritis yang merupakan kesadaran yang bersifat analistis dan praksis untuk memahami permasalahan sosial. Adapun tujuan akhir dari pendidikan kritis ialah menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran kritis sehingga menuju pada masyarakat yang cerdas dan mandiri. Menurut Paulo Freire, pendidikan kritis merupakan sebuah upaya untuk membangkitkan kesadaran masyarakat agar peduli dan kritis terhadap segala persoalan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan sosial dengan cara membangun pikiran yang mampu memecahkan persoalan-persoalan yang ada di dalam diri seorang individu selanjutnya dibenturkan dengan realitas yang dialami.Pendidikan kritis merupakan bentuk jaringan kerja suatu komunitas pengetahuan dan pembentukan pengetahuan. 1 Dengan demikian, dapat diartikan pendidikan kritis merupakan sebuah konsep pendidikan yang bertujuan untuk membangkitkan dan membangun kesadaran masyarakat terhadap realita permasalahan yang terjadi di
1
Paulo Freire, Pedagogi Hati, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal.18
1
2
lingkungan sosialnya untuk selanjutnya dipecahkan sehingga tercipta keadilan serta masyarakat yang cerdas dan mandiri. Dalam konsep pendidikan kritis, Freire mengajukan dua model pelaksanaan belajar dan mengajar yaitu konsep pendidikan hadap masalah (pedagogy of liberation/problem posing)2. Konsep pendidikan hadap masalah menganggap peserta didik harus dididik agar memiliki kesadaran terhadap realitas karena setiap individu mempunyai potensi untuk bereaksi dalam realitas sehingga mampu membebaskan dirinya dari permasalahan yang menganggu kebebasan dalam segala aspek kehidupan, termasuk ekonomi dan politik. Sedangkan konsep pendidikan dialogis ialah konsep yang bertujuan menghantarkan individu pada penyadaran akan kondisi yang terjadi di sekitarnya secara bersama-sama untuk memecahkan masalah-masalah sosial sehingga terjadi perubahan-perubahan kemanusiaan ke arah lebih manusiawi. Pendidikan dengan metode dialog tersebut dijalankan dengan sistem keterbukaan dan kebersamaan pada segenap lingkup pendidikan. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menyadari bahwa pendidikan merupakan aspek kehidupan manusia yang sangat signifikan sehingga
diyakini
sebagai
modal
utama
sebuah
bangsa
dalam
mempertahankan eksistensinya serta dijadikan sebagai barometer kualitas SDM.3 Penerapan pendidikan kritis disadari PMII bukan semata mengacu pada konsep pendidikan yang digagas Freire, tetapi juga berdasarkan pada 2
Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2009), hal.158 3
Wistrad, Modul Pelatihan Kader Dasar (PKD) PMII Rayon Wisma Tradisi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Pustaka Tradisi, 2015), hal.77
3
pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa pendidikan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. “Idealnya, penyelenggaraan pendidikan nasional seharusnya mengacu kepada apa yang telah ditetapkan dalam konstitusi. Tetapi, pada kenyataannya negara telah berselingkuh dengan para pemodal (sistem pasar).”4
PMII memandang proses pendidikan di Indonesia sudah tidak lagi mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat konstitusi negara.Hal ini terbukti dari kebijakan-kebijakannya justru mempersulit masyarakat untuk mengakses pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan akibat biaya yang mahal serta sistem belajar-mengajar cenderung berjalan satu arah; peserta didik dijadikan objek sementara guru adalah subjek. Misalnya, guru dijadikan sebagai sosok yang dianggap lebih tahu ketimbang peserta didik, seperti yang disebutkan Freire guru mengajar, murid belajar; guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa, guru berpikir, murid dipikirkan; guru bercerita, murid patuh mendengarkan, guru menentukan peraturan, murid diatur; guru memilih dan memaksakan pilihannya berbuat melalui perbuatan gurunya; guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid menyesuaikan diri dengan
pelajaran
itu,
guru
mencampuradukkan
kewenangan
ilmu
pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang dia lakukan untuk menghalangi
kebebasan murid; serta guru adalah subjek dalam proses
belajar, murid adalah objek semata. 4
Hasil wawancara dengan Ketua PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Muhammad Wifqi Maulana, 2 /10/2015 di Lokasi PKD PP. AlMahali Watu Agung, Bantul.
4
Akibat model dan sistem pendidikan yang searah tersebut, pendidikan menjadi timpang. Kerjasama antara pendidik dan peserta didik tidak berjalan ideal, tidak serasi dan cenderung memperlihatkan kemunduran. Daya kritis murid dalam proses belajar mengalami ketumpulan karena pendidik cenderung menganggap diri sebagai obyek tunggal di dalam seluruh aktifitas dialektika pengetahuan dan keilmuan. Padahal, guru dan murid seharusnya diposisikan sebagai subyek sementara objeknya adalah ilmu pengetahuan itu sendiri. Selain permasalahan tersebut, refleksi PMII menyebutkan bahwa masalah lainnya pendidikan di Indonesia ialah faktor komersialisasi yang telah menggeser esensi dan tujuan pendidikan serta kurangpahamnya penyelenggara negara
merumuskan UU Sisdiknas sehingga produk
rancangannya justru menimbulkan pro-kontra karena tidak berupaya meningkatkan potensi yang dimiliki manusia Indonesia tetapi lebih mengarah kepada hal-hal yang tidak substansial dan hanya bersifat materi kuantitatif. PMII menilai, pendidikan di Indonesia harus melakukan perubahan kebijakan yang radikal dengan cara mengubah secara fundamental proses pendidikan yang bertujuan agar realitas kehidupan masyarakat dapat dipahami secara utuh, benar dan tepat bagi peserta didik. Sebagaimana disuarakan PMII, proses pembelajaran harus kreatif dan visioner, serta tidak boleh terjebak pada urusan birokrasi yang melelahkan dan tidak mencerdaskan. Berdasarkan fakta di atas, PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan menganggap bahwa konsep pendidikan yang digagas Freire adalah
5
solusi untuk memajukan praktik pendidikan Indonesia dengan cara menumbuhkan kesadaran kritis kepada masyarakat sehingga tercipta keadilan dan demokratis. PMII mencoba untuk mempraktikkan konsep pendidikan kritis Freire dalam sebuah agenda Pelatihan Kader Dasar (PKD) dengan tujuan menumbuhkan kesadaran kritis di kalangan mahasiswa dan kader organisasi sehingga lahir generasi yang kritis, cerdas dan humanis. Penelitian ini menjabarkan dengan rinci proses Pelatihan Kader Dasar yang dilaksanakan PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada 2-6 Oktober 2015, terkhusus pada materi pendidikan kritis. Menurut observasi peneliti, pelaksanaan materi pendidikan kritis dalam pelaksanaan PKD pada Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 07.00-08.30 WIB bertempat di aula PP. Al-Mahali Watu Ageng, Bantul, adalah berupa proses pelaksanaan materi pendidikan kritis berlangsung dialogis, terjadi tanya jawab dan dialog antara peserta dan pemateri. Pemateri menyampaikan materi selama 30 menit, dan setelahnya dilakukan diskusi dan dialog interaktif antara peserta dan pemateri selama satu jam, sedangkan satu jam sisanya peserta ditugaskan untuk mencahkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan, di mana permasalahan tersebut sudah disediakan oleh perumus materi dan pemateri. Dari sekilas keterangan di atas, penelitian ini mengkaji tentang praktik pendidikan kritis yang diterapkan PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga melalui Pelatihan Kader Dasar (PKD) kepada
6
mahasiswa perserta pelatihan yang digelar selama kurun waktu waktu empat hari di PP. Al-Mahali Watu Agung, Bantul. Penelitian ini menarik bagi peneliti karenaproblem akademik tentang penerapan pendidikan kritis di sekolah-sekolah tidak berjalan sesuai konsep idealnya, di mana hubungan guru dan murid tidak selaras dan serasi. Dalam proses belajar dan mengajar, guru memposisikan diri sebagai pihak yang memberikan pengetahuan, sementara peserta didik hanya menjadi pendengar saja tanpa diberikan kesempatan untuk mengekspresikan kemampuan diri menyampaikan ide dan gagasan terkait ilmu pengetahuan. Padahal, tidak jarang ditemui di lapangan peserta didik malah justru lebih pintar dan cerdas dari gurunya. Akan tetapi, guru terkadang membatasi pengetahuan dan daya kritis peserta didik hanya karena menjaga citra diri di hadapan para murid. Menyikapi problem akademik tersebut, PMII
mencoba untuk
menerapkan konsep dialog dan pemecahan masalah mempraktikan gagasan pendidikan kritis Paulo Freire dalam agenda Pelatihan Kader Dasar (PKD) sebagai sebuah upaya untuk mempertegas bahwa konsep tersebut patut dipraktikkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses belajar dan mengajar. Mengacu pada ide dan gagasan tersebutpeneliti merumuskan judul penelitian berjudul Pendidikan Kritis dalam Pelatihan Kader Dasar TerhadapKader PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kelijaga Yogyakarta Periode 2015-2016. Penelitian ini mengkaji tentang konsep pendidikan kritis menurut tokoh pendidikan asal Brasil, Paulo Freire yang diterapkan dalam pelaksanaan PKD terhadap kader PMII.
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimanakah materi pendidikan kritis PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015? 2. Bagaimanakah praktik pendidikan kritis terhadap kader PMII dalam PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015? 3. Bagaimana kontribusi pendidikan kritis terhadap kader PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan kritis dalam PKD terhadap kader PMII Rayonfakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Kegunaan Penelitian a.
Secara Teoretis 1) Menambah khazanah pengetahuan dan referensi tentang konsep pendidikan kritis
8
2) Mengembangkan
pengetahuan
peneliti
mengenai
konsep
pendidikan kritis. b. Secara Praktis Dapat memberikan kontribusi sebagai bahan pertimbangan untuk menerapkan konsep pendidikan kritis. D. Kajian Pustaka Peneliti telah melakukan telaah pustaka untuk menghindari terjadinya pengulangan dan juga untuk membatasi wilayah penelitian. Dari beberapa telaah pustaka tersebut, peneliti menemukan beberapa judul skripsi yang relevan, antara lain: 1. Skripsi karya Nurul Huda, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014berjudul Perbandingan Pemikiran Paulo Freire dengan Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep Pendidikan Humanistik serta Relevansi terhadap Pendidikan Agama Islam.5Dalam skripsi ini, Nurul Huda menyajikan tentang pemikiran pendidikan humanistik Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantara dengan mencari perbedaan dan kesamaannya serta relevansinya terhadap pendidikan Islam. Hasil penelitian Nurul Huda menunjukan bahwa ada beberapa persamaan antara pemikiran pendidikan humanistik Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantara yaitu pandangan tentang konsep manusia dan pendidikan yang meliputi pengakuan terhadap keberadaan fitrah 5
Nurul Huda, “Perbandingan Pemikiran Paulo Freire dengan Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep Pendidikan Humanistik serta Relevansi terhadap Pendidikan Agama Islam.” Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
9
manusia yang memiliki kemampuan atau potensi di dalam dirinya untuk berkembang, humanisasi pendidikan yakni menjadikan pendidikan sebagai media pembentukan manusia seutuhnya dan pembebasan sebagai tujuan pendidikan, memandang pendidikan sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan untuk memberi arahan atau tuntunan, juga menjadi fasilitator dan motivator bagi peserta didik serta memandang peserta didik sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk memahami diri sendiri menurut kodratnya. Dilihat dari judul dan kajiannya, penelitian Nurul Huda membahas tentang pemikiran Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantar tentang pendidikan sedangkan dalam skripsi ini peneliti lebih fokus pada penerapan konsep pendidikan kritis. 2. Skripsi yang ditulis Irma Muthoharoh, mahasiswi Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berjudul Pendidikan Kritis dan Pemberdayaan Masyarakat (Studi pada Program Peace Building Lintas-Interfaith Yogyakarta di Desa Semoyo Kecamatan Patuka Kabupaten
Gunungkidul
Yogyakarta.6Dalam
kajiannya,
Irma
Muthoharoh memaparkan tentang implikasi, implikasi dan kelemahan program peace building jika diterapkan untuk mengembangkan masyarakat sebab, peace building adalah salah satu bentuk pendidikan kritis. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan kritis yang diterapkan di desa Semoyo Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul 6
Irma Muthoharoh, “Pendidikan Kritis dan Pemberdayaan Masyarakat (Studi pada Program Peace Building Lintas-Interfaith Yogyakarta di Desa Semoyo Kecamatan Patuka Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta.” Skripsi. Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.
10
telah memberikan implikasi terhadap peserta yaitu tumbuhnya kesadaran kritis, tumbuhnya kesadaran politik, tumbuhnya kesadaran untuk belajar, mendorong terselenggaranya pemerintahan desa yang baik dan mampu menjalin kerjasama dengan instansi lain. Sedangkan implikasinya terhadap perangkat desa adalah komitmen untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan demokratis. Adapun kelemahannya adalah kurangnya proses tranformasi kepada seluruh masyarakat desa Semoyo sehingga masyarakat tidak dilibatkan dan hanya menjadi objek bukan subjek atas pembaharuan di desa. Dari penjabaran singkat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian Irma Muthoharoh berbeda dengan skripsi ini terutama soal konsep pendidikan kritis yang menjadi fokus kajian di mana Irma lebih menekankan pada konsep peace building, sementara skripsi ini lebih fokus pada konsep pendidikan kritis hadap masalah dan dialog. 3. Selanjutnya, skripsi karya Madro'i berjudul Konsep Penyadaran Menurut Paulo Freire dalam Perspektif Pendidikan Islam.7 Penelitian ini mengupas tentang konsep Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang konsep penyadaran karena manusia adalah makhluk yang berkesadaran. Konsep penyadaran Paulo Freire yang dijadikan sebagai bahan kajian dikolaborasikan dengan penyadaran dalam perspektif pendidikan Islam. Hasilnya, konsep penyadaran menurut Paulo Freire adalah dengan pendidikan hadap masalah, konsep 7
Madro‟i, “Konsep Penyadaran Menurut Paulo Freire dalam Perspektif Pendidikan Islam.” Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.
11
penyadaran dalam pendidikan Islam tidak hanya diorientasikan pada kepentingan dunia, serta penyadaran menurut Paulo Freire jika ditinjau dari perspektif pendidikan Islam tidak relavan karena konsep Freire hanya berorientasi pada kepentingan manusia di dunia, sementara pendidikan Islam menghendaki para peserta didiknya menyadari realitas dunia dan akhirat (sosial dan spiritual). Penelitian Madro‟i berbeda dengan skripsi yang dibahas dalam skripsi ini. Sebab, skripsi ini membahas dan mengkaji tentang penerapan pendidikan kritis dengan konsep hadap masalah dan dialog. Dari telaah pustaka di atas, peneliti mendapati kajian dan pembahasan tentang pendidikan kritis sudah banyak dibahas tetapi hanya berkutat pada tataran pemikiran, konsep dan wacana semata. Kendati demikian, dari ketiga penelitian di atas, Irma Muthoharoh mencoba untuk mengaplikasikan pendidikan kritis tetapi lebih menggunakan konsep peace building, sedangkan skripsi ini lebih fokus pada konsep pendidikan kritis hadap masalah dan dialog. Akan tetapi, penelitian yang disajikan dalam skripsi ini bisa dikatakan merupakan pengembangan. Peneliti berusaha mengembakan dan mempertajam penelitian-penelitian sebelumnya dengan harapan dapat melahirkan hasil baru mengenai pendidikan kritis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kajian dan bahasan skripsi ini memiliki perbedaan dengan penelitianpenelitian sebelumnya yang sekaligus menunjukkan dan membuktikan keaslian atau orisinilitas penelitian ini.
12
E. Landasan Teori 1. Pendidikan kritis Arahan penelitian ini adalah bagaimana konsep pendidikan kritis dengan konsep hadap masalah dan dialog pada tataran aplikasi dalam proses pembelajaran. Tetapi, sebelum menuju pada aplikasi dan praktik di lapangan, terlebih dahulu dipaparkan secara teoritis mengenai pendidikan kritis untuk dijadikan sebagai dasar dan landasan serta pijakan agar pembahasan lebih fokus. Akan tetapi, fokus penelitian berangkat dari asumsi bahwa salah satu upaya untuk mengaplikasikan pendidikan kritis dengan konsep hadap masalah dan dialog dalam pelatihan, terlebih dahulu harus dibahas secara mendalam tentang pendidikan kritis yang meliputi definisi secara etimologi dan terminologi, konseptual, tujuan, manfaat dan aplikasinya. Penelitian ini secara umum berangkat dari realitas pendidikan di Indonesia yang menurut peneliti belum mampu menerapkan konsep belajar dan mengajar yang hanya bertumpu pada peran dan fungsi guru, sementara peserta didik justru dijadikan sebagai obyek yang dipandang pasif serta tidak mengetahui sehingga peran guru lebih dominan dan peserta didik tidak diberikan kesempatan dan kebebasan untuk berekspresi dan mengembangkan bakat, kemampuan dan potensinya secara bebas. Wacana pendidikan kritis juga dirasa perlu untuk dipahami oleh para kaum akademisi sehingga menjadi kesadaran kolektif. Ketika kesadaran kolektif tersebut sudah tertanam dan tumbuh di kalangan kaum intelektual,
13
maka proses pendidikan dengan sendirinya akan mengarah pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara sesuai dengan amanat UU 1945. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah salah satu organisasi mahasiswa yang sekaligus salah satu unsur dari kelompok masyarakat yang memiliki kesadaran tentang betapa pentingnya peranan pendidikan kritis demi mewujudkan pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Berangkat dari kesadaran tersebut, PMII mencoba untuk menanamkan dan menerapkan pendidikan kritis kepada kalangan mahasiswa melalui agenda pelatihan. Fenomena tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk melakukan penelitian, kajian dan pembahasan. Selain berangkat dari realitas pendidikan di Indonesia, kesadaran PMII juga tumbuh dari teori, wacana dan aplikasi pendidikan kritis yang digagas oleh salah satu tokoh pendidikan terkemuka asal Brasil, Paulo Freire. a. Pendidikan Kritis dan Humanis Pendidikan kritis adalah sebuah gagasan yang menginginkan agar setiap individu dari kelas sosial apapun tetap bersekolah dan belajar karena hal tersebut merupakan kebutuhan yang sangat hakiki bagi setiap individu. Pendidikan kritis bertujuan untuk mengentaskan kebodohan,
ketertindasan
dan
keterbelakangan.
Paulo
Freire
memandang pendidikan sebagai tindakan aksiyang berkaitan secara
14
langsung dengan berbagai bidang lainnya seperti kesehatan, hukum dan seluruh rencana yang akan diberlakukan untuk masyarakat.8 Gagasan tentang pendidikan kritis dilahirkan pakar pendidikan asal Brasil, Paulo Freire. Dia memandang, pendidikan kritis sebuah konsep pendidikan untuk menyadarkan manusia agar mampu membaca secara cerdas atas fenomena di sekitarnya. Pendidikan kritis merupakan aliran paradigma dalam pendidikan untuk pemberdayaan dan pembebasan yang mencita-citakan perubahan sosial dan struktur menuju masyarakat yang adil dan demokratis. 9 Pendidikan kritis yang dikembangkan Freire melalui berbagai karyanya merupakan suatu konsep umum tentang praktik kritis (critical practice) di dalam dan sekitar pendidikan. Konsep ini mencakup kajian yang lebih luas mengenai struktur dan relasi pendidikan yang menjadi dasar bagi pembentukan kehidupan masyarakat secara luas. Pendidikan kritis menghendaki adanya pertautan antara teori dan praktis.Bagi Freire, tujuan utama dari pendidikan adalah membuka mata peserta didik guna menyadari realitas ketertindasannya untuk kemudian bertindak melakukan transformasi sosial. 10 Lebih
lanjut
pendidikan
kritis
berupaya
memberikan
kesempatan dan kebebasan bagi para individu untuk menentukan masa 8
Paulo Freire, Pendidikan Sebagai Proses, Surat Menyurat Pedagogis dengan para Pendidik Guinea-Bissau, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal.15 9
Sujono Samba, Lebih Baik Tidak Sekolah, (Yogyakarta: LKiS, 2007), hal.24
10
Wahyu Pramudya, " Mengenal Filsafat Pendidikan Paulo Freire: Antara Banking Concept of Education, Problem Posing Method, dan Pendidikan Kristen di Indonesia", Jurnal Veritas 2/2, Oktober 2001, hal.262.
15
depannya sendiri. Inilah yang dimaksud Freire bahwa pendidikan merupakan praktik pembebasan (education as the practice of freedom). Karena pendidikan kritis adalah sebuah paradigma, maka tujuan yang harus dicapai minimal mampu menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap
sistem
dan
struktur
ketidakadilan
serta
melakukan
pembangunan dan pembelaan menuju sistem sosial yang lebih adil. Mampu menciptakan ruang untuk mengetahui dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk perubahan sosial. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menciptakan humanisasi karena pendidikan kritis berangkat dari kesadaran kritis manusia, belajar dari realitas atau pengalaman. Kesadaran kritis adalah kesadaran yang memuat pertanyaan tentang hubungan antar manusia dan dunia berstruktur di mana manusia hidup. Pendidikan kritis sebagai proses humanisasi dapat diambil fungsinya sebagai upaya mengembalikan kondisi manusia yang berada dalam krisis sosial akibat penguasaan peran dari beberapa pelaku sosial yang ada, terutama pemerintah dan pemodal. Setiap jeratan krisis sosial, apapun bentuknya jelas tidak manusiawi. Sebab, manusia pada prinsip fitrahnya selalu menghendaki kehidupan yang lebih baik, 11 dan karena hal itulah setiap kemiskinan dan kebodohan tidak bisa ditolerir. Kehidupan
11
akan
berkembang
dengan
optimal
manakala
ada
Listiyono Santoso, Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2003), hal.132
16
pemerdekaan, sebab pendidikan akan kehilangan ruhnya ketika tidak ada suasana yang memerdekakan.12 Pendidikan kritis menggunakan metode andragogi yaitu teori pendidikan sosial yang menawarkan pengembangan masyarakat untuk membantu
warga
masyarakat
demi
menemukan
dirinya
dan
menggunakannya dalam situasi untuk mendorong perkembangan seseorang,
organisasi
atau
masyarakat.Sedangkan
konsep
pemberdayaan menjadi basis utama dalam pembangunan masyarakat. Karena pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumber daya, kesempatan,
pengetahuan
dan
keterampilan
mereka
untuk
meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka. Konsep utama yang terkandung dalam pemberdayaan adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah kehidupan dalam komunitasnya. Pendidikan kritis Paulo Freire mengharapkan pembebasan dan pemberdayaan secara praksis. Dalam prakteknya, pendidikan kritis adalah cara berpikir dan cara bernegosiasi melalui dialog yang menghubungkan
antara
pengajaran
di
ruang
kelas,
produksi
pengetahuan, struktur institusional sekolah dan relasi-relasi sosial serta material yang ada di dalam masyarakat dan negara. Lebih lanjut, belajar bukanlah dimaknai sebagai proses penerimaan pengetahuan tetapi secara aktual belajar mentransformasikan pengetahuan sebagai bagian 12
Sudarmono Wiryohandoyo, Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hal.xix
17
dari perjuangan yang lebih luas untuk meraih hak-hak individu dan keadilan sosial. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan kritis dimaknai sebagai sebuah bentuk pemikiran pendidikan yang tidak memisahkan antara teori dan praksis di mana tujuan utamanya adalah memberdayakan kaum tertindas agar memiliki kesadaran untuk bertindak melalui praksis emansipatoris. 13 Paulo Freire sendiri semenjak karyanya yang berjudul Pedagogy of the Oppressed diterbitkan pada 1972, ia mengeluarkan istilah pendidikan kritis humanisme radikal. Dalam karya monumentalnya tersebut, Freire mencoba untuk membongkar watak pasif dari praktik pendidikan tradisional yang melanda dunia pendidikan di masanya. Freire memandang bahwa pendidikan pasif sebagaimana dipraktikkan pada umumnya sebenarnya telah melanggengkan sistem relasi penindasan. Segala penindasan, menurutnya adalah tindakan tidak manusiawi, sesuatu yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi).Freire menilai metode belajar mengajar yang sering dijumpainya di dalam kelas-kelas disebutnya banking concept of education, di mana guru bertindak sebagai penabung yang menabung informasi, sementara murid dijejali informasi untuk disimpan. 14
13
Paulo Freire, Pedagogy of The Oppressed, Alih Bahasa Myra Bergman Ramos, Cet.I; (London: Sheed and Ward, 1972), hal.33-36 14
Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed, (New York: Continuum, 2000), hal.58
18
Freire mencontohkan banking concept of education, sebagai berikut:15 a. Pendidik mengajar, peserta didik belajar. b. Pendidik tahu segalanya, peserta didik tidak tahu apa-apa. c. Pendidik berpikir, peserta didik dipikirkan. d. Pendidik bicara, peserta didik mendengarkan. e. Pendidik mengatur, peserta didik diatur. f. Pendidik memilih dan memaksanakan pilihannya, peserta didik menuruti. g. Pendidik bertindak, peserta didik membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya. h. Pendidik memilih apa yang akan diajarkan, peserta didik murid menyesuaikan diri. i.
Pendidik
mengacaukan
wewenang
ilmu
pengetahuan
dengan
wewenang profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan peserta didik. j.
Pendidik adalah subjek proses belajar, peserta didik objeknya. Praktek demikian itu, menurut Freire menyamakan manusia sebagai
makhluk yang dapat disamakan dengan benda yang gampang diatur. The more student work at storing the deposit entrusted to them, the less they develop the critical consciousness which would result from their intervention in the world as transformers of that world.16 (Semakin banyak tabungan yang dititipkan kepada mereka semakin kurang mengembangkan kesadaran kritis yang dapat mereka peroleh dari keterlibatan dunia sebagai pengubah dunia tersebut). 15
Ibid, hal.73
16
Ibid, hal.73
19
Freire menilai sekolah yang ideal adalah sekolah yang menekankan pada progresivitas. Artinya, seluruh elemen sekolah harus disusun ulang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan sekolah yang terdapat peran serta peserta didik sebagai subjek. Dikatakan Freire, suasana sekolah dikatakan baik dan berkualitas apabila ditopang oleh suasana dan keadaan yang sangat menarik minat anak untuk betah (feel like home) jika berada di sekolah. Sekolah dianggap sebagai rumah kedua yang memberikan nuansa-nuansa kedamaian dan ketentraman hati, sekolah mampu memberikan kesejukan dan penyejukan jiwa dengan sedemikian sempurna. Sekolah merupakan rumah yang teduh dan rindang sehingga membuat , peserta didik tidak merasa terbebani jika berada di dalam lingkungan sekolah, terlebih lagi jika berada di dalam ruangan kelas saat proses belajar mengajar berlangsung. Di Indonesia, pendidikan sedang dihadapkan pada permasalahan yang serupa, terutama berkaitan dengan kurikulum dan pendidik. Padahal, kurikulum dan pendidikan merupakan dua faktor yang memiliki nilai paling strategis bagi penciptaan nilai tambah dalam pendidikan untuk menuju sebuah pendidikan yang integratif-transformatif. 17Selain itu, model pembelajaran yang berkembang di Indonesia masih bersifat konservatif, klasik, kaku, monoton dan tertinggal jauh dengan arus global. Implikasinya ialah terciptanya peserta didik yang bermental kaku, tidak
17
Sudarwan Damim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal.15
20
bisa berpikir kritis, kreatif, mandiri dan anti terhadap realitas.Selain itu, masih banyak pendidik yang kurang kreatif, inovatif dan ekslusif dalam menciptakan ide dan strategi pembelajaran yang dapat menumbuhkan sikap kritis pada peserta didik.18 b. Pendidikan dengan Konsep Hadap Masalah dan Dialog Problem posing method adalah dialog (concientizacao) dalam konsep pendidikan kritis adalah proses belajar mengajar yang bertumpu pada hubungan dua arah antara pengajar dan peserta didik. Tujuannya ialah menghantarkan individu atau peserta didik pada penyadaram akan kondisi yang terjadi di sekitarnya secara bersama-sama untuk memecahkan masalah-masalah eksistensial sehingga terjadi perubahan-perubahan antar manusia ke arah lebih manusiawi. Dialog memperhatikan perubahan-perubahan hubungan antara manusia yang akan memperbaiki penyelewengan manusia. Dialog bukanlah tehnik atau transfer informasi atau bahkan untuk pelatihan keterampilan, tetapi lebih merupakan proses dialogis yang mengantarkan individu secara bersama-sama untuk memecahkan masalah atau persoalan. Dialog bertugas untuk membebaskan, penciptaan norma, aturan, prosedur dan kebijakan baru. Sebab, pembebasan bermakna transformasi atas sebuah sistem realitas yang saling berkait dan kompleks serta reformasi beberapa individu untuk mereduksi konsekuensi negatif dari perilakunya. 19
18 19
Ibid, hal.8
Moh. Padil dan Triyo Supriyanto, Sosiologi Pendidikan, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hal.38
21
Dalam konsep problem posing method, Freire mengajarkan hal lain tentang
pentingnya
peran
pendidik
dan
peserta
didik
dalam
mentransformasikan nilai-nilai pendidikan karena keduanya akan saling melengkapi
berbagai
kekurangan
dalam
proses
keberlangsungan
pendidikan, dan secara otomatis mendatangkan ide-ide kreatif dan baru sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi pada pendidikan. 20 Guna
mengatasi
memperkenalkan
metode
permasalahan
pendidikan
problem posing
method,
tersebut,
Freire
yaitu
metode
pendidikan yang tidak menindas dan bertujuan untuk membangkitkan kesadaran akan realitas. Implementasi dari metode ini tampak pada pola interaksi yang diharapkan terjadi di dalam kelas. Menurut Freire, hubungan yang ideal antara pendidik dan peserta didik bukanlah hubungan hierarki sebagaimana yang disebutkan dalam metode pembelajaran banking concept of education, tetapi merupakan hubungan dialogis. Sebab, melalui hubungan yang bersifat dialogikal pendidik dan peserta didik dapat
saling
berinteraksi di
mana keduanya
merupakan subjek
pembelajaran, 21 sedangkan objeknya adalah ilmu pengetahuan. Jadi pendidik bukan hanya semata-mata sosok tunggal yang mengajar, tetapi juga sosok yang diajar dalam proses dengan murid, sementara murid bukan hanya diajar tetapi pada saat yang sama juga mengajar. Murid bukan hanya pendengar yang semata-mata patuh, tetapi
20
Paulo Freire, Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 20017), hal.vii 21
Ibid, hal.72
22
juga rekan penyelidik yang kritis dalam dialog bersama guru. Guru bertugas mengedepankan suatu materi di hadapan murid-muridnya untuk meminta
pertimbangan
mereka
tentang
materi
tersebut.
Guru
mempertimbangkan ulang materi ketika murid-murid mengekspresikan perspektif mereka tentang materi. Adapun hasil yang diharapkan dari metode problem posing method adalah peserta didik mampu menghadapi realitas secara kritis serta berani merubahnya dan berani menghadapi tantangan. 22 c. Pendidikan Kritis dalam Pespektif Pendidikan Islam Secara epistemologi, pendidikan Islam berasal dari dua sumber, yaitu sumber normatif dan sumber historis. 23Sumber normatif adalah konsepkonsep pendidikan Islam yang berasal dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sedangkan
sumber
historis
adalah
pemikiran-pemikiran
tentang
pendidikan Islam yang diambil dari luar kedua kitab suci tersebut, yang sejalan dengan semangat ajaran Islam. Pada prinsipnya, pendidikan kritis dalam perspektif Islam tidak jauh dari tujuan utama pendidikan yaitu mengembalikan hak-hak kemanusiaan (humanisasi)
setelah
mengalami
dehumanisasi.
Sebab,
menurut
Kuntowijoyo, Islam adalah sebuah agama humanis, yaitu agama yang mementingkan manusia sebagai tujuan sentral. 24
22
Ibid, 68-69
23
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Edisi Baru, Cet. I; (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal.32-38 24
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, Cet. VIII; (Bandung: Mizan, 1998), hal.167-168
23
Selain itu, penggunaan konsep hegemoni dan ideologi sebagai pisau analisis dalam pendidikan kritis merupakan hal esensial. Islam sebagai agama pembebas menolak segala macam bantuk penindasan. Kalau konsep hegemoni dijadikan alat analisis untuk melihat adanya suatu bentuk penindasan atau tidak, maka bagi Islam hal ini merupakan suatu keniscayaan. Sebab, Islam secara gamblang membuat garis batas pembeda antara kebenaran dan kebatilan, 25 bahkan keduanya tidak boleh dicampuradukkan, antara keimanan dan kekufuran, antara keadilan dan kezaliman. Selanjutnya, pendidikan kritis juga menilai posisi pendidikan adalah sebagai pekerja budaya yang berperan sebagai intelektual transformatif. Pendidik dalam pandangan Islam merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan. Di pundak pendidik teerpikul tanggungjawab yang sangat besar dalam upaya mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang telah dicitakan. Menurut Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik. Mereka harus dapat mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik kognitif, afektif maupun potensi psikomotor. Potensi-potensi ini sedemikian rupa dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat yang optimal berdasarkan ajaran Islam. 26
25 26
Q. S Al-Baqarah: 2/42
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal.74
24
Jadi, prinsipnya epistemologi pendidikan kritis menurut Islam sejalan dengan teori yang dikembangkan oleh Paulo Freire dalam tataran teori dan praktek. Sebab, pandangan epistemologi Islam mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan kritis seperti humanisasi, analisis hegemoni, konsep intelektual transformatif dan praksis transformasi yang merealisasikan antara teori dan praktik sejalan dengan ajaran normativitas Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam. Ide dan gagasan pendidikan kritis sesungguhnya layak untuk diinkorporasikan dan diadopsi dalam ranah pendidikan Islam agar pendidikan Islam tidak melulu berkutat pada wilayah normatif yang cenderung mengabaikan wilayah empiriskontekstual. 27
F. Metode Penelitian Jenis penelitian ini tergolong penelitian lapangan (field research) apabila dilihat dari tempat penelitian dilakukan. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari sasaran penelitian yang selanjutnya disebut informan atau responden melalui instrumen pengumpulan data seperti angket, wawancara, observasi dan sebagainya.28 1. Metode Penentuan Subyek
27
Toto Suharto, "Pendidikan Kritis dalam Perspektif Epistemologi Islam (Kajian atas Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Kritis)", Makalah Presentasi, AICIS 2012 IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012, hal.292 28
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 125
25
Subyek penelitian adalah benda, hal, atau orang tempat variabel penelitian melekat.29 Subyek penelitian merupakan sumber data dimana peneliti dapat memperoleh data yang diperlukan dalam rangka penelitian. Metode penentuan subyek ini menggunakan informan. Informan adalah sejumlah orang yang harus dimintai keterangan dan informasi. Adapun informan tersebut terdiri dari: a. Informan Utama 1) Ketua Rayon PMII Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2) Ketua PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3) Ketua tim perumus materi pendidikan kritis pada PKD PMII Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. b. Informan Pendukung 1) Koordinator Departemen Intelektual PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.saudara M. Saiful Umam
29
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : Rieneka Cipta, 1998), hal. 130
26
2) Koordiantor Seksi Acara PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.saudari Anifa Anggraini 3) Pemateri pendidikan kritis pada PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.saudara Ahmad Fauzi 4) Dua orang peserta PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN
Sunan
Kalijaga
Yogyakarta.saudari
Tika
Wulandari dan saudara Afif Adapun jenis penelitian ini adalah kualitatif lapangan. Teknik penelitian kualitatif menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu pengambilan sampel sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif ini peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual, jadi maksud sampling dalam hal ini adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber. Jika tidak ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel dapat diakhiri. Jadi kuncinya di sini adalah jika sudah terjadi pengulangan informasi, maka penarikan sampel sudah harus dihentikan,
30
atau yang disebut
dengan data jenuh. 2. Metode Pengumpulan Data
30
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hal.166
27
Untuk keperluan memperoleh data yang cukup dan sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti, maka peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data yang saling melengkapi antara satu sama lain. Metode-metode tersebut ialah: a. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. 31 Metode ini peneliti gunakan untuk mengamati situasi dan kondisi pelaksanaan dalam PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta di PP. Al-Mahali Watu Agung, Bantul serta pelaksanaan materi pendidikan kritis di acara pelatihan kader tersebut. b. Wawancara Metode wawancara adalah cara pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab secara lisan dan bertatap muka dengan siapa saja yang
dikehendaki. Sutrisno Hadi mengatakan bahwa metode
wawancara adalah metode pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan dengan tujuan penelitian. 32 Adapun metode wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin yaitu dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan dengan pedoman tetentu yang telah dipersiapkan terlebih
31
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal.54 32
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid II, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hal. 193
28
dahulu. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang pada umumnya hanya dapat diperoleh dengan komunikasi secara langsung. c. Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan lain-lain. 33Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian seperti gambaran umum, lokasi pelaksanaan PKD, keadaan peserta PKD, struktur panitia PKD erta sarana dan prasarana. 3. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga mudah dipahami dan semuanya dapat diinformasikan kepada orang lain. 34 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tehnik diskriptif untuk menganalisis data yang terkumpul, peneliti menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah cara analisis yang cenderung menggunakan kata-kata untuk menjelaskan (descrable) fenomena ataupun data yang didapatkan. 35
33
Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta: Rineka Cipta,2002), hal.188 34
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007) hal.334 35
Drajad Suharjo, Metodologi Penelitian dan Penulisan Laporan Ilmiah, (Yogyakarta: UII Press, 2003), hal.12
29
Untuk data kualitatif/non-angka yang diperoleh penulis dari penelitian, akan penulis olah dengan menggunakan metode deskriptif analitis non statistik dengan cara; 1) Metode induktif. Yaitu cara berfikir yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. 36 2) Metode Deduktif. Yaitu perolehan data atau keterangan yang bersifat umum, kemudian diolah untuk mendapatkan rincian yang bersifat khusus.37 Selain analisis kualitatif, peneliti juga meggunakan analisis isi/analisis dokumentasi (content analisis), yaitu penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan. Analisis ini ialah mengolah data yang terkumpul dan sudah menjadi dokumen dengan cara menganalisis isinya, misalnya dari hasil beberapa observasi atau interview telah terkumpul atau sudah didokumentasikan kemudian diolah dan dianalisis sesuai dengan isinya tetapi perlu diingat bahwa data itu harus diseleksi atas dasar realibilitasnya dan validitasnya yang selanjutnya didiskripsikan. G. Sistematika Pembahasan Penelitian ini berusaha disajikan dengan memenuhi standar ilmiah. Dengan kata lain, menyajikan karya ilmiah ini secara sistematis, teratur dan 36
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasih, 1989),
37
Ibid, hal.200
hal.44
30
logis sehingga dapat menjadi karya yang utuh. Adapun susunan sistematika adalah sebagai berikut: 1. Bab I, terdiri dari pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, serta sistematika pembahasan. 2. Bab II, Gambaran Umum yang berisi Sejarah singkat PMII, struktur kepanitiaan Pelaksanaan PKD PMII 2015, Maksud dan Tujuan PKD, Materi-materi dan kegiatan dalam PKD. 3. Bab III,Pendidikan Kritis Dalam PKD.Berisi tentang praktik pendidikan kritis dalam PKD, dan pemikiran pendidikan kritis Paulo Freire. 4. Bab IV, Analisis penerapan pendidikan kritisdalam Pendidikan Hadap Masalah dan Pendidikan Dialogis. 5. Bab V, Berisi kesimpulan, saran dan penutup.
98
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian tentang pendidikan kritis dalam pelatihan kader dasar PMII dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dalam melaksanakan agenda PKD memasukkan materi pendidikan kritis sebagai bahan kajian selama proses pelaksanaan agenda tersebut. Landasan materi pendidikan kritis PMII adalah mengacu pada konsep pendidikan dan gagasan Paulo Freire,
yakni pendidikan kritis dan kesadaran masyarakat
guna
menciptakan transformasi sosial sehingga masyarakat dapat terhindar dari penindasan-penindasan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. 2. Pelaksanaan materi pendidikan kritis di PKD melalui sejumlah metode yaitu penyampaian isi materi, tanya jawab, diskusi, studi kasus dan brainstorming. Tahapan-tahapan itu dimaksudkan agar peserta PKD mampu memahami materi pendidikan kritis serta terbangun kesadarannya bagaimana mestinya pendidikan menjalankan perannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat, khususnya Indonesia. Praktek belajar mengajar dengan cara berdialog diterapkan PMII dalam PKD khususnya pada materi pendidikan
kritis.
Metode
pembejalaran
hadap
masalah
juga
termanifestasikan dalam bentuk studi kasus. 3. Kontribusi pendidikan kritis bagi Indonesia adalah bahwa peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari,
99
mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. B. Rekomendasi 1. Bagi Kader PMII Dari temuan penelitian ini, bahwa PMII terlalu banyak mengadopsi pemikiran Paulo Freire sehingga menjadikannya pergerakan yang hanya berbasis kiri. Padahal sebagai organisasi mahasiswa Islam Indonesia yang moderat, seharusnya lebih mengutamakan gagasan pemikiran yang mampu menampung pemikiran kritis tokoh-tokoh Islam pada umumnya serta tokoh-tokoh yang dilahirkan dari rahim PMII sendiri. 2. Bagi Organisasi PMII Dalam modul PKD sebagai pegangan mahasiswa PMII, masih banyak terdapat kekeliruan dalam pemaparan materi-materinya. PMII harus konsisten dalam memberikan materi pendidikan kritis yang benar kepada para kader. Supaya kader tidak salah paham dan mampu berpikir kritis dalam menyikapi segala persoalan. Dalam pelaksanaan materi pendidikan kritis panitia dan rayon perlu merumuskan lebih matang lagi sehingga ketika praktek peserta benar-benar telah
100
memahami materi pendidikan kritis. Selain itu, harus ada rekonstruksi kembali pada materi pendidikan kritis karena pada setiap agenda PKD, panitia hanya menggunakan modul yang sama dari tahun ke tahun. 3. Bagi Penyelenggara Pendidikan Penyelenggara pendidikan harus konsisten menerapkan konsep yang telah dirancang dengan baik dan benar. Konsep pendidikan kritis penting sehingga pelaksanaannya mahasiswa mampu menganalisa peran pihak lain atau investor yang berpotensi mempengaruhi berbagai kebijakan-kebijakan
dalam
pelaksanaan
pendidikan.
Para
penyelenggara pendidikan hendaknya mulai saat ini sadar bahwa jabatan yang diemban adalah murni untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat, bukan semata-mata profesi. 4. Bagi peneliti lanjutan Peneliti lanjutan perlu mengkaji lebih dalam bagaimana PMII rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan memberikan materi pendidikan kritis pasca pelaksanaan PKD. C. Kata Penutup Akhirnya dengan ucapan segala puji bagi Allah SWT seru sekalian alam yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, syafaat Nabi Muhammad SAW yang mengiringi peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan di berbagai tempat, baik secara teknis maupun redaksional. Hal tersebut semata sebagai cermin kelemahan dan
101
kekurangan penulis
pribadi.
Karena
itulah
penulis
mengharapkan
sumbangan kritik dan saran untuk pengembangan lebih lanjut dari para pembaca sebagai referensi penting bagi penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi pihak-pihak
yang
berkecimpung
dalam
dunia
pendidikan
untuk
mencerdaskan anak-anak bangsa dan para pembaca sekalian. Dan semoga Allah SWT menghitung ini sebagai amal ibadah serta meridhoi setiap hamba-Nya yang selalu melakukan amal kebajikan dan ilmu yang berguna bagi umat manusia.
102
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000) Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994) Drajad Suharjo, Metodologi Penelitian dan Penulisan Laporan Ilmiah, (Yogyakarta: UII Press, 2003) Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996) Irma Muthoharoh, “Pendidikan Kritis dan Pemberdayaan Masyarakat (Studi pada Program Peace Building Lintas-Interfaith Yogyakarta di Desa Semoyo Kecamatan Patuka Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta.” Skripsi. Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008. Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, Cet. VIII; (Bandung: Mizan, 1998) Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998) Listiyono Santoso, Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2003) Madro‟i, “Konsep Penyadaran Menurut Paulo Freire dalam Perspektif Pendidikan Islam.” Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012. Mansour Fakih, Ideologi Dalam Pendidikan, pengantar dalam William F. Oneil, Ideologi-ideologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001) Mansour Fakih, Jalan Lain: Manifesto Intelektual Organik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi LSM Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010) Margaret M,P, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 200) Moh. Padil dan Triyo Supriyanto, Sosiologi Pendidikan, (Malang: UIN Malang Press, 2007)
103
Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2009) Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasih, 1989) Nurul Huda, “Perbandingan Pemikiran Paulo Freire dengan Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep Pendidikan Humanistik serta Relevansi terhadap Pendidikan Agama Islam.” Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. Paulo Freire, Pedagogi Hati, (Yogyakarta: Kanisius, 2001) Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed, (New York: Continuum, 2000) Paulo Freire, Pedagogy of The Oppressed, Alih Bahasa Myra Bergman Ramos, Cet.I; (London: Sheed and Ward, 1972) Paulo Freire, Pendidikan Sebagai Proses, Surat Menyurat Pedagogis dengan para Pendidik Guinea-Bissau, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) Paulo Freire, Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 20017) Reno Fernandes, "Pendidikan Hadap Masalah", Makalah Dosen Pendidikan Sosiologi UNP dan Peneliti Revolt Insitute, 06 September 2015 Sudarmono Wiryohandoyo, Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002) Sudarwan Damim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007) Suharismi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta: Rineka Cipta,2002) Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : Rieneka Cipta, 1998) Sujono Samba, Lebih Baik Tidak Sekolah, (Yogyakarta: LKiS, 2007) Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid II, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989)
104
Toto Suharto, "Pendidikan Kritis dalam Perspektif Epistemologi Islam (Kajian atas Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Kritis)", Makalah Presentasi, AICIS 2012 IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Edisi Baru, Cet. I; (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2011) Wahyu Pramudya, " Mengenal Filsafat Pendidikan Paulo Freire: Antara Banking Concept of Education, Problem Posing Method, dan Pendidikan Kristen di Indonesia", Jurnal Veritas 2/2, Oktober 2001 Wistrad, Modul Pelatihan Kader Dasar (PKD) PMII Rayon Wisma Tradisi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Pustaka Tradisi, 2015)
CATATAN LAPANGAN I
Metode pengumpulan data
: Wawancara
Hari/ tanggal
: Kamis, 01 Oktober 2015
Jam
: 10.00 WIB
Lokasi
: Sekretariat PMII Wisma Tradisi
Sumber Data
: Muhammad Wifqi Maulana
Deskripsi Data: Informan adalah Ketuan Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keburuan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Wawancara dilaksanakan sekretariat PMII Wisma Tradisi, pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan yaitu mengenai profil PMII, pra kegiatan PKD, pendidikan kritis dan keterkaitan PKD dengan pendidikan secara umum. Menurut Wifqi, pendidikan kritis potensial untuk melahirkan kesadaran sosial setiap individu-individu masyarakat guna menciptakan ruang-ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas sehingga terciptanya transformasi sosial.
CATATAN LAPANGAN II
Metode pengumpulan data
: Wawancara
Hari/ tanggal
: Jumat, 02 Oktober 2015
Jam
: 11.30 WIB
Lokasi
: Lokasi PKD (Sekretariat Panitia)
Sumber Data
: M. Umar Ali
Deskripsi Data: Informan adalah ketua panitia pelaksanaan PKD PMII Rayon Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan yaitu mengenai kegiatan yang dilaksanakan, hubungan antara kegiatan PKD dengan pendidikan kritis. Menurut M. Umar Ali, kegiatan pengkaderan PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan ini diselenggarakan atas dasar pembentukan karakter bangsa yang kritis agar bisa menganalisa kebijakan-kebijakan bertaraf lokal kampus maupun nasional
CATATAN LAPANGAN III
Metode pengumpulan data
: Wawancara
Hari/ tanggal
: Jumat, 02 Oktober 2015
Jam
: 11.30 WIB
Lokasi
: Lokasi PKD (Sekretariat Panitia)
Sumber Data
: Anifa Anggraini
Deskripsi Data: Informan adalah koordinator seksi acara pelaksanaan PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Wawancara dilaksanakan di sekretariat panitia PKD, pertanyaan- pertanyaan yang disampaikan yaitu mengenai kegiatan apa saja yang dilaksanakan saat PKD, manual, acara, penyajian pendidikan kritis dalam proses acara PKD tersebut dan kendala dalam pelakasanaan acara PKD. Menurut Anifa, kegiatan yang dilaksanakan di lokasi PKD yaitu kegiatan sesi materi, brainstorming, diskusi terbuka, sesi tanya-jawab. Sedangkan kendala dalam pelaksanaan acara PKD adalah kurangnya kordinasi dan komunikasi antar panitia guna mendukung berjalannya acara PKD dan peserta kurang antusias.
CATATAN LAPANGAN IV
Metode pengumpulan data
: Wawancara
Hari/ tanggal
: Minggu, 04 Oktober 2015
Jam
: 09.00 WIB
Lokasi
: Aula Pertemuan
Sumber Data
: Ahmad Fauzi S. Pd.I
Deskripsi Data: Informan adalah kader PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah Angkatan 2008 yang berkecimpung di dunia organisasi khususnya organisasi ke-NU-an, beliau sebagai pemateri pendidikan kritis dalam acara PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Pertanyaan yang diajukan mengenai pendidikan kritis dan kontribusi plaksanaan materi pendidikan kritis ini terhadap pendidikan Indonesia umumnya. Menurut beliau, pelaksanaan PKD ini terkait dengan materi pendidikan kritis sangat perlu dilaksanakan untuk memancin bahkan menumbuhkembangkan analisa peserta PKD dalam melihat kondidi pendidikan di Indonesia dan kontribusi pelaksanaan PKD terhadap pendidikan di Indonesia para peserta diharapkan nantinya bisa mengawal kebijakan pendidikan Indonesia yang mencerdaskan dan memanusiakan manusia.
CATATAN LAPANGAN V
Metode pengumpulan data
: Wawancara
Hari/ tanggal
: Minggu, 04 Oktober 2015
Jam
: 09.30 WIB
Lokasi
: Aula Pertemuan
Sumber Data
: Tika Wulandari
Deskripsi Data: Informan adalah peserta PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Wawancara dilaksanakan aula pertemuan saat brainstroming diadakan, pertanyaan- pertanyaan yang disampaikan yaitu mengenai kegiatan apa saja yang dilaksanakan saat PKD, pendidikan kritis dan tentang keadaan pendidikan Indonesia. Menurut Tika, kegiatan yang dilaksanakan di lokasi PKD yaitu kegiatan sesi materi, brainstorming, diskusi terbuka, sesi tanya-jawab. Pendidikan kritis sendiri merupakan dasar bagi setiap mahasiswa yang nantinya diharapkan menjadi agent of change membawa perubahan terhadap pendidikan di Indonesia.
CATATAN LAPANGAN VI
Metode pengumpulan data
: Wawancara
Hari/ tanggal
: Minggu, 04 Oktober 2015
Jam
: 09.30 WIB
Lokasi
: Aula Pertemuan
Sumber Data
: Afif
Deskripsi Data: Informan adalah peserta PKD PMII Rayon Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Wawancara dilaksanakan aula pertemuan saat brainstroming diadakan, pertanyaan- pertanyaan yang disampaikan yaitu mengenai kegiatan apa saja yang dilaksanakan saat PKD, pendidikan kritis dan tentang keadaan pendidikan Indonesia. Menurut Tika, kegiatan yang dilaksanakan di lokasi PKD yaitu kegiatan sesi materi, brainstorming, diskusi terbuka, sesi tanya-jawab. Keadaan pendidikn di Indonesia sendiri belum merata dan masih adanya sentralisasi pendidikan, baik dalam hal saran prasarana maupun tenaga pengajar yang mumpuni. Kebijakan pendidikan sendiri masih diatur oleh pemerintah dan tidak menguntungkan bagi rakyat kecil.
CURRICULUM VITAE Nama Tempat/tgl Lahir Jenis Kelamin Agama Status Alamat Yogyakarta Alamat asal Contac Person Email
: Muhammad Zul Iman : Jakarta, 09 Mei 1989 : Laki-laki : Islam : Belum Kawin : Jl. Hastina GK 191 RT VI/ RW 2 Demangan, Gondokusuman Yogyakarta : Butuh RT/RW 002/001 kel.Butuh kec.Butuh kabupaten. Purworejo : 0875729458869 :
[email protected]
ORANG TUA Nama Ayah Pekerjaan Nama Ibu Pekerjaan
: H.Ngadiman : Wiraswasta : Hj.Darsinah : Ibu Rumah Tangga
RIWAYAT PENDIDIKAN Formal
: SDN Cideng 10 Jakarta 1995-2001 : MTs An Nawawi Purworejo 2001-2004 : MA An Nawawi 2004-2007