PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SERTA UJI ADSORPSI KARBON AKTIF TEMPURUNG KEMIRI (Aleurites moluccana ) TERHADAP METILEN BIRU
(Skripsi)
Oleh SITI NUR HALIMAH
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRACT
PRODUCTION, CHARACTERIZATION AND ADSORPTION TEST OF ACTIVATED CARBON FROM CANDLENUT SHELLS (Aleurites moluccana) FOR METHYLENE BLUE
By Siti Nur Halimah
In this study, activated carbon from candlenut shells was produced by physical activation, specified as KAF, and chemical activation, specified as KAK were analyzed using Scanning Electron Microscope (SEM) to determine the surface morphology. Methylene blue adsorbed on KAF, KAK and commercial activated carbon (KAC) was analyzed by spektrofotometer UV-Vis. Series of batch experiments were studied such as determine the optimum adsorbent dose, pH, and parameters adsorption of methylene blue on activated carbon. Optimum adsorption of methylene blue 100 mg L-1 took place at 200 mg with adsorbed 1.612 mg g-1. The interaction of methylene blue with KAF and KAC optimum at pH 8 with adsorbed by 85.80% and 90.58%, while KAK at pH 10 with adsorbed by 99.89%. The kinetic data conformed to the pseudo second order kinetic model with the reaction rate of KAF, KAK, and KAC respectively 0.099; 0.210; and 0.281 g mmol-1 min-1, isotherm adsorption conformed to the Freundlich isotherm model. Key words: Adsorption, activated carbon, candlenut, physical activation, chemical activation.
ABSTRAK
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SERTA UJI ADSORPSI KARBON AKTIF TEMPURUNG KEMIRI (Aleurites moluccana) TERHADAP METILEN BIRU
Oleh Siti Nur Halimah
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan karbon aktif dari tempurung kemiri yang diaktivasi secara fisika (KAF) dan kimia (KAK). Karakterisasi material karbon aktif dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui morfologi permukaannya. Metilen biru yang teradsorpsi pada KAF, KAK, dan karbon aktif komersil (KAC) dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis. Serangkaian eksperimen adsorpsi dilakukan dengan metode batch untuk mengetahui dosis optimum adsorben, pH optimum, dan parameter adsorpsi metilen biru pada adsorben karbon aktif. Adsorpsi metilen biru 100 mg L-1 optimum pada dosis adsorben sebesar 200 mg dengan metilen biru teradsorpsi 1,612 mg g-1. Interaksi metilen biru dengan KAF dan KAC optimum pada pH 8 dengan metilen biru teradsorpsi sebesar 85,80 dan 90,58% sedangkan KAK pada pH 10 dengan metilen biru teradsorpsi sebesar 99,89%. Data kinetika adsorpsi metilen biru pada KAF, KAK, dan KAC cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde dua dengan laju reaksi masing-masing sebesar 0,099; 0,210; 0,281 g mmol-1 menit-1 sedangkan isoterm adsorpsi metilen biru pada KAF, KAK, dan KAC cenderung mengikuti model isoterm Freundlich. Kata kunci: Adsorpsi, karbon aktif, kemiri, aktivasi fisika, aktivasi kimia.
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SERTA UJI ADSORPSI KARBON AKTIF TEMPURUNG KEMIRI (Aleurites moluccana ) TERHADAP METILEN BIRU
Oleh SITI NUR HALIMAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung Timur, pada tanggal 23 Juni 1994, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, putri dari Sujito dan Mujiati. Jenjang pendidikan diawali dari Sekolah Dasar (SD) di SDN 4 Rantau Fajar, Raman Utara, Lampung Timur, diselesaikan pada tahun 2006. Madrasah Tsanawiyah (MTs) di MTs Nurul Huda, Seputih Raman, Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Seputih Raman, Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2012. Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Unila melalui jalur SNMPTN-Tertulis (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan merupakan salah satu penerima beasiswa BIDIK MISI angkatan ke III di Universitas Lampung.
Pada tahun 2015 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Jurusan Kimia FMIPA Unila di Bandar Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Sains Dasar Biologi, Kimia Dalam Kehidupan, Kimia Anorganik I, dan Kimia Anorganik II. Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila sebagai anggota Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) kepengurusan 2013/2014 dan 2014/2015.
MOTO “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Q.S Ibrahim: 7)
“Barang siapa menginginkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat maka haruslah memiliki banyak ilmu” (HR. Ibnu Asakir) “Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah” (HR. Turmudzi) “Jangan mengeluhkan hal-hal buruk yang datang dalam hidupmu. Tuhan tidak pernah memberinya, kamulah yang membiarkannya datang” (R.A. Kartini) “Kerja Keras ! Yang bekerja keras saja belum tentu sukses apalagi yang malas” (Siti Nur Halimah)
Bismillahirrohmannirrahiim Dengan mengucap Alhamdulillahirabbil’alamin kepada Allah SWT yang Maha Segalanya. Kupersembahkan karya sederhana ini kepada : Kedua Orang tuaku, Bapak Sujito dan Ibu Mujiati (almh) yang telah memberikan kasih sayang, cinta, pengorbanan, serta doa indah untukku. Terima Kasih karena kalianlah inspirasi dan motivatorku selama ini. Mbak Yati, Kang To tersayang beserta keluarga dan Dek Latif beserta keluarga. Keluarga besar Mbah Toiman dan Mbah Yasir yang telah mendukungku dan mendoakanku. Ibu Prof. Dr. Buhani, M.Si., Bapak Prof. Suharso, Ph.D., Bapak Prof. Dr. Sutopo Hadi, S.Si., M.Sc., dan Ibu Dr. Noviany, S.Si., M.Si., Ph.D. atas bimbingannya selama saya mengerjakan penelitian dan tugas akhir, serta Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama menempuh pendidikan di kampus. Guru-guru yang selalu membagi ilmunya untukku. Seluruh sahabat dan teman-teman yang telah mengajarkan arti kebersamaan, kekeluargaan, dan kebahagiaan. dan Almamater Tercinta.
SANWACANA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SERTA UJI ADSORPSI KARBON AKTIF TEMPURUNG KEMIRI ( Aleurites moluccana ) TERHADAP METILEN BIRU” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan rintangan, namun itu semua dapat penulis lalui berkat rahmat dan ridha Allah SWT serta bantuan dan dorongan semangat dari orang-orang yang hadir di kehidupan penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih setulus-tulusnya kepada : 1.
Ibu Prof. Dr.Buhani, M.Si., selaku pembimbing I penelitian dan Kepala Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Unila yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, nasehat, saran, motivasi,
semangat, perhatian, serta kesabaran membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2.
Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku pembimbing II penelitian yang telah memberikan ilmu, bimbingan, kritik, saran, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
3.
Bapak Prof. Dr. Sutopo Hadi, S.Si., M.Sc., selaku penguji penelitian dan Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama FMIPA Unila yang telah memberikan ilmu, perhatian, motivasi, nasehat, kritik, serta saran kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
4.
Ibu Noviany, S.Si., M.Si., Ph.D. selaku pembimbing akademik atas bimbingan, nasehat, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.
5.
Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila.
6.
Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat kepada penulis selama kuliah.
8.
Mba Liza Apriliya S, S.Si., selaku Laboran Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan zat dan bahan kimia, serta terimakasih juga kepada Ibu Rahmawaty dan seluruh staf administrasi Jurusan Kimia atas bantuannya. Tak lupa kepada Mas Ujang dan Bapak yang telah membantu membuat arang tempurung kemiri sebagai bahan penelitian.
9.
Kedua orangtuaku, Bapak Sujito dan Ibu Mujiati (almh) atas segala cinta, kasih sayang, pengorbanan, kesabaran, keikhlasan, dan do’a yang tulus.
10. Kakakku tercinta Kang Darmanto dan Mbak Siti Nur Hayati. Mamas Ipar Supriyadi dan Mbak Ipar Sulistiah. Ponakanku tercinta Bima, Alda, Arvin, Haura, dan Zaki. Terimakasih banyak atas do’a dan segala dukungannya selama ini. 11. Mak Ikak dan Mak Uti beserta keluarga, terimakasih banyak atas doa dan dukungannya selama ini. 12. Sepupuku tersayang Latif Fatunna’imah sekaligus teman sekamarku, terimakasih banyak do’a, motivasi, semangat, dan pinjaman notebooknya. 13. Keluarga besar Mbah Toiman dan Mbah Yasir, terimakasih atas do’a, nasehat, dan motivasi yang telah diberikan. 14. Guru-guruku yang telah memberikan ilmu, semangat, dan motivasinya. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian semua. 15. Buhani’s Research Group (Indah, Indry, dan Rifki) atas kerjasama, bantuan, motivasi, kritik, dan saran dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Mbak Rina, Mbak Yunia, Mbak Ditam, Kak Rio, Mbak Hersinta, dan Bu Rahmawaty. Anorganik Research Group: Siti Aisah, Sukamto, S.Si., Murni Fitria, S.Si., Jean Pitaloka, S.Si., Adi Setiawan, S.Si., Tiand Reno, Nila Amalin Nabilah, dan Khoirul Anwar, terimakasih atas bantuan, saran, dan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini. 16. Keluarga Kimia 2012: Adi Setiawan, S.Si., Aditian Sulung Saputra, Agus Ardiansyah, Ajeng Wulandari, S.Si., Ana Maria Kristiani, Apri Welda, Arif Nurhidayat, Arya Rifansyah, S.Si., Atma Istanami, Ayu Imani, Ayu
Setianingrum, Deborah Jovita, Derry Vardella, Dewi Aniatul Fatimah, S.Si., Diani Iska Miranti, Dwi Anggraini, S.Si., Edi suryadi, S.Si., Eka Hurwaningsih, Elsa Zulha, Erlita Aisyah, Febita Glyssenda, Feby Rinaldo Pratama Kusuma, Fenti Visiamah, S.Si., Ferdinand Haryanto Simangunsong, Fifi Adriyanthi, Handri Sanjaya, Hiqi Alim, Indah Wahyu Purnamasari, Indry Yani Saney, Intan Mailani, S.Si., Ismi Khomsiah, S.Si., Jean Pitaloka, S.Si., Jenny Jessica Sidabalok, Khoirul Anwar, Maria Ulfa, Meta Fosfi Berliyana, Muhammad Rizal Robbani, Murni Fitria, S.Si., Nila Amalin Nabilah, Putri Ramadhona, Radius Uly Artha, Riandra Pratama Usman, S.Si., Rifki Husnul Khuluk, Rizal Rio Saputra, Rizki Putriyana, Ruliana Juni Anita, Ruwaidah Muliana, Siti Aisah, Sofian Sumilat Rizki, S.Si., Sukamto, S.Si., Susy Isnaini Hasanah, S.Si., Suwarda Dua Imatu Dela, S.Si., Syathira Assegaf, Tazkiya Nurul, S.Si., Tiand Reno, Tiara Dewi Astuti, Tiurma Debora Simatupang, S.Si., Tri Marital, Ulfatun Nurun, Wiwin Esty Sarwita, Yepi Triapriani, S.Si., Yunsi’U Nasy’Ah, S.Si., dan Zubaidi. Terimakasih persahabatan, pertemanan, dan kekeluargaannya selama ini, semoga selamanya masih terjaga dengan baik. 17. Sahabatku yang selalu memberi keceriaan Cin Kamto, Aisah Al-fadilah Mukaromah Assafur, Fenti, Ajeng, Ismi, Dudung, Ulfahh, Erlita, Maul, Meta, dan sahabat Tiliseae Mami Agung, Ana, Fifi, Eka, Aim, dan Mami Rio. Rommate-ku, Indry (Isuk Anggi) dan Ayuuningruum yang bersedia berbagi kamarnya selama beberapa bulan terakhir. 18. Kakak tingkat Jurusan Kimia 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011 dan adik tingkat 2013, 2014, 2015, dan 2016 yang memotivasi dan memberikan saran.
19. Sahabat tersayang Beb Fitri, Beb Nurma, Beb Tian, Azis, dan Said. Terimakasih atas keceriaan, nasehat, semangat, dan kasih sayangnya selama ini. 20. Keluarga Asrama Angansaka Mbak Esti, Mami Agung, Dona, Mbak Winda, Widy, Mbak Eka, Okta, Mbak Wiwin (almh), Uli, Dewi, Kak Ijal, Mas Dani, Mbak Tiwi, Ayub, Seto, Candro, Song, Mbak Tari, Nitya, Mbak Okta, dan yang lain yang tidak bisa penulis sebut satu persatu, terimakasih keceriaan dan kekeluargaannya selama ini. 21. Seorang Hamba Allah yang akan menjadi imam di keluargaku kelak. 22. Keluarga Bapak Hisam dan teman-teman KKN Toto Projo (Singgih Widy Prasetyo, Abi Putra Nababan, Rika Maida Putri, dan Aliza Puspita (Aming)) dan Taman Negeri (Adi, Amel, Ageng, Jorgi, Fira, Bella, dan Putri) atas kebersamaan dan kerjasamanya selama disana. 23. Teman-teman SMA, SMP, SD, dan teman sejak kecil hingga sekarang, terimakasih atas segalanya. 24. Almamater tercinta Universitas Lampung. 25. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara tulus dan ikhlas memberikan bantuan moril dan materil kepada penulis.
Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. Bandar Lampung, Penulis
Siti Nur Halimah
September 2016
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI................................................................................................... i DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian.................................................................................. 4 C. Manfaat Penelitian................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karbon Aktif ........................................................................................ 5 1. Klasifikasi Karbon Aktif .................................................................. 7 2. Proses Pembuatan Karbon Aktif ...................................................... 8 a. Pemilihan Bahan Dasar ............................................................. 8 b. Karbonisasi................................................................................ 9 c. Aktivasi...................................................................................... 10 3. Sifat Adsorpsi Karbon Aktif ............................................................ 12 a. Sifat Adsorben ........................................................................... 12 b. Ukuran Partikel ......................................................................... 13 c. Sifat Adsorbat............................................................................ 13 d. Temperatur ................................................................................ 13 e. Derajat Keasaman (pH) ............................................................. 13 f. Waktu Kontak ............................................................................ 14 B. Kemiri................................................................................................... 14 C. Metilen Biru ......................................................................................... 17 D. Adsorpsi ............................................................................................... 19 1. Kinetika Adsorpsi............................................................................. 20 2. Kapasitas Adsorpsi ........................................................................... 23 a. Model Isoterm Adsorpsi Langmuir ........................................... 23 b. Model Isoterm Adsorpsi Freundlich ......................................... 24 E. Karakterisasi ......................................................................................... 27 1. Spektrofotometer UV-Vis ................................................................ 27
ii
2. Scanning Electron Microscope (SEM) ............................................ 30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 32 B. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 32 C. Prosedur Penelitian............................................................................... 33 1. Penyiapan Karbon Aktif................................................................... 33 a. Karbon Aktif Komersil.............................................................. 33 b. Karbon Aktif Tempurung Kemiri ............................................. 33 2. Karakterisasi Material ...................................................................... 34 3. Pembuatan Larutan Induk Metilen Biru 1000 mg L-1 ...................... 34 4. Uji Adsorpsi ..................................................................................... 34 a. Penentuan Dosis Optimum Adsorben ....................................... 34 b. Penentuan pH Optimum ............................................................ 34 c. Waktu Kontak............................................................................ 35 d. Isoterm Adsorpsi ....................................................................... 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan dan Karakterisasi ............................................................... 36 1. Pembuatan Karbon Aktif dengan Aktivasi Fisika dan Kimia .......... 36 2. Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM).......... 37 B. Uji Adsorpsi ......................................................................................... 38 1. Penentuan Dosis Optimum Adsorben .............................................. 39 2. Penentuan pH Optimum ................................................................... 40 3. Laju Adsorpsi ................................................................................... 42 4. Isoterm Adsorpsi .............................................................................. 46 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... 52 B. Saran..................................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Klasifikasi karbon aktif berdasarkan bentuknya .......................................... 7 2. Nama dan struktur kimia kromofor.............................................................. 18 3. Parameter kinetika adsorpsi metilen biru oleh KAF, KAK, dan KAC ........ 45 4. Parameter isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich ................................ 50 5. Penentuan kurva standar metilen biru .......................................................... 62 6. Adsorpsi metilen biru pada adsorben dengan variasi dosis adsorben .......... 63 7. Adsorpsi metilen biru pada adsorben dengan variasi pH............................. 63 8. Adsorpsi metilen biru pada adsorben dengan variasi waktu adsorpsi.......... 63 9. Adsorpsi metilen biru pada adsorben dengan variasi konsentrasi metilen biru.................................................................................................. 64 10. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde satu pada KAF terhadap metilen biru.................................................................................................. 64 11. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde satu pada KAK terhadap metilen biru ............................................................................................... 66 12. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde satu pada KAC terhadap metilen biru ............................................................................................... 67 13. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde dua pada KAF terhadap
iv
metilen biru .............................................................................................. 68 14. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde dua pada KAK terhadap metilen biru ............................................................................................... 70 15. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde dua pada KAC terhadap metilen biru ............................................................................................... 71 16. Data perhitungan menggunakan model persamaan Langmuir pada adsorpsi metilen biru oleh KAF ................................................................ 72 17. Data perhitungan menggunakan model persamaan Langmuir pada adsorpsi metilen biru oleh KAK ............................................................... 74 18. Data perhitungan menggunakan model persamaan Langmuir pada adsorpsi metilen biru oleh KAC ............................................................... 75 19. Data perhitungan menggunakan model persamaan Freundlich pada adsorpsi metilen biru oleh KAF ................................................................ 76 20. Data perhitungan menggunakan model persamaan Freundlich pada adsorpsi metilen biru oleh KAK ............................................................... 78 21. Data perhitungan menggunakan model persamaan Freundlich pada adsorpsi metilen biru oleh KAC ............................................................... 79
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Perbedaan struktur grafit dan karbon aktif................................................... 6 2. Skema umum pembuatan karbon aktif......................................................... 8 3. Tempurung kemiri........................................................................................ 17 4. Struktur metilen biru .................................................................................... 18 5. Model isoterm adsorpsi Langmuir ............................................................... 24 6. Model isoterm adsorpsi Freundlich.............................................................. 26 7. Skema alat spektrofotometer UV-Vis .......................................................... 28 8. Hasil preparasi sampel (a) KAF, (b) KAK, dan (c) KAC ............................ 37 9. Hasil SEM dengan perbesaran 4.000x pada permukaan sampel (a) KAF, (b) KAK, dan (c) KAC ................................................................................ 38 10. Dosis optimum adsorben pada proses adsorpsi metilen biru ..................... 39 11. pH optimum proses adsorpsi metilen biru pada rentang pH 2-12.............. 40 12. Waktu optimum proses adsorpsi metilen biru oleh adsorben .................... 43 13. Analisis kinetika pseudo orde satu pada KAF, KAK, dan KAC terhadap metilen biru ............................................................................................... 44 14. Analisis kinetika pseudo orde dua pada KAF, KAK, dan KAC terhadap metilen biru ............................................................................................... 45
vi
15. Hubungan antara jumlah metilen biru yang teradsorpsi dengan konsentrasi awal metilen biru dalam larutan yang digunakan pada proses adsorpsi oleh adsorben................................................................... 47 16. Kurva isoterm adsorpsi menurut model Langmuir pada metilen biru oleh KAF, KAK, dan KAC............................................................................... 48 17. Kurva isoterm adsorpsi menurut model Freundlich pada metilen biru oleh KAF, KAK, dan KAC....................................................................... 49 18. Kurva hasil pengukuran panjang gelombang maksimum metilen biru...... 62 19. Kurva standar metilen biru......................................................................... 62 20. Pola kinetika pseudo orde satu pada KAF terhadap metilen biru .............. 65 21. Pola kinetika pseudo orde satu pada KAK terhadap metilen biru ............. 66 22. Pola kinetika pseudo orde satu pada KAC terhadap metilen biru.............. 67 23. Pola kinetika pseudo orde dua pada KAF terhadap metilen biru............... 69 24. Pola kinetika pseudo orde dua pada KAK terhadap metilen biru .............. 70 25. Pola kinetika pseudo orde dua pada KAC terhadap metilen biru .............. 71 26. Pola isoterm adsorpsi menurut model Langmuir pada metilen biru oleh KAF........................................................................................................... 73 27. Pola isoterm adsorpsi menurut model Langmuir pada metilen biru oleh KAK .......................................................................................................... 74 28. Pola isoterm adsorpsi menurut model Langmuir pada metilen biru oleh KAC .......................................................................................................... 75 29. Pola isoterm adsorpsi menurut model Freundlich pada metilen biru oleh KAF........................................................................................................... 77
vii
30. Pola isoterm adsorpsi menurut model Freundlich pada metilen biru oleh KAK .......................................................................................................... 78 31. Pola isoterm adsorpsi menurut model Freundlich pada metilen biru oleh KAC .......................................................................................................... 79
1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencemaran lingkungan mengakibatkan berubahnya tatanan lingkungan karena kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan mengalami penurunan sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sebagian besar pencemaran lingkungan disebabkan oleh limbah industri. Peningkatan jumlah industri akan diikuti oleh pertambahan jumlah limbah, baik limbah padat, cair maupun gas (Nriagu,1979).
Saat ini pencemaran air limbah oleh pewarna organik dari industri seperti tekstil, pembuatan kertas, plastik, kosmetik, dan percetakan telah menarik banyak perhatian (Gupta and Suhas, 2009; Sharma et al., 2011; Wang et al., 2014). Industri tekstil menempati urutan pertama dalam penggunaan zat warna untuk pewarnaan serat (Kanawade dan Gaikwad, 2011). Pembuangan zat warna ke lingkungan menimbulkan masalah besar untuk berbagai bentuk kehidupan. Salah satu zat warna yang paling umum adalah metilen biru. Metilen biru ini banyak digunakan untuk pencelupan warna pada kapas, kayu, dan sutra (Hameed et al., 2007). Dalam proses pewarnaan hanya 5% metilen biru yang terikat dan 95% sisanya akan terbuang sebagai limbah zat warna (Gürses et al., 2004).
2
Menurut Kumar et al. (2011), metilen biru dapat menyebabkan beberapa efek yang berbahaya seperti peningkatan denyut jantung, muntah, shock, pembentukan badan Heinz (HzB), sianosis, ikterus, quadriplegia, serta nekrosis pada manusia. Ambang batas metilen biru dalam limbah cair industri tekstil sesuai dengan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995 adalah 10 mg L-1. Oleh karena itu, penghilangan zat warna tersebut dari limbah sangat perlu dilakukan. Beberapa metode fisika, kimia, dan biologi, termasuk adsorpsi, biosorpsi, koagulasi/ flokulasi, oksidasi tinggi, ozonisasi, filtrasi membran, dan ekstraksi cair-cair telah banyak digunakan untuk menghilangkan zat warna dalam air limbah. Keuntungan dan kerugian dari setiap teknik penghilangan zat warna telah diulas secara ekstensif (Hameed, 2009; Salleh et al., 2011). Beberapa metode tersebut memiliki kelemahan seperti penghilangan yang tidak sempurna, penggunaan reagen yang banyak dan menimbulkan endapan beracun atau produk limbah lain, biaya yang tinggi, upaya intensif, dan lain-lain (Chowdhury and Saha, 2010; Saha et al., 2010; Chowdhury et al., 2011).
Salah satu metode yang efektif untuk penghilangan zat warna dari limbah-limbah yaitu proses adsorpsi (Deans and Dixon, 1992; Nigam et al., 2000). Adsorpsi membutuhkan biaya yang sedikit, mudah dilakukan, sensitif terhadap zat-zat beracun, serta dapat menghilangkan zat warna walaupun dalam larutan encer. Karbon aktif (bubuk atau butiran) adalah zat yang paling banyak digunakan sebagai adsorben karena memiliki efektivitas adsorpsi sangat baik untuk senyawa organik seperti metilen biru (Gupta dan Suhas, 2009; Salleh et al., 2011).
3
Karbon aktif bisa dibuat dari tempurung kelapa (Suhartana, 2006; Budiono dkk., 2009; Verlina dkk., 2015), kulit biji kopi (Purnomo, 2010), tongkol jagung (Suhendra dan Gunawan, 2010), ampas penggilingan tebu (Suhendarwati dkk., 2013), sekam padi (Rahman dkk., 2012; Dargoet al., 2014), serbuk gergaji (Pari dkk., 2000; Prasetya, 2012), kayu keras (Sudrajat, 1993), batubara (Saragih, 2008), tempurung kemiri (Suhadak, 2005; Hendra dan Darmawan, 2007; Prabarini dan Okayadnya, 2014), dan lain-lain. Beberapa studi telah dilakukan untuk mencari kemungkinan pembuatan karbon aktif yang harganya murah (Hala dkk., 2010). Karbon aktif yang sudah banyak beredar dalam bentuk komersil adalah karbon aktif yang berbahan dasar tempurung kelapa. Namun, pada penelitian ini dilakukan pembuatan karbon aktif dari tempurung kemiri, karena di beberapa daerah tempurung kemiri hanya dibuang dan baru sedikit yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif.
Berdasarkan penelitian Suhadak (2005), diketahui bahwa prosentase masa buah kemiri menjadi tempurungnya sebesar 64,57% dan tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit yang tidak lebih dari 30%. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa tempurung kemiri memang sangat potensial untuk dijadikan bahan baku pembuatan karbon aktif. Arang dari tempurung kemiri perlu diaktivasi terlebih dahulu sebelum diaplikasikan sebagai adsorben. Melalui proses aktivasi, arang akan memiliki daya adsorpsi yang tinggi karena volume dan diameter porinya bertambah (Budiono dkk., 2009). Terdapat dua metode aktivasi yang dapat digunakan dalam pembuatan karbon aktif, diantaranya aktivasi fisika dan kimia. Aktivasi fisika dilakukan dengan pemanasan menggunakan suhu tinggi dalam sistem tertutup sedangkan aktivasi
4
kimia dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti H3PO4 (Haimour dan Emeish, 2006), H2SO4 (Martin et al., 2003; Prabarini dan Okayadnya, 2014), NaOH (Rahim dan Octania, 2010), atau ZnCl2 (Tay et al., 2001). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan studi tentang pengaruh aktivasi karbon aktif tempurung kemiri secara fisika dan kimia menggunakan ZnCl2 terhadap daya adsorpsinya pada metilen biru. Selanjutnya dibandingkan kemampuan adsorpsinya dengan karbon aktif komersil.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari cara pembuatan dan karakterisasi material karbon aktif dari tempurung kemiri. 2. Mempelajari kinetika dan isoterm adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif dari tempurung kemiri dan karbon aktif komersil. 3. Membandingkan efektifitas adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif tempurung kemiri dengan karbon aktif komersil.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang proses adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif yang diaktivasi secara fisika dan kimia, serta memberikan kontribusi dalam menangani masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh metilen biru.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan senyawa amorf yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau arang yang diperlakukan secara khusus untuk mendapatkan daya adsorpsi yang tinggi. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (Hendra dan Darmawan, 2007).
Menurut Sembiring dan Sinaga (2003), arang atau karbon merupakan residu hitam berbentuk padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon yang nantinya akan dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari bahanbahan yang mengandung karbon melalui pemanasan pada suhu tinggi. Sebagian dari pori-porinya masih tertutup hidrokarbon, tar, dan senyawa organik lain. Komponennya terdiri dari karbon terikat (fixed carbon), abu, air, nitrogen, dan sulfur (Djamitko dan Widjaja, 1985).
Berdasarkan Fauziah (2009) penilaian kualitas karbon dapat dilakukan berdasarkan: 1. Ukuran, misalnya berupa batangan, serbuk halus, atau pecahan.
6
2. Sifat fisik, misalnya berupa warna, bunyi, nyala, kekerasan, kerapuhan, nilai kalor, dan berat jenis. 3. Analisa karbon, mencakup beberapa analisa seperti analisa kadar air, kadar abu, karbon sisa, dan zat mudah menguap. 4. Suhu maksimum karbonisasi dan kemurnian karbon.
Dalam proses pembuatan karbon aktif, arang atau karbon merupakan produk setengah jadinya, sedangkan karbon aktif merupakan karbon yang diproses sedemikian rupa sehingga memiliki daya serap yang tinggi terhadap bahan lain yang umumnya berbentuk larutan atau uap. Perbedaan struktur karbon aktif dengan karbon biasa terletak pada persilangan rantai karbon dan ketebalan lapisannya (microcrystalin) seperti terlihat pada Gambar 1.
Struktur grafit
Struktur karbon aktif
Gambar 1. Perbedaan struktur grafit dan karbon aktif (Suhartana, 2006).
Menurut Purnomo (2010), karbon aktif adalah suatu bahan yang mengandung karbon amorf yang memiliki permukaan dalam (internal surface) sehingga memiliki daya serap tinggi. Menurut Austin (1996), karbon aktif adalah karbon amorf yang telah mendapat perlakuan dengan uap dan panas sampai mempunyai afinitas yang kuat sekali untuk menyerap berbagai bahan. Karbon aktif dapat dihasilkan dari bahan-
7
bahan organik yang mengandung karbon atau dari arang yang telah mendapatkan perlakuan khusus agar permukaannya menjadi lebih luas.
Luas permukaan arang aktif berkisar 3000-3500 mg g-1 dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif dapat menyerap gasgas dan dapat mengurangi zat-zat dari liquida (Kirk and Othmer, 1992). Semakin luas permukaan pori-pori maka semakin tinggi daya serapnya. Daya serap arang aktif sangat besar yaitu 25-100% terhadap berat arang aktif (Sembiring dan Sinaga, 2003).
1. Klasifikasi Karbon Aktif
Tabel 1. Klasifikasi karbon aktif berdasarkan bentuknya Jenis Karbon
Ukuran (mm)
Kegunaan
Powdered Activated Carbon (PAC)
<0,18
Digunakan pada fasa cair
Granular Activated Carbon (GAC)
0,2-5
Digunakan pada fasa cair dan gas
Extruded Activated Carbon (EAC)
0,8-5
Digunakan pada fasa gas
Bentuk
(Martin, 2008).
8
2. Proses Pembuatan Karbon Aktif
Karbonisasi
Arang
Aktivasi Fisika CO2, uap air, dll
Karbon Aktif
Material
Arang
a. Proses Aktivasi Kimia b. Perendaman/Pemanasan/ Pencucian
Karbon Aktif
Gambar 2. Skema umum pembuatan karbon aktif (Marsh and Francisco, 2006).
Gambar 2 menjelaskan proses pembuatan karbon aktif secara umum. Ada 2 metode yang digunakan untuk mengaktivasi karbon yaitu metode aktivasi fisika (physical/ thermal activation) dan aktivasi kimia (chemical activation). Pada dasarnya, terdapat 3 proses pembuatan karbon aktif, diantaranya:
a. Pemilihan Bahan Dasar
Karbon aktif bisa dibuat dari berbagai macam bahan, selama bahan tersebut mengandung unsur karbon seperti batubara, tempurung kelapa, kayu, sekam padi, tulang binatang, kulit biji kopi, dan lain-lain. Bila bahan-bahan tersebut dibandingkan, tempurung kelapa merupakan bahan terbaik yang dapat dibuat menjadi karbon aktif karena karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa memiliki mikropori yang banyak, kadar abu yang rendah, kelarutan dalam air yang tinggi, dan reaktivitas yang tinggi (Subadra dkk., 2005).
9
b. Karbonisasi
Karbonisasi adalah suatu proses dimana unsur-unsur oksigen dan hidrogen dihilangkan dari karbon dan akan menghasilkan rangka karbon yang memiliki struktur tertentu. Hassler (1951) berpendapat bahwa untuk menghasilkan arang yang sesuai untuk dijadikan karbon aktif, karbonisasi dilakukan pada temperatur lebih dari 600°C akan tetapi hal itu juga tergantung pada bahan dasar dan metode yang digunakan pada aktivasi. Saat karbonisasi terjadi beberapa tahap yang meliputi penghilangan air atau dehidrasi, perubahan bahan organik menjadi unsur karbon dan dekomposisi tar sehingga pori-pori karbon menjadi lebih besar.
Tingginya kadar air yang terdapat pada arang aktif sebelum dilakukan proses aktivasi disebabkan oleh sifat higroskopis arang aktif dan juga adanya molekul uap air yang terperangkap di dalam kisi-kisi heksagonal arang aktif sedangkan rendahnya kadar air yang terdapat pada arang aktif menunjukkan bahwa kandungan air bebas dan air terikat yang terdapat dalam arang aktif telah menguap selama proses karbonisasi (Verlina dkk., 2015). Hampir 80% unsur karbon diperoleh pada suhu 400-600°C (Serrano et al., 1996).
Menurut Sudrajat (1993), proses karbonisasi memiliki 4 tahapan tertentu, yaitu: 1. Pada suhu 100-270 °C penguapan air akan berlangsung. Saat suhu mencapai 270 °C mulai terjadi penguapan selulosa. Destilat yang dihasilkan akan mengandung asam organik dan sedikit metanol. 2. Pada suhu 270-310 °C reaksi eksotermik berlangsung. Pada suhu ini selulosa akan mengalami penguraian secara intensif menjadi larutan pirolignat, gas kayu, dan sedikit tar. Asam pirolignat merupakan asam organik dengan titik
10
didih rendah seperti asam cuka dan metanol, sedangkan gas kayu terdiri atas CO dan CO2. 3. Pada suhu 310-500 °C lignin mulai mengalami penguraian sehingga akan dihasilkan lebih banyak tar. Larutan pirolignat akan menurun dan produksi gas CO2 pun ikut menurun. Namun hal berbeda terjadi pada gas CO, CH4, dan H2 yang jumlahnya meningkat. 4. Pada suhu 500-1000 °C merupakan tahap terjadinya pemurnian arang atau peningkatan kadar karbon.
c. Aktivasi
Aktivasi adalah bagian dalam proses pembuatan karbon aktif yang bertujuan untuk menambah atau mengembangkan volume pori dan memperbesar diameter pori yang telah terbentuk pada proses karbonisasi serta untuk membuat beberapa pori baru. Melalui proses aktivasi arang akan memiliki daya adsorpsi yang semakin meningkat, karena arang hasil karbonasi biasanya masih mengandung zat yang masih menutupi pori-pori permukaan arang (Budiono dkk., 2009).
Adanya interaksi antara zat pengaktivasi dengan struktur atom-atom karbon hasil karbonisasi adalah mekanisme dari proses aktivasi. Selama aktivasi, karbon dibakar pada suasana oksidasi yang akan menambah jumlah atau volume pori dan luas permukaan produk melalui proses eliminasi atau penghilangan volatil produk pirolisis. Aktivator dapat meningkatkan keaktifan adsorben melalui mekanisme sebagai berikut: 1. Aktivator menembus celah atau pori-pori diantara pelat-pelat kristalit karbon (pada karbon aktif) yang berbentuk heksagonal dan menyebar di dalam celah
11
atau pori-pori tersebut, sehingga terjadi pengikisan pada permukaan kristalit karbon. 2. Menurut teori interkalasi, struktur dari suatu komposisi senyawa akan mengalami modifikasi jika disisipkan ion atau atom lain ke dalam struktur tersebut. Pada aktivasi, maka ion atau atom yang disisipkan adalah aktivator. 3. Aktivasi dapat berupa aktivasi fisik dimana digunakan gas-gas inert seperti uap air (steam), CO2 dan N2 sedangkan pada aktivasi kimia digunakan aktivator yang berperan penting untuk meningkatkan luas permukaan adsorben dengan cara mengusir senyawa nonkarbon dari pori-pori (Serrano et al., 1996).
Menurut Elly (2008), terdapat dua metode aktivasi yang dapat digunakan dalam pembuatan karbon aktif, yakni: 1. Aktivasi kimia yakni pengaktifan arang atau karbon dengan menggunakan bahan-bahan kimia sebagai activating agent yang dilakukan dengan cara merendam arang dalam larutan kimia, seperti H3PO4 (Haimour dan Emeish, 2006), H2SO4 (Martin et al., 2003; Prabarini dan Okayadnya, 2014), NaOH (Rahim dan Octania, 2010), atau ZnCl2 (Tay et al., 2001) dalam suasana inert. 2. Aktivasi fisika yakni pengaktifan arang atau karbon dengan menggunakan panas, uap, dan CO2 dengan suhu tinggi dalam sistem tertutup tanpa udara sambil dialiri gas inert.
12
Berdasarkan dua jenis proses aktivasi, Suhendra dan Gunawan (2010) mengemukakan bahwa aktivasi kimia memiliki berbagai keunggulan tertentu dibandingkan dengan aktivasi fisika, diantaranya adalah: 1. Dalam proses aktivasi kimia, zat kimia pengaktif sudah terdapat dalam tahap penyiapannya sehingga proses karbonisasi dan proses aktivasi karbon terakumulasi dalam satu langkah yang umumnya disebut one-step activation atau metode aktivasi satu langkah. 2. Dalam proses aktivasi kimia, suhu yang digunakan umumnya lebih rendah dibanding pada aktivasi fisika. 3. Efek dehydrating agent pada aktivasi kimia dapat memperbaiki pengembangan pori di dalam struktur karbon. 4. Produk yang dihasilkan dalam aktivasi kimia lebih banyak dibandingkan dengan aktivasi fisika.
3. Sifat Adsorpsi Karbon Aktif
Sifat adsorpsi karbon aktif yang paling utama adalah daya serap. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu:
a. Sifat Adsorben
Semakin banyak pembentukan luas permukaan internal yang berukuran mikro atau meso menyebabkan pori-pori karbon aktif semakin bertambah, akibatnya jumlah molekul adsorbat yang diserap oleh adsorben akan meningkat. Dengan demikian, besarnya luas permukaan adsorben akan meningkatkan penyerapan yang terjadi.
13
b. Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel akan menyebabkan semakin cepatnya proses adsorpsi. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi digunakan karbon aktif yang telah dihaluskan (Surdia, 1983).
c. Sifat Adsorbat
Adsorpsi akan semakin besar jika molekul adsorbat lebih kecil dari pori adsorben. Karbon aktif mampu menyerap molekul lain yang mempunyai ukuran lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben. Proses adsorpsi oleh karbon aktif terjadi karena terjebaknya molekul adsorbat dalam rongga karbon aktif.
d. Temperatur
Dalam penggunaan karbon aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur pada saat berlangsungnya proses adsorpsi karena tidak ada ketentuan umum mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil.
e. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH dapat mempengaruhi proses adsorpsi zat warna metilen biru pada permukaan adsorben. Semakin tinggi pH larutan metilen biru, maka kemampuan
14
adsorpsi terhadap metilen biru naik 80% hingga 100 % (Zendehdel et al., 2011). Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan basa Arrhenius karena ion OH- akan membuat permukaan adsorben bermuatan negatif, sehingga metilen biru yang bermuatan positif akan terikat pada adsorben.
f. Waktu Kontak
Apabila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang aktif yang digunakan. Untuk larutan yang memiliki viskositas tinggi, dibutuhkan waktu kontak yang lebih lama (Sembiring dan Sinaga, 2003).
B. Kemiri
Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan). Umur produktif tanaman mencapai 25-40 tahun. Ketinggian tanaman dapat mencapai 40 meter. Daunnya selalu hijau sepanjang tahun dan menghasilkan buah kemiri yang merupakan bagian tanaman yang bernilai ekonomis. Daging buahnya kaku dan mengandung 1-2 biji yang diselimuti oleh kulit biji yang keras. Secara sistematis, tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Archichlamydae
15
Familia
: Euphorbiaceae
Genus
: Aleurites
Spesies
: Aleurites moluccana (Sunanto, 1994).
Tanaman kemiri tersebarl uas di daerah tropis dan subtropis. Tanaman kemiri mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia karena hampir semua bagian tanaman ini dapat digunakan. Kayu kemiri yang ringan, berserat halus dan berwarna putih digunakan untuk kayu bakar dan berpotensi sebagai bahan industri. Buah kemiri digunakan sebagai bumbu masak yang mengandung kadar gizi, energi, dan minyak yang sangat tinggi. Minyak kemiri dalam perdagangan internasional dikenal dengan istilah candlenut oil (terdapat dalam biji sebanyak 60%) yang dimanfaatkan dalam industri catata upernis, tekstil, farmasi, dan kecantikan (Ketaren, 1986).
Bagian tempurung atau cangkang kemiri dapat digunakan sebagai arang untuk bahan bakar, sedangkan ampas sisa pembuatan minyak kemiri dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan pakan ternak (Paimin, 1997). Daging kemiri diperoleh setelah pengupasan dari kulit biji (tempurung) yang keras. Pengupasan kulit biji dilakukan dengan memanaskan biji langsung di atas api kemudian direndam dalam air dingin atau langsung dibanting hingga pecah. Cara tradisional lainnya yang dapat dilakukan antara lain dengan penjemuran lalu ditumbuk, pemanasan dengan oven kemudian direndam semalaman dalam air dingin hingga biji pecah dengan sendirinya. Minyak kemiri yang dikenal dengan istilah candlenut oil termasuk golongan minyak yang mudah menguap (Ketaren, 1986).
16
Diameter biji kemiri mencapai 1,5-2 cm yang di dalamnya terdapat daging biji berwarna putih yang kaku (merupakan bagian endosperm yang digunakan sebagai bumbu masak). Biji kemiri mempunyai kulit biji yang dikenal sebagai tempurung atau cangkang yang sangat keras. Tempurung ini beratnya mencapai 65-75% dari berat biji seluruhnya, dan tebal tempurung 3-5 mm. Permukaan luarnya kasar dan berlekuk serta berwarna coklat kehitaman. Tempurung biji merupakan bagian buah yang paling keras sehingga untuk mendapatkan inti atau daging buah, maka tempurungnya harus dipecah (Sunanto, 1994).
Pengeringan biji dilakukan dengan cara menjemur di bawah sinar matahari dengan lama penjemuran antara 3 sampai 6 hari tergantung cuaca sampai mencapai kadar air 7-10%. Pada kondisi ini biji dijamin bebas dari gangguan cendawan atau serangga. Selanjutnya biji dapat disimpan, dijual atau dikupas bijinya. Petani menjual biji kemiri dalam keadaan utuh atau biji kemiri yang sudah dikupas. Untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, petani akan menjual dalam keadaan biji kupas (Paimin, 1997).
Tempurung kemiri hasil kupasan seperti yang terlihat pada Gambar 3 dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan briket. Briket adalah sumber energi panas alternatif yang digunakan sebagai bahan bakar. Pembuatan briket dilakukan dengan menggunakan tepung kanji sebagai bahan perekat dengan perbandingan antara tempurung kemiri dan kanji (80:20), kemudian dicetak dengan alat pencetak briket. Briket tempurung kemiri mempunyai nilai kalor yang tinggi. Menurut data Departemen Pertanian Indonesia tahun 2003,
17
perkebunan kemiri di Indonesia mencapai 212,518 ha dengan produksi mencapai 89,155 ton (Saptoadi dkk., 2007).
Gambar 3. Tempurung kemiri
C. Metilen Biru
Metilen biru memiliki rumus kimia C16H18N3SCl yang membentuk struktur seperti Gambar 4 merupakan senyawa hidrokarbon aromatik yang beracun dan termasuk zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat. Pada umumnya metilen biru digunakan sebagai pewarna sutra, wool, tekstil, kertas, peralatan kantor, dan kosmetik. Senyawa ini berupa kristal berwarna hijau gelap. Ketika dilarutkan, metilen biru dalam air atau alkohol akan menghasilkan larutan berwarna biru. Metilen biru memiliki berat molekul 319,86 gr/mol, dengan titik lebur 105°C dan daya larut sebesar 4,36 x 104 mg/L (Palupi, 2006). Konsentrasi metilen biru yang berada dalam larutan dapat dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 664 nm (Hong et al., 2009; Gao et al., 2013; Hussin et al., 2015).
18
N
N
S+
N
Cl-
Gambar 4. Struktur metilen biru
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Pada Tabel 2 dapat dilihat beberapa nama gugus kromofor dan struktur kimianya yang memberi daya ikat terhadap serat yang diwarnainya. Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil. Daya serap terhadap serat tidak besar sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan.
Tabel 2. Nama dan struktur kimia kromofor Nama Gugus Nitroso Nitro Grup Azo Grup Etilen Grup Karbonil Grup Karbon-Nitrogen Grup Karbon Sulfur
Struktur Kimia NO atau (-N-OH) NO2 atau (NN-OOH) -N=N-C=C-CO-C=NH ; CH=N-C=S ; -C-S-S-C(Manurung dkk., 2004).
Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini maka zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain. Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH tertentu (Manurung dkk., 2004).
19
D. Adsorpsi
Menurut Alberty dan Daniel (1987), adsorpsi merupakan fenomena yang terjadi pada permukaan. Adsorpsi secara umum didefinisikan sebagai akumulasi sejumlah molekul, ion atau atom yang terjadi pada batas antara dua fasa. Fasa yang menyerap disebut adsorben dan fasa yang terserap disebut adsorbat. Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang memiliki pori karena adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam adsorben.
Gaya tarik-menarik dari suatu padatan dibedakan menjadi dua jenis gaya, yaitu gaya fisika dan gaya kimia yang masing-masing menghasilkan adsorpsi fisika (physisorption) dan adsorpsi kimia (chemisorption) (Oscik, 1982). Menurut Martell and Hancock (1996), adsorpsi fisika adalah proses interaksi antara adsorben dengan adsorbat yang melibatkan gaya-gaya antar molekul seperti gaya Van der Waals, sedangkan adsorpsi kimia terjadi jika interaksi adsorben dan adsorbat melibatkan pembentukan ikatan kimia. Dalam proses adsorpsi melibatkan berbagai macam gaya yakni gaya Van der Waals, gaya elektrostatik, ikatan hidrogen serta ikatan kovalen.
Dalam adsorpsi fisika, molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan dengan ikatan yang lemah. Adsorpsi ini umumnya bersifat reversibel sehingga substansi yang telah teradsorpsi relatif mudah dilepaskan kembali dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut. Energi yang menyertai fisisorpsi tergolong rendah yaitu berkisar antara 10 kJ/mol dan lebih rendah dari energi adsorpsi kimia (Adamson and Gast, 1997).
20
Pada adsorpsi kimia terjadi pembentukan dan pemutusan ikatan, sehingga energi adsorpsinya berada pada kisaran yang sama dengan reaksi kimia. Ikatan antara adsorben dan adsorbat cukup kuat sehingga tidak terjadi spesiasi karena zat teradsorpsi menyatu dengan adsorben membentuk lapisan tunggal dan relatif reversibel. Batas minimal suatu adsorpsi dikategorikan sebagai kemisorpsi memiliki harga energi adsorpsi sebesar 20,92 kJ/mol (Adamson and Gast, 1997). Energi yang menyertai adsorpsi kimia relatif tinggi yaitu berkisar 42-420 kJ/mol. Hal ini diperkuat oleh studi spektroskopi bahwa terjadi transfer elektron dan terbentuk ikatan kimia antara adsorben dan adsorbat.
Menurut Shaw (1980), proses adsorpsi larutan secara teoritis berlangsung lebih rumit dibandingkan proses adsorpsi pada gas, uap atau cairan murni. Hal ini disebabkan pada adsorpsi larutan melibatkan persaingan antara komponen larutan dengan situs adsorpsi. Proses adsorpsi larutan dapat diperkirakan secara kualitatif dari polaritas adsorben dan komponen penyusun larutan. Adsorben polar cenderung lebih kuat menyerap adsorbat polar dibandingkan adsorbat non-polar, begitu pula sebaliknya. Kelarutan adsorbat dalam pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam proses adsorpsi, umumnya subtansi hidrofilik sukar teradsorpsi dalam larutan encer.
1. Kinetika Adsorpsi
Kinetika adalah deskripsi tentang kecepatan (laju) reaksi dan bagaimana proses reaksi berlangsung. Laju reaksi merupakan laju yang diperoleh dari perubahan konsentrasi reaktan dalam suatu satuan waktu pada persamaan reaksi kimia yang
21
mengalami kesetimbangan. Laju reaksi bergantung pada konsentrasi reaktan, tekanan, temperatur, dan pengaruh katalis (Oxtoby, 1990).
Urutan reaksi mendefinisikan ketergantungan laju reaksi pada konsentrasi spesi kimia yang bereaksi. Orde reaksi ditentukan secara empiris, tetapi tidak berkaitan dengan stoikiometri reaksi. Kinetika dapat digunakan untuk menentukan kecepatan adsorpsi yang berlangsung dan menentukan kapasitas kesetimbangan. Tingkat adsorpsi keseluruhan dipengaruhi oleh perubahan sifat dan komponen pelarut, serta ukuran partikel dan suhu. Kinetika reaksi adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsional dan konsentrasi. Tingkat substitusi yang tinggi oleh gugus fungsional pada polimer inert dapat meningkatkan laju reaksi keseluruhan (Allen et al., 2004).
Analisis kinetika didasarkan pada kinetika reaksi terutama pseudo orde pertama atau mekanisme pseudo pertama bertingkat. Untuk mengetahui mekanisme adsorpsi, digunakan persamaan sistem pseudo orde pertama oleh Lagergren dan mekanisme pseudo orde kedua (Buhani et al., 2010). Model kinetika (pseudo orde pertama dan persamaan orde dua) dapat digunakan dengan asumsi bahwa konsentrasi diukur sama dengan konsentrasi permukaan adsorben. Tingkat persamaan orde pertama Lagergren adalah salah satu yang paling banyak digunakan untuk adsorpsi zat terlarut dari larutan cair (Liu et al.,2004).
Persamaan pseudo orde satu adalah persamaan yang biasa digunakan untuk menggambarkan adsorpsi dan ditentukan dengan persamaan berikut:
dqt k1 (qe qt ) dt
(1)
22
Dimana qe adalah jumlah ion yang teradsorpsi pada keadaan setimbang (mg g-1), qt adalah jumlah ion yang teradsorpsi pada waktu tertentu (mg g-1), t adalah waktu (menit) dan k1 adalah konstanta laju pseudo orde pertama (menit-1). Persamaan dapat diintegrasi dengan memakai kondisi-kondisi batas qt=0 pada t=0 dan qt=qt pada t=t, persamaan menjadi:
ln(qe qt ) ln qe k1t
(2)
Model persamaan pseudo orde dua dapat dinyatakan dalam bentuk:
dqt k 2 ( q e qt ) 2 dt
(3)
Dengan qe adalah jumlah ion yang teradsorpsi pada keadaan setimbang (mg g-1), qt adalah jumlah ion yang teradsorpsi pada waktu tertentu (mg g1), k2 adalah konstanta laju pseudo orde kedua (dalam g mmol-1 menit-1). Setelah integrasi dan penggunaan kondisi-kondisi batas qt=0 pada t=0 dan qt=qt pada t=t, persamaan linier dapat diperoleh sebagai berikut :
t 1 t 2 qt k 2 qe qe
(4)
Laju penyerapan awal, h (mg g-1 menit) sedangkan t=0 dapat didefinisikan sebagai berikut :
h k 2 qe
2
Laju adsorpsi awal (h), kapasitas adsorpsi kesetimbangan (qe) dan konstanta lajupseudo orde dua (k2) dapat ditentukan secara eksperimen dari slop dan intersep plot dari t/qt versus t (Ho and McKay, 1998).
(5)
23
2. Kapasitas Adsorpsi
Model kesetimbangan adsorpsi yang sering digunakan untuk menentukan kesetimbangan adsorpsi adalah isotermal Langmuir dan Freundlich.
a. Model Isoterm Adsorpsi Langmuir
Menurut Oscik (1982), teori Langmuir ini didasarkan pada asumsi bahwa laju adsorpsi akan bergantung pada faktor ukuran dan struktur molekul adsorbat, sifat pelarut dan porositas adsorben, situs pada permukaan yang homogen dan adsorpsi terjadi secara monolayer. Proses adsorpsi memiliki dua tahap, yaitu perpindahan adsorbat dari fasa larutan ke permukaan adsorben dan adsorpsi pada permukaan adsorben. Tahap pertama akan bergantung pada sifat pelarut dan adsorbat yang terkontrol.
Bagian yang terpenting dalam proses adsorpsi yaitu situs yang dimiliki oleh adsorben yang terletak pada permukaan, akan tetapi jumlah situs-situs ini akan berkurang jika permukaan yang tertutup semakin bertambah (Husin and Rosnelly, 2007).
Model isoterm adsorpsi Langmuir dapat dinyatakan dalam persamaan: C 1 C m bK b
(6)
dimana C adalah konsentrasi kesetimbangan (mg L-1), m adalah jumlah zat yang teradsorpsi per gram adsorben pada konsentrasi C (mmol g-1), b adalah jumlah zat yang teradsorpsi saat keadaan jenuh (kapasitas adsorpsi) (mg g-1) dan k adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi (L mol-1). Dari kurva linier hubungan antara
24
C/m versus C maka dapat ditentukan nilai b dari kemiringan (slop) dan k dari intersep kurva. Energi adsorpsi (Eads) yang didefinisikan sebagai energi yang dihasilkan apabila satu mol zat teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya ekuivalen dengan nilai negatif dari perubahan energi Gibbs standar, ΔG°, dapat dihitung menggunakan persamaan: Eads = -ΔG°ads= RT ln k
(7)
Dengan R adalah tetapan gas umum (8,314 J mol-1 K), T adalah temperatur (K) dan k adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh dari persamaan Langmuir, sehingga energi total adsorpsi E harganya sama dengan negatif energi bebas Gibbs (Oscik, 1982).
Adapun grafik isoterm adsorpsi Langmuir diperlihatkan pada Gambar 5 berikut ini:
C/m (g L-1)
-1
C (mg L )
Gambar 5. Model isoterm adsorpsi Langmuir (Husin and Rosnelly, 2007).
b. Model Isoterm Adsorpsi Freundlich
Model isoterm Freundlich menerangkan bahwa proses adsorpsi pada permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan adsorbat yang
25
terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal tersebut berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (Husin dan Rosnelly, 2007).
Asumsi yang digunakan: a. Tidak ada asosiasi dan disosiasi molekul-molekul adsorbat setelah teradsorpsi pada permukaan padatan. b. Hanya berlangsung mekanisme adsorpsi secara fisis tanpa adanya adsorpsi kimia. c. Permukaan padatan bersifat heterogen (Noll et al., 1992).
Bentuk persamaan Freundlich adalah sebagai berikut: log qe = log kf + 1/n log Ce Dengan qe adalah jumlah zat yang teradsorpsi per gram adsorben (mg g-1), Ce adalah konsentrasi setimbang adsorbat dalam fase larutan (mg L-1), kf adalah faktor kapasitas Freundlich (mol g-1), dan n adalah faktor intensitas Freundlich. Dari rumus pada Persamaan 8 dapat dibuat grafik seperti pada Gambar 6.
(8)
26
Log qe 1/n
Log kf
Log Ce
Gambar 6. Model isoterm adsorpsi Freundlich (Rousseau, 1987).
Bentuk linear dapat digunakan untuk menentukan kelinearan data percobaan dengan cara memplotkan C/Q terhadap Ce. Konstanta Freundlich kf dapat diperoleh dari kemiringan garis lurusnya dan 1/n merupakan harga slop. Bila n diketahui kf dapat dicari, semakin besar harga kf maka daya adsorpsi akan semakin baik dan dari harga kf yang diperoleh maka energi adsorpsi akan dapat dihitung (Rousseau, 1987).
Selain itu, untuk menentukan jumlah zat warna teradsorpsi, rasio distribusi dan koefisien selektivitas pada proses adsorpsi metilen biru terhadap adsorben karbon aktif dapat digunakan persamaan berikut: Q = (Co-Ce)V/W Dimana Q menyatakan jumlah metilen biru teradsorpsi (mg g-1), Co dan Ce menyatakan konsentrasi awal sebelum teradsorpsi dan konsentrasi metilen biru setelah teradsorpsi (mmol L-1), W adalah massa adsorben (g), V adalah volume larutan metilen biru (L) (Buhani et al., 2009).
(9)
27
E. Karakterisasi
1. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (UV) (190-380 nm) dan sinar tampak atau visible (Vis) (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif daripada kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektro menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, 1984).
Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan dalam penentuan terhadap sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain: 1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna. 2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis. 3. Kemurniannya harus tinggi (Mulja dan Suharman, 1995).
28
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer yang ditunjukkan pada Gambar 7 meliputi: 1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram. 2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. 3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah sinar tampak menggunakan kuvet kaca, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. 4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1984).
Berikut ini merupakan skema alat spektrofotometer UV-Vis
Gambar 7. Skema alat spektrofotometer UV-Vis (Harvey, 2000).
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum UV dan Vis tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Serapan UV dan Vis dari senyawasenyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara energi elektronik. Dengan demikian, serapan radiasi UV dan Vis sering dikenal sebagai spektroskopi
29
elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya terjadi antara orbital ikatan atau orbital pasangan elektron bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkat energi orbital yang bersangkutan. Spektrum UV dan Vis berupa gambar hubungan antara panjang gelombang atau frekuensi serapan dengan intensitas serapan (transmitansi atau absorbansi). Sering juga data ditunjukkan sebagai grafik atau tabel yang menyatakan hubungan antara panjang gelombang dengan serapan molar atau log dari serapan molar, εmax, atau log εmax (Sastrohamidjojo, 2001).
Sumber tenaga radiasi terdiri dari benda yang tereksitasi menuju ke tingkat yang lebih tinggi oleh sumber listrik bertegangan tinggi atau oleh pemanasan listrik. Monokromator adalah komponen yang digunakan untuk mengubah cahaya polikromatik menjadi cahaya monokromatik. Monokromator ini dapat berupa prisma atau grating (Khopkar, 1984). Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi maupun berbentuk silinder dengan ketebalan 10 mm. Sel tersebut adalah sel pengabsorpsi yang digunakan untuk menaruh cairan ke dalam spektrofotometer. Sel memiliki kemampuan meneruskan energi cahaya pada daerah spektral yang sesuai. Sebelum digunakan, sel dibersihkan dengan air atau dapat dicuci dengan larutan detergen atau asam nitrat panas apabila dikehendaki (Sastrohamidjojo, 2001).
Prinsip kerja dari alat ini adalah cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis diteruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer.
30
Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorpsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian diterima oleh detektor. Detektor kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif (Khopkar, 1984).
2. Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah alat yang digunakan untuk mempelajari morfologi permukaan objek pada skala yang amat kecil. Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen dan perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan dengan sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai target, informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang mengatur intensitasnya. Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar katoda dihubungkan dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi tinggi dan menembus permukaaan target, elektron kehilangan energi, karena terjadi ionisasi atom dari cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar keluar dari aliran sinar utama, sehingga terbentuk lebih banyak elektron bebas, dengan demikian energinya habis lalu melepaskan diri dari target. Elektron ini kemudian dialirkan ke unit demagnifikasi dan dideteksi oleh
31
detektor dan selanjutnya dicatat sebagai suatu foto (Wagiyo dan Handayani, 1997).
32
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2016 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung (Unila), analisis Scanning Electron Miscroscope (SEM) dilakukan di Laboratorium SEM FMIPA Institut Teknologi Bandung (ITB), serta analisis spektrofotometer UV-Vis dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Unila.
B. Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, neraca analitik, tanur Heraus KR 170E, pompa vacum PH 137AC, pengaduk magnet, oven, kertas saring Whatman No. 42, pH indikator universal, Scanning Electron Miscroscope (SEM) JEOL-JSM-6510LA, dan spektrofotometer UV-Vis Cary 100.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah arang tempurung kemiri, karbon aktif komersil Meikelin, metilen biru Solarbio, NaOH 0,1 M, HCl 0,1 M, ZnCl2 10%, dan aquades.
33
C. Prosedur Penelitian
1. Penyiapan Karbon Aktif
a. Karbon Aktif Komersil
Karbon aktif komersil yang diperoleh dikarakterisasi dan langsung digunakan dalam uji adsorpsi.
b. Karbon Aktif Tempurung Kemiri Arang tempurung kemiri yang telah dibuat dihaluskan. Selanjutnya diayak dengan ukuran 600 µm. Arang tempurung kemiri yang telah diayak kemudian diaktivasi dengan 2 cara, yaitu aktivasi fisika dan kimia. Aktivasi Fisika Sebanyak 50 gram arang tempurung kemiri dibakar dalam tanur pada suhu 700 ºC selama 1 jam. Kemudian dimasukkan dalam desikator agar suhunya stabil. Aktivasi Kimia Karbon aktif hasil aktivasi fisika direndam dalam larutan ZnCl2 10% selama 24 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan dan pencucian menggunakan aquades hingga pH 6. Pengeringan dilakukan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam. Selanjutnya dimasukkan dalam desikator agar suhunya stabil.
34
2. Karakterisasi Material
Adsorben yang diperoleh dari aktivasi kimia dan fisika, serta karbon aktif komersil dikarakterisasi menggunakan SEM untuk mengetahui morfologi permukaannya. Untuk mengetahui kadar metilen biru yang teradsorpsi oleh adsorben, dilakukan analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 664,0 nm sesuai dengan penentuan panjang gelombang maksimum metilen biru seperti yang tersaji pada Gambar 17 (Lampiran 1).
3. Pembuatan Larutan Induk Metilen Biru 1000 mg L-1
Sebanyak 1 g metilen biru dimasukkan dalam labu takar 1000 mL, kemudian ditambah aquades hingga tanda terra dan dihomogenkan.
4. Uji Adsorpsi
a. Penentuan Dosis Optimum Adsorben Sebanyak 20 mL larutan metilen biru 100 mg L-1 ditambah adsorben dengan variasi dosis 50; 100; 200; 300; dan 500 mg. Campuran tersebut diaduk selama 1 jam kemudian disaring. Filtrat yang dihasilkan dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 664,0 nm.
b. Penentuan pH Optimum
Sebanyak 18 wadah kaca masing-masing diisi dengan 20 mL larutan metilen biru 100 mg L-1dan ditambah adsorben dengan dosis optimum. Masing-masing
35
campuran diaduk selama 1 jam dengan variasi pH 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Penurunan pH dilakukan dengan penambahan HCl 0,1 M sedangkan peningkatan pH dilakukan dengan penambahan NaOH 0,1 M. Selanjutnya campuran disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang dihasilkan dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 664,0 nm.
c. Waktu Kontak Sebanyak 20 mL larutan metilen biru 100 mg L-1 ditambah adsorben dengan dosis optimum. Kemudian dilakukan pengaturan pH pada pH optimum. Setelah tercapai pH optimum, dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan dengan variasi waktu yaitu 20, 40, 60, 80,100, dan 120 menit. Setelah itu, dilakukan pemisahan filtrat dan residu melalui penyaringan. Selanjutnya filtrat dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 664,0 nm untuk mengetahui kadar metilen biru yang teradsorpsi.
d. Isoterm Adsorpsi
Sebanyak 20 mL larutan yang mengandung metilen biru dengan variasi konsentrasi 50, 100, 150, 200, dan 250 mg L-1 masing-masing ditambah adsorben dengan dosis optimum pada pH yang optimum. Kemudian masing-masing campuran tersebut diaduk dengan lama pengadukan sesuai dengan waktu kontak. Setelah selesai, filtrat dipisahkan dari residunya dengan penyaringan. Filtrat yang didapat dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 664,0 nm untuk mengetahui kadar metilen biru yang teradsorpsi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pembuatan karbon aktif dengan aktivasi fisika dan kimia telah berhasil dilakukan yang ditunjukkan dengan karakterisasi menggunakan SEM. Adanya rongga pada permukaan menunjukkan bahwa pori-pori telah terbentuk pada permukaan karbon aktif yang diaktivasi. 2. Adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif optimum pada dosis 200 mg. Adsorpsi metilen biru oleh KAF dan KAC optimum pada pH 8 sedangkan untuk KAK optimum pada pH 10. 3. Laju adsorpsi metilen biru oleh KAF, KAK, dan KAC cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde dua dengan nilai konstanta laju masing-masing 0,099; 0,210; 0,281 g mmol-1 menit-1. 4. Isoterm adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif yang digunakan pada penelitian ini cenderung mengikuti model isoterm Freundlich.
53
B. Saran
Pada penelitian lebih lanjut disarankan: 1.
Melakukan analisis karakterisasi karbon aktif tempurung kemiri secara kuantitatif dengan menggunakan instrumen lain agar melengkapi hasil penelitian sebelumnya.
2.
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap adsorpsi zat warna lain oleh karbon aktif tempurung kemiri sehingga dapat diaplikasikan di lingkungan.
54
DAFTAR PUSTAKA
Adamson, A.W. and A.P. Gast. 1997. Physical Chemistry of Surface. 6th edition. John Willy and Sons Inc. New York. Alberty, R.A. and F. Daniel.1987. Physical Chemistry. 5th edition. SI Version. John Willey and Sons Inc. New York. Allen, S.J., G. Mckay, and J.F. Porter.2004. Adsorption Isotherm Models for Basic Dye Adsorption by Peat in Single and Binary Component Systems. Journal of Colloid and Interface Science. 280: 322-333. Ambarsari, L.P., I. Ulfi, N. Widiastuti. 2010. Adsorpsi Metilen Biru dengan Abu Dasar PT. IPMOMI Purbolinggo Jawa Timur dengan Metode Kolom. Prosiding Skripsi Semester Genap 2009/2010. FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Austin, G.T. 1996. Industri Proses Kimia. Jilid 1. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta. Budiono, A., Suhartana, dan Gunawan. 2009. Pengaruh Aktivasi Arang Tempurung Kelapa dengan Asam Sulfat dan Asam Fosfat untuk Adsorpsi Fenol. EJournal Universitas Diponegoro. pp. 1-12. Buhani, Narsito, Nuryono, and E.S. Kunarti. 2009. Amino and Merkapto-Silika Hybrid for Cd (II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal of Chemistry. 9(2): 170-176. Buhani, Suharso, and Sumadi. 2010. Adsorption Kinetics and Isotherm of Cd (II) Ion on Nannochloropsis sp Biomass Imprinted Ionic Polymer. Desalination. 259: 140-146. Chowdurry, S and P. Saha. 2010. Sea Shell Powder as a New Adsorbent to Remove Basic Green (Malachite Green) from Aqueous Solutions: Equilibrium, Kinetic and Thermodynamic Studies. Chemical Engineering Journal. 164: 168-177.
55
Chowdurry, S., R. Mishra, P. Saha, and P. Kushwaha. 2011. Adsorption Thermodynamics, Kinetics and Isosteric Heat of Adsorption of Malachite Green onto Chemically Modified Rice Husk. Desalination. 265: 159-168. Dargo, H., N. Gabbiye, and A. Ayalew. 2014. Removal of Methylene Blue Dye from Textile Wastewater using Activated Carbon Prepared from Rice Husk. International Journal of Innovation and Scientific Research. 9(2): 317-325. Deans, J.R. and B.G. Dixon. 1992. Uptake of Pb2+ and Cu2+ by Novel Biopolymers. Water Research. 26(4): 469-472. Djatmiko, B dan A.P. Widjaja. 1985. Teknologi Minyak dan Lemak. Departemen THP IPB. Bogor. Elly, K. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit sebagai Arang Aktif. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Teknik. 8(2): 96-103. Fauziah, N. 2009. Pembuatan Arang Aktif secara Langsung dari Kulit Acasia mangium Wild dengan Aktivasi Fisika dan Aplikasinya sebagai Adsorben. IPB. Bogor. Gao, J.J., Y.B. Qin., T. Zhou., and D.D. Cao. 2013. Adsorption of Methylene Blue Onto Activated Carbon Produced from Tea (Camellia sinensis L.) Seed Shells: Kinetics, Equilibrium, and Thermodynamics Studies. Journal of Zhejiang University-SCIENCE B (Biomedicine & Biotechnologi). 14(7): 650658. Gupta, V.K., Suhas, and V.K. Saini. 2004. Removal of Rhodamine B, Fast Green, and Methylene Blue from Wastewater Using Red Nud, an Alumunium Industry Waste. Journal International Chemical Engineering Research. 43: 1740-1747. Gupta, V.K. and Suhas. 2009. Application of Low-Cost Adsorbents for Dye Removal–A Review. Journal Environment Management. 90: 2313–2342. Gürses, A., S. Karaca, C. Dogar, R. Bayrak, M. Acikyildiz, and M. Yalcin. 2004. Determination of Adsorptive Properties of Clay/Water System: Methylene Blue Sorption. Journal Colloid International Science. 269: 310-314. Haimour, N.M. and S. Emeish. 2006. Utilization of Date Stones for Production of Activated Carbon Using Phosphoric Acid. Waste Management. 26: 651– 660. Hala, Y., P.Taba., dan A.B. Susilawati. 2010. Adsorpsi Rhodamin B dalam Air oleh Karbon Aktif Tempurung Kenari. Jurnal Alam dan Lingkungan. ISSN: 20864604. 1(1): 41-50.
56
Hameed, B.H. 2009. Spent Tea Leaves: a New Non-Conventional and Low-Cost Adsorbent for Removal of Basic Dye from Aqueous Solutions. Journal of Hazardous Materials. 161: 753–759. Hameed, B.H., A.L. Ahmad, and K.N.A. Latiff. 2007. Adsorption of Basic dye (Methylene blue) onto Activated Carbon Prepared from Rattan Sawdust. Journal of Hazardous Materials. 75: 143-149. Harvey, D. 2000. Chemistry: Modern Analytical Chemistry First Edition. The McGraw Hill Company. USA. Hassler, J.W. 1951. Active Carbon. Brooklyn: Chemical Publishing Company Incorporated. 105: 59-61. Hendra, D dan S. Darmawan. 2007. Sifat Arang Aktif dari Tempurung Kemiri. Forrest Product Research. 86: 1-18. Ho, Y.S. and G. McKay. 1998. Process Biochemistry 34 :Pseudo Second Order Model for Sorption Process. Harpel College Publisher. New York. Hong, S., C. Wen., J. He., F. Gan., and Y.S. Ho. 2009. Adsorption Thermodynamics of Methylene Blue Onto Bentonite. Journal of Hazardous Materials. 167: 630-633. Husin, H. dan C.M. Rosnelly. 2007. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam Timbal (Pb) Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang. Jurnal Hasil Penelitian Industri (HPI). ISSN: 0215-4609. pp. 1-10. Hussin, Z.M., N. Talib, and N.M. Hussin. 2015. Methylene Blue Adsorption onto NaOH Modified Durian Leaf Powder: Isotherm and Kinetic Studies. American Journal of Environmental Engineering. 5(3A): 38-43. Kanawade, S.M. and R.W. Gaikwad. 2011. Removal of Methylene Blue from Effluent by Using Activated Carbon and Water Hyacinth as Adsorbent. International Journal of Chemical Engineering and Application. 2: 317-319. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Khopkar, S.M. 1984. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta. Kirk, R.E. and D.F. Othmer.1992. Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd Edition. Interscience Publishing Incorporated New York. Vol 12.
57
Kumar, P.S., S. Ramalingam, and K. Sathish. 2011. Removal of Methylene Blue Dye from Aqueous Solution by Activated Carbon Prepared from Cashew Nut Shell as a New Low-Cost Adsorbent. Korean Journal of Chemical Engineering. 28: 149-155. Liu, Y., X. Chang, S. Wang, Y. Guo, B. Din, and S. Meng. 2004. Solid-Phase Extraction and Preconcentration of Cadmium(II) in Aqueous Solution with Cd(II)-Imprinted resin (poly-Cd(II)-DAAB-VP) Packed Columns. Analytica Chimica Acta. 519: 173-179. Manurung, R., R. Hasibuan, dan Irvan. 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif secara Anaerob–Aerob. e-USU Repository. Fakultas Teknik. JurusanTeknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. pp. 1-19. Marsh, H. and R.R. Francisco. 2006. Activated Carbon. Elsivier Science and Technology Books. Belanda. Martell, A.E. and R.D. Hancock.1996. Metal Complexes in Aqueose Solution. Plenum Press. New York. Martin, A. 2008. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik Edisi Ketiga. UI Press. Jakarta. Martin, M.J., A. Artola, M.D. Balaguer, and M. Rigola. 2003. Activated Carbons Developed from Surplus Sewage Sludge for The Removal of Dyes from Dilute Aqueous Solutions. Chemical Engineering Journal. 94: 231–239. Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Universitas Airlangga,. Surabaya. Nigam, P., G. Armour, I.M. Banat, D. Singh, and R. Marchant. 2000. Physical Removal of Textile Dyes from Effluents and Solid-State Fermentation of Dye-Adsorbed Agricultural Residues. Bioresource Technology. 72: 219–226. Noll, K.E., V. Gournaris, and W.S. Hou. 1992. Adsorption Technology for Air and Water Polution Control. Lewish Publisher Incorporated Michigan. pp.1-8. Nriagu, J. O. 1979. Global Inventory of Natural and Antrhropologenic Emissions of Trace Metals to The Atmosphere. Nature. 279: 409-411. Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. England. Oxtoby, D. 1990. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Erlangga. Jakarta.
58
Paimin, F.R. 1997. Kemiri: Budidaya dan Prospek Bisnis, Cetakan 2. Penebar. Swadaya. Jakarta. Palupi, E. 2006. Degradasi Methylene Blue dengan Metode Fotokatalisis dan Fotoelektrokatalisis Menggunakan Film TiO2.(Skripsi). Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pari, G., D.T. Widayati, dan M. Yoshida. 2000. Mutu Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu. Ministry of Forestly. Bogor. Prabarini, N. dan D.G. Okayadnya. 2014. Penyisihan Logam Besi (Fe) pada Air Sumur dengan Karbon Aktif dari Tempurung Kemiri. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 5(2): 33-41. Prasetya, H.A. 2012. Arang Aktif Serbuk Gergaji sebagai Bahan Pengisi untuk Bahan Pembuatan Kompon Ban Luar Kendaraan Bermotor. Jurnal Riset Industri. 6(2): 165-173. Purnomo, E.S. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Kulit Biji Kopi Kering. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Rahim, M. dan I.S. Octania. 2010. Pembuatan Karbon Aktif dari Batu Bara Peringkat Rendah. Jurnal Riset & Teknologi. ISSN: 1412-3819. 10(2): 60-114. Rahman, M.A., S.M.R. Amin, dan A.M.S. Alam. 2012. Removal of Methylene Blue from Waste Water Using Activated Carbon Prepared from Rice Husk. Dhaka University Journal of Science. 60(2): 185-189. Rousseau, R.W. 1987. Handbook Of Separation Process Technology. John Wiley and Sons Inc. United States. pp. 67. Saha, P., S. Chowdurry, S. Gupta, and I. Kumar. 2010. Insight into Adsorption Equilibrium, Kinetics and Thermodynamics of Malachite Green onto Clayey Soil of Indian Origin. Chemical Engineering Journal. 165: 874-882. Salleh, M.A.M., D.K. Mahmoud, W.A. Karim, and A. Idris. 2011. Cationic and Anionic Dye Adsorption by Agricultural Solid Wastes: a Comprehensive. Review Desalination. 280: 1–13. Saptoadi, H., M. Syamsiro, and B.H. Tambunan. 2007. Biomass Waste Utilization from Cacao and Candlenut Shells as Fuel Briquettes. Jurnal Manusia & Lingkungan UGM. 14(3): 127–136. Saragih, S.A. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Batubara Riau sebagai Adsorben. (Tesis). Fakultas Teknik UI. Jakarta.
59
Sastrohamidjojo, H. 2001. Spektroskopi. Liberty. Yogyakarta. Sembiring, M.T. dan T.S. Sinaga. 2003. Arang Aktif Pengenalan dan Proses Pembuatannya. Jurnal Kimia Digitized by USU digital library. Medan. pp. 29. Serrano, G.V., V.J. Pator, F.A. Perez, V.C. Duran, and C.C. Valenzuela. 1996. FT-IR Study of Rockrose and of Char and Activated Carbon. Journal of Analyticaland Applied Pyrolysis. 3: 71-80. Sharma, P., H. Kaur., M. Sharma., and V. Sahore. 2011. A Review on Applicability of Naturally Available Adsorbents for The Removal of Hazardous Dyes from Aqueous Waste. Environmental Monitoring and Assessment Journal. 183: 151–195. Shaw, D.J. 1980. Introduction to Colloid and Surface Chemistry. Butter Whorths. London. Singh, K.P., Mohan, D., Sinha, S., Tondon, G.S., Gosh, D. 2003. Color Removal from Wastewater Using Low-Cost Activated Carbon Derived from Agricultur Waste Material. Journal India Engineering Chemistry Research. 42: 19651976. Subadra, I., B. Setiaji., I. Tahir. 2005. Activated Carbon Production from Coconut Shell with (NH4)HCO3 Activator as an Adsorbent in Virgin Coconut Oil Purification. Prosiding Seminar Nasional DIES ke 50 FMIPA UGM. Yogyakarta. Sudrajat, R. 1993. Karakteristik Kayu Sebagai Bahan Energi. Diskusi Industri Perkayuan, Proceeding, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Suhadak, A. 2005. Sifat Arang Aktif dari Tempurung Kemiri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 25(4): 291-302. Suhartana. 2006. Pemanfaatan Tempurung Kelapa sebagai Bahan Baku Arang Aktif dan Aplikasinya untuk Penjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. Jurnal Berkala Fisika. ISSN: 1410 – 9662. 9(3): 151-156. Suhendarwati, L., B. Suharto, L.D. Susanawati. 2013. Pengaruh Konsentrasi Larutan Kalium Hidroksida pada Abu Dasar Ampas Tebu Teraktivasi. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 1(1): 19-25.
60
Suhendra, D dan E.R. Gunawan. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Batang Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya pada Penjerapan Ion Tembaga (II). Makara Sains. 14(1): 22-26. Sunanto, H. 1994. Budidaya Kemiri Komoditas Ekspor. Kanisius. Yogyakarta. Surdia, N.M. 1983. Kimia Fisika Jilid I. Erlangga. Jakarta. Tay, J.H., X.G. Chen, S. Jeyaseelan, and N. Graham. 2001. A Comparative Study of Anaerobically Digested and Undigested Sewage Sludges in Preparation of Activated Carbons. Chemosphere. 44: 53–57. Verlina, W.O.V., A.W. Wahab, dan Maming. 2015. Potensi Arang Akif Tempurung Kelapa sebagai Adsorben Emisi Gas CO, NO, dan NO pada Kendaraan Bermotor. Jurusan Kimia FMIPA Unhas. Makasar. Wagiyo dan A. Handayani. 1997. Petunjuk Praktikum Scanning Electron Microscope, SEM dan Energy Dispersive Spectrometer, EDS. Badan Tenaga Atom Nasonal. Tangerang. Wang, P., M. Cao, C. Wang, Y. Ao, J. Hou, and J. Qian. 2014. Kinetics and Thermodynamics of Adsorption of Methylene Blue bye Magnetic GrapheneCarbon Nanotube Composite. Applied Surface Science. 290: 116–124. Yan, B., Z. Chen., L. Cai., J. Fu., and Xu. 2015. Fabrication of Polyaniline HydrogelSynthesis, Characterization and Adsorption of Methylene Blue. College of Materials Science and Engineering, Zhengzhou University, Zhengzhou, China. 10: 1-41. Yansya, R. 2013. Sintesis Adsorben Biomassa Alga Tetraselmis sp dengan Pelapisan Silika Magnetit untuk Adsorpsi Ion Pb(II) dan Cu(II). (Skripsi). Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Zendehdel, M., Z. Kalateh, and H. Alikhani. 2011. Efficiency Evaluation of NaY Zeolite and TiO2/NaY Zeolite in Removal of Methylene Blue Dye from Aqueous Solution. Iranian Journal of Environmental Health Science and Engineering. 8: 265-272.