PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU Oleh Dr. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd., Sri Wiyanti, S.S.,M.Hum., Yulianeta, M.Pd. Dra. Novi Resmini, M.Pd., Hendri Hidayat, dan Zaenal Muttaqin FPBS Abstrak Penelitian ini berjudul Pemetaan Perbedaan Isolek di Kabupaten Indramayu. Adapun yang melatarbelakangi penelitian ini adalah ditemukannya seperangkat ujaran yang berbeda-beda di Kabupaten Indramayu. Di sana ditemukan tuturan kosakata bahasa Sunda, kosakata bahasa Jawa, bahkan ada masyarakat yang menggunakan kosakata bahasa lain. Dengan demikian perlu dilakukan penelusuran status tuturan-tuturan tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah (1) bagaimanakah deskripsi perbedaan bahasa yang terjadi di Kabupaten Indramayu berdasarkan perbandingan kata kerabat dan korespondensi bunyi? (2) bagaimanakah pemetaan isolek di Kabupaten Indramayu? Dan bagaimanakah status dan silsilah kekerabatan isolek yang ada di Kabupaten Indramayu berdasarkan penghitungan dialektometri? Metode penelitian ini menggunakan metode pupuan lapangan dengan menetapan 200 kosa kata Swadesh yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Adapun hasil penelitian ini adalah perbandingan kata kerabat dan korespondensi bunyi dari 200 daftar tanyaan yang didasarkan pada daftar kosa kata Swadesh yang menunjukkan bahwa di daerah titik pengamatan. bahwa di daerah titik pengamatan Kecamatan Haurgeulis, Kecamatan Kandanghaur, Kecamatan Sindang, Kecamatan Juntinyuat, Kecamatan Bangodua, dan Kecamatan Lelea ditemukan 153 kosakata yang menunjukkan adanya perbedaan (95 menunjukkan perbedaan fonologis, 33 menunjukkan perbedaan morfologis, dan 25 menunjukkan perbedaan leksikal). Selain itu, masih di daerah titik pengamatan yang sama ditemukan kosakata yang menunjukkan adanya persamaan di setiap titik pengamatan dengan jumlah 47 kosakata. Berdasarkan hasil pemetaannya, ditemukan penggunaan kosakata bahasa Sunda di Kecamatan Lelea selain penggunaan kosakata bahasa Jawa. Sekaitan dengan silsilah kekerabatan dialek-dialek yang ada di Kab. Indramayu diperoleh hasil penghitungan dialektometri yang menunjukkan adanya perbedaan dialek. Hal ini didasarkan pada hasil perolehan penghitungan yang menunjukkan 76,5%. Sesuai dengan standar kualifikasi, hasil tersebut menunjukkan perbedaan dialek. Kata kunci : geografi dialek, korespondensi bunyi, dialektometri.
1
Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat bahasa. Anggota masyarakat bahasa biasanya terdiri atas berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan tersebut berdampak pada variasi penggunaan bahasa oleh masyarakat. Berkaitan dengan variasi bahasa, ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek berkaitan dengan variasi bahasa perseorangan, dialek merupakan variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu, dan ragam yang merupakan variasi bahasa yang digunakan untuk situasi tertentu (formal dan nonformal). Pada dasarnya dialek merupakan salah satu kajian linguistik, yaitu dialektologi yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek dengan memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh. Perbedaan itu tidak sampai menyebabkan munculnya bahasa yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak mencegah mereka untuk secara keseluruhan merasa memiliki satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan (Ayatrohaedi, 1983:1-2). Meilet (1970: 69) mengemukakan bahwa dialek memiliki dua ciri, yaitu (1) seperangkat ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran yang lain dari bahasa yang sama, (2) dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Seperangkat ujaran setempat yang berbeda-beda tersebut terjadi di Kabupaten Indramayu karena di sana ditemukan masyarakat penutur bahasa Sunda dan masyarakat penutur bahasa Jawa, bahkan ada masyarakat yang menggunakan bahasa lain. Dikatakan bahasa lain karena bahasa tersebut tidak tergolong bahasa Sunda dan juga tidak tergolong bahasa Jawa. Mahsun (1995) mengategorikan variasi tersebut sebagai sebuah isolek. Berdasarkan hal itu, penelitian ini salah satu tujuannya akan menelusuri silsilah dari isolek-isolek yang terdapat di Kabupaten Indramayu sehingga pada akhirnya bisa diselusuri status dari isolek tersebut apakah tergolong dialek atau subdialek dari suatu bahasa. Dengan adanya pemetaan terhadap kondisi kebahasaan di Kabupaten Indramayu tersebut diharapkan diperoleh gambaran umum kondisi kebahasaan di Kabupaten Indramayu, pemerian bahasa pada tataran kosakata yang sekaitan dengan tipologi bahasa, khususnya dalam kajian dialektologi secara lengkap, serta penelusuran status isolek yang terdapat di Kabupaten Indramayu. Dialektologi Dialektologi merupakan sebuah cabang dari kajian linguistik yang timbul karena dampak kemajuan dari linguistik historis komparatif atau linguistik diakronis (Fernandez, 1994), sedangkan dalam kamus linguistik, yang dimaksud dengan dialektologi adalah cabang ilmu yang mempelajari variasi-variasi bahasa dengan memperlakukannya sebagai struktur yang utuh (Kridalaksana, 2001). Sebagai cabang atau subdisiplin linguistik terutama sosiolinguistik, dialektologi mengkaji variasi-variasi bahasa atau dialek-dialek terutama dialek geografi atau regional yang bersendikan pada fonetik/fonemik beserta morfologi (kosakata, kata leksikal atau 2
leksem). Interdisiplin morfofonemik itu menghasilkan pembuatan atlas atau peta dialek yang di dalamnya tercantum batas-batas wilayah dialek yaitu isoglos-isoglos. Pembeda Dialek Fonologi, Morfologi, dan Leksikal Dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan dalam satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang mempergunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya (Weijnen dkk., 1975 : 63) Setiap ragam bahasa yang dipergunakan di suatu daerah tertentu, lambat laun akan membentuk anasir kebahasaan berbeda, seperti dalam lafal, tata bahasa, dan tata arti, dan setiap ragam tersebut mempergunakan salah satu bentuk khusus. Secara garis besar, anasir-anasir kebahasaan yang dikaji dalam dialektologi adalah anasir fonologi, morfologi, dan leksikal. Perbedaan fonologi perlu dibedakan dengan leksikon mengingat dalam penentuan isolek sebagai bahasa, dialek, atau subdialek dengan menentukan dialektometri pada tataran leksikon, perbedaan-perbedaan fonologi (termasuk morfologi) yang muncul dianggap tidak ada. Perbedaan fonetik, polimorfisme, atau alofonik berada dalam satu bidang yang sama yaitu fonologi. Biasanya si pemakai dialek atau bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan tersebut (Ayatrohaedi, 2002: 4) Perbedaan morfologis dibatasi oleh adanya sistem tata bahasa yang bersangkutan, oleh frekuensi morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaannya yang berkerabat, oleh wujud fonetisnya, oleh daya rasanya, dan oleh sejumlah faktor lainnya lagi. Perbedaan morfologis tersebut di antaranya menyangkut aspek afiksasi, reduplikasi, komposisi (pemajemukan), dan morfofonemik. Perbedaan leksikon berkaitan dengan leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan bidang leksikon selalu berupa variasi (Mahsun, 1995: 54).
Isogloss, Heteroglos atau Watas Kata Gambaran umum sejumlah dialek akan tampak jelas jika semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahan yang terkumpul selama penelitian itu dipetakan. Oleh karena itu, kedudukan dan peranan peta bahasa di dalam kajian geografi dialek merupakan sesuatu yang secara mutlak diperlukan. Dengan peta-peta bahasa tersebut, baik persamaan maupun perbedaan yang terdapat di antara dialek-dialek yang diteliti itu merupakan alat bantu yang paling penting dalam usaha menyatakan kenyataan-kenyataan dialek tersebut Isogloss adalah garis yang menghubungkan daerah yang mempunyai dialek yang sama. Sebaliknya heteroglos atau watas kata adalah garis yang memisahkan setiap gejala bahasa dari dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu yang berbeda, yang dinyatakan pada peta bahasa ( Ayatrohaedi, 2002: 9). Isoglos dan heteroglos ini digunakan untuk melihat gambaran perbedaan yang benar mengenai batas-batas bahasa antardaerah titik pengamatan. Data yang tergambarkan merupakan perbedaan tataran fonologis, morfologis, dan leksikal.
3
Dialektometri Dialektometri adalah ukuran secara statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan dan persamaan yang terdapat dalam bahasa atau dialek di tempat-tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat yang diteliti tersebut ( Ayatrohaedi, 2002: 11). Rumus yang digunakan dalam penghitungan dialektometri adalah jumlah beda dengan daerah pengamatan lain yang dilambangkan S dikalikan 100 kemudian dibagi jumlah peta yang dibandingkan dengan lambang n. Semua data bahasa dicari persentase jarak unsur kebahasaannya, apakah termasuk pada perbedaan bahasa, perbedaan dialek, perbedaan subdialek, perbedaan wicara atau tidak ada perbedaan sama sekali. Hal ini mengacu pada halhal berikut : 1) a. b. c. d. e.
Perbedaan Morfologi pada leksikon lebih dari 80% dianggap perbedaan bahasa antara 51%-80% dianggap perbedaan dialek antara 31%-50% dianggap perbedaan subdialek antara 21%-30% dianggap perbedaan wicara > 20% dianggap tidak ada perbedaan ( Ayatrohaedi, 2002: 11).
2) a. b. c. d. e.
Perbedaan Fonologi 17% ke atas dianggap perbedaan bahasa 12%-16% dianggap perbedaan dialek 8% -11% perbedaan subdialek 4%-7% perbedaan wicara 0%-3% dianggap tidak ada perbedaan (Mahsun, 1995: 118) Hal ini berarti perbedaan leksikal dan fonologi dapat secara mudah diketahui dari jumlah persentase perbedaannya. Penghitungan dialektrometri ini digunakan untuk melihat seberapa besar perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang diteliti.
Geografi Dialek Ilmu tentang dialek disebut dialektologi. Bagaimana melukiskan hubungan-hubungan dalam dialek disebut geografi dialek. Dengan kata lain, geografi dialek adalah cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa, dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut (Dubois, 1973: 230 dalam Ayatrohaedi, ). Geografi dialek mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam suatu wilayah bahasa dan mengungkapkan fakta-fakta tentang perluasan ciri-ciri linguistik yang sekarang tercatat sebagai ciri-ciri dialek (Keraf, 1996: 143). Pada dasarnya geografi dialek masih mempunyai hubungan yang erat dengan linguistik bandingan, yang juga mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa. Dari sejarah kelahirannya, geografi dialek merupakan perkembangan lebih lanjut dari salah satu cabang ilmu bahasa bandingan.
4
Tiap penelitian geografi dialek setidaknya harus didasarkan pada dua hal, yaitu (1) pengamatan yang seksama dan setara terhadap daerah yang diteliti, dan (2) bahannya harus dapat diperbandingkan sesamanya dan keterangan yang berlainan dengan kenyataankenyataannya dikumpulkan dengan aturan dan cara yang sama. Agar hal tersebut dapat tercapai maka penting sekali mempersiapkan daftar tanyaan yang jawabannya diperoleh di setiap tempat penelitian itu dilakukan (Meillet, 1967: 80). Kedudukan Geografi Dialek dalam Ilmu Bahasa Kedudukan yang penting rupanya disebabkan oleh alasan praktis. Dengan penelitian geografi dialek maka sebenarnya pada satu saat dalam kesempatan yang sama telah dapat diperoleh gambaran umum mengenai sejumlah dialek sehingga hal tersebut sangat menghemat waktu, tenaga, dan dana. Dari kenyataan bahwa negara-negara yang memiliki perkembangan ilmu bahasa yang sudah lanjut telah memiliki atau sedang mengusahakan pembuatan atlas bahasanya masingmasing, barangkali dapat disimpulkan bahwa geografi dialek mempunyai kedudukan yang penting di dalam ilmu bahasa umumnya, dialektologi pada khususnya (Dubois, 1973: 150).
Metodologi Penelitian Senada dengan tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan tepat aspek fonologi dan leksikal bahasa yang ada di Kabupaten Serang Banten, maka penelitian ini bersifat deskriptif. Perlu dicatat bahwa penelitian deskriptif ini tidak mempertimbangkan benar dan salahnya penggunaan bahasa oleh penutur-penuturnya sehingga data bahasa tersaji apa adanya. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ialah metode pupuan lapangan meliputi pencatatan langsung dan perekaman. Pada teknik pencatatan peneliti secara langsung mencatat berian yang dijawab oleh informan. Sistem pencatatan menggunakan transkipsi fonetis. Sedangkan teknik perekaman dilakukan untuk mengantisipasi terdistorsinya data hasil pencatatan. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang memenuhi syarat-syarat: (1) penduduk asli Kabupaten Serang, (2) berjenis kelamin pria atau wanita, (3) berusia antara 40-70 tahun (tidak pikun), (4) berpendidikan maksimal SMA, (5) berstatus sosial menengah, (6) dapat berbahasa atau mengerti bahasa Indonesia, (7) alat artikulasinya lengkap (tidak ompong), dan (8) tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat. Sedangkan instrumen yang dipakai untuk menjaring data adalah daftar tanyaan yang berjumlah 200 kata yang diadaptasi dari daftar kosakata swadesh.
Analisis dan Interpretasi Data Pada tahap analisis data, peneliti membagi penganalisisan ke dalam lima tahap pengerjaan, di antaranya adalah: proses transkripsi, klasifikasi, identifikasi, pemetaan, penghitungan dialektrometri dan pembandingan antartitik daerah pengamatan. Pertama, data bahasa hasil wawancara yang telah didapat selanjutnya ditranskripsi secara fonetis. Kedua, 5
setelah data tersebut ditranskripsi secara fonetis, setiap berian diklasifikasikan berdasarkan aspek fonologis, morfologis, dan leksikal. Pada penelitian ini, aspek yang akan dianalisis hanya tataran fonologinya saja. Proses ketiga adalah mengidentifikasi setiap perbedaan yang berada dalam tataran fonologi sehingga didapat kesimpulan berapa banyak perbedaan yang ada. Proses keempat, memindahkan data yang sudah diidentifikasi ke dalam bentuk peta yang dilengkapi dengan penggambaran isoglos sehingga diperoleh peta dari keseluruhan berian yang digunakan. Proses selanjutnya, menentukan jarak perbedaan unsur-unsur kebahasaan antardaerah dengan menggunakan penghitungan dialektrometri, sehingga akan diperoleh hasil yang akan menentukan apakah perbedaan-perbedaan yang ada merupakan perbedaan bahasa, dialek, subdialek, perbedaan wicara, atau tidak ada perbedaan di Kabupaten Serang Banten sehingga tergambarkan pemetaan kebahasaan di daerah tersebut.
Hasil Temuan dan Pembahasan Kajian Leksikografi Dalam rangka memetakan gambaran kebahasaan di Kabupaten Kabupaten Indramayu, langkah yang ditempuh Peneliti adalah menjaring data kebahasaan di lapangan. Variasi kebahasaan di wilayah Kabupaten Indramayu menampilkan 6 titik pengamatan yang dijadikan sampel, yaitu Kecamatan Haurgeulis, Kecamatan Kandanghaur, Kecamatan Sindang, Kecamatan Juntinyuat, Kecamatan Bangodua, dan Kecamatan Lelea. Data yang dikumpulkan di lapangan berjumlah 200 tanyaan berdasarkan daftar kosakata Swadesh yang sudah dimodifikasi peneliti. Serbaran Kosakata Dasar dan Korespondensi bunyi Pada bagian ini akan dibahas beberapa kasus bagaimana bentuk kosakata dasar Swadesh yang telah dimodifikasi untuk berbagai gloss di Kabupaten Indramayu. Satu konsep dapat saja hanya terdiri atas satu berian, akan tetapi dapat juga satu konsep diwakili oleh beberapa berian. Uraian mengenai penyebaran gloss dan beriannya sebagai berikut. 1. Orang Gloss orang memiliki dua berian, yaitu wong dan uwong. Berian wong ditemukan di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, sedangkan berian uwong ditemukan di titik pengamatan 1 dan 4. Kedua berian tersebut merupakan perbedaan fonologis yang memiliki satu pasangan bunyi yang berkorespondensi, yaitu /u/ ∼ /φ/ berada pada posisi inisial. 2. Laki-laki Gloss laki-laki memiliki satu berian yaitu lanang yang ditemukan di seluruh titik pengamatan. 3. Suami Gloss suami memiliki tiga berian, yaitu lakie, laki, lakine. Berian lakie ditemukan di titik pengamatan 2, berian lakine ditemukan di titik pengamatan 2, sedangkan berian laki ditemukan di seluruh titik pengamatan. Dari berian-berian tersebut , berian laki dan lakie merupakan perbedaan fonologis yang memiliki satu pasangan korespondensi, yaitu /e/ ∼ /φ/pada posisi final. Berian lakine termasuk perbedaan secara morfologi.
6
4.
5.
6.
7.
Istri Gloss istri memiliki empat berian, yaitu rabi, rabie, rabine, dan istri. Berian rabi ditemukan di titik pengamatan 1, 3, 4, 5, dan 6. Berian rabie ditemukan di titik pengamatan 1. Berian rabine ditemukan di titik pengamatan 2. Berian istri ditemukan di titik pengamatan 2. Berian rabi dan rabie merupakan perbedaan fonologis yang memiliki satu pasangan korespondensi, yaitu /e/ ∼ /φ/pada posisi final . Berian rabine termasuk perbedaan morfologi dan berian istri termasuk perbedaan leksikal. Ibu Gloss ibu memiliki delapan berian, yaitu mama, mboke, ibu, mimi, ema, mbok, wadon, dan sema. Berian mama ditemukan di titik pengamatan 1. Berian mboke ditemukan di titik pengamatan 1. Berian ibu ditemukan di titik pengamatan 2, 3 dan 5. Berian ema ditemukan di titik pengamatan 1, 2 dan 5. Berian mimi ditemukan di titik pengamatan 3. Berian mbok ditemukan di titik pengamatan 2, 4 dan 6. Berian wadon ditemukan di titik pengamatan 4. Berian sema ditemukan di titik pengamatan 6. Berdasarkan berian-berian tersebut diperoleh perbedaan fonologis dan perbedaan leksikal. Perbedaan fonologis ditemukan pada pasanagn berian mama, mimi, ema, sema yang memiliki dua pasangan korespondensi, yaitu m ~ s ~ Ø pada posisi inisial dan a ~ i ~ e berada pada posisi inisial dan median (diapit oleh konsonan) dan pasangan berian mbok dan mboke yang memiliki pasangan korespondensi e ~ Ø pada posisi final. Berian wadon merupakan perbedaan leksikal. Anak Gloss anak memiliki dua berian, bocah dan anak. Berian bocah ditemukan di titik pengamatan 3 dan 4 sedangkan berian anak ditemukan di seluruh titik pengamatan. Kedua berian tersebut merupakan perbedaan leksikal. Saya Gloss saya memiliki tiga berian, yaitu kita, reang, dan kula. Berian kula ditemukan di titik pengamatan 5. Berian kita dan kula tergolong perbedaan fonologis yang memiliki dua pasangan korespondensi, yaitu i ~ u pada posisi median (diapit oleh konsonan) dan t ~ l pada posisi median (diapit oleh vokal). Berian reang merupakan perbedaan leksikal.
Penghitungan Dialektometri Setelah data kebahasaan dipetakan dan dideskripsikan sebaran kosakatanya, maka langkah selanjutnya mencoba menghitung persentase kekerabatan antara titik pengamatan Penghitungan dialektometri pada laporan ini didasarkan pada 153 kosakata yang menunjukkan adanya perbedaan. Selanjutnya, temuan 153 kosakata tersebut dibagi dengan jumlah kosakata (200 kosakata Swadesh) selanjutnya dikalikan 100. Adapun dari hasil penghitungan tersebut diperoleh data 76,5 %. Hasil akhir dari penghitungan dialektometri ini diperoleh simpulan bahwa antara bahasa di Kec. Haur Geulis, Kec. Kandanghaur, Kec. Sindang, Kec. Juntinyuat, Kec. Bangodua, dan Kec. Lelea menunjukkan adanya perbedaan dialek bahasa Jawa. Deskripsi penghitungan di atas dapat dilihat dalam rumus berikut. d = 100 163 100 200 = 76,5 % 7
Sekaitan dengan klasifikasi persentase yang diperoleh dari penghitungan dialektometri di atas, status isolek-isolek dari daerah yang dijadikan titik pengamatan adalah sebagai dialek dari bahasa Jawa.
Catatan: d : persentase jarak beda S : jumlah beda n : jumlah peta
Contoh Pemetaan
8
Simpulan Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Perbedaan Bahasa Berdasarkan deskripsi perbedaan bahasa dari 200 daftar kosakata yang didasarkan pada daftar kosakata swadesh hasil modifikasi peneliti diperoleh hasil di Kecamatan Haurgeulis, Kecamatan Kandanghaur, Kecamatan Sindang, Kecamatan Juntinyuat, Kecamatan Bangodua, dan Kecamatan Lelea ditemukan 153 kosakata yang menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut meliputi perbedaan fonologis berjumlah 95 kosakata, perbedaan morfologis berjumlah 33 kosakata, dan perbedaan leksikal berjumlah 25 kosakata. Selain itu, masih di daerah titik pengamatan yang sama ditemukan pula kosakata yang menunjukkan adanya persamaan dari segi bentuk dan makna dengan jumlah 47 kosakata.
9
2.
3.
Pemetaan Bahasa Berdasarkan hasil pemetaan, kosakata yang dominan digunakan di daerah yang dijadikan titik pengamatan adalah kosakata bahasa Jawa. Selain kosakata bahasa Jawa ditemukan juga penggunaan kosakata bahasa Sunda di Kecamatan Lelea. Sebagai contoh untuk gloss nyamuk ditemukan berian reungit. Kata lain yang ditemukan adalah berian jangjang untuk gloss sayap. Meskipun demikian, kosakata yang merupakan pinjaman dari bahasa Sunda terbatas hanya pada beberapa kata saja, sementara kosakata yang dominan adalah kosakata yang merupakan asli bahasa Jawa (relik). Sementara itu, pada 5 daerah titik pengamatan lainnya digunakan bahasa Jawa. Silsilah Kekerabatan Berdasarkan Penghitungan Dialektometri Sekaitan dengan silsilah kekerabatan dialek-dialek yang ada di Kab. Indramayu khususnya Kecamatan Haurgeulis, Kecamatan Kandang Haur, Kecamatan Sindang, Kecamatan Juntinyuat, Kecamatan Bangodua, dan Kecamatan Lelea, diperoleh hasil penghitungan dialektometri yang menunjukkan adanya perbedaan dialek. Hal ini didasarkan pada hasil perolehan penghitungan perbedaan dialek yang menunjukkan 76.5 %. Sesuai dengan standar kualifikasi, isolek-isolek yang dipakai di titik pengamatan menunjukkan perbedaan dialek dari bahasa Jawa.
Daftar Pustaka Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi. Jakarta: P3B Depdikbud. Ayatrohaedi. 2002. Pedoman Praktis Penelitian Dialektologi. Jakarta: P3B Depdiknas. Francis,W.N.1983. Dialectology An Introduction. London and New York: Longman. Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Kawi, Djantera.dkk. 2002. Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-bahasa daerah di Indonesia: Provinsi Kalimantan Selatan. Jakarta: Pusat Bahasa Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis; Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Meillet, Antoine. 1970. The Comparative Method in Historical Linguistics. Paris: Honore Champion. Petyt, K.M. 1980. The Study of Dialec; An Introduction to Dialectology. London: Andre Deutsch Ltd. Sugiono, Dendy, dkk. 2002. Kosakata Dasar Swadesh di Kabuparten Sangan dan Sintang. Jakarta: Pusat Bahasa Depdikbud.
10
Sugiono, Dendy, dkk. 2002. Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Weijnen, A. (Penyunting). 1975. Atlas Linguarium Europeae: Introduction. Assen: van Gorkum
11
12