BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menyatakan angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di Association of South East Asian Nation (ASEAN), angka kematian bayi di Indonesia 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand (GOI-UNICEF, 2000; Litbang.tangerangkota, 2012). Di kota Yogyakarta itu sendiri berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi di DIY mempunyai angka yang relatif lebih tinggi, yaitu sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyumbang angka kematian ibu dan anak yang meningkat 54% di Indonesia adalah gizi buruk. Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun yang perlu mendapat perhatian utama adalah kelompok bayi dan balita, terutama bayi usia 0 sampai 6 bulan (WHO, 2009). Studi dari beberapa negara berkembang mengungkapkan penyebab utama terjadinya gizi buruk dan hambatan pertumbuhan anak adalah akibat dari rendahnya pemberian ASI eksklusif (BAPPENAS, 2011). Pemberian ASI eksklusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi. Semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif, maka kualitas kesehatan bayi dan anak balita akan semakin buruk, karena pemberian makanan pendamping ASI dini
yang
tidak
benar
menyebabkan
gangguan
pencernaan
yang
selanjutnya
menyebabkan gangguan pertumbuhan, dan pada akirnya dapat meningkatkan Angka Kematian Bayi. ASI merupakan satu-satunya makanan alami untuk bayi yang berasal dari ibu, oleh sebab itu ASI dapat dikatakan sebagai makanan terbaik yang paling sempurna bagi bayi karena mengandung zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Siregar, 2004).Menurut Nurmiati & Besral (2008), bayi yang disusui dengan lama 6 bulan atau lebih memiliki ketahanan hidup 33,3 kali lebih baik dari pada bayi yang disusui <4 bulan. Peraturan tentang pemberian ASI di Indonesia itu sendiri sudah diterbitkan, oleh Kementerian Kesehatan mengenai surat keputusan Menteri Kesehatan nomor: 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Pada tahun 2012 telah terbit Peraturan Pemerintah (PP) nomor 33 tentang Pemberian ASI Eksklusif dan telah diikuti dengan diterbitkannya 2 (dua) Peraturan Menteri Kesehatan yaitu : Permenkes Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/ atau Memerah Air Susu Ibu dan Permenkes Nomor 39 Tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya (Depkes, 2013). Cakupan ASI eksklusif di daerah provinsi DIY pada tahun 2011 mencapai 49,5%, tetapi pada tahun 2012 capaian ASI eksklusif menunjukkan kondisi yang menurun, yaitu menjadi 48% (Dinkes DIY, 2013). Daerah Sleman itu sendiri cakupan ASI eksklusif tahun 2006–2010 adalah 50,17%; 46,34%; 63,07%; 63,07% dan 66,36 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat adanya peningkatan cakupan
12
ASI dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, tetapi pada tahun 2007 mengalami penurunan yang cukup tajam. Selain ASI, pemberian MP ASI juga turut berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Akan tetapi, di Indonesia banyak dijumpai para ibu-ibu memberikan makanan pendamping ASI secara dini, terutama di daerah pedesaan (Soetjiningsih et al., 2005). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa masyarakat
pedesaan di Indonesia pada umumnya memberikan seperti pisang (57,3%), kepada bayinya sebelum usia 4 bulan (Litbangkes, 2003). Penelitian pada Pusat Pelatihan dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan oleh Irawati (2007), diperoleh bahwa lebih dari 50% bayi di Indonesia mendapat makanan pendamping ASI dengan usia kurang dari 1 bulan. Hasil laporanPuskesmas Mlati II terdapat jumlah balita paling banyak kedua di wilayah Sleman, dan cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2013 sebesar 74,1%, tahun 2014 72,4%, tahun 2015 70,68%,
dari data tersebut terlihat ada
penurunan pemberian ASI eksklusif, yang berarti masih didapatkan praktek pemberian MP-ASI dini di wilayah tersebut semakin naik. Menurut salah seorang petugas kesehatan, pemberian MP-ASI dini sebagian besar diberikan pada umur 4 bulan, bahkan ada pula yang berumur kurang dari satu bulan sudah diberikan MPASI dini. Sebagian besar jenis MP-ASI yang diberikan berupa susu formula dan makanan cair (bubur, tim). Alasan pemberiannya juga bermacam-macam seperti ibu bekerja, ketelatenan ibu memberikan ASI, ASI tidak keluar dan lain- lain (Laporan Puskesmas Mlati, 2011).
13
Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan MP-ASI dini diantara adalah sikap, keterpaparan media, dukungan keluarga, dan kebiasaan memberikan MP-ASI di masyarakat <6 bulan (Padang, 2008). Penelitian oleh Espinoza (2002) diperoleh hasil bahwa ada beberapa hal yang mendasari ibu memberikan makanan tambahan sebelum 6 bulan antara lain tidak ada dukungan dari kepala rumah tangga dan sikap kepala rumah tangga yang tidak mendukung pemberian ASI eksklusif. Selain itu ada faktor lainnya seperti pengetahuan ibu, sosial budaya, promosi susu formula, umur, pendidikan, sikap ibu, ibu yang bekerja, dukungan keluarga, dan keterpaparan media (Novina, 2012). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Mlati II didapatkan beberapa faktor terkait pemberian MP-ASI dini yaitu ibu yang bekerja, ketelatenan ibu memberikan ASI, produksi ASI tidak keluar, dan lain-lain. Adapun penelitian terkait faktor tersebut belum pernah dilakukan di puskesmas Mlati II, oleh karena itu peneliti ingin meneliti terkait dengan faktor- faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini di wilayah puskesmas Mlati II.
B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah : “Faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta?”
14
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian MPASI dini pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor predisposisi (pengetahuan, pendidikan, umur, sikap, pekerjaan, tradisi/ kebiasaan) dengan perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan.
b.
Mengetahui
hubungan
antara
faktor
pendukung
(keterpaparan
media/promosi susu formula) dengan perilaku ibu dalam pemberian MPASI dini pada bayi usia 0-6 bulan. c.
Mengetahui hubungan antara faktor pendorong (Dukungan dari suami) dengan perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan.
d.
Untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta.
15
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Sebagai bahan menambah wawasan dalam pembelajaran bagi perawat anak, maternitas, perawat di pelayanan kesehatan maupun komunitas terutama mengenai ASI eksklusif dan MP-ASI dini. 2. Manfaat Praktis a. Bagi responden Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang pemberian ASI eksklusif. b. Institusi kesehatan Sebagai masukan terkait strategi dalam melakukan pengajaran, dukungan, sosialisasi, dan konseling tentang proses menyusui, termasuk tentang pentingnya pemberian Asi eksklusif dan pemberian MP-ASI yang tepat.
E. Keaslian Penelitian Penelitian yang judulnya sama yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta Sleman belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang berkaitan dengan yang dilakukan antara lain : 1.
Pertiwi (2012) FIK UI dengan judul “Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Ekskusif di Kelurahan Kunciran Indah Tangerang”. Penelitian dilakukan menggunakan desain deskriptif sederhana pada 106 ibu yang memiiki bayi usia 6-24 bulan. Hasil penelitian didapatkan 16
sebesar 9,5% responden memberikan ASI, namun hanya 31,1% yang memberikan secara eksklusif. Hasil faktor internal sebanyak 87,7% responden berpengetahuan baik, 57,7% berpersepsi negatif, dan kondisi kesehatan menghambat pemberian ASI sebesar 50,9%. Hasil faktor eksternal 50,9% petugas kesehatan kurang mendukung, 50,9% terpajan promosi susu formula, 99% orang terdekat mendukung, 71,7% memberikan ASI sesuai tradisi dan 38,7% memberikan makanan/ minuman karena tradisi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan yaitu subjek pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 7-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mlati II Sleman Yogyakarta dan metode yang digunakan menggunakan case control. 2.
Padang (2008) dengan judul “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian MP-ASI Dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah”. Penelitian tersebut dilakukan secara survei dengan tipe explanatory research, populasi seluruh ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif, dengan sampel berjumlah 147 orang. Hasil penelitian menunjukan pada variabel yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap pemberian MP-ASI adalah sikap, keterpaparan media, dukungan keluarga, dan kebiasaan memberi MPASI di masyarakat <6 bulan. Variabel yang tidak berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI dalam penelitian ini adalah umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, jarak pelayanan kesehatan, dan dukungan petugas kesehatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian MP-
17
ASI dini, subjek penelitian pada ibu yang mempunyai bayi umur 7-24 bulan, dan metode yang akan digunakan adalah case control. 3.
Lutfiyati (2000) dengan judul “Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI Eksklusif Dengan Tingkat Kesakitan Bayi 0-4 Bulan di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta”. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental secara kohort retrospektif, subjek penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyaii bayi 0-4 bulan yang disusui secara eksklusif dan ttidak eksklusif, analisis data statistik menggunakan uji chikuadrat dan koefisien kontingensi untuk menilai hubungan antar variabel. Hasil penelitian ditemukan bahwa dari 55 responden, pengetahuan ibu dalam pemberian ASI eksklusif adalah tinggi, sikap ibu yang baik sudah cukup tinggi, dan perilaku ibu yang baik cukup tinggi. Tidak ada hubungan yangg bemakna antara pengetahuan, sikap, dan periaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif dengan tingkat kesakitan bayi. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah dari variabel yang digunakan yaitu tidak hanya pengetahuan, sikap, perilaku, tetapi juga pekerjaan ibu, pendidikan, dukungan sosial, umur, dan tradisi/kebudayaan dan keterpaparan media, metode yang digunakan juga adalah case control, subjek penelitian juga berbeda karena dipilih ibu-ibu yang mempunyai anak umur 7-24 bulan
4.
Machado (2014) dengan judul “Determinants of the exclusive breastfeeding abandonment: psychosocial factors”. Penelitian tersebut menggunakan desain kohort, dengan subjek 168 ibu-ibu postpartum. ASI eksklusif dianalisis pada bulan pertama, kedua, dan ke empat. Hasilnya didapatkan bahwa tingkat 18
pemahaman antenatal, kembalinya ibu bekerja, depresi pada waktu hamil, tidak adanya dukungan oleh anggota keluarga signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif. Perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan adalah dari
variabel yang berbeda, metode yang digunakan adalah case control, subjek penelitian juga berbeda karena dipilih ibu-ibu yang mempunyai anak umur 724bulan.
19