7
magnetic stirer dengan pemanasan pada suhu 70°C. Kemudian 28 mL media ini ditempatkan ke dalam tabung reaksi masingmasing 7 mL untuk agar miring dan sisanya untuk agar cawan. Media selanjutnya di sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit. Media untuk agar miring diletakan pada papan miring hingga beku dan diinkubasi selama 24 jam. Media agar cawan dituang secara aseptis ke dalam cawan Petri steril dan diinkubasi selama 24 jam. Pembuatan Media Nutrient Broth (NB) Media ini dibuat dengan konsentrasi 2%. Sebanyak 2 gram media NB dilarutkan dalam 100 mL akuades di dalam erlenmeyer. Kemudian diaduk dengan magnetik stirer disertai dengan pemanasan pada suhu 70°C. Erlenmeyer kemudian ditutup rapat dengan kapas dan aluminium foil. Media ini disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit. Pembuatan Larutan Baku McFarland 0.5 (Andrews 2008) Larutan baku McFarland terdiri atas dua komponen, yaitu larutan BaCl2 1 % dan H2SO4 1 %. Sebanyak 0,05 mL larutan BaCl2 1 % dicampurkan dengan 9.95 mL larutan H2SO4 1 % dan dikocok hingga homogen. Kekeruhan larutan diukur pada panjang gelombang 620 nm dengan menggunakan akuades sebagai blangkonya. Nilai absorban larutan baku harus berada di kisaran 0,08 sampai dengan 0.13. Larutan baku McFarland 0,5 ekuivalen dengan suspensi sel bakteri dengan konsentrasi 1.5 × 108 CFU/mL. Penentuan Aktivitas (Modifikasi Ellof 1998)
Antibakteri
Peremajaan Bakteri Uji. Peremajaan dilakukan dengan menginokulasikan bakteri uji (Escherichia coli dan Staphylococcus aureus) ke dalam media nutrient agar (NA) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C. Koloni yang tumbuh di media dipindahkan ke dalam 25 mL media NB secara aseptik dan disesuaikan serapannya dengan larutan baku McFarland 0.5 sehingga diperoleh suspensi dengan jumlah sel 1.5 × 108CFU/mL. Pengujian Aktivitas Antibakteri. Sebanyak 500 mg fraksi air daun gambir dilarutkan dalam 10 mL DMSO sehingga konsentrasinya menjadi50 mg/mL sebagai larutan stok. Larutan stok dimasukkan ke dalam sumur microplate kemudian diencerkan
dengan media NB steril sampai diperoleh konsentrasi 0.01, 0.05, 0.1, 0.5, 1, 10, 20, 30, dan 40 mg/mL. Sebanyak 5 µL suspensi bakteri uji yang telah distandardisasi jumlah selnya dimasukkan ke dalam sumur dan diinkubasi selama 24 jam pada inkubator 37 °C. Volume total campuran larutan ekstrak daun gambir, media NB, dan suspensi bakteri adalah 200 µL. Percobaan dilakukan triplo. Setelah 24 jam, cawan mikro diamati secara pengamatan visual dengan mata. Konsentrasi paling jernih (tidak keruh) ditetapkan sebagai konsentrasi hambat minimum. Konsentrasi bunuh minimum adalah konsentrasi ekstrak terkecil yang membunuh 99.9 % dari inokulum bakteri. Kontrol perlakuan dalam percobaan terdiri atas kontrol positif, yaitu antibiotik kloramfenikol 1mg/mL, media NB, danbakteri uji, kontrol negatif berupa media dan bakteri uji. Untuk menentukan konsentrasi bunuh minimum, subkulturkan 100 µL suspensi yang jernih masing-masing ke dalam medium NA lalu diamati setelah 24 jam. Identifikasi kandungan dengan GC-MS Pirolisis
daun
gambir
Fraksi air daun gambir dengan konsentrasi 10 mg/mL dimasukkan ke dalam tabung kuarsa. Pyrolyzer dihubungkan dengan sebuah sistem GC-MS dengan alat GCMS-QP 2010 yang dihubungkan dengan detektor perangkap ion spektrometer massa.Suhu injektor GC adalah 280ºC dan pertemuan antara lubang dan GC diatur suhunya 300ºC. Suhu spektrometer massa dijaga pada suhu 270ºC dan discan dengan range m/z 35-425. Untuk pirolisis, GC diprogram suhu awal50ºCselama 5 menit, lalu dipanaskan pada suhu 600 ºCdengan laju 6.5ºC per menit sampai 250 ºC selama 5 menit. Spektrum massa direkam dengan menggunakan software detektor perangkap ion. Data yang dihasilkan berupa pirogram yang memberikan informasi berupa puncak senyawa hasil fragmentasi (pemecahan) senyawa utuh yang terkandung di dalam larutan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Fraksi Air Daun Gambir Ekstraksi tanaman gambir merupakan tahap awal sebelum pengujian aktivitas antibakteri. Ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan senyawa kimia yang diinginkan dari suatu jaringan. Daun gambir diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi
8
bertingkat. Daun gambir dimaserasi dengan campuran metanol-air (9:1) sebanyak tiga kali, lalu dengan metanol-air (1:1) sebanyak tiga kali. Hal ini dilakukan karena flavonoid glikosida dan yang lebih polar seperti aglikon lebih baik diekstraksi dengan alkohol atau dengan campuran alkohol dan air (Marston dan Hostettmann 2006). Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama beberapa hari, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selanjutnya ekstrak dipekatkan dengan rotary evaporator. Setelah dilakukan maserasi dengan larutan campuran metanol-air, ekstrak yang dihasilkan kemudian dipekatkan. Selanjutnya ekstrak tersebut dilarutkan di dalam metanolair (1:1) lalu dipartisi dengan n-heksana yang bersifattidak polar untuk memisahkan senyawa-senyawa non polar di dalam daun gambir. Senyawa-senyawa yang mungkin terkandung di dalam fraksi n-heksana adalah minyak atsiri dan pigmen tumbuhan yang bersifat nonpolar seperti kuinon isoterpenoid (Harborne 1993). Hasil partisi dengan heksana adalah fraksi n-heksana danfraksimetanol-air. Fraksi metanol-air kemudian dipekatkan untuk menghilangkan kandungan metanolnya sehingga diperoleh fraksi air. Fraksi air ini kemudian dipartisi dengan kloroform yang bersifat semi polar. Hal ini dilakukan untuk memisahkan senyawa yang kurang polar. Menurut Marston dan Hostettmann (2006), flavonoid yang kurang polar (isoflavon, flavonon, flavon termetilasi, dan flavonol) diekstraksi dengan menggunakan kloroform, diklorometana, dietil eter, atau etil asetat. Selain itu, senyawa yang diduga terkandung di dalam fraksi kloroform adalah terpenoid. Lenny (2006) menyatakan bahwa terpenoid dapat terekstrak dengan baik pada eter dan kloroform. Senyawa yang tergolong ke dalam kelompok terpenoid diantaranya triterpenoid, sterol, serta pigmen tumbuhan. Hasil partisi dengan kloroform adalah fraksi air dan fraksi kloroform. Metode fraksinasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode yang dilakukan oleh Sukadana (2010) dalam mengekstrak senyawa flavonoid dari buah belimbing
manis. Fraksinasi menghasilkan tiga fraksi, yaitu fraksi n-heksana, kloroform, dan air. Ketiga fraksi menunjukkan hasil yang positif pada pengujian fitokimia flavonoid. Fraksi air belimbing manis menunjukkan intensitas warna orange yang paling tinggi dan jumlah rendemen yang paling banyak, maka diduga bahwa fraksi air mengandung flavonoid yang lebih banyak daripada fraksi n-heksana dan kloroform. Fraksi air tersebut dipisahkan dengan teknik kromatografi kolom menghasilkan 8 jenis fraksi. Salah satu fraksi yang dihasilkan tersebut kemudian dimurnikan dengan kromatografi lapis tipis untuk selanjutnya dilakuakan identifikasi dengan spektrofotometerr UV-Vis. Hasil identifikasi isolat tersebut dengan UV-Vis menunjukkan adanya gugus hidroksil yang diduga sebagai struktur katekin. Oleh karena itu, metode Sukadana (2010) ini digunakan pada fraksinasi daungambir untuk memperoleh senyawa flavonoid, terutama senyawa katekin. Ekstraksi 100 gram daun gambir dengan metode maserasi bertingkat dan fraksinasi menghasilkan tiga fraksi, yaitu fraksi kloroform, fraksi n-heksana, dan fraksi air dengan jumlah rendemen masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah rendemen fraksi air merupakan yang paling banyak dibandingkan dengan fraksi yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa flavonoid yang terkandung di dalam daun gambir lebih banyak larut di dalam air. Tabel 1 Rendemen ekstraksi daun gambir Jenis fraksi Air Kloroform n-heksana
Jumlah rendemen (%) 3.033 0.048 0.031
Hal ini sesuai dengan teori bahwa flavonoid yang bersifat polar lebih mudah larut di dalam air karena adanya gula glikosida yang mengandung gugus hidroksil. Selain flavonoid, kemungkinan terdapat senyawa fenol lainnya yang juga terdapat pada fraksi air daun gambir, diantaranya hidrokuinon, katekol, dan kelompok asam fenolat (Grotewold 2005). Secara ilmiah telah diketahui bahwa keberadaan flavonoid di dalam daun gambir paling dominan yaitu sekitar 40-50% (Hayani 2003). Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Silvikasari (2010) yang menguji kandungan fitokimia daun gambir.Hasil uji fitokimia menunjukkan fraksi air hanya
9
mengandung flavonoid, fraksi kloroform hanya mengandung triterpenoid, dan fraksi heksana hanya mengandung tannin. Uji alkaloid dan fenolik memberikan hasil negatif pada ketiga fraksi. Oleh karena itu, fraksi air yang mengandung flavonoid yang digunakan untuk analisis selanjutnya, yaitu penentuan KHTM (konsentrasi hambat tumbuh minimum). Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) melalui Metode Mikrodilusi Konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) fraksi air daun gambir ditentukandengan metode mikrodilusi dan bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Bakteri uji distandardisasi dengan larutan McFarland 0.5 sehingga jumlah sel yang digunakan sama yaitu1.5 × 108 CFU/mL. Fraksi air daun gambir dilarutkan dengan DMSO 1 % sehingga diperoleh konsentrasi 0.01, 0.05, 0.5, 1, 10, 20, 30, dan 40 mg/mL.Setiap sumur berisi media nutrient broth (NB), fraksi air
daun gambir, dan suspensi bakteri.Kontrol DMSO dibuat sesuai dengan konsentrasi fraksi air daun gambir. Setiap konsentrasi dilakukan secara triplo. Kontrol positif berisi kloramfenikol 1 mg/mL, media NB, dan suspensi bakteri. Kontrol negatif berisi media NB dan bakteri (Gambar 2). Teknik yang digunakan adalah pengamatan kekeruhan setelah microplate diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Kontrol negatif menunjukkan kekeruhan. fraksi air daun gambir dibandingkan dengan kekeruhan kontrol negatif. Kekeruhanterlihat pada fraksi air daun gambir dengan konsentrasi 0.01 mg/mL dan 0.05 mg/mL, sedangkan pada konsentrasi 0.5 mg/mL sampai 40 mg/mL terlihat jernih (tidak keruh). Kontrol positif tidak menunjukkan kekeruhan karena kloramfenikol merupakan antibiotik yang memiliki kemampuan tinggi dalam membunuh bakteri dan mikroorganisme lain. Kontrol negatif menunjukkan kekeruhan karena ada pertumbuhan bakteri di dalam media.
Gambar 2 Uji aktivitas fraksi air daun gambir terhadap E.coli. Keterangan : Fraksi air daun gambir dengan konsentrasi (mg/mL): 0.01 (1A-C), 0.05 (2A-C), 0.5 (3A-C), 1 (4A-C), 10 (5A-C), 20 (6A-C), 30 (7A-C), dan 40 (8A-C). DMSO dengan konsentrasi (mg/mL) : 0.01 (1D-F), 0.05 (2D-F), 0.5 (3D-F), 1 (4D-F), 10 (5D-F), 20 (6D-F), 30 (7D-F), dan 40 (8D-F). Kontrol positif (1-3H). Kontrol negatif (7-9H).
10
Menurut Irianto (2006), semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah selnya. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi air daun gambir menghambat pertumbuhan E.coli dan S.aureus pada konsentrasi fraksi 0.5 mg/mL sampai 40 mg/mL. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa nilai KHTM fraksi air daun gambir terhadap E.coli dan S.aureus adalah 0.5 mg/mL. Pengamatan terhadap microplate dapat dilihat pada Lampiran 3. Kontrol DMSO menunjukkan kekeruhan pada konsentrasi 0.05 sampai konsentrasi 1 mg/mL. Hal ini mengindikasikan bahwa DMSO memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan bakteri E.coli pada konsentrasi 10 sampai 40 mg/mL. Deskripsi mengenai ada atau tidaknya pertumbuhan pada microplate dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi air daun gambir memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi. Sebuah bahan alam dianggap memiliki aktivitas yang kuat jika memiliki KHTM antara 0.05 sampai 0.5 mg/mL, aktivitas sedang jika nilai KHTM 0.6 sampai 1.5 mg/mL, dan dikatakan memiliki aktivitas yang lemah jika di atas 1.5 mg/mL (Aligiannis et al. 2001). Tabel 2 Pengaruh konsentrasi fraksi air daun gambir terhadap E.coli dan S.aureus Konsentrasi (mg/mL) 0.05
0.01
0.5
1
10
20
30
40
E.coli
S.aureus
+ + + + + + -
+ + + + + + -
Kontrol DMSO + + + + + + + + + + + + -
Keterangan: + : ada pertumbuhan bakteri - : tidak ada pertumbuhan
Senyawa antibakteri yang terdapat di dalam fraksi air daun gambir didugaberspektrum luas karena dapat bekerja pada bakteri Gram positif dan Gram negatif. Dinding sel bakteri Gram positif memiliki lebih banyak peptidoglikan dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Oleh karena itu, pertahanan bakteri Gram positif lebih kuat. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah bahwa senyawa antibakteri fraksi air daun gambir menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif dalam konsentrasi yang sama. Oleh karena itu, diduga bahwa mekanisme kerja senyawa antibakteri fraksi air daun gambir tidak dalam penghambatan sintesis dinding sel. Senyawa yang diduga terkandung di dalam fraksi air daun gambir adalah senyawa fenolik, yaitu senyawa yang mengandung cincin benzena dan gugus hidroksil. Senyawa fenolik dapat menyebabkan denaturasi protein melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Fenol dalam kadar rendah, membentuk kompleks protein-fenol dengan ikatan lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Fenol dalam kadar yang tinggi menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis, mengubah permeabilitas membran bakteri (Soekardjo &Siswandono 2000). Tahap lanjutan dari penentuan KHTM dengan metode mikrodilusi adalah menentukan konsentrasi bunuh minimum (KBM). Konsentrasi bunuh minimum (KBM) diperoleh dengan mengsubkulturkan 100 µL isi sumur yang tidak keruh (jernih) ke dalam nutrient agar (NA). Konsentrasi bunuh minimum adalah konsentrasi fraksi air daun gambir yang dapat menghambat 99.9% populasi bakteri. Fraksi yang disubkulturkan adalah fraksi yang tidak menunjukkan adanya kekeruhan, yaitu 0.5, 1, 10, 20, 30, dan 40 mg/mL. Hasil subkultur ke dalam nutrient agar (NA) menunjukkan bahwa masih terdapat pertumbuhan bakteri sampai dengan konsentrasi fraksi 40 mg/mL. Tidak ada fraksi yang berhasil membunuh 99.9% populasi bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas bakterisidal fraksi daun gambir tidak terdapat pada konsentrasi fraksi antara 0.5 sampai 40 mg/mL. Menurut Pelzcar & Chan (1998), semakin tinggi konsentrasi suatu bahan antibakteri maka
11
semakin kuat aktivitas antibakterinya. Oleh karena itu, diperkirakan KBM fraksi air daun gambir lebih besar dari 40 mg/mL. Hasil penelitian Silvikasari (2010) menunjukkan bahwa fraksi air daun gambir memiliki KBM 9% atau setara dengan 90 mg/mL. Hasil uji KBM untuk E.coli dapat dilihat pada Lampiran 4 dan untuk S.aureus pada Lampiran 5. Hasil penentuan KHTM berbeda dengan KBM. Konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) adalah konsentrasi terkecil ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan konsentrasi bunuh minimum (KBM) adalah konsentrasi ekstrak yang dapat membunuh 99.9% populasi bakteri. Hal ini serupa dengan hasil yang diperoleh oleh Acharyya et al. (2009) yang menentukan konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) dan KBM beberapa tanaman obat terhadap beberapa bakteri. Tanaman A.lebbeck diuji pada konsentrasi 0.05-32 mg/mL. Konsentrasi hambat tumbuh minimum A.lebbeck terhadap Baccilus subtilis adalah 32 mg/mL, tetapi konsentrasi bunuh minimumnya tidak dapat ditentukan pada konsentrasi 0.05-32 mg/mL. Oleh karena itu, nilai KHTM tidak berkaitan dengan KBM.
Komponen PenyusunFraksi air Daun Gambir Hasil identifikasi dengan GC-MS pirolisis menunjukkan bahwa fraksi air daun gambir (Uncaria gambir Roxb.) mengandung 25 senyawa berbeda yang diekspresikan dalam bentuk puncak (peak) kromatogram (pirogram) (Gambar 3). Nama-nama senyawa yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 6. Instrumentasi yang digunakan adalah GC-MS pirolisis sehingga dilakukan pembakaran sampel dengan suhu 600ºC tanpa oksigen sehingga semua senyawa yang terkandung di dalam sampel menjadi volatil dan terdekomposisi menjadi fragmenfragmen penyusunnya. Hasil identifikasi pada pirogram menunjukkan adanya senyawa pirokatekol (1,2-Benzenediol) pada puncak ke-9 dengan konsentrasi 1.46%. Struktur pirokatekol dapat dilihat pada Gambar 4. Senyawa katekol (pirokatekol) merupakan fragmen utama di dalam pirogram yang merupakan hasil dekomposisi senyawa katekin (Galletti GC & James BR 1992). Hal ini dapat dilihat adanya struktur katekol pada struktur senyawa katekin (Gambar 5).
Gambar 3 Komponen penyusun fraksi air daun gambir.
12
Menurut Nazir (2000), daun gambir mengandung katekin sebesar 7-33%. Hasil uji fitokimia fraksi air daun gambir (Silvikasari 2010) menunjukkan hasil yang positif untuk senyawa flavonoid yang ditunjukkan dengan adanya warna merah (Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan hasil GC-MS pirolisis yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid, yaitu katekin.
Saran Metode mikrodilusi yang disarankan adalah mikrodilusi dengan pengukuran absorbansi atau dengan menggunakan larutan indikator.Fraksi air daun gambir perlu ditingkatkan konsentrasinya agar dapat diperoleh nilai konsentrasi bunuh minimum (KBM).Identifikasi komponen penyusun fraksi air daun gambir disarankan menggunakan GC-MS, bukan GC-MS pirolisis agar dapat diketahui semua senyawa penyusun fraksi air daun gambir. Selain itu, perlu dilakukan pemurnian fraksi air daun gambir agar diperoleh senyawa katekin.
Gambar 4 Struktur pirokatekol.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 5 Struktur katekin. Penelitian ini termasuk di dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian (PKM-P). Senyawa yang ingin diperoleh di dalam PKM-P tersebut adalah katekin. Hasil identifikasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa struktur katekin telah ditemukan terkandung di dalam fraksi air daun gambir berdasarkan adanya pirokatekol yang merupakan fragmen penyusun katekin. Namun, untuk memperoleh senyawa katekin, fraksi air daun gambir harus dimurnikan dengan menggunakan metode kromatografi kolom dan lapis tipis. Hal ini menjadi saran untuk penelitian selanjutnya.
Acharyya Saurabh, Amarendra Patra, dan Prasanta K Bag. 2009. Evaluation of the antimicrobial activity of some medicinal plants against enteric bacteria with particular reference to multi-drug resistant Vibrio cholera. Tropical Journal of Pharmaceutical Research 8: 231-237. Alen Y, E Rahmayuni dan A Bakhtiar. 2004.Isolasisenyawa bioaktif antinematodaBursaphelencchus xylophilus dari ekstrak gambir. Seminar Nasional TumbuhanTanamanObat Indonesia XXVI. Padang, 7-8 September 2004. Aligiannis N, Kalpotzakis E, Mitaku S, Chinou IB. 2001. Composition and antimicrobial activity of the essential oils of two Origanum species.J Ag Food Chem 40: 4168-4170. Amos,
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Fraksi air daun gambir memiliki nilai konsentrasi hambat tumbuh minimum 0.50 mg/mL terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Konsentrasi minimum fraksi air daun gambir yang mampu membunuh bakteri uji belum dapat ditentukan karena tidak ada di dalam range konsentrasi fraksi air yang diujikan. Hasil identifikasi dengan GC-MS pirolisis menunjukkan bahwa fraksi air daun gambir mengandung pirokatekol (katekol) yang merupakan fragmen penyusun senyawa katekin.
I Zaenudin, A Triputranto, B Rusmandra dan S Ngudiwaluyo. 2004. Teknologi Pasca Panen Gambir. Jakarta: BPPT Pr.
Andrews JM. 2008. BSAC standardized disc susceptibility testing method (version 7). J Antimicrob Chemother 56:6076. [terhubung berkala] http://jac.oxfordjournals.org/cgi/repri nt/62/2/256 [27 Juni 2010]. Armenia AS dan Arifin. 2004.Toksisitas ekstrak gambir (Uncaria gambirRoxb) terhadap organ ginjal, hati danjantung mencit. Seminar Nasional TumbuhanTanaman Obat Indonesia XXVI. Padang,7-8 September 2004.