PEMERINTAH KABUPATEN KABUPATEN BARITO BARITO UTARA UTARA PEMERINTAH PERATURAN DAERAH DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BARITO BARITO UTARA PERATURAN NOMOR 11 TAHUN TAHUN 2013 2013 NOMOR TENTANG TENTANG PENGELOLAAN PASAR PASAR TRADISIONAL, TRADISIONAL, PASAR PASAR MODERN DAN PENGELOLAAN PEMBINAAN PEDAGANG PEDAGANG KALI KALI LIMA LIMA DI DI KABUPATEN KABUPATEN BARITO UTARA PEMBINAAN DENGAN RAHMAT RAHMAT TUHAN TUHAN YANG YANG MAHA MAHA ESA DENGAN BUPATI BARITO BARITO UTARA, UTARA, BUPATI Menimbang:: a. a. bahwa bahwa untuk untuk menunjang menunjang perkembangan perkembangan usaha perdagangan Menimbang eceran dalam dalam skala skala kecil kecil dan dan menengah, menengah, usaha perdagangan eceran eceran modern modern dalam dalam skala skala besar, besar, dan dan usaha perdagangan eceran informal di di Kabupaten Kabupaten Barito Barito Utara, Utara, informal keberadaan pasar tradisional dan dan pedagang pedagang kaki kaki lima lima perlu perlu diberdayakan agar tradisional dapat tumbuh tumbuh dan dan berkembang berkembang serasi, serasi, saling memerlukan, dapat saling memperkuat memperkuat serta serta saling saling menguntungkan; menguntungkan; saling b. bahwa bahwa dalam dalam rangka rangka mewujudkan mewujudkan maksud maksud tersebut pada huruf b. a, perlu perlu adanya adanya kebijakan kebijakan pengaturan pengaturan Pasar dan Pembinaan a, Pedagang Kaki Kaki Lima Lima di di Kabupaten Kabupaten Barito Barito Utara; Pedagang c. bahwa bahwa berdasarkan berdasarkan pertimbangan pertimbangan sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam c. huruf aa dan dan huruf huruf b, b, perlu perlu membentuk membentuk Peraturan Daerah yang huruf mengatur tentang tentang Pengelolaan Pengelolaan Pasar Pasar Tradisional, Tradisional, Pasar Modern mengatur dan Pembinaan Pembinaan Pedagang Pedagang Kaki Kaki Lima Lima di di Kabupaten Kabupaten Barito Utara. dan Mengingat :: 1. 1. Undang-Undang Undang-Undang Nomor Nomor 27 27 Tahun Tahun 1959 1959 tentang Penetapan Mengingat Undang-Undang Darurat Darurat Tahun Tahun 1953 1953 tentang Pembentukan Undang-Undang Daerah Tingkat Tingkat II II di di Kalimantan Kalimantan sebagai sebagai Undang-Undang Daerah (Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, (Lembaran Tambahan Lembaran Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Indonesia Nomor 1620); Tambahan 2. Undang-Undang Undang-Undang Nomor Nomor 44 Tahun Tahun 1992 1992 tentang Perumahan dan 2. Permukiman (Lembaran (Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Tahun 1992 Permukiman Nomor 23, 23, Tambahan Tambahan Lembaran Lembaran Negara Negara Republik Indonesia Nomor Nomor 3469); 3469); Nomor 3. Undang-Undang Undang-Undang Nomor Nomor 25 25 Tahun Tahun 1992 1992 tentang Perkoperasian 3. (Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Indonesia Tahun Tahun 1995 Nomor 116, (Lembaran Tambahan Lembaran Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Indonesia Nomor 3502); Tambahan 4. Undang-Undang Undang-Undang Nomor Nomor 99 Tahun Tahun 1995 1995 tentang Usaha Kecil 4. (Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, (Lembaran Tambahan Lembaran Lembaran Negara Negara Republik Republik Indonesia Indonesia Nomor 3611); Tambahan
1
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817); 7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 10. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonsia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 13. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 14. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 15. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3743); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
2
19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 20. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; 21. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Utara Nomor 2 Tahun 1989 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Utara (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Utara Tahun 1989 Nomor 11 Seri D ); 22. Peraturan Daerah Kabupatan Utara Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Wajib dan Pilihan yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Barito Utara (Lembaran Daerah Kabupaten Barito Utara Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barito Utara Nomor 1 ) ; 23. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Utara Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Barito Utara (Lembaran Daerah Kabupaten Barito Utara Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barito Utara Nomor 2 ) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Barito Utara Nomor 1 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Barito Utara Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Barito Utara (Lembaran Daerah Kabupaten Barito Utara Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barito Utara Nomor 2 ); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA dan BUPATI BARITO UTARA MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL, PASAR MODERN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN BARITO UTARA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Barito Utara. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Barito Utara. 3. Bupati adalah Bupati Barito Utara.
3
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barito Utara sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 5. Dinas adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Barito Utara. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Barito Utara. 7. Pasar adalah area tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan kegiatan jual beli baik barang maupun jasa dengan jumlah penjual dan pembeli lebih dari satu . 8. Pasar Tradisional adalah Pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, Swasta, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, Pedagang Kaki Lima, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar termasuk Pasar Ramadhan. 9. Pasar Tradisional Daerah yang selanjutnya disebut pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari 1(satu) yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah dengan tempat usaha berupa kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. 10. Pengelolaan Pasar adalah upaya terpadu untuk menata dan membina keberadaan pasar yang meliputi kebijakan perencanaan, perizinan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,pembinaan dan evaluasi serta penegakan hukum. 11. Perlindungan pasar adalah upaya terpadu guna membangun daya tahan pasar yang berkelanjutan dan mampu memberdayakan pasar sebagai tempat kegiatan ekonomi dalam usaha mewujudkan kesejahteraan masyarakat/pedagang pasar. 12. Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan/atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan/atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. 13. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimilki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. 14. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah) sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00 (Sepuluh Milyar Rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan/tahun lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (Dua Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (Lima Puluh Milyar Rupiah). 15. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan/tahun lebih besar dari usaha menengah. 16. Pihak lain adalah usaha besar, usaha menengah, usaha kecil, Koperasi, Badan Usaha, Perusahaan Swasta Nasional/Penanaman Modal Dalam Negeri, Lembaga Pendidikan dan/atau Yayasan/Lembaga Sosial Masyarakat yang tunduk pada hukum Indonesia dan berbadan hukum. 4
17. Eceran adalah sistem atau cara penjualan barang-barang dagangan kebutuhan pokok dan/atau barang-barang yang menjadi spesifikasi dalam pasar dalam jumlah kecil sampai pada konsumen akhir. 18. Kios adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar yang diizinkan dan terpisah antara satu tempat dengan yang lain mulai dari lantai, dinding, plafond dan atap yang sifatnya tetap atau permanen sebagai tempat berjualan barang atau jasa. 19. Los adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar yang diizinkan alas/lantainya permanen dalam bentuk memanjang tanpa dinding pembatas ruangan atau tempat berjualan dan digunakan sebagai tempat berjualan barang atau jasa. 20. Tenda adalah sarana berjualan yang bersifat sementara di area tertentu dan digunakan oleh pedagang sebagai pelindung sementara dalam berjualan. 21. Pelataran adalah tempat atau lahan terbuka di area pasar yang digunakan untuk ruang publik dan sebagian dapat digunakan untuk pedagang oprokan atau pedagang kaki lima. 22. Tempat umum adalah tepi-tepi jalan umum, trotoar, lapangan dan tempattempat lain diatas tanah Negara yang berada di luar batas pasar. 23. Pedagang pasar adalah orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan jual beli barang dan/atau jasa yang menggunakan pasar sebagai tempat kegiatannya. 24. Pedagang toko/kios adalah pedagang yang diizinkan melakukan kegiatan dagangnya di toko/kios di pasar. 25. Pedagang los adalah pedagang yang diizinkan melakukan kegiatan dagangnya di los pasar. 26. Pedagang oprokan adalah pelaku usaha perorangan yang telah memiliki KTPP yang dalam melakukan kegiatan dagangnya menggunakan lahan/tempat yang ditetapkan oleh Dinas. 27. Surat Hak Penempatan yang selanjutnya disingkat SHP adalah surat hak yang diberikan kepada orang atau badan usaha yang menggunakan toko/kios dan/atau los dipasar. 28. Kartu Tanda Pengenal Pedagang yang selanjutnya disingkat KTPP adalah kartu tanda pengenal yang diberikan kepada pedagang sebagai bukti pengakuan terhadap orang yang beraktifitas menggunakan pasar tertentu sebagai tempat melakukan kegiatan usaha. 29. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. 30. Pasar Modern adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, swasta, Koperasi/dan atau Badan Usaha milik Daerah kerjasama dengan swasta, bentuknya dapat berupa Mall/Super Mall/Plaza, Supermarket, Mini Market, Hypermarket, Departemen Store, Shoping Center dan Perkulakan (Grosir) yang pengelolaannya dilakukan secara modern dan penjualan barangnya dengan sistem label harga. 31. Pengelolaan pasar modern adalah kegiatan mengelola pasar dengan sistem pelayanan sebaik-baiknya .kepada konsumen, menciptakan stabilitas harga dan menjaga kelancaran distribusi barang dari produsen hingga ke konsumen. 32. Mall/Super Mall/Plaza adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan kegiatan usaha perdagangan, rekreasi, restoran, dan lain-lain yang diperuntukan bagi kelompok, perorangan, perusahaan atau koperasi untuk melakukan penjualan barang-barang dan/atau jasa dan terletak dalam bangunan/ruang yang menyatu. 33. Supermarket (pasar Swalayan) adalah sarana/tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk Sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir dengan luas lantai tempat usahanya maksimal 4.000 M².
5
34. Mini Market (Mini Swalayan) adalah sarana/tempat usaha untuk melakukan penjualan barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada konsumen akhir dengan luas lantai tempat usaha maksimal 2.000 M². 35. Hypermarket (Pasar serba ada) adalah sarana/tempat untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir yang didalamnya terdiri dari pasar swalayan dan serba ada yang menyatu dalam 1(satu) bangunan yang dalam pelayanannya dilakukan secara swalayan yang pengelolaannya secara tunggal dan luas lantai usahanya mulai dari 4.000 M² sampai dengan 6.000 M². 36. Departement Store adalah sarana/tempat untuk menjual secara eceran barang konsumsi utamanya produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen. 37. Shopping Center (Pusat Perbelanjaan) adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang. 38. Perkulakan (Grosir) adalah sarana/tempat usaha untuk melakukan pembelian berbagai macam barang dalam partai besar dari berbagai pihak dan menjual barang tersebut sampai pada sub distributor dan/atau pedagang eceran. 39. Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual. 40. Pemasok adalah pelaku usaha yang secara teratur memasok barang kepada Pasar Modern dengan tujuan untuk dijual kembali melalui kerjasama usaha. 41. Syarat Perdagangan (trading terms) adalah syarat-syarat dalam perjanjian kerjasama antara Pemasok dan Toko Modern/ Pengelola Jaringan Minimarket yang berhubungan dengan pemasokan produk-produk yang diperdagangkan dalam Pasar Modern yang bersangkutan. 42. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional, Izin Usaha Pengelolaan Pasar Modern adalah izin untuk dapat melaksanakan usaha pengelolaan Pasar Tradisional, dan Pasar Modern yang diterbitkan oleh Bupati. 43. Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pedagang yang menjalankan kegiatan usaha dagang dan jasa non formal dalam jangka waktu tertentu dengan mempergunakan lahan fasilitas umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat usahanya, baik dengan menggunakan sarana atau perlengkapan yang mudah dipindahkan dan/atau dibongkar. 44. Lahan fasilitas umum adalah lahan yang dipergunakan untuk fasilitas umum sesuai rencana tata ruang Kabupaten. 45. Izin penempatan PKL yang selanjutnya disebut izin adalah surat yang diterbitkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti bagi PKL untuk menempati dan berusaha di lokasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. 46. Sarana dan prasarana usaha PKL adalah alat atau perlengkapan PKL yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang yang dipergunakan untuk menaruh barang yang diperdagangkan. 47. Lokasi PKL adalah tempat yang disediakan bagi PKL untuk menjalankan kegiatan usahanya di lahan fasilitas umum yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah. 48. Fasilitas umum adalah lahan, bangunan dan peralatan atau perlengkapan lainnya yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk dipergunakan oleh masyarakat secara luas.
6
BAB II AZAS DAN TUJUAN Pasal 2 Pengaturan pengelolaan pasar tradisional, modern dan pembinaan pedagang kaki lima berdasarkan azas manfaat, adil dan merata serta memberdayakan perekonomian masyarakat di daerah. Pasal 3 Pengaturan pengelolaan pasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 bertujuan untuk menata, membina, mengawasi, mengevaluasi dan menumbuh kembangkan kegiatan perdagangan serta membangun prasarana untuk : a. menciptakan, memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dibidang perdagangan di daerah; b. meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat didaerah; c. memanfaatkan sumber daya Pemerintah Daerah dan/atau swasta untuk kepentingan masyarakat di daerah; d. memberikan kesempatan kepada masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan pasar untuk kemajuan daerah; e. mempertahankan, menjaga dan melestarikan pasar sesuai peran dan fungsinya sebagai lembaga ketahanan ekonomi, sosial dan budaya daerah; dan f. mendukung Pemerintah Daerah dalam usaha meningkatkan pendapatan asli daerah. BAB III KEDUDUKAN DAN FUNGSI PASAR Pasal 4 Kedudukan pasar sebagai fasilitas umum dipergunakan untuk meningkatkan perekonomian daerah. Pasal 5 Pasar berfungsi sebagai tempat transaksi jual beli barang dan/atau jasa antara penjual dengan pembeli. BAB IV PENGELOLAAN PASAR Bagian Kesatu Pasar Tradisional Paragraf 1 Pengelolaan dan perlindungan Pasal 6 (1) (2) (3)
Pasar tradisional yang dikuasai dan/atau dimiliki Pemerintah Daerah Pengelolaanya dilaksanakan oleh Dinas. Pengelolaan pasar sebagai dimaksud pada ayat (1) meliputi fisik dan non fisik. Pengelolaan Pasar dari segi fisik meliputi : a. perencanaan dan pelaksanaan operasional pasar; 7
(4)
(5)
b. penguasaan dan penggunaan lahan lokasi pasar sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Bupati; dan c. pengadaan, pemanfaatan, pemasaran, pemeliharaan dan pengembangan lahan serta bangunan sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Pengelolaan pasar dari segi non fisik meliputi penciptaan situasi dan kondisi pasar yang mendorong terjadinya kegiatan jual beli barang dan/atau jasa secara wajar, tertib, aman, dan nyaman serta berkelanjutan. Penciptaan situasi dan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi kegiatan : a. pendataan, penataan, penetapan dan pemungutan retribusi; b. pembinaan, pengawasan, penertiban, evaluasi dan pengamanan; c. perlindungan dan pengendalian kegiatan penyelenggaraan pelayanan pasar; dan koordinasi dengan instansi dan pemangku kepentingan terkait. Pasal 7
Pengelolaan pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 adalah : a. mengelola dan melindungi aset pasar; b. pembinaan dan pengendalian pedagang; c. memungut retribusi pelayanan pasar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku; dan d. melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b paling lama setiap 3 (tiga) bulan, sedangkan huruf c setiap bulan kepada Bupati. Paragraf 2 Pendirian dan pembangunan Pasal 8 (1) (2) (3)
Lokasi tempat pendirian, pemindahan, perluasan dan renovasi Pasar Tradisional sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. Dalam menentukan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan dan mengacu kepada rencana tata ruang wilayah Kabupaten dan/atau rencana tata ruang kota. Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dapat bekerjasama dengan pihak swasta/pihak ketiga sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 9
(1)
Pendirian Pasar Tradisional didaerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), termasuk koperasi dan pedagang kaki lima; b. menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100 m2 (seratus meter per segi) luas lantai penjualan Pasar Tradisional; c. menyediakan fasilitas yang menjamin Pasar Tradisional yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman; dan d. adanya akses terhadap transportasi umum. 8
(2)
Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan kerjasama antara pengelola Pasar Tradisional dengan pihak swasta/pihak ketiga. Pasal 10
(1)
Pembangunan pasar tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(2)
Untuk kepentingan usaha peningkatan dan pengembangan perekonomian masyarakat, pihak swasta/pihak ketiga dapat turut serta membangun pasar dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). Pasal 11
(1)
Pasar yang dibangun oleh pihak swasta/pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) pengelolaanya diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta/pihak ketiga.
(2)
Pemerintah Daerah menetapkan pedoman pengelolanan pasar yang dikelola dan/atau dikuasai oleh pihak swasta/pihak ketiga.
(3)
Pedoman pengelolaan pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Paragraf 3 Jenis dan klasifikasi Pasar Tradisional Pasal 12
(1)
Ditinjau dari jenis yang diperdagangkan pada pasar tradisional dibedakan: a. pasar umum adalah pasar dengan jenis dagangan yang diperjual belikan lebih dari 1 (satu) jenis dagangan secara berimbang, minimal tersedia untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat; dan b. pasar khusus yaitu pasar dengan jenis dagangan yang diperjual belikan sebagian besar terdiri dari 1(satu) jenis dagangan beserta kelengkapannya.
(2)
Ditinjau dari klasifikasinya pasar tradisional dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : a. klas I; b. klas II; dan c. klas III.
(3)
Penetapan klasifikasi pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Dinas dengan memperhatikan : a. letak strategi pasar; b. luasan lahan; c. kualitas bangunan; d. jumlah pedagang; e. pendapatan pedagang; f. jumlah kios dan los; g. keberadaan pedagang kaki lima, waktu efektif; dan fasilitas. Pasal 13
9
Penetapan jenis dan klasifiksi pasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Bupati. Paragraf 4 Fasilitas Pasar Pasal 14 Fasilitas pasar meliputi : a. komponen utama meliputi : 1. lahan; 2. kios; 3. los; 4. tempat dasaran tenda; 5. jaringan listrik; 6. drainase; 7. sarana parkir; 8. sarana bongkar muat; 9. sarana ibadah; 10. kantor pengelola; 11. sarana Mandi Cuci Kakus (MCK), dan air bersih; 12. sarana keamanan dan pengamanan; 13. sarana pemadam kebakaran; 14. sarana kebersihan; 15. sarana untuk orang yang mengalami keterbatasan fisik; dan 16. akses jalan dan pintu. b. komponen pendukung meliputi antara lain : 1. jaringan telekomunikasi; 2. space iklan; 3. gudang; 4. pos pelayanan tera ulang alat Ukuran, Perlengkapannya (UUTP); 5. jalan dan/atau pintu darurat; 6. alat transportasi (tangga, escalator/lift); 7. pos pelayanan terpadu; 8. pos pelayanan jasa; dan 9. ruang terbuka hijau.
Takaran,
Timbangan
dan
Paragraf 5 Waktu Pelayanan Pasal 15 (1) Pelayanan pasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dibuka dari pukul 05.00 s/d pukul 18.00 wib. (2) Pasar-pasar tertentu dapat dibuka melebihi ketentuan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Pelayanan pasar yang dikelola dan dikuasai oleh pihak swasta/pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta/pihak ketiga. Paragraf 6 Perlindungan Pasal 16
10
(1) Perlindungan pasar merupakan suatu upaya terpadu guna membangun daya tahan pasar yang berkelanjutan dan mampu memberdayakan pasar sebagai ruang kegiatan ekonomi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat didaerah. (2) Perlindungan pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. peningkatan kualitas bangunan,penataan atau pengelompokan pedagang; b. memberikan kesempatan yang sama kepada pedagang untuk memanfaatkan pasar, meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian pedagang; c. memberikan kemudahan kepada pedagang dalam hal perizinan, tertib administrasi dan perlindungan standart pelayanan; d. meningkatkan pengembangan sumber daya pelaku pasar; e. memberikan kenyamanan dan keamanan pasar; dan f. memberikan kepastian hukum terhadap pelaku pasar. Paragraf 7 Tata Administrasi Penempatan Pedagang Pasal 17 (1) Pedagang yang menempati pasar wajib memenuhi persyaratan administrasi untuk tata penempatan dipasar. (2) Standar layanan administrasi dan operasional pasar ditetapkan oleh Dinas. (3) Pedagang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi. Paragraf 8 SHP dan KTPP Pasal 18 (1) Setiap pedagang yang akan menggunakan atau menempati kios/los pasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 wajib memperoleh SHP dari Kepala Dinas atas nama Bupati. (2) Sebagai identitas setiap pedagang kios/los maupun pedagang oprokan diberikan KTPP. (3) KTP untuk pedagang oprokan diberikan sesuai dengan kapasitas pasar yang ditetapkan oleh Dinas (4) Tata cara mempeoleh SHP dan KTPP diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 9 Jangka waktu SHP dan KTPP Pasal 19 (1) SHP diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan KTPP diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. (2) Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, pedagang yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pembaharuan. Paragraf 10 11
Pencabutan dan Penarikan SHP Pasal 20 (1) SHP Pedagang dicabut secara sepihak oleh Kepala Dinas atas nama Bupati karena : a. melanggar ketentuan yang tercantum dalam SHP; b. meninggalkan tempat berdagang lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa keterangan yang jelas; c. tidak berjualan atau membuka usahanya paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterima SHP; d. tidak memperbaharui SHP; dan e. ahli waris tidak melaporkan pemegang SHP yang meninggal dunia. (2) Pedagang yang telah dicabut hak penempatannya diwajibkan mengosongkan tempat berdagang dan menyerahkan kepada Dinas dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah diterimanya surat pencabutan SHP. (3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, atas laporan Petugas Pasar, maka Kepala Dinas dapat memerintahkan pengosongan secara paksa. (4) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk kepentingan Pemerintah Daerah Bupati dapat mencabut SHP. Paragraf 11 Air Bersih dan Penerangan Pasal 21 (1) (2) (3) (4)
Penyediaan air bersih dan penerangan pasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 diselenggarakan oleh Dinas. Jika penggunaan air bersih dan penerangan yang dilakukan oleh pedagang melebihi fasilitas yang disediakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pedagang wajib membayar kelebihan penggunaan. Besaran tarif kelebihan penggunaan air bersih dan penerangan sebagaimana dimakud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati; Pedagang yang tidak melaksanakan ketentuan pada ayat (2) dikenakan sanksi administrasi. Paragraf 12 Penempatan pedagang Pasal 22
(1) (2)
Penempatan pedagang pada pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sekurang-kurangnya 70% diperuntukkan bagi pengusaha kecil dan mikro, dan untuk pengusaha menengah besar sebanyak-banyaknya 30%. Penempatan pedagang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Dinas.
Paragraf 13 Bangunan Pasar Pasal 23 12
Struktur, luas dan bentuk bangunan pasar ditetapkan oleh Dinas dengan mempertimbangkan karakteristik lokalitas arsitektur dari aspek ekonomi, sosial dan budaya. Pasal 24 (1)
(2)
Untuk mewujudkan ketertiban, kerapian, keamanan dan kenyamanan dipasar, pedagang diwajibkan mengatur penempatan barang dagangannya sedemikian rupa sehingga rapi dan tidak membahayakan keselamatan umum serta tidak melebihi batas tempat berdagang yang menjadi haknya. Pedagang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administrasi. Paragraf 14 Kebersihan dan Keamanan Pasal 25
(1) (2) (3)
Dinas bertanggung jawab untuk menciptakan kebersihan dan keindahan lingkungan pasar; Pedagang dan pengunjung wajib untuk turut serta menjaga dan memelihara kebersihan serta keindahan lingkungan pasar; Pedagang dan pengunjung yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administrasi. Pasal 26
(1) (2) (3)
(4) (5)
Dinas bertanggung jawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban pasar. Untuk pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinas menyediakan petugas keamanan pasar. Penyediaan petugas keamanan pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk mencegah, menangkal dan menanggulangi segala bentuk gangguan keamanan baik kepada pedagang maupun kepada pengunjung serta lingkungan bangunan pasar dan sarana penunjangnya. Untuk menciptakan pasar yang aman dan tertib, pedagang dan pengunjung wajib ikut serta menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan pasar. Pedagang dan pengunjung yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dikmaksud pada ayat (4) pedagang dikenakan sanksi administrasi dan pengunjung dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Paragraf 15 Larangan Pasal 27
(1)
Pedagang yang menempati dan berdagang dipasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilarang : a. memiliki SHP lebih dari 2 (dua) dalam 1 (satu) pasar; b. ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dikecualikan untuk usaha lembaga keuangan SHP diberikan sesuai dengan kondisi pasar; c. mengalihkan SHP, KTPP, SKRD dan/atau SSRD kepada pihak lain yang tidak berhak untuk digunakan seolah-olah sebagai pemakai tempat berdagang yang sah; d. menempati tempat berdagang yang bukan haknya atau lebih luas dari tempat berdagang yang diperuntukan baginya berdasarkan SHP; 13
e. meninggalkan barang dagangan tidak pada tempatnya; f. mengganggu proses pembersihan pada saat pasar tutup; g. mengubah luas dan letak tempat berdagang atau bangunan, serta memasang atau mengubah instalasi listrik tanpa izin tertulis dari Kepala Dinas atau Pejabat yang ditujunjuk; h. mengganti dan/atau mengubah jenis barang dagangan, sehingga berbeda dengan jenis barang dagangan yang tercantum dalam SHP; i. menjual barang dagangan yang dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan atau yang dapat menimbulkan bahaya terhadap bangunan pasar atau terhadap manusia; j. menggunakan tempat didalam pasar sebagai gudang; dan k. menjaminkan SHP kepada pihak lain. (2)
Setiap orang didalam pasar dilarang : a. menempatkan atau mengendarai kendaraan dan/atau alat pengangkut barang tidak pada tempat yang disediakan atau yang dapat mengganggu lalu lintas umum; b. menggunakan pasar sebagai tempat tinggal; c. berada didalam pasar pada saat pasar ditutup, kecuali atas izin Kepala pasar; d. masuk kedalam pasar enggan maksud meminta sumbangan/derma, mengemis atau mengamen; e. masuk kedalam pasar dalam keadaan mabuk; f. mengotori halaman, kios, bangunan dan peralatan serta barang-barang inventaris pasar; g. merusak bangunan pasar; h. masuk kedalam pasar dalam keadaan menderita luka-luka yang tidak terpelihara atau penyakit menular yang berbahaya; i. berjudi atau perbuatan amoral lainnya; dan/atau j. menyalakan api yang dapat membahayakan keamanan. (3) Setiap orang dan/atau badan dilarang melakukan aktifitas sebagai rentenir baik secara terang-terangan maupun secara terselubung dilingkungan pasar; Bagian Kedua Pasar Modern Paragraf 1 Jenis Pasar Modern Pasal 28 (1) Setiap orang atau badan usaha dapat mendirikan/membangun pasar modern di daerah. (2) Pasar modern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang didirikan/dibangun oleh Pemerintah Daerah pelaksanaan operasionalnya dilakukan oleh Dinas. (3) Pasar modern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibangun oleh Badan Usaha milik Pemerintah, swasta, Badan Usaha lainnya pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta dan pembinaannya dilakukan oleh Dinas. (4) Pasar modern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Mall/Super Mall/Plaza; b. Super market; c. Mini market; d. Hyper market; e. Departement store; f. Shopping Center; dan g. Perkulakan. 14
Paragraf 2 Golongan Pasar Modern Pasar 29 Pasar modern sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) menurut penggolongannya terdiri dari : 1. pasar modern pemerintah daerah, tempat berdagang yang dilengkapi fasilitas pendukung lainnya yang disediakan dan dikelola sepenuhnya oleh pemerintah daerah; 2. pasar modern swasta, tempat berdagang yang dilengkapi fasilitas pendukung lainnya yang disediakan dan dikelola sepenuhnya oleh swasta; 3. pasar modern kerjasama, tempat berdagang yang dilengkapi fasilitas pendukung lainnya yang disediakan dan dikelola atas dasar kerja sama antara pemerintah daerah dengan swasta dan/atau antara swasta dengan pedagang kecil, menengah, koperasi serta pasar tradisional. Pasal 30 Pola kerjasama sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 angka 3 dapat dalam bentuk seperti bangunan dan fasilitas pasar dibangun oleh swasta dan/atau badan usaha lainnya, sedangkan lokasi/tanahnya milik pemerinah daerah. Paragraf 3 Pendirian Pasar Modern Pasal 31 (1) (2)
Pendirian pasar modern wajib mengacu pada rencana tata ruang wilayah Kabupaten, dan rencana detail tata ruang Kabupaten, termasuk peraturan zonasinya. Batasan luas lantai penjualan pasar modern ditentukan sebagai berikut : a. Mall/Super Mall/Plaza, diatas 10.000 m² (sepuluh ribu meter persegi); b. Super market, 400 m² (empat ratus meter persegi); c. Mini market, kurang dari 400 m² (empat ratus metr persegi) sampai dengan 5.000 m² (lima ribu meter persegi); d. Hypermarket, diatas 5.000 m² (lima ribu meter persegi); e. Departement Store, diatas 400 m² (empat ratus meter persegi); f. Shopping Center, diatas 600 m² (enam ratus meter persegi); g. Perkulakan, diatas 5.000 m² (lima ribu meter persegi). Paragraf 4 Sistem penjualan dan barang dagangan Pasal 32
(1) Sistem penjualan dan jenis barang dagangan pada pasar modern berbentuk Mall/Super Mall/Plaza, menjual secara eceran barang konsumsi terutama sandang, pangan, dan electronik. (2) Sistem penjualan dan jenis barang dagangan pada pasar modern yang berbentuk Minimarket, Supermarket, dan Hypermarket menjual secara eceran 15
(3)
(4)
barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya. Sistem penjualan dan jenis barang dagangan pada pasar modern yang berbentuk Departement Store dan Shopping Center menjual secara eceran barang konsumsi utamanya produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen. Sistem penjualan dan jenis barang dagangan pada pasar modern yang berbentuk perkulakan (pasar grosir) secara grosir barang konsumsi.
Paragraf 5 Persyaratan Pembangunan Pasar Modern Pasal 33 (1)
Pembangunan pasar modern harus memenuhi persyaratan: a. lokasi pembangunan harus berada dilokasi sesuai peruntukan berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten dan rencana detail rencana tata ruang Kabupaten serta wajib dilengkapi AMDAL, dan/atau UPL-UKL dengan penekanan pada aspek kajian sosial ekonomi; b. luas lahan minimal 500 m²; c. tinggi bangunan dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; d. lokasi pasar harus berada dilingkungan dengan lebar jalan minimal 8 ( delapan ) meter dan jarak dari persimpangan paling sedikit 20 m, serta tersedia lapangan parkir resmi yang memadai dan adanya penghijauan; (2) Pembangunan pasar modern wajib memperhatikan : a. kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah serta koperasi dengan cara menyiapkan lokasi khusus bagi pedagang kecil/pedagang kaki lima dilokasi pasar moden; b. jarak antara pasar modern dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya; c. penyediaan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1(satu) unit kendaraan roda 4 (empat) untuk 60 m² (enam puluh meter persegi) luas lantai penjualan pasar modern; dan d. menyediakan fasilitas yang menjamin pasar modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman. (3) Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat dilakukan berdasarkan kerjasama antara pengelola pasar modern dengan pihak lain. (4) Pedoman ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Peraturan Bupati. Paragraf 6 Lokasi Pasar Modern Pasal 34 (1)
(2)
Pendirian pasar modern yang berbentuk Mall/Super Mall/Plaza, Super Market, Hypermarket, dan Perkulakan (pasar grosir) hanya boleh didirikan dilokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder, dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan didalam kota. Pasar modern berbentuk Departemen Store dan Shopping Center didirikan tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan didalam kota. 16
(3)
Pasar modern berbentuk minimarket boleh didirikan pada seiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) didalam kota. Paragraf 7 Waktu Pelayanan Pasar Modern Pasal 35
(1)
(2)
Waktu pelayanan pasar modern didaerah ditetapkan sebagai berikut : a. untuk hari Senin sampai dengan Jumat, pukul 09.00 sampai dengan pukul 22.000 wib. b. untuk hari Sabtu dan Minggu, pukul 09.00 sampai dengan pukul 23.00 wib. Untuk hari besar keagamaan, libur nasional atau hari tertentu lainnya, Bupati dapat menetapkan waktu pelayanan.
Paragraf 8 Pemasokan Barang Pasar Modern Pasal 36 (1) Pemasokan barang pasar modern dapat dilakukan melalui Kerjasama usaha antara Pemasok dengan Perkulakan, Hypermarket, Department Store, Supermarket, dan Pengelola Jaringan Minimarket. (2) Pemasokan sebagaimana ayat (1) harus mengutamakan produk lokal. (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dibuat dengan perjanjian tertulis dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia. (4) Jika dalam kerjasama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur syarat-syarat perdagangan, maka syarat-syarat perdagangan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Barang dengan karakteristik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, adalah barang yang ketinggalan mode (old fashion), barang dengan masa simpan rendah, barang sortiran pembeli dan barang promosi. (6) Perubahan jenis biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Kepala Dinas setelah mempertimbangkan situasi dan kondisi serta masukan dari pemangku kepentingan. Pasal 37 Perkulakan, Hypermarket, Department Store, Supermarket, dan Pengelola Jaringan Minimarket, dapat menggunakan merek sendiri dengan mengutamakan barang produksi Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Pasal 38 Dalam rangka menciptakan hubungan kerjasama yang berkeadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan antara Pemasok dengan pedagang pasar modern, Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi kepentingan Pemasok dan pedagang pasar Modern dalam merundingkan perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36. BAB V PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA 17
Bagian Kesatu Ruang Lingkup dan Tujuan Pasal 39 Ruang lingkup pengaturan Pedagang Kaki Lima adalah semua kebijakan Pemerintah Daerah dalam rangka penataan, pemberdayaan, pembinaan dan pengawasan serta penertiban PKL didaerah. Pasal 40 Pengaturan PKL bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan PKL, menjaga ketertiban umum dan kebersihan lingkungan. Bagian Kedua Penataan Tempat Usaha Pasal 41 (1) (2) (3)
Kegiatan usaha PKL dilakukan ditempat/lokasi yang ditetapkan melalui Peraturan Bupati. Setiap orang wajib melakukan transaksi perdagangan dengan PKL ditempat yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bupati berwenang untuk menetapkan, memindahkan dan menghapus tempat/lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan sosial, ekonomi, ketertiban dan kebersihan lingkungan disekitarnya. Pasal 42
Setiap orang tidak dibenarkan melakukan transaksi perdagangan dengan PKL ditempat fasilitas umum yang dilarang digunakan untuk tempat usaha atau lokasi usaha PKL. BAB VI PERIZINAN Bagian Kesatu Pasar Tradisional dan Pasar Modern Pasal 43 (1) (2)
(3) (4)
Untuk menyelenggarakan usaha Pasar baik pasar Tradisional maupun Pasar Modern, wajib memiliki izin dari Bupati. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1, terdiri dari : a. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T) untuk Pasar Tradisional; b. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk Pertokoan, Mall, Plasa dan Pusat Perdagangan.; dan c. Izin Usaha Toko Modern (IUTM) untuk Mini market, Super market, Department Store, Hypermarket dan Perkulakan. d. Izin prinsip, e. Izin mendirikan bangunan, f. Izin gangguan (HO). IUTM untuk Minimarket diutamakan bagi pelaku Usaha Kecil dan Usaha Menengah setempat. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperbaharui setiap 5(lima) tahun sekali. 18
Pasal 44 Izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (1) dikecualikan untuk pasar yang dikelola sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah. Pasal 45 Persyaratan untuk mendapatkan IUP2T, IUPP dan IUTM sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (2) harus dilengkapi : a. Studi kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan, terutama aspek sosial budaya dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat. b. Rencana kemitraan dengan usaha mikro kecil dan menengah. Bagian Kedua Perizinan Pedagang Kaki Lima Pasal 46 (1) (2)
Setiap PKL yang berjualan ditempat/lokasi fasilitas umum yang ditetapkan dan dikuasai oleh Pemerintah Daerah wajib memiliki izin penempatan dari Bupati. Izin penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 1(satu) tahun dan dapat diperpanjang. Pasal 47
Tata cara memperoleh izin penyelenggaraan pasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 dan izin penempatan PKL sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pasar Tradisional dan Pasar Modern Pasal 48 (1) Pembinaan dan pengawasan pasar tradisional dan pasar modern didaerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (2) Dalam rangka pembinaan pasar tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah : a. mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan Pasar Tradisional sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; b. meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola Pasar Tradisional; c. memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang Pasar Tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi Pasar Tradisional; d. mengevaluasi pengelolaan Pasar Tradisional. (3) Dalam rangka pembinaan Pasar Modern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah Daerah agar : a. memberdayakan Pasar Modern dalam membina Pasar Tradisional; b. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini.
19
Pasal 49 Dalam rangka pengawasan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (1), pengelola Pasar Modern wajib memberikan data dan/atau informasi penjualan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Pedagang Kaki Lima Pasal 50 (1) (2) (3)
Pembinaan, pengawasan dan penertiban Pedagang Kaki Lima didaerah dilakukan oleh Bupati. Dalam pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati melimpahkan kepada Dinas dan Satuan Polisi Pamong Praja. Dalam menjalankan tugas penertiban dan penegakan Peratuan Daerah ini, Satuan Polisi Pamong Praja berkoordinasi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) daerah dan SKPD terkait. Pasal 51
Tata cara pembinaan, pengawasan dan penertiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII HAK PEDAGANG Pasal 52 Setiap pedagang pasar tradisional, pasar modern, dan pedagang kaki lima berhak : a. mendapatkan pelayanan, penataan dan pembinaan yang adil, transparan, dan proposional daeri pemerintah daerah, dan b. menjalankan dan mengembangkan usahanya. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 53 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 42, pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000-, (Lima Puluh Juta Rupiah). (2) (3)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah. BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 54
20
(1)
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 52. (2) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tidakan pertama pada saat itu ditempat kejadian; c. memerintahkan berhenti seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dan memeriksa tanda pengenalnya; d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan sebagai bahan bukti; e. memotret seseorang yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara; f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa baik sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik Polri, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana; i. memberitahukan hal sebagaimana dimaksud pada huruf h kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya melalui penyidik Polri; j. melakukan tindakan lain yang menurut hukum dapat dipertanggung jawabkan. (3) Setiap melakukan tindakan yang berhubungan dengan : a. pemeriksaan tersangka; b. pemasukan atau penggeledahan rumah; c. penyitaan barang bukti; d. pemeriksaan saksi; dan e. pemeriksaan tempat kejadian f. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib membuat berita acara. (4) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polri.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 55 Izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 dan pasal 46 yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Daerah ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 56 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Barito Utara yang sudah ada, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Pasal 57
21
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus sudah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun setelah ditetapkan. Pasal 58 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Barito Utara. Ditetapkan di Muara Teweh pada tanggal 17 Juni 2013 BUPATI BARITO UTARA, Cap ttd
Diundangkan di Muara Teweh pada tanggal 17 Juni 2013
ACHMAD YULIANSYAH
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA, ttd BAMBANG EDHY PRAYITNO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA TAHUN 2013 NOMOR 1
22