PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MELALUI AJARAN “PAMALI” PADA MASYARAKAT ADAT KAMPUNG KUTA KABUPATEN CIAMIS Trisna Sukmayadi Program Studi PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
[email protected] Abstrak Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai masalah. Diantara masalah yang dihadapi yang paling krusial adalah kemerosotan moral bangsa. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai kasus seperti penyalahgunaan Narkoba oleh generasi muda, KKN, kemaksiatan seperti hal yang biasa, dan masih banyak lagi yang lainnya. Akan tetapi, dtengah-tengah arus negatif tersebut, ternyata masih ada masyarakat yang tidak terkontaminasi, salah satunya yaitu masyarakat adat Kampung Kuta Kabupaten Ciamis. Masyarakat adat ini masih memegang teguh ajaran warisan karuhun/leluhurnya melalui ungkapan pamali. Oleh karena itu, maka penelitian ini bertujuan untuk mengungkap lebih dalam ajaran pamali dalam upaya pendidikan karakter berbasiskan nilai-nilai kearifan lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur, wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah 1) masyarakat Kampung Kuta berpandangan bahwa pamali merupakan suatu larangan bagi setiap hal yang tidak diperbolehkan tanpa harus bertanya mengapa dan menjadi suatu keyakinan yang luhur dalam diri setiap masyarakat; 2) Meskipun sekarang arus globalisasi sudah sangat kuat, sampai saat mereka masih memegang teguh pamali sebagai larangan yang harus dipatuhi; 3) makna pamali sesungguhnya bisa disesuaikan dengan situasi dan konteks pada saat apa, kapan, dan dimana larangan tersebut harus dipatuhi; 4) kekuatan pamali sesungguhnya bukan terletak pada siapa yang mengungkapkannya, tapi pada keyakinan akan kebenaran yang diwariskan oleh para karuhunnya/leluhurnya sebagai bagian dari ajaran pikukuh sunda. Kata Kunci: Kearifan lokal, Masyarakat adat, Pamali
PENDAHULUAN Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultur. Bangsa yang di dalamnya berbeda-beda bahasa, adat istiadat, agama, dan budaya. Meskipun begitu, bangsa ini dari semenjak dahulu terkenal dengan adat ketimurannya, yaitu ramah tamah, sangat menjunjung tinggi sopan santun kepada semua orang. Seiring berjalannya waktu, arus globalisasi yang menimbulkan dampak modernisasi dan westernisasi memunculkan dampak positif dan negatif. Ranah dampak positif sudah bisa kita rasakan saat ini dengan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi hal tersebut ternyata juga harus disertai dengan
kemorosan moral bangsa. Misalnya meningkatknya kekerasan di kalangan remaja, penyalhgunaan narkoba, dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Berdasarkan data Anti-Corruption Clearing House (ACCH) tentang rekapitulasi tindak pidana korupsi Per 31 Maret 2017, di tahun 2017 KPK melakukan penanganan tindak pidana korupsi dengan rincian: penyelidikan 26 perkara, penyidikan 27 perkara, penuntutan 24 perkara, inkracht 16 perkara, dan eksekusi 20 perkara. Dan total penanganan perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2004-2017 adalah penyelidikan 874 perkara, penyidikan 594 perkara, penuntutan 489
1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
perkara, inkracht 406 perkara, dan eksekusi 434 perkara. Data tersebut menunjukan bahwa tindakan korupsi di Indonesia merupakan “penyakit” yang sepertinya “enggan untuk pergi”. Dari tahun ke tahun bukannya berkurang, justru semakin bertambah. Para oknum abdi negara bukan berlomba-lomba memajukan kesejahteraan rakyat, justru berlomba-lomba untuk memiskinkan rakyat. Mereka mengeruk harta rakyat dengan mengatasnamakan “abdi negara”. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian bersama, ada apa dengan negara kita?, ada apa dengan bangsa kita? Sehingga perbuatan yang sehina itu seolah-olah menjadi sebuah kebiasaan. Selain korupsi yang terus meningkat dan menjadi sebuah kebiasaan, momok yang menakutkan lainnya adalah kekerasan terhadap perempuan, terutama Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Berdasarkan Lembar Fakta Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tanggal 07 Maret 2017 tentang temuan dalam Catatan Tahunan 2017, menyebutkan bahwa di ranah rumah tangga/personal, persentase tertinggi adalah kekerasan fisik 42% (4.281 kasus), diikuti kekerasan seksual 34% (3.495 kasus), kekerasan psikis 14% (1.451 kasus) dan kekerasan ekonomi 10% (978 kasus), sedangkan untuk kekerasan seksual di ranah KDRT/personal tahun ini, perkosaan menempati posisi tertinggi sebanyak 1.389 kasus, diikuti pencabulan sebanyak 1.266 kasus. Selain itu, usia pra nikah yang mengalami kekerasan juga banyak, terbukti CATAHU Di tahun ini juga menampilkan data perkosaan dalam perkawinan sebanyak 135 kasus dan menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah KDRT/personal adalah pacar sebanyak 2.017 orang. Ketikamanan dan ketidaknyamanan dalam melaksanakan rumah tangga akan
mengakibatkan hilangnya generasi selanjutnya, oleh karena hadirnya rumah tangga yang dalam hal ini adalah perkawinan, salah satu tujuan utamanya adalah meneruskan keturunan, yaitu meneruskan generasi muda Indoensia yang handal dan mampu menjawab segala tantangan jaman. Apabila hal itu tetap dibiarkan atau tidak ada langkah positif untuk menangani masalah itu maka peradaban bangsa indonesia berada dalam bahaya yang sangat besar. kemerosotan moral yang dialami masyarakat merupakan pertanda kemunduran dan kehancuran Bangsa Indonesia. Hilangnya kekuatan generasi muda Indonesia dala membangun NKRI juga diakibatkan oleh semakin banyaknya pengedar dan pengkonsumsi narkoba. Berdasarkan Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jumlah kasus narkoba berdasarkan penggolongannya yang masuk dalam kategori narkotika terus mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir yakni dari 10.008 kasus di tahun 2008 menjadi 19.081 di tahun 2012. Kemerosotan moral generai muda saat ini merupakan keperihatinan yang sangat mendalam, karena tulang punggung bangsa rapuh termakan oleh hancurnya moral, dipundak merekalah masa depan bangsa dipertaruhkan, jika generasinya hancur, maka hancurlah bangsa ini. Pendidikan karakter bangsa yang kembali digalakan oleh pemerintah dengan sentuhan Nawacita dari Presiden RI, yaitu adanya revolusi mental menjadi suatu keniscayaan dalam membangun kembali watak peradaban bangsa yang amanatkan dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional Indonesia. Pendidikan karakter di lingkungan masyarakat yang masih ada sampai saat ini salah satunya adalah di masyarakat adat Kampung Kuta. Kampung Kuta terletak di
2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis. Kampung adat ini dihuni masyarakat yang hidup dilandasi nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan dari karuhun/leluhur kepada generasi selanjutnya, salah satunya adalah pamali. Pamali dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai ungkapan melarang terhadap larangan-larangan yang bersifat agama ataupun adat istiadat, tanpa adanya sanggahan atau pertanyaan selanjutnya dari orang yang dilarang. Artinya ketika orang tersebut dilarang dengan ungkapan pamali, maka dengan seketika orang itu patuh tanpa harus bertanya ini dan itu. Masyarakat adat Kampung Kuta, dengan memegang teguh nilai-nilai kearifan lokalnya, mampu hidup berdampingan dengan aman, nyaman, tenteram, dan sejahtera lahir dan batin. Oleh karena itu perlu kiranya kajian mendalam mengapa mereka bisa seperti itu, sehingga apa yang mereka lakukan, intisarinya yang tidak bertentangan dengan agama dapat dilaksanakan pada kehidupan saat ini. Dalam kajian Etnopedagogi memandang bahwa pengetahuan atau kearifan lokal (local knowledge, local wisdom) sebagai sumber inovasi dan keterampilan yang dapat diberdayakan demi kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal adalah proses bagaimana pengetahuan dihasilkan, disimpan, diterapkan, dikelola, dan diwariskan (Alwasilah, 2006). METODE Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Permasalahan bersumber pada interaksi manusia dalam hal kaitannya dengan nilai-nilai kearifan lokal yang sudah ada pada masyarakat adat Kampung Kuta sejak jaman dahulu, dan masih dipertahankan sampai saat ini. Satori dan Komariah, 2011: 24, mengutip pendapatnya Creswell, menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif adalah suatu proses inquiry tentang pemahaman berdasar pada tradisi-tradisi metodologis terpisah, jelas pemeriksaan bahwa menjelajah suatu masalah sosial atau manusia. Peneliti membangun kompleks, gambaran holistik, meneliti kata-kata laporan-laporan, memerinci pandangan-pandangan dari penutur asli, dan melakukan di suatu pengaturan yang alami. Adapun jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus. Metode ini dilakukan secara instensif, terperinci dan mendalam terhadap imdividu, kelompok, organisasi atau gejala tertentu. Adapun gejala tertentu yang khas dalam penelitian ini adalah bahwa masyarakat adat Kampung Kuta merupakan salah satu masyarakat adat yang memiliki komitmen dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal, yaitu pamali. Situs penelitian ini berlokasi di lingkungan masyarakat adat kampung Kuta yang terletak di Desa Tambaksari Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat, dengan sasaran penelitian ketua dan wakil ketua adat, serta tokoh masyarakat adat Kampung Kuta. Instrumen pengumpul data yang dilakukan kepada sasaran penelitian tersebut adalah melalui studi literatur, wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yakni tahap orientasi, eksplorasi, member-check, dan Analisis Data. Kegiatan analisis data dilakukan setelah data yang diperlukan terkumpul. Dengan demikian, pada tahap ini, peneliti berusaha mengorganisasikan data yang diperoleh dalam bentuk catatan lapangan dan dokumentasi. Analisis data kualitatif yang akan digunakan peneliti adalah berdasarkan pada model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2007: 246) yang terdiri atas tiga aktivitas, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
Rancangan penelitian ini merupakan satu kesatuan utuh dalam memahami, mengkaji dan menganalisis pendidikan karakter berbasis kearifan lokal melalui larangan dengan ungkapan pamali. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan bahwa yang menjadi penguat bertahannya nilainilai kearifan lokal pada masyarakat adat Kampung Kuta di era globalisasi dan modernisasi adalah dengan masih dipegang teguhnya istilah pamali. Pamali adalah satu kata yang menyebutkan berbagai arti tergantung pada situasi dan kondisi pada saat itu. Pamali biasanya berisi pantangan dan keharusan. Apabila kata pamali sudah terucap, maka tidak boleh ada siapapun termasuk masyarakat dari luar Kampung Kuta, yang melanggarnya, dan harus mentaatinya. Jikalau dilanggar atau tidak dilaksanakan, maka akan ada sangsi yang bersifat mistis. Pamali merupakan salah satu cara supaya warga masyarakat adat Kampung Kuta patuh terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan oleh para karuhun/leluhur sejak lama. Pada masyarakat adat Kampung Kuta, pamali diimplementasikan ke dalam berbagai perilaku kehidupan, baik yang sifatnya agama, adat istiadat, atau pun nilainilai. Pamali diwariskan kepada generasi selanjutnya tidak melalui pendidikan secara khusus, atau tidak melalu lembaga secara khusus. Akan tetapi dengan sendirinya apabila ada larangan, bagaimana supaya larangan tersebut tidak dilanggar, maka diungkapkanlah kata pamali. Pengungkapan pamali ini biasanya dilontarkan dari yang berusia tua kepada yang berusia muda, atau dari yang lebih mengetahui kepada yang belum mengetahui. Berdasarkan pada kejadiankejadian yang pernah ada di Kampung Kuta, kebanyakan yang melanggar pamali adalah mereka yang datang dari luar. Hanya
sedikit warganya yang melanggar. Menurut tokoh masyarakat adat Kampung Kuta, menuturkan bahwa pernah ada satu kejadian dimana satu keluarga melanggar adat istiadat yang dari dulu tidak diperbolehkan, yaitu membangun rumah paten (rumah yang terbuat dari tembok/khas modern). Maka keluarga tersebut mendadak dilanda musibah yang bertubi-tubi, mulai dari sakit-sakitan, bahkan sampai meninggal dunia. Setelah keluarga tersebut kembali lagi pada model rumah adat yang seharusnya, maka secara tiba-tiba juga musibah-musibah tadi hilang dengan sendirinya. Maka disana sanki apabila melanggar pamali adalah bersifat religiomagis. Apa yang dialami masyarakat Kampung Kuta, sesuai dengan pemaknaan kata pamali. Kata pamali menurut kajian etimologis berarti sebagai suatu larangan yang jika dilarang akan mendatangkan celaka (dalam Danadibrata, 2009: 489). Oleh karena itu adanya pamali tidak terlepas dari sanksi yang bersifat religiomagis. Religio-magis berarti kepercayaan masyarakat adat terhadap hal-hal yang bersifat gaib. Artinya sanki melanggar pamali berbentuk hal-hal yang gaib atau mistis, yang terkadang sulit dijelaskan oleh akal pikiran. Kata pamali selain diungkapkan oleh masyarakat adat Kampung Kuta, juga diungkapkan oleh sebagain besar masyarakat sunda sampai hari ini, terutama di daerah pedesaan. Sebagai salah satu contoh adalah daerah Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan. Berdasarkan hasil penelitian Widtusti, H (2015: 78) dengan memakai analisis etnopedagogi didapat 13 pamali yang mempunya nilai silis asih, 16 pamali mengandung nilai silih asuh, terus ada 10 pamali yang termasuk pada nilai pengkuh agama, 13 pamali mengandung unsur luhung elmu, 44 nilai jembar budaya dan ada sembilan pamali yang mengandung
4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
nilai rancagé gawéna. Selanjutnya ada 32 pamali yang mempunyai nilai bener, lima pamali mengandung nilai singer, ada enam pamali yang mengandung nilai moral manusia kepada Tuhan, 45 pamali yang mengandung nilai moral manusia kepada pribadi, serta ada 24 pamali yang mengandung nilai moral manusia kepada sesama, ada sembilan pamali yang mempunyai nilai moral manusia kepada alam, dan terakhir ada 18 pamali yang mengandung nilai moral manusia kepada tujuan hidupnya. Pamali bagi masyarakat Kecamagtan Cigugur merupakan salah satu pedoman dalam berperilaku, suatu ajaran dalam menjalani hidup yang benar. Pamali juga diungkapkan oleh sebagian besar orang Bajo. Berdasarkan hasil penelitian Bahtiar (2012: 178) terhadap kearifan lokal Orang Bajo dalam Pengelolaan Sumber Daya Laut, menyebutkan bahwa kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya laut ditemukannya ide-ide konservasi yang berbasis pada budaya lokal yakni ongko dan pamali. Pamali atau tabo (pantang-larang) merupakan seperangkat nilai dan aturan yang tidak boleh dilanggar. Bagi yang melanggarnya akan mendapat kutukan atau musibah dari Dewa Laut. Dalam pamali tersebut ada yang berkaitan dengan kelangsungan ekosistem dan biota laut, dan ada juga berkaitan dengan keselamatan individu dan masyarakat Bajo secara umum. Maka pamali bagi orang Bajo merupakan hal yang bersifat religio-magis atau mistis, oleh karenanya harus dilaksanakan sebagai suatu keyakinan yang mendalam sebagai suatu pedoman hidup. Pamali bagi masyarakat adat dipertahankan sebagai suatu struktur keyakinan yang selalu dipertahankan keberadaannya. Hal ini tentunya mempunyai alasan bahwa pamali memiliki alasan bagi mereka untuk tetap mempertahankan keserasian hidup. Seperti
halnya hasil penelitian dari Ai Juju R (2014: 169) menjelaskan bahwa masyarakat adat Kampung Dukuh secara turun temurun mewariskan pamali pada generasi selanjutnya sebagai wahana dalam menjaga keserasian dan keseimbangan alam. Oleh karenanya, sampai saat ini pada umumnya keadaan masyarakat adat masih tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kearifan lokalnya. Menggali dan melestarikan berbagai unsur kearifan lokal, tradisi dan pranata lokal, termasuk norma dan adat istiadat yang bermanfaat dan dapat berfungsi efektif dalam pendidikan karakter, sambil melakukan kajian dan pengayaan dengan kearifan-kearifan baru. Mengacu pada teori social learning, bahwa sesungguhnya budaya merupakan pola perilaku yang dipelajari, artinya bahwa masyarakatpun dapat “tidak belajar untuk keras” alias mempunyai karakter yang baik (Fajarini. U, 2014: 130). Pendidikan karakter berbasis nilainilai kearifan lokal sebagai salah satu upaya dalam ketahanan budaya. Sedyawati (dalam Suwardani. N.P, 2015: 256) memaknai ketahanan budaya sebagai kemampuan sebuah kebudayaan untuk mempertahankan jatidirinya, tidak dengan menolak segala unsur asing dari luarnya, melainkan dengan menyaring, memilih, dan jika perlu memodifikasi unsur-unsur budaya luar sehingga tetap sesuai dengan karakter dan citra bangsa. Banyak nilai-nilai kearifan lokal yang dapat dimanfaatkan untuk membentengi masyarakat dari pengaruh negatif modernisasi globalisasi sekaligus untuk membentuk karakter. Setiap wilayah tentu memiliki budayanya sendiri dengan berbagai kearifan di dalamnya. Bahkan sekolah atau lembaga pendidikan formal yang ada di wilayah tersebut menjadikan kearifan lokal wilayah tersebut sebagai rujukan untuk membentuk kultur sekolah,
5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
agar peserta didik tidak terasing dari budaya yang melingkupinya. Nilai-nilai kearifan lokal, salah satunya adalah pamali sebagai warisan budaya bangsa hendaknya menjadi benteng arus globalisasi yang berdampak negatif saat ini. Pamali sesungguhnya merupakan cara bagimana orang itu menjadi baik sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Pamali merupakan wahana pendidikan karakter masyarakat adat, terutama pada masyarakat adat Kampung Kuta Kabupaten Ciamis. Oleh karenanya, pengembangan pendidikan karakter saat ini hendaknya memperhatikan pula nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada setiap daerah. Pamali dalam konteks pengembangan pendidikan karakter masa kini hendaknya diterjemahkan sebagai suatu logika berfikir. Sehingga para orang tua atau guru sudah siap menterjemahkan pamali dalam berbagai konteks. Pola pendidikan karakter berbasis nilai kearifan lokal pamali dapat menjadi jembatan antara hal-hal yang bersifat nyata dengan hal-hal yang bersifat religio-magis. Karena disadari atau tidak, hal-hal yang bersifat religio-magis ternyata ada. Pendekatan ini memungkinkan para generasi muda mematuhi suatu peraturan bukan hanya sebagai simbol saja, akan tetapi betul-betul diyakininya sebagai sesuatu hal yang benar. Seperti contoh, apakah memakai helm ketika berkendara motor menjadi merupakan suatu keyakinan yang benar akan keselamatan kepala atau hanya sebagai simbol saja supaya tidak ditangkap oleh aparat yang berwenang. Membuat orang yakin dengan apa yang harus diperbuatnya tiaklah gampang. Perlu pemikiran dan kesiapan kita semua dalam membangun kebiasaan berfikir matang. Masyarakat adat sampai hari ini masih ada dan nilai-nilai warisan budayanya masih lestari, sesungguhnya berawal dari keyakinan akan kebenaran
yang mereka lakukan. Mereka yakin bahwa warisan dari leluhur/nenek moyangnya adalah sesuatu hal yang benar. SIMPULAN Masyarakat adat Kampung Kuta Kabupaten Ciamis sampai sekarang masih tetap memakai ungkapan pamali dalam melarang suatu larangan. Pamali bagi mereka merupakan suatu keyakinan yang dianggap benar apabila mematuhinya. Pamali dalam kehidupan mereka diwariskan melalui tradisi lisan kepada generasi selanjutnya secara langsung, yaitu ketika diantara mereka hendak melanggar karena lupa atau sengaja, kemudian ketahuan, maka disana ungkapan pamali disebutkan, dan dengan segera mereka mematuhinya. Pamali jika dilanggar akan berakibat sanki yang bersifat religio-magis. Masyarakat adat kampung kuta memahami pamali dengan keyakinan, yaitu keyakinan akan sesuatu hal yang benar dan baik bagi mereka, bukan hanya sebagai simbol belaka. Cara pandang seperti inilah yang membedakan kepatuhan masyarakat adat dengan kepatuhan masyarakat biasa pada umumnya. DAFTAR RUJUKAN Ai Juju R., dkk., (2014). The Cultural Reconstruction Of Taboo Under Mama Uluk’s Leadership In Kampong Dukuh, A Sundanese Traditional Hamlet In Garut Regency West Java Indonesia. Jurnal Panggung. Edisi Nomor 02 Volume 24 Tahun 2014. Alwasilah, A.C., (2006). Pokoknya Sunda. Bandung: Karawitan Bahtiar., (2012). Kearifan Lokal Orang Bajo dalam Pengelolaan Sumber
6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
Daya Laut. Jurnal Mudra, Edisi Nomor 02 Volume 27 Tahun 2012.
Bali Volume 05 Nomor 02 Tahun 2015.
Danadibrata., (2009). Kamus Basa Sunda. Bandung: Kiblat.
Tindak Pidana Korupsi ACCH. (2017). Rekapitulasi Tindak Pidana Korupsi. [online]. https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tind ak-pidana-korupsi. [diakses 13 Juli 2017].
Fajarini, U., (2014). Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter. Jurnal Sosio Didaktika. Edisi Nomor 02 Volume 1 Tahun 2014. Kementerian Kesehatan RI. (2014). Gambaran Umum Penyalhgunaan Narkoba di Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela data dan Informasi Kesehatan, semeter I 2014.
Widiastuti. H., (2014). Pamali dalam Kehidupan Masyarakat Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan (Kajian Semiotik dan Etnopedagogi). Jurnal LOKABASA, Edisi Nomor 01 Volume 6 Tahun 2015.
Lembar Fakta Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2017 Labirin Kekerasan terhadap Perempuan: Dari Gang Rape hingga Femicide, Alarm bagi Negara untuk Bertindak Tepat Jakarta, 7 Maret 2017. [online]. https://www.komnasperempuan.go.id /lembar-fakta-catatan-tahunancatahu-komnas-perempuan-tahun2017-labirin-kekerasan-terhadapperempuan-dari-gang-rape-hinggafemicide-alarm-bagi-negara-untukbertindak-tepat-jakarta-7-maret2017/#more-15924. [diakses 13 Juli 2017]. Satori, D. dan Aan K. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & B. Bandung: Alfabeta. Suwardani, N.P., (2015). Memproteksi Masyarakat Bali dari Dampak Negatif Globalisasi. Jurnal Kajian
7