1
PENANGGALAN SYAMSIYAH DAN QAMARIYAH Dimaklumi bersama bahwa ilmu astronomi sekarang menganut teori Heliosentris (Helio = matahari, sentris = pusat). Heliosentris adalah teori bahwa matahari sebagai pusat peredaran benda langit. Sebelum teori ini muncul, yang diyakini orang adalah bumi sebagai pusat peredaran, dikelilingi oleh matahari dalam gerak tahunannya, dengan nama Geosentris. Baik diasumsikan matahari yang mengelilingi bumi atau sebaliknya, bumi mengelilingi matahari, perhitungan penanggalannya sama. Bila dikatakan bahwa matahari mengelilingi bumi, itu disebut gerak semu matahari. Istilah seperti Longitude of Sun atau Thūl al-Syams, atau yang diterjemah dalam Bahasa Indonesia menjadi “Bujur Matahari” menunjukkan asumsi Geosentris, bahwa Matahari menempuh perjalanan tahunan mengelilngi Bumi, diukur dengan istilah ini. Kendati asumsinya sudah diubah berdasarkan teori Heliosentris, tetapi istilah Longitude of Sun atau Thūl al-Syams tidak diubah menjadi Longitude of Earth atau Thūl al-Ardh. Atas dasar asumsi bahwa bumi dikelilingi oleh matahari dan oleh bulan tempo dulu itu, maka tahun yang menggunakan perhitungan peredaran matahari atau Solar System disebut tahun Syamsiyyah atau Tahun Masehi, dan tahun yang menggunakan perhitungan peredaran bulan atau Lunar System disebut tahun Qamariyyah, atau tahun Hijriyah, atau tahun apa saja sesuai lokal pemberi nama. Bila kita mengamati kalender tahun Masehi yang di sudut angka besar terdapat angka yang ditulis kecil, maka angka tulisan kecil tersebut merupakan informasi tentang kalender Qamariyyah, meskipun itu kalender Cina. Sejak lama diperkirakan bahwa matahari mengelilingi bumi dalam gerak semunya, memakan waktu 365,25 hari. Sistem ini dikenal Sistem Justinian atau Julian. Bulan pertama adalah bulan Maret, dan bulan ke 12 adalah bulan Pebruari. Buktinya, September itu artinya tujuh, sepadan dengan sapta atau seven, dan Oktober artinya delapan, sepadan dengan octav. Hanya, setelah lembaga legislatif Yunani bersidang untuk menentukan bulan pertama, akhirnya diputuskan bahwa bulan pertama adalah Januari, dan bulan ke 12 adalah Desember. Bagi kita itu tidak masalah. Agar terjadi keseragaman perhitungan, tahun 1 dihitung dari tahun kelahiran Nabi Isa al-Masih. Karena itu namanya tahun Masehi. Setelah berjalan 15 abad, dirasakan oleh masyarakat Masehi tentang ketidakcocokan musim dengan kalender. Karena itu, atas saran dari Klafius, Paus Gregorius XIII melakukan koreksi berupa pemotongan 10 hari pada tanggal 4 Oktober 1582. Paus Gregorius mengeluarkan dekrit agar hari berikutnya dibaca tanggal 15 Oktober, bukan tanggal 5. Selanjutnya, satu tahun bukan lagi 365, 25 hari, tetapi 365,2425 hari. Implikasinya, tahun yang habis dibagi 4 disebut tahun Kabisat, usianya 366, dan tahun yang tidak habis dibagi 4 disebut tahun Basitat atau tahun pendek, usianya 365. Tahun abad yang tidak habis dibagi 400 meskipun habis dibagi 4, seperti tahun 1700, 1800, 1900 diperhitungkan sebagai tahun pendek. Tahun abad yang habis dibagi 400 diperhitungkan sebagai tahun Kabisat, usianya 366 hari, seperti tahun 1600, 2000, 2400, dan seterusnya. Kalau di berbagai belahan bumi ada musim penghujan dan musim tanpa hujan atau kemarau, maka di tanah Arab hanya ada satu musim, yaitu musim tanpa hujan, meskipun ketika deklinasi matahari di utara di sana hawanya panas dan ketika deklinasi matahari di Selatan hawanya dingin. Secara umum, di sana tidak mengenal musim cocok tanam atau musim yang terkait dengan keharusan petani mengurusi tanaman pertaniannya, karena sebagian besar areal tanahnya tidak cocok ditanami. Hal ini berbeda dengan petani tradisional Indonesia yang merasakan betapa pentingnya musim yang disebabkan oleh posisi matahari dalam deklinasinya. Sementara itu, masyarakat Arab yang sangat akrab dengan padang pasir dan tanah tandus itu sangat akrab pula
2
dengan bulan (qamar). Untuk menghitung hari-harinya mereka mengaitkannya dengan bulan sabit, bulan setengah atau bulan purnama. Karena itu tidak aneh kalau mereka lebih dekat pada perhitungan tahun Qamariyyah dari pada tahun Syamsiyyah. Bila dikaitkan dengan pelaksanaan puasa Ramadhan dan ritual Haji, dengan perhitungan Qamariyyah maka kedua jenis ibadah tersebut terkadang dilaksanakan di musim dingin, terkadang pula di musim panas. Ibadah haji yang jatuh pada bulan-bulan Desember, Januari, dirasakan dalam udara dingin karena deklinasi Matahari berada di selatan Equator. Sebaliknya, bila ibadah haji jatuh pada bulan-bulan Juni, Juli, maka dirasakan dalam udara panas karena deklinasi Matahari di sebelah utara Equator. Begitu juga di Indonesia, sekali tempo kita berpuasa di musim penghujan, sekali tempo lagi kita berpuasa di musim kemarau. Andainya ibadah puasa dan haji itu ditentukan dengan bulan-bulan Syamsiyyah, seperti puasa itu bukan Ramadhan, tetapi bulan Desember saja, niscaya kita tidak mengalami ibadah tersebut pada musim yang berbeda-beda. Dalam perhitungan Qamariyyah, siklus satu bulan adalah dari saat ijtima'/konjungsi sampai saat ijtima'/konjungsi berikutnya. Ijtima'/konjungsi adalah keadaan ketika matahari dan bulan berada pada satu garis, dalam hal ini berada pada bujur yang sama. Kalau bumi mengitari matahari dari satu titik ke titik semula selama ± 365,25 hari, maka bulan, dari ijtima' ke saat ijtima' berikutnya memakan waktu rata-rata 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Dengan kata lain, revolusi matahari memakan waktu satu tahun, sedangkan revolusi bulan memakan waktu satu bulan. Dari bumi, bulan hanya kelihatan bagian permukaannya yang disinari matahari. Bila bulan sedang berada pada pihak atau arah yang sama dengan matahari, maka bagian yang disinari matahari adalah bagian yang membelakangi bumi. Dengan demikian dari bumi bulan kelihatan gelap, dan hanya kelihatan bagian tepinya bagai sabit; keadaan itu disebut new moon, atau bulan baru. Jika dari bumi, bulan berada pada pihak atau arah yang berlawanan dengan matahari, maka bagian yang kelihatan adalah bidang permukaan bulan yang diterangi matahari; keadaan ini disebut full moon atau bulan purnama. Karena dalam keadaan ini terkesan dari bumi bahwa bulan sedang berhadapan dengan matahari maka keadaan ini disebut opposisi atau istiqbal. Bulan beroposisi dengan matahari dengan wujud bulan purnama artinya, ketika itu terdapat selisih sudut 180 0 antara kedua benda langit tersebut. Sebaliknya, new moon adalah sebuah keadaan di mana bujur matahari (longitude of sun) sama dengan bujur bulan (longitude of moon), kedua benda langit itu berada pada tiitik yang sama. Kalender Tahun Syamsiyah Kembali kepada bagaimana perhitungan penanggalan tahun Syamsiyah, siklus tahunan adalah 365, 25 hari (setelah pembulatan), maka tahun 1, tahun 2 dan tahun 3 adalah tahun pendek. Tahun1 usianya 365 hari karena 0,25 hari sisanya disimpan. Tahun 2 usianya 365, simpanannya menjadi 0,50 hari, dan tahun 3 usianya 365 hari dengan simpanan lebihnya 0,75. Tahun 4 karena simpanan 0,75 selama tiga tahun sebelumnya itu ditambah dengan sisa usianya sendiri 0,25, maka usianya 366. Jadi, tahun ke 4 adalah tahun panjang. Begitulah siklus 4 tahunan dalam penanggalan tahun Syamsiyah. Perlu ditambahkan di sini bahwa tanggal 1 bulan Januari tahu 1 M adalah hari Sabtu. Seperti diketahui bahwa satu tahun dibagi-bagi menjadi 12 bulan. 1. Bulan-bulan yang usianya 31 hari ada 7 yaitu Januari, Maret, Mei, Juli, Agustus, Oktober, dan Desember. 2. Bulan-bulan yang usianya 30 hari ada 4, yaitu: April, Juni, September, dan Nopember. 3. Bulan yang usianya terkadang 28 hari, dan terkadang 29 hanya 1 yaitu Pebruari. 28 hari untuk tahun pendek dan 29 tahun untuk tahun panjang.
3
Langkah-langkah yang ditempuh menghitung hari pada tahun tertentu adalah: 1. Tahun yang sempurna dikalikan 365,25. Sisa pecahan desimal bibuang. 2. Ditambah dengan hari pada bulan-bulan di tahun yang sedang berjalan 3. Dikurangi pemotongan hari Anggaran Gregorious sebanyak 13 hari yang berasal dari 10 pada tahun 1582 ditambah dengan 3 hari, hasil pemotongan tahun abad yakni 1700, 1800, dan 1900. Sesuai dengan keterangan di muka, tahun abad yang tidak habis dibagi 400, kendati habis dibagi 4, diperhitungkan sebagai tahun pendek. 4. Berapa jumlah akhirnya, kemudian dibagi 7 5. Sisanya berapa? Sisa 1 = Sabtu Sisa 2 = Ahad Sisa 3 = Senin Sisa 4 = Selasa Sisa 5 = Rabu Sisa 6 = Kamis Tanpa sisa = Jumat Sekarang kita dapat mencoba, hari apakah tanggal 17 Agustus tahun 1945. Kita akan mencoba menggunakan cara yang pendek. Tahun yg sudah sempurna 1944 x 365,25 hr = 710.046 hari Januari 1945 31 hari Pebruari 1945 28 hari Maret 1945 31 hari April 1945 30 hari Mei 1945 31 hari Juni 1945 30 hari Juli 1945 31 hari 17 Agustus 1945 17 hari Jumlah Dikurangi Anggaran Gregorious
710.275 hari 13 hari -
Sisa 710.262 hari Angka ini habis dibagi 7 (persis 101.466); tidak ada sisa. Karena itu 17 Agustus 1945 jatuh pada hari Jumat. Dari keterangan di atas kita tahu bahwa siklus kalender Syamsiyah adalah 4 tahunan. Satu siklus (365+365+365+366 hari) = 1461 hari. Untuk menghitung jumlah hari dalam tahun tertentu dapat menggunakan siklus ini. Misalnya kita akan menghitung hari apakah tanggal 15 September 2008. Hari yang dihitung adalah 2007 tahun, lebih 8 bulan, lebih 15 hari. 2007 : 4 = 501 siklus, lebih 3 tahun lebih 8 bulan lebih 15 hari. 501 siklus = 501 x 1461 hari = 731.961 hari 3 tahun = 3 x 365 hari = 1.095 hari 8 bulan (ingat, 2008 itu tahun kabisah) = 244 hari 15 hari = 15 hari Jumlah = 733.315 hari Anggaran Gregorious = 13 hari (-) Sisa = 733.302 hari Angka 733.302 dibagi tujuh ada sekian (104.757), sisa 3. Dengan demikian tanggal 15 September 2008 adalah hari Senin (sisa 3 tadi).
4
Untuk kepentingan tertentu seperti konversi dari tahun Qamariyah ke tahun Syamsiyah nanti perlu kita lihat tabel berikut No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Usia (Hari) 31 28/29 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
Jumlah Hari Basitah Kabisah 31 31 59 60 90 91 120 121 151 152 181 182 212 213 243 244 273 274 304 305 334 335 365 366
Kalender Tahun Hijriyah Penanggalan Qamariyah dimulai saat Khalifah Umar bin al-Khatthab memegang pemerintahan. Pada 2 ½ tahun dari awal pemerintahannya, beliau mendapatkan persoalan tentang dokumen yang menyebut peristiwa di bulan Sya’ban. Persoalannya adalah Sya’ban yang mana, tahun baru lalu atau Sya’ban tahun yang mana. Karena sulit diselesaikan maka beliau memanggil beberapa orang shahabat yang ahli dalam memperhitungkan tarikh berdasarkan peredaran bulan. Disepakati bahwa perhitungan tarikh didasarkan pada peredaran qamar sebagaimana dikenal secara familier oleh masyarakat Arab, bulan pertama disebut Muharram dan bulan ke 12 sebagai bulan terakhir disebut Dzul Hijjah. Tahun pertamanya dihitung semenjak Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Dari munculnya peristiwa ini hingga tahun Rasulullah hijrah dihitung mundur sebanyak 17 tahun. Berdasarkan data yang ada, Rasulullah hijrah pada tanggal 12 Rabi’ul Awal, bertepatan dengan Jumat Legi 24 September 622 M. Inilah tahun 1 Hijriyah. Berdasarkan data ini pula maka 1 Muharram tahun 1 H adalah Jumat Legi 16 Juli 622 M. Di muka disebutkan bahwa satu bulan Qamariyah itu rata-rata 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Maka, satu tahun Qamariyah usianya 354 hari 8 jam 48,5 menit. Dalam angka lain disebut dengan 354 lebih 11/30 hari. Selanjutnya satu siklus/daur dalam tahun Qamariyah adalah 30 tahun. Tahun Kabisah dan Basitah Karena perpindahan tanggal dan bulan itu tidak mungkin menggunakan pecahan, maka dilakukan pembulatan-pembulatan. Dalam perhitungan Qamariyah ditetapkan ada sebuah siklus atau daur. Satu daur lamanya 30 tahun. Selama satu daur terdapat 11 tahun panjang (Kabisah), usianya masing-masing 355 hari, sedangkan sisa dari 30 adalah 19 tahun sebagai tahun pendek (Basithah), usianya masing-masing 354 hari. Bulan gasal usianya 30 hari, bulan genap usianaya 29 hari. Untuk tahun panjang, bulan Dzulhijjah (genap) usianya 30 hari sehingga jumlah hari dalam tahun panjang ini 355 hari. Untuk mempermudah menghapal pada tahun ke berapa saja jatuhnya tahun panjang itu dalam satu siklus, perlu diperhatikan bait syair berikut ini
5
Pada bait itu terdapat huruf-huruf yang memiliki titik, baik di bawah maupun di atas, sebanyak 11 huruf. Yang tidak bertitik sebanyak 19 huruf. Tahun panjang disesuaikan dengan letak huruf yang bertitik, sisanya untuk tahun pendek. Dari syair tersebut diketahui bahwa tahun panjang berada pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan 29. Adapun nama-nama bulan Qamariyah adalah sebagai berikut: 1. Muharram (30 hari) 2. Safar (29 hari) 3. Rabi’ul Awal (30 hari) 4. Rabi’ul Akhir (29 hari) 5. Jamadil Awal (30 hari) 6. Jamadil Akhir (29 hari)
7. Rajab (30 hari) 8. Sya’ban (29 hari) 9. Ramadhan (30 hari) 10. Syawwal (29 hari) 11. Zhul Qa’dah (30 hari) 12. Zhul Hijjah (29/30 hari)
Cara Penghitungan dan Prakteknya Kembali kepada uraian di muka bahwa dalam penanggalan Qamariyah kita mengenal siklus atau daur yang panjangnya 30 tahun. Satu siklus adalah 30 x 354 + 11 hari = 10.631 hari. Kerangka ini dipakai untuk mempermudah perhitungan bilangan hari menurut sistem kalender Hijriyah. Bila kita ingin melakukan konversi dari kalender Hijriyah ke kalender Masehi atau sebaliknya dari Masehi ke Hijriyah maka bilangan tersebut menjadi penting. Untuk menghitung jumlah hari dari tahun 1 Hijriyah hingga tanggal yang kita maksud, bilangan tahun dibagi 30 (untuk mendapatkan sekian daur) kemudian sisanya yang sekian tahun dikalikan 354 hari ditambah beberapa hari untuk memperhitungkan berapa tahun panjang yang dilalui oleh bilangan tahun dimaksud. Tabel Jumlah Hari Bulan-bulan Qamariyah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Muharram Shafar Rabi’ul Awal Rabi’ul Akhir Jamadil Ula Jamadil Akhirah Rajab Sya’ban Ramadhan Syawwal Zul Qa’dah Zul Hijjah
Usia (Hari) 30 29 30 29 30 29 30 29 30 29 30 29/30
Jumlah Hari 30 59 89 119 148 177 207 236 266 295 325 354/355
6
Tabel Jumlah hari Tahun Qamariyah dalam satu siklus Th 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hari 354 709 1063 1417 1772 2126 2481 2835 3189 3544
Th 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hari 3898 4252 4607 4961 5316 5670 6024 6379 6733 7087
Th 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Hari 7442 7796 8150 8505 8859 9214 9568 9922 10277 10631
Misalnya kita ingin mengetahui bilangan hari dari 1 Muharram tahun 1 H hingga 1 Muharram 1427. Waktu yang telah berlangsung adalah 1426 th + 0 bulan + 1 hari. 1426 : 30 = 47 daur + 16 tahun 47 daur = 47 x 10.631 hari = 499.657 hari 16 tahun = 16 x 354 hari + 6 hari = 5.670 hari 1 hari = = 1 hari Maka 1 Muharram 1427 = 505.328 hari Konversi dari Kalender Hijriyah ke Masehi Pekerjan berikutnya adalah, bagaimana 1 Muharram 1427 H tersebut dikonversi ke dalam kalender Masehi. Dalam hal ini kita harus mencatat bahwa selisih tetap tahun Masehi dengan tahun Hijriyah adalah 227.016 hari (dari 1 Januari 1 M sampai dengan 15 Juli 622 M). Langkah yang dilalui untuk konversi ini adalah: Jumlah hari th H hingga 1 – 1 – 1427 H = 505.328 hari Selisih tetap th M dengan th H = 227.016 hari Anggaran Gregorius = 13 hari + Jumlah hari dari 1-1-1 M hingga 1-1-1427 H = 732.357 hari Sebagai catatan, anggaran Gregorius ini harus diperhitungkan. Untuk menghitung jumlah hari tahun Masehi semata ia mengurangkan, sedangkan untuk konversi dari kalender Hijriyah ke kalender Masehi ia harus ditambahkan. Selanjutnya kita perlu memperhitungkan siklus tahun Masehi, yaitu 4 tahun, jumlah harinya: 3 x 365 + 366 = 1461 hari. Maka jalan perhitungan konversinya adalah: 732.357 : 1461 = 501 siklus + 396 hari 501 siklus = 501 x 4 = 2004 th lebih 396 hari 396 hari = = 1 th lebih 31 hari (396-365 karena th 2005 usianya 365) 31 hari = = 1 bulan (31 hari) yaitu Januari yang usianya 31 hari. Jumlah = 2005 th + 1 bulan + 0 hari Dengan demikian 1 Muharram 1427 H jatuh pada 31 Januari 2006. Konversi dari Kalender Masehi ke Hijriyah Kita ingin melakukan konversi 15 April 2007 ke kalender Hijriyah. Langkah yang harus ditempuh adalah menghitung jumlah hari dari 1 – 1 – 1 M sampai dengan 15 April 2007. Kemudian angka itu kita kurangi dengan selisih tetap antara tahun Masehi dengan Hijriyah sebanyak 227.016 hari. Sisanya adalah jumlah hari dari 1-1-1 H hingga tanggal tersebut.
7
Perhitungan selengkapnya sebagai berikut: 2006 tahun = 2006 x 365,25 hari Januari 2007 Pebruari 2007 Maret 15 April 2007
= 732.691,5 hari (angka pecahan dibuang) = 31 hari = 28 hari = 31 hari = 15 hari
Jumlah = Dikurangi Anggaran Gregorius = Jumlah hari 1-1-1 s.d. 15-4-2007 = Selisih tetap = Jumlah hari 1-1-1 H s.d. tgl dimaksud=
732.796 hari 13 hari 732.783 hari. 227.016 hari 505.767 hari
Selanjutnya angka ini kita perhitungkan dalam kalender Hijriyah: Mencari daur: 505.767 : 10.631 = 47 daur (499.657 hari) lebih 6.110 hari. 47 x 30 = 1410 tahun. 6.110 : 354 = 17 th. (354 x 17 = 6018 hari) sehingga masih ada lebih 92 hari. Selama 17 tahun mengalami tahun panjang 6 hari (lihat uraian tahun Kabisah dan Basithah di muka), sehingga 92 – 6 = 86 hari. 505.767 hari = 1410 th + 17 th + 86 hari. Dari sini kita perhitungkan bulan Qamariyahnya, yaitu: Muharram = 30 hari Safar = 29 hari Rabi’ul awal = 27 hari. Jumlah = 86 hari Dengana demikian 15 April 2007 M. jatuh pada 27 Rabi’ul Awal 1427 H. Penanggalan Tahun Jawa Masyarakat Jawa memiliki kalender tersendiri, disebut Tahun Jawa atau Tahun Soko. Dapat dipastikan bahwa penanggalan di dunia manapun, hanya ada 2 kemungkinan, berdasarkan peredaran matahari atau berdasarkan peredaran bulan. Tadinya masyarakat Jawa mendasarkan kalendernya dengan dasar peredaran matahari. Sebagaimana kita mengetahui bahwa sistem kalender berdasarkan peredaran matahari berguna mengetahui konsistensi musim. Misalnya, dapat dipastikan bahwa musim penghujan di P. Jawa akan terjadi pada bulan-bulan antara Oktober sampai dengan April. Masyarakat Eropa akan merasakan hari-hari panas, terkena sinar matahari optimal pada bulan-bulan Mei, Juni, Juli. Masyarakat agraris seperti di Jawa merasa perlu mengetahui musim agar perhitungan masa bertaninya tidak meleset. Hal ini dapat dicapai dengan menandai dan mencatat masa yang didasarkan sistem kalender peredaran matahari tersebut. Karena itu masyarakat Jawa hingga kini masih menyebut-nyebut mongso ke songo, ketigo, kapat, dan seterusnya, yang tiada lain masa yang terkait dengan deklinasi matahari yang berimplikasi pada kuantitas curah hujan. Semenjak pemerintahan kerajaan Islam di Mataram dipegang oleh Sultan Agung Hanyokrokusum, sistem penanggalan diganti, tidak berdasarkan peredaran matahari tetapi peredaran bulan seperti yang dikenal dalam dunia Islam, Tahun Hijriyah. Konon tanggal 1 Soko tahun pertama bertepatan dengan hari Sabtu 14 Maret 78 M ketika itu terjadi penobatan Prabu Ajisoko sebagai raja. Pada tahun 1555 tahun Soko bertepatan dengan 1633 M inilah Sultan Agung yang nama aslinya Sultan Muhammad berinisiatif mengganti sistem penanggalan, dari Syamsiyah ke Qamariyah, ngan melanjutkan angka Tahun Soko. Namun demikian Nama-nama bulannya pun diwarnai
8
oleh nama bulan dalam tahun Hijriyah atau setidaknya nuansa budaya Islam. Oleh sebab itu kalender ini disebut Kalender Islam Jawa. Adapun urutannya seagai berikut: 1. Suro 5. Jumadil Awal 9. Poso 2. Sapar 6. Jumadil Akir 10. Sawal 3. Mulud 7. Rejeb 11. Dulkongidah 4 Bakdo Mulud 8. Ruwah 12. Besar Meskipun kalender Jawa itu berdasarkan peredaran bulan, tetapi siklusnya lebih sederhana dibanding kalender Hijriyah. Kalau siklus kalender Hijriyah 30 tahun, maka siklus tahun Jawa 8 tahun, disebut “Windu”, dengan tahun panjang 3 dan tahun pendek lima. Tahun panjang dengan usia 355 hari disebut “Wuntu” dan tahun pendek dengan usia 354 hari disebut “Wastu”. Dengan demikian, satu tahun dalam kalender ini usianya 354 3/8 hari. Satu siklus = 354 x 8 + 3 = 2835 hari. Adapun urutan tahun dalam satu windu mempunyai nama-nama sebagai berikut: 1. Alip 5. Dal 2. Ehe 6. Be 3. Jimawal 7. Wawu 4. Ze 8. Jimakir Dengan membanding siklus antara kalender Jawa dgan Hijriyah, maka dalam waktu 30 tahun terdapat perbedaan. Sistem perhitungan kalender Jawa punya kelebihan ¼ hari dibanding sistem perhitungan kalender Hijriyah. Untuk mengatasinya, maka setiap 120 tahun, dalam kalkulasi kalender tahun Jawa ada pengurangan 1 hari agar penanggalan kedua sistem ini berjalan paralel. Pengurangan ini diletakkan pada bulan Besar terakhir dalam 30 tahun yang seharusnya tahun panjang menjadi tahun pendek. Artinya, bulan Besar dalam tahun panjang dengan usia 30 hari dikurangi 1 hari menjadi 29 hari. Kalender Jawa bukan hanya mengenal hari, tetapi juga mengenal pasaran yang jumlanya 5 yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon dan Legi. Untuk mengingat, dibuat rumus untuk awal siklus. i. AMATGI. Bahwa tanggal 1 Suro tahun Alip pada tahun 1555 tahun Soko jatuh pada hari Jumat Legi. ii. Setelah 120 tahun, mulai 1627 tahun Soko berlaku catatan AMISWON. Tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada Kamis Kliwon. iii. Setelah 120 tahun, mulai 1747 tahun Soko berlaku catatan ABOGE. Tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Rebo Wage. iv. Setelah 120 tahun, mulai tahun 1867 tahun Soko berlaku catatan ASOPON. Tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon. v. Setelah 120 tahun, mulai 1987 tahun Soko berlaku catatat ANENING. Tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada Senen Pahing. vi. Begitu seterusnya, setiap 120 tahun Soko dilakukan pengurangan 1 hari. Persoalannya, masyarakat Jawa, termasuk para dukun, pada umumnya tidak mengetahui sistem ini. Mereka hanya mengetahui ASOPON atau ABOGE dari orangorang tua mereka. Sepertinya ASOPON dan ABOGE merupakan “mazhab” dalam sistem perhitungan kalender Jawa. Jadi, perhitungan yang paling mutakir dalam masyarakat Jawa adalah ASOPON. Akibatnya, 1 Syawal atau yang kita kenal dengan Idul Fitri ada perbedaan antara “orang Islam” dengan “orang Jawa”. Biasanya “orang Jawa” mundur 1 atau 2 hari sesudah Hari Raya “orang Islam”. Sekiranya mereka mau melaksanakan pengurangan seperti catatan di atas, niscaya Hari Raya mereka bersamaan dengan “orang Islam”. Kalau hanya selisih satu hari, di kalangan “orang Islam” pun terkadang terjadi selisih itu.