JURNAL TEKNIK POMITS
1
PEMBUATAN SISTEM PENDETEKSI KANTUK UNTUK PEKERJA SHIFT MALAM DENGAN METODE SUPPORT VECTOR MACHINE MENGGUNAKAN ALAT NEUROSKY MINDWAVE Izzat Aulia Akbar, Febriliyan Samopa, Hatma Suryotrisongko Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Gedung FTIf, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak— Mengantuk merupakan hal yang lazim dialami oleh setiap manusia. Akan tetapi jika merasa mengantuk pada saat seseorang sedang melakukan pekerjaan yang berbahaya, tentu merupakan hal yang berbahaya baik untuk orang itu sendiri atau bagi pekerja yang lainnya. Sudah banyak kejadian di Indonesia, bahwa seorang pekerja harus kehilangan anggota tubuh atau bahkan nyawanya sendiri pada saat melakukan pekerjaannya di saat keadaan mengantuk. Dalam penelitian ini akan melibatkan 5 subjek yang memakai alat Neurosky Mindwave, yang merupakan alat pembaca EEG atau gelombang otak dari kepala manusia, kemudian diambil data EEG-nya dengan simulasi mengemudi selama 3 jam pada malam hari (jam 21.00 sampai 00.00) sebelum subjek tersebut mengantuk sampai subjek tersebut mengantuk dan ditanyai tentang kondisi kantuknya setiap 5 menit sekali. Pengambilan data EEG dilakukan masing-masing subjek sebanyak 2 kali. Yang pertama untuk data latih pada SVM dan yang terakhir untuk data uji pada SVM. Sebelum data EEG dijadikan data latih dan data uji SVM, data akan divalidasi terlebih dahulu dengan index signal β/α dan (α+θ)/β. Gelombang otak yang akan diselidiki adalah gelombang Alpha dan Beta. Penelitian ini menggunakan SVM sebagai sarana untuk pendeteksi tingkat kantuk pada gelombang otak. Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian aplikasi dengan melibatkan 4 subjek yang sebelumnya dilibatkan dalam pengambilan data. Hasil dari penelitian ini adalah terbentuknya aplikasi pendeteksi kantuk dengan keakuratan sekitar 87,40% sesuai dengan hasil pengujian aplikasi terhadap 3 orang yang mempunyai data latih yang valid. Kata Kunci— EEG, Kantuk, Simulasi Mengemudi, SVM, Pekerja Shift Malam I. PENDAHULUAN
D
ewasa ini pekerjaan sudah tidak lagi berhubungan dengan adanya perubahan waktu antara siang dan malam. Sudah banyak pekerjaan di masyarakat yang dikerjakan walau harus melewati malam yang sebenarnya merupakan waktu untuk beristirahat. Selain merupakan proses bisnis perusahaan yang mungkin mengharuskan melakukan pelayanan secara 24 jam penuh tetapi terkadang dengan melakukan pekerjaan tambahan dimalam hari merupakan peluang bagi sebagian orang untuk memperoleh penghasilan tambahan. Akan tetapi dengan adanya pekerjaan pada malam hari ini rupanya sering mengalami masalah. Di Situbondo, seorang pekerja harus rela kehilangan tangannya setelah tidak sengaja
memasukkan tangannya sendiri ke mesin pemotong kayu. Hal tersebut dilakukannya secara tidak sadar karena mengantuk (Kompas, 2012). Tak hanya itu saja, seorang pemuda juga harus kehilangan nyawa saat bekerja di perusahaan pencetak label baju di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Insiden ini terjadi lantaran pemuda tersebut diyakini bekerja pada saat kondisi mengantuk (Jurnas, 2011). Disisi lain pekerjaan yang tak luput dari bahaya mengantuk adalah mengemudi. Menurut data yang diterima oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan (http://www.dephub.go.id), kecelakaan yang terjadi di Indonesia yang disebabkan oleh faktor mengantuk memiliki prosentase yang tinggi, yaitu sekitar 93,52%. Penelitian untuk mendeteksi kantuk secara dini sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Berbagai metode sudah dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi Computer Vision. Dimana metode pendeteksian kantuk berdasarkan dari kedipan mata sang subjek. Penelitian kantuk dengan Computer Vision sudah pada tahap pengembangan aplikasi yang bernama CarSafe (Chuang-Wen You, 2010). Dimana aplikasi tersebut memanfaatkan kamera pada Smartphone. Dimana hasil dari penelitian tersebut Computer Vision dapat mendeteksi keadaan subjek mengantuk hingga 85%. Disisi lain ada salah satu penelitian yang membuat penulis lebih memilih SVM dari pada metode yang lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Yeo et al. Dimana dalam penelitian tersebut, mengidentifikasi apakah metode SVM dapat digunakan sebagai pendeteksi kantuk atau tidak. Hasil yang menajubkan didapatkan oleh peneliti pada penelitian tersebut. SVM rupanya mampu mendeteksi kantuk seseorang hingga 99% (Yeo et. al, 2009). Karena keakuratannya itulah, mengapa SVM dipilih sebagai metode pendeteksi kantuk pada penelitian ini. Dengan melihat banyaknya kejadian kecelakaan kerja yang disebabkan oleh rasa kantuk yang dirasakan oleh pekerja, maka tujuan penelitian ini adalah membuat sebuah aplikasi pendeteksi rasa kantuk yang diderita oleh pekerja dengan menggunakan alat penerima gelombang otak Neurosky Mindwave, kemudian memprosesnya dengan metode SVM untuk mengetahui pengendara sudah sangat mengantuk atau belum. Jika sudah mengantuk akan ada penanda bunyi (alarm) yang menyarankan pekerja untuk beristirahat terlebih dahulu.
JURNAL TEKNIK POMITS II. URAIAN PENELITIAN 2.1. Brain-Computer Interface Brain-Computer Interface (BCI) merupakan suatu ilmu yang mempelajari kemungkinkan otak untuk dapat berinteraksi langsung dengan perangkat keras, dengan bantuan alat penerima sensor gelombang otak (Tan, 2010). Gelombang otak yang didapat biasa disebut dengan electrical biosignal. Electrical biosignal merupakan arus listrik yang dihasilkan oleh perbedaan potensial listrik di sistem jaringan, organ atau sel seperti sistem saraf. Contoh dari electrical biosignal adalah ECG (Electrocardiogram), EMG (Electromyogram), EEG (Electroencephalogram) dan EOG (Electrooculogram). Dari electrical biosignal diatas yang umum digunakan adalah Electroencephalogram (EEG) yang biasanya diukur dengan cara menempelkan eletroda ke kulit kepala. EEG biasanya diilustrasikan sebagai pita frekuensi. Pita frekuensi pada EEG terbagi menjadi beberapa frekuensi, yaitu alpha, beta, gamma, delta, dan theta. 2.2. Support Vector Mechine Support Vector Machine (SVM) merupakan suatu teknik yang relatif baru (dipopulerkan pada tahun 1995) untuk melakukan prediksi, baik dalam kasus klasifikasi maupun regresi, yang sangat populer. SVM berada dalam satu kelas dengan Artificial Neural Networks (ANN) dalam hal fungsi dan kondisi permasalahan yang bisa diselesaikan. Baik para ilmuwan maupun praktisi telah banyak menerapkan teknik ini dalam menyelesaikan masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam masalah gene expression analysis, finansial, cuaca, hingga bidang kedokteran. Terbukti dalam banyak implementasi, SVM memberi hasil yang lebih baik daripada teknik yang serupa semisal ANN (Santosa, 2007). Dalam penelitian ini SVM akan digunakan sebagai pengklasifikasi otomatis dari gelombang otak yang ditangkap oleh alat penangkap sensor gelombang otak. Dan kemudian memutuskan apakah dari data tersebut pemakai cenderung ke keadaan fokus atau mengantuk. 2.3. Karolinska Sleepiness Scale Karolinska sleepiness scale (KSS) digunakan sebagai ukuran subjektif dari kantuk. KSS adalah skala self-rating subyektif, mulai dari 1 sampai 9 (Reyner, 1998). Tingkat 1 digambarkan sebagai sangat waspada, level 5 adalah tidak waspada dan tidak mengantuk dan tingkat 9 sangat mengantuk dan melawan tidur. Pada beberapa penelitian sebelumnya, telah dilakukan validasi untuk korelasi antara KSS dan pengukuran kantuk menggunakan EEG (Kaida et. al, 2006; Akerstedt, 1990). Para peserta diminta untuk memberikan rating tingkat kantuk yang dirasakan, selama 5 menit terakhir. Pada penelitian tersebut selama sesi mengemudi, kantuk dinilai setiap 5 menit. Pada penelitian ini KSS yang digunakan hanya 2 yaitu antara 1 dan 0. 1 berarti kondisi mengantuk dan 0 merupakan kondisi tidak mengantuk. 2.4. Index Alpha, Beta, dan Theta Sebuah penelitian dilakukan oleh Hong J Eoh, Min K. Chung dan dan Seong-Han Kim (Hong J Eoh, 2005). Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisa perubahan
2 EEG pengemudi pada saat sebelum terjadi sebuah kecelakaan dan sesudah kecelakaan. Penelitian tersebut berfokus pada apakah kondisi kelelahan pengemudi berpengaruh pada kecelakaan yang terjadi. Mekanisme penelitian tersebut adalah 8 subyek percobaan yang kurang tidur, diberikan caffein untuk meredakan rasa kantuk. Kemudian mereka menyetir simulasi mengemudi secara terus menerus selama 50 menit. Dalam waktu 50 menit tersebut aktivitas mereka dan perpindahan mobil direkam. Dari penelitian tersebut didapat kesimpulan bahwa : • Dalam analisa EEG saat mengemudi ada perubahan gelombang α, β, index β/α, dan index (α+θ)/β • Perubahan indeks yang signifikan juga terjadi dalam tipe jalan yang berbeda • Index gelombang β/α dan gelombang (α+θ)/β yang signifikan berubah saat kecelakaan terjadi 2.5. Hipotesa Sistem Aplikasi ini merupakan aplikasi yang dikembangkan pada lingkungan Desktop-based. Dengan dukungan bahasa pemrograman Java, aplikasi ini berusaha untuk dapat terhubung dengan alat penerima sensor gelombang otak Neurosky Mindwave dan mengukur hasil gelombang otak yang didapat dengan koneksi Bluetooth. Untuk pengukuran tingkat kantuk pekerja, penelitian ini menggunakan metode SVM sebagai algoritma penentu kantuk pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya mengenai kondisi mengantuk yang dilakukan oleh Yeo et. al. (Yeo et. al, 2009). Pada penelitian tersebut, dilakukan penelitian apakah kondisi mengantuk pada pengemudi dapat diselidiki dengan SVM. Penelitian tersebut menggunakan metode, seorang “pengemudi” diharuskan memakai simulator kendaraan yang telah disediakan. Dan kemudian dihitung gelombang otaknya. Dari penelitian ini didapat bahwa SVM dapat dihandalkan untuk menghitung kondisi mengantuk pengemudi. Atas dasar itulah, sistem pendeteksi kantuk ini akan dikembangkan berdasarkan perspektif berbeda. Jika sebelumnya sistem pendeteksi kantuk dimanfaatkan untuk mendeteksi kantuk pada “pengemudi” dengan simulator, maka aplikasi yang akan dikerjakan dalam penelitian ini akan berdasarkan pada segala jenis pekerjaan yang ada (pekerjaan shift malam). Dengan begitu diharapkan aplikasi ini dapat lebih flexible digunakan pada kehidupan seharihari dan sesuai dengan kondisi pekerjaan yang ada. III. PERANCANGAN SISTEM 3.1. Pengumpulan Data Pengumpulan Data merupakan tahapan untuk mendapatkan data gelombang otak dari pekerja malam. Dalam penelitian ini pekerja malam yang diteliti adalah pekerja yang mengerjakan tugasnya di depan komputer pada malam hari. Mahasiswa dan Dosen yang mengerjakan tugasnya pada malam hari termasuk dalam kategori ini. Dalam pengumpulan data ini, subjek akan ditugaskan untuk melakukan simulasi mengemudi, terdiri dari 5 orang subjek, yang akan dipakaikan Neurosky Mindwave selama 3 jam (jam 21.00 sampai dengan jam 00.00). Tujuan pemakaian pada jam tersebut adalah pada saat tersebut kebanyakan orang mulai merasa mengantuk dan akhirnya tidur. Tiap subjek melakukan 2 kali pengambilan data. Hal tersebut
JURNAL TEKNIK POMITS digunakan untuk data melakukan training SVM dan testing SVM. Sehingga keseluruhan data yang didapat adalah 10set data, masing-masing terdiri dari catatan aktivitas otak selama 3 jam. Jumlah total rekaman gelombang otak adalah 30 jam. Selain subjek, penulis juga hadir dalam pengambilan data ini, bertanggung jawab atas peralatan logging, dan juga membuat pencatatan tingkat kantuk KSS subjek. KSS akan ditanyakan ke subjek setiap 5 menit sekali. Catatan KSS ini akan digunakan untuk pelatihan (training) SVM dan juga untuk mengukur keakuratan dari metode identifikasi kantuk yang diterapkan. 3.2. Pembuatan Aplikasi Apabila kebutuhan sistem telah tercapai, dasar-dasar ilmu serta teknologi yang akan digunakan telah diketahui, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perancangan sistem. Pada tahapan ini pembuatan algoritma SVM untuk pendeteksi kantuk dibuat. Selain itu proses penangkapan signal otak, penyimpanan signal otak yang telah diterima dengan aplikasi hingga pembuatan penanda bunyi untuk penanda bahwa pekerja sudah mengantuk juga dilakukan di tahapan ini. Secara umum alur jalan aplikasi yang akan dibuat adalah sebagai berikut :
3 Dengan kata lain, menit 1 – 5 merupakan kondisi saat subjek belum mengantuk, sedangkan menit ke 6 – 10 adalah kondisi subjek saat mengantuk. Pada subjek pertama terlihat pada gambar 2 dibawah ini terdapat perbedaan yang terlihat jelas sewaktu menit-menit subjek sebelum mengantuk dan akhirnya mengantuk. Sehingga data pada subjek pertama dapat dipastikan subjek merasa lelah pada saat mengantuk.
Gambar 2 Analisis Data pada Subjek Pertama
Pada subjek kedua terlihat pada gambar 3 dibawah ini terdapat perbedaan yang terlihat jelas sewaktu menit-menit subjek sebelum mengantuk dan akhirnya mengantuk. Sehingga data pada subjek kedua dapat dipastikan subjek merasa lelah pada saat mengantuk.
Gambar 3 Analisis Data pada Subjek Kedua Gambar 1 Alur Kerja Aplikasi
3.3. Analisis Data Pada tahap ini, data mentah yang sudah didapatkan dari tahap sebelumnya dilakukan pengecekan mengenai tingkat validasi kondisi ngantuk yang telah didapat. Menurut Hong J Eoh, pada penelitiannya mengenai kecelakaan lalu lintas yang disebabkan mengenai kantuk, menyatakan bahwa kantuk pada sopir yang mengalami kecelakaan dimulai dari faktor lelah (fatigue). Hal ini dikarenakan sopir yang lelah akan kehilangan fokus pada penglihatannya dan akhirnya tidak dapat mengetahui keadaan jalanan dengan jelas. Pada penelitian tersebut juga menghasilkan kesimpulan bahwa signal β/α dan (α+θ)/β dapat dijadikan acuan kapan sopir lelah atau tidak. Dimana kedua signal tersebut akan mengalami perbedaan yang signifikan jika sopir mulai lelah (Hong J. Eoh, 2005). Untuk itu, pada penelitian ini juga akan melakukan penghitungan signal β/α dan (α+θ)/β untuk memastikan data yang diambil sudah valid dan siap digunakan untuk data latih SVM. Grafik yang akan ditampilkan dibawah ini ditampilkan berdasarkan kondisi gelombang otak subjek 5 menit sebelum mengantuk dan 5 menit sesudah mengantuk.
Pada data subjek ketiga terlihat pada gambar 4 dibawah ini terdapat perbedaan yang terlihat jelas sewaktu menitmenit subjek sebelum mengantuk dan akhirnya mengantuk. Sehingga data pada subjek ketiga dapat dipastikan subjek merasa lelah pada saat mengantuk.
Gambar 4 Analisis Data pada Subjek Ketiga
Pada data subjek keempat ini data sudah mengalami perbedaan dari awal (seperti pada gambar 5). Pada signal β/α, data lebih terlihat rendah dibanding dengan signal (α+θ)/β. Sehingga memang sudah dapat dipastikan bahwa sebenarnya subjek keempat ini sudah merasa lelah dari
JURNAL TEKNIK POMITS
4
sebelum pengambilan data dilakukan.
Gambar 5 Analisis Data pada Subjek Keempat
Pada data subjek kelima terlihat pada gambar 6 dibawah ini terdapat perbedaan yang terlihat jelas sewaktu menitmenit subjek sebelum mengantuk dan akhirnya mengantuk. Sehingga data pada subjek kelima dapat dipastikan subjek merasa lelah pada saat mengantuk.
Gambar 6 Analisis Data pada Subjek Kelima
IV. IMPLEMENTASI DAN UJI COBA 4.1. Lingkungan Implementasi Pada pembahasan lingkungan implementasi meliputi pembahasan spesifikasi perangkat keras yang digunakan, perangkat lunak, dan tools yang digunakan untuk membangun sistem pendeteksi kantuk. Berikut adalah tabel 1 menunjukkan detail dari perangkat keras yang digunakan. Tabel 1 Perangkat Keras Yang Digunakan Dalam Implementasi
Perangkat Keras Komputer Personal
Bluetooth Brainwave Reader
Proc
RAM Version Name Vendor
Spesifikasi Intel Core i5 2450M @ 2.50 GHz 4096 MB 2.0 Mindwave Mobile Neurosky
Sedangkan untuk spesifikasi perangkat lunak dan teknologi yang digunakan dapat ditunjukkan pada tabel 2 seperti dibawah ini. Tabel 2 Perangkat Lunak Yang Digunakan Dalam Implementasi Dan Uji Coba Sistem
Perangkat Lunak / Tools Sistem Operasi Java Development Kit (JDK) Editor Driver
Details Windows 7 Ultimate Ver 7 Netbeans IDE 7.2 Thinkgear Connector
4.2. Uji Coba Sistem Pengujian sistem pendeteksi kantuk ini akan dilakukan dengan melibatkan subjek yang diambil data gelombang otaknya pada proses pengumpulan data. Hanya saja subjek yang bersedia untuk ikut dalam uji coba sistem ini hanya 4 orang dari 5 subjek. Hal ini dikarenakan 1 subjek mengaku sedang tidak dapat meluangkan waktunya karena ada tugas keluar kota selama 1 bulan. Prosedur pengujian aplikasi sama persis dengan proses pengambilan data, yaitu : • Subjek diambil datanya pada malam hari dari jam 21.00 sampai dengan 00.00. • Subjek diharuskan melakukan simulasi mengemudi • Subjek akan ditanyakan status kantuknya selama 5 menit sekali Yang membedakan proses uji coba sistem dengan pengambilan data adalah data dari gelombang otak tidak disimpan, akan tetapi akan langsung diproses dengan data latih yang sudah didapatkan sebelumnya. Kemudian aplikasi akan dinilai berapa kali error mendeteksi kantuk sang subjek. Dalam proses uji coba ini data yang akan dicatat adalah berapa banyak aplikasi membunyikan alarm sebagai penanda subjek mengantuk. Kemudian jumlah benar dan salah aplikasi mendeteksi kantuk. Jumlah benar adalah jumlah dimana aplikasi tidak akan membunyikan alarm pada saat subjek tidak mengantuk dan akan membunyikan alarm jika subjek mengantuk. Jumlah salah merupakan jumlah dimana aplikasi akan membunyikan alarm pada saat subjek belum mengantuk dan tidak membunyikan alarm jika subjek mengantuk. Proses pencatatan akan dilakukan setiap 20 menit sekali dengan menghitung jumlah bunyi alarm, jumlah benar dan salah aplikasi mendeteksi kondisi kantuk subjek tiap 20 menit tersebut. Aplikasi pendeteksi kantuk ini mendeteksi kantuk setiap 2 menit sekali, sehingga jumlah pendeteksian kantuk yang akan dilakukan dalam 20 menit adalah sebanyak 10 kali. Pada akhir pencatatan akan dihitung keakurasian aplikasi mendeteksi kantuk. Keakurasian aplikasi dihitung dari jumlah total aplikasi dengan benar mendeteksi kantuk subjek dibagi dengan jumlah aplikasi mendeteksi kantuk (uji coba aplikasi dilakukan selama 3 jam = 180 menit, Data dideteksi aplikasi setiap 2 menit, sehingga proses pendeteksian kantuk aplikasi adalah sebanyak 180 / 2 = 90 proses pendeteksian). Hasil pengujian dari aplikasi dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini. Tabel 3 Hasil Uji Coba Aplikasi
Subjek
Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4
Jumlah Aplikasi Benar Mendeteksi Kantuk 80 80 76 62
Jumlah Aplikasi Salah Mendeteksi Kantuk 10 10 14 28
Akurasi
88,88% 88,88% 84,44% 68,88%
JURNAL TEKNIK POMITS V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Aplikasi Pendeteksi Kantuk dapat mendeteksi kantuk dengan baik hal ini terbukti dari hasil uji coba aplikasi untuk subjek pertama 88,88%, subjek kedua 88,88%, dan subjek ketiga 84,44%. 2. Data latih yang baik dan benar merupakan faktor yang sangat penting dalam mendeteksi kantuk dengan menggunakan metode SVM. Terbukti dengan data latih yang tidak baik, hasil pendeteksi kantuk pada subjek keempat berdampak tidak efektif (68,88%). Subjek keempat memang terbukti sudah lelah terlebih dahulu sebelum pengambilan data. Sesuai dengan hasil analisis data pada gambar 5. 3. Metode Support Vector Machine dan alat Neurosky Mindwave dapat digunakan dalam pengembangan aplikasi pendeteksi kantuk. VI. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7] [8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13] [14] [15] [16]
[17] [18] [19]
E, M., & Dwi Astuti, A., 2004. Abdushshomad BIOINFORMATIKA: Perkembangan, Disiplin Ilmu dan Penerapannya di Indonesia. Akerstedt, T., Gillberg, M., 1990. Subjective and objective sleepiness in the active individual. Int. J. Neurosci., vol. 52, no. 1–2, pp. 29–37 Chuang-Wen You, N. D.-d.-O., 2010. CarSafe App: Alerting Drowsy and Distracted Drivers using Dual Cameras on Smartphones. Dinges, D.F., Mallis, M.M., Maislin, G., Powell, J.W., 1998. Final Report: Evaluation of Techniques for Ocular Measurement as an Index of Fatigue and as the Basis for Alertness Management. National Highway Traffic Safety Administration, Washington DC. Doughty, M.J., 2002. Further assessment of gender- and blink patternrelated differences in the spontaneous eyeblink activity in primary gaze in young adult humans. Optometry and Vision Science 79, 439–447. G. Garga, V. S., 2011. Optimal Kernel Learning for EEG based Sleep Scoring System. International Journal of Biological & Medical Research, 1220-1225. Hart, W.M., 1992. Adler’s Physiology of the Eye: Clinical Application, ninth ed. Mosby, Philadelphia. Hong J. Eoh, M. K.-H., 2005. Electroencephalographic study of drowsiness in simulated driving with sleep deprivation. International Journal of Industrial Ergonomics, 307-320 Jurnas., 2011. Harian Jurnas. Dipetik 2013, dari Jurnas.com: http://www.jurnas.com/news/31273/Pemuda_Tewas_Terjepit_Mesin _Cetak/3/Ibu_Kota/Balai_Kota Kaida, K., Takahashi, M., Åkerstedt, T., Nakata, A., Otsuka, Y., Haratani, T., and Fukasawa, K., 2006. Validation of the Karolinska sleepiness scale against performance and EEG variables. Clinical Neurophysiology, vol. 117, no. 7, pp. 1574–1581 Kompas., 2012. Kompas Megapolitan. Dipetik 2013, dari Kompas.com: http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/07/19410277/Ngantuk. Kedua.Tangan.Karyawan.Putus. Manik Mahachandra, Y. I., 2011. Sleepiness Pattern of Indonesian Professional Driver Based on Subjective Scale and Eye Closure Activity. International Journal of Basic & Applied Sciences, 87-96. Miranda ER, 2006. Brain-Computer music interface for composition and performance. Int J Dis Human Dev, 5(2):00-00 NeuroSky White Papers, “Brainwave EEG Signal,” Dec-2009. Neurosky, “How To Use Mindwave”, July-2011 Reyner, L.A., Horne, J.A., 1998. Falling asleep whilst driving: are drivers aware of prior sleepiness?. Int. J. Legal Med., vol. 111, no. 3, pp. 120–123 Santamaria, J., Chiappa, K., 1987. The EEG in Drowsiness. Demos, New York. Santosa B, 2007. Data Mining: Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis. Graha Ilmu, Yogyakarta. Tan, D., & Nijholt, A., 2010. Brain-Computer Interfaces and Human-Computer Interaction.
5 [20] Wolpaw, J.R., Birbaumer, N., McFarland, D.J., Pfurtscheller, G., Vaughan, T.M., 2002. Brain–computer interfaces for communication and control. Clinical Neurophysiology 113, 767-791 [21] Yeo, M. V., Li, X., Shen, K., & Wilder-Smith, E. P., 2009. Can SVM be used for automatic EEG detection of drowsiness during car driving? Safety Science 47, 115-124