Pemodelan Robot Manipulator Oleh: Ahmad Riyad Firdaus Politeknik Batam
Ada dua tahapan dalam memodelkan sebuah robot manipulator, yaitu: model kinematika dan model dinamika. Kinematika robot adalah studi analitis pergerakan lengan robot terhadap sistem kerangka koordinat acuan yang diam/bergerak tanpa memperhatikan gaya yang menyebabkan pergerakan tersebut. Model kinematika merepresentasikan hubungan endeffector dalam ruang tiga dimensi dengan variabel sendi dalam ruang sendi. Persamaan kinematika maju mendeskripsikan posisi dan orientasi end-effector yang dinyatakan dalam posisi sendi. Sedangkan persamaan kinematika balik mendeskripsikan konfigurasi posisi sendi untuk menghasilkan posisi dan orientasi end-effector tertentu.
Dinamika robot adalah formulasi matematis yang menggambarkan tingkah laku dinamis dari manipulator dengan memperhatikan gaya yang menyebabkan pergerakan tersebut. Persamaan dinamika maju digunakan untuk menghitung nilai posisi, kecepatan dan percepatan dari setiap sendi apabila diberikan gaya/torsi pada setiap sendi. Sedangkan persamaan dinamika mundur digunakan untuk menghitung nilai gaya/torsi setiap sendi apabila diberikan posisi, kecepatan dan percepatan dari setiap sendi. Dinamika robot ini digunakan untuk simulasi pergerakan lengan robot, perancangan strategi dan algoritma kendali agar lengan robot memenuhi tanggapan serta kinerja yang diinginkan, dan mengevaluasi perancangan kinematika dan struktur dari lengan robot.
Sistem robot secara garis besar terdiri dari sistem pengendali, elektronik dan mekanik. Dalam bentuk diagram blok dapat dinyatakan seperti dalam Gambar III.1 berikut ini.
Gambar III.1. Diagram sistem robot.
1|Page
G(s) adalah persamaan matematika pengendali, sedangkan H(s) adalah persamaan untuk sistem robot secara fisik termasuk aktuator dan sistem elektroniknya. Komponen ri adalah masukan acuan yang dalam penerapannya dapat berupa posisi, kecepatan, dan percepatan. Dalam fungsi waktu, nilai masukan ini dapat bervariasi dan kontinyu yang membentuk suatu konfigurasi trayektori. Komponen e adalah nilai galat antara keluaran dan masukan acuan, sedangkan u adalah keluaran dari pengendali dan y adalah fungsi gerak robot yang diharapkan selalu sama dengan acuan yang didefinisikan pada masukan ri Jika masukan merupakan fungsi dari suatu kooridnat vektor posisi dan orientasi P(x,y,z) dan keluarannya adalah θ(θ1, θ1,…, θn) dimana n adalah jumlah sendi atau DOF, maka Gambar III.1 dapat digambar ulang seperti yang terlihat pada Gambar III.2 berikut ini.
Gambar III.2. Digram blok sistem pengendali robot. Dalam Gambar III.2 di atas, keluaran yang diukur dari gerakan robot adalah dalam domain sudut dari sendi-sendi, baik sendi pada sistem tangan/kaki atau sudut dari perputaran roda jika robot tersebut adalah mobile robot. Sedangkan yang diperlukan oleh pengguna dalam pemrograman atau dalam pemetaan ruang kerja robot adalah posisi (ujung tangan atau titik tertentu pada bagian robot) yang dinyatakan sebagai koordinat 2D (kartesian) atau 3D. Dengan demikian perlu dilakukan transformasi koordinat antara ruang kartesian dengan ruang sendi/sudut ini. Pada Gambar III.2 dinyatakan sebagai kinematika balik dan kinematika maju. Kombinasi antara transformasi koordinat P ke θ dengan pengendali G(s) disebut sebagai pengendali kinematika. Masukannya berupa sinyal galat P, ep,
sedangkan
keluarannya adalah sinyal kemudi u untuk aktuator. Dalam konteks praktis, u adalah sinyalsinyal analog dari DAC untuk seluruh aktuator robot.
2|Page
III.1.1 Kinematika Robot Manipulator A. Konsep Kinematika Dari Gambar III.2, pengendali dinyatakan sebagai pengendali kinemaik karena mengandung komponen transformasi ruang kartesian ke ruang sendi. Dengan demikian diperoleh keluaran pengendali u yang bekerja dalam ruang sendi, u(θ1, θ1,…, θn). Sebaliknya, pengendali memerlukan umpan balik dalam bentuk koordinat karena acuan diberikan dalam bentuk koordinat. Penjelasan ini dapat diilustrasikan dalam Gambar III.3 berikut ini.
Gambar III.3 Transformasi kinematika maju dan kinematika balik. Dari Gambar III.3 dapat diperoleh dua pernyataan mendasar, yaitu: •
Jika jari-jari r dan θ dari suatu struktur robot n-DOF diketahui, maka posisi P(x,y,z) dapat dihitung. Jika θ merupakan sebuah fungsi berdasarkan waktu θ(t), maka posisi dan orientasi P(t) dapat dihitung juga secara pasti. Transformasi koordinat ini dikenal sebagai kinematika maju.
•
Jika posisi dan orientasi P(t) diketahui maka, θ(t) tidak langsung dapat dihitung tanpa mendefinisikan berapa DOF struktur robot itu. Jumlah sendi n dari n-DOF yang dapat dibuat untuk melaksanakan tugas sesuai dengan posisi dan orientasi P(t) itu dapat bernilai n=(m,m+1, m+2,…,m+p) dimana m adalah jumlah sendi minimum dan p adalah jumlah sendi yang dapat ditambahkan. Robot berstruktur m-DOF disebut dengan robot nonredundant, sedang bila (m+p)-DOF maka disebut sebagai robot redundant. Transformasi ini dikenal sebagai kinematika balik.
Dari pernyataan di atas nampak bahwa analisis kinematika maju adalah relatif sederhana dan mudah diimplementasikan. Di sisi lain, karena variabel-variabel bebas pada robot yang diperlukan dalam akusisi kendali adalah berupa variabel-variabel sendi (aktuator), sedang 3|Page
tugas yang didefinisikan hampir selalu dalam acuan koordinat kartesian, maka analisis kinematika balik lebih sering digunakan dan dikaji secara mendalam dalam dunia robotik.
Jadi, kinematika dalam robotik adalah suatu bentuk pernyataan yang berisi tentang deskripsi matematik geometri dari suatu struktur robot. Dari persamaan kinematika dapat diperoleh hubungan antara konsep geometri ruang sendi pada robot dengan konsep koordinat yang biasa dipakai untuk menentukan kedudukan dari suatu obyek. Dengan model kinematika, programmer dapat menentukan konfigiurasi masukan acuan yang harus diumpanbalikan ke tiap aktuator agar robot dapat melakukan gerakan simultan (seluruh sendi) untuk mencapai posisi yang diinginkan. Sebaliknya, informasi kedudukan (sudut) yang dinyatakan oleh tiap sendi ketika robot sedang melakukan suatu pergerakan, dengan menggunakan analisis kinematika, programmer dapat menentukan dimana posisi ujung link atau bagian robot yang bergerak itu dalam koordinat ruang. Model kinematika robot manipulator dapat ditentukan dengan menggunakan metoda DenavitHertenberg. Prinsip dasar metoda ini adalah melakukan transformasi koordinat antar dua link yang berdekatan. Hasilnya adalah suatu matrik (4x4) yang menyatakan sistem koordinat dari suatu link dengan link yang terhubung pada pangkalnya (link sebelumnya). Dalam konfigurasi serial, koodinat (ujung) link-1 dihitung berdasarkan sendi-0 atau sendi pada tubuh robot. Sistem koordinat link-2 dihitung berdasarkan posisi sendi-1 yang berada diujung link-1 dengan mengasumsikan link-1 adalah basis gerakan link-2. Demikian seterusnya, link-3 dihitung berdasarkan link-2, hingga link ke-n dihitung berdasarkan link-(n-1). Dengan cara ini maka tiap langkah perhitungan atau transformasi hanya melibatkan sistem 1-DOF saja. Terakhir, posisi koordinat lengan atau posisi ujung robot/end-effector akan dapat diketahui.
Gambar III.4 mengilustrasikan dua buah link yang terhubung secara serial. Konfigurasi hubungan dapat berupa sendi rotasi ataupun sendi translasi. Dalam hal ini, metoda DenavitHertenberg (DH) menggunakan 4 buah parameter, yaitu θ, α, d dan a. Untuk robot n-DOF maka keempat parameter tersebut ditentukan hingga yang ke-n. Penjelasannya yaitu: o θn adalah sudut putaran pada sumbu zn-1, o αn adalah sudut putaran pada sumbu xn, o dn adalah translasi pada sumbu zn-1, dan o an adalah translasi pada sumbu xn.
4|Page
Dari Gambar III.4 dapat didefinisikan suatu matrik transformasi homogen yang mengandung unsur rotasi dan translasi, seperti dituliskan pada persamaan (3.1): n-1
An = R(z, θn)Ttrans(0,0,dn)Ttrans(an,0,0)R(x, an) ……………………………..(3.1)
Gambar III.4. Sambungan antar link dan parameternya. Untuk link dengan konsfigurasi sendi putaran, matrik transformasi A pada sendi ke-n adalah seperti yang terlihat pada persamaan (3.2). cos θ n sin θ n n −1 An = 0 0
− sin θ n cos α n cos θ n cos α n sin α n 0
sin θ n sin α n − cos θ n sin α n cos α n 0
a n cos θ n a n sin θ n ........................(3.2) dn 1
Untuk konfigurasi sendi gerak translasi, nilai a adalah 0 sehingga komponen cosα=1 dan sin α=0. Selanjutnya sin θ akan ditulis S, sedangkan cos θ akan ditulis C.
Untuk robot manipulator yang memiliki n-sendi, hubungan rotasi dan translasi antara endeffector terhadap koordinat dasar dinyatakan dalam matrik link 0An yang ditentukan dengan menggunakan aturan perkalian rantai matrik transformasi homogen seperti yang terlihat pada persamaan (3.3) berikut ini. 0
An = 0A11A2…n-1An
..……………………………………………………….(3.3)
Persamaan kinematika maju yang menyatakan posisi dan orientasi end-effector terhadap posisi sendi ditentukan dengan mendekomposisi matrik link 0An untuk menghasilkan vektor posisi end-effector 0Pn dan matrik orientasi end-effector 0Rn seperti yang terlihat pada persamaan (3.4) berikut ini. 0
0R An = n 0
5|Page
0
Pn .............................................................................................(3.4) 1
Turunan pertama persamaan kinematika maju tersebut menghasilkan persamaan kinematika diferensial dan matrik Jacobian (JR) robot yang menyatakan hubungan antara kecepatan endeffector v terhadap kecepatan sendi q& seperti yang terlihat pada persamaan (3.5) berikut ini.
v = J R q& ............................................................................................................(3.5) J R = [J 1
J2
... J n ]
(
)
z n -1 x 0 Pn − 0 Pn -1 jika n = revolute z n -1 Jn = ............................................(3.6) z n 1 jika n = pristmatic 0
B. Model Kinematika Robot Polar 2-DOF
Robot yang digunakan dalam perancangan sistem kendali ini adalah jenis robot polar 2-DOF. Berdasarkan metoda Denavit-Hertenberg, maka konfigurasi sistem koordinat sistem robot dapat dilihat pada Gambar III.5 dan parameter sistem koordinatnya dapat dilihat pada Table III.1.
θ2
θ1
Gambar III.5. Konfigurasi sistem koordinat robot polar 2-DOF. Tabel III.1. Parameter sistem koordinat robot polar 2-DOF.
Parameter
2
θn
θ1
θ2
dn an
l1 0 90o
0 l2 0o
αn
6|Page
Sendi-n 1
Variabel sendi dan turunannya yaitu posisi sendi, kecepatan sendi, dan percepatan sendi dinyatakan dalam bentuk vektor seperti yang terlihat pada persamaan (3.7) berikut ini.
[
q = [θ1 θ 2 ]
q& = θ&1 θ&2
T
]
[
T
&& = θ&&1 θ&&2 q
]
T
...................................................(3.7)
Posisi pusat koordinat n berdasarkan sistem koordinat dasar dinyatakan dalam bentuk vektor terlihat pada persamaan (3.8) berikut ini.
p 1 = [0 0 l1 ]
T
p 2 = [l 2 C1C 2
l1 + l 2 S 2 ]
T
l 2 S1C 2
.................................................................(3.8)
Pada pusat sistem koordinat n dari pusat sistem koordinat n-1 berdasarkan sistem koordinat dasar dinyatakan dalam bentuk vektor seperti pada persamaan (3.9) sebagai berikut.
p1 = [0 0 l1 ]
T
p 2 = [l 2 C1C 2
l 2 S1C 2
...................................................................(3.9)
l2 S 2 ]
T
Posisi pusat massa link-n berdasarkan sistem koordinat dasar dinyatakan dalam bentuk vektor seperti pada persamaan (3.10) sebagai berikut.
c 1 = [0 0 12 l1 ] c 2 = [12 l 2 C1C 2 12 l 2 S1C 2 T
l1 + 12 l 2 S 2 ]
T
....................................................(3.10)
Posisi pusat massa link-n dari pusat sistem koordinat n-1 berdasarkan sistem koordinat dasar dinyatakan dalam bentuk vektor seperti pada persamaan (3.11) sebagai berikut.
c1 = [0 0 12 l1 ] c 2 = [12 l 2 C1C 2 12 l 2 S1C 2 T
l S2 ]
1 2 2
T
....................................................(3.11)
Berdasarkan persamaan (3.2) dan dengan menggunakan parameter sistem koordinat pada tabel III.1, maka diperoleh persamaan (3.12) berikut ini. C1 S 0 A1 = 1 0 0
0 S1 0 − C1 1 0 0 0
0 0 l1 1
C 2 S 1 A2 = 2 0 0
− S2 C2 0 0
0 l2C2 0 l 2 S 2 .........................(3.12) 1 0 0 1
Berdasarkan persamaan (3.3) dan persamaan (3.12) di atas, maka diperoleh persamaan (3.13) yang merupakan matrik transformasi robot polar 2-DOF. C1C 2 S C 0 A2 = 1 2 S2 0
7|Page
− C1 S 2 − S1 S 2 C2 0
S1 l 2 C1C 2 − C1 l 2 S1C 2 ......................................................(3.13) 0 l1 + l 2 S 2 0 1
Berdasarkan persamaan (3.6), matrik jacobian robot polar 2-DOF yang merepresentasikan hubungan kecepatan ujung lengan robot dengan kecepatan sendi, seperti diperlihatkan pada persamaan (3.14) berikut ini: − l 2 S1C 2 l CC 2 1 2 0 JR = 0 0 1
− l 2 C1 S 2 − l 2 S1 S 2 l2C2 ...........................................................................(3.14) S1 − C1 0
Persamaan kinematika balik yang menyatakan posisi sendi terhadap posisi dan orientasi ujung lengan robot adalah: Y X ....................................................................................(3.15) −1 Z − l1 θ 2 = tan 2 2 X +Y
θ1 = tan −1
III.1.2 Dinamika Robot Manipulator A. Konsep Dinamika
Robot secara fisik adalah suatu benda yang memiliki struktur tertentu dengan massa tertentu, sehingga dalam pergerakannya tunduk kepada hukum-hukum alam yang berkaitan dengan grafitasi dan atau massa/kelembaman. Jika robot berada di permukaan bumi, maka grafitasi dan massa akan mempengaruhi kualitas gerakan. Sedangkan bila robot berada di luar angkasa yang bebas grafitasi, maka massa saja yang dapat menimbulkan efek inersia/kelembaman. Setiap struktur dan massa yang berbeda akan memberikan efek inersia yang berbeda pula sehingga penanganan dalam pemberian torsi pada tiap sendi seharusnya berbeda pula.
τ
(θ ,θ&,θ&&)
Gambar III.6. Diagram model dinamika robot. Perhatikan kembali Gambar III.2 sebelumnya. Jika u adalah sinyal aktuasi pada aktuator motor DC-torsi, maka masukan pada model dinamika robot dapat dinyatakan sebagai torsi τ seperti yang terlihat pada persamaan (3.16), 8|Page
τ = ia K a .........................................................................................................(3.16) Seperti yang diperlihatkan pada Gambar III.6, dengan ia adalah sinyal analog (arus motor) yang dikeluarkan oleh pengendali, dan Ka adalah konstanta motor. Karena torsi pada sendi akan menghasilkan gerakan, maka keluaran (dinamika) robot dapat dinyatakan memiliki 3 komponen yang menyatu dalam fenomena gerak rotasi tiap lengan sendi, yaitu sudut θ , kecepatan sudut θ& , dan percepatan sudut θ&& . Gambar III.7 memperlihatkan skema kendali robotik berorientasi dinamika dengan penggambaran lebih detil tentang torsi yang dihasilkan oleh aktuator.
Pref , P&ref
θ ,θ&,θ&&(1,2,.., n)
Pact , P&act
θ , θ&, θ&&(1,2,.., n)
Gambar III.7. Diagram sistem kendali robot berorientasi dinamika. Jika keluaran sistem adalah θ ,θ&,θ&&(1, 2,..,n ) dinyatakan sebagai q, maka torsi yang diberikan kepada sendi-sendi robot adalah seperti yang terlihat pada persamaan (3.17) berikut ini.
τ = f (q) ...........................................................................................................(3.17) Persamaan ini dikenal sebagai persamaan dinamika maju. Model dinamikanya dapat ditulis sebagai H(s). Sebaliknya, jika torsi τ diketahui (sebagai masukan), maka q akan diketahui dengan menggunakan dinamika balik. Model dinamikanya dinyatakan dengan H-1(s). Persamaannya adalah: q= f
−1
(τ )
.....................................................................................................(3.18)
Hubungan model matematik dinamika balik dan dinamika maju dapat diilustrasikan melalui Gambar III.8 berikut ini.
9|Page
τ
θ ,θ&,θ&&(1,2,.., n)
Gambar III.8. Transformasi dinamika balik dan dinamika maju. Untuk memperoleh sistem kendali gerakan robot yang ideal, diperlukan sistem kendali yang menggabungkan antara kendali kinematika dan kendali dinamika. Seperti lazimnya dalam persamaan matematika, solusi penyelesaian dengan memilih nilai variabel-variabel yang benar adalah diperlukan. Dengan pendekatan kendali dinamika maka sinyal aktuasi pengendali dapat lebih presisi dengan dimasukannya unsur perbaikan torsi yang sesuai dengan efek dinamika ketika robot bergerak. Jika kendali kinematika lebih berfungsi untuk menjaga kestabilan gerak, maka kendali dinamika lebih berfungsi untuk meningkatkan kekokohan terhadap gangguan yang dapat muncul selama operasi.
B. Model Dinamika Robot Polar 2-DOF Dengan asumsi bahwa kedua link merupakan batang pipih homogen, maka tensor inersia link-n terhadap pusat massanya (persamaan (3.19)) dapat dinyatakan dalam sistem koordinat n berikut ini.
121 m1l12 I1 = 0 0
0 0 0 121 m1l12 0
0
0 I 2 = 0 0
0 1 12
0 .........................(3.19) 2 1 12 m 2 l 2 0
2 2 2
ml 0
Tensor inersial link-n terhadap pusat massanya yang dinyatakan dalam sistem koordinat dasar ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.20 ) berikut. I 0n = 0 A n I n
(
0
An
)
T
............................................................................................(3.20)
Dengan melakukan substitusi persamaan (3.20), (3.19), dan (3.3), maka diperoleh persamaan (3.21): C12 S 22 + S12 I 02 = 121 m2 l 22 S1C1 S 22 − S1C1 − C1 S 2 C 2 10 | P a g e
S1C1 S 22 − S1C1 2 1
2 2
2 1
S S +C − S1 S 2 C 2
− C1 S 2 C 2 − S1 S 2 C 2 ............................(3.21) C 22
Kecepatan linier dan kecepatan sudut pusat massa link n dapat dinyatakan dalam kecepatan sendi dengan menggunakan persamaan (3.22) berikut: v 1 = [z 0 x c1
ϖ 1 = [z 0
0 3x1 ]q&
0 3 x1 ]q&
[
v 2 = z0 x c2
(
)]
………………………………….…………(3.22)
z x c − p q& 1
2
1
ϖ 2 = [z 0 z1 ]q&
Dengan melakukan substitusi, maka diperoleh persamaan (3.23): 0 v 1 = 0 0 0 ϖ 1 = 0 1
0 0q& 0 0 0q& 0
− 12 l 2 S1C 2 v 2 = 12 l 2 C1C 2 0
− 12 l 2 C1 S 2 − 12 l 2 S1 S 2 q& 1 2 l2 C2 .......................................(3.23) 0 S 1 ϖ 2 = 0 − C1 q& 1 0
Energi kinetik link-n yang menyatakan gabungan energi kinetik translasi dan energi kinetik rotasi ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.24) berikut: K n = 12 mn v Tn v n + 12 ϖ nT I 0nϖ n
.......................................................................(3.24)
Dengan melakukan substitusi persamaan (3.24), dan (3.23), maka diperoleh persamaan (3.25) yang merupakan energi kinetik untuk kedua sendi. K1 = 0 K 2 = 16 m 2 l 22 C 22θ&12 + 16 m 2 l 22θ&22
.........................................................................(3.25)
Energi kinetik robot polar 2-DOF merupakan penjumlahan energi kinetik seluruh link sebagai berikut: K = 16 m2 l 22 C 22θ&12 + 16 m 2 l 22θ&22 ...........................................................................(3.26) Energi potensial link-n ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.27) berikut: Pn = − mn g c n
..................................................................................................(3.27)
Dengan melakukan substitusi persamaan (3.27) dan (3.11), maka diperoleh persamaan (3.28) yang merupakan energi potensial untuk kedua sendi robot. P1 = 12 m1 gl1 P2 = m 2 gl1 + 12 m2 gl 2 S 2
..................................................................................(3.28)
Energi potensial robot polar 2-DOF merupakan penjumlahan energi potensial seluruh link seperti yang terlihat pada persamaan (3.29) sebagai berikut:
11 | P a g e
P = 12 m1 gl1 + m2 gl1 + 12 m 2 gl 2 S 2 .....................................................................(3.29) Fungsi lagrangian menyatakan selisih energi kinetik dengan energi potensial sebagai berikut: L = K − P .......................................................................................................(3.30) Dengan melakukan substitusi persamaan (3.30), (3.26) dan (3.29), maka diperoleh persamaan (3.31) yang merupakan fungsi lagrange robot polar 2-DOF. L = 16 m 2 l 22 C 22θ&12 + 16 m 2 l 22θ&22 − 12 m1 gl1 − m 2 gl1 − 12 m 2 gl 2 S 2 ............................(3.31) Persamaan (3.32) merupakan dinamika balik yang menyatakan torsi sendi terhadap percepatan sendi ditentukan dengan menggunakan persamaan Laggrange-Euler sebagai berikut:
τn =
∂L d ∂L − ...........................................................................................(3.32) dt ∂q& n ∂q n
Dengan melakukan substitusi persamaan (3.32), dan (3.31), maka diperoleh torsi untuk masing-masing sendi seperti yang terlihat pada persamaan (3.33).
τ L1 = 13 m2 l 22 C 22θ&&1 − 23 m2 l 22 S 2 C 2θ&1θ&2 ..................................................(3.33) τ L 2 = 13 m2 l 22θ&&2 + 13 m2 l 22 S 2 C 2θ&12 + 12 m2 gl 2 C 2 III.1.3 Model Sistem Aktuator Motor DC
Sistem penggerak yang digunakan dalam merancang robot manipulator adalah motor DC. Pada penelitian ini, motor DC yang digunakan adalah jenis tegangan armature terkendali. Untuk jenis ini, keluaran motor DC dikendalikan oleh tegangan armature, sementara arus medan dijaga konstan. Gambar III.9 memperlihatkan diagram skematik modor DC yang digunakan.
Gambar III.9. Diagram skematik motor DC. Torsi yang bekerja pada shaft motor (τ) berbanding lurus dengan arus armature dan konstanta motor DC, seperti yang terlihat pada persamaan (3.34). 12 | P a g e
τ = K a ia
...................................................................................................(3.34)
Sementara persamaan (3.35) merupakan tegangan armature dari motor DC.
V a = i a R a + La
dia + eb ...................................................................................(3.35) dengan dt
θ eb = K bθ&m dan θ m = L , selanjutnya θ L ditulis menjadi θ n Sehingga diperoleh persamaan (3.36) yang merupakan torsi yang bekerja pada shaft motor.
Va K − b θ&L .................................................................................(3.36) Ra nRa Persamaan (3.37) merupakan torsi yang digunakan untuk menggerakan motor DC.
τ = Ka
τ m = J mθ&&m + Fmθ&m …………………………………..……………………...(3.37)
Torsi yang bekerja pada shaft motor adalah torsi yang digunakan untuk menggerakan sendi. Dengan menggunakan hukum kesetimbangan mekanik, torsi yang bekerja pada shaft motor dapat ditulis seperti yang terlihat pada persamaan (3.38) berikut ini.
τ = τ m + τ L* ………………………………………………………………….(3.38)
dengan τ L* adalah torsi sendi yang mengacu pada shaft motor. Dengan menggunakan persamaan dinamika sistem robot manipulator dan transmisi roda gigi, τ L* dapat ditulis seperti yang terlihat pada persamaan (3.39) berikut ini.
τ L* = nτ L ………………….…………………………………………………..(3.39) dengan transmisi roda gigi adalah seperti yang terlihat pada persamaan (3.40).
n=
NM ...........................................................................................................(3.40) NL
NM adalah roda gigi yang terhubung dengan shaft motor, sedangkan NL adalah roda gigi yang terhubung dengan shaft sendi.
III.1.4 Model Gabungan Manipulator dan Sistem Aktuator Motor DC
Untuk memperoleh model sistem yang lengkap dari robot manipulator adalah dengan mensubstitusi persamaan (3.37), (3.38), (3.39) dan (3.40), maka diperoleh persamaan (3.41) yang merupakan persamaan dinamika balik untuk masing-masing sendi. 13 | P a g e
n12 m 2 l 22 cos 2 θ L 2 + 3J m1 && F 2 τ1 = θ L1 − n1 m 2 l 22 sin θ L 2 cos θ L 2θ&L1θ&L 2 + m1 θ&L1 3n1 3 n1 (3.41) n 22 m 2 l 22 + 3J m 2 && F 1 1 2 2 m2 & & τ2 = θ L 2 + n 2 m 2 l 2 sin θ L 2 cos θ L 2θ L1 + θ L 2 + n 2 m 2 gl 2 cos θ L 2 3n 2 3 n2 2
dengan τ1 dan τ2 adalah torsi untuk sendi 1 dan sendi 2, m1 dan m2 adalah massa untuk masing-masing link, l1 dan l2 adalah panjang masing-masing link, Jm1 dan Jm2 adalah momen inersia motor Fm1 dan Fm2 adalah gaya gesek motor, θL1 dan θL2 adalah sudut pergerakan sendi dan n1 dan n2 adalah gear ratio masing-masing sendi. Dengan mensubstitusikan persamaan (3.36), dan (3.41), maka diperoleh D1θ&&L1 = H 1 + B1V a1 …………………………..………………………..…….(3.42)
D2θ&&L 2 = H 2 + G2 + B2Va 2 …………………………………..………………...(3.43)
dengan D1 =
(n
2 1
m 2 l 22 cos 2 θ L 2 + 3 J m 1 3 n1
)
K K F 2 H 1 = − a 1 b 1 + m 1 θ&L 1 + n1 m 2 l 22 sin θ L 2 cos θ L 2θ&L 1θ&L 2 n1 3 n1 R a 1 K B1 = a 1 R a1
D2 =
(n
2 2
m 2 l 22 + 3 J m 2 3n2
)
K K F 1 H 2 = − a 2 b 2 + m 2 θ&L 2 − n 2 m 2 l 22 sin θ L 2 cos θ L 2θ&L21 n2 3 n2 Ra 2 1 G 2 = − n 2 m 2 gl 2 cos θ L 2 2 K a2 B2 = Ra 2
Dipilih peubah status x1 = θ L1 ; x 2 = θ&L1 ; x 3 = θ L 2 ; x 4 = θ&L 2 . Dimana θ L dan θ&L adalah posisi dan kecepatan sendi manipulator. Sementara masukan kendalinya adalah u1 = V a1 ; u 2 = V a 2 dan keluaran yang diinginkan adalah y1 = θ L1 ; y2 = θ L 2 . Dari peubah status yang dipilih, maka diperoleh persamaan status non-linier robot manipulator 2 derajat kebebasan sebagai berikut:
14 | P a g e
x2 x&1 0 x& D −1 B −1 D1 H 1 2 = + 1 1 x&3 0 x4 −1 x& 4 D2 (H 2 + G 2 ) 0
1 y= 0
0
0
0
1
15 | P a g e
0 u1 ………………………...…(3.44) 0 u 2 D2−1 B2 0
0 x …..…………………………….………………….(3.45) 0