PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI DEVELOPMENT DELAYED(DD) DENGAN METODE PLAY EXERCISE Surya Mahendra, Nur Susanti (Prodi DIII Fisioterapi FIK-UNIKAL) email :
[email protected] ABSTRACT Delayed development (DD) is dropping significantly on the physical, cognitive, behavioral, emotional, or social development of a child when compared with normal children his age are caused by heredity, the child's condition, pregnancy, birth, poor nutrition, psychological, lack of motivation and stimulation that is progressive if not handle dimmediately. Problems faced in DD conditions is a decrease inpostural tone, limited functional capabilities up and running. For effective and efficien thandling, it would require the examination of growth and development with DDST examinations, examination of muscle streng thand postural tone with XOTR scale, sensory examination and functional ability with the GMFM. To address these problems, the technology used is physiotherapy interventions play a pre-play exercise exercise with standing table, sensory, tactile, and implementation neurostrukture play exercise. Keywords : delayed development (DD), play exercise.
Seorang pasien dengan development
PENDAHULUAN Keterlambatan (development
perkembangan
delayed)
adalah
delayed adalah pasien yang tertunda dalam
mencapai
sebagian
besar
ketertinggalan secara signifikan pada
hingga semua tahapan perkembangan
fisik, meliputi aktifitas merangkak,
pada usianya.
duduk, berdiri dan berjalan pada
Ada
pasien bila dibandingkan dengan
mempengaruhi
pasien
seusianya.Seorang
keterlambatan perkembangan pasien
pasien dengan kondisi development
yaitu faktor internal meliputi faktor
delayed
keturunan dan faktor kondisi pasien
normal
mencapai
akan satu
perkembangan
tertunda
dalam
atau
lebih
kemampuannya.
dan
beberapa
faktor
faktor
yang
terjadinya
eksternal
meliputi
kelahiran, gizi dan psikologis. 29
Fisioterapi
pada
kasus
observasional
pada
development delayed berperan dalam
pasien
meningkatkan
development delayed.
kemampuan
dengan
seorang kondisi
fungsional agar pasien mampu hidup
Desain penelitian digambarkan
mandiri sehingga dapat mengurangi
sebagai berikut :
ketergantungan terhadap orang lain
A
(Shapherd, 1995).
B
METODE PENELITIAN Dalam
penelitian
menggunakan
untuk
assessment
dan
dapat
ini
metode
Analitik
C penulis deskriptif
mengetahui
perubahan
diketahui.
yang
Rancangan
Keterangan : A : Keadaan pasien sebelum diberikan fisioterapi B : Keadaan pasien setelah
penelitian yang digunakan adalah
diberikan
studi kasus.
fisioterapi
1. Pendekatan Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi kasus 2. Desain Penelitian
program
program
C : Program Fisioterapi Permasalahan yang timbul sebelum pasien menjalani program Fisiolterapi
adalah
pasien
Penelitian ini dilakukan
hipersensitif, mengalami kelemahan
dengan cara melakukan interview
tonus postural, pasien mengalami
kepada orang tua pasien dan
keterlambatan perkembangan berupa
30
belum bisa jongkok ke berdiri dan berjalan serta gangguan aktifitas fungsional, kemudian pasien di bawa ke
fisioterapi
untuk
Instrument Penelitian 1. Sensitifitas diukur dengan skala sensoris
menjalani
Yaitu
pemeriksaan
dengan
program terapi. Sebelumnya pasien
menggunakan skala sensoris
menjalani pemeriksaan
Tabel 1 Pemeriksaan Sensoris
fisioterapi
yaitu berupa sensitifitas dengan skala sensoris, kelemahan tonus poaturan dengan skala XOTR, keterlambatan perkembangan dengan DDST, dan gangguan sktifitas fungsional dengan
No.
Sensori
Me-
Mem-
ngenal
bedakan
Asosiasi
1.
Visual
+
+
±
2.
Auditory
+
+
±
3.
Touch
+
+
±
4.
Smell
+
+
±
5.
Taste
+
+
±
6.
Tactile
+
±
±
7.
Propioceptive
+
±
±
8.
Vestibular
+
-
-
Dengan kriteria nilai (+) ada, (-) GMFM.
Setelah
melakukan tidak ada, (±) kadang ada kadang
pemeriksaan
didapatkan tidak
permasalahan kapasitas fisik dan 2. Kelemahan tonus posturan dengan kemampuan
fungsional,
oleh skala XOTR
fisioterapi pasien diberikan modalitas Yaitu pengukuran pada semua fisioterapi
berupa
terapi
latihan anggota
metode
play
exercise.
gerak
badan
termasuk
Dengan ekstremitas atas dan ekstremitas
pemberian
modalitas
tersebut bawah dengan kriteria penilaian
diharapkan adanya peningkatan pada sebagai berikut : kapasitas
fisik
dan
kemampuan X :kekuatan otot normal
fungsional. O : tidak ada kontraksi otot
31
T : ada kontraksi otot dan sedikit gerakan
garis
horizontal
perkembangan
R : terdapat reflek
tugas
pada
formulir
DDST.
3. Keterlambatan
perkembangan
Selanjunya
dihitung
masing-masing
dengan DDST Suatu metode screening pada kelainan
perkembangan
dengan
prosedur
pasien,
pada sektor,
berapakah nilai ‘P’ dan nilai ‘F’. Tabel 2 Pemeriksaan DDST
pemeriksaan
sebagai berikut : a.
Menetapkan umur kronologis pasien terlebih dahulu, dengan menanyakan tanggal lahir pasien yang akan diperiksa. Dengan menggunakan patokan 1 bulan sama dengan 30 hari, 12 bulan dalam satu tahun.
b.
c.
Apabila
dalam
4. Aktifitas
fungsional
dengan
GMFM perhitungan
Pemeriksaan
gross
umur kurang dari 15 hari maka
bertujuan
dibulatkan ke bawah, namun
kemampuan
jika sama dengan atau lebih dari
gerakan-gerakan seperti terlentang,
15 hari maka dibulatkan ke atas.
terlungkup,
Tarik garis berdasarkan umur
merayap (crawling), duduk (sitting),
kronologis
yang
untuk
motor
pasien
berguling
mengetahui melakukan
(rolling),
memotong
32
merangkak, bertumpu pada lutut
kemampuan
(kneeling) dan berdiri (standing)
lingkungan aktivitas.
Yang perlu diperhatikan antara lain:
fungsional
b. Interview Metode ini dilakukan untuk
a. Mampukah
pasien
melakukan
mengumpulkan data dengan jalan
gerakan-gerakan tersebut diatas
Tanya
sesuai
dengan sumber data.
dengan
tingkat
kemampuan usianya.
tersebut diatas, normal atau tidak. c. Ada
tidaknya
kompensasi
yang
jawab
antara
terapis
c. Observasi
b. Cara pasien melakukan gerakan
gerakan mungkin
timbul. d. Ada
dan
Dilakukan
untuk
mengamati
perkembangan pasien sebelum terapi, selama terapi dan sesudah diberikan terapi. Obyek yang dibahas
tidaknya
sesuatu
yang
menghambat gerakannya.
1. Sensitifitas sensoris Pemeriksaan
sensoris
Prosedur Pengambilan Data
adalah suatu pemeriksaan pada
a. Pemeriksaan fisik
kemampuan
Bertujuan
pasien
dalam
untuk
menerima suatu rangsangan yang
mengetahui keadaan fisik pasien.
terdiri dari : (a) visual yaitu
Pemeriksaan ini terdiri dari : vital
penglihatan, (b) auditori yaitu
sign,
pendengaran, (c) touch yaitu
inspeksi,
pemeriksaan
gerakan
palpasi, dasar,
sentuhan,
(d)
smell
yaitu
kemampuan mencium aroma, (e)
33
taste yaitu kesadaran, (f) taktile yaitu
respon
tekanan,
(g)
proprioceptive yaitu pengenalan sendi dan (h) vestibular yaitu keseimbangan
Jenis
spastik,
athetoid,
ataksia atau campuran. 3. Tumbuh kembang Pertumbuhan
dan
perkembangan adalah mencakup dua aspek yang berbeda tetapi
2. Tonus postural Dalam menentukan tonus postural,
c.
tidak
hanya
saling berkaitan dan sulit di pisahkan, sedangkan definisinya
menggunakan gerakan aktif atau
adalah sebagai berikut :
pasif,
dengan
a. Pertumbuhan
(growth)
postural.
berkaitan
masalah
melainkan
mengamati Dengan
reaksi
cara
ini
kita
dapat
dengan
perubahan
dalam
besar,
sekaligus melihat sejauh mana
jumlah, ukuran atau dimensi
tonus
tersebut
tingkat sel, organ maupun
atau
individu, yang bias diukur
aktivitas serta bagian mana yang
dengan ukuran berat (gram,
lebih di prioritaskan.
pound,
abnormal
menganggu
gerakan
Adapun kualitas tonus otot dapat berupa: a.
b.
Hypotonus,
ukuran
panjang (cm, meter) , umur tulang
normal,
kilogram),
dan
keseimbangan
metabolik (retensi kalsium
hypertonus
dan
nitrogen
Ekstensor / fleksor lebih
(Soetjiningsih,2005).
tubuh)
dominan
34
b. Perkembangan (development) adalah
bertambahnya
kemampuan
(skill)
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sensoris
dalam
Yaitu kemampuan tubuh
struktur dan fungsi tubuh
dalam
yang lebih kompleks dalam
kondisi
pola yang teratur dan dapat
menggunaka indra yang dimiliki
diperhitungkan, sebagai hasil
oleh tubuh sedangkan gangguan
dari
sensoris suatu gangguan dimana
proses
pematangan
(Soetjiningsih,2005) .
di
sekitar
dengan
terjadi peningkatan ambang rasa atau kemampuan pada system
4. Aktivitas Fungsional Pemeriksaan
menginterprestasikan
aktivitas
sensoris
tubuh
sehingga
fungsional disesuaikan dengan
mengakibatkan beberapa indra
kemampuan
pada
pasien
dan
tubuh
mengalami
dilakukan untuk menilai seberapa
peningkatan kemampuan dan hal
besar tingkat kemandirian pasien,
tersebut dapat menjadi suatu
apakah pasien dapat melakukan
problematika
aktivitas sehari-harinya secara
Gangguan sensoris pada pasien
mandiri, dibantu sebagian atau
ini adalah pasien mengalami
sepenuhnya. Untuk melakukan
hipersensitif
pemeriksaan ini dapat digunakan
sentuhan sehingga pasien akan
Gross
menolak jika disentuh tubuhnya
Motor
Measurement (GMFM).
Function
pada
pada
seseorang.
rangsangan
terutama pada area kepala.
35
babinski negatif, tetapi yang khas
Tabel 2 Evaluasi Sensoris TERAPI
MENGENA L MEMBED AKAN ASOSIASI
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T1 T2 T3 T4 T5 T6
V I S U A L + + + + + + + + + + + + ± ± ± ± ± ±
A U D T.
T O U C H
S M E L L
T A S T E
T A C T L
P R O P .
+ + + + + + + + + + + + ± ± ± ± ± ±
+ + + + + + + + + + + + ± ± ± ± ± ±
+ + + + + + + + + + + + ± ± ± ± ± ±
+ + + + + + + + + + + + ± ± ± ± ± ±
+ + + + + + ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
+ + + + + + ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
V E S T B. + + + + + + -
2. Kelemahan Tonus postural Kelemahan tonus postural tampak pada paienusia bulan pertama tampak flacid (lemas) dan
berbaring
terlentang seperti
seperti
sehingga
kelainan
kodok tampak
pada
ialah reflek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan
disebabkan
oleh
afiksia
perinatal atau ikterus. Tabel 4 Evaluasi tonus postural (XOTR)
REGIO Shoulder: Dekstra Sinistra Elbow: Dekstra Sinistra Wrist: Dekstra Sinistra HIP: Dekstra Sinistra Knee: Dekstra Sinistra Ankle: Dekstra Sinistra Tanggal
T1 X
T2 X
T3 X
T4 X
T5 X
T6 X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X T
X T
X T
X T
X X
X X
T 31/5
T 3/6
T 5/6
T 7/6
X 10/6
X 12/6
lower
motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga
3. Keterlambatan
Tumbuh
kembang Keterlambatan
tumbuh
tinggi. Bila dibiarkan berbaring
kembang adalah ketertinggalan
tampak
secara
flacid
dan
sikapnya
signifikan
pada
fisik,
seperti kodok terlentang, refleks
kemampuan kognitif, perilaku,
otot yang normal dan refleks
emosi, atau perkembangan sosial
36
TERAPI (TGL) T1 (31/5) T2 (3/6) T3 (5/6) T4 (7/6) T5 (10/6) T6 (12/6)
seorang pasien bila dibandingkan
kemampuan fungsional pasien
dengan
normal
yaitu pasien tidak mampu berdiri
seusianya.Seorang pasien dengan
sendiri dari posisi jongkok dan
development
akan
tidak mampu benjalan secara
tertunda dalam mencapai satu
mandiri. Dari tabel berikut ini
atau
dapat dilihat adanya peningktan
pasien
delayed
lebih
perkembangan
kemampuannya.
kemampuan fungsional pasien
Tabel 5 Evaluasi DDST
terutama
MOTORI K KASAR 6 aspek 6 aspek 6 aspek 6 aspek 6 aspek 6 aspek
BAHASA 1 aspek 1 aspek 1 aspek 1 aspek 1 aspek 1 aspek
MOTORI K HALUS Normal Normal Normal Normal Normal Normal
PERSONAL SOSISAL Normal Normal Normal Normal Normal Normal
4. Aktivitas Fungsional Kemampuan
fungsional
pada
kemampuan
berdiri dan berjalan. Tabel 6 Evaluasi GMFM Dimensi Berguling Merayap Duduk Berdiri Berjalan Score
T1 100 % 100 % 100 % 48.7 % 5.5% 354.2 5 = 70.8 %
T2 100 % 100 % 100 % 48.7 % 11.1% 359.8 5 = 71.9%
T3 100 % 100 % 100 % 48.7 % 12.5% 361.2 5 = 72.2%
T4 100 % 100 % 100 % 48.7 % 15.3% 364 5 = 72.8%
T5 100 % 100 % 100 % 56.4% 20.8% 377.2 5 = 75.4%
adalah kemampuan dari pasien untuk melakukan aktivitas sehariharinya. Terganggunya aktivitas
KESIMPULAN Dari keterangan diatas dapat
fungsional oleh karena adanya
diambil
kelemahan
development
tonus
postural
kesimpulan delayed
bahwa dapat
sehingga pasien tidak mampu
mengakibatkan munculnya berbagai
melakukan aktivitasnya. Untuk
permasalahan-permasalahan
mengetahui
kemampuan
fisioterapi yaitu (1) hipersensitifitas,
fungsional dari pasien digunakan
(2) kelemahan tonus postural, (3)
GMFM.
keterlambatan tumbuh kembang dan
Gangguan
pada
37
T6 100 % 100 % 100 % 56.4% 20.8% 377.2 5 = 75.4%
(4) gangguan aktifitas fungsional,
perkembangan
modalitas fisioterapi yang digunakan
perbaikan.
untuk
mengatasi
pasien
kea
rah
permasalahan-
permasalahan tersebut adalah terapi
DAFTAR PUSTAKA
latihan dengan metode play exercise.
Chusid, GJ. 1993; Neuro anatomi
Setelah
dilakukan
tindakan
Korelatif
dan
Neurologi
Fungsional. Bagian Pertama fisioterapi sebanyak 6x terapi dengan menggunakan latihan
modalitas
metode
play
Terapi exercise
( ditejermahkan dr. Andri Hartono).
hasil
:
peningkatan
pada
sensoris
tumbuh
dan
belum
ada
kemampuan kembanya
Mada
University Press Eckersley,
didapatkan
Gajah
Pamela
M.(ed).
1993.Element of Paediatric Physiotherapy. Group
UK
Longman Limited,New
York namun terdapat peningkatan tonus postural pada regio ankle yaitu dari T1 = T (ada kontraksi dan sedikit
Haditono.
2004.
Psikologi
Perkembangan Anak Tiga Tahun
Pertama.
PT. Refika Aditama,Jakarta gerakan) menjadi T6 = X (kontraksi dan
gerakan
terkoordinasi)
dan
peningkatan kemampuan aktivitas
Schimid.R.A. 1988. Motor Control and
Learning
Behavioral
Emphasis,
Human
Kinetics Publihers. Illionis fungsional yaitu pada dimensi berdiri dari T1 = 48,7% menjadi T6 = 56,4 % dan dimensi berjalan dari T1=
(http// Jariono.blogspot.com/2010/0 2/peranan-
motor-
learning-dalam.html). 5,5% menjadi T6=20,8%. Data –data tersebut
menunjukan
adanya
Shepherd,
R.B.
1995.
Physiotheraphy
in
Paediatrics. Third Edition. 38
Butterworth
Heinmann,
Oxford Singgih, D Gunarsah.1996. Psikologi Olahraga. PT. BPK Gunung Mulia,Jakarta Siobah, 2010. Ekstra pyramidal dan pyramidal. Diakses : 16 Juni 2013, http://siobahcruel.wordprwss. com/2010/03/29/ekstrapyramidal-dan-pyramidal/ Soetjiningsih.
2005.
Kembang Buku
Tumbuh
Anak
.Penerbit
Kedokteran
EGC,
Jakarta Stock Kranowitz, Carol. 2003. The Out-of-Sync Child Has Fun. The
Berkley
Publishing
Group,New York
39