9
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang pada umumnya berniat untuk menikah sekali seumur hidupnya saja. Namun pada kenyataannya justru tidak demikian. Tidak sedikit pasangan suami-istri, yang akhirnya harus memilih berpisah alias bercerai. Faktor ketidakcocokan dalam sejumlah hal, berbeda persepsi serta pandangan hidup, paling tidak ,menjadi beberapa penyebab terjadinya perceraian 2 Menurut pasal 38 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa Perkawinan dapat putus karena a. Kematian, b. Perceraian, dan c. atas keputusan Pengadilan. 3 Penyebab putusnya perkawinan karena kematian disebabkan oleh karena salah satu dari suami/istri atau bahkan kedua-duanya telah meninggal dunia terlebih dahulu, sehingga pernikahan menjadi putus. Putusnya perkawinan disebabkan karena terjadinya perceraian disebabkan beberapa hal sebagai berikut yaitu : a. Zinah. b. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk. c. Dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkannya perkawinan.
2 3
Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai. Yogyakarta : Pustaka Yudistia, 2007, hal. 11. Pasal 38 Bab VIII Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
10
d. Pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dari suami istri terhadap yang lainnya, sehingga membahayakan keselamatan jiwa atau mengakibatkan luka-luka yang serius dan membahayakan kesehatan. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. 4 Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan merupakan putusan perkawinan berdasarkan keputusan yang dutetapkan oleh hakim pengadilan. Dan juga disebakan oleh karena salah satu pihak dalam perkara perceraiannya tidak hadir dalam putusan perceraiannya. Anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut merupakan anak sah sesuai dengan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 anak yang sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. 5 Dalam suatu lembaga perkawinan telah ditentukan bahwa anak-anak adalah tanggung jawab suami dan istri sebagai bapak dan ibu dari anak-anak tersebut, tanggung jawab ini terus berlangsung sepanjang perkawinan atau sampai anak itu dewasa. Tetapi seperti yang telah penulis utarakan di atas, perkawinan yang dimaksud itu dapat juga menimbulkan masalah bagi anak-anak sebagai akibat dari perceraian kedua orang tuanya. Dan hal ini menjadi masalah pula bagi kedua orang
4
H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung : CV. Mandar Maju, 2007, hal. 151 5 H. Hilman Hadikusuma , ibid, Hal. 124
Universitas Sumatera Utara
11
tua yang bercerai tersebut yaitu anak-anak yang belum dapat menilai kepada siapa mereka akan diasuh, apakah diserahkan kepada bapak atau ibunya. Pada pasal 41 huruf a Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), yang berbunyi : “ Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya ”. Menurut ketentuan hukum yang berlaku yaitu Kompilasi Hukum Isam pasal 105 huruf (a) yang berbunyi “ Dalam hal terjadi perceraian pemeliharaan anak yang belum mumayyiz ( belum berumur 12 tahun )adalah hak ibunya”. dan paal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi : “Akibat Putusnya perkawinan karena perceraian ialah anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,…..”. 6 Dari rumusan dua pasal Kompilasi Hukum Islam tersebut jelaslah bahwa apabila terjadi suatu perceraian dalam rumah tangga, maka hukum menghendaki hak asuh anak yang belum mumayyiz jatuh ketangan ibunya. Akan tetapi ketentuan pasal 105 huruf (a) dan pasal 156 huruf (a) tersebut bukanlah suatu keharusan dan bersifat mutlak melainkan hanya hal, yang dibatasi ketentuan pasal 156 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah”. 6
Solahudin Pugung, Mendapatkan Hak Asuh Anak & Harta Bersama. Depok : CV. Karya Gemilang, 2011, hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
12
Undang-Undang menghendaki hak asuh anak yang belum mumayyiz jatuh ketangan ibu, namun hal itu bukanlah suatu yang mutlak atau keharusan, karena bisa saja Majelis Hakim dalam suatu persidangan menjatuhkan hak asuh anak yang belum mumayyiz ketangan bapaknya sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Misal, karena ibunya berkelakuan buruk, seperti judi, zinah, boros, dan lain hal sebagainya. 7 Ketentuan KHI diatas tidak berlaku kepada semua , karena hanya mengikat bagi mereka yang memeluk agama Islam yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Agama. Untuk orang-orang yang bukan beragama Islam atau yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Negeri, karena tidak ada pedoman yang secara tegas mengatur batasan pemberian hak asuh bagi pihak yang menginginkannya, maka hakim dalam menjatuhkan putusannya akan mepertimbangkan antara lain pertama, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan ; kedua, bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak; serta argumentasi yang dapat meyakinkan hakim mengenai kesanggupan dari pihak yang memohonkan Hak Asuh Anak tersebut dalam mengurus dan melaksanakan kepentingan dan pemeliharaan atas anak tersebut baik secara materi, pendidikan, jasmani dan rohani anak tersebut. Kepada kedua orang tua hukum memberikan hak yang legal kepada kedua orang tua tersebut untuk melaksanakan pemeliharaan atau perwalian terhadap anak-anak mereka sesudah perceraian. Mereka memiliki hak yang sama ( equality ) untuk melaksanakan segala kepentingan dan tanggung jawab pemeliharaan anak. Akan tetapi hal tersebut dinilai teoritis dan tidak mungkin untuk pelaksanaannya. 7
Solahudin Pugung, ibid, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
13
Bagaimana caranya melakukan pemeilharaan secara bersama sama dalam legalitas hak hukum yang sama, sedangkan kedua orang tua tersebut telah bercerai. Dapat dibayangkan hal itu akan membawa percekcokan lagi diantara mereka yang dampaknya akan lebih membawa kesan yang lebih buruk terhadap pertumbuhan psikis anak-anak tersebut. Dalam rangka mengurangi dampak perceraian terhadap anak setelah fase berpisahnya orang tua mereka. Erat kaitannya dengan kompetensi orang tua untuk mengasuh anak, terutama anak yang masih dibawah umur 12 Tahun ( berdasarkan standar KHI Pasal 105),di Indonesia hanya mengenal Hak Asuh Tunggal ( legal custody) yakni penetapan hak asuh anak baik pihak ayah maupun pihak ibu. a. Hak Asuh Ibu ( mother custody ) Doktrin aliran psikologi psikoanalis Sigmund Freud yang menempatkan ibu sebagai peran tunggal dengan Oedipus complex adalah salah satu bukti kedekatan anak dengan ibunya. Freud berpendapat bahwa hubungan sang anak dengan ibunya sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi dan sikap-sikap sosial di kemudian hari. Dalam masalah ini seorang ibu memang mudah dilihat berperan penting bagi seorang anak apabila menemui kesulitan-kesulitan mendasar. Menurut Bowlby dalam The Nature Of Childs Tie To His Mother ( 1990 ), sikap ketergantungan anak-anak pada ibu terbentuk karena ibu peka menanggapi setiap aktvitas bayi seperti menangis, senyum, menyusu, dan manja. Ibu adalah orang yang pertama dan utama yang menjalin ikatan batin dan emosional dengan anak.
Universitas Sumatera Utara
14
Pengaruh hasil penelitian psikologi menjadi acuan bagi lembaga yang ingin menyelesaikan sengketa hak asuh dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada pihak ibu, terutama dalam masalah perebutan Hak Asuh Anak di bawah umur. b. Hak Asuh Ayah ( Father Custody ) Seorang ayah berperan dalam perkembangan anaknya secara langsung. Ayah memgatur serta mengarahkan aktivitas anak. Misalnya mengarahkan anaknya bagaimana cara menghadapi lingkungan dan situasi diluar rumah. 8 Pengadilan harus memilih dan menentukan siapa diantara kedua orang tua yang berhak untuk melakukan pemeliharaan. Pengadilan pada hampir semua putusannya telah menjatuhkan pilihan pemeliharaan itu kepada ibu. Pilihan ini berdasarkan pada beberapa ukuran objektif disamping dihubungkan dengan kepentingan anak dihubungkan dengan rasa kemanusiaan dan fakor kontak. a. Bahwa apabila anak-anak akibat perceraian itu masih berumur kecil yang sedang memerlukan kasih sayang dan belaian yang lemah lembut dan perawatan yang lakukan dengan penuh ketabahan adalah lebih serasi jika pemeliharaan anak tersebut diberikan pada si ibu ditinjau dari segi kemanusiaan apalagi anak tersebut masih menyusui atau berumur 2 atau 3 tahun adalah sesuatu yang menyayat hati kemanusiaan untuk memisahkan anak dengan ibu dalam keadaan pemisahan hidup bukan karena pemisahan disebabkan meninggal.
8
www.damang.web.id, http://www.damang.web.is/2011/12/perceraian-kompetensi-hakasuh-anak.html?m=1, diakses tanggal 15 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
15
b. Pada umumnya ibu lebih terikat pada tempat kediaman dibanding dengan ayah yang setiap pagi hingga sore hari hampir selalu sibuk diluar rumah sehingga pencurahan kasih sayang tidak dapat sepenuhnya diberikan oleh ayah, sedangkan ibu lebih banyak tinggal di rumah bersama anak yang menyebabkan pemeliharaan dan ikatan kasih sayang itu setiap saat berlangsung timbal balik antara anak dengan si ibu. 9 Perlindungan anak juga berlaku pada pertanggung jawaban hak-hak anak tersebut dari orang tuanya. Hak-hak tersebut meliputi hak-hak untuk dapat hidup, tumbuh,berkembang, mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Di kemudian hari anak-anak tersebut juga mendapatkan hak waris dari ayah ibunya. Anak juga memiliki hak untuk menyatakan pendapatnya, hak untuk di dengar ,hak untuk menerima, mencari dan memberikan informasi demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kepatutan dan kesusilaan. Anak dibawah umur dianggap belum dapat menyampaikan pendapatnya untuk ikut tinggal dengan siapa setelah perceraian kedua orang tuanya. Disinilah kemudian pengadilan memutuskan siapa yang berhak dalam meletakkan kewajiban pemeliharaan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang sesuai dengan keadaan yang nyata. Misalnya tidaklah pantas pengadilan menyerahkan pemeliharaan pada si ibu sekalipun anak tersebut masih kecil jika data-data memperlihatkan moral ibu tidak sesuai sebagai pemelihara yang baik dan sudah dapat diperkirakan bahwa dia akan selalu melalaikan tanggung jawab 9
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, Medan : CV. Zahir Trading Co, 1975,
hal.163
Universitas Sumatera Utara
16
pemeliharaan tersebut. 10 Ataupun sebelum perceraian atau penyebab perceraian itu disebabkan oleh tingkah laku dan sikap ibu yang dianggap minus, seperti melakukan zinah atau pemabuk dan lain sebagainya. Faktor lingkungan dan kelakuan dari ibu dan ayahnya, faktor kemampuan memberi kesempatan yang baik dan menyenangkan ditinjau dari segi sosial ekonomi pemeilharaan, usia dan jenis kelamin anak, serta kasih sayang yang tampak timbal balik antara kedua orang tua dengan anak-anak dan anak dengan orang tua juga menjadi pertimbangan hakim dalam memutus hak asuh anak tersebut. 11 Seperti paparan yang telah saya jelaskan diatas, dalam perkara perceraian yang terjadi antara Krisna Wenny dan Loganaden Jibalen yang dikarunia seorang anak yang bernama J. Akash Dil Radj berusia 7 Tahun. Pernikahan yang mereka bina berjalan 8 Tahun, akan tetapi dengan kehadiran seorang anak sebagai buah hati pernikahan mereka, tetap sering terjadi percekcokan yang disebabkan berbagai hal-hal riskan dalam pernikahan. Puncaknya adalah ketika si istri melayangkan gugatan perceraian disertai dengan tuntutan hak asuh dan mengenai harta bersama yang didapat selama pernikahan. Tetapi permasalahan yang penulis ingin soroti adalah keputusan hakim menetapkan hak asuh anak dibawah umur kepada ayahnya. Beberapa faktor penyebab perceraian menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutus kepada siapa anak tersebut diberikan hak pengasuhannya. Dalam kasus perceraian antara Krisna Wenny dan Loganaden Jibalen penyebab perceraian adalah Krisna Wenny menggugat Loganaden Jibalen karena dianggap telah
10 11
M. Yahya Harahap , ibid , Hal. 164 Ibid, hal. 162
Universitas Sumatera Utara
17
melakukan kekerasan di dalam rumah tangga . Loganaden Jibalen sebagai tergugat lalu menyampaikan jawaban tertulis sekaligus gugatan rekopensi atas gugatan penggugat Krisna Wenny tersebut. Krisna Wenny yang dinilai tidak setia dan terbukti telah melakukan perselingkuhan ketika masih berstatus sebagai istri sah dari Loganaden Jibalen. Krisna wenny juga pernah ditahan karena terbukti telah melakukan penipuan dan telah meninggalkan rumah untuk kurun waktu cukup lama. Berdasarkan alasan alasan yang dikemukakan penulis di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi pertimbangan yang menyangkut keadaan individu dari si pemelihara
yang memperlihatkan bagaimana kelakuan kedua
orang tua tersebut yang menyebabkan mengapa Pengadilan menjatuhkan pilihan kepada si ayah Loganaden Jibalen. Sehubungan dengan latar belakang yang penulis paparkan, penulis tertarik mengangkat judul “ Pelimpahan Hak Asuh Anak Dibawah Umur Kepada Bapak Akibat Perceraian ( Analisis Putusn Pengadilan Negeri Nomor: 411/Pdt.G/2012/PN.Mdn ) .” Sebagai suatu persyaratan untuk mejadi sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas di dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
18
1. Bagaimana penentuan tanggung jawab, hak asuh, dan pemeliharaan terhadap anak dibawah umur pada putusan Pengadilan Negeri Nomor 411.Pdt.G/2012/Pn.Mdn ? 2. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengabulkan tuntutan hak asuh anak yang diajukan suami ? 3. Apa yang dimaksud dengan hak menemui anak-anak ( Droit de Visite ) ? C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan penulisan dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif : a. Untuk mengetahui bagaimana penilaian majelis hakim dalam menentukan hak asuh anak dibawah umur akibat perceraian pada
putusan
Pengadilan
Negeri
Nomor
411.Pdt.G/2012/Pn.Mdn b. Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan majelis hakim dalam menentukan hak asuh anak dibawah umur akibat perceraian
pada
putusan
Pengadilan
Negeri
Nomor
411.Pdt.G/2012/Pn.Mdn 2. Tujuan Subjektif : a. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis di bidang hukum serta pemahaman aspek hukum dalam teori teori tentang perceraian serta akibat yang timbul dari perceraian tersebut terutama masalah hak asuh anak.
Universitas Sumatera Utara
19
b. Untuk memberikan pengetahuan kepada penulis tentang bagaimana hakim melihat fakor-faktor yang memberatkan atau meringankan salah satu pihak dari orang tua yang bercerai dalam mendapatkan hak asuh anak. c. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara D. Manfaat Penulisan Sedangkan yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini adalah 1. Secara teoritis penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi mahasiswa yang tertarik pada bidang keperdataan khusunya mengenai masalah yang timbul akibat perkawinan dan perceraian serta dapat dijadkan sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan adanya tulisan ini kiranya dapat memberikan pengetahuan umum mengenai akibat yang timbul dari perceraian khususnya mengenai hasil putusan mengenai pelimpahan hak asuh anak dibawah umur kepada bapak akibat perceraian ( analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 41/Pdt.G/2012/Pn.Mdn ). 2. Secara praktis tulisan ini dapat memberikan jawaban atas masalah yang diteliti, melatih mengembangkan pola piker yang sistematis
Universitas Sumatera Utara
20
serta mengukur kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.
E. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran penulis serta masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penulisan ini dari awal hingga akhir. Disini penulis memaparkan suatu “ Pelimpahan Hak Asuh Anak Dibawah Umur Kepada Bapak Akibat Perceraian ( Analisis Putusn Pengadilan Negeri Nomor: 411/Pdt.G/2012/PN.Mdn ) .” Skripsi ini belum pernah dibuat oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Kalaupun terdapat kesamaan, hal tersebut tidak merupakan suatu kesengajaan dan tentunya dilakukan dengan pendekatan maalah yang berbeda seperti : Judul Skripsi “ Analisi Yuridis Tentang Perwalian Anak Di bawah Umur Akibat Perceraian ( Studi Kasus Putusan PA No.01/Pdt.G/2010/PA/Klg)”, ditulis oleh Masyitah Dwi Ajeng Wirapuspa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan pembahasan skripsi ini mengenai perwalian hak asuh anak yang putusannya bernomor putusan PA No.01/Pdt.G/2010/PA/klg bukan putusan PN No.411/Pdt.G/2012/Pn.Mdn. Oleh karena itu, penuisan yang berjudul “ Pelimpahan Hak Asuh Anak Dibawah Umur Kepada Bapak Akibat Perceraian ( Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 411/Pdt.G/2012/PN.Mdn ) .” Belum ada dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
21
F. Metode Penulisan Untuk Mencari dan menemukan kebenaran secara ilmiah dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan skripsi, metode yang digunakan penulis dalm penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal/normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Yang dimaksud dengan penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hkum yang dilakukan dengan cara meneilit hukum kepustkaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti hukum pustaka atau data sekunder yaitu terdiri dri bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubunganya dengan masalah yang diteliti. 2. Sifat Penelitian Sifat Penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah deskritif, yaitu menggambarkan serta menguraikan semua data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan yang berkaitan dengan judul penulisa hukum yang scara jelas dan rinci kemudian analis guna menjawab permaslahan yang diteliti. 3. Pendekatan penelitian
Universitas Sumatera Utara
22
Dalam penulisan hukum ini adalah pendekatan normatif/juridis. Pendekatan
ini
merupakan
metode
pendekatan
yang
mengkopsepsikan hukum sebagai norma, kaidah. Asas, atau dogmadogma (yang seharusnya). 4. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data yang meliputi data primer, sekunder, dan tersier yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian seperti buku-buku, literatur, artikel internet, maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang dibahas. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi (
public
documents and official records ). Disamping sumber data yang berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Negara, beberapa jurnal dan buku-buku referensi. 5. Teknik Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data sekunder berupa peraturan perundangan, artikel maupun dokumen lai. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik studi pustaka dan penelitian lapangan (field research) untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan. 6. Teknik Analisis Data
Universitas Sumatera Utara
23
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah non statistik. Analisis non statistik ini dilakukan dengan kualitatif. Mengenai kegiatan analisis isi dalam penelitian ini adalah mengklarifikasi pasal-pasal dokumen sampel ke dalam kategori yang tepat. Setelah analisis data selesai, maka hasilnyaakan disajikan secara deskriptif.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan hukum adalah untuk memberi gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai penulisan hukum ini, maka berikut ini sistematika yang hendak penulis sajikan : BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini disajikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN Dalam bab ini menguraikan secara mengenai Perceraian, pengertian dan dasar hukum perceraian, akibat hukum perceraian, hak dan kedudukan anak setelah perceraian orang tuanya, perceraian menurut putusan pengadilan negeri No. 411/Pdt.G/2012/Pn.Mdn.
BAB III
: HAK ASUH DAN PEMELIHARAAN ANAK DI BAWAH UMUR SEBAGAI AKIBAT DARI PERCERAIAN
Universitas Sumatera Utara
24
Dalam bab ini sebagai landasan teoritis yag bertujuan untuk menunjang bab pembahasan ini terdiri dari pengertian hak asuh anak di bawah umur, tanggung jawab orang tua terhadap anak yang masih di bawah umur , hak asuh anak dibawah umur berdasarkan Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Perlidungan Anak. BAB IV
: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR KEPADA BAPAK Dalam bab ini dibahas tentang penentuan tanggung tawab, hak asuh dan pemeliharaan anak di bawah umur pada putusan Pengadilan Negeri
No.
411.Pdt.G/2012.Pn.Mdn,
pertimbangan
hakim
mengabulkan hak asuh anak yang diajukan suami, hak menemui anak-anak (droit de visite) BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang menjadi pokok-pokok pikiran penulis, berdasarkan atas uraian-uraian yang telah dikemukakan dalam skripsi ini sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara