JURNAL GEOFISIKA 2005/2
Pemetaan Total Electron Content di Lapisan Ionosfer Menggunakan Data Global Positioning System: Tinjauan Teori Djedi S. Widarto Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135, Indonesia Abstrak Sinyal radio frekuensi-ganda yang dipancarkan dari satelit Global Positioning System (GPS) memungkinkan pengukuran jumlah total elektron, disebut sebagai total electron content (TEC), di lapisan ionosfer sepanjang berkas sinyal antara satelit dan penerima GPS. Makalah ini terutama memperkenalkan salah satu prosedur untuk memperoleh nilai TEC mutlak di ionosfer berdasarkan kombinasi pengukuran differential pseudorange dan differential carrier phase yang terekam oleh penerima GPS. Makalah ini juga memberikan contoh hasil pemetaan TEC global di ionosfer yang dilakukan menggunakan data jaringan global GPS. Peta variasi anomali TEC ini dapat digunakan untuk mempelajari dinamika dan struktur ionosfer. Abstract The dual frequency radio signals of the Global Positioning System (GPS) allow measurements of the total number of electrons, called total electron content (TEC), along a ray path from GPS satellite to receiver. This paper, in particular, introduces a procedure to obtain absolute TEC value as based on the combination of measurements of differential pseudorange and differential carrier phase as recorded by genetic GPS receivers. This paper also describes an example of global ionospheric GPS TEC map that was reconstructed from global GPS network data. This TEC anomaly map can be employed to examine the ionospheric dynamic and structure.
1
Pendahuluan
Global Positioning System (GPS) merupakan salah satu wahana untuk mempelajari fenomena yang terjadi di ionosfer, melalui suatu sinyal gelombang mikro yang menjalar dari satelit pemancar ke stasiun penerima GPS di permukaan atau dekat permukaan bumi. Stasiun penerima GPS dengan sinyal frekuensi ganda memungkinkan pengukuran jumlah elektron total, yang dikenal sebagai total electron content (TEC), di sepanjang jalur perambatan sinyal antara kedua stasiun tersebut. Sampai saat ini, jumlah satelit GPS terdiri dari 24 (+5) satelit yang tersebar ke dalam 6 bidang orbit (4 satelit dalam setiap orbit) dan beredar mengelilingi bumi pada ketinggian sekitar 20.200 km, dengan membentuk sudut inklinasi 55° dan perioda orbit adalah 11h 58m 02sec (sidereal hours). Intensitas sinyal yang sampai di stasiun penerima GPS di permukaan bumi sangat dipengaruhi terutama oleh jarak satelit dan stasiun penerima, pengaruh troposferik/ionosferik, beda waktu (clock offsets) antara satelit dan stasiun penerima, ambiguitas fasa, dan bias instrument pada satelit dan stasiun penerima, yang selanjutnya kita sebut sebagai bias instrumen diferensial (differential instrumental bias). Bias tersebut akan muncul pada kedua frekuensi GPS dan beda antar keduanya, yang kemudian menghasilkan kesalahan instrumen secara sistematik. Untuk menentukan nilai TEC secara akurat dan mutlak, maka bias turunan instrumen ini
32
harus dihilangkan. Beberapa teknik untuk menentukan nilai mutlak TEC telah diperkenalkan oleh peneliti terdahulu. Sardon et al. (1994) dan Komjathy (1997) menerapkan teknis tapis Kalman untuk menentukan secara tepat, baik itu bias instrumen maupun nilai TEC, dengan menganggap distribusi TEC vertikal (VTEC) adalah linier secara spasial di sekitar zenith stasiun penerima. Bishop et al. (1996) mengembangkan teknik SCORE (self-calibration of pseudorange errors) yang kemudian divalidasi melalui pengukuran secara terpisah oleh Bishop et al. (1997) dan pemodelan oleh Lunt et al. (1999a dan 1999b). Lanyi dan Roth (1988) dan Coco et al. (1991), berdasarkan pada analisis data dari stasiun tunggal, menentukan nilai VTEC dengan teknik pendekatan polinomial. Wilson et al. (1992) menggunakan data stasiun GPS dari jaringan global untuk memodelkan VTEC dengan teknik ekspansi harmonik sferis. Makalah ini memperkenalkan suatu prosedur untuk memperoleh nilai VTEC di ionosfer berdasarkan kombinasi pengukuran pseudorange dan carrier phase yang terekam oleh penerima GPS frekuensi-ganda. Salah satu contoh hasil pemetaan VTEC di ionosfer global yang dilakukan oleh Universitas Bern, Swiss digunakan untuk mempelajari dinamika dan struktur ionosfer. Makalah ini merupakan makalah pertama dari satu seri makalah yang terdiri dari dua makalah. Aplikasi pengukuran TEC untuk memperkirakan prekursor gempa bumi akan dibahas pada makalah berikutnya.
JURNAL GEOFISIKA 2005/2
2
Ionosfer dan GPS
2.1 Ionosfer Beberapa laporan yang menjelaskan proses-proses fisika dan kimia yang terjadi di ionosfer secara rinci dapat ditemukan di antaranya dalam McNamara (1994) dan Davies (1990). Secara umum, ketinggian terendah ionosfer adalah sekitar 50 km sampai mencapai ketinggian sekitar 1000 km (lihat Gambar 1). Dalam kenyatannya, batas atas ionosfer tidak dapat ditentukan dengan tepat karena diduga bahwa kerapatan elektron semakin menipis atau mengecil menuju plasmafer atau protonosfer dan sesudah itu adalah lapisan plasma antar planet (Langley, 1996). Plasmafer merupakan suatu lapisan di atas ketinggian sekitar 1000 km dimana kerapatan atmosfer netral sangat kecil dan ion positif berupa proton sangat besar jumlahnya, sehingga disebut juga sebagai lapisan protonosfer. Berdasarkan terdapatnya perbedaan molekulmolekul dan atom-atom di dalam atmosfer dan tingkat perbedaan mereka dalam kemampuan
menyerap, maka lapisan ionosfer dapat dibagi ke dalam suatu deretan wilayah atau lapisan secara tegas. Lapisan itu diberi tanda dengan huruf-huruf D, E, F 1 dan F 2 . Secara kasar, lapisan D berada lebih rendah dari 90 km, lapisan E memiliki puncak sekitar 105 km, F 1 berpuncak antara 160-180 km, dan lapisan F 2 berpuncak antara 200-600 km. Pada waktu malam hari, lapisan D dan E menghilang, sedangkan lapisan F 1 dan F 2 bergabung membentuk lapisan F. Kedrapatan elektron maksimum terjadi pada lapisan F 2 . Secara umum seluruh lapisan tersebut secara kelompok disebut sebagai bagian bawah ionosfer (bottomside). Bagian dari ionosfer antara lapisan F 2 dengan batas atas ionosfer disebut sebagai bagian atas ionosfer (topside). Di dalam lapisan F 2 dimana umumnya kerapatan elektron maksimum terjadi sebagai konsekuensi dari penyerapan sinar ultra violet ekstrim (extreme ultraviolet, EUV) dan meningkatnya kerapatan atmosfer netral seiring menurunnya ketinggian.
Gambar 1. Gambaran umum profil tegak ionosfer dan pembagian lapisannya (atas); dan kerapatan elektron dan atom netral (bawah) sebagai fungsi ketinggian (Davies, 1990).
33
JURNAL GEOFISIKA 2005/2
2.2
GPS
Publikasi yang membahas masalah GPS dan aplikasinya telah banyak tersedia. Prinsip-prinsip dasar tentang GPS dijelaskan secara rinci, misalnya oleh Kleusberg dan Teunissen (1996), Parkinson et al. (1996), Leick (1995), dan Hoffmann-Wellenhoff et al. (1997). Teori dan informasi praktis tentang GPS dapat diakses melalui Langley (1997). Satelit-satelit GPS memancarkan sinyal gelombang radio dengan frekuensi-ganda, yakni f1=1575,42 MHz dan f2=1227,60 MHz. Sinyal pembawa (carrier signals) kemudian dimodulasikan fasanya ke dalam bentuk coarse/acquisition code (C/A-code) dan precise code (P-code) dengan siklus perulangan code adalah masing-masing sebesar 1,023 MHz (sekitar 1 msec=300 km) dan 10,23 MHz (sekitar 0,1 msec=30 km). C/A-code dimodulasikan hanya terhadap sinyal L1-carrier dan P-code dimodulasikan terhadap sinyal L1 dan L2. Informasi navigasi dengan tingkat cuplikan rendah, yakni 50 Hz, juga dimodulasikan terhadap L1 dan L2 (lihat Gambar 2). Kedua sinyal, yakni pseudorange dan carrier phase, merupakan dua data dasar yang diamati oleh stasiun penerima GPS. Stasiun penerima GPS membuat replika dari kedua frekuensi L-band yang dipancarkan oleh satelit-satelit dan kemudian membedakan keduanya dengan sinyal tergeser Doppler (Doppler shifted signals) yang datang untuk menghasilkan sebuah frekuensi denyut (a beat frequency).
Gambar 2. Modulasi sinyal satelit GPS ke dalam C/A-code dan P-code 3
Metoda Penentuan TEC Lebih dari dua dekade terakhir ini, bising ionosfer (ionospheric noise) pada pengamatan GPS frekuensi-ganda telah digunakan untuk mendapatkan informasi tentang ionosfer dan sebagai bahan dalam penelitian lanjutan untuk mempelajari ionosfer. Dari perbedaan antara hasil pengukuran dalam dua
3
frekuensi tersebut, nilai TEC sepanjang jalur sinyal antara satelit GPS dan stasiun penerima GPS di permukaan bumi dapat dihitung. TEC didefiniskan sebagai jumlah total elektron di dalam plasma terionisasi dalam bentuk tabung imajiner (dalam bentuk sayatan 1 m2) antara satelit dan penerima GPS. Kerapatan plasma di ionosfer selalu berubah terhadap waktu dalam bentuk variasi harian, musim dan adanya aktivitas matahari. Karena itu, variasi TEC terhadap waktu mencerminkan dinamika antariksa dekat Bumi. 3.1
Indek Bias Fasa dan TEC
Perambatan sinyal GPS sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di ionosfer dan jenis peralatan yang digunakan. Liu et al. (1996) menjelaskan konsep kelambatan ionosferik (ionospheric delay), dimana jarak pseudorange GPS Pi dan jarak fasa pembawa (carrier phase) Li untuk frekuensi i=1 atau 2, masing-masing dinyatakan sebagai berikut:
(
)
sat res P i = s0 + d ion i + d trop i + c τ sat − τ res + dqi + dqi + d ot (1a)
(
)
Li = λ i φ i = s0 − d ion i + d trop i + c τ sat − τ res − λ i bi (1b) dimana superskrip sat dan res masing-masing menyatakan sebagai satelit pemancar dan stasiun penerima, s 0 adalah jarak sebenarnya antara satelit dan penerima, d ion dan d trop masing-masing adalah efek ionosfer dan troposfer, c adalah kecepatan cahaya, τ adalah clock offset antara satelit dan stasiun penerima, d q bias instrumen dari satelit atau stasiun penerima, d ot adalah bias lainnya, λ adalah panjang gelombang pembawa (carrier wave length), φ adalah carrier phase total antara satelit dan stasiun penerima, dan b adalah slip siklus dari phase carrier. Namun demikian, efek ionosfer terhadap gelombang elektromagnetik (EM) tidak dapat dijelaskan menggunakan konsep dispersi sederhana. Untuk menjelaskan secara tepat perilaku lengkap gelombang radio di ionosfer, kita harus memahami bahwa ionosfer merupakan plasma berlapis secara sferis dan terionisasi sebagian, dengan ketidakberaturan dan ketidakseragaman antariksa, bahkan ketidakseragaman medan magnetik akibat gangguan dari angin matahari (Hunsucker, 1991). Formulasi indek bias fasa komplek pada ionosfer sebagai suatu medium magnetoionik dijelaskan oleh beberapa peneliti. Tetapi yang paling sering dihubungkan dengan teori tersebut adalah Sir Edward Appleton (Hunsucker, 1991). Pada 1931, Hartree memasukkan istilah polarisasi Lorentz ke dalam formulasi indek bias komplek tersebut,
JURNAL GEOFISIKA 2005/2
sehingga formulasi itu dikenal sebagai formula Appleton-Hartree. Penurunan formula Appleton-Hartree secara rinci dapat ditemukan terutama dalam Davies (1990), Langley (1996), dan Hunsucker (1991). Indek bias komplek n diberikan oleh persamaan dispersi magnetoionik Appleton-Hartree sebagai berikut:
X
n = 1− 2
1−
2
Y T4 YT ± + 2 2 YL 2(1 − X ) 4 (1− X )
dimana X =
( ) ωP ω
2 , Y
= ωH ω
,
(2)
Y L = Y cosθ , dan bila Y ≅ 0 , maka (3)
Sementara itu, kecepatan fasa gelombang (phase carrier) diberikan sebagai,
υp =
ω k
c n
=
(4)
dan kecepatan gelombang terhadap Bumi (group delay/pseudorange) diberikan sebagai,
υg =
1 ∂ω c c = = = ∂ ∂k ∂k (nω ) n + ω ∂ ∂ω ∂ω ∂ω
2
(6)
υ g = cn
(7)
Untuk ruang heterogen, waktu tempuh gelombang t g dengan jarak perjalanan s dinyatakan sebagai,
tg = ∫
dS
υ S g
∫
1 dS = c n
(8)
S
Sementara itu waktu tempuh untuk ruang hampa dinyatakan sebagai,
t = ∫ c = c ∫ dS S S dS
1
(9)
Selanjutnya, untuk frekuensi tinggi, hubungan indek bias n, konsentrasi elektron N (dalam jumlah elektron/m3), dan frekuensi sudut ω dinyatakan oleh fungsi,
n = 1−
N e2 m ε oω2
(10)
Bila pengisian elektron e=1.6 x 10-19C, massa
(11)
Dengan memasukkan persamaan (6) dan (7) ke dalam persamaan (8), maka diperoleh nilai waktu pelambatan ionosfer (ionospheric delay time) T ion (f) (dalam detik) sebagai berikut, 40.28
f
2
∫ Nds =
40.28
S
f
2
•
TEC *
(12)
dimana TEC* (elektron/m2) adalah efek ionosfer dalam bentuk kandungan elektron total sepanjang garis penglihatan antara stasiun penerima dan satelit GPS. Persamaan (12) tersebut dikenal juga sebagai waktu pelambatan ionosfer hasil pendekatan orde pertama dari persamaan Appleton-Hartree. Dengan demikian, selisih waktu pelambatan untuk frekuensi L1 dan L2 dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut,
∆T ion = T ion ( f L 2 ) − T ion ( f L1) 1 1 = 40.28 • TEC * 2 − 2 f L 2 f L1
(5)
dimana c adalah kecepatan cahaya dan k adalah bilangan gelombang pada plasma. Persamaan (4) dan (5) dapat disederhanakan menjadi,
υ p ⋅υ g = c
1 N ≅ 1 + 40.28 2 n f
T ion ( f ) = t g − t =
Y T = Y sinθ ,
n2 = 1 - X
elektron m=9.1095 x 10-31 kg, permitivitas pada ruang hampa ε o =8.8542 x 10-12 F/m, maka indek bias dapat dinyatakan pula sebagai,
(13)
atau disederhanakan menjadi,
1 • TEC * = 40.28
f L1 • f L 2 2
f
2 − L1
2
∆T ion dan f L 2 2
(14)
dimana f L1 =1575.42 MHz, f L2 =1227.6 MHz. 3.2
Slant dan Vertical TEC Penentuan nilai kandungan elektron total atau TEC di ionosfer terbagi ke dalam dua jenis, yakni slant TEC dan vertical TEC. Slant TEC (STEC) adalah jumlah kandungan elektron di ionospheric Pierce point yang diamati dari stasiun penerima GPS dengan posisi membentuk sudut inklinasi E terhadap satelit GPS (lihat Gambar 3). Sementara itu, vertical TEC (VTEC) adalah jumlah kandungan total elektron yang diamati secara vertikal dari titik sub-ionosferik (sub-ionospheric point) terhadap ionospheric Pierce point. Gambar 4 menunjukkan konstelasi antara satelit, stasiun penerima GPS dan lapisan ionosfer yang dianggap sebagai lapisan tunggal, serta titik-titik pengamatan (Rothacher dan Mervart, 1996). Beberapa simbol alfabet yang digunakan dalam Gambar 3 tersebut yakni, O adalah titik pusat Bumi, R adalah jejari Bumi, r adalah titik penerima GPS, h
34
JURNAL GEOFISIKA 2005/2
adalah ketinggian ionosfer, E adalah sudut inklinasi yang dibentuk antara stasiun penerima dan satelit, dan i adalah titik pertemuan antara sinyal dari satelit dengan lapisan ionosfer. Dari Gambar 3 tersebut Rothacher dan Mervart (1996) menurunkan beberapa persamaan penting yang berkaitan dengan penentuan STEC dan VTEC sebagai berikut, Z ≤ Oir, sehingga didapatkan Z=90° – (A+E)
(15)
Untuk sinyal tegak, maka komponen Z harus dikalikan dengan cos z. Karena A ≤ rOi dan A adalah sudut yang dibentuk oleh jejari Bumi terhadap titik sub-ionosferik, maka dari segitiga Oir dapat diperoleh persamaan berikut,
sin(90° − E ) sin 90° − ( A + E ) = R+h R
(16)
(17)
R cos E R+h
(18)
Jika cos z = sin( A + E ) , maka:
(
sin( A + E ) = 1 − cos( A + E ) 2
( )
R = 1 − R+h
Dari persamaan (19) itu, nilai VTEC dapat ditentukan dari nilai STEC melalui persamaan berikut,
( )
R 2 2 VTEC = STEC 1 − cos E R+h = STEC 1 −
2
(1+ h R)
2
R 2 sin 2 ( e) − R 2 + ( R + h ) 2 1 h1− h 2 2 − R 2 sin 2 ( e) − R 2 + ( R + h 2 ) (21) sehingga STEC = TEC * • S ( e) . Jika jejari rerata
1/ 2 1/ 2
(19)
2
1
VTEC = STEC
Gambar 3. Konstelasi titik-titik imajiner yang menjelaskan tentang hubungan antara satelit dan stasiun penerima GPS, lapisan ionosfer yang dianggap sebagai lapisan tunggal, dan titik pengamatan (diambil dari
2 1− 0.89 cos E
(22)
Satuan VTEC dinyatakan dalam TECU (atau TEC Unit) dimana 1 TECU=1 x 1016 elektron/m2.
4
35
(20)
Bumi R=6378 km dan ketinggian ionosfer Indonesia h=350 km, maka nilai VTEC dapat diperoleh berdasarkan persamaan berikut:
)
cos E
cos2 E
1/ 2
Nilai STEC pada persamaan (20) ditentukan berdasarkan perkalian antara nilai TEC* pada persamaan (14) dengan fungsi slant S(e) yang diberikan oleh Sover dan Fanselow (1987): S ( e) =
cos E cos( A + E ) = R+h R cos( A + E ) =
Rothacher dan Mervart, 1996).
Contoh Aplikasi Metode
Gambar 4 menunjukkan salah satu contoh hasil aplikasi metode pemetaan distribusi nilai mutlak GPS TEC global yang dilakukan oleh Universitas Bern, Swiss (http://www.cx.aiub/). Peta tersebut disusun berdasarkan data seluruh GPS dalam jaringan global dengan tingkat cuplikan 30 detik. Pemetaan dilakukan untuk data yang diambil pada hari ke-215 sistem kalender Julian (Julian date) atau 3 Agustus 2005 pukul 16:00UT, yang merupakan periode musim panas. Anomali tinggi TEC, lebih besar dari 50 TECU, terlihat muncul di dua lokasi di bagian barat Afrika. Anomali pertama yang lebih lebar tepat muncul di atas garis ekuator magnetik 0°. Sementara itu, anomali yang luasnya lebih kecil muncul di bagian utaranya, sekitar 30°Lintang Utara. Keadaan ini merupakan suatu fenomena umum, dimana anomali tinggi umumnya selalu muncul berpasangan di wilayah ekuator magnetik. Selain itu, anomali tinggi ini pada umumnya muncul pada saat tengah atau siang hari dan menjadi rendah di malam hari. Hal lain yang berperan dalam penentuan konsentrasi
JURNAL GEOFISIKA 2005/2
TEC di ionosfer adalah keadaan ruang antara satelit dan stasiun penerima.
penulis untuk bergabung dalam Proyek Riset iSTEP (integrated Search for Taiwan Earthquake Precursors) antara Agustus 2004 sampai dengan Juli 2005. Dalam kurun waktu itu, penulis berkesempatan untuk mempelajari beberapa hal yang berkaitan dengan fenomena seismo-elektromagnetik, baik yang terjadi di litosfer maupun di ionosfer. Terima kasih yang tulus disampaikan pula kepada Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI yang telah memberi keleluasaan bagi penulis untuk bergabung dengan kelompok riset tersebut.
Daftar Pustaka Gambar 4. Peta distribusi TEC pada ionosfer global yang diambil pada hari ke-215 (kalender Julian) tahun 2005 pukul 16:00UT (diambil dari http:// www.cx.aiub/). 5
Penutup Formulasi penurunan persamaan untuk menentukan nilai mutlak TEC, baik itu slant maupun vertical TEC, berdasarkan data GPS frekuensi ganda telah diberikan secara rinci. Berdasarkan formulasi tersebut, pemetaan anomali TEC di ionosfer dapat dilakukan secara global maupun lokal, sesuai dengan kebutuhan atau keperluan yang ada. Distribusi dan/atau variasi TEC di ionosfer sebagai fungsi posisi geografi dan fungsi waktu dapat digunakan untuk mempelajari dinamika dan struktur ionosfer, yang berkaitan dengan iklim dan cuaca global. Selain itu, dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini, fenomena kemunculan anomali TEC sebelum terjadinya gempa-gempa besar, telah menjadi bagian dari riset prediksi gempa yang dilakukan di beberapa negara, seperti Jepang, Taiwan, Rusia dan Amerika. Beberapa perangkat lunak untuk menghitung GPS TEC yang telah beredar di kalangan pengguna adalah GAMIT (MIT & Scripps, Amerika), BERNESE (Universitas Bern, Swiss) dan GIPSY (Jet Propulsion Lab., Amerika). Beberapa universitas, seperti Institute of Space Science, National Central University (Taiwan) dan STELAB Universitas Nagoya (Jepang), juga mengembangkan perangkat lunak semacam itu berdasarkan kepada beberapa perkembangan terakhir sistem instrumentasi satelit dan penerima GPS. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih terutama disampaikan kepada Dr. Jann-Yenq Liu dari Institute of Space Science, National Central University (ISS-NCU), Taiwan, yang telah memberi kesempatan kepada
Bishop, G.J., Mazzella, A.J., Holland, E., and Rao, S., 1996. Algorithms that use the ionosphere to control GPS errors, in Proceedings of the IEEE 1996 Position Location and Navigation Symposium (PLANS), IEEE Press, Piscataway, N.J., pp. 145-152. Bishop, G.J., Coco, D.S., Lunt, N., Coker, C., Mazzella, A.J., and Kersley, L., 1997. Application of SCORE to extract protonospheric electron content from GPS/NNSS observations, in Proceedings of ION GPS ’97, Inst. of Navig., Alexandria, Va., pp. 207-216. Coco, D. S., C. Coker, S. R. Dahlke, and J. R. Clynch, 1991. Variability of GPS satellite differential group delay biases, IEEE Trans. Aeros. and Electr. Syst., AES-27, 931–938. Davies, K., 1990. Ionospheric Peregrinus Ltd., 580pp.
Radio,
Peter
Hofmann-Wellenhof, B., Lichtenegger, H., Collins, J., 1997, GPS - Theory and Practice, 4th revised edition, Springer, Wien - New York. Hunscucker, R. D., 1991. Radio Techniques for Probing the Ionosphere, Springer-Verlag Berkin Heidelberg New York. Kleusberg, A. and Teunissen, P. (eds), 1996. GPS for Geodesy, International School, Delft, The Netherlands, 26 march – 1 April 1995, Springer Verlag, New York. Komjathy, A., 1997. Global Ionospheric Total Electron Mapping Using the Global Positioning System, PhD Thesis, The Univ. of New Brunswick, 248 pp. Langley, R.B., 1996. Propagation of the GPS Signals, in GPS for Geodesy, International School, Delft, The Netherlands, 26 march – 1 April 1995, Springer Verlag, New York. Langley, R.B., 1997. NAVSTAR GPS Internet Connections, http://gauss.gge.unb.ca/
36
JURNAL GEOFISIKA 2005/2
gps.internet.services.html. Lanyi, G.E. and Roth, T., 1988. A comparison of mapped and measured total ionospheric electron content using global positioning system and beacon satellite observations, Radio Sci., 23 (4), 483-492. Leick, A., 1995. GPS satellite surveying, John Wiley, New York, 560 pp. Liu, J.Y., Tsai, H.F., and Jung, T.K., 1996. Total electron content obtained by using the global positioning system, J. Terr. Atmos. and Oceanic Sci. (TAO), 7(1), 107-117. Lunt, N., Kersley, L., Bishop, G.J., Mazzella, A.J., and Bailey, G.J. 1999a. The effect of the protonosphere on the estimation of GPS total electron content: Validation using model simulations, Radio Sci., 34, 1261-1271. Lunt, N., Kersley, L., and Bailey, G.J., 1999b. The influence of the protonosphere on GPS observations: Model simulations, Radio Sci., 34, 725-732. McNamara, L.F., 1994. Radio Amateurs Guide to the Ionosphere, Krieger Publ. Comp., Malabar, FL. Otsuka,Y. Ogawa,T. Saito,A. Tsugawa,T. Fukao,S. Miyazaki,S., 2002. A new technique for mapping of total electron content using GPS network in Japan, Earth Planets Space, 54, 63-70. Parkinson, B.W., Spilker, J.J., Axelrad, P., and Enge, P. (eds), 1996. Global Positioning System: Theory and Applications, Vol. 163, Progress in Austronautics and Aeronautics, Am. Inst. Aero. Astro., Washington, D.C. Rothacher, M., and Mervart, L., 1996. Bernese GPS Software Ver. 4.0, Astronomical Institute, University of Bern. Sardon, E., Rius, A., and Zarraoa, N., 1994. Estimation of the transmitter and receiver differential biases and the ionospheric total electron content from Global Positioning System observations, Radio Sci., 29 (3), 577-586. Sover, O.J., and Fanselow, J.L., 1987. Observation model and parameter partials for the JPL VLBI parameter estimation software MASTERFIT-1987, Jet Propulsion Lab. Publ., 83-89, Rev. 3, 1-60. Website: http://www.cx.aiub/ gsi.go.jp/
dan
http://www.
Wilson, B.D., Mannucci, A.J., Edwards, C.D., and Roth, T., 1992. Global ionospheric maps using
37
a global network of GPS receivers, the Internatl. Beacon Satellite Symp., MIT, Cambridge, MA, July 6-12.