Achmat Mubarok
177
PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI DALAM KURIKULUM 2013 (ANALISIS TEORITIS DAN PRAKTIS) M. Yusuf Aminuddin STAI Al Hikmah Tuban
[email protected] Abstract : Moral decadence that occur today are not only struck in adults in various professions and jabatanya, but also has hit young people especially students young shoots that are expected to continue the struggle for truth, justice and peace in the future. Things like that are worrying for their educatiCon practitioners. Virtuous character is the embodiment of experience / execution of religious teachings. No virtuous character means not implement the teachings of the religion. So that each generation / individual is able to noble virtuous character then need to be educated about what and how wellmannered good. Therefore, moral education / moral education is obligatory. Forming a noble character behavior is not easy as open palms but a responsibility that must be done together to form good behavior for learners. Curriculum 2013 is to support the learning process in a briefing prepared for the learners are able to compete for future see the real state of globalization and in line with the increase in the advance of technology in the modern era of the all Keywords : Religion, Curiculum 2013, Virtuous Character. Pendahuluan Degradasi moral merupakan wacana yang telah lama kita dengar, namun kenyataan sosial yang berkembang di masyarakat tentang timbulnya dan semakin merebaknya dekadensi moral semakin menghawatirkan. Dimana menghormati, mengasihi, tolong menolong, kejujuran, kebenaran, toleransi, semakin terkikis dan tertutupi oleh kebohongan, menghasut, adu domba, penipuan, kekerasan dan perbuatan perbuatan negatif lainnya. al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
178
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
Salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan nasional ialah untuk membentuk sikap moral dan karakter siswa yang berbudi luhur. Dahulu para siswa diberikan pelajaran budi pekerti untuk mencapai tujuan tersebut. Namun sekarang pelajaran itu telah ditiadakan karena pelajaran tersebut mungkin tidak banyak merubah kepribadian siswa menjadi kepribadian yang lebih baik dan bermoral. Indonesia memiliki Pancasila dan nilai-nilai budaya yang luhur dan menjunjung tinggi kerukunan dan tenggang rasa. Akan tetapi, di pihak lain Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia, dan tingkat kerusuhan yang juga tertinggi.1 Banyak sekali kasus-kasus yang terjadi dalam diri anak bangsa yang seharusnya memiliki budi pekerti luhur dan akhlak yang baik malah sebaliknya banyak terjadi kerusuhan-kerusuhan. Dimana letak proses sebuah hasil pendidikan, sehingga masih ada anak bangsa yang memiliki perilaku yang seharusnya tidak pantas dikerjakan oleh siswa. Praktisi pendidikan pun juga tidak lepas tangan dalam melihat keadaan real masyarakat turunnya budi pekerti yang dimiliki siswa, yang memulai dari merumuskan tujuan pendidikan nasional dan mengganti kurikulum yang diharapkan sesuai dengan tuntutan zaman sekarang dan mampu diimplementasikan untuk masa depan. Pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan yang memberikan jawaban atas sejumlah tuntutan kebutuhan yang berkembang pada pendidikan. Salah satunya adalah pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum dilakukan atas sejumlah komponen pada pendidikan, di antaranya pada pembelajaran yang merupakan implementasi dari kurikulum. Hasil dari proses ini adalah adanya perubahan pada guru dan siswa, serta komponen lainnya. Pandangan tentang kurikulum dikenal dalam dimensi kurikulum yang membedakan peran dan fungsinya. Dalam perjalanannya, Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah atau madrasah memang selalu tarik-menarik dengan http://Wayan Dedi Mahguna Aryana, Pendekatan-pendekatan Pendidikan Budi Pekerti. Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 14:30. 1
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
179
“kekuatan besar”. Pada akhir Desember 1945 misalnya, Panitia Pengajaran RI mengusulkan agar mata pelajaran agama diberikan pada semua sekolah, usulan tersebut disusul dengan terbitnya UU No. 4 Tahun 1950 (jo No. 12 Tahun 1945) tentang dasar-dasar pengajaran disekolah, namun sayang selalu terjadi perbedaan persepsi tentang materi dan status pendidikan agama. Kemudian dalam Rencana Pelajaran 1947 dimasukan mata pelajaran Didikan Budi Pekerti yang isinya tumpang tindih dengan isi pendidikan agama. Bahkan dalam Rencana Pendidikan 1964, pendidikan budi pekerti digabungkan dengan Pendidikan Agama dalam bentuk Studi Pendidikan Agama/Budi Pekerti dan pada kurikulum 2013 hal tersebut berulang kembali yakni menggabungkan Pendidikan agama dan Budi Pekerti..2 Sesungguhnya dalam UUD 1945 Bab XIII Pasal 31 dijelaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Maka sudah seharusnya Pendidikan Agama Islam pada sekolah memiliki porsi besar untuk dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia tersebut bagi siswa. Bukan menjadi matapelajaran yang “dipaksakan lahir” karena sudah terlanjur dikandung dalam “perut UUD 1945” yang pada ahkirnya menjadi mapel pelengkap dan sebatas ada. PAI seakan menjadi bayi yang tidak diharapkan kelahirannya. Mantan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menekankan pelajaran agama dan budi pekerti untuk pembentukan sikap yang baik pada penerapan integrasi kompetensi Kurikulum 2013, kata Mohammad Nuh. "Kelemahan dan kekurangan bangsa kita saat ini yang menonjol berada di sikap.” Penekanan pendidikan atau pelajaran agama dan budi pekerti dalam Kurikulum 2013 tersebut, dikatakannya, bertujuan agar generasi muda ke masa depan memiliki tata krama dan kelakuan yang baik. "Orang pintar saat ini sudah banyak. Tapi, orang pintar yang jujur, baik, dan punya tata krama itu yang kita defisit," kata http://www.kompasiana.com/hamdi/spiritualitas-dalam-kurikulum2013. Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 14:30. 2
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
180
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
dia. Nuh menjelaskan, dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, pada Kurikulum 2013 pemerintah ingin menonjolkan sisi integrasi dari kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Sehingga, diharapkan mampu mencetak generasi yang pintar dan berbudi pekerti. Kurikulum 2013, merupakan kelanjutan dari kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Selain itu penataan kurikulum 2013 dilakukan sebagai amanah dari Undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.3 Kurikulum 2013 dikembangkan untuk meningkatkan capaian pendidikan dengan dua strategi utama yaitu peningkatan efektifitas pembelajaran pada satuan pendidikan dan penambahan waktu pembelajaran di sekolah. Efektifitas pembelajaran dicapai melalui tiga tahapan yaitu efektifitas interaksi, efektivitas pemahaman, dan efektifitas penyerapan. 4 Dengan begitu Pendidikan berkarakter moral adalah kunci untuk perbaikan sosial dan kemajuan peradaban bangsa yang menjunjung tinggi integritas nilai dan kemanusiaan. Harapan dari pendidikan berkarakter moral adalah tercapainya keseimbangan antara pengetahuan dan moral. Model pendidikan moral adalah cara berpikir mengenai proses caring, judging dan acting dalam konteks pendidikan. Suatu model meliputi teori atau sudut pandang mengenai bagaimana manusia berkembang secara moral dan mengenai sejumlah strategi atau prinsip untuk membantu 3http://Sartono,
Menyongsong Kurikulum 2013. Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 14:30. 4Tiga tahapan: (1) efektifitas interaksi adalah pola terciptanya suatu keadaan yang harmonisasi antara iklim akademik dengan budaya sekolah. Tantangan kondisi seperti ini terjadi jika antara kesinambungan manajemen dan kepemimpinan pada satuan pendidikan. (2) Efektivitas pemahaman, yang merupakan bagian penting dalam efektifitas pembelajaran. Efektifitas tercapai apabila pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal siswa melalui observasi (menyimak, melihat, membaca dan mendengar). Oleh karena itu penilaian berdasarkan proses dan hasil pekerjaan serta kemampuan untuk menilai sendiri. (3) efektifitas penyerapan tercipta mana kala adanya kesinambungan pembelajaran secara horizontal dan vertikal. al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
181
perkembangan moral. Dengan demikian suatu model dapat membantu untuk memahami dan melakukan pendidikan moral atau budi pekerti dan agama melalui kurikulum 2013. Pengertian Budi Pekerti Pada hakikatnya, pendidikan budi pekerti memiliki substansi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Pengertian budi pekerti dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, antara lain secara etimologi (asal usul kata), leksikal (kamus), konsepsional (teori) dan operasional (praktis). 1. Secara Etimologis :5 Sansekerta : Budi = budd yang berarti kesadaran, pemahaman Kecerdasan, pikiran Pekerti : aktualisasi, penampilan Arab : budi pekerti = akhlak 2. Konsepsional : Budi Pekerti adalah budi yang dipekertikan (dioperasionalkan) dalam perilaku sehati – hari yang mencerminkan nilai – nilai jati diri, keluarga, masyarakat dan bangsa. 3. Operasional : suatu perilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan. Artinya, seseorang diajarkan sesuatu yang baik mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan, misalnya, cara berpakaian, cara berbicara, cara menyapa dan menghormati orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah, dan sebagainya.Terhadap teori konvergensi tersebut tentunya dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam pelaksanaan pendidikan, termasuk pendidikan budipekerti di sekolah. Hal ini mengingat bahwa melaksanakan pendidikan budi pekerti sudah barang tentu tidak bisa hanya mementingkan bakat bawaan atau mementingkan faktor lingkungan tetapi keduanya saling berinteraksi. Menurut Fazlur Rahman sebagaimana ditulis Said Agil Husain Al Munawar dalam buku Aktualisasi Nilai-nilai Qur'ani Dalam 5http://Imam
Tadjri, Pendidikan Budi Pekerti. Diakses tanggal 25/02/2016, pukul
14:30. al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
182
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
Sistem Pendidikan Islam mengatakan bahwa: "Inti ajaran agama adalah moral yang bertumpu pada keyakinan kepercayaan kepada Tuhan (habl min Allah) dan keadilan serta berbuat baik dengan sesama manusia (habl min al-Nas)". 6 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hal yang terpenting dalam ajaran agama adalah pembentukan moral. Budi pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan dan menginternalisasikan nilai-nilai moral dalam sikap dan perilaku peserta didik agar memiliki sikap dan perilaku yang luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan manusia. Berbudi pekerti merupakan perwujudan dari pengalaman/pelaksanaan dari ajaran agama. Tidak berbudi pekerti berarti tidak melaksanakan ajaran agama. Agar setiap generasi/individu mampu berbudi pekerti mulia (berakhlakul karimah) maka harus dididik tentang apa dan bagaimana berbudi pekerti yang baik. Oleh karena itu, pendidikan budi pekerti/pendidikan akhlak hukumnya wajib. Maksud dan tujuan dari pendidikan budi pekerti adalah membimbing dan mengarahkan anak berdisiplin dalam mengerjakan segala sesuatu yang baik, danmeninggalkan yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal dan setiap waktu. Dengan singkat, dapat dikatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah mendidik anak menjadi orang yang berkepribadian dan berwatak baik. Penerapan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah/ Madrasah Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Pendidikan Nasional harus melakukan upaya-upaya untuk perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia, namun belum semuanya berhasil, terutama menghasilkan insan Indonesia yang berkarakter. Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan seperti di atas, para peserta didik (siswa 6 Said
Agil Husain Al Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Al-Qur'an dalam Sistem Pendidikan Islam, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), 29. al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
183
dan mahasiswa) harus dibekali dengan pendidikan khusus yang membawa misi pokok dalam pembinaan karakter/akhlak mulia. Di sinilah pendidikan agama menjadi sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter siswa, mengingat tujuan akhir dari pendidikan agama tidak lain adalah terwujudnya akhlak atau karakter yang sangat mulia. Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui: 1. Keteladanan Keteladanan secara etimologi menurut al-Ashfahani, sebagaimana dikutip Armai Arief, bahwa menurut beliau “alUswah” dan “al-Iswah” sebagaimana kata “al-Qudwah” dan “alQidwah” berarti “suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan”. Senada dengan yang disebutkan di atas, Armai Arief juga mengutip pendapat dari seorang tokoh Pendidikan Agama Islam lainnya yang bernama Abi al-Husain Ahmad Ibnu al-Faris Ibn Zakaria yang termaktub dalam karyanya yang berjudul Mu’jam Maqayis al-Lughah, beliau berpendapat bahwa “uswah” berarti “qudwah” yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti. Sementara itu dalam bahasa Indonesia kata uswatun hasanah biasa disebut keteladanan. Dalam kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga pengawas harus dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di sekolah. Sebagai misal, jika guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka terlebih dahulu guru harus mampu menjadi sosok yang sabar dihadapan murid-muridnya. Begitu juga ketika guru hendak mengajarkan tentang pentingnya kedisiplinan kepada murid-muridnya, maka guru tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Tanpa keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap ajakan moral yang disampaikan sebagai sesuatu al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
184
2.
3.
4.
5.
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
yang omong kosong belaka, yang pada akhirnya nilai-nilai moral yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa makna. Kegiatan spontan Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti berkelahi dengan temannya, meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding, mengambil barang milik orang lain, berbicara kasar, dan sebagainya. Dalam setiap peristiwa yang spontan tersebut, guru dapat menanamkan nilainilai moral atau budi pekerti yang baik kepada para siswa, misalnya saat guru melihat dua orang siswa yang bertengkar/berkelahi di kelas karena memperebutkan sesuatu, guru dapat memasukkan nilai-nilai tentang pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling menghormati, dan sikap saling menyayangi dalam konteks ajaran agama dan juga budaya. Teguran Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilainilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka. Pengkondisian lingkungan Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang dapat menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti. Contohnya ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga mudah dibaca oleh setiap peserta didik. Kegiatan rutin. Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas untuk mengajarkan budaya antri, berdoa sebelum dan sesudah al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
185
kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, dan membersihkan ruang kelas tempat belajar. Dalam sebuah hadits Nabi dijelaskan juga bahwa Innama Bu'istu li-utammima makarim al-akhlaq. (aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia/memperbaiki akhlak). Kalau kita perhatikan, memang banyak sekali nilai-nilai ajaran moral yang terkandung dalam Al-Qur'an maupun hadits, sebagai contoh: adil, ta'awun ala al-birr wa al-taqwa, benar, amanah, terpuji, bermanfaat, respect (menghargai orang lain), sayang, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Hal ini merupakan perilaku moralitas individu terhadap kehidupan sosial atau berdampak pada kehidupan sosial (beretika sosial). Dengan landasan nili-nilai ajaran Islam.7Dalam QS. Al-Ahzab ayat 21: ّلِمَه كَانَ يَرۡجُواْ ٱّلّلَ َه وَٱّلۡيَوۡمَ ٱّلۡأٓخِ َر وَذَكَرَ ٱّلّلَهَ كَثِير ٗ اٞ حسَنَة َ ٌّلَقَدۡ كَانَ ّلَكُمۡ فِي َرسُولِ ٱّلّلَهِ أُسۡ َوة Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah sui teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Begitu juga landasan lainnya dalam QS. Al-Anbiya’ 107: س ْلنَاكَ وَمَا َ ّْلِلْعَاّلَمِينَ رَحْمَةً إِّلَا أَر Artinya : Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.(QS. Al-Anbiya’: 107) Dalam konteks pendidikan, hadits dan ayat tersebut mengandung dua isyarat. Pertama bahwa tujuan utama pendidikan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, adalah pendidikan budi pekerti yang mulia (karimah) dan terpuji (mahmudah). Tentu saja sumber budi pekerti disini adalah apa yang tertulis dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kedua, dalam proses pendidikan budi pekerti itu, beliau tidak saja membuang tradisi yang dianggap sebagai perilaku yang baik menurut masyarakat setempat. Karena itulah beliau menggunakan istilah “menyempurnakan” bukan mengganti. Dapat
7A.
Qodri A. Azizy, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), 81-82. al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
186
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
disimpulkan bahwa ajaran budi pekerti beliau adalah “memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.”8 Peran pendidikan dalam pengembangan kualitas sumber daya insani secara mikro, sebagai proses belajar-mengajar alih pengetahuan (transfer of knowledge), alih metode (transfer of methodology), dan alih nilai (transfer of value). Fungsi pendidikan sebagai sarana alih pengetahuan dapat ditinjau dari "human capital"; bahwa pendidikan tidak dipandang sebagai barang konsumsi belaka tetapi juga sebagai investasi. Hasil investasi ini berupa tenaga kerja yang mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam proses produksi dan pembangunan pada umumnya. Dalam kaitan ini proses alih pengetahuan dalam rangka pembinaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk berkembangnya manusia pembangunan. Dengan ilustrasi yang serupa proses alih pengetahuan ini juga berperan pada proses pembudayaan dan pembinaan iman, taqwa dan akhlak mulia. 9 Dari sini dapat disimpulkan bahwa peran pendidikan bukan hanya membentuk kecerdasan dari peserta didik namun juga memperhatikan dalam pembinaan budi pekerti agar nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Mawardi lubis dalam bukunya Evaluasi Pendidikan Nilai Perkembangan Moral Keagamaan Mahasiswa PTAIN, menyebutkan bahwa: "Ada dua aspek kegiatan yang menjadi inti dari pendidikan budi pekerti, pertama, membimbing hati nurani peserta didik agar berkembang lebih positif secara bertahap dan berkesinambungan. Hasil yang diharapkan adalah terjadinya perububahan kepribadian peserta didik dari semula egosentris menjadi altruis. Kedua, memupuk, mengembangkan, menanamkan nilai-nilai dan sifat-sifat positif ke dalam pribadi peserta didik. Bersamaan dengan proses pemupukan nilai-nilail positif ini, pendidikan budi pekerti berupaya mengikis dan
Abdul Mujib, JusufMudzakir, IlmuPendidikan Islam (KencanaPrenadaMedia, Jakarta: 2006),15. 9Said Agil Husain Al Munawar, Op. Cit., 11-12. 8
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
187
menjauhkan peserta didik dari sifat-sifat dan nilai-nilai buruk."10 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penekanan dalam pendidkan budi pekerti adalah untuk mengembangkan potensi-potensi peserta didik agar menjadi manusia yang baik. Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character education). Ahmad Amin menjadikan kehendak (niat) sebagai awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku (Ahmad Amin). Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Dengan demikian, pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.11 Ruang Lingkup Pendidikan Budi Pekerti Dalam pendidikan Agama dan Budi pekerti terdapat ruang lingkup yang harus kita pahami dan realisasikan dalam aktivitas sehari-hari, diantaranya: 1. Dimensi nilai – nilai keagamaan ( Spiritual Values) Dimensi nilai meliputi: a) Ketaqwaan; b) Keikhlasan; c) Rasa syukur; d) Perbuatan baik (amalan shalihah); e) Standarisasi benar dan salah. 12 2. Dimensi Nilai – nilai kemandirian Dimensi Nilai kemandirian ini meliputi: a) Harga Diri; b) Disiplin; c) Etos Kerja; d) Bertanggung jawab; e) Keberanian dan
10 SuwardiEndraswara,
Budi PekertidalamBudayaJawa (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, 2003), 1. 11 Ahmad Zubaidi, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. (Yogyakarta: 2002,. Paradigma) 22. 12http://Imam Tadjri, Pendidikan Budi Pekerti. Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 14:30. al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
188
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
semangat; f) Keterbukaan; g) Pengendalian Diri; h) Kepribadian Mantap; dan i) Berpikir Positif. 3. Dimensi Nilai – nilai Kemanusiaan (Human Values) Dimensi Nilai kemanuasian meliputi; a) Kejujuran; b) Teguh memgang janji; c) Cinta dan kasih sayang ; d) Kebersamaan dan gotong royong; e) Kesetiakawanan; f) Tolong menolong; g) Tenggang Rasa (Tepo Sliro); h) Saling menghormati ; i) Tata Krama dan sopan santun ; j) Rasa malu. Dimensi – dimensi tersebut secara akumulatif tercermin dalam perilaku sehari – hari, dan secara umum orang akan menetapkan kriteria perilaku yang berbudi pekerti yaitu: 1) Teguh memegang dan melaksanakan ajaran agama; 2) Melaksanakan nilai – nilai luhur dalam Pancasila; 3) Medatangkan kebahagiaan; 4) Mampu mengendalikan diri; 5) Patuh terhadap hukum dan perundang – undangan yang berlaku; 6) Saling menghormati dan penuh tepo sliro; 7) Mengikuti hati nurani; 8) Melandasi semua perilakunya dengan niat baik; dan 9) Mendapat pengakuan umum. Pendekatan Pendidikan Budi Pekerti 1. Pendekatan penanaman nilai (Iculcation Approach) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan tradisional. Banyak kritik dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada pendekatan ini. Pendekatan ini dipandang indoktrinatif (pemberian ajaran secara mendalam tanpa kritik mengenai suatu paham atau doktrin tertentu dengan melihat suatu kebenaran dari arah tertentu saja), tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi. Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas. Menurut Raths et al. (1978) kehidupan manusia berbeda karena perbedaan waktu dan tempat. Kita tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang.
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
189
Pada dasarnya, pendekatan ini mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang digunakan antara lain keteladanan, penguatan, simulasi, dan bermain peran.13 2. Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif (Cognitive Moral Development Approach) Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusankeputusan moral kognitif. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi. (Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral. Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey. Selanjutkan dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg. Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut. a. Tahap "premoral" atau "preconventional". Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial. b. Tahap "conventional". Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya. c. Tahap "autonomous". Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan
13http://re-searchengines.com/0807trimo.html,
diakses pada tanggal 25/02/2016,
pukul 11:45. al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
190
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya. Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui pengamatan dan wawancara. Dari hasil pengamatan terhadap anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh kepada peraturan, Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka. Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsiasumsi umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti dijelaskan oleh Elias (1989), Kohlberg mendefinisikan kembali dan mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang sederhana, yang berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar ke atas tingkah laku, sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai kemanusian universal. Jadi, pada dasarnya, pendekatan ini menekankan pada berbagai tingkatan dari pemikiran moral. Cara yang dapat digunakan dalam penerapan budi pekerti dengan pendekatan ini antara lain melakukan diskusi kelompok dengan topik dilema moral, baik yang faktual maupun yang abstrak. 3. Pendekatan Analisis Nilai (Value Analysis Approach) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu dan dapat menghubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai mereka sendiri. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilema moral yang bersifat al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
191
perseorangan. Ada enam langkah analisis nilai yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses pendidikan nilai menurut pendekatan ini sebagai berikut. a. Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait yang artinya mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai yang terkait, b. Mengumpulkan fakta yang berhubungan yang artinya mengurangi perbedaan dalam fakta yang berhubungan, c. Menguji kebenaran fakta yang berkaitan yang artinya mengurangi perbedaan kebenaran tentang fakta yang berkaitan, d. Menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan yang artinya mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta yang bersangkutan, e. Merumuskan keputusan moral sementara yang artinya mengurangi perbedaan dalam rumusan keputusan sementara, f. Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan yang artinya mengurangi perbedaan dalam pengujian prinsip moral yang diterima. Cara yang dapat digunakan antara lain diskusi terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti, penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat, dan penelitian. 4. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif, ditentukan oleh seseorang berdasarkan kepada berbagai latar belakang pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi penganut pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan dalam program pendidikan adalah al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
192
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai. Jadi bisa disimpulkan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu, bertujuan membantu peserta didik untuk mampu mengkomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka sendiri kepada orang lain dan membantu peserta didik dalam menggunakan kemampuan berpikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang digunakan antara lain bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai sendiri, aktivitas yang mengembangkan sensitivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi kelompok. 5. Pendekatan Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatanperbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Menurut Elias (1989) pendekatan pembelajaran berbuat diprakarsai oleh Newmann, dengan memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa sekolah menengah atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial. Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti pada pendekatan analisis dan klarifikasi nilai, dan mengembangkan kemampuan dalam melakukan kegiatan sosial serta mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial. Cara yang digunakan selain cara-cara pendekatan analisis dan klarifikasi nilai, adalah metode proyek/kegiatan di sekolah/madrasah, hubungan antar pribadi, praktik hidup bermasyarakat dan berorganisasi.
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
193
PAI dan Budi Pekerti dalam Pembelajaran Tematik Terpadu K-13 Dinamika perkembangan pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi di masyarakat. Untuk mengikuti perkembangan pendidikan yang begitu cepat, pemerintah berusaha untuk menyesuaikan perkembanan itu melalui perbaikan dan penyempurnaan kurikulum di sekolah-sekolah. Pembenahan kurikulum baru tahun 2013 berbasis sains dan tidak lagi banyak menghafal. Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan serta membentuk sikap, dan kepribadian peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dilaksanakan melalui mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan, yang pengamalannya dapat dikembangkan dalam berbagai kegiatan baik yang bersifat kokurikuler maupun ekstrakurikuler.14 Pendidikan Agama merupakan bidang ajaran kajian yang sangat penting dan fundamental dalam pembentukan manusia secara utuh, dan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai tata nilai, pedoman, pembimbing dan pendorong atau penggerak untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Pendidikan Agama Islam (PAI) yang merupakan bagian dari pendidikan agama di Indonesia mempunyai tempat yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Secara normatif Pendidikan Islam (PAI) di sekolah umum sebagai refleksi pemikiran pendidikan Islam, sosialisasi, internalisasi, dan rekontruksi pemahaman ajaran dan nilai-nilai Islam. Secara praktis PAI bertujuan mengembangkan kepribadian muslim yang memiliki kemampuan kognitif, afektif, normatif, dan psikomotorik, yang kemudian diejawantahkan dalam cara berfikir, bersikap, dan bertindak dalam kehidupannya. Dengan pembelajaran PAI, siswa diharapkan mampu mengembangkan kepribadian sebagai muslim yang baik, menghayati dan mengamalkan ajaran serta nilai Islam http//jamarismelayu.com/2014/09/pa-islam-dan-budi-pekerti-dalam.html. Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 16:00. 14
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
194
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
dalam kehidupannya. Dengan demikian PAI tidak hanya dipahami secara teoritis, namun diamalkan secara praktis. Pendidikan Agama Islam pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataranmoral action, yakni agar siswa tidak hanya berhenti pada tataran kompetensi (competence), tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habbit) dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang berlandaskan pada aqidah yang berisi tentang keesaan Allah Swt sebagai sumber utama nilai-nilai kehidupan bagi manusia dan alam semesta. Sumber lainnya adalah akhlak yang merupakan manifestasi dari aqidah, yang sekaligus merupakan landasan pengembangan nilai-nilai karakter bangsa Indonesia. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang ditujukan untuk dapat menserasikan, menselaraskan dan menyeimbangkan antara iman, Islam, dan ihsan yang diwujudkan dalam: 1. Hubungan manusia dengan Allah SWT. Membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. 2. Hubungan manusia dengan diri sendiri. Menghargai, menghormati dan mengembangkan potensi diri yang berlandaskan pada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. 3. Hubungan manusia dengan sesama. Menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama serta menumbuhkembangkan akhlak mulia dan budi pekerti luhur. 4. Hubungan manusia dengan lingkungan alam. Penyesuaian mental keislaman terhadap lingkungan fisik dan sosial. Tujuan pedoman ini adalah Menjadi acuan bagi para guru PAI dan Budi Pekerti jenjang SD/MI dalam merencanakan, melaksanakan, dan melakukan penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran. Meningkatkan kemampuan guru PAI dan Budi Pekerti dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran PAI. Meningkatkan kualitas pembelajaran PAI dan
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
195
Budi Pekerti di sekolah sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas.15 Pendidikan agama Islam memiliki tujuan yang sangatluas dan dikatakan paling sempurna. Tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Jadi tujuan ini sifatnya mutlak karena tidak untuk kepentingan di dunia saja akan tetapi untuk akherat juga. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Qs. 2 l- Baqarah ayat 201 yang artinya: “Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka". Menurut Zakiah Drajat pendidikan agama mempunyai tujuan-tujuan tiga aspek, yaitu aspek iman, ilmu, dan amal yang ada dasarnya, diantaranya berisi: Menumbuh suburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan disiplin serta cinta terhadap agama dalam berbagai kehidupan anak nantinya diharapkan menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan taat kepada perintah Allah SWT dan Rasulnya.16 Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan unsur motivasi yang intrinsik terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang harus dimiliki oleh anak. Menumbuhkan dan membina ketrampilan beragama dalam semua lapangan hidup serta memahami dan menghayati ajaran agama Islam secara kaffah dan mendalam, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup baik dalam hubungan dengan dirinya maupun dengan Allah SWT melalui ibadah dan hubungan dengan manusia tercermin dalam akhlak perbuatan serta dalam hubungan dirinya sendiri melalui pemeliharaan dan pengelolaan alam serta pemanfaatan hasil usahanya. Pada hakekatnya antara apa yang dimaksud uraian ini, materi dan kurikulum mempunyai pengertian bahwa bahan-bahan pelajaran apa saja yang harus disajikan dalam proses pendidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan. Inti pokok ajaran 15 16
Ibid, 216 Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam , Jakarta : Bumi Aksara, 86 al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
196
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
agama Islam meliputi: 1) Aqidah adalah bersifat i’tikat batin, mengajarkan keesaan Allah; 2) Syari’ah adalah berhubungan dengan amal lahir dalam rangka menaati segala peraturan dan hukum Tuhan guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan mengatur pergaulan hidup; 3) Akhlak suatu amalan yang bersifat pelengkap, penyempurnaan bagi kedua amal diatas dan yang mengajarkan tentang tata cara pergaulan hidup manusia. Dari ketiganya lahirlah ilmu tauhid, fiqih dan ilmu akhlak. Ketiga ilmu pokok agama ini dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan hadits serta ditambah sejarah Islam yaitu tarikh. Sehingga secara berurutan:Ilmu tauhid, Fiqih, Al-Qur’an Hadits dan Akhlak dan Tarikh. Dalam penerapan penentuan materi atau kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang mengandung ajaran pokok tersebut harus mempertimbangkan kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik. Maka kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti harus dibedakan pada masingmasing tingkatan dan jenis yang ada. 17 Salah satu kelemahan pengajaran pada Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti terhadap pengajaran di sekolah adalah terjebaknya pada orientasi secara kognitif, bukan penanaman nilai, sehingga tidak sampai pada tahap implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Maka Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti mempunyai Desain yang mengacu pada pilar-pilar pembelajaran yaitu Learning how to think, Learning how to learn, Learning how to do, Learning how to live together. Sasaran yang hendak dicapai pada mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti adalah untuk memenuhi kebutuhan guru dalam upaya menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Pembelajaran yang dimaksud, mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dikembangkan pada setiap satuan pendidikan sesuai dengan strategi implementasi kurikulum 2013 dengan menggunakan pendekatan
Anas Sudjiono. 2013. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Grafindo Persada. 49 17
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
197
scientific dan penilaian authentic. Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut:18 Sikap
Pengetahuan
Keterampilan
Menerima
Mengingat
Mengamati
Menjalankan
Memahami
Menanya
Menghargai
Menerapkan
Mencoba
Menghayati
Menganalisis
Menalar
Mengamalkan
Mengevaluasi
Menyaji dan Mencipta
Dalam memperkuat aktivitas pendekatan ilmiah (scientific), dan tematik internal dalam suatu mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti, perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan atau penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya (project based learning), dan berbasis pemecahan masalah (problem based learning). Sesuai dengan karakteristik Pendidikan Agama dan Budi Pekerti bahwa Pendidikan Agama dan Budi Pekerti merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam, sehingga Pendidikan Agama dan Budi Pekerti merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam.Pendidikan Agama dan Budi Pekerti adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan peserta didik dapat menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari di tengahtengah masyarakat.Dengan demikian, PAI tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi yang lebih penting adalah pada aspek afektif dan psikomotornya. Tujuan akhir dari mata pelajaran PAI dalam kurikulum 2013 di Madrasah atau Sekolah adalah
18
Ibid. 117. al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
198
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak yang mulia (budi pekerti yang luhur). Analisis Masalah Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013 Terkait kurikulum, dalam konsolidasi program dan anggaran diketahui bahwa Pemerintah melalui Kemdikbud akan mengimplementasikan Kurikulum 2013 secara bertahap. Kurikulum 2013 merupakan kelanjutan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Selain itu penataan Kurikulum pada Kurikulum 2013 dilakukan sebagai amanah dari Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Kurikulum 2013 dikembangkan untuk meningkatkan capaian pendidikan dengan 2 (dua) strategi utama yaitu peningkatan efektifitas pembelajaran pada satuan pendidikan dan penambahan waktu pembelajaran di sekolah. Efektifitas pembelajaran dicapai melalui 3 tahapan yaitu efektifitas Interaksi, efektifitas pemahaman, dan efektifitas penyerapan. Melihat kondisi realita dalam masyarakat sekarang yang semakin marak terjadi yaitu adanya kemerosotan moral yang sering dialami oleh para siswa dan merupakan sebuah tanggungjawab bersama dan sekaligus timbul berbagai masalah pertanyaan mengapa hal seperti itu bisa terjadi didalam diri siswa yang melakukan kenakalan yang pada umumnya dan tidak seharusnya dilakukan olehsiswa. Bagaimana peran pendidikan dalam memberi sebuah pengawasan atau pembelajaran untuk membentuk kepribadian yang berbudi pekerti dan mampu bertanggungjawab dalam masyarakat yang sebenarnya. Oleh karena itu perubahan kurikulum di Indonesia ini sering dilakukan oleh Kemendiknas yang dirasa kurang efektif dan melihat perkembangan zaman yang sangat memiliki pengaruh besar bagi diri siswa. Dan kebijakan Kemendiknas untuk mengganti kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 adalah adanya penambahan jam al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
199
pelajaran. Hal tersebut sebagai akibat dari adanya perubahan proses pembelajaran yang semula dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu. Selain itu, akan merubah pula proses penilaian yang semula dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output. Perubahan kurikulum diperlukan karena adanya perubahan zaman, sehingga kebutuhan dalam bidang pendidikan pun ikut berubah, baik dari sisi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang harus dimiliki generasi muda bangsa. Budi pekerti adalah hasil dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Ketika seorang siswa mengalami proses pembelajaran PAI di sekolah adalah diharapkan seorang siswa memiliki sebuah akhlak yang baik yang berbudi pekerti luhur dan melaksanakan segala yang diperintahkan oleh ajaran Islam dan menjauhkan segala larangan dalam ajaran Islam. Dalam pelaksanaan kurikulum 2013 ini penambahan pelajaran PAI dilakukan yang semula hanya dua jam menjadi empat jam dalam seminggunya. Implmenentasi kurikulum 2013 ini merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan. Disamping kurikulum, terdapat sejumlah faktor diantaranya: lama siswa bersekolah; lama siswa tinggal di sekolah; pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi; buku pegangan atau buku babon; dan peranan guru sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan. Terdapat tiga faktor lainnya juga menjadi alasan pengembangan kurikulum 2013 adalah Pertama, tantangan masa depan diantaranya meliputi arus globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, dan ekonomi berbasis pengetahuan. Kedua, kompetensi masa depan yang antaranya meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga negara yang efektif, dan kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda. Ketiga, fenomena sosial yang mengemuka seperti perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam berbagai jenis ujian, dan gejolak sosial (social unrest). yang keempat adalah persepsi al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
200
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
publik yang menilai pendidikan selama ini terlalu menitik beratkan pada aspek kognitif, beban siswa yang terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter. Menurut penulis melihat keadaan dan masalah yang sering dialami oleh siswa adalah jangan hanya menilai suatu kasus atau masalah dalam satu sudut pandang. Seharusnya dan seyogyanya masyarakat atau stakeholder yaitu orang tua juga harus bisa menilai dan memberi penanaman PAI yang baik untuk anaknya. Sehingga anak mengalami kesinambungan antara pembelajaran yang didapat dalam sekolah dan lingkungan masyarakat, baik lingkungan keluarga, dan masyarakat luar. Lingkungan yang memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter siswa ketika apa yang di dapat di sekolah tidak sesuai atau adanya sebuah penyimpangan akan berdampak buruk bagi anak yang tidak memiliki pegangan agama yang kuat dalam dirinya. Bekerja sama dalam mencapai suatu yang positif akan menghasilkan sebuah hasil yang positif juga dan sebaliknya jika tidak adanya kerjasama yang baik maka akan menghasilkan sesuatu yang buruk dalam hal apapun. Demikian dengan perubahan kurikulum 2013 ini menyusun kurikulum mengharuskan kita mengobyektivikasi dasar-dasar normatif kebangsaan dan pendidikan dengan memperhitungkan segenap potensi dan situasi yang senantiasa berubah. Kebermaknaan sebuah kurikulum justru terletak pada kecermatan logis menghubungkan antara hal-hal prinsipil dengan hal-hal riil, kemudian mengkristalisasikannya pada mata pelajaran. Tanpa kesungguhan semua pihak, perubahan kurikulum hanyalah sekedar mengutak-atik apa yang sudah ada dan tidak akan ada hasilnya. Kesimpulan Membentuk sebuah perilaku yang berbudi pekerti luhur bukanlah hal yang mudah seperti membuka telapak tangan tetapi sebuah tanggung jawab yang harus dikerjakan secara bersama untuk membentuk perilaku yang baik untuk peserta didik. Kurikulum 2013 adalah sebagai pendukung dalam pengarahan proses pembelajaran yang disiapkan untuk peserta didik mampu bersaing untuk masa al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
M. Yusuf Aminuddin
201
depan yang melihat keadaan real arus globalisasi dan seiring dengan peningkatan kemajuan tekhnologi di zaman yang serba modern. Bagaimana orang tua, guru dan masyarakat harus mampu memberi pegangan ajaran PAI yang baik untuk anaknya. Dalam realitasnya antara apa yang diajarkan guru kepada peserta didik di sekolah dengan apa yang diajarkan oleh orang tua di rumah, sering kali kontra produktif atau terjadi benturan nilai. Untuk itu agar proses pendidikan Agama Islam dan budi pekerti di sekolah dapat berjalan secara optimal dan efektif, pihak sekolah perlu membangun komunikasi dan kerjasama dengan orang tua murid berkenaan dengan berbagai kegiatan dan program pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan atau direncanakan oleh sekolah. Tujuannya ialah agar terjadi singkronisasi nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang di ajarkan di sekolah dengan apa yang ajarkan orang tua di rumah. Selain itu, agar pendidikan budi pekerti di sekolah dan di rumah dapat berjalan searah, sebaiknya bila memungkinkan orang tua murid hendaknya juga dilibatkan dalam proses identifikasi kebutuhan program pendidikan budi pekerti di sekolah. Dengan perlibatan orang tua murid dalam proses perencanaan program pendidikan budi pekerti di sekolah atau madrasah, diharapkan orang tua siswa tidak hanya menyerahkan proses pendidikan budi pekerti anak-anak mereka kepada pihak sekolah, tetapi juga dapat ikut serta mengambil tanggungjawab dalam proses pendidikan Agama dan budi pekerti anak-anak mereka dalam lingkungan keluarga. Daftar Rujukan Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media. Azizy, Qodri A. 2003. Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial. Semarang: CV. Aneka Ilmu. Daradjat Zakiyah, dkk. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016
202
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dalam Kurikulum 2013
Endraswara, Suwardi. 2003. Budi Pekerti dalam Budaya Jawa .Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya Mastuhu, 1999.Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indinesia.Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu Nata,Abuddin. 2003. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. Putra Daulay Haidar. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia.Jakarta: Prenada Media Said Agil Husain Al Munawar. 2005. Aktualisasi Nilai-Nilai Al-Qur'an dalam Sistem Pendidikan Islam. Ciputat: PT. Ciputat Press. Sudjiono Anas. 2013. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada http://Ari Yanto, Masalah pendidikan Budi Pekerti di Sekolah. Diakses pada tanggal 25/02/2016. Pukul 10:45. http://jamarismelayu.com/2014/09/pa-islam-dan-budi-pekertidalam.html.Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 16:00. http:// Imam Tadjri, Pendidikan Budi Pekerti. Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 14:30. http://kompasiana.com/hamdi/spiritualitas-dalamkurikulum2013.Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 14:30. http://re-searchengines.com/0807trimo.html) diakses pada tanggal 25/02/2016, pukul 11:45. http://Sartono, Menyongsong Kurikulum 2013. Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 14:30. http://Wayan Dedi Mahguna Aryana, Pendekatan-pendekatan Pendidikan Budi Pekerti. Diakses tanggal 25/02/2016, pukul 14:30.
al-Murabbi, Volume 2, Nomor 1, 2016