PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2005 – 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,
Menimbang :
a. bahwa
dalam
rangka
melaksanakan
amanat
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan diwajibkan
Daerah,
menyusun
Pemerintah Rencana
Daerah
Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) Daerah ; b. bahwa Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang tersebut
memberikan
arah
akan dan
digunakan pedoman
untuk terhadap
pelaksanaan pembangunan di Kota Magelang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Magelang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005–2025;
Mengingat
:
1. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah
Kota
Kecil
dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat; 2. Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
2002
Nomor
3,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara
Indonesia
Tahun
(Lembaran 2003
Negara
Nomor
47,
Republik Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287); 4. Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
2004
Nomor
5,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
2004
Nomor
125,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Nomor Daerah
Perubahan 32
Tahun
(Lembaran
Kedua 2004
atas
Undang-Undang
tentang
Negara
Pemerintahan
Republik
Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan
Republik
Daerah
Indonesia
(Lembaran
Tahun
2004
Negara
Nomor
126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005-2025
Indonesia
(Lembaran
Negara
Republik
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang
(Lembaran
Indonesia
Tahun
2007
Negara
Nomor
68,
Republik Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 11. Peraturan tentang
Pemerintah Tata
Nomor
Cara
40
Tahun
Penyusunan
2006
Rencana
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
2006
Nomor
97,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 12. Peraturan
Pemerintah
Nomor
tentang Pembagian Urusan
38
Tahun
2007
Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 13. Peraturan tentang
Pemerintah
Nomor
41
Tahun
2007
Organisasi Perangkat Daerah, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 9,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Daerah
Pelaksanaan (Lembaran
Rencana
Negara
Pembangunan
Republik
Indonesia
Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4817); 15. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009; 16. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan
dan
Penyebarluasan
Peraturan Perundang-udangan; 17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah; 18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2008 (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 109); 19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E Nomor 3); 20. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah
Daerah
Kota
Magelang
(Lembaran
Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 2); 21. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2008 Pokok
tentang
Susunan,
Organisasi
Sekretariat
Dewan
Kedudukan
Sekretariat Perwakilan
dan
Daerah Rakyat
Tugas dan Daerah
(Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 3);
22. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2008
tentang
Susunan,
Kedudukan
dan
Tugas
Pokok Organisasi Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 4); 23. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2008
tentang
Susunan,
Kedudukan
dan
Tugas
Pokok Organisasi Lembaga Teknis Daerah, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 5); 24. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 2008
tentang
Pokok
Susunan,
Organisasi
Kedudukan
Kecamatan
dan
dan
Tugas
Kelurahan
(Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 6);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MAGELANG dan WALIKOTA MAGELANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN TENTANG
DAERAH
KOTA MAGELANG
RENCANA PEMBANGUNAN
PANJANG (RPJP)
JANGKA
DAERAH KOTA MAGELANG
TAHUN 2005 - 2025.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal
1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Magelang. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Walikota adalah Walikota Magelang. 4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025
yang selanjutnya disebut RPJP Nasional adalah dokumen
perencanaan pembangunan nasional untuk Periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025. 5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025 yang selanjutnya disebut RPJP Daerah Provinsi Jawa Tengah adalah dokumen perencanaan pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah untuk Periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025. 6. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025 yang selanjutnya disebut RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025. 7. Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Daerah
yang
selanjutnya disebut RPJM Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program walikota dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan RPJM Daerah Provinsi Jawa Tengah.
8. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana
Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen
perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
BAB II PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Pasal 2 (1) Program Pembangunan Daerah Tahun 2005 – 2025 dilaksanakan sesuai dengan RPJP Daerah. (2) Rincian dari Program PRJP Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 3 RPJP Daerah merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah sebagai
landasan
dan
pedoman
bagi
Pemerintah
Daerah
dalam
melaksanakan pembangunan 20 (dua puluh) tahun ke depan terhitung sejak tahun 2005 sampai tahun 2025 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan.
Pasal 4 RPJP Daerah mengacu pada RPJP Nasional dan RPJP Daerah Provinsi Jawa Tengah.
Pasal 5 (1) RPJP Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 menjadi pedoman penyusunan RPJM Daerah yang memuat visi, misi dan program walikota. (2) RPJM Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dijabarkan dalam RKPD. (3) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai pedoman untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB III PENGENDALIAN DAN EVALUASI Pasal 6
(1) Pemerintah
Daerah
melakukan
pengendalian
dan
evaluasi
pelaksanaan RPJP Daerah. (2) Tata Cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPJP Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 7
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah
ini
dengan
penempatannya
dalam
Lembaran
Daerah Kota Magelang.
Ditetapkan di Magelang pada tanggal 23 Pebruari 2009
WALIKOTA MAGELANG Cap /ttd H. FAHRIYANTO
Diundangkan di Magelang pada tanggal 23 Pebruari 2009 SEKRETARIS DAERAH KOTA MAGELANG Cap./ ttd S. BUDI PRASETYO
LEMBARAN DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2009 NOMOR 5
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR
4
TAHUN 2009
TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2005 – 2025
I. UMUM
Pembangunan Nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat,
bangsa
dan
negara,
mewujudkan
tujuan
nasional
untuk
melaksanakan
sebagaimana
dirumuskan
tugas dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi.
Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, yang disusun dalam jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek, oleh karena itu untuk memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan daerah sesuai dengan visi, misi dan arah kebijakan daerah, maka perlu disusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah kurun waktu 20 (dua puluh) tahun mendatang.
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung setiap periode lima tahunan juga menjadi pertimbangan utama pentingnya penyusunan rencana pembangunan daerah yang berkesinambungan. Mengingat akan
pentingnya
rencana
pembangunan
dalam
dimensi
jangka
panjang, serta memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (2) UndangUndang
Nomor
25
Tahun
2004
tentang
Sistem
Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, maka Pemerintah Kota Magelang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah untuk kurun waktu 20 (dua puluh) Tahun 2005-2025.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang adalah dokumen perencanaan pembangunan Kota Magelang yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Kota Magelang dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan daerah untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakup kurun waktu mulai dari Tahun 2005 hingga Tahun 2025. Pelaksanaan RPJP Daerah 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka menengah daerah 5 (lima) tahunan.
RPJP Daerah Kota Magelang digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM Daerah Kota Magelang pada masing-masing tahapan dan periode RPJM Daerah Kota Magelang sesuai dengan visi, misi, dan program Kepala Daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat. RPJM Daerah tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan rencana pembangunan tahunan daerah, yang memuat prioritas pembangunan daerah, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Magelang.
Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah Tahun 2005-2025 adalah untuk (a) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan daerah, (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi
baik
antar
daerah,
antarruang,
antarwaktu,
antarfungsi
pemerintah maupun Pusat dan Daerah, (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, dan (e) mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4 Cukup jelas.
Pasal 5 Cukup jelas.
Pasal 6 Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas.
LAMPIRAN
: PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR : 4 TAHUN 2009 TANGGAL : 23 Pebruari 2009
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2005-2025
BAB I PENDAHULUAN
A. PENGANTAR Berdasarkan sejarah, hari jadi Kota Magelang ditentukan atas
dasar
Pemakaian
nama nama
yang
terkait
Magelang
ini
dengan dapat
kata
“Magelang”.
ditelusuri
melalui
pemakaian nama tempat yang terkenal pada zaman dahulu, dan zaman
sekarang
tempat
ini
masih
dikenal
oleh
penduduk
setempat. Berdasarkan hasil penelitian dan dengan memperhatikan beberapa faktor dan kriteria yang telah disepakati bersama disimpulkan bahwa Hari Jadi Kota Magelang adalah tanggal 11 April 907 Masehi dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1989 bahwa Hari Jadi Kota Magelang secara resmi pada tanggal 11 April. Secara
geografis
Kota
Magelang
terletak
pada
posisi
7°26´18˝-7°30´9˝ Lintang Selatan dan 110°12´30˝-110°12´52˝ Bujur Timur. Posisi ini terletak persis di tengah-tengah Pulau Jawa. Apabila dilihat dari posisi ini maka jarak ke kota-kota jawa lainnya relatif888888888 sama dan mudah jalur transportasinya, sehingga akan memudahkan siapapun yang akan menuju kotakota lainnya di Pulau Jawa. Sebagai kota terkecil di Jawa Tengah, Kota Magelang hanya mempunyai luas wilayah 0,06% dari keseluruhan luas wilayah Provinsi Jawa Tengah atau 18,12 Km². Dari luasan wilayah tersebut, secara administratif terbagi menjadi 3 (tiga) Kecamatan dan 17 Kelurahan dengan jumlah penduduk 118.646 jiwa (tahun 2006) dengan tingkat kepadatan 6.548 jiwa/km². Semenjak terbentuknya hingga saat ini penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang telah dilakukan
oleh
Pemerintah
Kota
Magelang
beserta
masyarakat
Kota
Magelang
telah
segenap
komponen
mengupayakan
untuk
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Selama ini telah dikenal beberapa rencana pembangunan yang disusun untuk
memberikan
arah
pembangunan
daerah.
Rencana
pembangunan ada yang berdimensi waktu
jangka panjang,
jangka
Semua
menengah
dan
jangka
pendek.
rencana
pembangunan tersebut telah disusun dan diaplikasikan hingga memberikan hasil yang cukup signifikan bagi perkembangan dan kemajuan daerah. Pemilihan Walikota secara langsung setiap periode lima tahunan menjadi pertimbangan utama pentingnya penyusunan rencana
pembangunan
daerah
yang
berkesinambungan.
Mengingat pentingnya rencana pembangunan dalam dimensi jangka
panjang,
sebagaimana
diamanatkan
dalam
Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional,
maka
Pemerintah
Kota
Magelang
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah untuk kurun waktu tahun 2005-2025. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang merupakan dokumen perencanaan pembangunan Kota Magelang
yang
substansinya
memuat
visi,
misi
dan
arah
pembangunan daerah sebagai satu kesatuan kerangka makro perencanaan pembangunan dalam format Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. RPJP Daerah disusun dengan maksud menyediakan dokumen perencanaan yang komprehensif dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun dari 2005 sampai dengan 2025 yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah untuk setiap jangka waktu lima tahunan. Acuan utama penyusunan RPJP Daerah adalah rumusan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang daerah dengan mendasarkan kepada: (1) data yang berkaitan dengan indikator kesejahteraan
masyarakat;
(2)
statistik
fungsi-fungsi
pemerintahan di bidang sosial budaya; (3) statistik bidang pemerintahan umum; (4) data bidang fisik prasarana; (5) kondisi ekonomi makro daerah.
Karena RPJP Daerah berfungsi sebagai dokumen publik yang merangkum arah pembangunan dua puluh tahunan di bidang pelayanan umum pemerintahan dan pembangunan, maka proses penyusunannya dilakukan melalui serangkaian forum musyawarah
perencanaan
partisipatif,
dengan
melibatkan
berbagai unsur pelaku pembangunan (stake holders), eksekutif, legislatif
dan
yudikatif,
berkompeten dengan
serta
para
pakar
akademisi
yang
memperhatikan kebijakan dan program
Pemerintah Provinsi dan Nasional.
B. PENGERTIAN RPJP Daerah Kota Magelang adalah dokumen perencanaan yang
mempunyai
masa
berlaku
20
tahun.
Penyusunannya
mengacu kepada RPJP Nasional dan RPJP Daerah Propinsi Jawa Tengah serta memperhatikan RPJM Nasional dan RPJM Daerah Propinsi Jawa Tengah yang disesuaikan dengan potensi dan karakteristik daerah. RPJP Daerah akan menjadi acuan dalam setiap
penyusunan
Dokumen
Lima
Tahunan
RPJM
Daerah,
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (RenstraSKPD),
Dokumen
Satu
Tahunan
Rencana
Kerja
Pemerintah
Daerah (Renja-RKPD) untuk skala Daerah, dan Rencana Kerja SKPD untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah. Adanya keterkaitan antar dokumen perencanaan pembangunan diharapkan dapat mewujudkan
sinkronisasi
dan
sinergisitas
pelaksanaan
pembangunan serta sharing pembiayaan pembangunan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C. MAKSUD DAN TUJUAN RPJP Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025 disusun dengan maksud memberikan arah dan acuan bagi seluruh unsur pemerintah daerah, masyarakat dan pihak swasta di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan daerah sesuai visi, misi dan arah pembangunan. Sedangkan tujuannya adalah : 1. Menyediakan satu pedoman berwawasan 20 tahun ke depan untuk
menentukan
arah
pembangunan
daerah,
dengan
mendasarkan diri pada kondisi riil dan proyeksi ke depan.
2. Memudahkan seluruh jajaran aparatur Pemerintah Daerah dan DPRD untuk memahami dan menilai arah kebijakan dan program serta kegiatan lima tahunan daerah. 3. Menjaga
kesinambungan
pelaksanaan
pembangunan
Kota
Magelang apabila terjadi pergantian Kepala Daerah. 4. Menjamin terciptanya sistem pembangunan yang sinergis di daerah dan atau antar daerah dan wilayah pada skala regional, provinsi, serta nasional. 5. Mendorong partisipasi antar pelaku pembangunan untuk dapat berperan serta secara nyata dalam pembangunan Kota Magelang.
D. LANDASAN HUKUM Dalam penyusunan RPJP Daerah Kota Magelang, sejumlah peraturan yang digunakan sebagai landasan hukum adalah :
1. Undang–Undang
Nomor
17
Tahun 1950
tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2002
Nomor
3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Peraturan
Nomor
10
Tahun
Perundang-undangan
2004
tentang
(Lembaran
Pembentukan
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor
4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12
Tahun 2008
tentang
Perubahan
Kedua
atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara
Pemerintah
Pusat
dan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Pemerintahan
Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9. Undang-Undang
Nomor
17
Tahun
Daerah
2007
4438);
tentang
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 10.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 11.Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 12.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 13.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi
Perangkat Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 14.Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4817); 15.Peraturan
Presiden
Nomor
7
Tahun
2005
tentang
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
Rencana
16.Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-udangan; 17.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah; 18.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2008 (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 109);
19.Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E Nomor 3); 20.Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang
menjadi
Kewenangan
Pemerintah
Daerah
Kota
Magelang
(Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 2); 21. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 3); 22.Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 4); 23.Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Lembaga Teknis Daerah, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong
Praja (Lembaran
Daerah
Kota
Magelang Tahun 2008
Nomor 5); 24.Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Kecamatan dan Kelurahan (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2008 Nomor 6);
E. HUBUNGAN RPJP DAERAH DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA
RPJP
Daerah
Kota
Magelang
Tahun
2005-2025
yang
merupakan perencanaan pembangunan dalam kurun waktu 20 tahunan,
digunakan
untuk
menjaga
kesinambungan
pembangunan. menyusun
RPJP
Daerah
perencanaan
lima
harus
menjadi
tahunan
atau
acuan
dalam
perencanaan
pembangunan jangka menengah. Dalam RPJP Daerah telah digariskan mengenai apa yang menjadi prioritas pembangunan lima tahun pertama hingga lima tahun ke empat. Berkaitan dengan hal ini, maka visi, misi kepala daerah yang sekaligus akan menjadi visi, misi dan program kerja di Rencana Pembangunan Jangka
Menengah
Daerah
maka
penjabaran
kebijakan
pembangunan ke dalam RPJM Daerah harus mengacu kepada kebijakan
RPJP
Daerah.
Pada
masa
transisi
sebelum
diundangkannya RPJP Daerah, Kota Magelang pada akhir bulan Agustus Tahun 2005 baru mempunyai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hasil pemilihan langsung. Pada waktu yang bersamaan
proses
penyusunan
RPJP
Daerah
sedang
dilaksanakan, sehingga pada penyusunan RPJM Daerah lima tahun pertama belum bisa mengacu kepada RPJP Daerah. Namun demikian
untuk
menjaga
kesinambungan
kebijakan
daerah
substansi RPJM Daerah pada lima tahun pertama tersebut akan dimasukkan dan disesuaikan di RPJP Daerah, hal ini telah diatur oleh Undang-Undang. Selanjutnya RPJM Daerah akan dijabarkan ke dalam Rencana Strategis di Satuan Kerja Perangkat Daerah, disamping itu akan dijabarkan pula di dalam Rencana Kerja Pemerintah
Daerah
tahunan daerah.
(RPKD)
yang
merupakan
perencanaan
Dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah itulah
Satuan Kerja Perangkat Daerah dan masyarakat bisa mengacu sebagai pedoman dalam menyusun kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran setiap tahun. Proses akhir dalam perencanaan disusunlah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebagai pedoman bagi eksekutif dan
legislatif dalam menjalankan roda pemerintahan.
F. TATA URUT Tata
urutan
penulisan
Rencana
Pembangunan
Jangka
Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025 adalah sebagai berikut:
Bab I
Pendahuluan, berisi tentang pengantar penyusunan
RPJP Daerah, pengertian RPJP Daerah, maksud dan tujuan, landasan normatif penyusunan serta tata urutan penyusunan RPJP Daerah.
Bab II
Kondisi
umum, menguraikan kondisi daerah pada
saat ini, tantangan yang dihadapi dan modal dasar yang
dimiliki
untuk
didayagunakan
dalam
pembangunan daerah. Bab III
Visi dan misi pembangunan Kota Magelang Tahun 2005-2025 menguraikan Visi dan Misi Pembangunan Kota Magelang dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.
Bab IV
Arah, tahapan, dan prioritas pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 dijabarkan ke dalam 4 (empat) tahapan pembangunan jangka menengah 5 (lima)
tahunan,
dimana
masing-masing
tahap
memuat skala prioritas dalam kerangka mewujudkan visi dan misi pembangunan jangka panjang. Bab V
Kaidah Pelaksanaan
Bab VI
Penutup.
BAB II KONDISI UMUM
Dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang 20 tahun ke depan akan dimulai dengan mengupas situasi dan kondisi pada saat ini yang menguraikan tentang identifikasi masalah dan tantangan terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat dengan cakupan meliputi bidang sosial dan kehidupan beragama; ekonomi; ilmu pengetahuan dan teknologi; sarana dan prasarana; politik; keamanan dan ketertiban; hukum dan aparatur; wilayah dan tata ruang; dan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dari penjabaran komponen-komponen itu selanjutnya akan dirumuskan langkahlangkah pembangunan yang perlu ditempuh pada masing-masing tahapan dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.
A. KONDISI SAAT INI 1. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama a) Kehidupan Beragama Bidang sosial budaya dan kehidupan beragama merupakan aspek yang fundamental dan berperan sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan manusia yang diejawantahkan dalam wujud peningkatan kesejahteraan dan kualitas
taraf hidup
masyarakat. Pada titik ini, nilai-nilai budaya bangsa yang mengacu kepada Pancasila dan UUD 1945 perlu direvitalisasi ke dalam suatu pranata-pranata yang aplikatif sehingga secara substansial mampu menaungi sekaligus menjadi pijakan dasar dalam penyelenggaraan pembangunan daerah. Dalam praksisnya selama ini, ternyata nilainilai ideologis bangsa ini masih belum terimplementasikan secara utuh dan nyata. Lebih dari itu, sejalan dengan penyelenggaraan pembangunan yang mengacu kepada karakteristik dan spesifikasi daerah, serta dalam kerangka memperkuat kohesi dan ketahanan sosial yang menyangkut interaksi antar individu atau kelompok masyarakat dapat dirasakan adanya kecenderungan terabaikannya budaya daerah yang memuat nilai-nilai, sikap, perilaku, kebiasaan (custom), tradisi, adat istiadat, dan bentuk-bentuk kearifan lokal lainnya. Penyertaan dan pengembangan budaya daerah, misalnya petuah jangan melanggar mo-li-mo (5M), yaitu tidak boleh
madat/mabuk, maling (mencuri), madon (berzina), main (judi), dan mateni (membunuh) ke dalam proses penyelenggaraan pembangunan,
pemerintahan,
dan
kemasyarakatan
akan
memperkuat kepribadian dan jati diri serta dapat menepis dari godaan untuk berperilaku yang tidak terpuji. Pembangunan di bidang sosial dan budaya ditandai dengan terwujudnya karakter kota yang ramah lingkungan, bermartabat, memiliki kesetiakawanan sosial dan toleransi yang tinggi antar umat beragama serta menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan gender. Kepedulian masyarakat didasari rasa saling percaya antar umat beragama dan pembangunan dilaksanakan secara terpadu, komprehensif, serta berkelanjutan sehingga benar-benar tepat sasaran dan bermanfaat bagi kemaslahatan umum. Terciptanya kerukunan hidup umat beragama yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan keharmonisan dalam kehidupan kemasyarakatan menjadi prakondisi yang sangat dibutuhkan untuk
kelancaran
akselerasi
peningkatan
kesejahteraan
dan
kualitas pelayanan publik. Pembangunan kehidupan beragama merupakan
salah
satu
agenda
yang
secara
implementatif
diwujudkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantiítas sarana dan prasarana peribadatan yang disertai pula dengan upaya-upaya peningkatan pemahaman terhadap nilai-nilai ajaran agama yang dipeluknya. Usaha menjaga kerukunan antar umat beragama telah difasilitasi pemerintah melalui berbagai wadah aspirasi masyarakat dalam bentuk organisasi sosial keagamaan, yayasan, dan paguyuban lintas agama; pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB); kegiatan-kegiatan kepedulian sosial terhadap masyarakat yang kekurangan atau yang sedang dilanda bencana; serta kegiatan sosial keagamaan lainnya. Selain itu transformasi nilai-nilai agama juga diselenggarakan melalui lembaga-lembaga pendidikan formal dan non formal, disamping juga
dilaksanakan
proses
pembelajaran
keagamaan
secara
informal melalui keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Walaupun
demikian,
dalam
realitasnya
harus
diakui
bahwa
seringkali nilai-nilai ajaran agama tersebut terasa “menjauh” dan secara esensial masih belum membumi bagi sebagian kalangan tertentu dalam praktik kehidupan seharí-harinya.
b) Kependudukan Secara parsial, konteks pembangunan sosial budaya sebagai manifestasi untuk mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dapat dicerminkan melalui pencapaian-pencapaian kinerja pada aspek pendidikan, kesehatan, serta kemampuan mengakses kebutuhan agar dapat hidup layak. Aspek lain yang termasuk
di
dalamnya
pemberdayaan
adalah
masyarakat,
masalah
pemberdayaan
kependudukan, perempuan
dan
perlindungan anak, kesejahteraan sosial dan kemiskinan, dan pemuda dan olahraga. Berkaitan erat dengan aspek-aspek tersebut itu adalah perlunya
diambil
langkah-langkah
yang
strategis
dalam
mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kota Magelang tercatat sebanyak 119.904 jiwa dengan komposisi yang terdiri dari 48,15 persen laki-laki dan 51,85
persen
perempuan.
Laju
pertumbuhan
penduduk
per
tahunnya rata-rata sebesar 0,77 %. Tingkat kepadatan penduduk sebesar 6.548 jiwa/km2, dengan kepadatan tertinggi di Kelurahan Cacaban 14,514 jiwa dan terendah di Kelurahan Jurangombo 2.576
jiwa.
Karesidenan
Dari
jumlah
Kedu,
Kota
penduduk Magelang
Kabupaten/Kota menempati
porsi
se
eks
jumlah
penduduk yang terkecil yakni 2,48 %. Sedangkan partisipasi penduduk dalam Keluarga Berencana ditunjukkan dengan adanya 13.667 akseptor aktif dari Pasangan Usia Subur (PUS). Fasilitas suntik menjadi pilihan yang dominan yaitu sebanyak 5.695 akseptor yang disusul dengan penggunaan IUD dan PIL, masingmasing sejumlah 2.399 dan 2.333 akseptor. Pada sisi lain, adanya perkembangan jumlah penduduk memberi
konskuensi
pada
peningkatan
kualitas
pelayanan
administrasi kependudukan sesuai dengan Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pelayanan publik
mencakup beberapa aspek yaitu Sistem Administrasi
Kependudukan, Sumber Daya Manusia (SDM), Sarana Prasarana yang
memadai.Di
sisi
lain
penyediaan
layanan
administrasi
kependudukan, seperti KTP, KK, Akta Kelahiran, dan sebagainya.
c) Indeks Pembangunan Manusia Pembangunan kualitas kehidupan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan menempatkannya sebagai subyek sekaligus obyek pembangunan. Dalam kurun satu dekade ini, kualitas sumber daya manusia di Kota Magelang semakin meningkat sebagaimana ditandai dengan perkembangan
Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM)
yang
cenderung meningkat sejak tahun 1999 – 2006. Angka IPM pada tahun 2004 sebesar 73,35 menempati peringkat ke 4 dari Kota/Kabupaten se Provinsi Jawa Tengah dan meningkat menjadi peringkat ke 3 pada tahun 2005 dengan skor sebesar 74,70. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2006 adalah 75,50 atau meningkat 0,57 point dari nilai yang diperkirakan pada tahun 2006 sebesar 74,93. Angka tersebut merupakan komposit dari: (1)
Angka harapan hidup saat lahir sebesar 69,70 sehingga Indeks Harapan hidup (IHH) menjadi 74,49
(2)
Persentase Melek huruf usia 15 tahun ke atas sebesar 97,10 % yang didukung dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) mulai dari pendidikan tingkat dasar, menegah, dan atas yang selalu diatas 100 %.
(3)
Indeks Hidup Layak yang menggunakan indikator pendapatan perkapita yang disesuaikan sebagai cerminan kemampuan daya beli.
d) Kesehatan Sebagai salah
satu
penentu
indeks
pembangunan
manusia,
kualitas kesehatan antara lain ditentukan oleh derajat kesehatan, perilaku sehat, kesehatan lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Derajat kesehatan ibu dan anak selalu mendapat perhatian karena masih adanya kasus-kasus seperti: (1) Kematian bayi, kematian ibu melahirkan dan kematian balita. (2) Berat bayi yang lahir dengan berat badan rendah.
(3) Penderita kurang energi protein (KEP) dan status balita dengan gizi buruk. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat antara lain dilaksanakan melalui RSU, Puskesmas, Poliklinik, RS Bersalin, Posyandu, dan fasilitas prasarana kesehatan lainnya. Selain itu secara berkala juga dilakukan pemeriksanaan kualitas lingkungan di permukiman, penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pelayanan Asuransi Kesehatan (Askes) termasuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui Askeskin, dan sebagainya.
e) Pendidikan Sementara itu, kebijakan pengelolaan pendidikan mengalami pergeseran dari kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi serta penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dengan mengacu kepada Standar Pendidikan Nasional (sesuai dengan Peraturan
Pemerintah
Nomor
19
tahun
2005).
Dalam
implementasinya diharapkan siswa akan memiliki kemampuan kompetensi tertentu dan sekolah akan dikelola secara profesional. Apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Jawa Tengah, pembangunan pendidikan di Kota Magelang dapat dikatakan lebih berhasil karena persentase melek hurufnya pada tahun 1999-2006 selalu meningkat berkisar antara 93-97 %. Di akhir tahun 2006, pemberantasan buta huruf di Kota Magelang dinyatakan tuntas. Nilai APK Kota Magelang yang melebihi 100% disamping karena kesadaran belajar dari masyarakat Kota Magelang sudah tinggi juga karena banyaknya siswa sekolah yang berasal dari luar Kota Magelang.
f) Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat, kebijakan pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk menciptakan iklim kehidupan yang layak dan kondusif
melalui
penanggulangan
pembangunan degradasi
moral
ketahanan
masyarakat
masyarakat
dalam
dan upaya
meningkatkan partisipasinya di bidang ekonomi dan sosial dari tingkat
kota
sampai
terwujudnya kehidupan.
kelurahan
kesetaraan Pola
dan
termasuk
keadilan
pemberdayaan
yang
memperjuangkan
gender ditempuh
di
berbagai
selama
ini
mencakup antara lain: (a) Meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) baik aparat pemerintah maupun masyarakat untuk melaksanakan:
perencanaan,
pemberdayaan
masyarakat
pelaksanaan secara
dan
lebih
pengawasan
optimal,
dan
(b)
Meningkatkan fungsi lembaga–lembaga kemasyarakatan (LPM, LKK, termasuk RT/RW) di tingkat kelurahan sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan mengurangi berbagai bentuk pengaturan yang menghambat masyarakat untuk berperan aktif dalam proses pembangunan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan diantaranya, (1) Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat,
yang
diharapkan
dapat
menggerakkan
dan
memperkuat ikatan kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam kehidupan bermasyarakat melalui kegiatan fisik dan non fisik, serta menstimulasi tumbuh kembangnya swadaya masyarakat; (2) Pemberian Modal melalui Lembaga Keuangan Kelurahan (LKK); (3) P2MBG, merupakan upaya affirmative action untuk mempercepat proses pengarusutamaan gender di berbagai bidang pembangunan sebagaimana Indonesia
diamanatkan
Nomor
9
Tahun
oleh
Instruksi
2000
Presiden
tentang
Republik
Pengarusutamaan
Gender; (4) Pemasyarakatan dan Pemanfaatan Tehnologi Tepat Guna (TTG) diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat sekaligus dapat dijadikan wahana untuk memperoleh peluang usaha; dan (5) TNI Manunggal Masuk Desa, diharapkan hasil pembangunan fisik dan non fisiknya dapat menunjang
serta
melengkapi
fasilitas
infrastuktur
sarana
prasarana penduduk. Pemberdayaan perempuan dan anak dilaksanakan dengan maksud untuk
menciptakan
kemandirian
sehingga
mau
dan
mampu
berperan serta dalam pembangunan. Secara legal formal, salah satu langkah yang telah ditempuh adalah dengan menerbitkan Keputusan Walikota Magelang Nomor 411.1/14/ 112 Tanggal 12 Mei 2006 tentang Pembentukan Pembentukan Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak. Komisi ini memfasilitasi perencanaan,
pelaksanaan,
pemantauan,
program/kegiatan utamaan
gender
dan
pembangunan dalam
rangka
evaluasi
melalui
strategi
mewujudkan
kebijakan pengarus
kebijakan
dan
program pembangunan yang responsif gender. Ditambah lagi organisasi-organisasi
kemasyarakatan
seperti
Gabungan
Organisasi Wanita (GOW), Dharma Wanita, Persit, Lembaga Swadaya Masyarakat - Women Crisis Center (LSM - WCC) ”Cahaya Melati”,
termasuk
PKK,
dan
ormas/LSM
lainnya
yang
memfokuskan kepada kemajuan perempuan sangat mendukung lewat
partisipasi
aktifnya
dalam
memperjuangkan
kaum
perempuan serta upaya perlindungan anak.
g) Kesejahteraan Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) masih cukup tinggi, yaitu 11,99% dari keseluruhan jumlah penduduk Kota Magelang. Secara lintas sektor, kesejahteraan sosial para PMKS telah tertangani dengan berbagai upaya pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi, dan perlindungan sosial, namun dukungan dan
peran
stake
holder
masih
sangat
diperlukan
untuk
menanganinya secara profesional dan berkesinambungan. Di sisi lain, laju kemiskinan di Kota Magelang cenderung meningkat, data tahun 2006 menunjukkan jumlah penduduk miskin mencapai 8.982 KK (31.607 jiwa) atau 27,96 persen, mengalami peningkatan sebesar 5,94 persen dibanding tahun 2005 yang berjumlah 7.120 KK (26.260 jiwa) atau 22,02 persen dari total penduduk Kota Magelang. Eskalasi itu dimulai sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997, yang menjurus pada krisis multidimensional, hingga adanya dampak kenaikan BBM, Oktober 2005 yang mengakibatkan daya beli masyarakat merosot, banyak usaha sektor riil mengalami kemunduran atau tidak berjalan normal, sehingga daya serap kerjanya mengalami penurunan. Ini semua mengakibatkan tingkat kesejahteraan dan kualitas taraf hidup masyarakat menurun. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, disamping sudah dilaksanakan berbagai program pemberantasan kemiskinan oleh SKPD
terkait,
juga
telah
dibentuk
Komite
Penangulangan
Kemiskinan (KPK) atau yang sekarang menjadi Tim Koordinasi Penanggulangan mengelola
Kemiskinan
pelaksanaan
(TKPK)
sebagai
penanggulangan
lembaga
kemiskinan
yang
di
Kota
Magelang secara terarah, terencana, terpadu, komprehensif, dan berkelanjutan dengan menggunakan data base yang sama dalam menentukan sasaran penerima manfaat. Namun demikian, secara umum, dalam implementasi di lapangan masih ditemui beberapa kendala antara lain: (1) masih lemahnya koordinasi dalam hal: pendataan, pendanaan, dan kelembagaan; (2) masih lemahnya koordinasi antar program penanggulangan kemiskinan antara pemerintah pusat dan daerah, lemahnya integrasi program pada tahap perencanaan, lemahnya sinkronisasi program pada tahap pelaksanaan, lemahnya sinergi antar pelaku (pemerintah, dunia usaha, masyarakat madani) dalam penyelenggaraan keseluruhan upaya
penanggulangan
kemiskinan;
dan
(3)
masih
belum
optimalnya kelembagaan di pemerintah, dunia usaha, LSM dan masyarakat madani dalam bermitra dan bekerjasama dalam penanggulangan kemiskinan serta penciptaan lapangan kerja.
h) Pemuda dan Olah Raga Pada ranah pembangunan sosial budaya juga tidak dapat dikesampingkan perlunya peningkatan peran serta pemuda melalui penyelenggaraan pembangunan bidang pemuda dan olahraga secara lebih terpadu dan sinergis. Pemberian fasilitasi terhadap organisasi kepemudaan dan juga peningkatan kapasitas dan kualitas, pembinaan, serta penyediaan sarana dan prasarana di bidang kewirausahaan, pengembangan ketrampilan dan bakat, seni dan budaya, termasuk pembinaan olahraga selama ini telah terselenggara sesuai dengan jalur tugas pokok dan fungsi dari masing-masing SKPD atau lembaga yang mengampu bidang ini (seperti KONI beserta pengurus cabangnya). Meskipun selama ini sudah berjalan cukup baik, namun dalam proyeksi ke depannya masih perlu dioptimalkan lagi terutama dalam pengembangan dan tindak
lanjut
terhadap
berbagai
program
penguatan
dan
pembinaan kepemudaan dan olahraga. Peningkatan kapasitas, etos
kerja,
dan
profesionalisme
pemuda
telah
difasilitasi
pemerintah
melalui
pembentukan
organisasi-organisasi
kepemudaan, Ormas, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang diharapkan dapat sinergis untuk dipromosikan sebagai partner pemerintah dalam memajukan kesejahteraan umum. Selain
itu,
melalui
beberapa
pelatihan
ketrampilan
dan
kewirausahaan; pembinaan; dan pemberian modal usaha bagi pengembangan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia pemuda selama
ini telah dijalankan oleh pemerintah lewat
program-program pemberdayaan masyarakat dengan sasaran kelompok usia kerja, khususnya terhadap para pemuda. Terkait dengan pembinaan kepemudaan, pengembangan olahraga baik olahraga prestasi maupun rekreasi perlu semakin digalakkan melalui pembinaan sedini mungkin yang dilaksanakan secara berjenjang, dan berkelanjutan. Prestasi olahraga yang berhasil dicapai atlet-atlet daerah baik di tingkat regional, nasional maupun internasional sudah pasti akan memberi dampak positif bagi terangkatnya nama baik dan prestise daerah. Oleh karena itu, ke depannya, porsi pembinaan pemuda dan olahraga harus semakin ditingkatkan monitoring
sejak dan
dari
evaluasi
perencanaan,
pelaksanaan,
dalam
wahana
suatu
yang
hingga lebih
komprehensif dan integral dengan pelibatan peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan.
2. Ekonomi a) Kondisi Makro Ekonomi Perkembangan ekonomi makro Kota Magelang dalam kurun waktu 2001-2005
telah menunjukkan kinerja yang
membaik, antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dari sebesar
3,44 % pada
tahun 2001 menjadi 4,33 % pada tahun 2005 atau lebih tinggi 0,89%. Membaiknya perekonomian Kota Magelang tahun 2005 juga ditunjukkan dengan meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan mencapai Rp. 878.158.350.000,- sedangkan tahun 2001 baru mencapai Rp. 759.474.480.000,- yang berarti terjadi
peningkatan yang cukup signifikan. Struktur PDRB tahun 2005
didominasi
pengangkutan
oleh
dan
sektor
komunikasi
jasa
(38,2%),
(19,19%)
sektor
serta
sektor
bangunan (15,33%). Lima sektor lainnya hanya berperan dibawah 30% dengan rata-rata sekitar 6% yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (10,93%), sektor perdagangan, hotel dan rumah makan (7,11%), sektor
industri
pengolahan
(3,37%),sektor
pertanian
(3,17%), sektor listrik dan air (2,70%). Dibandingkan dengan tahun sebelumnya
peran kelima sektor tersebut
secara total pada tahun 2005 lebih tinggi. Sementara itu tingkat inflasi tahun 2005 lebih tinggi beberapa digit dari tahun sebelumnya yaitu dari 5,28% di tahun 2004 menjadi 14,84%. Namun tingkat inflasi ini secara umum masih cukup rendah dibandingkan dengan kondisi
inflasi
regional
(15,97%)
maupun
nasional
(16,16%). Kondisi Perekonomian Kota Magelang tidak terlepas
dari
pengaruh
kondisi
perekonomian
tingkat
atasnya dan global.
b) Kondisi Mikro Ekonomi Pengembangan Menengah
(UMKM)
Koperasi
dan
Usaha
memiliki
potensi
yang
Mikro besar
Kecil dan
strategis dalam meningkatkan aktivitas ekonomi daerah, termasuk dalam penyerapan tenaga kerja daerah. Jumlah koperasi di Kota Magelang sampai dengan tahun 2005 berjumlah 191 buah yang berarti ada peningkatan sebesar 10 buah dari tahun 2002 yang berjumlah 181 buah, dengan anggota 27.819 orang dan tenaga kerja 402 orang. Besar modal dan volume usaha koperasi meningkat dari tahun ke tahun.
Pada
tahun
2002
modal
koperasi
Rp.
29.792.989.000,- meningkat menjadi Rp. 45.275.506.000,di tahun
2005 dan volume usaha di tahun 2002 sebesar
Rp.39.648.961.000,Rp.78.579.207.000,-.
di
tahun
2005
menjadi
Jumlah perusahaan industri kecil mengalami kenaikan 23 buah ditahun 2005, industri sedang naik 1 buah sedangkan industri besar tetap. Banyaknya surat ijin usaha perdagangan yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan ada kenaikan dari 330 di tahun 2004 menjadi 362 ditahun 2005 sehingga ada kenaikan 32 SIUP. Kinerja ekspor dan impor ada kecenderungan semakin meningkat. Hal ini tercermin dari nilai ekspor impor yang meningkat dari US$ 3.788.113,51 di tahun 2004 menjadi US$ 4.205.135,05 di tahun 2005. Jumlah sentra perusahaan industri kecil meningkat cukup baik dari 305 buah di tahun 2002 menjadi 329 di tahun 2005 dengan jumlah sentra 10 yang terdiri dari sentra parut besi/ kompor, sentra sepatu/sandal, sentra konveksi, sentra mainan anak, sentra tahu di kelurahan Tidar
dan
Kelurahan
Magersari,
sentra
tempe,
sentra
krupuk iris, sentra roti/kue dan sentra getuk. Tenaga kerja yang dapat diserap dari usaha ini juga meningkat dari 1.114 orang di tahun 2002 menjadi 1.181 orang di tahun 2005
dan
jumlah
investasi
di
tahun
2005
sebesar
Rp.3.091.819.000,Pengembangan potensi Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah
tersebut
permasalahan
dan
panjangnya
proses
persaingan
usaha
masih kendala,
menghadapi diantaranya
perijinan; yang
(2)
tidak
berbagai adalah
(1)
usaha
dan
praktik
sehat;
(3)
lemahnya
koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan Koperasi dan UMKM; (4) masih lemahnya kelembagaan UMKM. Permasalahan
pokok
lainnya
yakni
masih
rendahnya
produktivitas yang berakibat terjadinya kesenjangan antar pelaku Koperasi dan UMKM. Hal ini berkaitan dengan masih rendahnya kualitas SDM UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, pemasaran, serta rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Kondisi yang demikian melemahkan kesiapan bersaing dan daya adaptasi
dalam
menghadapi
persaingan
di
kancah
perdagangan bebas dan global. Koperasi dan UMKM juga
masih menghadapi masalah keterbatasan akses ke modal, sehingga menyulitkan dalam usahanya untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun pengembangan produk-produk yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi.
c) Ketenagakerjaan Tingkat pengangguran relatif masih tinggi dengan jumlah pencari kerja meningkat cukup signifikan dari tahun 2003 berjumlah 1.929 orang menjadi 2.456 orang di tahun 2005
sementara
yang
ditempatkan
di
tahun
2003
berjumlah 521 orang dan tahun 2005 baru ditempatkan 550 orang. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri didominasi oleh industri kecil, dimana mampu menyerap tenaga kerja berjumlah 5.684 sedangkan industri sedang menggunakan 1.057 tenaga kerja dan industri besar hanya 760 tenaga kerja. Masih relatif tingginya tingkat pengangguran terbuka berpotensi
menimbulkan
berbagai
kerawanan
sosial.
Meskipun berbagai indikator ekonomi telah menunjukkan perbaikan
dalam
beberapa
tahun
demikian
dalam
realitanya
terakhir
belum
mampu
ini,
namun
menyerap
tambahan angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar kerja. Ini antara lain disebabkan pergerakan sektor riil sebagai
katup
pengaman
dalam
memenuhi
kebutuhan
lapangan kerja belum optimal dan tidak seimbang dengan tingkat kebutuhan permintaan lapangan kerja. Selain itu, tingkat pengetahuan, kapasitas, dan ketrampilan dari para pencari
kerja
masih
sangat
perlu
ditingkatkan
untuk
disesuaikan dengan kualifikasi yang dipersyaratkan dalam memasuki dunia usaha.
d) Investasi Sektor
industri
bukan
sektor
dominan
dalam
memberikan kontribusi terhadap PDRB di Kota Magelang,
namun sektor tersebut paling sensitif dalam merespon pertumbuhan investasi. Potensi sektor kegiatan industri di Kota Magelang masih didominasi oleh sektor industri kecil. Dari
data
perkembangan
industri
diperoleh
informasi
bahwa jumlah unit usaha tahun 2003 bertambah 10 usaha, tahun
2004
bertambah
17
usaha
dan
tahun
2005
bertambah 23 usaha. Sedangkan pada industri sedang ada penambahan usaha di tahun 2004 bertambah 5 usaha, dan industri besar bertambah 5 usaha di tahun 2004. Selanjutnya di bidang investasi daerah, masih dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan upaya penciptaan iklim penanaman modal yang sehat. Beberapa diantaranya adalah:
(1)
Magelang
Kondisi
yang
sosial
belum
bisa
investor untuk menanamkan
ekonomi
masyarakat
menjadi
magnet
Kota
kalangan
modalnya di Kota Magelang;
(2) Masih dijumpainya tumpang tindih koordinasi antar instansi terkait penanganan kegiatan investasi; (3) Masih belum memadainya kapasitas dan kualitas infrastruktur dalam mendukung investasi daerah.
e) Stabilitas Perekonomian Keberhasilan pembangunan bidang ekonomi, antara lain
ditandai
dengan
semakin
mantapnya
stabilitas
perekonomian Kota Magelang dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir. Selama periode 2000-2006 perekonomian Kota Magelang terus menunjukkan trend peningkatan, meskipun pada tahun 2003 berdasarkan harga konstan sedikit mengalami penurunan hingga mencapai angka 2,7% atau turun 1,21% dari tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh melemahnya laju pertumbuhan beberapa lapangan usaha, namun kondisi ekonomi tahun 2004 hingga akhir tahun 2005 menunjukkan kecenderungan makin membaik dan terkendali. Ini ditunjukkan oleh trend membaiknya berbagai indikator ekonomi, seperti tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar, suku bunga SBI.
Perbandingan
pertumbuhan
masing-masing
sektor
antara tahun 2004 dengan 2005 adalah sebagai berikut: sektor pertanian semula 5,30% turun menjadi 4,87%; industri pengolahan sebesar -4,52% mengalami kenaikan hingga kisaran 3,12%; Selanjutnya sektor listrik dan air semula
sebesar
3,65%
mengalami
kenaikan
menjadi
8,17%; perdagangan, hotel dan rumah makan yang telah tumbuh sebesar 7,89% mengalami penurunan menjadi hanya 7,50%; 3,92%
naik
pengangkutan dan komunikasi sebesar
menjadi
5,19%.
Pada
sektor
keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan mengalami kenaikan dari 4,48% menjadi 6,64%, begitupun jasa-jasa yang semula tumbuh sebesar 3,20% juga naik menjadi lain
sektor
bangunan
mengalami
5,19%. Di sisi
penurunan
hingga
mencapai -2,0% dibanding tahun sebelumnya 4,02%.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi a) Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan pengembangan merupakan bagian penting dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama ini sudah
dilaksanakan
berbagai
macam
penelitian
dan
pengembangan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, perguruan tinggi, masyarakat maupun institusi lainnya. Namun demikian
berbagai
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan
tersebut belum terintegrasikan ke dalam suatu jaringan penelitian dan pengembangan yang efektif sehingga masih terjadi duplikasi kegiatan penelitian yang serupa. Disamping itu penelitian belum sepenuhnya menjawab kebutuhan riil masyarakat dan belum mendukung penyelenggaraan pemerintahan. Hasil karya ilmiah dan temuan di bidang teknologi selama ini terhenti pada tataran konsep atau prototipe yang terbatas, sehingga kurang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Pemerintah Kota Magelang mempunyai komitmen kuat bagi peningkatan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.
Hal
ini
berangkat dari kesadaran bahwa sebagian besar masyarakat belum memiliki budaya iptek yang tinggi. Upaya membudayakan
iptek terus dilakukan, mulai dari sosialisasi, seminar, penjaringan sampai dengan pameran hasil temuan kreativitas dan inovasi masyarakat.
Berdasarkan
Penyelengaraan Masyarakat
dan
inventarisasi
Penjaringan
(Krenova)
yang
melalui
Kreativitas
dilaksanakan
kegiatan
dan
Inovasi
Pemerintah
Kota
Magelang, jumlah temuan kreativitas dan inovasi masyarakat menunjukkan trend peningkatan. Pada tahun 2007 jumlah temuan yang mengikuti penjaringan kreativitas dan inovasi masyarakat (krenova) sebanyak 13 temuan, meningkat dibandingkan tahun 2004 sebanyak 9 temuan. Pada penyelenggaraan kreativitas dan inovasi masyarakat (Krenova) tingkat Provinsi Jawa Tengah, temuan masyarakat Kota Magelang berhasil menduduki peringkat 10
(sepuluh)
besar
di
Tingkat
Provinsi
Jawa
Tengah
dan
mendapatkan penghargaan dari Gubernur Jawa Tengah selama 3 tahun berturut-turut, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
b) Teknologi Informasi Ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
(Iptek)
mengalami
perkembangan yang sangat pesat, termasuk diantaranya di bidang informasi dan komunikasi. Kemajuan teknologi memberi kontribusi signifikan terhadap terjadinya perubahan dan kemajuan di dunia modern. Dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi begitu cepat berkembang dan menyebar nyaris tanpa batas. Ilmu pengetahuan dan teknologi cepat menyebar, ditirukan dan dimanfaatkan di seluruh penjuru dunia, suatu langkah menuju efektivitas dan efisiensi yang tinggi. Keluasan dan ketinggian keilmuan ditunjukkan dengan daya respons yang cepat dan kemampuan dalam menyerap informasi dan melakukan komunikasi timbal balik dari apa yang tidak
diketahui menjadi diketahui.
Berbekal
itu
selanjutnya
dikembangkanlah berbagai bentuk dan macam penerapan, uji coba (kreasi) dan inovasi, hingga menemukan sesuatu yang baru. Hasil temuan itu selanjutnya akan berguna apabila ada proses difusi, penyebaran informasi dan pemanfaatan yang lebih luas. Dalam realitasnya kesadaran akan proses tersebut, baru dimiliki sebagian kecil masyarakat Kota Magelang. Terlihat dari kemauan
dan kemampuan mengakses internet, mempergunakan e-mail, TV Edukasi dan lain sebagainya untuk keperluan yang lebih maju dan efisien. Yang terjadi saat ini sistem manual dan tradisional masih menjadi tradisi, tumpukan berkas dokumen menghabiskan ruang dan biaya. Media informasi dan komunikasi yang dimiliki pemerintah, dari bentuk majalah ”Dinamika” hingga website ”Pemerintah Kota Magelang”, ”Desa Buku” dan lain-lainnya dirasa masih belum cukup memenuhi kebutuhan akan informasi dan komunikasi sebagian masyarakat Kota Magelang. Di sisi lain, sebaliknya, masyarakat
pada
umumnya
belum
begitu
akrab,
melihat,
mengetahui dan memanfaatkan kemajuan fasilitas hasil rekayasa teknologi
tersebut,
yang
salah
satunya
disebabkan
oleh
kurangnya sosialisasi dan diseminasi, serta kampanye akan arti pentingnya
budaya
iptek
maupun
pemanfaatan
teknologi
informasi.
4. Sarana dan Prasarana Pembangunan
sarana
dan
prasarana
perkotaan
di
Kota
Magelang direncanakan untuk mendukung terwujudnya visi kota, yang pada dasarnya menjadikan Kota Magelang sebagai kota jasa, dengan
penekanan
pada
jasa
perekonomian,
pendidikan,
dan
kesehatan. Sarana prasarana perkotaan pada dasarnya merupakan elemen pendukung bagi berlangsungnya kehidupan suatu kota, karena
masyarakat
yang
tinggal
di
suatu
kota
membutuhkan
kehadiran sarana prasarana untuk melangsungkan kegiatan. Sarana prasarana perkotaan merupakan aspek yang sangat penting dalam mengelola kawasan perkotaan. Ketersediaan sarana dan prasarana perkotaan sangat menentukan dalam pengembangan suatu kota. Sarana perkotaan meliputi sarana pendidikan, kesehatan, permukiman, perdagangan, sarana perhubungan darat, serta sarana rekreasi dan olah raga. Prasarana perkotaan meliputi prasarana permukiman; prasarana perhubungan; prasarana jaringan, yang terdiri dari jaringan drainase perkotaan, jaringan irigasi, serta jaringan utilitas lainnya; serta prasarana persampahan
Dilihat
dari
segi
aksesibilias,
kualitas
maupun
cakupan
pelayanannya, kondisi sarana dan prasarana perkotaan di Kota Magelang saat ini sudah cukup baik dan tersebar secara merata di wilayah Kota Magelang. Sarana dan Prasarana dimaksud adalah :
a) Pendidikan Sarana dan prasarana pendidikan yang telah tersedia di Kota Magelang mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak hingga jenjang Pendidikan Tinggi baik negeri maupun swasta adalah sebagai berikut: NO
JENJANG PENDIDIKAN
JUMLAH
1
Taman Kanak-Kanak
70
2
Sekolah Dasar
76
3
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
21
4
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
31
5
Sekolah Menengah Kejuruan
19
6
Sekolah Luar Biasa
2
7
Pendidikan Tinggi (Universitas dan Akademi)
6
Setiap jenjang pendidikan telah pula menyediakan prasarana yang cukup berkualitas dengan kuantitas yang memadai guna memperlancar proses belajar mengajar dan meningkatkan kualitas keilmuan peserta didik. Prasarana tersebut mencakup peralatan laboratorium, alat peraga, sarana prasarana Olah Raga dan Kesenian, termasuk pula peralatan audio visual yang dapat menciptakan
suasana
belajar
lebih
menyenangkan
dengan
harapan bahwa kaidah ilmu yang dipelajari akan lebih mudah dipahami. Sarana pendidikan yang tersedia tersebut bahkan mampu menjadi tujuan masyarakat wilayah sekitar Kota Magelang untuk memperoleh pendidikan. Hal inilah yang mendorong nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) Kota Magelang melebihi 100%.
b) Kesehatan
Sebagaimana
sarana
prasarana
pendidikan,
sarana
kesehatan juga telah tersebar merata di seluruh wilayah Kota Magelang dan juga Meskipun hanya PUSKESMAS Pembantu, sarana kesehatan tersebut telah mampu membantu masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan tingkat pertama. Secara
keseluruhan,
jumlah
sarana
kesehatan
baik
milik
pemerintah, swasta, maupun perorangan di Kota Magelang adalah sebagai berikut: NO.
JENIS
JUMLAH
1
Rumah Sakit Umum
5
2
Rumah Sakit Jiwa
2
3
Rumah Sakit Paru-Paru
1
4
Rumah Sakit Bersalin
2
5
PUSKESMAS
5
6
PUSKESMAS Pembantu
7
Dokter
140
8
Bidan dan Perawat
918
9
Unit Transfusi Darah - PMI
11
1
Sarana kesehatan di Kota Magelang telah mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat sekitar bahkan telah menjadi Rumah Sakit rujukan untuk wilayah Kedu. Sarana yang tersedia didukung dengan prasarana yang memadai dan berkualitas seperti fasilitas
EKG
dan
Hemodialisa
yang
didukung
pula
dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusianya.
c) Permukiman Dari pemanfaatan lahan di Kota Magelang, sebagian besar lahan yang tersedia, yaitu diatas 72% dari keseluruhan wilayah Kota merupakan areal terbangun yang sebagian besar diantaranya mewadahi
kegiatan
permukiman
penduduk.
Kondisi
tersebut
menuntut penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung kelangsungan kegiatan permukiman. Sarana permukiman dimaksudkan sebagai berbagai fasilitas yang ada dan dibutuhkan untuk mendukung berlangsungnya
kegiatan permukiman. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota
Magelang
tahun
2006,
maka
ketersediaan
sarana
permukiman sudah memenuhi. Permasalahan yang muncul adalah perlunya pemeliharaan terhadap sarana permukiman yang ada sehingga memperpanjang usia pakai sarana tersebut. Untuk prasarana permukiman perkotaan, kondisi saat ini yang
dijumpai
adalah
masih
perlunya
peningkatan
kualitas
prasarana dasar permukiman perkotaan, yang meliputi prasarana jalan lingkungan, prasarana drainase lingkungan, prasarana air bersih lingkungan, serta prasarana sanitasi lingkungan. Dalam penyediaannya,
tidak
terlepas
dari
karakteristik
kawasan
permukiman yang ada, yaitu kawasan permukiman padat di pusatpusat perekonomian kota, kawasan permukiman di perbatasan dan kawasan permukiman baru. Prasarana jaringan drainase kota terutama dirancang untuk mengatasi genangan pada saat musim hujan. Namun demikian kondisi saat ini masih terdapat genangan di beberapa lokasi di Kota Magelang. Permasalahan yang harus segera diantisipasi adalah dengan menyusun master plan drainase kota, yang akan dijadikan sebagai rencana induk bagi penanganan drainase kota. Kondisi topografi Kota Magelang yang berkontur merupakan kondisi fisik alam yang memudahkan pengatasan drainase kota. Hal itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dalam mengatasi genangan, sehingga pada masa yang akan datang diharapkan tidak terdapat lagi genangan di beberapa lokasi. Prasarana jaringan lain, yaitu air bersih, jaringan listrik dan telepon, persebarannya sudah menjangkau seluruh kelurahan yang ada, meskipun masih memerlukan peningkatan kualitas pelayanan dalam rangka mencapai kepuasan masyarakat. d) Perdagangan Sarana perdagangan merupakan sarana perekonomian yang sangat mempengaruhi kehidupan kota dan tingkat ekonomi masyarakatnya. Posisi strategis Kota menjadi tujuan masyarakat wilayah sekitar untuk mendistribusikan hasil bumi dan potensi lainnya serta menjadi tujuan untuk memperoleh kebutuhan baik primer, sekunder, maupun tersiernya. Peluang demikian ditangkap
dengan penyediaan sarana prasarana perdagangan baik tradisional maupun modern. Pasar Tradisional sebagai sarana perdagangan terdiri dari Pasar Rejowinangun, Pasar Gotong Royong, Pasar Kebonpolo, dan Pasar Cacaban. Dari keempat pasar tersebut yang paling dominan adalah keberadaan Pasar Rejowinangun, karena merupakan pasar skala
regional
yang
memfasilitasi
kegiatan
transaksi
antara
pedagang dan pembeli yang juga berasal dari wilayah sekitar. Sarana perdagangan modern saat ini sudah berdiri beberapa supermarket dan mini market, yaitu Matahari Department Store, Gardena
Pasar
Raya
dan
Swalayan,
Trio
Plaza
dan
Hero.
Sedangkan keberadaan minimarket telah tersebar dan cenderung meningkat pada beberapa lokasi yang mudah dijangkau oleh penduduk.
e) Perhubungan Prasarana perhubungan darat yang ada di Kota Magelang menempati
posisi
yang
sangat
strategis
dalam
mendukung
skenario pengembangan kota, yaitu penyebaran keramaian di seluruh
sudut
kota.
Pada
saat
ini
persebaran
prasarana
perhubungan darat masih terkonsentrasi pada kawasan pusat kota dan
pusat
peningkatan
pertumbuhan prasarana
ekonomi
kota.
perhubungan
Sedangkan
darat
pada
upaya
kawasan
perbatasan sudah mulai dirintis sejak tahun 2001, yang telah berdampak
pada
tercapainya
keseimbangan
pertumbuhan
ekonomi pada kawasan perbatasan. Kondisi aspek sarana perhubungan pada saat ini dapat dicerminkan dari keberadaan sarana transportasi yang terdiri dari terminal dan sarana angkutan publik. Untuk sarana terminal keberadaan terminal Tidar yang berlokasi di Jalan Soekarno-Hatta merupakan sarana tempat perpindahan moda angkutan dari luar kota ke angkutan dalam kota atau dari luar kota ke angkutan perdesaan. Pelayanan yang diberikan dari terminal tersebut adalah untuk angkutan publik antar kota dengan tujuan utama adalah Kota Semarang, Jogjakarta, Purwokerto, sedangkan kota-kota lain yang
menjadi
tujuan
adalah
Purworejo,
Salaman,
Salatiga,
Wonosobo, Temanggung, Parakan. Kota-kota diluar Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi tujuan adalah Jakarta, Surabaya, Bandung, Bogor, Denpasar, serta beberapa kota di Pulau Sumatra. Jangkauan pelayanannya selain mencakup warga Kota Magelang juga warga dari Wilayah sekitar. Selain terminal Tidar yang merupakan terminal induk Kota Magelang, sarana perhubungan darat yang lain adalah sub terminal. Saat ini terdapat 2 (dua) sub terminal yaitu sub terminal Kebonpolo dan sub terminal Rejomulyo. Meski demikian, selain kedua sub terminal tersebut, juga terdapat beberapa tempat yang dimanfaatkan sebagai pergantian moda angkutan, baik antar jalur dalam kota, maupun antara angkutan perdesaan dan angkutan perkotaan. Shopping
Tempat-tempat Center,
Jalan
itu
adalah
Alibasah
di
kawasan
Canguk,
Sentotprawirodirjo,
Jalan
Sudirman, dan Sambung. Keberadaan “sub terminal” di luar dua sub terminal tersebut memunculkan permasalahan tentang kepentingan perencanaan ulang sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam manajemen / pengelolaan transportasi perkotaan. Pada kurun waktu 20 tahun yang akan datang sub terminal yang harus dibangun
adalah
sub
terminal
di
lokasi
Jalan
Alibasah
Sentotprawirodirjo dan di lokasi Kawasan Canguk. Kedua sub terminal tersebut direncanakan memfasilitasi perpindahan moda angkutan umum dari daerah Bandongan dan Tegalrejo. Sedangkan perpindahan moda angkutan di lokasi Shopping Center dapat dirancang bersamaan dengan peningkatan fasilitas perdagangan di lokasi tersebut. Untuk sub terminal Kebonpolo dapat direncanakan secara
terpadu
apabila
di
kawasan
itu
dibangun
fasilitas
perdagangan modern.
f) Rekreasi dan Olah Raga Pada aspek sarana rekreasi dan olah raga kota, kondisi saat ini yang mendesak untuk segera ditangani adalah persebaran sarana rekreasi publik, yaitu taman-taman kota yang bersifat taman rekreasi publik, dimana keberadaan sarana rekreasi publik masih terpusat pada Taman Badaan dan Ruang Terbuka di Alun-
Alun Kota Magelang. Sisi utara dan selatan kota harus dilengkapi dengan
sarana
rekreasi
publik,
sehingga
masyarakat
Kota
Magelang dapat menikmati waktu luang di taman tersebut. Di sisi utara lokasi pembuatan sarana rekreasi publik yang masih memungkinkan adalah pada Kawasan GOR Samapta dan Kawasan Sidotopo. Sedangkan untuk sarana olah raga bagi cabang olah raga bulu tangkis, masyarakat Kota Magelang pada umumnya menggunakan gedung balai kelurahan dan balai kecamatan, sehingga persebarannya sudah merata. Untuk tenis lapangan persebarannya sudah cukup merata. Sarana olah raga yang perlu mendapatkan pemikiran adalah bola volley dan sepak bola, hal ini disebabkan oleh keterbatasan lahan terbuka yang masih tersisa di Kota Magelang. Pada tahun 2006 telah dicanangkan pengembangan Kawasan GOR Samapta sebagai kawasan olah raga dan rekreasi dengan fasilitas olah raga yang akan dibangun meliputi kolam renang dan stadion madya. Selanjutnya, di tahun 2007 disusun Master Plan Kawasan yang ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Teknis Pembangunan Kolam Renang dan Stadion Madya. Penyusunan rencana teknis tersebut sebagai persiapan untuk pembangunan fisik kawasan yang direncanakan akan dimulai tahun 2008. Dengan dibangunnnya beberapa sarana olah raga pada kawasan tersebut diharapkan akan menambah sarana olah raga di Kota Magelang dan juga akan mendukung terciptanya peran dan fungsi sebagai kota jasa.
5. Politik a) Kehidupan Berpolitik Pemilihan
umum
Legislatif
2004
dan
Pemilihan
Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah secara langsung tahun 2005 yang berjalan dengan demokratis, aman, dan adil telah berhasil membentuk lembaga suprastruktur politik daerah yang legitimate (DPRD
dan
Walikota/Wakil
Walikota).
Capaian
politik
ini
merupakan modal penting sebagai pijakan dalam menopang dan memperkuat proses konsolidasi demokrasi di Kota Magelang. Terpeliharanya suasana yang sejuk dan kondusif selama ini
memberi
kontribusi
bagi
kesuksesan
penyelenggaraan
pesta
demokrasi itu. Peran dan fungsi aparat keamanan, jajaran pemerintah, serta penyelenggara pemilu yang didukung oleh masyarakat luas telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terjaganya netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) jajaran Pemerintah Kota Magelang terhadap politik sesuai dengan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menjadi catatan tersendiri yang bermuatan positif bagi upaya peningkatan
profesionalisme
aparatur
dalam
bingkai
pembangunan politik di daerah. Dalam realitasnya, pergerakan arus demokrasi yang ada dalam perspektif teori politik masih berproses sekadar memenuhi persyaratan demokrasi prosedural dan belum mengarah kepada terciptanya demokrasi substansial. Proses politik (formulasi dan pengambilan kebijakan publik) pada sistem politik yang telah terbangun masih cenderung berlangsung sebatas formalitas dan belum secara mendasar serta komprehensif mengikutsertakan peran serta para pemangku kepentingan (stakeholders), sehingga banyak kebijakan publik yang tidak atau kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Efeknya adalah muncul berbagai
tuntutan
eskalatif
rakyat
terhadap
praktik
penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik dan bersih di tingkat daerah. Penerapan mekanisme checks and balances yang adil serta kebebasan dalam melaksanakan hak-hak sipil dan politik warga menjadi isu politik yang hangat sejalan dengan semakin bergulirnya arus demokratisasi. Perkembangan visi dan misi partai politik ternyata belum sepenuhnya sejalan dengan perkembangan kesadaran dan dinamika kehidupan sosial politik masyarakat dan tuntutan demokratisasi. Orientasi yang lebih dominan kepada kepentingan diri, kelompok atau ideologi masing-masing dari para elite/aktor politik daripada kepentingan rakyat banyak sangat mewarnai atmosfer perpolitikan lokal yang tengah berlangsung. Apalagi ditambah perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang masih marak dalam praksis penyelenggaraan pemerintahan membawa dampak kepada teralienasi dan terdegradasinya derajat keterwakilan politik (representative) para wakil rakyat di mata konstituen/publik. Dalam perspektif etika politik, penyelewengan
kekuasaaan kesadaran
yang
terjadi
merefleksikan
masih
rendahnya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, rasa
nasionalisme, dan cinta tanah air dari para pelakunya. Dalam konteks hubungan pusat-daerah, format desentralisasi dan otonomi daerah yang sudah dibangun berdasarkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah semakin mendorong kemandirian daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih mengalami berbagai permasalahan, antara lain disebabkan kurangnya koordinasi pusat-daerah dan masih belum konsistennya sejumlah peraturan perundangan yang ada. Peran dan fungsi pemerintah daerah (sistem politik daerah pada umumnya) dalam upaya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat, sebagai esensi dan filosofi dasar dari tujuan otonomi daerah,
belum
termanifestasi
secara
riil
dalam
praktik
penyelenggaraan pemerintah daerah. Pemenuhan kebutuhan hakhak sosial, ekonomi dan budaya masyarakat belum berjalan secara optimal. Dimensi ”minta dilayani” masih kental menyelimuti pola pikir (mindset) para elite lokal yang mestinya pada dirinya teremban amanat rakyat untuk mewujudkan harkat dan martabat kedaulatan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tingkat lokal. Memudarnya makna hakekat demokrasi tersebut dalam perkembangannya tidak dapat dipungkiri akan cenderung menggerus
dan
pemerintah
di
ketidakpercayaan
memperpuruk mata
publik,
kepada
legitimasi sehingga
pemerintah.
dan
kredibilitas
muncul
sikap
Implikasinya,
segala
kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah sering tidak berjalan efektif di lapangan. Dalam proporsi tertentu muncul ketidakpatuhan dan ketidaktaatan sosial yang menjurus kepada suasana
anomali
yang
barangkali
bisa
menjadi
cikal
bakal
tumbuhnya anarkisme dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Secara psiko-sosial, kondisi itu juga memungkinkan tumbuhnya sikap apatis, pesimis, skeptis, ketidakpedulian, atau bahkan ketidakberdayaan (disempowerment) masyarakat terhadap segala
keluaran
(out
put)
dan
capaian
kinerja
dari
proses
penyelenggaraan sistem pemerintahan.
b) Partisipasi Politik Tingginya angka partisipasi politik masyarakat Kota Magelang (tercatat pada Pemilu Legilslatif sebesar 75,49 persen, Pilpres putaran I 79,42 persen, Pilpres putaran II tahun 2004 81,03 persen, dan Pilkadasung 2005 sebesar 77,45 persen, atau ratarata sebesar 78,35 persen) memberi andil yang besar, tidak saja terhadap suksesnya Pemilu dan Pilkadasung melainkan juga dalam memperkuat
legitimasi figur-figur
terpilih
untuk
mengemban
amanat rakyat. Fenomena politik ini mencerminkan bahwa proses pendidikan dan pembelajaran politik telah cukup berjalan dalam menumbuhkembangkan
partisipasi
politik
warga.
Namun
demikian, secara substansial, partisipasi politik warga belum tampak otonom, yang tampak ke permukaan lebih terlihat sebagai mobilisasi massa oleh aktor atau kelompok politik tertentu yang cenderung
hanya
diorientasikan
kepada
keuntungan
dan
kepentingan mereka sendiri. Ini mengisyaratkan bahwa fungsi partai
politik
ataupun
internalisasi nilai,
kelompok
kepentingan
lainnya
dalam
rekrutmen politik, artikulasi dan agregasi
politik, serta komunikasi politik belum berjalan sebagaimana mestinya. Budaya politik demokrasi belum berkembang sesuai nilai-nilai yang ada sehingga kualitas pemahamannya belum mampu diwujudkan dalam kehidupan politik sehari-hari. Tingkat rasionalitas
politik
warga
belum
berkembang
sebagaimana
mestinya sehingga seringkali yang muncul ke permukaan adalah emosi politik dan terabaikannya etika berdemokrasi. Kemajuan berkembangnya
demokrasi kesadaran
terlihat terhadap
pula hak-hak
dengan
telah
rakyat
dalam
kehidupan politik, yang dalam jangka panjang diharapkan mampu menstimulasi masyarakat untuk lebih jauh kian aktif berpartisipasi dalam mengambil inisiatif bagi pengelolaan urusan-urusan publik. Kemajuan itu tidak terlepas dari berkembangnya peran partai politik,
organisasi
non-pemerintah
dan
organisasi-organisasi
masyarakat sipil lainnya, serta adanya kebebasan pers dan media
yang
antara
lain
ditandai
dengan
peran
aktifnya
dalam
menyuarakan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
6. Keamanan dan Ketertiban a) Stabilitas keamanan dan ketertiban Terpeliharanya stabilitas keamanan dan ketertiban daerah merupakan
keberhasilan
pemerintah
maupun
seluruh
masyarakat,
elemen
baik
utamanya
dari
jajaran
aparat/perangkat
keamanan dan ketertiban. Situasi keamanan dan ketertiban yang sejuk dan kondusif selama ini telah menjadi modal dan kekuatan bagi
Kota
Magelang
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan,
kemasyarakatan.
Keberlangsungan
melangsungkan
praktik
pembangunan, dan
kelancaran
dan segala
kebijakan, strategi, program, dan kegiatan yang telah dicanangkan Pemerintah
Kota
Magelang
beserta
jajarannya
sudah
tentu
memerlukan dukungan suasana yang kondusif dan nyaman dari lingkungan yang melingkupinya. Harmonisasi antar warga dalam interaksi kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang telah berjalan serasi selama ini sangat mendukung terhadap berbagai
upaya
yang
dilakukan
guna
menciptakan
dan
mengembangkan tenggangrasa, toleransi, hormat menghormati, dan kesetiakawanan sosial antar berbagai unsur yang ada. Hal yang membanggakan bagi Kota Magelang adalah meskipun tingkat pluralistik masyarakatnya cukup tinggi, namun terjadinya gejolak ataupun konflik baik yang bersifat vertikal maupun horizontal hingga kini dapat ditekan serendah mungkin. Kondisi yang favourable ini merupakan prestasi dan prestise yang layak untuk selalu dijaga dan didukung oleh seluruh komponen masyarakat Kota Magelang.
b) Antisipatif dan preventif Secara empirik, gangguan keamanan dan ketertiban yang selama ini muncul dan berpotensi berkembang di Kota Magelang adalah apabila terjadi konflik antara buruh dan majikan dalam
pengelolaan
manajemen
perusahaan;
perilaku
tidak
tertib
kalangan sektor informal kaki lima dan gepeng; unjuk rasa; perkelahian/perselisihan
antar
kelompok
dan
tawuran;
pelanggaran norma sosial; serta berbagi bentuk pelanggaran dan ketidakdisiplinan lainnya. Adanya kerawanan dan masalah sosial tersebut akan berdampak negatif dan berpotensi melahirkan berbagai
penyakit
masyarakat
seperti
penyalahgunaan narkoba, minuman keras,
kriminalitas,
perjudian, pelacuran,
premanisme, dan perilaku sosial yang menyimpang lainnya. Lebih dari itu, tidak boleh dilupakan juga terhadap ancaman bahaya yang lebih besar yakni terorisme, konflik yang bersifat SARA, dan gerakan radikalisme yang acapkali bersifat laten serta memiliki spektrum jaringan dan daya destruktif yang lebih luas. Potensi terjadinya riak-riak kecil gesekan sosial tetap ada dan harus senantiasa kita waspadai bersama. Upaya antisipatif dan preventif dalam memperkuat jalinan kohesi sosial adalah dengan memupuk dan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kegotongroyongan yang telah menjadi karakter bangsa Indonesia.
Penguatan
wawasan
kebangsaan
dan
semangat
persatuan kesatuan akan menyuburkan rasa memiliki (sense of belonging) bagi setiap individu dan warga masyarakat terhadap lingkungan huniannya sendiri maupun cakupan yang lebih luas dalam wilayah Kota Magelang, meski antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan baik sosial, ekonomi, budaya, agama maupun orientasi
politiknya.
Permasalahannya,
dalam
perkembangan
kehidupan yang makin kompleks ini sangat dirasakan adanya kecenderungan memudarnya nilai-nilai wawasan kebangsaan dari berbagai
lapisan
kebangsaan
pada
masyarakat. gilirannya
Lunturnya dapat
nilai-nilai
memunculkan
wawasan sikap
dan
tindakan yang hanya bersemangatkan solidaritas sempit, ikatan primordial, dan sektarian dari satu kelompok masyarakat tertentu yang bisa mengakibatkan retaknya keharmonisan, keserasian, dan integrasi antar warga dalam jalinan interaksi sosial. Di sisi lain, maraknya perilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang menggerogoti kekayaan negara mencerminkan pula terjadinya erosi dan menipisnya rasa cinta air dari para pelakunya. c) Peran Aparat dan Partisipasi Masyarakat
Terjadinya pelanggaran dan ketidaknyamanan lingkungan akibat gangguan keamanan pada satu sisi disebabkan oleh lemahnya kesiap-siagaan dan kewaspadaan aparat keamanan, dan juga karena kurangnya dukungan masyarakat dalam menjaga kondusifitas lingkungan
lingkungan yang
sekitar
berbasiskan
melalui
rakyat
sistem
semesta.
keamanan Karenanya
diperlukan aparat keamanan yang terlatih dan terbina secara berkelanjutan,
sekaligus
penyiapan
komponen-komponen
masyarakat dalam konteks cegah dan deteksi dini terhadap semua gejala yang diindikasikan mempunyai kecenderungan membuat suasana tidak aman dan tidak tertib. Penanaman nilai serta sosialisasi beserta keteladanan para pemimpin mengenai arti penting penerapan pola hidup yang tertib dan patuh aturan hendaknya bisa dikembangkan secara intensif dan operasional dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dengan begitu lambat laun akan terkristalisasi suatu pranata atau nilai-nilai disiplin, patuh dan taat aturan, serta penegakan supremasi hukum kepada siapa saja tanpa pandang bulu dalam format tata nilai sosial. Secara evolutif diharapkan nilai-nilai kebiasaan (custom) tersebut menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari dan membentuk suatu budaya masyarakat yang senantiasa mengedepankan spirit disiplin dan etos kerja yang tinggi. Termasuk di dalam ranah ini adalah partisipasi masyarakat melalui peningkatan kesiapsiagaan dan kewaspadaan
dalam
menghadapi
bencana
yang
juga
ikut
menyumbang bagi terciptanya kenyamanan lingkungan dalam kehidupan bersama. Patut pula dicatat bahwa pada tataran masyarakat sipil, melalui fasilitasi Pemerintah Kota Magelang, telah terbentuk Forum Persaudaraan Bangsa Indonesia (FPBI) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kota Magelang yang diharapkan dapat menjadi pilar dalam memperkuat dan menggalang solidaritas, toleransi, kerukunan, dan tenggang rasa antar umat yang memiliki perbedaan
baik
suku
bangsa/etnis
maupun
agama
yang
dipeluknya. Intensitas komunikasi, kerjasama, dan koordinasi antar warga dengan latar belakang beda suku dan agama ini sangat diperlukan untuk mempererat dan memperkokoh semangat persaudaraan dan kebersamaan sebagai sesama anak bangsa
dalam wadah NKRI. serta
semangat
berkelanjutan
Pengembangan dan pemupukan wawasan
kebangsaan
dan
ini
harus
berkesinambungan,
dilaksanakan
secara
disampaikan
secara
berulang-ulang (repetitif), dan disertai keteladanan yang nyata dari para pemimpinnya guna kian menumbuhkembangkan rasa nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air pada semua lapisan masyarakat, terutama dari kalangan generasi muda. Disamping itu, juga dibutuhkan semangat kebersamaan, kebesaran hati, dan kegotongroyongan dalam memperkokoh rasa saling menghormati dan menghargai intern umat beragama, intra umat beragama, dan antara
umat
beragama
dengan
pemerintah
dalam
suasana
”kekitaan” untuk mengerti, memahami, menyadari, dan menerima adanya perbedaan yang ada. Secara preventif, dampak yang diharapkan
dari
upaya-upaya
tersebut
adalah
agar
dapat
mencegah terjadinya perpecahan antar umat atau menghindari munculnya tindakan kekerasan yang acapkali hadir dalam gejolak atau konflik antar umat beragama maupun antar etnis.
7. Hukum dan Aparatur a) Pemerintahan Umum Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 18, Pemerintah telah menetapkan undangundang yang mengatur tentang Pemerintahan di Daerah yang digunakan
sebagai
dasar
pijakan
dalam
penyelenggaraan
Pemerintah Daerah di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota. Undang-Undang
Nomor
22
Tahun
1999
tentang
Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974
tentang
Pokok-Pokok
Pemerintahan
di
Daerah
merupakan wujud pelaksanaan reformasi di bidang pemerintahan daerah. Perubahan yang sangat signifikan di dalamnya adalah diterapkannya sistem pelaksanaan pemerintahan daerah yang semula bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi. Pada era ini Pemerintah Daerah benar-benar diberi keleluasaan sepenuhnya dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan batas kewenangannya
dalam
bingkai
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia. Pemerintah Kabupaten/Kota diberi keleluasaan dalam mengimplementasikan mendorong
prinsip-prinsip
upaya-upaya
desentralisasi
pemberdayaan
dengan
masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menempatkan Otonomi Daerah secara riil dan seluas-luasnya kepada daerah. Kabupaten dan Kota dalam kedudukannya sebagai Daerah Otonom yang mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Hampir semua kewenangan dapat dilaksanakan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya. Maksud kewenangan bidang lainnya itu meliputi:
kebijakan
pengendalian
tentang
pembangunan
perencanaan
nasional
nasional
dan
makro,
dana
secara
perimbangan keuangan, sistem administrasi negara, pembinaan dan
pemberdayaan
sumber
daya
manusia,
pendayagunaan
sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional. Lebih dari itu, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 juga telah ditegaskan bahwa antara pemerintah Kabupaten dan atau Kota tidak ada lagi hubungan hierarkhis dengan Pemerintah Provinsi, meski Provinsi tetap berkedudukan sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat. Sejalan
dengan
berlangsungnya
reformasi,
pelaksanaan
otonomi terus berjalan sesuai dengan perkembangan jaman, namun dalam rangka menyelaraskan antara undang-undang yang satu dengan undang-undang lainnya dalam perkembangannya Undang-Undang
Nomor
22
Tahun
1999
digantikan
dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Hasilnya secara relatif telah terjadi keselarasan antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan undang-undang lainnya seperti: Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UndangUndang
Nomor
15
Tahun
2004
tentang
Pemeriksaan
Atas
Pengelolaan Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Meskipun undang-undang tentang pemerintahan daerah telah diganti, tetapi pada dasarnya tidak merubah pelaksanaan asas desentralisasi, sehingga Pemerintah Kabupaten/Kota tetap diberi kewenangan penuh sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah yang mengacu pada undang-undang sebelumnya. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana Pemerintah Kota Magelang 20 tahun ke depan dapat menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan kewenangan-kewenangan yang telah diberikan. Dalam kerangka itulah, maka Program Pembangunan Jangka Panjang Kota Magelang harus mampu dipersiapkan dengan format perencanaan pembangunan bidang pemerintahan umum, hukum, dan aparatur sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi, serta mengakomodasikan berbagai kepentingan yang selaras dengan aspirasi masyarakat.
b) Hukum Salah
satu
pemerintahan supremasi
kunci
dan
hukum
keberhasilan
pelayanan yang
pelaksanaan
masyarakat
merupakan
salah
adalah satu
tugas
penegakan pilar
dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Hukum dapat diterapkan sebagaimana mestinya sebagai tempat pijakan bagi seluruh kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Upaya-upaya konkret dalam penegakan supremasi hukum sebagai manifestasi pemulihan kepercayaan masyarakat di Kota Magelang telah ditempuh melalui penyusunan dan penerbitan produk-produk hukum daerah yang aspiratif sesuai kebutuhan daerah serta mengedepankan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM). Upaya tersebut ditunjang pula dengan peningkatan kapasitas dan kualitas kelembagaan serta aparatur hukum dan penyediaan sarana prasarana hukum yang memadai. Pembinaan
hukum
tahun
2000
sampai
tahun
2004
berpedoman pada kebijakan umum bidang hukum sebagaimana tercantum dalam pokok-pokok reformasi pembangunan Kota Magelang Tahun 1999 serta kebijakan bidang hukum yang
tercantum dalam Propeda Kota Magelang Tahun 2002-2005 dan RENSTRA Kota Magelang Tahun 2002-2005. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka pembinaan hukum di Kota Magelang dalam kurun waktu Tahun 2000-2004 adalah : (1) Produk Hukum
berupa Peraturan
Daerah,
Tahun
2000
sebanyak 18 buah, Tahun 2001 sebanyak 22 buah, tahun 2002 sebanyak 17 buah, tahun 2003 sebanyak 21 buah dan tahun 2004 sebanyak 4 buah. (2) Sedangkan
dalam
rangka
peningkatan
SDM
di bidang
teknis perancangan perundang-undangan, tahun 2002 dan 2003 Bagian Hukum telah mengadakan kerja sama dengan Fakultas
Hukum
melaksanakan
Universitas
bimbingan
teknis
Diponegoro
Semarang
perancangan
perundang-
undangan kepada pejabat/staf dilingkungan Pemerintah Kota Magelang dan para Ketua Komisi serta Anggota Komisi A DPRD Kota Magelang. (3) Penyuluhan hukum sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran
masyarakat
terhadap
hukum
(Peraturan
Daerah) sehingga terwujud peningkatan rasa memiliki dari masyarakat terhadap produk hukum yang telah ada. Kegiatan penyuluhan hukum berupa sosialisasi Perda, dan peraturan hukum lainnya serta pembinaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi (JDI) Hukum telah dilaksanakan sejak tahun 2003 sampai tahun 2004. (4) Pemberdayaan
lembaga
hukum
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan kualitas pengetahuan dan wawasan hukum bagi semua penegak hukum yang ada di Kota Magelang melalui koordinasi antar lembaga/instansi daerah, khususnya lembaga penegak
hukum
serta
komunikasi
aktif
antara
legislatif,
eksekutif dan yudikatif di daerah melalui jalur-jalur yang efektif serta mengacu kepada tugas dan fungsinya masing-masing. (5) Koordinasi
aparat
menyamakan
presepsi
penegak
hukum
dalam
rangka
sebagai
upaya
menyelesaikan
kasus/permasalahan hukum yang ada di Pemerintah Kota Magelang. Bagian Hukum telah mengadakan pertemuan rutin
setiap 3 ( tiga ) bulan sekali dengan aparat penegak hukum yang terdiri dari aparat kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Satpol PP, Ikadin dan IPHI serta Kesbanglinmas.
c) Kelembagaan dan Aparatur Salah satu hal yang tidak kalah penting dalam mengelola kewenangan-kewenangan yang dimiliki Pemerintah Kota Magelang adalah masalah kelembagaan, yang merupakan struktur dan wadah dalam mengimplementasikan tugas pokok dan fungsi sesuai kewenangan yang dimilikinya. Pemerintah Kota Magelang memiliki 46 lembaga daerah atau yang biasa dikenal dengan istilah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terdiri dari: - Sekretariat Daerah - Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - Dinas Pekerjaan Umum - Dinas Kesehatan - Dinas Pendidikan - Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan - Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan - Dinas Tenaga Kerja,Transmigrasi dan Sosial - Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika - Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil - Dinas Kebersihan Pertamanan dan Tata Kota - Dinas Pemuda Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata - Dinas Pengelolaan Pasar - Inspektorat - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah - Badan Kepegawaian Daerah - Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Tidar - Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan KB - Badan Pelayanan Perizinan Terpadu - Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat - Kantor Penanaman Modal - Kantor Lingkungan Hidup
- Kantor Satuan Polisi Pamong Praja - Kantor Penelitian, Pengembangan dan Statistik - Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi - Kecamatan Magelang Utara - Kecamatan Magelang Tengah - Kecamatan Magelang Selatan - Kelurahan Jurangombo Utara - Kelurahan Jurangombo Selatan - Kelurahan Rejowinangun Selatan - Kelurahan Magersari - Kelurahan Tidar Utara - Kelurahan Tidar Selatan - Kelurahan Wates - Kelurahan Potrobangsan - Kelurahan Kedungsari - Kelurahan Kramat Utara - Kelurahan Kramat Selatan - Kelurahan Kemirirejo - Kelurahan Cacaban - Kelurahan Rejowinangun Utara - Kelurahan Magelang - Kelurahan Panjang - Kelurahan Gelangan Lembaga-lembaga tersebut dibentuk berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Hasil-hasil penataan kelembagaan Kota Magelang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah sebagai berikut : (1) Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Magelang. (2) Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan, Daerah.
Kedudukan
dan
Tugas
Pokok
Organisasi Dinas
(3) Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Lembaga Teknis Daerah, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja. (4) Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Kecamatan dan Kelurahan. Perkembangan
fenomena
sosial
politik
pada
saat
ini
menunjukkan bahwa secara umum semangat reformasi telah membawa bangsa Indonesia pada suasana kehidupan yang sarat dengan harapan. Pada tataran awal, tuntutan reformasi tertuju pada aparatur pemerintah. Rakyat mengharapkan terwujudnya good governance dengan dukungan aparatur pemerintah yang profesional, responsif, dan bersih dari KKN. Mereka cukup paham bahwa pemerintahan yang baik itu antara lain dapat terwujud melalui
kebijakan
desentralisasi,
yang
intinya
mengarahkan
kepada pemberdayaan dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan untuk berperan serta dalam proses penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya peningkatan kesejahteraan rakyat. Pada realitasnya, berbagai tuntutan itu tidaklah mungkin serta merta dapat terwujud. Banyak langkah yang mesti direncanakan, dilakukan, dan dinilai secara sistimatis dan konsisten. Dalam konteks ini, penataan sumber daya aparatur menjadi hal yang sangat penting dilakukan, terlebih lagi di era yang sarat akan tuntutan keterbukaan (transparansi) dan akuntabel seperti saat ini. Penataan sumber daya aparatur yang profesional dalam manajemen otonomi daerah merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. Reformasi di bidang administrasi pemerintahan mengharapkan hadirnya pemerintahan yang lebih berkualitas dan mampu
mengemban
fungsi-fungsi
pelayanan
publik,
pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi. Apabila dikaji secara lebih cermat, manajemen otonomi daerah yang luas dan utuh tidak saja bermakna sebagai peluang, tetapi juga tantangan bagi pemerintah daerah dan masyarakatnya.
Otonomi daerah memang memberi kesempatan yang besar kepada pemerintah daerah dan masyarakatnya untuk mengatur, melayani, dan memenuhi kebutuhan mereka dalam rangka hidup bermasyarakat dan berpemerintahan. Namun demikian, sejumlah kewenangan yang diberikan oleh pemerintah tidak bisa begitu saja dapat dialihkan kepada masyarakat daerah. Untuk dapat bermakna positif bagi kehidupan masyarakat, otonomi daerah mensyaratkan terbentuknya sejumlah kondisi kelembagaan
yang
responsif
dalam
mengelola
kewenangan-
kewenangan daerah yang dimiliki. Selain itu juga didukung oleh aparatur yang terampil serta masyarakat yang siap serta kreatif dalam
memanfatkan
sebabnya,
maka
peluang-peluang
penyerahan
yang
kewenangan
terbuka. ke
Itulah
daerah
tetap
berprinsip kepada koridor-koridor yang ada dan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, kemampuan, dan kemanfaatannya. Dalam
konteks
ini,
faktor
kunci
yang
utama
adalah
profesionalisme aparatur. Keberhasilan manajemen otonomi daerah menuntut perlunya peningkatan kapasitas dan etos kerja yang tinggi dari para pelaksananya. Dengan itu maka sudah seharusnya pemerintah daerah mengupayakan tersedia dan terciptanya aparatur yang profesional, baik dalam arti kapabilitas
maupun dalam
arti
integritas, moralitas dan etika yang tinggi dalam praktik sehariharinya. Aparatur pemerintah daerah merupakan salah satu aset daerah
yang
setiap
saat
selalu
harus
diberdayakan
serta
ditingkatkan baik dari segi kemampuan, moralitas, etika, maupun budaya kerjanya. Tujuannya adalah agar dapat merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah sehingga pada gilirannya akan mampu mengemban tujuan negara pada umumnya dan tujuan daerah pada khususnya, yakni peningkatan kesejahteraan dan kualitas taraf hidup masyarakat sesuai dengan cita-cita yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah Kota Magelang, yang merupakan Kota terkecil di Indonesia, pada tahun 2006 tercatat memiliki 4.046 personil PNS yang terdistribusi di sejumlah 29 SKPD. Sejumlah 4.046 personil
PNS ini merupakan salah satu aset pemerintah daerah yang kesehariannya mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan roda
pemerintahan
daerah,
pembangunan
dan
melayani
masyarakat sesuai dengan bidang dan kompetensinya masingmasing. Dalam rangka peningkatan kualitas dan profesionalisme SDM aparatur pemerintah, telah dilaksanakan berbagai pelatihan baik yang
bersifat
struktural,
penyelenggaraannya
fungsional
dilakukan
secara
maupun
teknis
mandiri
atau
yang melalui
pengiriman peserta pada tingkat provinsi / pusat. Dalam aplikasi selanjutnya, terhadap SDM aparatur yang telah dibekali
dengan
berbagai
ketrampilan
tersebut
selanjutnya
disamping diadakan langkah-langkah pengendalian juga perlu dilkukan peningkatan pengawasan yang efektif dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini guna mendukung terciptanya aparatur yang bersih. Adapun langkahlangkah yang telah dilaksanakan dalam rangka pengawasan aparatur
selama
ini
adalah
pembinaan
pegawai/peningkatan
disiplin pegawai dengan mengedepankan etika, moral dan etos kerja yang tinggi terhadap setiap individu aparatur. Untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif dan dalam rangka menunjang peningkatan kualitas aparatur, juga telah dibarengi dengan penyediaan sarana dan prasarana kerja sesuai dengan kebutuhan dan tentunya sebatas kemampuan keuangan daerah. Dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan diperlukan adanya kelembagaan yang kokoh dan optimal terhadap fungsi-fungsi dan hubungan antar instansi pemerintah. Pemerintah Kota Magelang melalui program tahunannya secara berkelanjutan dan insidentil telah melaksanakan kegiatan koordinasi mulai dari tingkat pimpinan daerah hingga tingkat jajaran
dibawahnya.
Dengan
mendasarkan
pada
Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah, telah diselenggarakan rapat koordinasi MUSPIDA (plus) Kota Magelang yang anggotanya terdiri dari
Walikota Magelang, Kapolresta Magelang, Komandan Kodim 0705 Magelang,
Kepala
Pengadilan
Negeri
Kejaksaan Kota
Negeri
Magelang,
Kota dan
Magelang,
Ketua
Ketua
DPRD
Kota
Magelang. Rakor MUSPIDA (plus) merupakan forum kerjasama dan konsolidasi untuk saling tukar menukar informasi mengenai berbagai
masalah
yang
membutuhkan
penanganan
secara
koordinatif, materi yang dibahas antara lain meliputi masalah stabilitas politik di Kota Magelang, keamanan, ketertiban dan ketentraman, sosial kemasyarakatan dan berbagai masalah aktual lainnya. Ditingkat Legislatif terdapat wadah koordinasi yaitu Forum Komunikasi Legislatif Daerah (FORKOMLEGEDA) yang berfungsi membina hubungan, menyamakan persepsi dan menyerasikan kebijakan serta sebagai forum untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Forum ini diadakan secara insidentil guna menyikapi berbagai masalah strategis yang membutuhkan langkah pemecahan secara koordinatif, untuk tingkat nasional koordinasi antar DPRD se Indonesia diwadahi dalam forum Asosiasi DPRD Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI). Dalam Pemerintah
tingkat Kota
hubungan
Magelang
antar
sudah
pemerintah
tercatat
sebagai
daerah, anggota
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Organisasi ini merupakan wahana koordinasi antar pemerintah kota di seluruh Indonesia dengan orientasi utama untuk menyamakan presepsi tentang pelaksanaan otonomi daerah dan sekaligus sebagai media koordinasi dengan Pemerintah Pusat. Disamping berbagai bentuk koordinasi tersebut di atas, Pemerintah Kota Magelang secara rutin juga telah melaksanakan langkah-langkah koordinasi yang meliputi koordinasi perencanaan pembangunan, koordinasi laporan pembangunan serta koordinasi pengawasan pembangunan, hal tersebut sebagai upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan sehingga hasilnya dapat tercapai secara optimal.
8. Wilayah dan Tata Ruang
a) Tata Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang disusun untuk mengantisipasi
kecenderungan
perkembangan
kota
dengan
memberikan arah dan pedoman bagi pengembangan kota. Dengan demikian tujuan penataan ruang Kota Magelang adalah agar supaya kegiatan-kegiatan masyarakat perkotaan dapat tertata sesuai peruntukannya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyusunan rencana tata ruang kota didasarkan pada kondisi yang akan dicapai bagi Kota Magelang, yaitu pada dasarnya menjadikan Magelang untuk mampu mengemban peran dan fungsi sebagai kota jasa, dengan penekanan pada jasa pendidikan, jasa kesehatan dan jasa perekonomian. Peran rencana tata ruang dengan demikian sangat terkait dengan pengembangan suatu wilayah. Wilayah-wilayah yang akan dikembangkan disusun dalam skenario pengembangan wilayah dan diakomodasi didalam rencana tata ruang wilayah. Saat ini penataan ruang dan pengembangan wilayah di Kota Magelang didasarkan pada rencana tata ruang Kota Magelang yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Magelang.
Rencana
tata
ruang
tersebut
mengatur
arah
pengembangan Kota Magelang dalam 4 wilayah pengembangan yaitu
4
Bagian
Wilayah
Kota
(BWK).
Masing-masing
BWK
mengemban arah pengembangan kegiatan, yaitu BWK I atau Pusat
Kota
adalah
sebagai kawasan
yang
diarahkan
untuk
mewadahi kegiatan jasa, perdagangan; BWK II untuk mewadahi kegiatan pendidikan, rekreasi dan olah raga; BWK III sebagai pusat pengembangan kegiatan pariwisata kota sedangkan BWK IV lebih
diarahkan
untuk
mewadahi
pengembangan
kegiatan
perdagangan, perhubungan dan jasa. Penetapan BWK yang masing-masing mewadahi kegiatan tertentu tersebut ditujukan untuk mengarahkan pengembangan Kota Magelang, di mana pada dasarnya adalah mengembangkan dan meratakan keramaian kota kesemua sudut kota. Itu dilakukan untuk mengantisipasi konsentrasi pengembangan kegiatan pada pusat-pusat kegiatan ekonomi kota yang selama ini masih terpusat
pada kawasan pusat kota saja. Apabila kondisi ini dibiarkan terusmenerus
diperkirakan
kelak
akan
terjadi
ketidakseimbangan
pertumbuhan kegiatan dan ketidakmerataan distribusi sarana dan prasarana kota. Untuk menyebarkan keramaian kota maka sejak tahun 2001 telah disusun skenario pengembangan kota dengan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru perekonomian kota, yang meliputi pengembangan: Kawasan Sidotopo, Kawasan GOR Samapta, Kawasan Kebonpolo, Kawasan Soekarno-Hatta, Kawasan Taman Kyai Langgeng, Kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar. Kawasan-kawasan
tersebut
dikembangkan
berdasarkan
arah
pengembangan dalam rencana tata ruang. Tahap pengembangan kawasan-kawasan itu pada umumnya masih dalam tahap awal pengembangan melalui pembangunan beberapa jaringan infrastruktur yang dipadukan dengan upayaupaya untuk menarik penanam modal. Dalam pengembangan kawasan ini diperkirakan yang kurang diminati penanam modal adalah
Kawasan
GOR
Samapta.
Oleh
karena
itu
dalam
mengembangkan kawasan itu harus dipacu dengan pengalokasian anggaran yang memadai dari daerah. Pada aspek penataan ruang, Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 1999 akan berakhir pada tahun 2008, dan saat ini sedang dilakukan revisi penyusunan rencana tata ruang yang mendasari penyusunan
peraturan
daerah
baru
yang
akan
mengganti
peraturan daerah tentang penataan ruang yang tengah berlaku saat ini. Revisi rencana tata ruang dilakukan selain disebabkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1999 akan berakhir pada tahun 2008, juga dikarenakan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Maka dari itu bagi Kabupaten dan Kota harus segera menyusun revisi rencana tata ruang agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan pokok yang diamanatkan dalam undang-undang penataan ruang. Perencanaan tata ruang suatu daerah tidak bisa terlepas dari perencanaan tata ruang daerah disekitarnya, serta perencanaan tata ruang yang disusun oleh pemerintah daerah tingkat atasnya. Dalam membahas rencana tata ruang Kota Magelang, selain
mengacu pada rencana tata ruang yang disusun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, juga memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dan diprediksi akan terjadi pada wilayah-wilayah sekitar Kota Magelang. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah, Kota Magelang diidentifikasikan sebagai suatu kawasan cepat tumbuh.
Hal
memberikan
itu
berarti
pelayanan
Kota bagi
Magelang
dipandang
wilayah-wilayah
mampu
disekitarnya.
Pelayanan yang mampu diberikan oleh Kota Magelang adalah didukung dengan kelengkapan fasilitas pelayanan dasar, yang terutama meliputi pelayanan bidang pendidikan, kesehatan dan perdagangan. Disamping itu, dan seiring dengan pengembangan bidang kepariwisataan, pelayanan jasa akomodasi pariwisata telah cukup berkembang dan mampu memberikan pelayanan yang memadai. Dengan peran dan fungsi yang mampu diemban oleh Kota
Magelang
sebagai
pusat
pelayanan
bagi
kawasan
disekitarnya, maka pertumbuhan Kota Magelang akan lebih cepat dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Selain itu, Kota Magelang juga termasuk dalam Kawasan Kerjasama Strategis dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yang secara khusus termasuk dalam Kawasan Purwomanggung, yaitu suatu kawasan yang mewadahi kerja sama antara wilayah Kabupaten Purworejo, Wonosobo, Magelang, Temanggung dan Kota
Magelang.
Magelang
untuk
Hal
ini
memberikan
meningkatkan
peran
peluang dan
kepada
fungsinya
Kota dalam
melayani kawasan sekitarnya, yang akan memberikan dampak positip
bagi
pertumbuhan
ekonomi
Kota
Magelang.
Dengan
demikian pengembangan kawasan-kawasan strategis di Kota Magelang
harus
disiapkan
dan
diarahkan
agar
mampu
memberikan kontribusi yang positip bagi pertumbuhan ekonomi kota.
b) Wilayah Dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang disusun
untuk mengarahkan dan memfasilitasi pemanfaatan ruang kota yang diperhitungkan terhadap: (1) Prediksi kebutuhan penduduk pada akhir tahun perencanaan; (2) Sumber
daya
yang
dimiliki
untuk
dapat
dioptimalkan
pemanfaatannya; (3) Ancaman
yang
harus
diatasi
dan
peluang
yang
harus
dimanfaatkan; (4) Kebijakan pengembangan kota. Guna mengoptimalkan pengembangan kawasan perkotaan; memudahkan pengelolaan
kawasan perkotaan;
meningkatkan
fungsi pelayanan, serta untuk menentukan kawasan-kawasan yang akan dilakukan perencanaan secara lebih rinci, maka kawasan
perkotaan
di
Kota
Magelang
dilakukan
pembagian
wilayah kota kedalam unit-unit lingkungan atau kedalam kawasan fungsional yang lebih kecil. Unit lingkungan perkotaan yang lebih kecil tersebut dikenal sebagai Bagian Wilayah Kota (BWK). Bagian Wilayah Kota merupakan sub wilayah pembangunan di
Kota
Magelang
dan
mewadahi
kegiatan
dominan
yang
direncanakan. Dalam rencana tata ruang kota Magelang terdapat 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK), dimana masing-masing BWK mewadahi kegiatan tertentu sesuai dengan arahan perkembangan kota yang telah disusun. Masing-masing BWK kemudian dibuat Sub BWK (SBWK) yang merupakan Blok Peruntukan Kawasan. Kelima
BWK
tersebut
diarahkan
untuk
mewadahi
kegiatan-
kegiatan: (1) BWK I atau Bagian Wilayah Pusat Kota, seluas + 260,2 hektare terdiri dari 8 SBWK, dan berfungsi sebagai kawasan yang mewadahi kegiatan perkotaan, dengan karekateristik kegiatan sebagai pusat pelayanan sosial-ekonomi skala kota, rekreasi/wisata
perkotaan,
dan
permukiman
dengan
kepadatan tinggi. Karakteristik BWK Pusat Kota adalah lokasi di tengah wilayah kota dan mempunyai daya jangkau yang relatif merata dari semua sudut kota. Fasilitas pelayanan dasar, khususnya fasilitas ekonomi dan sosial kota, tersedia dan tersebar cukup merata di BWK I. Kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan sangat tinggi, sehingga dimasa yang
akan datang harus diantisipasi dalam pola pemanfaatan lahan secara
vertikal.
Areal
Kelurahan Panjang wilayah
BWK
I
meliputi
seluruh
dan Rejowinangun Selatan;
Kelurahan
Rejowinangun
Utara;
wilayah sebagian
Magersari;
Kemirirejo; Cacaban; Magelang dan Gelangan. (2) BWK II, seluas + 464,7 hektare terdiri dari 8 SBWK dengan konsentrasi kegiatan permukiman, pendidikan tinggi, dan militer. Pada beberapa simpul lokasi di BWK II, terutama kawasan-kawasan
yang
bersinggungan
langsung
dengan
kawasan pusat kota harus diantisipasi perkembangan fasilias perdagangan dengan skala pelayanan lokal dan regional. Areal BWK II meliputi seluruh wilayah Kelurahan Potrobangsan; sebagian wilayah Kelurahan Wates; Gelangan; Cacaban dan Magelang. (3) BWK III, seluas + 386,6 hektare mempunyai 6 SBWK, dengan
pengembangan
dan
pemanfaatan
ruang
sebagai
kawasan rekreasi kota/wisata alam skala regional, pelestarian alam, pendidikan militer dan permukiman dengan kepadatan rendah.
Kawasan
perkotaan
dipertahankan rasio
pada
antara ruang
BWK
III
harus
terbangun dan ruang
terbuka hijau. Prediksi pemanfaatan lahan dimasa depan tidak begitu banyak bergeser dari alokasi lahan saat ini. Sedangkan pengembangan bidang kepariwisataan sangat potensial untuk diarahkan di kawasan BWK III tersebut. Gunung Tidar yang merupakan hutan lindung kota berlokasi di BWK III. Kekuatan pasar akan mendesak penggunaan lahan Gunung Tidar atau sebagian lahan gunung tersebut untuk kegiatan ekonomi. Dengan demikian dibutuhkan suatu aturan hukum yang kuat untuk menjaga kelestarian alam di kawasan tersebut. Areal BWK III meliputi seluruh wilayah Kelurahan Jurangombo Utara dan
Jurangombo
Selatan;
sebagian
wilayah
Kelurahan
Magersari dan Kemirirejo. (4) BWK IV, seluas + 334,9 hektare direncanakan terdiri dari 5 SBWK, sebagai kawasan pusat pemerintahan, industri kecil dan menengah, simpul pergerakan barang, jasa dan orang, serta permukiman kepadatan rendah. Pada BWK IV terdapat
kawasan
Soekarno-Hatta,
yang
sangat
potensial
untuk
mewadahi kegiatan perdagangan skala menengah dan besar. Hal itu didukung oleh keberadaan Terminal Tidar di kawasan tersebut. Peningkatan kegiatan perdagangan di BWK IV dimasa yang akan datang akan menjadi dominan, terutama dengan berkembangnya Kawasan Soekarno-Hatta; Kawasan Canguk, serta berkembangnya Kawasan Mertoyudan, yang berada di wilayah Kabupaten Magelang sebagai kawasan perkotaan
dengan
dominasi
kegiatan
perdagangan
dan
perkantoran. Pada BWK IV ini terdapat simpul-simpul kawasan yang merupakan gerbang pintu masuk kota dari arah selatan dan timur. Sehingga penataan ruang pada kawasan tersebut memerlukan prioritas yang harus dilaksanakan dalam rangka menjaga kualitas ruang kota. Areal BWK IV meliputi seluruh wilayah Kelurahan Tidar Utara; Tidar Selatan serta sebagian wilayah Kelurahan Magersari; Rejowinangun Utara dan Wates. (5) BWK V, seluas + 365,6 hektare dan terdiri dari 7 SBWK, sebagai kawasan olah raga dan rekreasi skala kota, pusat pelayanan sosial-ekonomi skala lingkungan dan permukiman kepadatan menengah. Kawasan Sidotopo yang berlokasi di BWK V, akan berkembang sebagai salah satu kawasan yang mengampu kegiatan ekonomi kota. Sedangkan Kawasan GOR Samapta berkembang sebagai pusat kegiatan olah raga dan rekreasi kota.
Areal BWK
V
meliputi seluruh wilayah
Kelurahan Kramat Utara; Kramat Selatan dan Kedungsari. (6) Pembagian kawasan perencanaan dalam BWK merupakan skenario yang bersifat makro, sedangkan pola pemanfaatan lahan perkotaan sudah merujuk pada pewadahan kegiatan yang direncanakan sampai tahun 2026. Kinerja penataan ruang di suatu daerah ditunjukkan dengan ketersediaan dokumen rencana tata ruang, sumber daya manusia yang memahami rencana tata ruang, serta penyelenggaraan penataan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang meliputi aspek pembinaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan. Saat ini di Kota Magelang telah terbentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang merupakan sebuah lembaga yang bersifat
koordinatif dan melibatkan berbagai dinas/instansi yang terkait dengan
penataan
ruang.
Kinerja
lembaga
tersebut
sangat
ditentukan oleh kinerja sekretariat dan kelompok kerja yang ada didalamnya. Dalam lembaga tersebut terdapat 2 kelompok kerja (pokja)
yaitu
Pokja
Perencanaan
Tata
Ruang
dan
Pokja
Pemanfaatan dan Pengendalian Tata Ruang. Dalam hal ketersediaan dokumen rencana tata ruang saat ini di Kota Magelang sudah tersusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang dan beberapa rencana dengan kedalaman rencana teknis yang meliputi: Rencana Teknis Pengembangan Kawasan Soekarno-Hatta;
Rencana
Teknis
Bangunan
dan
Lingkungan
Kawasan Pecinan; Studi Kelayakan Kawasan GOR Samapta dan Kawasan Sidotopo. Dokumen-dokumen tersebut sangat membantu dalam memberikan acuan bagi pengembangan kawasan yang direncanakan.
c) Pertanahan Laju
penggunaan
lahan
terbangun
di
Kota
Magelang
mempunyai kecenderungan meningkat khususnya untuk jenis guna lahan perumahan permukiman, dari total lahan terbangun seluas 1.485,92 ha lebih dari 50%
merupakan lahan perumahan
permukiman dan untuk jasa, perusahaan atau industri sekitar 23% lainnya
merupakan
penggunaan
lahan
prasarana baru
untuk
perkotaan.
Pola
permukiman
sebaran
lebih
banyak
mengikuti pola sebaran permukiman lama, sedang untuk jasa, perusahaan atau industri lebih cenderung mengikuti pola jaringan jalan utama pada lapis pertama. Dengan keterbatasan sumber daya tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Magelang, dihadapkan pada kendala dalam pemanfaatan
lahan
oleh
masyarakat
maka
perlu
dilakukan
pembatasan dan pengaturan dalam tata guna lahan, sehingga penggunaan lahan akan sesuai dengan peruntukannya. Dari luas lahan Kota Magelang sekitar 1.812 Ha kurang lebih 1.504
ha
atau
80%
dari
luas
wilayah
telah
bersertifikat
(HGB/HP/HM) dan sekitar 70 % dari lahan tersebut digunakan untuk
perumahan
permukiman.
Kepemilikan
lahan
oleh
masyarakat diperkotaan yang didasarkan pada luasan dan lokasi yang strategis masih didominasi oleh kepemilikan modal yang kuat, sehingga masyakat yang hanya mempunyai modal terbatas makin
tersingkir
kepinggiran
yang
berakibat
munculnya
permukiman yang kumuh (slum area) di wilayah-wilayah padat Kota Magelang.
9. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Sumber daya alam dan lingkungan hidup mempunyai peran ganda yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource base economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Sumber daya alam dibedakan menjadi sumber daya alam hayati (biotik) dan sumber daya alam non hayati (abiotik). Sedangkan
berdasarkan
ketersediaannya,
sumber
daya
alam
dibedakan menjadi sumber daya terbaharukan dan sumber daya alam tidak terbaharukan. Kota Magelang dengan luas wilayah yang terbatas yaitu hanya 18,12 km2 atau 1.812 Ha, dengan demikian dapat dikatakan potensi sumber daya alam yang dimiliki relatif sangat kecil.
a) Hutan. Hutan
sebagai
salah
satu
sumber
daya
alam
biotik
mempunyai multifungsi yaitu sebagai pencegah banjir, menyerap CO2, mengatur tata air dan sebagai penahan erosi. Luas hutan yang dimiliki Kota Magelang belum memenuhi ketentuan seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan yaitu sebesar 30% dari luas wilayah. Saat ini, luas hutan di Kota Magelang adalah 99,56 Ha atau 5,49% dari luas wilayah. Mengingat keterbatasan lahan yang dimiliki Pemerintah Kota Magelang, maka untuk memenuhi luas hutan sebesar 30% dari luas wilayah tentu akan dijumpai banyak permasalahan yang akan dihadapi. Hutan yang ada di Kota Magelang berupa taman wisata dan hutan lindung. Taman Kyai Langgeng sebagai taman wisata dengan luas 25,82 Ha memiliki kekayaan tanaman langka, sedangkan hutan lindung berada di Gunung Tidar dengan luas 73,74 Ha yang juga berperan sebagai
paru-paru kota dan penahan erosi. Disamping itu masih terdapat ruang terbuka hijau berupa areal sempadan aliran Sungai Elo dan Sungai Progo dengan luas 115,7 Ha, lapangan, dan taman-taman kota.
b) Sumber Daya Air Sumber daya air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Potensi sumber daya air yang dimiliki Kota Magelang terdiri dari air hujan, air permukaan dan air tanah. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk Kota Magelang sebagian besar dipasok dari sumber mata air yang berada di wilayah Kabupaten Magelang. Pada saat ini Pemerintah Kota Magelang berupaya mengurangi ketergantungan dengan mengelola dan memanfaatkan sumber air yang berasal dari wilayah Kota Magelang sendiri yaitu mata air Tuk Pecah yang terletak di tepi Sungai Elo dengan perkiraan debit aliran air mencapai ± 224 liter/ detik.
c) Lingkungan Hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lainnya. Dengan demikian
lingkungan
hidup
merupakan
bagian
integral
dari
ekosistem yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Setiap aktifitas kehidupan berpengaruh terhadap keadaan lingkungan hidup
termasuk
diantaranya
adalah
timbulnya
dampak
pencemaran baik udara, air maupun tanah. Lingkungan hidup saat ini merupakan salah satu isu yang sangat krusial karena salah satu tujuan pembangunan abad milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) 2015 adalah perbaikan lingkungan. Secara umum kualitas udara di Kota Magelang berdasarkan hasil pengujian dan pemantauan kualitas udara ambient pada tahun 2004, umumnya masih di bawah mutu udara ambient, tetapi untuk parameter debu dan kebisingan hampir mendekati
baku
mutu
ambient.
Sedangkan
untuk
kualitas
air
sungai
berdasarkan hasil pengujian laboratorium menunjukkan hampir semua parameter melebihi baku mutu yang ditetapkan. Sumbersumber pencemaran di Kota Magelang berasal dari industri, aktifitas
rumah
tangga
(sumber
domestik),
fasilitas
umum,
pembakaran sampah, sumber yang bergerak seperti transportasi serta dari pertanian dalam arti yang luas.
d) Pengelolaan Sampah Pengelolaan
persampahan
di
Kota
Magelang
belum
dilaksanakan secara efektif baik di hulu maupun di hilir, utamanya dalam proses pengangkutan. Masyarakat sebagai produsen sampah belum berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan. Proses pengangkutan sampah belum optimal, demikian pula dengan penimbunan sampah di TPA masih menggunakan metode Open Dumping. Besarnya timbulan volume sampah yang dihasilkan penduduk Kota Magelang adalah 354 m3/hari, sebagian besar dibuang ke TPA Banyuurip yang terletak di wilayah Kabupaten Magelang dengan luas 6,8 Ha.
B. TANTANGAN 1. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama a) Kehidupan beragama Untuk
bidang
keagamaan,
meskipun
secara
umum
permasalahan agama lebih menyangkut masalah pribadi (private) tetapi dalam konteks penegakan etika publik yang berkaitan dengan peningkatan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan agama dalam kehidupan masyarakat (termasuk dalam hal ini penyelenggaraan pemerintahan) tidak dapat dipungkiri bahwa tantangan terberatnya adalah menyelaraskan dan menyerasikan antara nilai-nilai ajaran agama dengan praktik riil atau amalan dalam kehidupan seharí-hari. Karena agama merupakan pondasi kehidupan serta alat kontrol nurani yang esensial dalam proses pengambilan kebijakan, maka dalam upaya mengaktualisasikan nilai-nilai tekstual menjadi sesuatu yang kontekstual sangat
diperlukan keteladanan dari para pemimpin pada semua lini. Pemimpin adalah panutan dan pamong bagi rakyatnya. Pemimpin yang baik sudah pasti tidak akan memanfaatkan kekuasaannya hanya demi kepentingan dirinya sendiri, tetapi senantiasa akan mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Tantangan lainnya dalam pembangunan kehidupan beragama adalah memperkuat jaringan kerja sama dan koordinasi antar umat
beragama
terutama
ketika
dihadapkan
dengan
permasalahan-permasalahan sensitif sebagai pengaruh negatif dari globalisasi ataupun isu-isu yang mendiskreditkan salah satu agama yang dapat mengakibatkan terganggunya kerukunan antar umat beragama. Keterbatasan kewenangan pemerintah daerah dalam urusan pembangunan bidang agama menjadi tantangan tersendiri untuk memperkokoh jalinan kerjasama dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan, khususnya para tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi keagamaan, ormas, dan pemimpin informal lainnya dalam suasana interaksi yang dialogis dan saling menghargai adanya perbedaan antar satu agama dengan yang lain.
b) Kependudukan Pada aspek kependudukan, dalam kurun waktu 20 tahun yang akan datang diperkirakan Kota Magelang akan menghadapi tantangan
laju
pertumbuhan
mengalami
peningkatan.
disebabkan
oleh
penduduk
Peningkatan
peningkatan
angka
yang
cenderung
tersebut
bukan
saja
kelahiran
tetapi
juga
peningkatan jumlah penduduk yang disebabkan oleh migrasi yang tidak dapat dihindari dalam bentuk arus urbanisasi sebagai dampak
dari
interaksi
desa-kota.
Kondisi
ini
membawa
konsekuensi bagi pemerintah untuk memberikan perhatian lebih terhadap pembangunan di semua bidang baik fisik maupun non fisik termasuk peningkatan kualitas SDM agar mandiri dan berdaya
saing
sebagai
langkah
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Selain tantangan laju perkembangan penduduk,
pada
konteks
administrasi
kependudukan
masih
dihadapkan dengan tantangan yang berupa: masih rendahnya
kesadaran penduduk terhadap kepentingan kepemilikan identitas diri dan keluarga, dan belum optimalnya kualitas pelayanan kependudukan.
c) Indeks Pembangunan Manusia Pembangunan yang berkelanjutan dalam era globalisasi akan meningkatkan kecerdasan dan taraf hidup sehingga diharapkan akan merangsang tumbuhkembangnya kemandirian masyarakat untuk berkiprah dalam proses penyelenggaran pembangunan. Kiprah itu dapat berbentuk partisipasi aktif, sumbang saran, tuntutan transparan dalam pelaksanaan pembangunan, dan sebagainya. Untuk merespons dinamika kehidupan masyarakat tersebut diperlukan kesigapan dan daya tanggap dari aparatur pemerintah
melalui
mekanisme
kelembagaan
yang
mampu
menyerap aspirasi dan aksi budaya serta kreatifitas dan inovasi sosial budaya yang mengemuka. Dukungan aparat yang mantap, bersih, dan berwibawa serta pemanfaatan sarana prasarana dan teknologi
tanpa
mengesampingkan
kearifan
budaya
lokal
diperlukan guna mewujudkan karakteristik warga kota yang berjati diri dengan sistem yang berakar modern dan unggul namun
tetap
mempertahankan
pentingnya
budaya
gotong-
royong. Namun demikian, permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin kompleks
dan berkembang sebagai akibat dari
dampak beratnya beban hidup dan kebutuhan ekonomi yang harus ditanggung, utamanya lapisan masyarakat menengah ke bawah, memunculkan berbagai tantangan dalam pembangunan bidang sosial budaya. Tantangan-tantangan itu dapat disebutkan antara lain: (1) Derasnya arus informasi di era globalisasi sebagai akibat kemajuan teknologi informasi tidak jarang justru membentuk kisi-kisi negatif pada psikologi sosial yang menstimulasi munculnya gaya hidup konsumerisme dan hedonisme. Sikap dan perilaku ini seringkali cenderung mengabaikan atau bahkan “meruntuhkan” sendi-sendi nilai kebersamaan dan kegotongroyongan yang selama ini telah terbangun dalam mekanisme kehidupan bermasyarakat. Di sisi lain, jejasan
tuntutan kebutuhan dan keinginan yang tinggi tanpa dibekali dengan kesadaran akan kemampuan yang dimilikinya pada perkembangannya kejiwaan
yang
munculnya
menyebabkan dampak
gejala
stres
disorientasi
secara
berakibat
kepada
negatifnya dan
dipresi
dalam
kehidupan
masyarakat. (2) Kecenderungan memudarnya sistem nilai sosial budaya sebagai pranata utama pembentukan sikap dan perilaku masyarakat, serta penerapan nilai-nilai kebebasan yang berlebihan bersamaan dengan bergulirnya era reformasi membawa masyarakat
implikasi
kepada
terhadap
timbulnya
ketentuan
kekurangpatuhan
yang
berlaku.
Ini
mengakibatkan adanya kecenderungan kekurangteraturan dalam kehidupan masyarakat (social disorder). Disamping itu,
kecenderungan
terjadinya
disharmoni
sosial
yang
mengarah kepada disintegrasi sosial akibat mengentalnya perbedaan kepentingan dan perbedaan afiliasi politik, pada titik tertentu dapat meniadakan kepedulian dan peran aktif masyarakat dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat.
Akibatnya
partisipasi
masyarakat
dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan sosial dalam kehidupan bersama tidak terpupuk dengan baik. Lebih dari itu, peran kalangan swasta juga belum tumbuh dengan subur melalui kegiatan-kegiatan filantropi (kedermawanan sosial) dalam mekanisme tanggung jawab sosial dunia usaha (corporate social responsibility). (3) Rendahnya kapasitas dan ketrampilan masyarakat dalam mendayagunakan
sumber
daya
secara
mandiri
dan
berkelanjutan berimbas kepada kurang kuatnya tekad dan semangat
untuk
memanfaatkan,
memelihara
dan
mengembangkan prasarana dan sarana yang sudah tersedia. Mentalitas dan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) serta etos kerja yang belum terbangkitkan dan terbina dalam wujud
struktur
kerangka
berpikir
manajerial
yang
berorientasi kepada capaian peningkatan produktivitas kerja yang tinggi berimbas pada rendahnya daya juang untuk mandiri, sehingga sikap mental menggantungkan diri pada
yang lain baik yang bersifat individu maupun kelembagaan masih sulit untuk dihilangkan. (4) Belum optimal dan terfokusnya kepedulian serta pemerintah
terhadap
upaya-upaya
perhatian
mempertahankan
kelestarian berbagai bentuk pelayanan kesejahteraan sosial berbasis masyarakat yang selama ini telah dilaksanakan dalam tradisi kemasyarakatan, seperti: arisan, pengumpulan beras perelak/jimpitan, pembuatan lumbung pangan, usaha simpan pinjam sampai mekanisme rotasi kerja secara gotong royong, sambatan, gugur gunung, dan sebagainya. Berbagai bentuk itu merupakan mekanisme pertahanan hidup secara informal dan tradisional, yang dilaksanakan oleh warga masyarakat sebagai wujud kepedulian terhadap sesama warga. Pendekatan yang menggunakan mekanisme tradisi lokal tersebut, ternyata telah dipakai sebagai cara yang cukup handal oleh kelompok-kelompok miskin dan marginal sehingga
membuktikan
bahwa
mereka
mempunyai
kemampuan dasar untuk membangun dan mempertahanakan dirinya
sendiri.
Hal
ini
berarti
bahwa
pelayanan
kesejahteraan sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan. (5) Dengan
potensi
berlebihan
dan
apabila
menjadi
pusat
regional
dan
ke
pilihan
daya
dukung
depannya layanan
memperkuat
yang
Kota jasa
ada
tidaklah
Magelang
pendidikan
branchmark
Kota
dapat tingkat
Magelang
sebagai kota jasa pendidikan yang mampu menjadi daya tarik utama bagi warga di wilayah hinterlandnya.
d) Kesehatan Di bidang kesehatan, secara umum tantangan yang dihadapi adalah
lebih
mengefektifkan
dan
mengefisiensikan
sistem
kesehatan daerah yang merupakan tatanan yang menghimpun berbagai upaya pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta di daerah
yang
menjamin
secara
terpadu
tercapainya
dan
kesehatan
saling
mendukung
guna
yang
setinggi-tingginya.
Adapun cakupannya meliputi: upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sediaan obat dan perbekalan
kesehatan,
pemberdayaan
masyarakat,
dan
manajemen kesehatan. Sedangkan spesifikasi tantangan yang dihadapi antara lain: (1) Belum
semua
unsur
derajat
kesehatan
menunjukkan
kemajuan dari tahun ke tahun dengan kasus-kasus yang selalu terjadi pada masing-masing unsur tersebut. (2) Meningkatkan fokus sasarannya melalui penyediaan layanan kesehatan yang bermutu dengan harga yang terjangkau serta kemudahan akses bagi semua lapisan masyarakat, termasuk perhatian yang intensif terhadap warga miskin. (3) Peningkatan
derajat
kinerja
urusan
kesehatan
dengan
ditandai oleh semakin memadainya sarana dan prasarana, makin profesionalnya tenaga kesehatan, mekanisme dan prosedur layanan yang semakin mudah, serta kian luasnya jangkauan layanan yang diberikannya. (4) Peningkatan perlengkapan sarana dan prasarana kesehatan yang semakin modern dan canggih untuk mengantisipasi dan melayani perkembangan jenis penyakit baik yang menular maupun tidak menular bagi penduduk Kota Magelang dan juga warga daerah sekitar, sehingga nantinya Kota Magelang dapat benar-benar menjadi pusat pelayanan kesehatan yang lengkap dan murah di tingkat regional. (5) Peningkatan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat serta partisipasi dalam pembangunan kesehatan.
e) Pendidikan Bidang
pendidikan
menghadapi
tantangan
untuk
selalu
meningkatkan kualitas pelayanannya. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan baik hardware maupun software di semua jenjang pendidikan, serta peningkatan kualitas proses belajar mengajarnya. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM aparat, pelaku, pendidik, dan tenaga kependidikan melalui penyediaan
akses-akses
untuk
meningkatkan
keahlian
dan
ketrampilan
dirinya. Kapasitas dan profesionalisme yang memadai, utamanya bagi pendidik dan tenaga kependidikan, dituntut untuk secara terus-menerus
dikembangkan
dan
dipromosikan
agar
bisa
memenuhi kualifikasi yang diperlukan sesuai dengan tuntutan aturan yang berlaku. Semakin lengkap dan berkualitasnya sarana dan prasarana pendidikan yang dibarengi dengan mutu tenaga pendidikan
yang
mumpuni
pendidikan,
yakni
siswa
yang
diharapkan telah
nantinya
lulus
output
sekolah,
dapat
berkompetisi dan unggul tatkala hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ataupun ketika memasuki lapangan kerja.
Kesemuanya
itu
harus
didukung
oleh
manajemen
pendidikan yang good governance dengan melibatkan unsur civil society sebagai pemangku kepentingan dalam mekanisme kerja yang akuntabel. Satu hal yang tidak boleh terlepas dari perhatian adalah tingginya nilai APK dan APM jangan menjadi sumber kelengahan sehingga warga Kota Magelang yang berusia sekolah tetap harus menjadi prioritas. Masalah daya tampung dan kasus Drop out (DO) jangan sampai terjadi dengan alasan ekonomi. Kesempatan belajar yang seluas-luasnya mutlak diperlukan bagi seluruh lapisan
masyarakat
untuk
meningkatkan
pengetahuan
baik
formal maupun non formal. Dengan begitu tantangan lainnya adalah memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dan murah. Bahkan jika memungkinkan sekolah gratis dalam koridorkoridor yang rasional.
f) Pemberdayaan Masyarakat Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, tantangan ke depannya
adalah
pemberdayaannya meningkatkan,
lebih
memfokuskan
kepada
upaya-upaya
memantapkan,
dan
menitikberatkan
untuk
memelihara,
mengembangkan,
dan
mendayagunakan modal sosial yang mencakup iklim kerja yang mendukung
ketahanan
sosial
masyarakat
dan
penjaring
kerja/kemitraan dalam mendukung berjalan dan berfungsinya sistem kesejahteraan sosial. Dengan demikian diharapkan akan
tumbuh
dan
masyarakat bertumpu
berkembang
dengan kepada
keberdayaan
mengedepankan hak
asasi
serta
paradigma
manusia,
kemandirian yang
lebih
demokratisasi
dan
peningkatan peran masyarakat sipil. Selain itu juga perlu dibangun wadah bagi keluarga di daerah, terutama keluarga yang kondisi sosial ekonominya lemah,
untuk
diajak
bergabung
dalam
suatu
proses
pemberdayaan bersama dalam Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Penyelenggaraannya melalui proses pendampingan perorangan yang peduli, atau petugas pemerintah dan organisasi masyarakat, keluarga yang lebih mampu bergotong royong membantu keluarga
yang lemah dengan cara memberikan
tambahan wawasan,
pengetahuan serta kemampuan dalam
melaksanakan
fungsi
keluarga
sehingga
keluarga
yang
terbelakang mampu memberdayakan keluarganya. Tujuannya adalah (1) Disegarkannya kembali modal sosial berupa kehidupan gotong royong dalam masyarakat untuk peduli dan saling membantu dalam proses pemberdayaan atau bersama-sama memecahkan
masalah
kehidupan
sehingga
keluarga
yang
tertinggal dapat memenuhi kebutuhan dan membangun keluarga sejahtera secara mandiri; (2) Tumbuh dan berkembangnya lembaga dalam masyarakat dengan terorganisasinya infrastruktur sosial yang sudah ada, yaitu keluarga, yang memiliki kegiatan atau usaha bersama yang akan menjadi perekat atau kohesi sosial, sehingga tercipta suatu kehidupan yang rukun dan dinamis untuk mencapai kesejahteraan bersama; dan (3) Terbentuknya wadah organisasi atau wahana partisipasi sosial, di mana setiap keluarga dapat memberi dan menerima pembaharuan yang bisa membantu proses pemantapan fungsi-fungsi keluarga sehingga mampu membangun kehidupan keluarga dengan mulus dan sejuk. Kualitas hidup dan peran perempuan serta perlindungan anak dipengaruhi oleh terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian,
aktifitas
lembaga/organisasi
yang
mengelola
pemberdayaan perempuan dan anak masih belum secara optimal berpartisipasi aktif, kritis, dan kontrol sehingga memerlukan
inovasi-inovasi baru yang lebih responsif dan relevan terhadap kebutuhan-kebutuhan nyata sesuai perkembangan situasi dan kondisi. Diperlukan pula upaya advokatif dan perubahan pola pikir masyarakat dan lembaga dalam menyikapi kasus-kasus yang
terjadi
seperti
tindak
kekerasan,
eksploitasi,
dan
diskriminasi. Karena itu dalam usaha mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat, bebangsa dan bernegara tantangan yang dihadapi antara lain: (a) meningkatkan kualitas hidup
perempuan;
perempuan
dalam
(b)
memajukan
proses
politik
dan
tingkat
keterlibatan
jabatan
politik;
(c)
menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; (d) meningkatkan
kesejahteraan
meningkatkan
pelaksanaan
pengarusutamaan gender;
dan dan
perlindungan memperkuat
dan (f)
anak;
(e)
kelembagaan
meningkatkan partisipasi
masyarakat.
g) Kesejahteraan Sosial Untuk meningkatkan derajat hidup layak, tantangan yang dihadapi
adalah
penurunan
angka
kemiskinan
yang
harus
diupayakan melalui peningkatan pendapatan per kapita dengan didukung oleh berbagai program penanggulangan kemiskinan yang tepat sehingga mengurangi beban keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan minimalnya. Ketepatan sasaran program menjadi syarat mutlak bagi keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan.
Disamping
itu
juga
secara
terus-menerus
mengimplementasikan strategi pengentasan kemiskinan seperti: (1) peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktifitas masyarakat miskin, (2) pengurangan pengeluaran beban biaya gakin
untuk
memenuhi
kebutuhan
dasar,
(3)
peningkatan
kesempatan kerja dan berusaha, (4) pemberdayaan masyarakat, (5)
peningkatan
kapasitas
sumber
daya
manusia
dan
kelembagaan, serta (6) perlindungan sosial dan kesempatan memperoleh jaminan sosial. Pada sisi lain, menyimak beberapa kendala yang terjadi dalam penanganan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial) selama ini, dalam wacana ke depannya dipandang perlu memformulasikan kembali pendekatan dalam upaya menangani PMKS secara lebih komprehensif dan terfokus. Tantangan yang dihadapinya adalah mereaktualisasi dan merevitalisasi substansi pemberdayaan PMKS yang berorientasi kepada peningkatan kemampuan masyarakat (capacity building) dan peningkaan kelembagaan (institusional building) dalam wadah pendekatan komunitas
(community
development
approach)
dengan
menciptakan iklim kondusif bagi perkembangan kemandiriannya. Pendekatan-pendekatan yang responsif dan aspiratif yang perlu dilakukan mencakup: (1) Strategi
untuk
mengatasi
masalah
PMKS
hendaknya
diarahkan untuk mengikis budaya negatif seperti apatis, apolitis,
fatalistis,
budaya
ini
tidak
ketidakberdayaan dihilangkan,
dan
lain-lain.
Bila
PMKS
sulit
masalah
ditanggulangi. Selain itu hambatan-hambatan yang sifatnya struktural dan politis juga harus dihilangkan. (2) Untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
mendorong
produktivitas, kalangan PMKS harus dibekali kemampuan dasar untuk meningkatkan pendapatan melalui perbaikan kesehatan, pendidikan, ketrampilan usaha, teknologi dan jaringan usaha. (3) Melibatkan
komunitas
PMKS
dalam
seluruh
proses
penanganan PMKS. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi hingga pengambilan keputusan. (4) PMKS adalah kelompok yang mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah mau memberi kebebasan untuk mengatur dirinya. Tidak dapat dilupakan pula bahwa upaya memperbaiki
kesejahteraan
sosial
masyarakat
secara
preventif pun harus dilakukan dari komponen terkecil yakni keluarga, melalui pembinaan keluarga kecil dan sejahtera. (5) Dalam era otonomi daerah yang tengah berlangsung saat ini, peran, wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah semakin kebijakan,
besar,
sehingga
strategi
dan
perencanaan program
dan
perumusan
pemberdayaan
PMKS
merupakan konskuensi dari pemerintah daerah yang apabila
dipandang
perlu
selanjutnya
dituangkan
dalam
bentuk
peraturan daerah yang ditetapkan bersama-sama dengan DPRD.
Dengan
dukungan
DPRD,
maka
program
pemberdayaan PMKS akan memperoleh dukungan dana yang cukup dari APBD serta kebijakan yang diambil selalu berpihak dan langsung menyentuh kelompok PMKS.
h) Pemuda dan Olah Raga Di bidang pemuda dan olahraga, selayaknyalah apabila para pemuda ditempatkan dalam posisi yang strategis. Ini mengingat pemuda sebagai generasi penerus yang diharapkan nantinya dapat mewarisi kepemimpinan di daerah harus dibina dan dipersiapkan baik yang menyangkut kapasitas materiil maupun spirituilnya. Tantangan yang dihadapi dalam rentang 20 tahun ke depan meliputi: (a) Mewujudkan kebijakan kepemudaan yang serasi di berbagai bidang pembangunan; (b) Meningkatkan pendidikan dan ketrampilan bagi pemuda; (c) Meningkatkan kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan bagi pemuda; (d)
Melindungi
segenap
generasi
muda
dari
masalah
penyalahgunaan NAPZA, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda; (e) Mewujudkan kebijakan dan manajemen olahraga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga secara terpadu dan berkelanjutan termasuk landasan hukum yang mendukung; (f) Meningkatkan budaya dan prestasi olahraga
secara
berjenjang
termasuk
pemanduan
bakat,
pembibitan dan pengembangan bakat; (g) Memberdayakan dan mengembangkan Meningkatkan
iptek
dalam
pemberdayaan
pembangunan organisasi
olahraga;
olahraga;
dan
(h) (i)
Meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat termasuk
dunia
usaha
olahraga.
2. Ekonomi a) Kondisi Makro Ekonomi
dalam
mendukung
pembangunan
Implementasi
Otonomi
Daerah
tidak
hanya
berarti
penyerahan hak dan kewajiban yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri, melainkan juga berkonsekuensi bahwa daerah dituntut untuk mampu secara mandiri mengelola pembangunan daerah secara efisien dan efektif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi daerah dan sumber daya yang ada. Hal ini tentunya disadari atau tidak akan membawa dampak dengan semakin sengitnya persaingan antar daerah dalam pembangunan daerah termasuk dalam pengelolaan sumber-sumber perekonomian daerah. Disamping
itu
daerah
juga
dituntut
untuk
mampu
menghadapi perkembangan dunia global yang ditandai dengan tingkat persaingan perdagangan dunia yang semakin tajam, dimana produk-produk suatu negara/ daerah bisa masuk dalam area perdagangan yang bebas tanpa batas. Hal ini tentunya menjadi
ancaman
diantisasipasi
bagi
dengan
produk-produk
daerah
sungguh-sungguh
jika
tidak
dengan
upaya
peningkatan nilai tambah produk-produk unggulan daerah.
b) Kondisi Mikro Ekonomi Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai lembaga
ekonomi
diharapkan
mampu
meningkatkan
kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitarnya. Selain itu pelaku ekonomi lokal mampu melihat peluang yang ada. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan masuknya pelaku ekonomi dari wilayah lain yang memanfaatkan Kota Magelang sebagai pasarnya yang pada akhirnya akan menambah berat persaingan. Koperasi
dan
UMKM
diharapkan
dapat
menempatkan
masyarakat lokal sebagai produsen dan mendatangkan orang luar sebagai konsumen. Untuk itu pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan
harus
ditingkatkan
secara
kreatif
dan
inovatif
melakukan rancang bangun teknologi tepat guna, meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi, meningkatkan nilai tambah sehingga mampu menambah daya saing produk unggulan daerah.
c) Ketenagakerjaan Angkatan kerja pada tahun 2005 tercatat 19.35% tidak/ belum sekolah, 25.56% SD, 19.75% SMP, 28.46% SMA dan 6.87%
PT.
Angka
tersebut
menunjukkan
bahwa
mayoritas
penduduk Kota Magelang berpendidikan SLTA. Hal ini merupakan modal yang cukup mendukung pengisian formasi kesempatan kerja yang ada. Namun tingginya angka pengangguran perlu disikapi dengan senantiasa meningkatkan kualitas pendidikan dan ketrampilan penduduk Kota Magelang yang merupakan modal dasar pembangunan. Selain itu industri besar/ menengah/ kecil perlu ditumbuhkan agar mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Sentra industri yang ada merupakan potensi yang dimiliki Kota Magelang untuk menarik minat investor guna menanamkan modalnya. Dengan meningkatnya investor diharapkan akan meningkatkan lapangan kerja/
usaha
sehingga
pertumbuhan
angkatan
kerja
dapat
diimbangi dengan perluasan kesempatan kerja.
d) Investasi Perkembangan perekonomian Kota Magelang akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, jika sumber pertumbuhan ekonomi makin kokoh dengan ditopang oleh faktor investasi dan ekspor, menggantikan faktor konsumsi. Peningkatan investasi dan kegiatan perdagangan daerah sangat tergantung pada adanya kebijakan daerah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif di daerah, disamping keberanian daerah dalam memberikan insentif kepada
investor
berupa
berinvestasi di Kota kerjasama
strategis
kemudahan-kemudahan
Magelang antar
serta
peningkatan
Kabupaten/Kota,
serta
dalam fasilitasi
perbaikan
produk-produk hukum yang berkaitan dengan pengembangan investasi
daerah.
Layanan
perijinan
yang
kurang
responsif
terhadap kemudahan berinvestasi merupakan kendala besar bagi perekonomian daerah. Oleh karena itu, berbagai kendala dan tantangan tersebut harus dieliminir untuk direkayasa dan dikelola menjadi peluang dan kesempatan yang terbuka bagi kemajuan
ekonomi daerah. Investasi daerah akan lebih didominasi oleh investasi baru dari pada perluasan investasi yang sudah ada.
e) Stabilitas Perekonomian Stabilitas ekonomi Kota Magelang dapat terus membaik jika kita
dapat
menjaga
secara
hati-hati
dan
waspada
karena
lingkungan perekonomian global terus berubah secara cepat dan cenderung tidak ramah. Dengan pengelolaan yang makin baik berbagai faktor ekonomi makro tersebut maka basis pertumbuhan ekonomi Kota Magelang tidak terganggu dan momentum stabilitas ekonomi dapat tetap terjaga.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi a) Penelitian dan Pengembangan Fenomena alam yang terjadi dalam kurun dasa warsa ini antara lain terjadinya bencana alam, perubahan iklim, pemanasan global dan lain-lain adalah multiplier effect dari perubahanperubahan perilaku manusia. Perubahan-perubahan juga sangat terasa terjadi pada tataran ekonomi, politik, hukum dan sosial budaya. Secara keseluruhan perubahan-perubahan tersebut saling kait mengkait satu sama lain hingga kepada perubahan tatanan, paradigma dan cara berfikir manusia. Dengan iptek seharusnya manusia bisa melihat, menyikapi dan mengantisipasi perubahan ini agar tetap bisa eksis dalam kehidupan dan pemenuhan kebutuhannya. Salah satu upaya penting yang diperlukan adalah teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan semakin pesatnya kemajuan iptek global, maka inovasiinovasi yang unggul harus terus bermunculan untuk dapat memenangkan persaingan. Sebagai kota kecil yang memiliki keterbatasan sumber daya alam, Kota Magelang menyadari pentingnya kualitas sumber daya manusia guna kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Sarana
prasarana
infrastruktur
yang
berkaitan
dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu terus dibenahi. Untuk menumbuhkan penguasaan, pemanfaatan dan kemajuan
Ilmu pengetahuan dan Teknologi (Iptek) diperlukan perubahan paradigma menuju wawasan dan budaya Iptek yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Pola pikir masyarakat perlu diubah menjadi lebih suka mencipta daripada sekedar memakai, lebih suka belajar dan berkreasi dari sekedar menggunakan teknologi yang ada. Kebutuhan akan iptek harus disadari semua pihak, iptek harus dipelajari, ditemukan, dikembangkan dan diterapkan. Hasil karya
ilmiah
mendapat
dan
hasil
perlindungan
penelitian hukum
dibidang
dan
teknologi
dihargai
perlu
sebagaimana
sumbangsihnya terhadap kesejahteraan. Perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dimulai dari upaya pemberian pemahaman tentang HKI kepada masyarakat dan penemu maupun fasilitasi dalam pengurusannya. Hal ini ditujukan untuk lebih memacu motivasi masyarakat dalam berkarya. Pembangunan
iptek
membutuhkan
kerjasama
yang
sinergis antara pemerintah, swasta, dunia pendidikan, para ilmuwan dan masyarakat pada umumnya. Untuk itu diperlukan suatu
sistem
terpadu
dalam
pengembangan
iptek,
seperti
Konsorsium ataupun Jaringan Penelitian, Pengembangan dan Penerapan
Iptek.
Permasalahan
capacity
building
menjadi
tantangan yang harus dikerjakan dan direkomendasikan pada pihak-pihak yang kompeten.
b) Teknologi Informasi Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat di satu sisi mendatangkan banyak keuntungan seperti kemudahan dalam mengakses informasi dan pengetahuan, tetapi di sisi lain menimbulkan dampak yang merugikan. Hal ini disebabkan tidak semua informasi yang ada adalah benar, sehingga menimbulkan distorsi informasi. Disamping itu banyak informasi
dari
situs-situs
yang
tidak
mendidik,
bahkan
menyesatkan yang menjadi lawan pembentukan moral bangsa yang beriman dan bertaqwa. Untuk mengantisipasi hal itu diperlukan
tindakan-tindakan
preventif
agar
jangan
sampai
generasi muda menjadi korban perkembangan dan kemajuan
iptek global, tetapi justru sebaliknya harus mengambil manfaat seoptimal
mungkin
untuk
digunakan
dalam
pengembangan
budaya dan peradaban yang berguna bagi kemaslahatan umum. Dalam kerangka makro, sarana prasarana informasi dan komunikasi secara fisik (hardware), modul/ program (software), hingga ke operator (brainware) harus dipenuhi oleh pemerintah dalam
rangka
pelayanan
publik,
sehingga
akan
semakin
memudahkan dan mempercepat akses masyarakat penggunanya. Dalam
penyelenggaraan
mekanisme
kerja
Communication
pemerintahan,
yang
berbasis
Technology)
ICT
selayaknya
pemberlakukan (Information
diaplikasikan
and dalam
jaringan on-line antar Satuan Kerja Perangkat Daerah. Disamping itu
perlu
dibuka
pengembangan
akses
yang
informasi,
ilmu
luas
bagi
masyarakat
pengetahuan,
media
untuk usaha
(promosi), kolaborasi, dan integrasi di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional melalui fasilitas internet.
4. Sarana dan Prasarana Tantangan yang dihadapi dalam penyediaan sarana prasarana Kota Magelang adalah bagaimana pada waktu 20 tahun yang akan datang
menjadikan
Magelang
sebagai
kota
yang
layak
huni.
Bertambahnya penduduk Kota Magelang pada 20 tahun yang akan datang dan juga diprediksikan bahwa pada saat itu lebih dari 50% penduduk Indonesia akan menempati kawasan perkotaan akan menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks bagi pengelolaan kawasan perkotaan (urban management) di Kota Magelang. Apabila kedua hal tersebut tidak diantisipasi sejak dini maka Kota Magelang akan menjadi kota yang tidak layak huni. Untuk itu maka sarana dan prasarana perkotaan dalam waktu 20 tahun mendatang harus sudah direncanakan agar mampu melayani penduduk secara menyeluruh, yang meliputi aspek persebaran sarana prasarana serta peningkatan kualitas dan kuantitasnya.
a) Pendidikan
Pertumbuhan dan perkembangan kota yang diiringi dengan semakin
pesatnya
pembangunan
menuju
era
globalisasi
memberikan tantangan masa depan dunia pendidikan dalam peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing
secara
nasional
bahkan
internasional
pada
jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Terlebih bahwa Pendidikan adalah hak setiap warga negara dan program wajib belajar telah ditetapkan untuk dilaksanakan dalam jenjang Pendidikan Dasar 9 (sembilan) tahun. Hal ini berarti bahwa pemerintah Kota Magelang memerlukan kesiapan untuk : (1) Peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan (2) Peningkatan kualitas proses belajar mengajar (3) Peningkatan
kuantitas
dan
kualitas
sarana
prasarana
pendidikan Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan secara bertahap sangat perlu dilaksanakan dengan berpedoman
pada
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam Bab VIII pasal 42 tentang Standar Sarana Prasarana, diamanatkan bahwa : (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah,
tempat
bermain,
tempat
berkreasi,
dan
ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Standar sarana prasarana lebih lanjut diuraikan dalam pasal 43, 44, 45, 46, 47, dan pasal 48.
Tantangan dunia pendidikan yang menuntut daya saing peserta didik menuntut pula realisasi penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional, sehingga standart sarana prasarana yang disediakan harus diupayakan untuk selalu ditingkatkan dengan mengacu kepada standar pendidikan salah satu negara maju
yang
mempunyai
keunggulan
tertentu
dalam
bidang
pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
b) Kesehatan Pembangunan kesehatan pada waktu yang akan datang secara terus menerus menghadapi tantangan antara lain : (1) Peningkatan derajat kesehatan yang terus menerus. (2) Peningkatan tuntutan pelayanan yang semakin berkualitas, yang dipengaruhi oleh jangkauan pelayanan kesehatan Kota Magelang yang telah mencapai wilayah sekitar. Tantangan tersebut harus diupayakan antara lain dengan memelihara
dan
meningkatkan
sarana
prasarana
pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau. Merata berarti tersebar di seluruh wilayah kota, dan terjangkau berarti mampu dengan mudah diakses oleh masyarakat baik biaya pengobatan maupun transportasinya. Sarana memenuhi
prasarana persyaratan
dimaksud standar
mencakup pelayanan,
gedung serta
yang
peralatan
kesehatannya sesuai jenis pelayanan medis yang dibutuhkan dengan kualitas yang prima sehingga masyarakat tidak perlu ke luar daerah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pemenuhan sarana prasarana yang telah ada harus diikuti dengan kesadaran sumber daya kesehatan dan masyarakatnya untuk turut serta memelihara sehingga sarana prasarana tersebut akan dapat mempunyai umur efektif yang lebih panjang.
c) Permukiman Tantangan
yang
paling
berat
adalah
penyediaan
dan
peningkatan sarana dan prasarana permukiman. Dalam aspek
penyediaan sarana permukiman yaitu unit hunian, tantangan yang dihadapi adalah mencukupi kebutuhan unit-unit hunian baru bagi penduduk Kota Magelang di atas lahan yang sangat terbatas. Keseluruhan lahan yang ada tidak mungkin dibangun sebagai kawasan permukiman, dengan demikian maka Pemerintah Kota Magelang
harus
pembangunan
melakukan
perumahan,
pembatasan dan
kawasan
melakukan
untuk
optimalisasi
pemanfaatan lahan dengan pola pembangunan vertikal terutama pada kawasan-kawasan permukiman yang padat. Dalam menghadapi tantangan dalam peningkatan prasarana dasar permukiman khususnya untuk kawasan permukiman padat maka harus ditempuh upaya pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan permukimannya. Masyarakat harus sudah ditingkatkan kesadarannya untuk mampu memelihara prasarana dasar permukiman yang ada di lingkungannya, dengan demikian sumber daya manusia di tingkat pemerintah kelurahan harus secara bertahap ditingkatkan kemampuannya agar tidak hanya
berkonsentrasi
pemerintahan
tetapi
mengurusi juga
harus
masalah mampu
administrasi
memberdayakan
masyarakat. Penambahan jumlah penduduk juga menimbulkan tantangan dalam penyediaan utilitas kota yang meliputi jaringan air bersih, listrik dan telepon. Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih sampai 20 tahun mendatang selain memanfaatkan penambahan debit dari Sumber Tuk Pecah juga harus direncanakan untuk menambah pasokan air melalui eksplorasi sumber-sumber air baru terutama yang berada di dalam wilayah Kota Magelang. Sedangkan untuk penambahan jaringan listrik dan telepon akan disesuaikan dengan skenario pengembangan kota dimana kedua jaringan tersebut harus mengikuti arah pengembangan yang direncanakan.
d) Perdagangan Posisi strategis menjadikan tantangan bagi Kota Magelang untuk meningkatkan sarana prasarana perdagangan. Jaringan jalan untuk aksesibilitas perlu peningkatan dan pemeliharaan agar masyarakat terutama dari wilayah sekitar akan semakin mudah
menjangkau fasilitas yang tersedia, distribusi barang menjadi lancar yang didukung dengan sarana transportasi yang tersedia. Peningkatan aksesibilitas masyarakat juga dapat diciptakan melalui
pembangunan
pusat-pusat
perdagangan
baru
yang
dampak positifnya akan membuka pusat keramaian baru melalui persebaran pusat perdagangan yang semakin merata.
e) Perhubungan Tantangan yang dihadapi dalam sarana dan prasarana perhubungan darat adalah bagaimana memfasilitasi kebutuhan angkutan publik melalui penyebaran jalur-jalur angkutan dan peningkatan
serta
pembangunan
prasarana
jalan.
Jika
memungkinkan, perlu membangun jalan-jalan layang (fly over) di kawasan-kawasan tertentu dengan design yang canggih dan modern guna mengakomodasikan dan menyesuaikan dengan tingkat kebutuhan pengguna jalan yang semakin meningkat. Dalam
aspek
sarana
perhubungan
darat,
keberadaan
terminal induk harus direncanakan untuk mewadahi penambahan sarana angkutan darat antar kota yaitu bus-bus antar kota. Sedangkan untuk sub-sub terminal khususnya keberadaan sub terminal bayangan harus sudah direncanakan untuk pembangunan secara permanen sehingga perpindahan moda angkutan dari luar kota ke kota dapat terwadahi dengan baik. Meningkatnya jumlah penduduk kota akan disertai dengan penambahan jumlah sarana angkutan darat baik angkutan publik yaitu kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat, serta angkutan umum, menuntut ketersediaan prasarana perhubungan jalan yang memadai untuk pengangkutan barang dan jasa baik dalam kota maupun ke luar kota. Pembangunan jalan baru harus dilakukan, dan salah satu pendekatan yang memungkinkan adalah dengan meningkatkan secara bertahap jalur inspeksi saluran irigasi Kali Bening yang membujur utara-selatan pada sisi barat kota. Peningkatan jalur tersebut akan membantu persebaran prasarana jalan kesisi barat kota sehingga dapat mengurangi beban jalan di kawasan pusat kota. Selain itu beberapa ruas jalan di kawasan pusat kota harus dilebarkan. Jalan-jalan yang perlu
untuk dilebarkan pada kurun 20 tahun mendatang adalah Jalan Pemuda, Jalan Daha, Jalan Pajang, Jalan Sriwijaya, Jalan Tentara Pelajar serta Jalan Kalingga. Kondisi jalur arteri primer seperti Jalan Urip Sumoharjo pada 20 tahun mendatang harus sudah menjadi 4 lajur. Untuk itu maka secara bertahap harus direncanakan penataan dengan dimulai dari penataan Kawasan Canguk dan Kawasan Kebonpolo. Kawasan Canguk merupakan salah satu kawasan strategis dan bercirikan kawasan perbatasan sehingga sangat potensial untuk dijadikan sebagai kawasan perdagangan. Sedangkan pembenahan Kawasan Kebonpolo dapat dimulai dengan mengoptimalkan kawasan eks stasiun
Kebonpolo
yang
juga
berpotensi
sebagai
kawasan
perdagangan skala lokal dan regional.
f) Rekreasi dan Olah Raga Tantangan sarana prasarana Rekreasi dan Olah Raga harus ditindak lanjuti dengan maksud untuk meningkatkan daya tarik Kota Magelang sebagai Kota Jasa yang maju mandiri dan sejahtera sehingga mampu menjadi tujuan masyarakat lokal, regional, bahkan nasional untuk berekreasi. Sebagai kota yang layak huni harus dikaitkan dengan keindahan kota yang tercipta dari pengelolaan taman-taman kota serta penataan vegetasi kota. Aspek ini juga terkait erat dengan penyediaan ruang terbuka hijau kota. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mempertahankan keberadaan taman-taman kota serta bagaimana meningkatkan upaya pemeliharaan tamantaman kota agar memenuhi kriteria keindahan. Dengan hadirnya aspek keindahan kota maka akan membantu upaya agar Kota Magelang tetap menjadi suatu kota yang layak huni. Kota Magelang telah memiliki fasilitas rekreasi yang berskala regional nasional yaitu Taman Kyai Langgeng, sedangkan yang berskala kota telah mampu menjadi tujuan wisata masyarakat lokal
yaitu
Taman
Bada’an
dan
Kawasan
Aloon-Aloon.
Kenyamanan fasilitas rekreasi sangat diperlukan, karena dengan rekreasi akan
menyegarkan pikiran masyarakat yang dapat
diharapkan akan berdampak positif bagi kesehatan masyarakat.
(1) Taman Badaan dan Kawasan Aloon-Aloon Sebagai fasilitas rekreasi yang mudah dan murah sangat memerlukan penataan dalam hal : (a) “Garden Furniture” antara lain seperti kursi-kursi taman, pot-pot bunga, termasuk fasilitas bermain anak-anak yang keberadaannya harus diperhitungkan dengan luasan “open space” tanpa menghilangkan ciri khas masing-masing, seperti patung badak di taman Badaan serta Patung Kuda dengan Pangeran Diponegoro di Aloon-Aloon. (b) Prasarana jaringan air limbah terutama yang berasal dari para pedagang yang harus ditata sedemikian rupa agar air limbah yang dihasilkan tidak mengalir ke areal taman (c) Penataan Pedagang kaki Lima agar keberadaannya dapat menjadi
fasilitas
pendukung
namun
kebersihan
dan
keindahan taman tetap terjaga. Khusus untuk kawasan Aloon-Aloon, bahwa penataan yang harus dilaksanakan sangat perlu memperhatikan fungsi yang bukan saja sebagai tempat rekreasi keluarga namun juga menjadi ruang
bagi pelaksanaan
event-event publik
dan
pemerintah dengan skala lokal maupun regional.
(2) Taman Kyai Langgeng Beberapa hal yang perlu dilaksanakan untuk menghadapi tantangan terkait sarana prasarana di Taman Kyai Langgeng adalah : (a) Pemeliharaan peningkatan jaringan jalan di dalam areal taman (b) Penambahan,
peningkatan,
dan
pemeliharaan
fasilitas-
fasilitas pelayanan (c) Penambahan,
peningkatan,
dan
pemeliharaan
fasilitas
pelayanan Khas Taman Kyai Langeng seperti tanamantanaman dan hewan-hewan langka, serta fasilitas pelayanan Desa Buku
Dalam aspek Olah Raga, tantangan yang dihadapi adalah kebutuhan fasilitas Olah Raga Skala Regional-Nasional. Hal tersebut
mendorong
percepatan
realisasi
rencana
Pembangunan dan Pengembangan kawasan GOR Samapta sebagaimana studi kelayakan yang telah dilaksanakan pada tahun 2002.
5. Politik a) Kehidupan Berpolitik Tantangan terberat dalam kurun waktu 20 tahun mendatang dalam pembangunan politik di Kota Magelang adalah menjaga proses
konsolidasi
demokrasi
secara
berkelanjutan.
Dalam
menjaga momentum demokrasi tersebut, tantangan yang akan dihadapi adalah mengefektifkan struktur politik, menyempurnakan proses politik, dan mengembangkan budaya politik yang lebih demokratis agar demokrasi berjalan bersamaan dan berkelanjutan sehingga sasaran tercapainya demokrasi yang bersifat prosedural dan substansial dapat tercapai. Dalam meningkatkan kesadaran politik masyarakat maka internalisasi dan diseminasi nilai-nilai demokrasi ditransmisikan sesuai dengan koridor-koridor yang mengacu kepada etika dan moral politik melalui afirmasi dan advokasi terhadap hak-hak dan kewajibannya. Partisipasi politik yang bersifat otonom akan tumbuh apabila masyarakat diberi kebebasan dan tidak diiming-imingi uang/materi atau dimobilisasi ketika harus menentukan pilihannya. Peran strategis ini difasilitasi oleh
pemerintah
dan
dilaksanakan
bersama-sama
dengan
lembaga-lembaga demokrasi lainnya. Dalam proses mewujudkan demokrasi di daerah tidak dapat dilupakan
adanya tantangan terhadap perlunya pengembangan
dan pemantapan budaya politik demokrasi berdasarkan nilai-nilai etika dan moral Pancasila dan UUD 1945 yang menggunakan tolok ukur sebagai berikut: (1) Meningkatnya orientasi kebangsaan pelaku-pelaku politik dan konstituen
yang
terbangun
dalam
paradigma
ideologi
Pancasila dan NKRI sebagai titik tolak kejuangan politik; (2) Terwujudnya konsensus etika politik pada kultur kebangsaan;
(3) Tumbuhnya kesadaran kritis kalangan pelaku-pelaku politik dan pejabat publik bahwa keteladanan dalam sikap moralitas dan budi pekerti luhur sebagai kebutuhan; (4) Tumbuhnya kebiasaan etika menyampaikan sikap/gagasan; dan (5) Meningkatnya orientasi dan wawasan nusantara di kalangan pelaku-pelaku politik, sehingga daya kapasitasnya dapat diperbaiki. Tantangan demokrasi lainnya adalah masih belum kuatnya masyarakat madani (civil society), baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. Oleh karena itu, dalam kurun waktu dua puluh tahun ke depan, pendidikan politik akan merupakan alat transformasi sosial menuju demokrasi. Masyarakat madani yang kuat sangat tergantung kepada kapasitas masyarakat dalam merespons dan memahami
dinamika
pemerintah
daerah,
pasar
serta
masyarakat
saling
berinteraksi
sipil,
dan
pasar
antara untuk
mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal. Kemandirian asosiasiasosiasi sosial kemasyarakatan dan kelompok kepentingan untuk berperan baik sebagai counterpart pemerintah ataupun mediator dan advokator masyarakat diperlukan untuk mendorong akselerasi proses konsolidasi demokrasi sesuai dengan mekanisme fungsi kontrol dalam hubungan kekuasaan yang seimbang. Bersamaan dengan itu, tantangan dalam menjaga proses konsolidasi demokrasi juga
muncul dalam
hal
mendorong
terbangunnya partai politik yang mandiri dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan pendidikan politik rakyat, mengagregasi dan menyalurkan aspirasi politik rakyat, serta menyeleksi pimpinan politik
yang
akan
mengelola
penyelenggaraan
pemerintahan
secara profesional. Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review atas Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan perekrutan
Daerah
yang
kepemimpinan
di
menyebutkan daerah
dibuka
bahwa peluang
”dalam calon
independen di luar partai politik”, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya perwujudan demokratisasi di tingkat daerah. Konsolidasi demokrasi akan dihadapkan pula pada tantangan bagaimana menempatkan peranan pers sebagai salah satu pilar
dari
perkembangan
kebebasan
demokrasi
pers/media
di
massa
tingkat
akan
daerah.
Adanya
memudahkan
akses
masyarakat terhadap informasi yang bebas dan terbuka, dalam banyak hal, akan lebih memudahkan kontrol atas pemenuhan kepentingan publik. Peran media massa yang bebas sangat menentukan
dalam
proses
menemukan,
mencegah,
mempublikasikan berbagai bentuk penyelewengan kekuasaan dan korupsi.
b) Partisipasi Politik Konsolidasi masyarakat
demokrasi
karenanya
memerlukan
harus
dukungan
seluruh
kembali
makna
diteguhkan
pentingnya persatuan nasional dengan memperhatikan berbagai keanekaragaman
latar
belakang
dan
kondisi.
Implementasi
desentralisasi dan otonomi daerah difokuskan kepada upaya peningkatan
kesejahteraan
dan
perwujudan
keadilan
bagi
masyarakat dengan memadukan antara semangat dalam upaya memperkuat
ikatan
NKRI
dengan
kepentingan
untuk
tetap
menjaga berkembangnya iklim demokrasi di tingkat lokal. Melalui keleluasaan dalam menggerakkan dan mengolah segenap sumber daya yang dimilikinya, Kota Magelang mempunyai kesempatan, peluang,
dan
tantangan
untuk
saling
bersaing
dan
atau
berkolaborasi dengan kabupaten/kota lainnya baik dalam skala regional, nasional maupun internasional. Ini semua memerlukan kebijakan
pemerintah
yang
reformis
dan
visioner
dengan
dukungan aparat birokrasi (lembaga eksekutif) yang memenuhi syarat
profesionalisme,
mengedepankan
efektivitas,
prinsip-prinsip
government serta bebas
KKN
good dalam
dan
mandiri
governance praksis
and
serta clean
sehari-harinya.
Peningkatan kualitas kinerja aparat pemerintah sebagai pelayan publik (public servicer) sekaligus fasilitator dan mediator bagi lembaga-lembaga demokrasi dibutuhkan guna mendukung proses konsolidasi demokrasi yang tengah berlangsung. Disamping itu, terciptanya efektivitas sistem politik daerah tak pelak menjadi tantangan utama dalam mewujudkan demokrasi yang substansial. Sistem politik akan efektif apabila mampu
mengoptimalkan penyelenggaraan fungsi-fungsi politik seperti pendidikan politik, mempertemukan kepentingan yang aneka ragam
dan
nyata-nyata
hidup
dalam
masyarakat,
agregasi
kepentingan, seleksi kepemimpinan, dan komunikasi politik secara signifikan.
Selain
itu
mampu
pula
mengimplementasikan
kapabilitas ekstratif, distributif, regulatif, simbolik, dan responsif yang dimilikinya dengan muara akhir kepada peningkatan keadilan dan kesejahteran masyarakat. Dalam kaitan ini harus diwujudkan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya kebebasan media masa, keleluasaan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat setiap warganegara berdasarkan aspirasi politiknya masing-masing.
Peran
pemangku
kepentingan
(stakeholders)
dilibatkan secara partisipatoris dan emansipatoris dalam proses pengambilan
kebijakan
publik.
Tantangan
lainnya
adalah
meningkatkan peran dan fungsi lembaga legislatif yang meliputi legislasi, budgeting, dan pengawasan secara berkelanjutan melalui peningkatan
kapasitas
kelembagaannya
(institution
capacity
building) sesuai dengan lingkungan strategis yang melingkupinya. Dengan begitu daya respons dan daya tanggap terhadap tuntutan, kebutuhan
dan
sehingga
tingkat
kredibilitasnya akuntabilitas
kepentingan
akan publik
masyarakat
menjadi
keterwakilan/representasi semakin maka
tinggi
pula.
kontrak-kontrak
meningkat
politik
dan
Sebagai
bentuk
politik
dengan
konstituen yang telah terbangun benar-benar diakomodasikan, diartikulasikan, diskresi
yang
dan
diimplementasikan
dimilikinya
untuk
melalui
diformulasikan
inisiatif dalam
dan suatu
kebijakan publik yang memihak rakyat.
6. Keamanan dan Ketertiban a) Stabilitas keamanan dan ketertiban Tantangan utama keamanan dan ketertiban di Kota Magelang dalam kurun waktu 20 tahun ke depan adalah mempertahankan stabilitas daerah yang telah tercipta selama ini dengan disesuaikan dengan perkembangan tingkat kecanggihan metode dan alat teknologi yang diperkirakan akan makin meningkat pada masa
mendatang. Potensi dan ancaman tersebut adalah terorisme, kejahatan perbankan, kejahatan narkoba yang hingga kini masih seperti fenomena gunung es, konflik dan kerawanan sosial yang menjurus kepada kekerasan dan anarkisme, serta berkembangnya variasi tindak kriminalitas konvensional. Tantangan lain dalam pembangunan keamanan dan ketertiban adalah meningkatkan profesionalisme aparat keamanan agar mampu melindungi dan mengayomi
masyarakat,
menuntaskan
tindak
mencegah
kriminalitas.
tindak Selain
kejahatan, itu,
juga
dan perlu
membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontraintelijen tingkat daerah dalam kerangka penciptaan keamanan nasional.
b) Antisipatif dan preventif Sementara itu, tantangan yang harus dihadapi dalam upaya peningkatan keamanaan dan kenyamanan lingkungan, termasuk pemberantasan
penyakit
masyarakat
(pekat)
adalah
dengan
melakukan intensifikasi upaya pemeliharaan kamtrantibmas dan pencegahan tindak kriminal yang didukung oleh pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Dalam konteks
ini,
profesionalisme
diperlukan serta
langkah
guna
menyatupadukan
meningkatkan
komitmen
untuk
membangun pola pikir, pola sikap, dan pola tindak kesiap-siagaan dan kewaspadaan dari SDM aparat kamtibmas, satlinmas, dan aparat
pendukung
lainnya
dengan
disertai
peningkatan
kelengkapan dan kualitas peralatan kerja yang diperlukan sesuai dengan tuntutan perkembangan situasi dan kondisi yang ada. Tantangan lainnya adalah melakukan perkuatan dan revitalisasi sistem keamanan lingkungan (Siskamling) dengan pola bottom-up, sebagai salah satu upaya untuk memperkokoh operasionalisasi sistem pertahanan keamanan rakyat semesta, dalam kaitan ini termasuk
di
dalamnya
adalah
penyiapan
dan
peningkatan
partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana. Dalam kerangka menciptakan kepastian dan tertib hukum (Law Order), upaya preventif melalui antisipasi dini dan cegah tangkal menjadi tantangan tersendiri yang harus diposisikan sebagai prioritas utama disamping penindakan melalui jalur hukum
bagi kasus-kasus kriminalitas dan gangguan keamanan yang mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Terhadap masalah-masalah
yang
bersifat
pelanggaran
ketertiban
dan
ketidakdisiplinan harus diambil tindakan penegakan hukum dan operasi yustisi (penertiban) secara rutin dan periodik yang disertai dengan langkah-langkah alternatif pembinaan
dan
pemberdayaan
pemecahan masalah lewat secara
konstruktif
dengan
melibatkan berbagai unsur dan lembaga terkait. Pada praksisnya, semua tindakan yang diambil baik yang bersifat preventif, represif, dan kuratif itu tetap harus mengacu serta
berpedoman kepada
prinsip bahwa semua orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam perlakuannya di depan hukum. Ini semua perlu ditempuh sebagai salah satu langkah dalam upaya menegakkan supremasi hukum di Kota Magelang.
c) Peran Aparat dan Partisipasi Masyarakat Pada sisi yang lain, terjadinya kemerosotan dan banalisasi pemahaman wawasan kebangsaan menjadi tantangan yang serius dalam
waktu
menghambat
20
tahun
mendatang.
berkembangnya
Hal
kesadaran
ini
karena
terhadap
akan
kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dekadensi dan krisis terhadap nilai-nilai nasionalisme
dan
spirit
setidaknya direduksi
kebangsaan
harus
dieliminasi
atau
melalui perkuatan persatuan dan kesatuan
bangsa serta penanaman nilai-nilai luhur bangsa yang bersendikan ideologi Pancasila dan UUD 1945 secara substansial. Metode yang dilakukan haruslah dikemas dalam suasana dialogis, edukatif, atraktif, derivatif, dan variatif sehingga dimungkinkan munculnya diskresi, pencerdasan, dan pencerahan dalam memahami nilainilai ideologi bangsa sehingga tidak terkesan monoton dan bersifat indoktrinasi. Tantangan
lainnya
adalah
perlunya
penyelenggaraan
pendidikan multikultural dalam semua jalur pendidikan yang disertai dengan perkuatan dan internalisasi nilai-nilai wawasan kebangsaan secara berkelanjutan (sustainable) sekaligus didukung adanya
fasilitasi
peningkatan
dan
mediasi
kesadaran
berbagai
mengenai
wacana
pentingnya
dialog
bagi
memelihara
persatuan bangsa. Pada kerangka makro, upaya-upaya itu sebagai bagian dalam pembangunan dan pembentukan watak dan jati diri bangsa (nation and character building) yang utamanya ditujukan kepada
kalangan
kepemimpinan
generasi
bangsa,
muda,
tanpa
sebagai
penerus
estafet
mengesampingkan
lapisan
masyarakat lainnya. Dalam
perspektif
pembangunan kesenjangan
yang
keamanan (gap)
sosial
lebih
dan
luas,
tantangan
ketertiban
ekonomi
adalah
dalam
dalam
mengurangi
masyarakat
yang
acapkali menjadi sumber perselisihan dan konflik sosial yang bersifat
horizontal.
kemiskinan
dan
Disamping
itu
pengangguran
juga
yang
mengurangi
dari
waktu
angka
ke
waktu
cenderung meningkat. Pada praktiknya upaya ini sudah pasti harus melibatkan banyak unsur dari berbagai sektor terkait dalam rangkaian kebijakan yang lebih kompleks. Berkaitan dengan hal tersebut,
tidak
bisa
berkesinambungan
dilepaskan
dalam
adanya
suatu
upaya
menumbuhkembangkan
yang
kesadaran
budaya penghormatan nilai-nilai HAM, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, kompetisi yang sehat dan fair, kebebasan yang bertanggungjawab, serta nilai-nilai toleransi melalui berbagai wacana dan media. Perlu pula dilakukan langkah penggalian dan revitalisasi budaya kearifan lokal sebagai nilai-nilai instrumental yang
bisa
berbangsa,
dijadikan seperti
motor
penggerak
kejujuran,
bermasyarakat
kerukunan,
gotong
dan
royong,
produktif, dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan dapat tumbuh dan berkembang budaya warga yang bermoral, sopan, taat hukum, serta bisa membangkitkan dan menggerakkan potensi kekuatan spiritual dan etos kerja bangsa (budaya unggul bangsa) yang merupakan energi positif bangsa dan berkontribusi besar bagi terwujudnya ketahanan bangsa.
7. Hukum dan Aparatur a) Pemerintahan Umum Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditegaskan bahwa kedudukan daerah otonom merupakan bagian integral dari negara kesatuan
Indonesia. Walaupun daerah otonom merupakan badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban mandiri sebagaimana negara sebagai badan hukum, akan tetapi kedudukan (pemerintahan) daerah
otonom
adalah
melaksanakan
berbagai
kewenangan
pemerintahan yang telah didesentralisasikan oleh Pemerintah Pusat, dan kepemilikan kewenangan tersebut tetap berada di tangan
Pemerintah
pemerintahan
Pusat.
daerah
Sehingga
merupakan
secara
sub
teoritis
sistem
yuridis,
dari
sistem
pemerintahan negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, UU 32/2004 merupakan undang-undang yang mengatur bagaimana suatu organisasi pemerintahan negara dijalankan berdasarkan prinsip lokalitas dan kekhasan di daerah masing-masing.
b) Hukum Proses
formulasi
peraturan
daerah,
yang
merupakan
kebijakan publik di tingkat lokal, dalam penyelenggaraannya masih menghadapi tantangan-tantangan antara lain: (1) Hak
inisiatif
lembaga
legislatif
yang
pada
hakekatnya
merupakan representasi rakyat belum secara optimal benarbenar berkembang, tersalurkan, dan termanifestasikan secara nyata dalam praktik legislasinya. (2) Perlunya upaya peningkatan kualitas baik dari sisi formil dan materiil produk kebijakan publik di daerah melalui kemasan proses perumusan yang sistematis dan komprehensif dengan melakukan analisis mendalam untuk dituangkan ke dalam draft akademik
yang
menyangkut
latar
belakang
(setting),
pendekatan dan paradigma, teori dan konsep yang relevan, dampak dan faktor eksternalitas, beserta kajian lapangan yang mendetail. Termasuk dalam hal ini adalah dengar pendapat dengan publik atau pakar yang berkompeten (public hearing). (3) Uji publik terhadap raperda guna mencaritemukan daftar inventaris
masalah
belum
terselenggara
secara
optimal.
Keterlibataan masyarakat madani dalam proses penyusunan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan rakyat banyak terkadang masih berjalan sekadar formalitas atau hanya semata-mata sebagai ajang mencari legitimasi informal. Secara
substansial,
aspirasi
terejawantahkan
masyarakat
dalam
belum
produk-produk
secara hukum
nyata daerah,
khususnya yang menyangkut pengaturan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan publik. (4) Perlu adanya peningkatan kemudahan akses dan perluasan daya jangkau diseminasi kebijakan publik bagi masyarakat terhadap
keluaran
Peraturan
Daerah
disamping
wahana
sosialisasi yang telah dilaksanakan selama ini. (5) Penetapan skala prioritas pembahasan selain mengacu kepada agenda
pemerintah,
semestinya
juga
mengakomodasikan
masalah-masalah publik yang urgen dan menyangkut hajat kepentingan
masyarakat
luas
serta
merupakan
upaya
peningkatan kesejahteraan sosial yang membutuhkan payung hukum dalam pelaksanaannya di lapangan. Pada sisi yang lain, karena suatu sistem hukum yang berfungsi dengan baik seharusnya dapat menyokong secara luas pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan politik, yaitu dengan melindungi hak serta keamanan individu, dapat dilaksanakannya suatu perjanjian, menjamin amannya hak-hak atas kepemilikan dan dapat dialihkannya hak-hak tersebut, serta menjamin bahwa proses penetapan kebijakan publik sebisa mungkin dilakukan secara transparan, maka peningkatan kualitas dan profesionalisme para penegak hukum yang mengedepankan nilai-nilai kejujuran, etika, dan moral yang tinggi; lembaga peradilan yang berwibawa dan bebas dari mafia pengadilan; perlakuan yang sama bagi semua orang di depan hukum; konsistensi perlindungan HAM bagi mereka yang berperkara; serta tingginya kesadaran hukum masyarakat menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam waktu 20 tahun ke depan. Tantangan utama yang harus dihadapi dalam 20 tahun ke depan adalah belum optimalnya upaya penegakan hukum dan terjaminnya kepastian hukum. Namun demikian, dalam konteks penegakan supremasi hukum positif yang berlaku secara nasional (di luar Peraturan Daerah) dalam praktiknya sangat ditentukan oleh adanya koordinasi, kerjasama, dan pelibatan aparat penegak hukum yang note bene merupakan instansi vertikal di daerah
seperti,
Kepolisian,
Kejaksaan,
dan
Pengadilan,
sedangkan
koordinasi dengan Kodim lebih menyangkut hal-hal yang bersifat pertahanan
dan
keamanan
wilayah,
di
mana
pengaturan
kewenanganan dan kelembagaannya merupakan wewenang dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, pada tataran pimpinan Muspida (plus) ini tantangan yang harus dihadapi adalah meningkatkan intensitas
dan
ekstensitas
pelaksanaan
koordinasi,
sekaligus
meningkatkan efektivitas dan efisiensinya dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan
yang
menyangkut
pelanggaran
hukum dan ancaman atau gangguan terhadap integrasi dan stabilitas daerah.
c) Kelembagaan dan Aparatur Pembangunan
aparatur,
sebagaimana
yang
tengah
berlangsung pada tataran nasional saat ini reformasi birokrasi di lingkup jajaran Pemerintah Kota Magelang juga sedang berproses, yang
mencakup
pemantapan
antara
otonomi
lain
daerah,
upaya
pemberantasan
desentralisasi,
dan
KKN,
netralitas
pegawai. Walaupun pelaksanaanya sudah ada kemajuan, dalam rentang 20 tahun ke depan masih terdapat tantangan di bidang pendayagunaan
aparatur
pemerintah
yang
tidak
saja
harus
dihadapi, tapi juga diselesaikan, yaitu: (1) Kelembagaan
pemerintah
masih
belum
sepenuhnya
berdasarkan prinsip organisasi yang efisien dan rasional, sehingga struktur organisai kurang proporsional. (2) Sistem manajemen kepegawaian belum mampu mendorong peningkatkatan profesionalitas, kompetensi, dan remunerasi yang adil dan layak sesuai dengan tanggungjawab dan beban kerja, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. (3) Sistem dan prosedur kerja di lingkungan aparatur pemerintah belum efisien, efektif, dan berperilaku hemat. (4) Dalam proporsi tertentu praktik KKN belum sepenuhnya teratasi.
(5) Pelayanan publik belum sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. (6) Terabaikannya
nilai-nilai
etika
dan
budaya
kerja
dalam
birokrasi sehingga melemahkan disiplin kerja, etos kerja, dan produktivitas kerja. Reformasi birokrasi memerlukan proses, tahapan waktu, kesinambungan dan keterlibatan semua komponen yang harus saling terkait dan berinteraksi. Reformasi birokrasi dilakukan melalui penyelarasan kegiatan penataan kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur (SDM aparatur), penataan ketatalaksanaan secara
dinamis,
akuntabilitas,
pemantapan
peningkatan
sistem
kualitas
pengawasan
pelayanan
publik,
dan serta
membangun kultur birokrasi baru. Oleh karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, dinamika sosial, dan dunia usaha. Langkah dan upaya yang perlu dilakukan meliputi: (1) Penataan
kelembagaan,
guna
menjamin
terbangunnya
organisasi pemerintah yang proporsional dan solid yang mampu memperlancar tujuan organisasi secara efektif dan efisien. (2) Penataan
kepegawaian
mengembangkan
dan
(SDM
melaksanakan
aparatur), sistem
guna
manajemen
kepegawaian yang berbasis kinerja atau berorientasi kepada sistem merit, yang didukung oleh perencanaan kepegawaian yang
terintegrasi
dan
berkelanjutan,
tersedianya
sistem
remunerasi yang adil dan layak, pembinaan karier, penilaian berdasarkan prestasi kerja, diklat berbasis kompetensi, tata nilai, moral, etika dan etos kerja yang baik, dan perlindungan hukum untuk memacu pegawai negeri sipil agar dapat berprestasi tinggi (profesional). (3) Efisiensi ketatalaksanaan, sebagai upaya menyempurnakan sistem tatalaksana penyelenggaraan manajemen administrasi pemerintah guna terciptanya efisiensi dan efektivitas tata hubungan kerja dan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui: penyederhanaan sistem dan prosedur kerja, penyempurnaan administrasi umum pemerintahan dan
penyempurnaan sistem pengelolaan sarana kerja aparatur, serta
korporatisasi
unit
pelayanan,
penataan
dan
pengembangan sistem kearsipan. (4) Peningkatan
akuntabilitas
aparatur,
guna
mendorong
perangkat daerah dalam mempertanggungjawabkan kinerja pelaksanaan
sumber
daya
organisasi
pemerintah
dan
pelaksanaaan otonomi daerah. Kriteria penilaian akuntabilitas aparatur pemerintah dan sistem akuntabilitas yang sudah disusun perlu dilaksanakan dan dikembangkan secara lebih konkret dan substansial. Membuka peluang bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan umpan balik tentang kinerja aparatur pemerintah. Kinerja aparatur pemerintah harus dipantau bersama-sama instansi terkait juga perlu dievaluasi dan dinilai. (5) Peningkatan
kualitas
pelayanan
publik,
sebagai
upaya
mewujudkan manajemen pelayanan prima, dalam pengertian produk
pelayanan
yang
cepat,
tepat,
pasti,
efisien,
transparan, akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib bagi masyarakat. (6) Peningkatan
sistem
mengoptimalkan
pengawasan,
pelaksanan
melalui
pengawasan
upaya
penanggulangan
dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di instansi pemerintah harus dilakukan dengan langkah bersama dan tindakan nyata, secara sistematik dan menyeluruh. (7) Optimalisasi koordinasi program pendayagunaan aparatur pemerintah.
8. Wilayah dan Tata Ruang a) Tata Ruang Tantangan
yang
dihadapi
dalam
aspek
pengembangan
wilayah dan penataan ruang adalah bagaimana mengembangkan Kota Magelang agar mampu mengemban peran dan fungsi sebagai kota jasa pada wilayah yang sangat terbatas yaitu hanya + 18,12 kilometer persegi. Disisi lain, pada waktu 20 tahun yang akan datang
akan
terjadi
penambahan
jumlah
penduduk
dan
peningkatan jumlah orang yang bekerja di Kota Magelang dalam
berbagai
sektor.
Bertolak
dari
kondisi
tersebut
maka
permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana mengalokasikan lahan perkotaan secara serasi dan seimbang untuk mewadahi kegiatan perkotaan. Sedangkan disisi lain kebutuhan alokasi lahan terbuka hijau pada kawasan perkotaan harus diakomodasi dalam penataan ruang kota. Pada bulan April tahun 2007 telah diterbitkan UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Salah satu aspek yang merupakan tantangan dalam penataan ruang adalah keharusan bagi kawasan perkotaan untuk mengalokasikan minimal 30% dari luas wilayahnya untuk ruang terbuka hijau, yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat. Selain itu sekurang-kurangnya 30% dari daerah aliran sungai (DAS) harus berupa hutan. Bagi Kota Magelang amanat yang harus dilaksanakan dari undang-undang tersebut merupakan tantangan yang terasa berat, mengingat bahwa luas wilayah administrasi Kota Magelang sangat terbatas,
sedangkan
disisi
lain
tuntutan
pemanfaatan
lahan
perkotaan untuk kegiatan komersial akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan peran dan fungsi Kota Magelang sebagai wilayah yang cukup strategis bagi kawasan-kawasan disekitarnya. Kondisi tersebut akan menimbulkan konflik kepentingan, yaitu antara kepentingan ekonomis dan kepentingan ekologis. Disatu sisi, dibutuhkan lahan untuk investasi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota, sedangkan disisi lain kepentingan pelestarian ekologi lingkungan perkotaan menuntut adanya konservasi dan preservasi lingkungan yang antara lain berupa
mempertahankan
keberadaan
ruang
terbuka
hijau
perkotaan. Salah satu contoh lokasi strategis yang diprediksikan akan rawan menimbulkan konflik kepentingan adalah sepenggal lahan dikaki
Gunung
Sudirman.
Dari
Tidar, sudut
yaitu
yang
pandang
berbatasan investasi,
dengan
Jalan
Jalan
Sudirman
merupakan lokasi yang banyak diincar para penanam modal yang berkepentingan menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan
komersial. Konflik akan muncul apabila pada sisi barat Jalan Sudirman juga dialih fungsikan sebagai area komersial, hal itu terjadi karena pada sisi tersebut akan bersinggungan dengan kaki Gunung Tidar. Sementara
dari
sudut
pandang
perancangan
kawasan
perkotaan, sepenggal lahan di sisi timur Gunung Tidar merupakan sepenggal
lahan
yang
dapat
dipandang
sebagai
suatu
“unreplaceable sight”, karena nilai estetika lahan tersebut yang tidak mungkin tergantikan. Bertolak dari sudut pandang tersebut maka Kawasan Gunung Tidar merupakan kawasan ruang terbuka hijau dan direncanakan untuk tidak dialihfungsikan ke peruntukan lain. Tantangan yang dihadapi dalam mencapai luasan 30% ruang terbuka hijau adalah bagaimana mempertahankan keberadaan ruang terbuka hijau yang ada serta apabila saat ini belum tercapai luasan
tersebut
adalah
bagaimana
mencapai
luasan
yang
diamanatkan. Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, maka diperlukan ketegasan sikap dari Pemerintah Kota Magelang bahwa setiap kebijakan pemanfaatan ruang harus konsisten dengan rencana tata ruang yang ada. Rencana tata ruang yang ada telah mengakomodasi kebutuhan ruang terbuka hijau dan disertai dengan upaya untuk mencapainya yang tertuang dalam indikasi program. Aspek penataan ruang meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Untuk membantu kinerja Pemerintah Kota Magelang dalam pengendalian pemanfaatan ruang maka telah dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang salah satu tugasnya adalah menjaga pemanfaatan ruang kota agar benar-benar sesuai dengan yang direncanakan. Undang-undang
penataan
ruang
juga
mengamanatkan
bahwa pemerintah daerah wajib menyelenggarakan penataan ruang
didaerahnya.
Untuk
mampu
dalam
menyelenggarakan
penataan ruang maka salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang memahami aspek penataan ruang. Menjawab tantangan tersebut maka Pemerintah Kota Magelang harus memikirkan langkah-
langkah dalam rangka meningkatkan SDM bidang penataan ruang melalui pendidikan dan pelatihan dan menambah jumlah sarjana yang berbasis pendidikan perencanaan kota.
b) Wilayah Dalam aspek pengembangan wilayah tantangan yang dihadapi adalah
bagaimana
peruntukan
mengantisipasi
lahan
dihadapkan
kecenderungan
pada
keterbatasan
perubahan luas
lahan.
Berdasarkan pada kecenderungan yang selama ini terjadi, sampai dengan 20 tahun yang akan datang perkotaan
yang
paling
dominan
perubahan peruntukan lahan adalah
untuk
permukiman,
perdagangan, dan jasa. Tahun 2015 diprediksikan lebih dari 50% penduduk Indonesia akan tinggal di kawasan perkotaan. Tekanan arus
urbanisasi
tersebut
akan
mengakibatkan
munculnya
permasalahan dalam penyediaan sarana prasarana permukiman agar tetap memenuhi standar layak huni. Selain itu penambahan sarana sosial, sarana ekonomi dan sarana rekreasi olah raga akan menuntut penyediaan lahan. Perubahan pola pemanfaatan lahan tersebut akan berdampak pada pergeseran bagian wilayah kota, terutama kawasan pusat kota akan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pada kawasan pusat
kota
juga
akan
terjadi
optimalisasi pemanfaatan
lahan,
sehingga kecenderungan yang akan terjadi adalah pola pembangunan secara
vertikal.
Fenomena
tersebut
perlu
diantisipasi
dengan
penerapan aturan yang ketat tentang jumlah lantai minimal pada suatu kawasan. Selain itu ketentuan mengenai Koefisien Lantai Dasar (KLD) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) harus disosialisasikan dan diterapkan secara konsekuen. Pada kurun 20 tahun yang akan datang, peran sub wilayah pembangunan,
yang
diwujudkan
dalam
BWK
dan SBWK
akan
mengalami pergeseran. Areal yang meliputi Bagian Wilayah Pusat Kota akan mengalami peningkatan, yang terutama disebabkan oleh meluasnya
kegiatan
yang
bercirikan
kegiatan
perkotaan,
yaitu
perdagangan, sosial dan jasa. Kawasan Kebonpolo, tepatnya lokasi yang saat ini dimanfaatkan sebagai sub terminal dan pertokoan, diprediksikan akan berkembang menjadi pusat perdagangan kota,
yang dirancang dengan memadukan antara kegiatan perdagangan dan sub terminal. Berkembangnya Kawasan Kebonpolo akan menjadi faktor penarik bagi bergesernya kawasan pusat kota lebih ke arah utara. Sedangkan Kawasan Sidotopo yang saat ini menempati BWK V, diprediksikan akan menjadi salah satu kawasan strategis yang mengampu
kegiatan
perdagangan,
akomodasi
pariwisata
dan
rekreasi, dengan skala pelayanan regional dan lokal. Pengembangan Kawasan
Sidotopo
kawasan
desa
akan
berdampak
Jambewangi,
yang
pula
berada
pada
pengembangan
diwilayah
Kabupaten
Magelang. Lahan-lahan pertanian yang sekarang ada di Jambewangi diprediksi akan beralih menjadi lahan-lahan bukan pertanian. Kondisi tersebut akan menguntungkan bagi pengelolaan kawasan perkotaan di Kota Magelang, karena tidak mengurangi alih fungsi lahan di wilayah Kota Magelang. Berkembangnya
Kawasan
Sidotopo
akan
menjadi
faktor
penyeimbang bagi pertumbuhan kota. Keramaian Kota Magelang yang selama ini masih cenderung terkonsentrasi pada sisi kota bagian tengah dan selatan, pada masa mendatang akan terimbangi dengan perkembangan sisi kota bagian utara. Mengantisipasi terhadap kecenderungan pertumbuhan kota, dan disisi lain wilayah Kota Magelang kemungkinan tidak akan bertambah, maka keberadaan taman-taman kota dan ruang-ruang terbuka hijau kota harus mulai direncanakan. Kawasan-kawasan perkotaan disisi utara
kota,
atau
yang
saat
ini berada
pada
BWK
V, masih
memberikan peluang bagi pembangunan taman-taman rekreasi kota. Apabila pendekatan tersebut tidak dirancang sejak saat ini maka pada masa yang akan datang Kota Magelang akan tumbuh menjadi kota yang tidak layak huni, yang disebabkan oleh kurangnya ruang terbuka hijau di kota.
c) Pertanahan Perkembangan
penggunaan
lahan
oleh
masyarakat
yang
didukung dengan mekanisme pasar lahan yang kurang terarah dan tidak terkendali , akan mengakibatkan pembangunan yang tidak merata. Oleh karena itu konsolidasi tanah merupakan salah satu
instrumen penting untuk mengendalikan mekanisme pasar dalam kaitannya
dengan
upaya
pemanfaatan
tanah
secara
optimal,
seimbang dan lestari dengan meningkatkan efisiensi pemanfaatan tanah di wilayah perkotaan. Konsolidasi tanah dapat didefinisikan sebagai suatu model penataan lingkungan yang dari tidak teratur menjadi teratur. Dalam penerapannya terdapat dua aspek penting yang menjadi sasaran utama konsolidasi tanah yaitu (1) penataan fisik atas penggunan serta (2) pemanfaatan tanah dan penataan terhadap penguasaan dan pemilikan tanah. Dengan demikian diharapkan kawasan
kumuh
dan
penguasaan
lahan
luas
oleh
sebagian
masyarakat akan terkendalikan. Keterbatasan lahan Kota Magelang akan bukan menjadi permasalahan dengan tertatanya penggunaan lahan oleh masyarakat sehingga pembangunan kota akan lebih merata. Intervensi permerintah dalam penggunaan lahan oleh masyakat perlu dilakukan demikian juga sebaliknya pemerintah juga perlu memberikan insentif atas penggunaan tanah secara berkelanjutan oleh masyarakat dengan memberikan kepemilikan
dan
mempermudah
Diharapkan
sebelum
kurun
waktu
pengakuan hukum atas
birokasi 20
kepengurusannya.
tahun
kedepan
berakhir
pensertifikatan atas kepemilikan lahan dapat terealisasi keseluruhan.
9. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Tantangan
yang
dihadapi
dalam
kurun
waktu
20
tahun
mendatang di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah mewujudkan
pembangunan
berlandaskan
prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan suatu daya upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dengan tanpa mengorbankan generasi yang akan datang. Pembangunan
berwawasan
lingkungan
mengandung
makna
bahwa pelaksanaan pembangunan harus memperhatikan kondisi lingkungan agar tetap terjaga demi kelangsungan hidup saat ini dan masa
yang
akan
datang.
Pembangunan
berkelanjutan
dan
berwawasan lingkungan menekankan pada keseimbangan antara
kepentingan-kepentingan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan pelestarian
lingkungan.
Seluruh
kegiatan
pembangunan
harus
dilandasi dengan tiga pilar pembangunan yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (social acceptable) dan ramah lingkungan (enviromentally sound).
a) Hutan Perkembangan
Kota
Magelang
yang
sangat
dinamis
dihadapkan pada keterbatasan luas lahan yang dimiliki Kota Magelang
berpotensi
menyebabkan
muncul
berbagai
konflik
kepentingan dalam pemanfaatan lahan. Konversi lahan pertanian dan ruang terbuka hijau menjadi lahan permukiman dan perekonomian tidak dapat dihindari. Kondisi ini dapat menyebabkan semakin berkurangnya ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota sehingga menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang terpadu untuk mempertahankan dan mengembangkan ruang terbuka hijau, diantaranya dengan: efisiensi pemanfaatan ruang, menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan lindung dengan budi daya, mempertahankan dan merehabilitasi kawasan lindung, pengelolaan hutan kota secara lestari, serta penghijauan pada area-area yang masih memungkinkan seperti sempadan sungai, sepanjang jalan, taman-taman dan pemukiman penduduk.
b) Sumber Daya Air Semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Magelang dengan berbagai aktivitasnya menyebabkan semakin meningkat pula kebutuhan akan air bersih. Di sisi lain kebutuhan air bersih penduduk Kota Magelang selama ini sebagian besar dipenuhi dari wilayah Kabupaten Magelang. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya efisiensi pemanfaatan air bersih dan optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya air yang berada di wilayah Kota Magelang. Pengelolaan sumber daya alam tidak mengenal batas administratif dan wilayah.
Sungai-sungai yang mengalir di Kota Magelang mempunyai hulu dan hilir di luar wilayah Kota Magelang yaitu di wilayah Kabupaten Magelang dan Daerah Istimewa Yogyakarta, demikian pula dengan sumber mata air Tuk Pecah daerah resapan air serta tangkapan air hujan (recharge area) berada di luar wilayah Kota Magelang. Dengan demikian tantangan ke depan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah pengelolaan secara terpadu antara Pemerintah Kota Magelang dengan Pemerintah Daerah lainnya.
c) Lingkungan Hidup Letak geografis Kota Magelang yang sangat strategis karena berada di jalur transportasi utama di Provinsi Jawa Tengah disamping menguntungkan dari sisi perkembangan kota dan ekonomi, di sisi lain juga berpotensi menyebabkan semakin meningkat pula resiko pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, tanah, suara maupun air yang berakibat pada degradasi kualitas lingkungan. Selain itu semakin meningkatnya pendapatan dan perubahan gaya hidup
masyarakat
perkotaan,
akan
berdampak
pula
pada
peningkatan pencemaran lingkungan akibat limbah padat, cair dan gas secara signifikan. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya peningkatan pemanasan global (global warming) ditandai dengan semakin
meningkatnya
suhu
udara,
perubahan
iklim
dan
banyaknya bencana alam. Oleh karena itu tantangan yang dihadapi ke depan adalah bagaimana mengurangi pencemaran sampai pada ambang yang masih diijinkan serta mengurangi peningkatan pemanasan global melalui berbagai upaya dan kerjasama serta komunikasi antara Pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha secara terusmenerus
agar
tercipta
kesadaran
dan
dukungan
bagi
terpeliharanya kualitas lingkungan di Kota Magelang. Dalam upaya mengadapi fenomena perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global diperlukan adaptasi terhadap perubahan iklim khususnya terkait dengan strategi pembangunan sektor kesehatan, pertanian, permukiman dan tata ruang.
Kondisi topografi Kota Magelang yang menyerupai punggung kerbau dengan karakteristik datar pada bagian tengah sedangkan pada sisi Timur dan Barat mempunyai kelerengan yang curam menyebabkan resiko ancaman terhadap bencana alam khususnya tanah longsor. Oleh karena itu diperlukan mitigasi dan adaptasi bencana alam diantaranya dengan pemetaan kawasan rawan bencana,
penyusunan
memperhitungkan
rencana
kawasan
rawan
tata
ruang
bencana,
dengan
serta
pola
pembangunan kota disesuaikan dengan daya dukung lingkungan. d) Pengelolaan Sampah Sampah merupakan salah satu permasalahan krusial yang dihadapi kota-kota di Indonesia tak terkecuali Kota Magelang. TPA ( Tempat Pembuangan Akhir Sampah ) Banyu Urip, apabila tidak dikelola secara baik akan berpotensi menimbulkan konflik karena letaknya berada di luar wilayah Kota Magelang yaitu di Kabupaten Magelang. Meningkatnya
jumlah
dan
aktifitas
penduduk
menyebabkan
semakin meningkat pula penambahan timbulan sampah yang dihasilkan. Mengingat terbatasnya kapasitas daya tampung dari TPA,
diperkirakan TPA tidak akan mampu lagi menampung
sampah atau dapat dikatakan TPA habis umur pemakaiannya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sampah perlu dikelola secara terpadu baik dari aspek teknik operasional, kelembagaan, keuangan,
pengaturan
maupun
partisipasi
masyarakat.
Pengelolaan sampah perlu ditekankan melalui upaya 3R ( Reduce, Reuse, Recycle ). Pada bagian hulu, besarnya volume timbulan sampah perlu direduksi seminimal mungkin bahkan sampai pada tingkatan tidak ada buangan sampah ( zero waste ) dengan cara melibatkan partisipasi masyarakat dalam pemilahan maupun pengolahan sampah. Proses pengangkutan sampah perlu dioptimalkan agar tidak terjadi penumpukan sampah di kota akibat keterlambatan pengangkutan sampah. Di bagian hilir, TPA perlu dikelola secara optimal baik dalam pemanfaatan dan pengolahan sampah maupun dalam pengelolaan kualitas lingkungan TPA agar umur TPA dapat diperpanjang serta
tidak menimbulkan potensi konflik dengan warga sekitar TPA. Metode Open Dumping yang dilaksanakan selama ini perlu diganti menjadi Sanitary Landfill. Untuk mengantisipasi kesinambungan umur serta ketersediaan lahan TPA, perlu dikaji kemungkinan pembuatan TPA regional terpadu antara Pemerintah Kota Magelang dengan Pemerintah Daerah
lainnya
khususnya
dengan
Pemerintah
Kabupaten
Magelang. Selain itu, paradigma selama ini yang menganggap sampah hanyalah sebagai residu yang tidak berguna perlu diubah menjadi suatu peluang investasi yang dapat mendatangkan keuntungan
dengan
pengelolaan
sampah
secara
benar
dan
profesional.
C. MODAL DASAR Modal dasar pembangunan Kota Magelang adalah seluruh sumber kekuatan baik yang efektif maupun potensial, bisa diperbarui (tangabel) atau tidak bisa diperbarui (intangabel), yang dimiliki dan didayagunakan oleh Pemerintah Kota Magelang dalam melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Modal dasar tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Posisi yang strategis, Kota Magelang berada pada persimpangan jalur perhubungan dengan kota-kota di sekitarnya yaitu jalur transportasi antar Semarang - Yogyakarta, Semarang – Purworejo, Wonosobo – Salatiga dan kota-kota disekitarnya. Posisi tersebut merupakan salah satu
modal
potensial
yang
menjadikan
Kota
Magelang
dapat
dikategorikan sebagai kota kecil dengan nilai strategis yang memiliki faktor daya tarik (pull factor), pengaruh, daerah tujuan, dan menjadi barometer bagi daerah-daerah di sekitarnya seperti Kabupaten Magelang, Temanggung, Wonosobo, dan Purworejo. 2. Luas wilayah Kota Magelang yang sangat terbatas hanya +18,12 Km2 menjadi
potensi
yang
memudahkan
daya
jangkau
perluasan
pembangunan hingga ke sudut-sudut kota, sehingga pemerataan hasil pembangunan secara relatif akan dapat dirasakan langsung oleh sebagian besar penduduknya. Selain itu pendeknya jarak yang harus
ditempuh juga akan memudahkan koordinasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. 3. Keberadaan Gunung Tidar merupakan kekhasan (landmark) Kota Magelang yang tidak dimiliki oleh banyak daerah lainnya. Selain sebagai kawasan hutan lindung, lokasi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai arena rekreasi alam dan wisata spiritual. Nuansa spiritual sebenarnya secara tradisional pada hari-hari tertentu sudah berjalan selama ini. Karena itu perlu diadakan penggalian terhadap kandungan keluhuran nilai spiritualnya yang merupakan warisan nenek moyang (local wisdom), untuk kemudian diaktualisasikan dan direlevansikan dengan konteks kondisi yang tengah berjalan. Apabila dikemas dengan baik serta dilengkapi fasilitas infrastruktur yang memadai dapat diproyeksikan ke depannya akan menjadi obyek wisata yang bernilai yang akan memperkuat daya tarik Kota Magelang disamping fasilitas wisata yang telah ada saat ini, seperti cagar alam, cagar budaya, mainan anak-anak di Taman Kyai Langgeng; museum; bangunan bersejarah; seni dan budaya tradisional; taman-taman kota;
wisata
belanja
(shoping
tourism)
di
sepanjang
pecinan
(chinatown); wisata kuliner; dan bentuk wisata kontemporer lainnya. 4. Walaupun sumber daya alam di Kota Magelang sangat terbatas, namun dengan kualitas penduduk yang cukup memadai dengan ratarata
tingkat
pendidikan
yang
lebih
baik
dibandingkan
daerah
sekitarnya memberi pengaruh positif terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan daerah, sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan serta pemeliharaan hasil-hasil pembangunan. Karena penduduk merupakan sumber daya potensial dan produktif bagi pembangunan, maka proporsi jumlah penduduk usia produktif di Kota Magelang yang besar (44,52 persen dari sejumlah menjadi
potensi
yang
luar
119.904 jiwa pada tahun 2006) akan biasa
dalam
menggerakkan
roda
pembangunan apabila diberi peran, peluang, dan kesempatan yang memadai sesuai dengan kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan yang dimilikinya. 5. Tersedianya sarana dan prasarana perkotaan yang mendukung Kota Magelang
sebagai
Kota
Jasa.
Fasilitas
sarana
dan
prasarana
pendidikan dan kesehatan sudah lengkap dan tersebar secara merata
di Kota Magelang. Jangkauan pelayanannya mencakup wilayah hinterland, sehingga berpotensi menjadi pusat layanan pendidikan dan kesehatan di tingkat regional. Sedangkan sarana perekonomian juga cukup lengkap yang didukung dengan keberadaan sarana untuk jasa perdagangan baik tradisional maupun moderen, serta jasa keuangan dan perbankan. 6. Terpelihara dan terjaganya stabilitas keamanan wilayah, dengan dukungan satuan-satuan Polri dan TNI-AD yang bermarkas di wilayah Kota
Magelang,
menjadi
modal
yang
sangat
berharga
dalam
menciptakan kondusifitas penyelenggaraan aktivitas pemerintah dan masyarakat sehari-harinya. Begitu pula interaksi sosial yang harmonis dan kerukunan hubungan antar umat beragama yang telah tercipta selama ini memberi atmosfer kedamaian, aman dan nyaman bagi para penduduknya. Iklim sejuk ini, apabila didukung dengan aparatur pemerintah yang bersih serta dengan menerapkan prosedur yang mudah dan murah akan menjadi penarik investor untuk menanamkan modalnya di Kota Magelang. 7. Tingkat kesadaran politik masyarakat telah cukup baik sebagaimana dicerminkan oleh tingginya partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu Legislatif, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, dan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2005 sehingga dihasilkan figur-figur pimpinan yang dapat mengemban amanat rakyat secara berkesinambungan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Magelang. 8. Peran masyarakat madani (civil society) dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan baik sebagai penyeimbang, pengontrol, maupun partner pemerintah dalam proses pembangunan. Fenomena ini akan memberi kontribusi yang besar bagi terciptanya penadbiran (good governance) dalam praktik penyelenggaran pemerintahan. Pemerintahan
yang
baik
dan
bersih
secara
signifikan
akan
memposisikan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat sebagai orientasi utamanya. 9. Budaya yang merupakan cerminan dari hasil cipta, rasa dan karsa warga Kota Magelang sangat dipengaruhi oleh kualitas manusianya dari aspek pendidikan, kesehatan dan hidup layak sebagaimana telah dikompositkan ke dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kota
Magelang yang beberapa tahun terakhir memiliki angka IPM yang tinggi dan diatas rata-rata sebagian besar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah bisa menjadi modal yang cukup besar untuk mencapai visi pembangunan jangka panjang yang telah dicanangkan. 10.Kualitas SDM aparatur pemerintah cukup baik dibandingkan daerah sekitarnya. Ini ditunjukkan dengan banyaknya PNS yang telah mengenyam pendidikan tinggi, hingga S-2 dan S-3. Selain itu, menyadari pentingnya kualitas sumber daya manusia guna kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya, Kota Magelang secara nyata melakukan segala upaya untuk memacu masyarakat agar mempunyai daya saing dan nilai tambah terhadap berbagai produk unggulan yang dihasilkannya. Pengembangan iptek melalui program krenova dengan memberi penghargaan baik secara individu maupun lembaga yang berhasil menemukan inovasi baru di bidang sosial maupun ilmu alam yang bisa memberi manfaat bagi kehidupan manusia menjadi modal berharga terhadap kemajuan iptek yang berbasis local genuine. Disamping itu pengembangan ICT (information and communication technology) di instansi pemerintah, swasta, dan sekolah-sekolah merupakan potensi yang harus dikembangkan dalam memperkuat daya saing dan kolaborasi Kota Magelang dengan daerah-daerah lainnya baik dalam skala regional, nasional maupun internasional sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi di era globalisasi.
BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN KOTA MAGELANG TAHUN 2005-2025 A. Visi Berdasarkan kondisi Kota Magelang saat ini, tantangan yang dihadapi dalam kurun waktu dua puluh tahun mendatang, serta dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka ditetapkan Visi Kota Magelang Tahun 2005-2025 : “Magelang Sebagai Kota Jasa Yang Berbudaya, Maju Dan Berdaya Saing Dalam Masyarakat Madani” Visi pembangunan daerah tahun 2005-2025 itu mengarah pada pencapaian cita-cita dan harapan masyarakat Kota Magelang. Adapun makna visi tersebut adalah:
1. Magelang, Magelang diartikan sebagai suatu daerah otonom. Daerah otonom
(selanjutnya
disebut
daerah)
adalah
suatu
kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan aspirasi
masyarakat
masyarakat
menurut
dalam
urusan pemerintahan dan
prakarsa
sistem
Negara
sendiri
berdasarkan
Kesatuan
Republik
Indonesia. Daerah menunjukkan suatu kesatuan pemerintahan dan kemasyarakatan beserta semua potensi yang dimiliki. 2. Kota Jasa, artinya pembangunan Kota Magelang diarahkan untuk memperkuat sektor jasa yang didominasi oleh jasa pemerintahan umum dan jasa swasta sebagai potensi kota, dengan menitikberatkan pada sektor perekonomian, sektor kesehatan dan sektor pendidikan. 3. Berbudaya, artinya
masyarakat Kota Magelang diarahkan untuk
memperkuat jati diri yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, patuh pada aturan hukum, dapat memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama, melaksanakan interaksi antar budaya dan menerapkan nilai-nilai luhur yang sudah ada. 4. Maju, artinya bahwa pelaksanaan pembangunan daerah senantiasa dilandasi dengan keinginan bersama untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik secara fisik maupun non fisik didukung oleh sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi, berperadaban tinggi, profesional serta berwawasan kedepan yang luas. Maju juga diarahkan
pada
terbentuknya
daerah
yang
mampu
mengelola
segenap
potensinya
dengan
tetap
mengedepankan
pentingnya
kerjasama dan sinergisitas. 5. Berdaya Saing, artinya Kota Magelang diarahkan sebagai kota yang mempunyai
keunggulan
komparatif
dan
kompetitif
melalui
pengembangan seluruh kekuatan perekonomian daerah sebagai pemacu tumbuh dan berkembangnya perekonomian rakyat yang berdaya saing tinggi, didukung oleh sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing. 6. Madani, artinya Masyarakat Kota Magelang diarahkan untuk hidup agamis dengan damai dan demokratis, menjunjung tinggi dan menegakkan hukum dengan penuh kesadaran (adil), menghargai hak asasi manusia dan maju kehidupan lahir batinnya (makmur).
G. MISI : Berdasarkan Visi tersebut ditetapkan Misi Pembangunan Kota Magelang Tahun 2005-2025 sebagai berikut : 1. Mewujudkan Kota Magelang sebagai pusat pelayanan jasa yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan fasilitas yang memadai. 2. Mewujudkan masyarakat Kota Magelang yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab. 3. Meningkatkan daya saing daerah melalui pengelolaan pembangunan Kota Magelang yang efisien, efektif, profesional dan berwawasan lingkungan serta mengembangkan potensi daerah secara kreatif dan inovatif didukung oleh penguasaan iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas. 4. Mengembangkan perekonomian Kota Magelang yang bertumpu pada penguatan
ekonomi
kerakyatan,
penciptaan
iklim
usaha
yang
kondusif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang ditandai dengan penurunan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat. 5. Mewujudkan
good
governance
dan
clean
goverment
dengan
melibatkan dunia usaha, masyarakat madani (civil society), dan media massa untuk menuju kehidupan masyarakat Kota Magelang yang damai, demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebenaran.
BAB IV ARAH, TAHAPAN, DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN 2005-2025
Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 adalah mewujudkan Kota Jasa yang berbudaya, maju dan berdaya saing dalam masyarakat madani. Sebagai tolok ukur tercapainya kota Magelang sebagai kota jasa yang berbudaya, maju dan berdaya saing menuju masyarakat madani, pembangunan
daerah
dalam
20
tahun
mendatang
diarahkan
pada
pencapaian sasaran–sasaran pokok sebagai berikut : 1. Terwujudnya
Kota
Magelang
sebagai
pusat
pelayanan
jasa
yang
didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan fasilitas yang memadai, ditandai oleh hal-hal berikut : a. Terwujudnya Kota Magelang sebagai pusat pelayanan jasa untuk wilayah Jawa Tengah Bagian Tengah. b. Terpenuhinya kualitas sumber daya manusia untuk kebutuhan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan di kota Magelang. c. Terlengkapinya sarana dan prasarana penyelenggaraan
jasa
perekonomian,
fisik sebagai pendukung jasa
kesehatan
dan
jasa
pendidikan sebagai fasilitas pendukung kota jasa. 2. Terwujudnya
masyarakat
bermoral, beretika,
Kota
Magelang
yang
berakhlak
mulia,
berbudaya dan beradab, ditandai oleh hal-hal
berikut : a. Terwujudnya
karakter
masyarakat
yang
berakhlak
mulia
dan
bermoral yang berdasarkan falsafah Pancasila. Dicirikan dengan watak, perilaku masyarakat yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas. b. Perilaku masyarakat yang berbudaya, ditandai dengan meningkatnya peradaban, harkat, martabat, menguatnya jati diri, kepribadian, menguatnya ketahanan dan modal sosial masyarakat. 3. Terwujudnya daya saing daerah melalui pengelolaan pembangunan Kota Magelang yang efisien, efektif, profesional, berwawasan lingkungan,
mengembangkan potensi daerah secara kreatif, inovatif didukung oleh penguasaan iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas, ditandai oleh hal-hal berikut: a. Terbangunnya struktur perekonomian
yang kokoh berlandaskan
keunggulan kompetitif, didukung oleh peran sektor jasa dengan kualitas pelayanan yang lebih bermutu dan berdaya saing. b. Tingkat pembangunan yang semakin merata keseluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. c. Terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat, didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan efektif untuk mewujudkan hunian kota tanpa permukiman kumuh. d. Terwujudnya lingkungan perkotaan yang sesuai dengan kehidupan layak dan berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat dalam mendukung kualitas kehidupan sosial, ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari. e. Tersusunnya jaringan infrastruktur perhubungan yang memadai dan terintegrasi dengan wilayah sekitar, serta terselenggaranya pelayanan pos dan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya masyarakat informasi. 4. Terwujudnya
perekonomian
Kota
Magelang
yang
bertumpu
pada
penguatan ekonomi kerakyatan, penciptaan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan ditandai penurunan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat. a. Tercapainya
pertumbuhan
ekonomi
yang
berkualitas
dan
berkesinambungan sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai 5 (lima) besar tingkat kesejahteraan di wilayah Jawa Tengah. b. Tercapainya
keberdayaan
masyarakat
dengan
terfasilitasinya
kebutuhan dasar, menguatnya etos kerja dan produktivitas, serta adanya jaminan perlindungan sosial. c. Meningkatnya
kualitas
sumber
daya
manusia,
termasuk
peran
perempuan dalam pembangunan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat diukur dari meningkatnya Indeks Pembangunan
Manusia
(IPM).
Sedangkan
kemajuan peran
perempuan diukur
dengan peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Angka GDI (Gender-related Devolepment Index) yang mengukur kualitas hidup perempuan dengan meramu komponen pendidikan, kesehatan dan ekonomi, serta peningkatan Angka GEM (Gender Empowerment Measurement) yang menitikberatkan pada partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan. 5. Terwujudnya good governance dan clean government dengan melibatkan dunia usaha, masyarakat madani (civil society), dan media massa sehingga
kehidupan
demokratis,
masyarakat
menjunjung
tinggi
Kota
Magelang
nilai-nilai
agamis,
keadilan
dan
damai,
kebenaran,
ditandai dengan hal-hal berikut : a. Meningkatnya profesionalisme aparatur pemerintah daerah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab, serta profesional yang mampu mendukung pembangunan kota Magelang. b. Terciptanya supremasi hukum dan penegakan hak azasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 tanpa memandang kedudukan, pangkat dan jabatan seseorang. c. Terwujudnya konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik
yang
pemerintah birokrat
dapat
yang
yang
diukur
dengan
berdasarkan
profesional
adanya
penyelenggaraan
ketentuan
hukum
netral,
masyarakat
dan
yang
berlaku,
politik
dan
masyarakat ekonomi yang mandiri. d. Terwujudnya peningkatan peran dunia usaha dalam ikut serta menggerakkan roda pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan dan
taraf
hidup
masyarakat
melalui
tanggung
jawab
sosial
perusahaan (coorporate social responsibility). e. Tercapainya peningkatan partisipasi masyarakat madani (civil society) dan media massa yang berperan sebagai partner, rekanan, serta pengontrol
dan
penyeimbang
(check
and
balance)
jalannya
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dalam bingkai kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.
Untuk mencapai tingkat perkembangan MAGELANG SEBAGAI KOTA JASA
YANG
BERBUDAYA,
MAJU
DAN
BERDAYA
SAING
DALAM
MASYARAKAT MADANI yang diinginkan Pemerintah Kota Magelang, arah pembangunan jangka panjang daerah selama kurun waktu 20 tahun mendatang adalah sebagai berikut :
A.
ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 2005-2025 1. Mewujudkan Kota Magelang sebagai pusat pelayanan jasa yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan fasilitas yang memadai, diarahkan melalui : a. Peningkatan pembangunan dan pengembangan fasilitas sarana dan prasarana perkotaan. b. Peningkatan aksesibilitas untuk mendapatkan pelayanan publik. c. Peningkatan
kemampuan
dan
ketrampilan
Sumber
Daya
Manusia. 2. Mewujudkan masyarakat Kota Magelang yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab diarahkan melalui : a. Pembentukan karakter masyarakat yang berakhlak mulia dan bermoral
berdasarkan
falsafah
Pancasila.
Dicirikan
dengan
watak, perilaku masyarakat yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong dan berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas. b. Peningkatan pemahaman dan pengamalan agama serta nilai-nilai luhur budaya dalam kehidupan dan penghidupan sehari-hari masyarakat Kota Magelang. c. Pemantapan
budaya
dan
kearifan
lokal
masyarakat
kota
Magelang yang memiliki jati diri untuk mendukung harkat dan martabatnya, serta memperkuat ketahanan dan modal sosial masyarakat dalam suasana kebersamaan, kegotong-royongan, saling peduli dan saling membantu dalam membangun keluarga sejahtera secara mandiri. 3. Mewujudkan daya saing daerah melalui pengelolaan pembangunan Kota Magelang yang efisien, efektif,
profesional, berwawasan
lingkungan, mengembangkan potensi daerah secara kreatif, inovatif, didukung oleh penguasaan iptek dan sumber daya manusia yang berkualitas, diarahkan melalui: a. Peningkatan
kualitas
pelayanan
beserta
sumber
daya
manusianya di berbagai aspek sehingga mempunyai daya saing
yang
dapat
diandalkan
dalam
mendukung
pertumbuhan
perekonomian. b. Peningkatan profesionalitas dalam pengelolaan pembangunan kota yang disertai peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukungnya sehingga mampu menjadi penyangga wilayah sekitar. c. Pengelolaan lingkungan hidup kawasan perkotaan
dengan
meningkatkan kualitas ruang-ruang terbuka hijau dan tamantaman kota serta menjaga kualitas air, udara serta sumber daya alam lainnya dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. d. Penciptaan iklim yang kondusif sebagai pendukung kreativitas masyarakat untuk menciptakan inovasi dalam mengembangkan potensi kota. e. Pemanfaatan
Ilmu
Pengetahuan
dan
teknologi
sesuai
perkembangannya sebagai pendukung profesionalitas dan kinerja masyarakat dalam partisipasinya melaksanakan pembangunan. 4. Mewujudkan perekonomian Kota Magelang yang bertumpu pada penguatan ekonomi kerakyatan, penciptaan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang ditandai dengan penurunan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat, diarahkan melalui : a. Penguatan ekonomi kerakyatan melalui peningkatan daya saing Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi; b. Penciptaan iklim investasi yang kondusif untuk pendukung pengembangan sektor industri kecil, perdagangan dan jasa-jasa lainnya; c. Penyediaan sumber daya manusia berkualitas yang mampu mendukung
pengembangan-pengembangan
usaha
di
Kota
Magelang; d. Penumbuhkembangan lembaga keuangan sebagai pendukung pengembangan ekonomi daerah; e. Peningkatan kerjasama ekonomi antar daerah/wilayah; f. Peningkatan peran pemerintah dalam memfasilitasi peningkatan permodalan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi;
g. Peningkatan peran serta masyarakat dalam penciptaan lapangan kerja melalui usaha ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat; h. Peningkatan
sistem
kelembagaan
dan
infrastruktur
perekonomian yang maju; i. Peningkatan
pemerataan
pendapatan
masyarakat
melalui
perluasan kesempatan kerja; j. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui peningkatan investasi dan ekspor. k. Peningkatan
pemberdayaan
kebutuhan-kebutuhan
masyarakat
dasar,
melalui pemenuhan
penguatan
produktivitas,
dan
perlindungan sosial.
5. Mewujudkan
good
governance
dan
clean
goverment
dengan
melibatkan dunia usaha, masyarakat madani (civil society), dan media massa untuk menuju kehidupan masyarakat Kota Magelang agamis, damai, demokratis, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebenaran, diarahkan melalui : a. Peningkatan kualitas pelayanan umum yang didukung oleh SDM aparatur pemerintah yang profesional; b. Penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme; c. Penciptaan
akuntabilitas
publik
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan di lingkungan Pemerintah Kota Magelang; d. Penegakan Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mencerminkan keadilan dan kebenaran; e. Pemberian peran dan fungsi yang proporsional terhadap dunia usaha, masyarakat madani, dan media massa untuk berkiprah dalam proses pelaksanaan pembangunan daerah.
B.
TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS Untuk mencapai tujuan MAGELANG SEBAGAI KOTA JASA YANG BERBUDAYA, MAJU DAN BERDAYA SAING DALAM MASYARAKAT MADANI, akan ditempuh tahap-tahap pelaksanaannya melalui:
1. RPJM Daerah Ke-1 (2005-2010), Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap sebelumnya, RPJM Daerah ke-1 diprioritaskan untuk meletakkan sendi-sendi pokok sebagai kota jasa yaitu dengan mengupayakan: a. Melengkapi
sarana
dan
prasarana
fisik
sebagai
pendukung penyelenggaraan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan; b. Penyempurnaan sarana dan prasarana pelayanan dasar; tanpa mengabaikan pembangunan dibidang lain sebagai upaya menuju masyarakat yang lebih sejahtera. 2. RPJM
Daerah
Ke-2
(2011-2015),
Berlandaskan
pelaksanaan,
pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM Daerah Ke-1, RPJM Daerah Ke-2 diprioritaskan untuk: a. Mewujudkan
Kota
Magelang
yang
berbudaya,
maju
dan
berdaya saing melalui upaya-upaya peningkatan kualitas SDM; b. Memantapkan peran dan fungsi lembaga pemerintah, swasta, masyarakat madani, dan media massa sebagai pendukung pelayanan
jasa
perekonomian,
jasa
kesehatan
dan
jasa
pendidikan; c. Memberi pelayanan masyarakat yang lebih baik dibandingkan dengan daerah-daerah lain; tanpa mengabaikan pembangunan dibidang lainnya.
3. RPJM Daerah Ke-3 (2016-2020), Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM Daerah Ke-2, RPJM Daerah Ke-3 diprioritaskan untuk:
a. Meningkatkan
dan
memantapkan
upaya
menyejahterakan masyarakat melalui optimalisasi peran dan fungsi lembaga pemerintah, swasta, masyarakat madani, dan media massa khususnya dalam pelayanan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan;
b. Menciptakan peluang kerja dalam bidang pelayanan jasa perekonomian, jasa kesehatan dan jasa pendidikan; tanpa mengabaikan pembangunan dibidang lain sebagai upaya menuju masyarakat yang berdaya dan mandiri.
4. RPJM Daerah Ke-4 (2021-2025), Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM Daerah Ke-3, RPJM Daerah Ke-4 diprioritaskan untuk: a. memantapkan
pembangunan
secara
menyeluruh
di
berbagai bidang; b. mewujudkan tercapainya perekonomian daerah yang berdaya saing tinggi, berlandaskan budaya yang unggul, sumber daya manusia yang berkualitas dan mandiri; c. mewujudkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat madani.
BAB V KAIDAH PELAKSANAAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 – 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2025 yang memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah Kota Magelang tahun 2005 – 2025.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025 selanjutnya akan menjadi acuan dan pedoman bagi Pemerintah Kota Magelang dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Magelang untuk tahun 2011-2015, tahun 2016-2020, dan tahun 2021-2025.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka ditetapkan kaidah – kaidah pelaksanaan sebagai berikut:
1. Agar terjadi kesinambungan dalam penyusunan kebijakan daerah, maka calon Walikota harus memperhatikan RPJP Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025 dan menjadikannya sebagai pedoman dalam menyusun visi dan misi daerah yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kota Magelang untuk tahun 2011-2015, tahun 2016-2020, dan tahun 2021-2025.
2. Lembaga eksekutif
dan lembaga
legislatif Kota Magelang dengan
didukung oleh Instansi Vertikal yang ada di wilayah Kota Magelang dan masyarakat termasuk dunia usaha, berkewajiban untuk melaksanakan program–program dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025.
3. Walikota dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah
berkewajiban
untuk
mengarahkan
pelaksanaan
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005–2025 dengan menggerakkan secara optimal semua potensi dan kekuatan daerah.
4. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Magelang berkewajiban untuk menyusun rencana strategis yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pokok pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005 – 2025 yang akan menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Kerja Perangkat Daerah Kota Magelang serta menjamin konsistensinya.
BAB VI PENUTUP
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005–2025 yang berisi visi, misi, dan arah pembagunan Kota Magelang, merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di dalam penyelenggaraan pembangunan jangka panjang daerah 20 (dua puluh) tahun ke depan. RPJP Daerah juga menjadi arah dan pedoman di dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah, dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya selama periode tersebut di atas. Selain itu juga sebagai koridor dalam penyusunan visi, misi dan program calon Walikota dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan. Proses penyusunan RPJP Daerah Kota Magelang telah melibatkan para pemangku
kepentingan
(stakeholders)
pembangunan
dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sehingga hasilnya benar–benar merupakan kesepakatan yang dapat diterima oleh berbagai pihak. Langkah-langkah untuk mewujudkan RPJP Daerah Kota Magelang Tahun 2005–2025 dibagi dalam 4 (empat) tahap. Tahap pertama RPJM Kota Magelang Tahun 2005–2010 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2005 sudah merupakan dalam tahapan RPJP Daerah Kota Magelang Tahun 2005–2025. Untuk
mewujudkan
visi
“Magelang
Sebagai
Kota
Jasa
Yang
Berbudaya, Maju dan Berdaya Saing Dalam Masyarakat Madani“ perlu didukung oleh (1) komitmen dari kepemimpinan daerah yang berakhlak mulia, kapabel, berkualitas dan demokratis (2) Good Governance dan Clean Government (3) konsistensi kebijakan pemerintah daerah (4) keberpihakan kepada rakyat (5) partisipasi aktif dari masyarakat, media massa, dan pihak swasta (6) mekanisme kontrol dan pengawasan serta akuntabilitas publik yang baik. WALIKOTA MAGELANG Cap/ ttd H. FAHRIYANTO