PENDANAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA Syakdiah ABSTRACT Educationis uniaersal akorealiTe baricbsmanneed. TheIndonesian rtatufoznder that tbe*ation" represmting natter Hexce"edurating oneof tbetarget0f statefo nding.In tbe rox$iturionit isalsomentioned thateatbritiqn ertitleda gettbeeduatiot. But in Indonesia deaelEnenthistory, education nrtor alwaypalledouerandgatless attention.This is can be nenfrom tbepr@ortionof education sexorin APBN /D. The inplenmtationof edacatioa decentraliqation onthecbance oJ will apgradrandameni! arces, batin thepractical$notsufi astltoseahicbexpected. Tltat h@pened exatt$ntitltpiaatisation and edacatiaz mmmedaliqatioa, r0 that ed tulfutxex?eftre berome co$lt At a renlt a lot of uhoolagethildbaaenoattcssgo totbe school beca*se unabktopal edamtion expense. Key wordsr Basic human need, financing education, state policy PENDAHULUAN Di dalam pembuhaan UndangUndang Dasar 1945 dinyatakanbahwa salah satu tujuan mendfuikan negata kebangsaanIndonesia yang metdeka adalah "Mencerdaskan kehidupan bangsa''. Icbih jelas dalam amanat konstitusi yang tertuang pada pasal31 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, ayat (1) menyebutkan bahwa, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan". Penjabaran atasayattetsebut tettuang padapasal5 ^y^t (2) Und^ng-UndangNo. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa, "Setiap warga negaramempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Pasal 6 alat (1) pada Undang-Undang yang sama menyatakan,"Pemedntah dan Jmal F.cbij,zkzadattAbthbtari P*Ni* A M4Elht Alrlki"rdri P Uik Uai*nitu Volanc 9, Nanor 2 (Nawnber 2005) $akdial LaI 109J22
Galjab ltada
pemetintah daerahwajib membedkan layznan dan kemudahafl serta m e n j a m i n t er seI en g g ar an y a pendidikanyaog bermutu bagi setiap warga negata tanpa diskdminasi". Dengan demikian ]elas bahwa negara harus membuat dan melaksanakan kebijakanuntuk menyediakansegenap sarana dan prasarana dalam untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, tanpa diskriminasi bagi semuawarganegafa. Pendidikan mefupakan suatu kebutuhandasarmanusiayangbersifat universal. Semua manusi^ t^npa kecuali membutuhkan pendidikan, bahkan lebih dari itu bebetapa pihak sangat betkepentingan tethadap pendidikan.Bagi anzkdant emajap ada semualapisansosialdan jenis gendet, pendidikan adala.h suatu hak yang
tpAdiab
harus ditetima baik melalui sekolah maupun luar sekolah. Bagi orang dewasa pendidikan merupakan kebutuhan dasar dalam tangka mengembangkankemampuan untuk terus hidup dan berkatya. Meteka semua membutuhkan lz,yznan pendidikan secara memadai dan proporsional. Sehingg pendidikan merupakan segmen kehidupan yang menjadi kebutuhan dasat publik. Untuk melayanikebutuhanpublik bagi semua golongan anak dan orang dewasa serta semua lapisan sosial, maka negarasesuaiamanat konstitusi berkewaiiban men]'usun insffumen kebijakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakamyayaitu pendidikan. Pendidikan mempunyai peran penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya rnznrsia (bumanresources). Pendidikan metupakanbumaniwestrzentyang aka-n dapat membedkan keuntungan yang sangatbesarbaik daiamiangkapendek Qhort tem) maupun jangka panjang Qongtnz), serta dapat membedkan keunggulan komparatif (nmparatiue afuantagQdan keunggulan kompetitif sekaligus.Begitu Qo@etitiwadaantagQ penting dan strategis peran pendidikan, maka pendidikan hendaknya dilaksanakan secara luas (broad band. slsten). Arany4 l:ahw pendidikan tidak hanya dapat diperoleh dari sistem pendidikan
110
fotmal yang biasanyadiselenggarakan oleh sekolah baik yang dikelola oleh pemerintah (negeri) maupun masyarakat(srvasta),tetapi iuga dapat diperoleh dari lembaga pendidikan non-formal, bahkan dad keluarga (fani$) dan maslarakat (connuni!). Dengan demikian, maka tanggung iawab pendidikan bukan hanya monopoli pemerintah,melainkanjuga keluarga dan masyatakat. Dalam konteks demikian, maka wajah pendidikan Indonesia ke depan akan sangattergantungpadaperanpenting pemedntah,keluafgadan masyarakat. KEBIJAXANPENDIDIKAN Kebijakan pendidikan menurut Comoy (1982)metupakan bagiandad kebijakan negxa (statepoliE). Sebagai sebuahptoduk dari negara,kebiiakan pendidikan dipengaruhi dan dilatarbelakangi oieh suatu kepentinganpolitik tertentukarenaitu pedu mendapattan dukungan dad sebanyak mungkin kekuatan politik yzngadaDalam sejatah pembangunan pendidikan di Indonesia, sektor pendidikan selalu kurang mendapat prioritas pembangunan. Menutut Mas'oed(1997)padamasaOtde Lama priodtas pembangunan terletak pada sektor politik, pada masa Orde Baru priotitas pembangunanterfokus pada sektor ekonomi, sedang pada era
JI(AP Volune9, Nanot2 (Nuenber2005)
P€ndmaan Pendidikan Di Indonesia
refotmasi pembangunan disinyalir tidak memiliki Prioritas, dalam arti banyak sektor kehiduPan bersifat stagnan dan terbengkalai. Oleh karenanyasektot pendidikan yang di dalamnya menyangkut Pendanaan pendidikanmasihbelum mendapatkan perhatian yang memadai dalam pembangunan. Betsa rflLAn dengan dibedakukannya otonorni daerah, pemerintah pusat mulai rnenerapkan kebilakan batu berupa desenffalisasi pendrdikan.Menurut Fiske(1996)dan Burnett (dalam Jalal dan Supriyadi, 2001),desentalisasipendidikanadalah suatu kegiatan politis dalam nngka meningkatkan keseiahtetaan hajat hidup orang banyak khususnYa di bidarrg pendidikai y^ng meliba&an kebiiakan pemerintah dari betbagai tingkat pemerintah. Kebijakan desentralisasi pendidikan di banyak negatamenurut Bray (dalamJalal dan Supnyadi,2001) banyak mengalami kebethasilan' Hal ini disebabkan kebiiakan tersebut dilakukan secara cetmat dengan melibatkan banyak pihals. Begitu iuga di Indonesia kebiiakan desenttalisasi pendidikan diupayakan melibatkan banyak pihak, yaitu: pemimpin politik dan pengambil kebijakan, instansi pemetintah, gutu, Pers2tuan gutu, tua ot^ng univetsitas, siswa/mahasiswa, masyarakat dan siswa. 2005) \KAP Vokrn 9, Nonor2 (Note",ber
Desentralisasi Pendidikan Yang muatanyaadalahotonomi Pendidikan sebenarnya mencakuP banYak hal, namun tidak betatti semua utusan pendidikan dapatdiserahkanke daerah dan lembaga pendidikan Yang bersangkutan.Di negata-negaramaiu, otonomi pendidikan hanya betuPa peduasankewenangansekolah dalam mengelola pendanaan dan sistem pembelajatansepeni penenruanbuku teks, metode belaiar dan sistem penilaian siswa. Namun kePutusan menyangkut manajemen personalia (guru dan tenagaadministatif) masih dipegangoleh pemedntahpusat(Butki dkk dalamJalaldan Supriyadi,2001)' Dalam petkembangannya, otonomi pendidikan yang teriadi di lndonesia, mengarah kePada privatisasi pendidikan. Privatisasi betmakna proses merubah lembagalembaga pendidrkan negeti yang ada menjadi lembaga privat, yang dalam bahasa sederhana bermakna s'wastanisasi lembaga Pendidikan negeri. Kebiiakan privatisasi yang diterapkan pemerintah ini menjurus kepada pembetian kewenangan lembagalembaga pendidikan negeri untuk mencati sumbet-sumber pendanaandan rnengelolapembiayaan sendiri secata mandiri. Hal ini bisa dicetmati pada lahimya kebiiakan pendidikan yang telah dilakukan pemerintah berupapengubahanstatus
SJaAdiab
beberapa perguruan tinggi negeri meniadi Badan Hukum Milik Negara @HMN) dan hadirnya Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang sekarang sedangdibahasDPR RI. Padamulanya kebijakan mengubah status suatu pefgufu2n tinggi negeri menjadi BHMN hanya betlaku untuk empat PTN di Indonesia, akan tetapi lama kelamaankemudian diperluas. Begitu juga RUU BHP ini nantinya iuga akan mengubah status sekolah-sekolah negerimenjadilembagakorporasi. Ptivatisasi pendidikan telah memberikan kelonggaran kepada lembagalembagapendidikan tertentu untuk mandiri dalammengembangkan mutu layanzn kepada masyarakat. Tentu saja kondisi tersebut disambut gembira oleh banyak pihak. Beberapa lembaga pendidikan yang dahulunya terpasungdan sangat tergantung dari intervensi pemerintah, maka setelah ada privatisasi menjadi lebih leluasa mengatordan mengelolanya. Hanya saja, kebiiakan privatisasi yang dilakukan pemerintah, lebih diarahkan kepada penghentian pendanaan pendidikan, sedangkan yang berkaitan dengan quota penetimaan siswa, penyusunan kutikulum, ujian akhir, dan lain-lain masih dikendalikan pemerintah. Dengan ptivatis asi lembaga pendidikan diharuskan mencarl sumbet-sumber pendanaan sendiri.
112
Kondisi tersebut telah mendorong munculnya kompetisi diantara lembagaJembaga pendidikan untuk mencari sumbet-sumberpendapatan untuk mencukupi kebutuhan pendanaan dalam semua kegiatan layananpendidikandanpembelajaran. Proses privatisasi yang demikian itu dipandang sebagai bentuk tidak bettanggungjawabnya pemetintah terhadap peningkatan pembangunan pendidikan. Pemerintah seolah hanya cuci tangan dalam masalahpencarian s u m b e r - s u m b e t p en d a n a a n pendidikan, akan tetapi terhadap masalah-masalah yanglain pemerintah masihturut mengintervensi. Hal ini bedawananazasdenganisi konstitusi Indonesia yang menyebutkan bahwa pemetintah berkewajibanmenyelenggarakansuatu sistem pengaiatan nasional dalam rangkauntuk memenuhi dan melayani salah satu hak dasar setiap warga negara yait'r pendidikan. Logikanya pemerintah dengan segenapkebiiakan pendidikan yangdibuamyabisa seians dengan tuntutan konsritusi yaitu memenuhi dan melayani kebutuhan dasarpendidikan watg nega;r. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 11 ^y^t (2) menyebutlan bahwa,"pemerintah dan pemetintah daerah wajib menjarnin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi JKAP Volune 9, Nonor 2 (Noaenber2005)
Pendan,an Pendidikan Di lDdonesi2
setiapwarganegarayangberusiz tuiuh sampai dengan lima belas tahun"' Bahkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandernen menyebutkan kebutuhan Pendanaan pendidikan sebesar20%odari APBN. Dengan demikian jelasbahwa sebagai bentuk tanggung jawab Pemerintah, maka pengurangan b ahkan penghentian subsidi tethadaP pendidikanyangmuatanyapemednah terkesaningin cuci tangandari urusanurasan pembiayaanpendidikan, telah melanggarkonstitusi. KEBIJAKAN PENDIDIKAN
PENDANAAN DI INDONESIA
Pada abad XXI ini dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besal Pertama, krisis yang teriadi pada pertengahan tahun 7997 telah menyebabkan berkurangnya kemampuan pemedntah dalam menyediakan anggaranpendidikahdan menurunnya d am kemampuansebagan orang tuLa membiayai pendidikan anaknya. HaJ tetsebut telah berakibat meningkamya angka putus sekobh (drE oul dan tetganggunyaPfosesPemefat2an. Kedua, globalisasi yang ditandai dengan petkembangan yang sangat pesat dtlam teknologi telekomunikasi (tele eommaniralirrr),transPottasi dan petdagangan(trade) (hanspoftation) 'triple atau T' telah menjadikan durua
JKAP Voknc9, Nonor2 (nounber2005)
seakan tanpa brtas (worU bordrrless socie4l.Menghadapi globalisasi,dunia p e n d i d i k a n d i t u n t u t su P a y a mempetsiapkanSDM yangbetkualitas agar mampu bemaing dalam Pasat kerja global dan sekaligussiaP menghadapidampaknegadfnya. Ketiga, seialan dengan diberlakukannya .otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehinggadapat mewuiudkan proses pendidikan yang lebih demoktatis, memperhatikan kebetagarnan(pluralisme) daetah dan pesetta didik, setta mendorong peningkatan partisipasi keluarga dan masyarakat. Di samping itu, salah satu persoalan dasar pendidikan di Indonesia selama kurun waktu 34 tahun sejak dicanangkan pembangunan pendidikan secata intensif tahun 1971 adalah masih rendahnyamutu pendidikan. Kondisi tersebut ant2ra lain disebabkan oleh rendahnyabiayapendidikan. Sehingga petbaikan biaya pendidikan merupakal bagian penting dalam upayapeningkatanmutu pendidikan di Indonesia. Persoalantendahnya Pembiayaan pendidikan @nandng oJ education) sebenarnyasudah bedangsunglama bahkan tetkesan sengaja diciptakan oleh penguasa sebagai bagian dati
Syakdizb
disain besar dalam rangka politisasi kehidupan masyarakat termasuk pendidikan (Iilaat, 2000). Bahkan politisasi tersebut berlangsung semakin menguat setelah efa refotmasi. Dengandilaksanakannya otonorni daerah, pendidikan termasuk bidang yang diotomikan dan meniadi tanggungjawab daerah. Kondisi tetsebut menjadikan upaya pengelolaan dan peningkatan pembiayaan pendidikan meniadi semakin kompleks. Sebagaimana diatur dalampasal31 Undang-Undang Dasar 1945, Pemerintah(pusat)dan pemerintah daerah seharusnya berusahauntuk mengalokasikandana 20%dari APBN danAPBD di luargaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan (pasal 49 ayat 1 UU Sisdiknas). Namun pendanaan pendidikan yang harus ditanggung APBD, telah tanpa sadar mena.rik pendidikan daiam kancah politik di daerah. Karena besar kecilnyaporsi biaya pendidikan tefsebut akan mempengaruhi struktur APBD, yang tentu saja perhatian tethadap pendidikan akan sangat terpengatuh oleh kepentingan politik. Biaya Pendidikan ftarena adalah masaiah uang) pada gilirannya tidak lagi murru untuk pendidikan, akan tetapi didalamnya sudah tercampur dengan berbagaikepentingan. Akrbatnyaporsi pendidikan tidak lagi ditentukan oleh
seberapabesat kebutuhannya,namun seberapastrategis bidang pendidikan dalam menjaga dukungan politis. Semakin stategisdalam posisi tersbut maka akan semakin besar porsi pendidikan dalam APBD. Sebaliknya ^p btl^ (^d^/b^nyak) bidang lain yang dianggap lebih strategis, maka tentu saja posisi pendidikan dalam APBD akan'terjepit'. Pendanaan pendidikan nasional diatur dalam suatu bab tersendiri dalamUndang-UndangNo. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),yaitu Bab XIII, pasal 46, 47, 48 dan 49. Bab ini mengatur tentang tanggung jawab pendanaan (pasal 46), Sumbet pendanaan (47), pengelolaan dana pendidikan (pasal 48) dan pengalokasiandana pendidikan (pasal 49). Dijelaskan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab benama antara Pemedntah (pusat), Pemerintah Daerah (propinsi dan kabupaten/kota) dan mtsyxakat Qnsal 46, tytt 7). Dalam hal in masyatakat diartikan sebagai kelompok warga negara Indonesia, non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. Dengan demikian mzsyarakzt harus dibedakan dengan ofang tua pesefta didik atau dengan pesertadidik (pasal 1 bur:' 7,28,29,44 dan46).
JKAP Volu*e9, Natot 2 (Nownbet2005)
?endan:an Pendidikan Di Indonesia
Partisipasi masyarakat dalam memberi dukungan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penyelenggataanpendidikan, sangat dipedukan dan hatus terus digalakkan. Partisipasi dilembagakan dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah(pasal56). Irmbaga ini bersifat mandid dan tidak mempunyaihubunganhirarkis dengan Dina Pendidikan di daerah. Peran lembaga ini adalah membetikan pertimbangan, arahan dan dukungan ten4ga, sarana dal ptasarana, serta pengawasandalam peningkatanmutu pelayanan pendidikan dengan pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota. Betsama betsama lembaga ini, dihatapkan nantinya penyelenggara dan atau satuan pendidikan dapat mendorong masyarakat baik secara perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha,dan organisasi kemasyarakatan untuk belpartisipasi dalam penyelenggataan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Bahkan mz,syarzkzt bethewaiiban memberikan dukungan sumber dzya e-ntan hin dukungan dana dalam penyelenggataan pendidikan (pasal 9). Mengemhkan sumbet daya itu harus sesuaidengan petatwan petundang-undangan(pasal 47 ayat 2). Sumbet pendanaan pendidikan dad masyatakatmencakup
IKAP Vobtzc 9, Nonot 2 $lotenber 2005)
^ntara 1 n sumbangan pendidikan, hibah, wakaf, zakat, pembayatan nadztt, pinjaman, sumbangan perusahaan, keringanan pajak dan penghapusanpajak untrrk pendidikan, dan lainlain penerimaan yang sah @enjelasanpasal46 ryz,t'1). Warga negan yang betusia tujuh sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasat, tanpa dipungut biayadan pemeiiotah (pusaq dan pemerntah daerah wajib membiayainya(pasal6, 11 dan 34). Namun kenyataannyapemerintah saat ini masih belum mampu memenuhi kewaiibannya itu, kecuali )ika semua dana APBN dan APBD dialokasikan untuk pendidikan dasar Artinya tidak ada lagi dana untuk kesehatan,untuk membangunjalan,listrik, olah tagadan lainlain tetmasuk tidak ada lagi dana ufltuk pendidikan menengah dan pendidihan tinggi. Dana untuk pendidikan dasar (sekitat 60.000.000 siswa) dapat mencapai 90 trilyun rupiah, termasuk gaji pendidik, laboratorium, perpustakaan serta saranadan prasaranalainnya. Itupun jika negata tidak mengalami bencana alam sepeti banfir, gempa bumi dan gelombang tsunami atzu bencana sosialsepetti kotupsi dan kebocoran lainnya. Itulah sebabnya drlam penielasanpasal 49 ayat (1) ditulis bahwa pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap. Pemerintah petnah
$&dian
memproyeksikan bahwa pemenuhan 20ok dan APBN di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan,akan dicapai tahun 2009. Tapi saat ini proyeksi itu mulai ditagukan melihat kinerja pemerintah vang belum menunjukkan tanda-tanda yang optimis. (FIedAkhmadi, 2005) Secarakomparatif dapat diketahui dad lapotan UNDP tahun 2001 tentang Human Daelopnent Laporan tersebutmenyebut.kanbahwaproporsi alokasi belania pendidikan terhadap GNP di Indonesia tahun 79957997 rrtz-xa;tzrnasi}.:' zmatrendahatauhanya 7,4o/o dai total GNP. Sementara beberapanegaraiinn mengalokasikan dana pendidikan lebih tinggi. Antara lain Malaysia(4,9Vo),Th^nand (4,80/l), Philipina (3,a70),SriLangkaQ,aVo)dn Vietnam (3o/o). Pada. bagian lain proporsi alokasi biaya pendidikan terhadap APBN di Indonesia juga dapat dilihat hanya sebesar 7P70, sedangkannegaralain sepertiThailand (20,1%), Inn (77,8Yo), Philipina (5,704, Malaysia (75,4o/o), Cina $2,2n, hdta (11,6oQ dan Srilangka
pada negata-negata sedang berkembang (fuaelEingcountries)tatata.ltz hanyz membelanjakzn 76,3oh. Tingginya alokasi ^ngg^r^n pendidikan di banyak negata khususnya negara-negaramaiu tersebut didotong oleh meningkatnya politital will daA pengambil keputusan terhadap pentingnya pendidikan di satu sisi, serta munculnya aneka kebutuhan yang mesti dicukupi di sisi yanglain. Hal demikian menjadi sangat ironis bila banyak negara telah berlomba meningkatkan ^r'gg r^n pendidikannp sampot dr atas20ohdai national budget,sebaliknya Indonesia iustru masih stagnanbahkan tefkesan mengalami kemunduran dalam mengalokasikan anggaran untuk pendidikan. Sehingga mengindikasikan bahwa di kalangan pengambil keputusan (pokry naken) masih mgu-tagu atau masih belum memandang penting pendidikan dalam konteks pembangunan nasional.
Kondisi seperti itu masih diperparah lagi dengan masih adanya pola distribusi pen&naan pendidikan Hasil kajian sebelumnya dari yang timpang. Hasil kajian bebetapa IntemationalDnelopnat BnearchCmtra ahli menyebutkan bahwa pemerintah [DRC, 1983) juga membuktikan bahwa negara-negaramaju (deuekPed m a s i h b e l u m a d i l d a l a m m e n d i s t r i b u si k a n a n g g a t a n cozntries) um u mnya telah membelanjakan dana cukup besar pendidikan. Bahkan ketidakadilan untuk pendidikan yakni t t^-r t^ distdbusi pendanaanpendidikan yang 27,3o/odatr nationalbudgefisement2ra dilakukan oemerintah tersebut telah
$,9"4.
116
2005) JKAP Volmc9, Nonot2 (Noaenber
P€dda0aanPendidikm Di Ifldonesia
menyebabkan ketimpangan, yaitu ketimpangan distribusi pendanaan pendidikan antara sekolah negeri dengan swasta, Lntat^ sekolah perkotaan dengan pedesaan, dan antara sekolah umum/keiuruan dengankeagamaan@ohman,2005). Studi yang dilakukan Clatk (daiam Jalal dan Suptiyadi, 2001) ditemukan bahwa distribusi bantuan dana pemerinuh kepada sekolah-sekolah negeridi IndonesiahanyasebesarRp 221,.000,-pet sisv/a Sekolah Dasar (SD) per tahun. Sedangkanper slswa setiap tahun untuk SLTq SMU, SMK dan PT memperoleh disuibusi dana lebih besar;yakni secatabetturut-turut Rp 377.000,- Rp 721.000,- Rp 894.000,- setta Rp i.606.000,-. Sehingga dapat dinyatakan bahwa sernakin tinggi ienjang suatu pendidikan akan semakin besat perolehandistribusi danaper siswaper tahun dari pemerintah. Disttibusi dana pendidikan dad pemerintah tersebut daPat dibandingkan dengan angka perbandingan6 : 10 : 19 : 23 : 42 untuk SD:SLT?:SMU:SMK:PT. Sedangkan perbandingan antxa W dengan SD dapat ditemukan angka bahwa dana pendidikan PT memperolehtujuh kali lipat dibanding denganSD. Pola distribusi pendanaan pendidikan dari pemetintah yang
JKAP Volune 9, Nanot 2 (Nauaber 2005)
kurang merata,ditambah masihbelum mampunya lembaga pendidikan mencarisumbet-sumbetalternatifdan efektif dalam pend^n^^n, munculnya menyebabkan ketimpangan distribusi. Hasil kaiian lVarld Bank pada tahun 1998 merekomendasikanbahwa pendanaan pendidikan di Indonesia supayalebih diorientasikanke arah distribusiyang dapat meLindungi kelompok miskin akibat krisis serta untuk membantu pelaksanaandesentralisasi.QilaI dan Supriyadi,2001) Menurut c^t^t^n Balitbang Depdiknas (2004) iumlah siswa SD dan MI sebanyak29.050.834otang dengan angka partisipasi 113,37o. Siswa SMP dan MTs sebanyak 9.930.'148 orang, angka partisipasi 77,70k. Siswa SM dan MA sebanyak 5.941.'786orang, angka partisipasi 46,6/o, setta mahasiswaPl PIAI dan PTK sebanyak3.441.429ormg zngka partisipasi 13,9%. Angka ini menunjukkan masih banyaknya anak usia sekolah dan PT yang tidah bersekolah drn/ ztnt berkuliah. (I( Suptiyoko,2005) Hasil studi Abbas Ghazali, dkk tahun 2004 (dalam Ki Suptiyoko, 2005)tentanganalisisbiayapendidrkan dasar dan menengah menemukan adanya sebelas jenis Biaya Satuan Pendidikan @SP)yanghatus dibayar oleh orang tua, masing-masingadalah
I
biaya (1) buku dan ATS, (2) pakaian dan petlengkapan sekolah, (3) ahomodasi, (4) transpottasi, (5) konsumsi, (6) kesehatan, (7) katyaw)sata,(8) uang saku, (9) kursus, (10) iutan sekolah dan (77) forgone eaftting.
dibayar pemerintah hanya Rp 2.003.000,-at2,u22,20h dari BSPK yang bernilai Rp 9.003.000,-. Sementaraitu di MTs negeri,BSPyang dibtyzt pemetintah mencapai Rp 4,1.22.000,-a,trt 40,Qohdari BSPK yangbernilaiRp 10.314.000,-
Besatnya BSP yang harus drtanggungorangtua sangatbervariasi bila dilihat dari satuan dan penyelenggatapendidikan. BSP di MI swasta "hanya" Rp 5.367.000,-. Atinya, setiapotang tua dari siswaMI svasta hatus mengeluatkan dana sebesarRp 5.367.000,-per tahun, sementaraitu orang tua dad sisvz SMI negeri harus mengeluatkan dana sebesatRp11.154.000,(KiSupriyoko, 2005)
RendahnyaBSP yang dibalzr oleh pemerintah pusat dan daerah itu disebabkan karena alokasi dana pendidikan pemerintah memang sangat kecil. Misalnya alokasi dana pendidikan dalam APBN tahu 2004 hanya Rp 15,2 trilyun. Untuk menyelenggarakanSD dan MI (neged dan swasta) saja diperlukan dana sebagai berikut 29.050.834 (siswa) dikalihan Rp 8.115.000,- (diambil BSPK terendah diantam SD dan MI negeri dan swasta)dipetolah angkaRp 235,7 ttnl,un Jadtdanapendidikan dati APBN untuk menyelenggatakanSD dan MI saja tidak cukup. (Ki Supriyoko,2005)
BSP Keseluruhan @SPI!, yaitu BSP yang harus ditanggung orang tua dan pemerintah,j ugasangatbervariasi. BSPK SD negeri "hanya" Rp 8.115.000,-,sedangkanBSPK SMK negeritelahrnencapaiRp 15.966.000,-. Artinya, untuk mendidik siswa SD neged diperlukan biaya sebesar Rp 8.115.000,-per siswa per tahun. Sementaraitu unruk mendidik siswa SMK negeri diperlukan biaya sebesat Rp 15.966.000,per siswaper tahun. BSPyangdibayarpemerintah,baik pemerintah pusat maupun daerah, ternyata relatif kecil kontribusinya terhadapBSPK,hanyabetkisarsekitar 10ok s.d. 40% darj nilai riil BSPK. Msalnya di SD swasta, BSP yang 118
Seandainyadana pendidikan dari pemerintah, baik dari APBN maupun APBD, cukup untuk menyelenggarakan pendidikan di sekolahmaupun di petguruan tinggi denganbesaranBSPK yangsama,itu belum menuntaskan petmasalahan. Dengan darra sepeti itu batu cukup untuk menyelenggarakanpendidikan yang berkualitas rendah, belum pendidikan yang hasilnya sanggup berkompetisidalampersainganglobal.
2005) JKAP Volum9, Nonor2 (Nouenber
PendanaanPendidilan D Indonesia
PENUTUP Salahsatu faktot penyebabmasih banyaknyaanak usia sekolahdan usia Petgutuan Tinggi yang tidak benekolah dan/ arta'tbetkuliah adalah terbatasnya kemampuan ekonomi keluatga untuk membayt bizya pendidikan yangdituntut oleh sekolah dan lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta. Pendidikan yang hanya didanai secata mufah menyebabkan mutu penyelenggaraan dan layanannya tendah, sedangkan mutu penyelenggaraan dm layanan yzrng rendah pada gilirannya kurang bisa menghasilkzn lulusan yang diharapkan. Jadi satu faktor penting dalam penhgkatan mutu pehdidikan dan lulusan pendidikan adalah pendanaanpendidikanyangcukup Beberapa negara telah menyadari betapa pentingnya peningkatan Pendanaal:.pendidikannya, namun di Indonesia masalah pendanaan Pendidikanini masihmeniadi masalah. Selama bettahun-tahun meskipun telah berganti pemeintahan, alokasi anggaran pendidikan yang diberikan masih tedalu kecil. Sementaranegaranegata lzin beriomba-lomba menaikkan alokasi ^rrgg^r^rr pendidikannya. Dengan digulitkannya kebijakan desentralisasi pe$didikan yang muaranyaadalahotonomi pendidikan,
JK4P Vohnc 9, Nonor 2 (,lnenbet 2005)
pemefintah berhatap bahwa beberapa urusan dalam penyelenggataan pendidikan diurus oleh daerah dan Iembaga pendidikan yang bersangkutan. Antara lain dalam hal manajemen kelembagaan, pengembangan kuri ku lu m, penyelenggaraan pembela.jara.n, pengangkatan dan pembinaan guru. Namun dalam perkembangannya, otonomi pendidikan lebih mengarah pada fokus pdvatisasi pendidikan. Kebijakan privatisasi yang diterapkan p e m e r i n t a h m e nj u r u s k e p a d a pemberian kewenangan lembagalembaga pendidikan negeri untuk mencari sumber-sumber pendanaan dan mengelola pembiayaan sendiri secaamandiri. Demi mencermzd petmzs ahzn biayapendidikantersebutdi atas,maka dana pendidikan baik di dalamAPBN maupun APBD harus ditingkatkan sebagaimanayang .liFesankan dalam Pasal31 UUD 1945dan Pasal49 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu anggaran pendidikan sekurangkurangnya 20% d,^i APBN dan APBD. Meningkatkan dana pendidikan sebagaimana yang ditentukan oleh UUD 1945 dan UU Sisdiknas setta melakukan efisiensi penggunaan dana pendidikan merupakan altetnatif yang sangat strategis menuju terealisasikannya konsep pendidikan yang teriangk2u untuk rakyat.
SJakdiah
DAFTAR PUSTAKA Akhmadi, Heri, 2005, Maxgkinkab Dana Pendidikar Msrah? Rountable Discussion Tentang Pendidikan Mutah Untuk Ralyat Mungkinkah? Selasa,5 200 5, Aula PP April MuhammadiyahYogyakarta. ThePolitcal Cornoy, I{artin et a11,7982, in of FinancingEducation Econonry orntri Jnternational eq D ewlopingC Development Research Ceoffe Journal'Financing Educational Development', Ottawa Canad4 IDRC CIDA.
Prasetyo, Eko, 2005, Orang Miskin Dilarang Sekolah, Yogyzkarta, ResistBook. Rohman, Atif dkk, 2002, Studi Distribui dan Alokasi Biala Pe idikan di Daerab Istineva Yogltakarta, Yogyakar ta, LembagaPenelitianUNY. ---------- 2005,Perangkap Bi:nis Datan Pen7elenggaraan P endidi kan, Seminat Sehad Pendidikan Indonesia : Diiema Bisnis dan Idealisme. AEek Silalahi,Obedin, 7989,Beber@a KebijaAsanaar Negara, Yogyakarta,Liberty-
Hidayat, Rahmat, 2005, MemPerluas Supriyokq 2005, PendidiAattMurab Untak Ra@at Indonetia:Sebuah Basi sPendidiktn,Replbltlra'. Analisis Krilis, Rountable Discussion Tentang Pendidikan Indonesia, 2003, U ang-Undang Mutah Untuk Rakyat : 20 Indonasia Nomor RepnbliA Mungkinkah? Selasa, 5 Apdl Tah*n 2003 Tertang Sifiem 2005, Auia PP Muhammadiyah PendidiknnN asi onal, Departemen Yogyakarta. PendrdikanNasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasat dan Suryadi,Ace dan Dasim Budimansyah, Menengah. 2O04,Pendidikan NasionalMenaju Maslarakat Irdoresia Baru, Jalal, Fasil, dan Dedi Supriyadi, 2001, Genesindo. Aefornasi Pendidikan dalan KonteksOtotoni Daerab,Penerbit Tilaat, HA& 2000, Paradigaa Baru kerjasama:Bappenas,Depdiknas Pettdidikan Nasional, lakata, danAdicita Yogyakatta. RinekaCipta. Politik, Mas'oed, Mochtar, 7997, Birokrasi dan Pembargunan, Yogyakart4 PustakaPelajat
2005) JMP Voharc9, Nonor2 (Noomber
Pendansn Pcndidikan Di Indonesia
Undang-UndangDasar 1945 Dan AmandenenTaiun2002" Usman, Sunyoto dl,k, 2002,Pendanaan Pendidikan di Era Otoaomi Daerah, LaporanHasil Penelitian. lTahono, Francis, 2001, Kapitalisne Pendidikan: Afltan Konpetii datl Keadilan, Yogyakarta, Pustaka Pelajat.
JK4P Vakne9, Noaar2 fiawabet 2005)
121
JKAP Vakne9, Nonor2 (nownber2005)