Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
PEMBUATAN PISAU POTONG MENGGUNAKAN BAHAN BAKU BAJA DENGAN TEKNIK PERLAKUAN PANAS R Edy Purwanto1, Agus Sujatmiko2, Eka Mandayatma3 1,2
1
Jurusan Teknik Mesin Polinema, 3 Jurusan Teknik Elektro Polinema
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected]
Abstrak Pembuatan alat potong dengan menggunakan bahan baku baja, seringkali mengalami kendala yaitu alat potong mudah aus, rompal atau patah. Baja dipergunakan sebagai bahan baku pisau potong (cutter milling), penggunting lembaran plat, pelubang plat baja, perkakas pemotong performa tinggi. Sifat mekanis dari material baja dapat diperbaiki dengan melakukan proses perlakuan panas full hardening dan case hardening yang bertujuan untuk meningkatkan kekerasannya, kemudian dilanjutkan dengan proses tempering secara bertingkat untuk meningkat keuletannya. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang diharapkan merumuskan cara yang tepat untuk memperbaiki sifat mekanis baja dengan menitik beratkan pada perlakuan proses tempering yang tepat pada baja tersebut. Perlakuan panas yang dilakukan yaitu preheating dan hardening, dengan menggunakan media pendingin Oli, proses tempering 4 tingkat 600oC, 450oC, 300oC, 150oC dan masing-masing holding time selama 60, 90, 120, 150 menit. Kemudian untuk mengetahui ada dan tidaknya pengaruh proses tempering bertingkat terhadap peningkatan kekerasan dan keuletan perkakas potong digunakan pengujian kekerasan rockwell, pengujian tarik, pengujian impact, getaran dan pengamatan microscope untuk melihat perubahan struktur logam, serta dilanjutkan uji proses pemesinan pada pemakanan. Hasilnya didapatkan baja potong dengan tingkat kekerasan yang tinggi, ulet dan tahan aus dengan kualitas terbaik Kata kunci : baja potong, sifat mekanis, full hardening, case hardening, tempering
kombinasi dari beban tersebut. Sementara itu beban dinamis dapat berupa beban berubah-ubah, dan beban jalar. Salah satu cara untuk mengubah sifat mekanis logam adalah dengan cara melakukan perlakuan panas. Proses perlakuan panas ini banyak sekali macamnya salah satunya adalah hardening. Hardening adalah proses perlakuan panas jenis pengerasan. Proses hardening bertujuan untuk memperoleh kekerasan yang maksimal dari baja yaitu dengan cara memanaskan baja daerah austenite pada diagram Fe3C, kemudian di holding time selama beberapa waktu agar panasnya merata, kemudian dinginkan secara cepat agar tercapai struktur martensit yang memiliki sifat yang sangat keras. Kemudian dilanjutkan dengan proses tempering untuk meningkatkan keuletan. Tempering dilakukan dengan memanaskan kembali baja yang telah diproses hardening pada temperatur kritis 723oC, dilanjutkan proses holding time pada temperatur tersebut, dan didinginkan secara lambat menggunakan media diudara luar. Dalam hal ini temperatur pemanasan dan waktu holding perlu diperhatikan dengan seksama, karena temperatur yang terlalu lama akan mengakibatkan carbon yang akan memisahkan diri sehingga kekerasan akan turun dengan sangat tajam. Begitu juga sebaliknya pemanasan yang terlalu rendah dan waktu holding yang terlalu singkat akan mengakibatkan jumlah
1. Pendahuluan Logam baja paling banyak dipakai sebagai bahan baku industri yang merupakan bahan baku yang banyak tersedia di pasaran, dimana sebagian ditentukan oleh nilai ekonomisnya, tetapi yang paling penting karena sifat-sifatnya yang bervariasi, yaitu bahan tersebut mempunyai berbagai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang paling keras dapat dibuat apa saja dengan bentuk apapun dengan cara pengecoran. Dalam perkembangannya kebutuhan logam besi dan baja semakin meningkat sejalan dengan berkembangnya dunia industri khususnya untuk baja yang mempunyai kelebihan-kelebihan sifat yang lebih baik dari pada besi. Jenis baja dapat dibagi menurut penggunaan nya menjadi baja kontruksi dan baja perkakas yang menurut tujuan penggunaannya dibagi lagi menjadi baja perkakas dingin dan panas. Dari berbagai macam baja perkakas pekerjaan dingin yang ada dipasaran mempunyai sifat mekanis yang kurang bagus. Bahan mudah rusak dan patah dalam aplikasinya. Beban statis adalah beban yang tetap, baik besar maupun arahnya pada setiap saat, sedang beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya berubah menurut waktu. Beban statis dapat berupa beban tarik, tekan lentur, puntir, geser dan
F-34
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
carbon yang terperangkap dalam struktur body centred tetragonal masih banyak sehingga kekerasan masih tinggi dan getas. Dengan tempering diharapkan baja akan menjadi lebih ulet disamping memiliki kekerasan cukup memadai. Sehingga material baja tersebut dapat digunakan sebagai mana mestinya sesuai dengan aplikasinya. Tingginya tempeatur tempering tergantung pada jenis baja dan kekerasan pakai yang dikehendaki. Untuk baja perkakas dibutuhkan keuletan setinggi-tingginya pada kekerasan yang memadai sesuai dengan penggunannya. Hal tersebut memunculkan pertanyaan, bagaimana pengaruh proses tempering bertingkat terhadap sifat mekanis dari baja perkakas dingin? Penelitian ini diharapkan dapat merumuskan cara yang tepat untuk memperbaiki sifat-sifat dari baja dengan menitik beratkan pada proses tempering bertingkat yang tepat pada baja perkakas untuk mendapatkan sifat mekanis baja yang lebih baik dan mendapatkan proses tempering bertahap yang ideal untuk perlakuan baja sehingga bisa digunakan sebagai baja perkakas pisau potong
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
milling akan mengalami defleksi disebabkan gaya potong pada kecepatan pemakanan (feeding). Pengaruh defleksi akan mempengaruhi tingkat kehalusan permukaan benda kerja dan bentuk struktur end mill cutter , Budak (2004), Raksiri (2004), Saffar (2009). karakteristik kualitas permukaan untuk proses end milling, pengaruh putaran spindel, feeding, depth of cut pada kekasaran permukaan dengan suatu model multiple regresi, Hayajneh (2007), Lela (2008). Pengujian dan penyetelan overhang pendek aman dan algoritma penyetelan pahat di mesin CNC. Pengamanan adalah koordinat ruang gerak pahat tidak menabrak benda kerja dan lokasi holder aman dengan benda kerja. Juga perakitan holder dengan jarak overhang pahat tidak membuat bertabrakan dengan benda kerja, Jin Kim Su (2007). 2.2 Perlakuan Panas Baja Sifat kekerasan dari baja sangat tergantung dari pada struktur mikronya dan dapat diubah melalui proses perlakuan panas. Perlakuan panas (heat treatment) adalah proses pemanasan dan pendinginan yang terkontrol dengan cara mengubah sifat-sifat dari logam. Langkah awal dari proses ini adalah pemanasan benda kerja dari tungku pemanas hingga mencapai temperatur yang ditentukan. Setelah didapat temperatur yang di inginkan suhu dipertahankan (holding time) selama waktu tertentu agar atom-atom dapat bergerak menyempurnakan proses pertumbuhan butir kristal baru. Lamanya penahanan disesuaikan dengan dimensi dari benda kerja. Setelah itu dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang disesuaikan dengan sifatsifat yang di inginkan. Kecepatan pendinginan akan berpengaruh terhadap peralihan wujud struktur material, Callister (2000).
2. Tinjauan Pustaka Baja menurut komposisi kimianya dibedakan menjadi baja karbon dan baja paduan. Baja karbon bukan berarti bahwa baja tersebut sama sekali tidak mengandung unsur-unsur lain selain besi dan karbon, tetapi kandungan unsur tersebut masih lebih rendah dari pada batas untuk disebut sebagai baja paduan dan dianggap sebagai karbon (impurities) saja. Batasan dari kandungan unsur-unsur lain tersebut adalah: silicon 0,8 %; manganese 1,0 %; sulphur 0,055 %; phosphor 0,050 %. Baja karbon rendah sangat luas pemakaiannya, antara lain sebagai baja kontruksi, rangka bangunan, rangka kendaraan, baut mur, pipa, dan masih banyak yang lainnya. Baja karbon rendah ini memiliki sifat yang lunak, kekuatan rendah tetapi keuletan cukup tinggi. Baja karbon menengah cukup keras dan kuat, pemakaiannya hampir sama dengan baja karbon rendah tetapi biasanya dipergunakan bila diperlukan kekuatan dan keuluetan yang seimbang. Baja karbon tinggi mempunyai sifat yang lebih kuat dan lebih keras lagi, tetapi keuletan, ketangguhan dan kemampuan untuk dikerjakan dengan mesin rendah. baja ini terutama dipakai untuk ketahanan aus yang tinggi seperti pada mata bor, pahat dan alat-alat perkakas lainnya.
2.3 Hardening Proses hardening adalah memanaskan benda kerja hingga temperatur (30–50C) diatas garis temperatur Ac3 untuk baja hypoeutectoid atau diatas garis Ac1 untuk baja hypereutectoid, kemudian holding time pada temperatur tersebut sampai kondisi merata, selanjutnya didinginkan secara cepat dengan mencelupkan ke dalam media pendingin, Callister (2000). Kekerasan maksimum yang dapat dicapai dari suatu proses hardening banyak tergantung dari kadar karbon yang dikandungnya. Makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi kekerasan yang dapat dicapai, pada baja dengan kadar karbon yang lebih rendah kenaikkan kekerasan setelah dihardening hampir tidak berarti, karena pengerasan hanya dilakukan terhadap baja dengan kadar karbon yang memadai, tidak kurang dari 0,30 % Perubahan struktur mikro baja tergantung dari kecepatan pendinginannya dari temperatur daerah austenit sampai pada temperatur kamar. Karena
2.1 Proses Pemotongan CNC milling merupakan perangkat lunak yang berbasis CAM (computerized aided Manufacturing) yang digunakan pada proses manufaktur yang memungkinkan melakukan berbagai bentuk simulasi proses pemesinan berbasis CNC, Randelovic (2007). Panjang cutter (overhang) pada proses pemotongan
F-35
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
perubahan struktur ini maka dengan sendirinya sifat mekanis yang dimiliki oleh material akan berubah. Hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur mikro yang terbentuk biasanya digambarkan dalam diagram yang menghubungkan dengan waktu, suhu transformasi yaitu diagram CCT (Countinues Cooling Transformation). Kecepatan pendinginan yang dialami suatu benda kerja juga tergantung pada media pendingin yang digunakan untuk mendingin kan benda tersebut.
memiliki kekerasan cukup memadai. Martensit adalah suatu larutan padat lewat jenuh dari karbon yang terperangkap dalam struktur body centered tetragonsal, adalah struktur yang metastabil, akan dapat berubah menjadi struktur yang stabil bila yang diberi energi panasdengan tempering. Dengan memberi panas maka BCT secara berangsur menjadi BCC, dan karena BCC tidak mampu melarutkan karbon, maka karbon yang semula terperangkap itu akan berpresipitasi keluar membentuk karbida. Dengan semakin tingginya temperatur Tempering maka karbida ini akan menggumpal makin besar.
Holding time
heating Pendinginan cepat
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Pendinginan lambat
3. Metode Perlakuan panas tempering dilakukan dengan menggunakan dapur listrik, dengan komposisi pemanasan dan holding time yang bervariasi, sesuai dengan diagram pemanasan sebagai berikut:
Gambar 1. Kecepatan Pendinginan 2.4 Tempering Baja yang dikeraskan dengan pembentukan martensit sangat getas, sehingga tidak cukup untuk baik untuk berbagai pemakaian di lapangan. Pembentukan martensit juga meninggalkan tegangan sisa yang sangat tinggi, dan ini sangat tidak baik. Karena itu biasanya, atau hampir selalu setelah pengerasan kemudian segera diikuti dengan proses tempering, untuk menghilangkan atau mengurangi tegangan sisa (residual stress) dan mengembalikan sebagian keuletan atau ketangguhan ini didapat dengan mengorbankan sebagian kekuatan dan kekerasan yang telah dicapai pada proses pengerasan. Tempering dilakukan dengan memanas kan kembali baja yang telah dikeraskan dibawah temperatur kritis (723C) pada diagram Fe3C serta membiarkan beberapa saat pada temperatur tersebut, dan didinginkan kembali diudara luar.
1 2 3 4 5
6 7 8
hardening tempering
Gambar 3. Model proses tempering
preheating
1. Tanpa proses perlakuan pemanasan tempering 2. Tempering 650 C, dengan holding time selama 60 menit. 3. Tempering 650 C, dengan holding time selama 60 menit, dilanjutkan tempering yang kedua dengan temperatur pemanasan 550 C dengan holding time selama 60 menit. 4. Tempering 650 C, dengan holding time selama 60 menit, dilanjutkan tempering yang kedua dengan temperatur pemanasan 550 C dengan holding time selama 60 menit, dan dilanjutkan tempering yang kedua dengan temperatur pemanasan 450 C dengan holding time selama 60 menit. 5. Tempering 650 C, dengan holding time selama 60 menit, dilanjutkan tempering yang kedua
Gambar 2. Proses preheating-hardening- tempering Temperatur pemanasan dan waktu holding time perlu diperhatikan dengan seksama, karena temperatur pemanasan yang terlalu tinggi dan waktu holding yang terlalu lama akan mengakibatkan karbon memisahkan diri sehingga kekerasan akan turun dengan sangat tajam. Begitu juga sebaliknya, pemanasan yang terlalu rendah dan waktu holding yang singkat akan mengakibatkan jumlah karbon yang terperangkap dalam struktur body centered tetragonal (BCT) masih banyak sehingga kekerasan masih tinggi dan getas. Dengan tempering diharapkan baja akan menjadi lebih ulet di samping
F-36
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang dengan temperatur pemanasan 550 C dengan holding time selama 1200 menit. 6. Tempering 650 C, dengan holding time selama 60 menit, dilanjutkan tempering yang kedua dengan temperatur pemanasan 550 C dengan holding time selama 120 menit, dan dilanjutkan tempering yang kedua dengan temperatur pemanasan 450 C dengan holding time selama 180 menit. 7. Tempering 650 C, dengan holding time selama 60 menit, diturunkan temperatur pemanasan 550 C dengan holding time selama 120 menit. 8. Tempering 650 C, dengan holding time selama 60 menit, diturunkan temperatur pemanasan 550 C dengan holding time selama 120 menit, dan diturunkan temperatur pemanasan 450 C dengan holding time selama 180 menit.
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Gambar 4. Proses Permesinan Groove dibuat tiga macam pemakanan alur lurus, melengkung dan siku dengan kedalaman pemakanan dibuat sama, dengan gerakan bergelombang hingga terbentuk kontur tiga dimensi, juga untuk gerakan dua dimensi untuk jenis alur rata. Kekasaran permukaan yang di ukur adalah kekasaran pemukaan dinding alur bagian samping untuk masing-masing benda kerja sebanyak 3 kali pengukuran. Getaran diukur secara horisontal mengikuti pergerakan tool, untuk mendeteksi terjadinya getaran pada setiap kedalaman pemakanan. Setiap pemakanan kedalaman akan didapatkan data rekaman getaran 3 kali rekaman, selanjutnya untuk masing masing benda kerja dilakukan pengukuran dengan cara yang sama baik untuk data kekasaran maupun data getaran.
Selanjutnya dilakukan pengujian mekanis: kekerasan, pengujian tarik dan impact, untuk mengetahui perubahan sifat mekanisnya, juga dilakukan pengamatan getaran selama proses pemesisan dan hasil kekasaran dinding hasil milling. Sifat-sifat mekanik adalah salah satu sifat penting, karena sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan untuk menerima beban tanpa menimbulkan kerusakan. Kekerasan (Hardness) didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan, pengikisan (abrasi), indentasi atau penetrasi. Sedangkan pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku material tersebut terhadap pembebanan mekanis. Sedangkan untuk pengujian impact memberikan informasi kemampuan material menahan tumbukan atau benturan dengan material lain. Proses pemesinan dilakukan pada proses end mill CNC machine dengan putaran spindel, feeding, depth of cut tetap. Pengambilan data kekasaran dan getaran untuk melihat tingkat ketajaman tool, jika nilai kekasaran bagus menunjukkan bahwaq tool adalah tajam, demikian juga jika getaran yang terjadi adalah kecil maka mengindikasikan bahwa tool tajam atau tidak terjadi keausan.
4. Pembahasan 4.1 Pengujian Kekerasan Hasil pengujian kekerasan Rockwell dengan analisis one way anova memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dengan tingkat kepercayaan sebesar 98,32%. Menggunakan Tukey pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Tukey Method and 93% Confidence ada 4 group A. AB. B. C dimana yang berbeda signifikan adalah C (perlakuan 7, 8). Menggunakan Fisher pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 93% Confidence ada 7 group A, AB, BC, BCD, CD, D, E dan yang berbeda sigifikan adalah E (perlakuan 7, 8). Dunnett Multiple Comparisons with a Control didapatkan data Grouping Information Using the Dunnett Method and 93% Confidence, menunjukkan perlakuan 1,2,3 adalah yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pada perlakuan 1, 2 dan 3 akan menghasilkan pemotongan yang sangat baik, akan tetapi umur tool yang pendek menjadi pertimbangan lain, sehingga level kekerasan dibawahnya menjadi pertimbangan lebih lanjut, jika dikatakan bahwa kekerasan akan menunjukkan tingkat ketajaman dari tool. 4.2 Pengujian Tarik Hasil pengujian tensile strengh dengan analisis one way anova memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dengan tingkat kepercayaan sebesar 89,87%. Menggunakan Tukey pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Tukey Method and 93% Confidence ada 4 group A. AB. B. C dimana yang berbeda signifikan adalah C (perlakuan 1). Menggunakan Fisher pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 93% Confidence
F-37
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
ada 5 group A, AB, B, C, D dan yang berbeda sigifikan adalah C dan D (perlakuan 1, 2). Dunnett Multiple Comparisons with a Control didapatkan data Grouping Information Using the Dunnett Method and 93% Confidence, menunjukkan perlakuan 1 adalah yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pada perlakuan 1 adalah sangat rentan terhadap terjadinya retak atau patah, jika umur tool menjadi pertimbangan makan perlakuan 1 termasuk diluar pertimbangan. sehingga strength level diatasnya menjadi pertimbangan lebih lanjut, jika dikatakan bahwa strengh akan menunjukkan tingkat kekuatan dari tool.
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
tersebut dapat dikatakan bahwa pada perlakuan 1 akan menunjukkan bahwa tool mudah sekali patah, sehingga umur tool yang pendek menjadi pertimbangan lain, sehingga kemampuan impact yang lebih baik menjadi pertimbangan lebih lanjut. 4.5 Pengujian Kekasaran Hasil pengujian Rughness dengan analisis one way anova memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dengan tingkat kepercayaan sebesar 98,04%. Menggunakan Tukey pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Tukey Method and 93% Confidence ada 4 group A, B, C, D semuanya berbeda. Menggunakan Fisher pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 93% Confidence ada 5 group A, B, C, D, E semuanya berbeda, group A (perlakuan 7, 8), group B (perlakuan 4,5,6). Dunnett Multiple Comparisons with a Control didapatkan data Grouping Information Using the Dunnett Method and 93% Confidence, menunjukkan perlakuan 1 adalah yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pada perlakuan 4, 5, 6 menghasilkan pemotongan yang halus. Akan tetapi tidak sehalus 1, 2, 3. Dapat dikatakan bahwa mulai dari perlakuan 1 sampai 6 menghasilkan pemotongan yang baik.
4.3 Pengukuran Perpanjangan Hasil pengukuran elongation dengan analisis one way anova memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dengan tingkat kepercayaan sebesar 97,61%. Menggunakan Tukey pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Tukey Method and 93% Confidence ada 5 group A, B, C, CD, D dimana yang berbeda signifikan adalah A, B (perlakuan 5,6,7,8). Menggunakan Fisher pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 93% Confidence ada 7 group A, B,C,D, E, EF dan F memperlihatkan group yang berbeda sigifikan adalah A, B, C, D (perlakuan 5,6,7,8). Dunnett Multiple Comparisons with a Control didapatkan data Grouping Information Using the Dunnett Method and 93% Confidence, menunjukkan perlakuan 1 dan 2 adalah yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pada perlakuan 1, 2 masih mampu beradabtasi dengan perubahan elongation yang terjadi, akan tetapi kekakuan dan kekerasan tool sangat diperlukan, sehingga jika perubahan elongation terjadi, maka menjadi pertimbangan lain. Jika dikatakan bahwa perubahan elongation akan menunjukkan tingkat kemampuan tool bertahan dari kondisi perubahan, maka usia tool akan semakin panjang.
4.6 Pengujian Vibrasi Hasil pengujian vibration dengan analisis one way anova memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dengan tingkat kepercayaan sebesar 99,71%. Menggunakan Tukey pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Tukey Method and 93% Confidence ada 4 group A. AB. B. C dimana yang berbeda signifikan adalah C (perlakuan 1). Menggunakan Fisher pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 93% Confidence ada 5 group A, AB, B, C, D dan yang berbeda sigifikan adalah C dan D (perlakuan 1, 2, 3 ). Dunnett Multiple Comparisons with a Control didapatkan data Grouping Information Using the Dunnett Method and 93% Confidence, menunjukkan perlakuan 1 adalah yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pada perlakuan 1 menhasilkan getaran yang paling kecil, menunjukkan bahwa tool tajam, selanjutnya getaran semakin tinggi untuk proses perlakuan selanjutnya. Untuk perlakuan 7 dan 8 tidak disarankan karena getaran yang terjadi sudah besar yang menunjjukan bahwa tool tidak mampu melakukan proses pemotongan dengan baik.
4.4 Pengujian Impact Hasil pengujian impact dengan analisis one way anova memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dengan tingkat kepercayaan sebesar 83,84%. Menggunakan Tukey pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Tukey Method and 93% Confidence ada 4 group A. AB. BC. C dimana yang berbeda signifikan adalah A (perlakuan 1). Menggunakan Fisher pairwise comparisons didapatkan data Grouping Information Using the Fisher LSD Method and 93% Confidence ada 7 group A, B, BC, C, CD, DE, dan E yang berbeda sigifikan adalah A (perlakuan 1). Dunnett Multiple Comparisons with a Control didapatkan data Grouping Information Using the Dunnett Method and 93% Confidence, menunjukkan perlakuan 1 adalah yang berbeda. Berdasarkan hal
5. Kesimpulan Pengaruh proses tempering terhadap sifat mekanis dari baja perkakas bahwa proses tempering akan meningkatkan keuletan dari baja perkakas
F-38
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
terlihat dari meningkatnya kekuatan tarik dan kemampuan mulurnya yang semakin panjang, serta kemampuan impactnya menjadi lebih baik. Akan tetapi ketajamannya menurun hal ini terlihat dari nilai kekerasannya yang turun, nilai kekasarannya yang semakin meningkat juga getaran yang terjadi pada waktu proses pemotongan yang meningkat. Berdasarkan pengamatan dari kedelapan proses perlakuan tempering maka pada proses pelakuan 4, 5 dan 6, (proses tempering dengan jeda waktu), proses tempering bertahap dimana proses dilakukan tidak hanya satu kali akan tetapi beberapa kali dengan temperatur diturunkan secara bertahap ternyata mampu memperlihatkan performa yang lebih baik, maka perlu dilakukan pengamatan yang lebih mendalam terkait dengan varasi penurunan temperatur dan holding time yang paling optimal dari proses tempering tersebut. Sedangkan untuk proses 7 dan 8 (proses tempering tanpa adanya jeda waktu) tidak direkomendasikan, karena nilai kekerasan turunnya sangat tajam dan waktu proses pemesinan terjadi getaran besar serta hasil pemotongan menunjukkan nilai kekasaran yang kurang baik.
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Randelovic Sasa, Sasa Zivanovic, 2007. CAD - CAM Data Transfer as a Part of Product Life Cycle. Series: Mechanical Engineering Vol. 5, No 1, pp. 87 - 96 RSNI T-03-2005, SNI Standar Nasional Indonesia. Saffar R. Jalili, M.R. Razfar, A.H. Salimi and M.M. Khani (2009). Optimization of Machining Parameter to Minimize Tool Deflection in the End Milling Operation Using Genetic Algrithm. World Applied Sciences Journal 6 (1): 64-69.
ACKNOWLEDGEMENT Ditjen DIKTI atas pendanaan Hibah penelitian Desentralisasi, Kontrak No. 4770/PL2.1/HK/2015 24 Maret 2015, DIPA Direktorat Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat Nomor DIPA 023.04.1.673453/2015, tanggal 14 November 2014, Dipa Revisi 01 tanggal 29 Pebruari 2015 Daftar Pustaka: Budak. E, Kivanc (2004). Structural Modeling of End Mills for Form Error and Stability Analysis, International Journal of Machine Tools & Manufacture 44 (2004) 1151–1161. Callister (2000). Material Science And Engeneering, An Introduktion, Wiley and Sons. Hayajneh Mohammed T, Montasser S. Tahat b, Joachim Bluhm (2007). A Study of the Effects of Machining Parameters on the Surface Roughness in the End-Milling Process. Jordan Journal of Mechanical and Industrial Engineering, Volume 1, Number 1, Page 1-5. Jin Kim Su, 2007. Short and safe tool setting by safe space in NC machining. Int J Adv Manuf Lela B, Zivkovi D, D. Baji, 2008. Modeling of Machined Surface Roughness and Optimization Of Cutting Parameters In Face Milling, Metabk 47(4) 331-334. Raksiri Chana, Manukid Parnichkun (2004). Geometric and force errors compensation in a 3-axis CNC milling machine. International Journal of Machine Tools & Manufacture 44, pp.1283-1291.
F-39
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
F-40
Volume 8 – ISSN: 2085-2347