PEMBUATAN CORO INSTAN MINUMAN KHAS PATI JAWA TENGAH
SKRIPSI
PUJI SETIYONINGRUM F24070028
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PRODUCTION OF INSTANT CORO A TRADITIONAL BEVERAGE FROM PATI, CENTRAL JAVA Puji Setiyoningrum Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology and Engineering, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone +62 8564 000 5227, email :
[email protected]
ABSTRACT Coro is traditional beverage from Pati, Central Java made from spices. In this reseacrh, Coro was processed with co-crystallization to form instant Coro. First step is determining of red and white sugar combination in co-crystallization process. Three sugar combination (80:20, 70:30, and 60:40) are resulting granulated sugar with moisture content around 2% but combination 60:40 need less cooling time than two other. Then this combination (60:40) use to make instant Coro. There are three formulation (X, Y, Z) with different amount of ginger extract. The choosen formula was decided by hedonic rating evaluation. The result of sensory evaluation showed that there are significant differences on product appearance rating but not for taste, flavor, and overall. Formula X was chosen because it is the most economical formula. The chemical and physical properties of instant Coro made with co-crystallization method are 5.47% of water content, 2.33% of ash content, 2.81% of fat content, 2.12% of protein content, 87.42% of carbohydrat content, 95.03% of total sugar,and 80.12 mgEq ascorbic acid/100 gr antioxidant capacity with L= 46.48, a=+4.47, b= +12.81 representating the color. This instant Coro has 6.57% of dissoluble part and 1 minute 50 second for dispersion time. The feasibility study based on investment criteria showed the production of instant Coro was feasible to be done. Keywords : traditional beverage, Coro, co-crystallization, instant
Puji Setiyoningrum. F24070028. Pembuatan Coro Instan Minuman Khas Pati Jawa Tengah. Dibawah bimbingan Rizal Syarief dan Sutrisno Koswara. 2011
RINGKASAN
Minuman tradisional memiliki potensi sebagai minuman fungsional. Hal ini tak lain karena minuman tradisional biasanya terbuat dari rempah-rempah yang secara ilmiah telah diteliti dan terbukti memiliki efek fungsional. Efek fungsional ini tak lain dipengaruhi oleh keberadaan senyawa aktif dalam rempah-rempah yang biasanya juga mempengaruhi karakter utama dari rempah-rempah tersebut. Minuman Coro yang merupakan minuman tradisional khas Pati terbuat dari 12 jenis rempahrempah. Minuman yang dikonsumsi dalam kondisi hangat ini memiliki karakter pedas yang merupakan karakter utama minuman. Minuman Coro biasa dijajakan saat pagi hingga siang hari oleh pedagang yang biasanya ibu-ibu dengan cara menjajakan langsung kepada pembeli dari rumah ke rumah. Cara penjualan seperti ini menyebabkan minuman tradisional Coro hanya dapat dinikmati oleh masyarakat terbatas. Pengolahan minuman Coro menjadi minuman instan dibutuhkan untuk mengembangkan minuman Coro sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat yang lebih luas. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk membuat minuman instan adalah dengan menggunakan teknik kokristalisasi, yaitu teknik penyalutan yang menggunakan sukrosa sebagai dinding penyalut material. Kombinasi gula merah dan gula pasir dilakukan untuk mendukung proses kristalisasi yang membutuhkan sukrosa sebagai bahan utamanya dan juga untuk mempertahankan karakteristik khas minuman yang diperoleh dari penggunaan gula merah sebagai bahan utama minuman. Kombinasi gula merah dan gula pasir yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80:20, 70:30, dan 60:40. Kombinasi 60:40 memerlukan waktu kristalisasi 207.67 detik, lebih cepat 33 detik dibanding waktu kristalisasi kombinasi gula 70:30 dan 77 detik lebih cepat dibanding waktu kristalisasi kombinasi gula 80:30. Meski demikian, serbuk hasil kokristalisasi ketiga kombinasi gula memiliki kadar air yang tidak berbeda nyata, yaitu sekitar 2% (bb). Kombinasi gula 60:40 digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro karena waktu kristalisasinya yang lebih cepat dibanding dua kombinasi lainnya. Formulasi minuman instan Coro dilakukan dengan memvariasikan jumlah ekstrak jahe yang digunakan. Hal ini karena karakter minuman Coro yang pedas dan hangat. Jahe memberikan rasa pedas dan hangat yang khas pada minuman karena kandungan senyawa aktif didalamnya, seperti gingerol. Ada tiga formulasi minuman instan Coro yang diuji penerimaan organoleptiknya dengan uji rating hedonik menggunakan 70 panelis. Hasil uji menunjukkkan penggunaan jumlah ekstrak jahe yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap penilaian kesukaan panelis pada atribut rasa dan aroma. Hal ini tidak berlaku untuk atribut kenampakan. Penggunaan jumlah ekstrak jahe yang berbeda berpengaruh nyata terhadap penilaian kesukaan penelis pada atribut kenampakan. Meski demikian, secara keseluruhan produk (overall), penggunaan jumlah ekstrak jahe yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap penilaian kesukaan keseluruhan produk. Oleh karena itu, formula yang dipilih adalah formula yang paling ekonomis, yaitu formula X yang menggunakan ekstrak jahe dengan jumlah paling sedikit dibanding formula Y dan Z. Hasil analisis minuman instan Coro menunjukkan minuman instan Coro dengan formula X yang dibuat dengan teknik kokristalisasi memiliki kadar air 5.74% (bb), kadar abu 2.33% (bb), kadar lemak 2.81% (bb), kadar protein 2.12% (bb), kadar karbohidrat 87.42% (bb), total gula 95.03%, dan kapasitas antioksidan 80.12 mqEq asam askorbat/100 gr. Warna dari minuman instan Coro direpresentasikan dengan nilai L= 46.48, a= +4.47, dan b= +12.81. Minuman instan Coro memiliki waktu dispersi 1 menit 50 detik dengan jumlah bagian tak larut sebesar 6.57%. Analisis kelayakan usaha berdasarkan kriteria kelayakan investasi menunjukkan usaha pembuatan Coro instan layak untuk dilakukan.
PEMBUATAN CORO INSTAN MINUMAN KHAS PATI JAWA TENGAH
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh PUJI SETIYONINGRUM F24070028
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Pembuatan Coro Instan Minuman Khas Pati Jawa Tengah : Puji Setiyoningrum : F24070028
Menyetujui
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS NIP 19480409 197302 1 001
Ir. Sutrisno Koswara, M.Si NIP 19640505 199103 1 003
Mengetahui: Plt. Ketua Departemen,
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si NIP 19610802 198703 2 0012
Tanggal lulus: 18 Agustus 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pembuatan Coro Instan Minuman Khas Pati Jawa Tengah adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan
Puji Setiyoningrum F24070028
© Hak cipta milik Puji Setiyoningrum, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS Puji Setiyoningrum. Lahir di Pati, 13 Januari 1989 dari pasangan Mutyono dan Nurtiningsih sebagai anak bungsu dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SMA 1 Pati hingga tahun 2007 dan akhirnya melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur PMDK. Penulis menjalankan kegiatan kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian dengan Ilmu dan Teknologi Pangan sebagai mayor pendidikan S1 nya. Selain itu, penulis juga menjalankan kegiatan kuliah di Fakultas Agribisnis dengan paket mata kuliah Kewirausahaan Agribisnis sebagai minor pendidikan S1 nya. Selama kuliah, penulis aktif di beberapa organisasi kampus, diantaranya sebagai Badan Pengawas Himitepa 2009 dan bendahara divisi Internal Himitepa 2010. Selain itu, penulis juga aktif sebagai panitia di beberapa acara yang diselenggarakan di kampus, seperti Pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal dan IPB Art Contes (MAGIC). Penulis bersama dua rekan setimnya pernah menjadi juara III lomba bussines plan tahun 2011 yang diselenggarakan BEM Fakultas Teknologi Pertanian dengan peserta yang berasal dari perguruan-perguruan tinggi lain di Pulau Jawa. Penulis juga pernah mengikuti beberapa pelatihan dan workshop, diantaranya pelatihan Good Laboratoty Practices serta workshop Journalistic.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini dapat dengan sukses diselesaikan. Penelitian dengan judul “Pembuatan Coro Instan Minuman Tradisional Khas Pati Jawa Tengah” ini dilaksanakan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan sejak Maret hingga Juni 2011. Penyelesaian skripsi ini membutuhkan kerja keras penulis dan dukungan berbagai pihak lain. Oleh karena itu, penulis hendak menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT yang memberikan kekuatan kepada hamba-hambaNya 2. Ayah dan ibu yang mewariskan segalanya hingga penulis dapat berdiri sebagai manusia yang tidak sempurna tetapi membanggakan dan kakak Wahyu Prabowo yang memberikan semua dukungannya 3. Prof. Rizal Syarief, DESS dan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si sebagai dosen pembimbing yang mendukung segala proses yang dilalui hingga terciptanya skripsi ini 4. Prof. Purwiyatno Hariyadi, Prof. Fransiska R. Zakaria, Dr. Adil Basuki Ahza, Dr Waysima, M.Sc, dan Tjahja Muhandri, S.TP yang banyak memberikan dukungan serta ilmu diluar jam kuliah. 5. Sigit Tri Wibowo, Edi Tri Wibowo, Didik Wiono, Kasiyar, dan Sulis yang banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan di IPB 6. Teman-teman ITP 44, ITP 45, ITP 46, ITP 43, ITP 42 dan beberapa teman di ITP 37 dan 39. 7. Teman-teman dari Pati dan teman-teman satu kosan di wisma Shinta, pondok Annisa, dan wisma Zulfa. 8. Semua teknisi laboratorium ITP dan PAU serta karyawan di UPT ITP Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk siapapun dari elemen masyarakat manapun.
Agustus 2011 Puji Setiyoningrum
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................................................iv DAFTAR TABEL .................................................................................................................v DAFTAR GAMBAR............................................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... vii PENDAHULUAN .................................................................................................................1 A. Latar Belakang ...........................................................................................................1 B. Tujuan Penelitian .......................................................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................3 A. Minuman Tradisional .................................................................................................3 B. Minuman Coro...........................................................................................................3 C. Minuman Instan .........................................................................................................8 D. Analisis Kelayakan Bisnis berdasar Kriteria Investasi .................................................9 METODE PENELITIAN .................................................................................................. 10 A. Bahan dan Alat......................................................................................................... 10 B. Metode Penelitian .................................................................................................... 10 1. Penentuan Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir ........................................... 10 2. Formulasi Minuman Instan Coro ..................................................................... 10 C. Metode Analisis Formula Terpilih ............................................................................ 11 1. Rendemen ...................................................................................................... 11 2. Analisis Kadar Air metode Azeotropik ............................................................ 11 3. Analisis Kadar Air metode Oven .................................................................... 12 4. Analisis Kadar Abu ......................................................................................... 12 5. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet ............................................................ 12 6. Analisis Kadar Protein Metode Mikro Kjehldal ................................................ 13 7. Analisis Kadar Karbohidrat ............................................................................. 13 8. Analisis Total Gula.......................................................................................... 13 9. Analisis Kapasitas Antioksidan........................................................................ 13 10. Analisis Warna ................................................................................................ 14 11. Waktu Rehidrasi.............................................................................................. 14 12. Bagian yang Tak Larut dalam Air .................................................................... 14 D. Analisis Kelayakan Usaha berdasarkan kriteria Investasi .......................................... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................ 16 A. Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir .................................................................... 16 B. Formulasi Minuman ................................................................................................ 18 C. Formula Terpilih Minuman Instan Coro................................................................... 22 D. Kelayakan Usaha berdasarkan Kriteria Investasi ...................................................... 25 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 26 A. Simpulan................................................................................................................. 26 B. Saran....................................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 27 LAMPIRAN ........................................................................................................................ 31
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995.............................................7 Tabel 2. Komposisi gula palma ...............................................................................................8 Tabel 3. Waktu pendinginan larutan gula hingga menjadi kristal gula .................................... 17 Tabel 4. Hasil pemisahan jenis gula pada gula merah menggunakan HPLC ............................ 17 Tabel 5. Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi.................................................................. 18 Tabel 6. Formulasi minuman instan Coro .............................................................................. 19 Tabel 7. Hasil analisis formula minuman instan Coro terpilih ................................................ 23
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Penjual minuman Coro dan minuman Coro ............................................................1 Gambar 2. Contoh minuman tradisional dari rempah-rempah...................................................3 Gambar 3. Penjual minuman Coro dan minuman Coro ............................................................4 Gambar 4. Rempah-rempah bahan minuman Coro...................................................................4 Gambar 5. Konsep kokristalisasi .............................................................................................9 Gambar 6. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut rasa ketiga formula ................. 20 Gambar 7. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut aroma ketiga formula .............. 20 Gambar 8. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula .... 21 Gambar 9. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan ketiga formula ..... 21 Gambar 10. Perbandingan presentase komposisi panelis dan respon panelis ........................... 22
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Proses pembuatan serbuk gula dengan teknik kokristalisasi .................................. 32 Lampiran 2a. Komposisi serbuk campuran rempah .................................................................. 33 Lampiran 2b. Diagram pembuatan serbuk campuran rempah ................................................... 33 Lampiran 3a. Proses pembuatan ekstrak jahe ........................................................................... 34 Lampiran 3b. Proses pembuatan ekstrak sereh ......................................................................... 34 Lampiran 3c. Proses pembuatan santan ................................................................................... 34 Lampiran 3d. Kadar air rempah bahan minuman instan Coro ................................................... 34 Lampiran 3e. Proses pembuatan instan Coro dengan teknik kokristalisasi ................................ 35 Lampiran 4a. Waktu pendinginan/kristalisasi spontan larutan gula hingga menjadi kristal gula. 36 Lampiran 4b. Anova waktu pendinginan ................................................................................. 36 Lampiran 5a. Data pengukuran kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi .................................. 37 Lampiran 5b. Anova kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi ................................................. 37 Lampiran 6a. Worksheet uji rating hedonik minuman instan Coro............................................ 38 Lampiran 6b. Skorsheet uji rating hedonik minuman instan Coro ............................................. 38 Lampiran 7a. Hasil uji rating hedonik...................................................................................... 39 Lampiran 7b. Anova uji rating hedonik atribut rasa ................................................................. 42 Lampiran 7c. Anova uji rating hedonik atribut aroma .............................................................. 42 Lampiran 7d. Anova uji rating hedonik atribut kenampakan .................................................... 43 Lampiran 7e. Anova rating hedonik atribut keseluruhan (overall) ............................................ 44 Lampiran 8. Hasil penghitungan rendemen minuman instan Coro ............................................ 45 Lampiran 9a. Hasil analisis kadar air instan Coro .................................................................... 46 Lampiran 9b. Hasil analisis kadar abu instan Coro .................................................................. 46 Lampiran 9c. Hasil analisis kadar protein instan Coro ............................................................. 46 Lampiran 9d. Hasil analisis kadar lemak instan Coro............................................................... 47 Lampiran 10. Hasil Analisis Total Gula ................................................................................... 48 Lampiran 11. Hasil analisis kapasitas antioksidan instan Coro ................................................. 50 Lampiran 12. Hasil analisis warna instan Coro ........................................................................ 52 Lampiran 13a. Hasil analisis bagian tak larut instan Coro ........................................................ 53 Lampiran 13b. Waktu dispersi instan Coro .............................................................................. 53 Lampiran 14. Penghitungan HPP (Harga Pokok Produksi) ....................................................... 54 Lampiran 15. Cashflow usaha pembuatan minuman instan Coro skala rumah tangga ............... 55 Lampiran 16. Penghitungan neraca laba rugi ........................................................................... 58
vii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak suku. Tiap daerah memiliki makanan dan minuman khas yang hanya dapat ditemui di daerah tersebut atau bahkan menjadi ciri khas dari daerah. Minuman tradisional sering kali menggunakan rempah-rempah sebagai bahan bakunya. Minuman tradisional yang terbuat dari rempah-rempah memiliki potensi sebagai minuman yang memiliki sifat fungsional bagi kesehatan. Minuman tradisional biasanya dijajakan secara langsung oleh pedagang ke rumah-rumah konsumen atau dengan membuka warung. Cara distribusi seperti ini masih menjadi andalan untuk mengkomersialkan minuman tradisional. Metode distribusi seperti ini yang menjadikan minuman tradisional susah berkembang dari segi konsumennya. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha pengembangan agar minuman tradisional dapat dinikmati oleh masyarakat secara lebih luas. Selain itu, minuman tradisional berpotensi sebagai minuman fungsional sehingga minuman tradisional merupakan komoditas yang patut dikembangkan. Sayangnya, upaya pengembangan minuman masih sangat terbatas. Minuman tradisional Indonesia biasanya terbuat dari rempah-rempah. Menurut Antara (1996), untuk jenis minuman sehat, pada formulasi produk umumnya ditambahkan bahan-bahan seperti serat makanan, vitamin, asam amino, ekstrak rempah atau ginseng dan sebagainya yang telah diyakini memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. Melihat potensi ini, maka sangat diperlukan upaya pengembangan minuman tradisional. Pengembangan minuman tradisional dari segi pengemasan minuman dibutuhkan untuk mencapai usaha pelestarian minuman tradisional. Selain itu, dengan pengemasan yang mampu memberi kemudahan bagi konsumen serta yang mampu memberi umur simpan yang lebih panjang maka minuman tradisional dapat didistribusikan ke area yang lebih luas. Salah satu usaha untuk dapat mengangkat kembali minuman tradisional adalah dengan mengemasnya menjadi minuman yang dapat dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja, yaitu dengan mengemasnya dalam bentuk minuman instan. Beberapa minuman tradisonal telah diupayakan dikemas dalam bentuk yang lebih praktis, baik dengan mengemasnya dalam bentuk ready to drink ataupun serbuk instan. Sebagai contoh adalah bir pletok minuman khas Betawi telah dikemas dalam bentuk ready to drink, bandrek dan bajigur minuman khas Jawa Barat yang telah dikemas dalam bentuk serbuk instan. Coro adalah salah satu minuman khas daerah Juwana, Pati, Jawa Tengah. Minuman ini biasa dijajakan setiap pagi hari dalam keadaan hangat. Penjual Coro yang biasanya adalah ibu-ibu yang menjajakan Coro dengan menggunakan kuali tanah liat yang dipanggul (Gambar 1). Secara tradisional, minuman Coro dibuat dengan merebus semua bahan yang digunakan. Minuman ini terbuat dari campuran rempah-rempah, gula merah, dan santan. Rempah yang digunakan ada 12 jenis rempah. Bentuk penggunaan berbagai macam rempah ini ada dua macam, yatu rempah yang diolah dari campuran 10 macam rempah yang dibuat dalam bentuk serbuk campuran rempah serta 2 macam rempah yang diolah dalam bentuk segar. Rempah-rempah telah banyak diteliti dan banyak yang dinyatakan memiliki khasiat fungsional bagi kesehatan, misalnya adas memiliki efek diuretik dan analgesik (Tanira et al.1996 diacu dalam De Marino S et al. 2007). Beberapa minuman yang terbuat dari rempah-rempah juga telah dinyatakan memiliki efek bagi kesehatan, seperti minuman Cinna-ale. Selain menggunakan rempah-rempah, minuman Coro juga menggunakan santan. Oleh karena itu, minuman ini memiliki umur simpan yang sangat singkat, yaitu sekitar enam jam. Hal ini ditunjukkan dengan berubahnya citarasa minuman Coro saat siang hari.
a b c d Gambar 1. (a) dan (b) penjual minuman Coro, (c) dan (d) minuman Coro
Proses pengolahan minuman instan biasanya menggunakan teknologi seperti spray drying. Akan tetapi, pengolahan menggunakan spray drying membutuhkan investasi mesin yang cukup besar sehingga penggunaan teknologi ini kurang cocok bagi industri rumah tangga. Oleh karenanya dalam pembuatan minuman instan Coro digunakan teknik yang mudah diterapkan di industri rumah tangga serta murah dari segi biaya. Teknik kokristalisasi dianggap paling cocok digunakan.
B. Tujuan Penelitian Penelitian pembuatan minuman Coro instan diharapkan dapat menambah pengetahuan penerapan teknik kokristalisasi dalam pengolahan minuman instan sehingga pengetahuan tentang pengolahan minuman Coro menjadi bentuk instan menggunakan teknik kokristalisasi diharapkan mampu mendorong dikembangkannya pengolahan minuman tradisional menjadi minuman instan. Pengolahan minuman tradisional dalam bentuk instan dapat menjadi salah satu upaya untuk memperkenalkan minuman tradisional ke masyarakat yang lebih luas serta upaya untuk memperluas area distribusi minuman tradisional.
2
TINJAUAN PUSTAKA A. Minuman Tradisional Makanan/minuman tradisional adalah makanan atau minuman, termasuk jajanan serta bahan campuran atau ingredient yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia (Yusuf 2002). Biasanya makanan/minuman tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan yang diperoleh dari sumber lokal dan memiliki cita rasa yang relatif sesuai dengan masyarakat setempat. Disadari atau tidak, banyak makanan/minuman tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan. Dilihat dari sifatnya, yaitu berkhasiat bagi kesehatan, maka seharusnya banyak makanan/minuman tradisional yang dapat dikategorikan sebagai makanan/minuman fungsional (Fardiaz 1997). Minuman tradisional Indonesia umumnya memanfaatkan rempah-rempah sebagai bahan bakunya. Menurut Widowati (2004), minuman tradisional Indonesia mempunyai potensi untuk dijadikan minuman fungsional. Sebagai minuman fungsional, minuman tradisional Indonesia juga memiliki khasiat yang penting bagi kesehatan, antara lain dapat menghangatkan tubuh, mencegah masuk angin, batuk, influenza, reumatik, meningkatkan stamina tubuh dan anti diare. Minuman yang terbuat dari rempah hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tak lain disebabkan karena rempah-rempah terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa minuman Indonesia yang terbuat dari rempah-rempah, antara lain bir plethok (Jakarta), bandrek dan bajigur (Jawa Barat), wedang ronde dan wedang uwuh (Jawa Tengah), dan sarabba (Sulawesi). Minumanminuman ini dapat dilihat pada Gambar 2.
a
b
c
d
e
f
Gambar 2. (a) bir plethok, (b) bandrek, (c) bajigur, (d) wedang ronde, (e) wedhang uwuh, (f) sarabba Sumber: a http://www.flickr.com/photos/ar_riel/3971859131/in/set-72157607400395173 b http://id.wikibooks.org/wiki/Bandrek c (Anonim 2010) d http://kuliner.mitrasites.com/gambar/wedang-ronde.html e http://jogjanesia.com/foods-drinks/drinks-foods-drinks/wedang-uwuh/ f http://unieqmunisah.blogspot.com/2008/06/jajanan-khas-makassar.html
B. Minuman Coro Minuman Coro merupakan minuman khas Pati yang terbuat dari beberapa macam rempahrempah dan biasanya dijual saat pagi hari. Minuman ini dijual dalam keadaan panas atau hangat. Ibuibu penjual biasanya menjajakan Coro dengan berkeliling dari rumah ke rumah menggunakan kuali tanah liat yang dibalut dengan lapisan kantung plastik tebal untuk mempertahankan suhu Coro agar tetap hangat. Cara penjualan minuman Coro dpaat dilihat pada Gambar 3. Minuman ini terdiri dari 12 macam rempah. Sepuluh macam rempah dicampur dalam keadaan kering seperti bubuk sedangkan dua rempah lain dicampur pada saat pengolahan (perebusan). Menurut UNIDO dan FAO (2005), rempah-rempah biasa digunakan untuk flavour, warna, aroma, dan preservatif pada makanan dan minuman. Rempah-rempah dapat berasal dari berbagai bagian tanaman: kulit kayu, pucuk tanaman, bunga, buah, daun, rhizoma, akar, biji, stigma dan styles ataupun seluruh bagian atas tanaman. Istilah “herb” digunakan untuk menyebut bagian dari jenis rempah-rempah yang merupakan daun aromatik. Rempah-rempah biasanya dikeringkan secara sempurna untuk digunakan dalam proses. Cara lain penggunaan rempah-rempah adalah dengan menyiapkan ekstrak rempah-rempah, misal minyak esensialnya, dengan melakukan proses
3
penyulingan rempah-rempah (segar maupun kering), atau dengan melakukan ekstraksi menggunakan pelarut tertentu untuk memperoleh oleoresin dan produk-produk lainnya yang terstandarisasi.
Gambar 3. Penjual minuman Coro dan minuman Coro Dahulu, setiap penjual Coro membuat serbuk campuran rempah sendiri. Akan tetapi, sekarang hampir setiap pedagang Coro menggunakan serbuk campuran rempah yang dijual oleh pedagang rempah di pasar tradisional. Rempah-rempah yang diolah dalam bentuk bubuk diantaranya adas, pulosari, pala, kulit pala, pekak, cabai jawa, kayu mesoyi, kapulaga, merica, dan manis jangan. Sedangkan rempah yang dicampur dalam bentuk segar pada saat perebusan adalah jahe dan sereh. Rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan minuman Coro dapat dilihat pada Gambar 4. Selain rempah-rempah, bahan lain yang digunakan dalam pembuatan minuman Coro adalah gula merah dan santan. 1.
Jahe Jahe (Zingiber officinale Roscoe, Zingiberacae) adalah tanaman obat yang telah banyak digunakan sebagai obat herbal di banyak negara karena kemampuanya untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti artritis, reumatik, keseleo, sakit otot, sakit tenggorokan, kram, konstipasi, gangguan pencernaan, mual, hipertensi, dementia, demam, infeksi, dan helminthiasis (Ali et al. 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen yang ditemukan dalam jahe efektif untuk meredakan simptom inflamatori kronik (Srivastava dan Mustafa 1992). Kandungan utama dalam jahe sangat beragam dan sangat tergantung darimana jahe berasal serta kondisi kesegaran rimpang, apakah segar atau kering (Ali et al. 2008). Senyawa kimia yang menyebabkan rasa pedas pada jahe adalah gingerol, zingeron, dan shogaol (Syukur dan Hernani 2002). Rimpang jahe dan ekstrak jahe mengandung senyawa fenolik (6-gingerol dan turunanya) dengan aktivitas antioksidan yang tinggi (Chen et al. 1986).
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
Gambar 4. Rempah-rempah bahan minuman Coro : (a) jahe, (b) sereh, (c) adas, (d) merica, (e) kulit pala, (f) cabai jawa, (g) pekak, (h) kayu manis, (i) pulosari, (j) pala, (k) kayu mesoyi, (l) kapulaga
2.
Sereh Sereh termasuk dalam familia Gramineae. Yang tumbuh di Indonesia yaitu dari spesies Cympogon nardus Rendle dan Cympogon winterianus Jowitt, yang biasa digunakan untuk masak dan yang dibudidayakan di kebun-kebun khusus untuk diambil minyaknya. Kedua spesies tersebut dapat diambil minyaknya, produk ini banyak diperlukan industri obat-obatan dan hanganya cukup tinggi (Sutedjo 1990).
4
Sereh mengandung minyak atsiri dengan komponen seperti citranelal, citral, geraniol, metil hepton, eugenol, kardinen dan limonen. Sereh dapat dimanfaatkan untuk mengobati sakit kepala, otot dan sendi ngilu, diare, anti radang dan memperlancar sirkulasi darah (Wijayakusuma et al. 1996). 3.
Adas Adas atau Foeniculum vulgare termasuk dalam famili Umbelliferae (Apiaceae) telah dikenal dan digunakan sejak zaman dahulu. Adas dibudidayakan hampir di seluruh kawasan Laut Mediterania karena flavornya yang disukai (Muckensturm et al. 1997). Daun dan buahnya sering digunakan sebagai bumbu yang memberikan flavor yang kuat pada daging dan ikan. (Ruberto et al. 2000, Ozbek et al. 2003). Tanaman Adas (Foeniculum vulgare Mill.) adalah tanaman herba tahunan dari familii Umbelliferae dan genus Foeniculum. Aktifitas diuretik, analgesik, dan antipyretic ditemukan dalam buah adas (Tanira et al. 1996). Aktivitas antioksidan juga ditemukan dalam buah adas (Oktay et al. 2003). Daun dan buahnya banyak digunakan untuk flavor ikan dan daging yang memberikan aroma dan rasa yang sangat kuat, juga digunakan untuk bahan kosmetik. Komponen adas yang paling sering diteliti adalah minyak esensialnya yang menunjukkan adanya aktivitas antioksidan, antimikroba dan hepatoprotektif (Ruberto et al. 2000, Ozbek et al. 2003). Minyak esensial adas memiliki aroma dan rasa yang unik dan terkonsentrasi pada bagian mericarp (buah). Minyak ini terdiri atas beberapa monoterpen dan fenilpropanoid, yang terdiri atas trans anethole, estragol, fenchone, dan limonene sebagai komponen penyusunnya. Komponen yang biasanya paling banyak adalah trans anethole yang memberikan rasa khas adas, fenchone yang memberikan rasa pahit, dan estragol (metil-chavicol) yang memberikan rasa manis (Guillen dan Manzanos 1994). Selain sebagai bumbu masak, tanaman adas mempunyai banyak kegunaan mulai dari akar, daun, batang dan bijinya. Daun adas digunakan sebagai diuretik (pelancar air seni) dan memacu pengeluaran keringat. Akarnya berkhasiat sebagai obat batuk, pencuci perut dan sakit perut sehabis melahirkan. Tanaman muda digunakan juga sebagai obat gangguan saluran pernapasan dan dari ekstrak buah adas dapat digunakan untuk mengobati mulas (Balittro 2010). 4.
Pulosari Pulosari (Alyxia stellata A.) merupakan tanaman merambat dengan ketinggian mencapai 10 m dan bercabang-cabang. Daun mempunyai helaian yang tipis, berbentuk lonjong, dan terdapat pada pucuk cabang yang berjumlah 3-4 daun setiap cabang. Bunga malai berjumlah satu atau berpasangan berukuran kecil dan berwarna putih (Mursito 2002). Pulosari termasuk dalam famili Apocynaceae (Wakidi 2003). Tanaman yang memiliki batang berwarna putih ini tergolong tanaman liar yang sering dijumpai di hutan, ladang, ataupun daerah pegunungan. Aromanya wangi rempah mirip seperti aroma jamu dengan rasa yang sedikit pahit (Septia 2009). Meskipun begitu, tanaman ini sangat berkhasiat untuk kesehatan dan dapat menjadi obat untuk beberapa jenis penyakit seperti untuk mengobati sariawan, merangsang nafsu makan, obat batuk, mengurangi rasa mulas, menurunkan demam pada anak-anak (Septia 2009). Bagian tanaman yang digunakan adalah kulit batang/cabang (Mursito 2002). Kandungan kimia pulosari diataranya zat samak, zat pahit, kumarin, dan alkaloida (Wakidi 2003). 5.
Pala Tanaman pala meurut Rismunandar (1990) termasuk tanaman keras dan dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tergolong ke dalam famili Myristiceae yang terdiri dari 15 genus (marga) dan 250 spesies (jenis). Sistematika tanaman pala adalah sebagai berikut : Kingdom : Plant Sub kingdom : Vacular plant Class : Angiospermae Ordo : Remales Family : Myristicaceae Genus : Myristica Species : fragrans (HOUTT) Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75%) kemudian diikuti oleh Grenada (20-25%). Pala biasanya digunakan sebagai obat pelepas kelebihan gas dalam usus,
5
obat pencahar, sembelit, mencret, dan dapat membuat rasa mengantuk (Syukur dan Hernani 2002). Menurut Rismunandar (1990), daging buah pala mengadung zat aromatik flavor yang terdiri dari dua komponen minyak atsiri, yaitu myristicin dan monoterpen. Komponen monoterpen dalam daging buah pala dapat menimbulkan rasa ngantuk. 6.
Cabai Jawa Lada panjang (Piper retrofractum Vahl.) atau lebih dikenal dengan nama cabai jawa atau cabai puyang merupakan tanaman asli Indonesia dan tumbuh menyebar dimana-mana (Emmyzar 1992). Ada dua jenis lada panjang yang dikenal, yaitu lada panjang Indonesia sebagai cabai jawa (P. retrofractum Vahl, P. longum BL) dan lada panjang yang tumbuh di India (P. longum L.). Cabai jawa dikenal juga dengan nama ilmiah lain, yaitu Chavia officinarum Miq. dan C. Retrofracta Miq (Syukur dan Hernani 2002). Tanaman ini termasuk dalam famili Piperaceae. Cabe jawa tergolong tanaman yang merambat dan melilit dengan panjang mencapai 10 m. Buahnya berbentuk silinder dengan panjang sekitar 4 cm dan diameter 6 mm. Buah mudanya berwarna hijau dan keras serta beraroma tajam dan pedas yang kemudian warnanya berubah menjadi kuning gading dan akhirnya berwarna merah (Emmyzar 1992). Rasa cabai jawa ini lebih pedas dibandingkan dengan jenis lada panjang lainnya, disebabkan oleh senyawa piperin dan piperanin (Leung 1980 di dalam Sait et al. 1992). Cabai jawa banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan obat tradisional, obat modern, dan untuk campuran mimuman. Rasa pedas yang dikeluarkan dari buahnya berasal dari senyawa piperin dengan kandungan sekitar 4.6% (Syukur dan Hernani 2002). Menurut Syukur dan Hernani (2002), cabai jawa memiliki beberapa nama daerah diantaranya, lada panjang (Sumatera), cabe jawa (Jawa), cabi solak (Madura), dan cabai (Sulawesi). 7.
Pekak Pekak (Illicium verum) termasuk dalam famili Magnoliaceae. Aroma dan flavor ekstrak pekak sangat mirip dengan aroma dan flavor adas manis. Kandungan minyak volatil pekak berkisar 8-9%, sedangkan fixed oil kurang lebih 20%. Pekak diidentifikasikan mengandung dua macam komponen utama, yaitu trans-anetol 88-90% dan limonen 5% (Farrel 1990). Pekak memiliki efek carminativ, stomachic, stimulan dan diuretik. Di negara Timur pekak digunakan sebagai obat reumatik dan obat sakit perut. Selain itu, pekak juga biasa digunakan sebagai teh obat, campuran obat batuk dan pastiles. Buah keringnya mengandung 5-8% minyak esensial, dengan kandungan paling banyak anethol (85-90%). Komponen lainnya meliputi peladrene, safrole, dan terpineol, yang hanya sedikit berpengaruh terhadap aroma. Kandungan 1,4 cineolnya yang rendah merupakan hal yang membedakan pekak dengan adas. 8.
Kayu Mesoyi Tanaman Masoyi atau Massoia Aromatica Becc. tumbuh di Indonesia, terutama di daerah Jawa dan Irian Jaya, tanaman tersebut termasuk familia Lauraceae. Bagian dari tanaman ini yang berkhasiat obat yaitu kulit batang dan kulit cabang batangnya (Sutedjo 1990). Mesoyi merupakan pohon tegak, berkayu dan tingginya mencapai 5 meter. Kayu dan kulitnya mengeluarkan bau aromatis yang khas. Kulit kayu berwarna kelabu di bagian luar dan kemerahmerahan di bagian dalam. Setelah dikeringkan, kulit ini akan menyebabkan gatal-gatal dan lapuk di kulit. Tanaman ini banyak ditemukan di daerah Irian Jaya dan Maluku. Bau aromatis yang dihasilkan menyebabkan bahan tanaman ini sering digunakan untuk bedak bersama-sama dengan cengkeh. Selain itu kayu mesoyi bersifat iritant (membebaskan pembuluh darah kapiler) dan dapat digunakan sebagai pewangi (Delimarta 1998). Simplisia mesoyi mengandung atsiri (total sekitar 0.5%) yang mengandung sinamilaldehid, asam sinamat, eugenol, zat penyamak dan damar. Kayu mesoyi banyak digunakan untuk mengatasi karminativa dan diaforetika serta digunakan pula sebagai bahan pewangi (Sutedjo 1990). 9.
Manis Jangan Manis jangan (Cinnamomum verum J.S. Presl.) yang termasuk dalam famili Lauraceae merupakan kerabat dekat kayu manis. Simamil alkohol, L-linalool, benzaldehida, hiromsinnamaldehida, eugenol, eugenil, asetat, sinnamaldehida, sineol, sinnamal asetat, kariopillen, L-phellandren, p-simen dan α-pinen adalah komponen-komponen minyak atsiri kayu manis. Kayu manis dapat dimanfaatkan sebagai obat sariawan encok dan tekanan darah tinggi.
6
Selain itu dapat juga digunakan untuk mengobati muntah-muntah, asma, masuk angin, dan sebagai anti diare (Mardisiswojo 1985). 10. Merica/Lada Hitam Lada hitam adalah buah lada yang masih mempunyai kulit yang berwarna hitam hasil fermentasi dan penjemuran. Lada adalah buah dari pohon Piper ningrum L. , yang berasal dari famili Piperaceae. Lada hitam mengandung sekitar 1.5% minyak volatil dan lebih dari 6% oleoresin (Farrel 1990). Minyak atsiri lada hitam mengandung karen, simen, limonen, phellandren, pinen, sabinen, bisabolen, kariopillen, kopaen, elemen, humulen dan terpinen-4-ol. Lada secara umum dapat digunakan untuk mengobati haid yang tidak teratur, masuk angin, influensa, demam dan tekanan darah rendah (Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso 1985). 11. Gula Merah/Gula Palma Menurut SNI (1995) gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira palma, yaitu aren (Arenga pinata, merr), kelapa (Cocos nucifera, linn), siwalan (Borassus flabellifer) atau jenis palma lainnya dan berbentuk cetak atau serbuk. Syarat mutu gula palma dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Dachlan (1986), pada dasarnya proses pembuatan gula merah adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan. Nira segera dibersihkan dari kotoran-kotoran dengan cara penyaringan dengan menggunakan ijuk, kemudian dituangkan kedalam wadah dan segera dipanaskan. Nira tersebut akan mendidih dan menimbulkan buih yang meluap-luap yang berwarna kuning sampai coklat dan semakin lama akan meluap naik.
Tabel 1. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan Cetak Butiran/granula 1 1.1 1.2 1.3 2
Keadaan Bentuk Rasa dan aroma Warna
Bagian yang tidak larut dalam air 3 Air 4 Abu 5 Gula pereduksi 6 Jumlah gula sebagai sakarosa 7 Cemaran logam 7.1 Seng 7.2 Timbal 7.3 Tembaga 7.4 Raksa 7.5 Timah 8 Arsen (BSN 1995)
% b/b
Normal Normal, khas Kuning kecoklatan sampai coklat Maks. 10
Normal Normal, khas Kuning kecoklatan sampai coklat Maks. 0.2
% b/b % b/b % b/b % b/b
Maks. 10.0 Maks. 2.0 Maks. 10.0 Maks. 77
Maks. 3.0 Maks. 2.0 Maks. 6.0 Maks. 90.0
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 40.0 Maks. 2.0 Maks. 10.0 0.03 40.0 1.0
Maks. 40.0 Maks. 2.0 Maks. 10.0 0.03 40.0 1.0
Nira merupakan larutan gula, tetapi di dalamnya terdapat zat yang tidak larut dalam air dalam bentuk emulsi seperti protein dan lilin. Pada saat dididihkan butir-butir air akan menempel pada butir-butir emulsi dan mengangkatnya kepermukaan sebagai buih. Bila buih tidak dibuang, pada saat nira menjadi kental, buih akan teraduk kebagian dalam dan karena warnanya lebih muda maka gula yang dihasilkan akan berbintik-bintik putih (Tjiptahadi 1984). Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap komposisi gula palma yang beredar di pasaran, seperti yang dilakukan oleh Santoso (1988) dan Imanda (2007) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.
7
Tabel 2. Komposisi gula palma Komponen
SNI 01-3743-1995
Menurut Santoso
Menurut Imanda
(1988)
(2007)
Kadar air (% bb)
Maks. 10.0
11.95
8.8
Kadar abu (% bb)
Maks. 2.0
2.47
3.6
Kadar lemak (% bb)
-
1.42
1.9
Kadar protein (% bb)
-
1.77
2.9
Kadar karbohidrat (%bb)
-
91.53
82.8
Bagian tak larut (%)
Maks. 1.0
2.54
0.2
C. Minuman Instan Sediaan instan adalah sediaan yang siap dikonsumsi (siap saji) dengan penambahan air hangat atau air panas dan penambahan satu atau lebih bahan tambahan, sehingga sediaan instan lebih disukai oleh masyarakat dan rasanya juga lebih enak. Instanisasi membuat produk mudah dibawa, dapat disimpan sehingga dapat mempermudah pendistribusian produk, dan memperpanjang umur simpan produk. Serbuk instan yang diperoleh harus memenuhi syarat yaitu mudah dituang tanpa tersumbat, tidak higroskopis dan tidak menggumpal, mudah dibasahi dan cepat larut. Sediaan instan berlangsung melalui proses berulang serbuk yang diperoleh dan diakhiri dengan pengeringan. Pembuatan sediaan instan dilakukan dengan penambahan komponen lain atau bahan tambahan pangan seperti gula. Penambahan gula digunakan untuk kristalisasi, bahan pengawet, pemanis, serta penambah energi. Menurut Iskandar dan Tajudin (1990), kristalisasi adalah suatu proses pemisahan dengan cara pemekatan larutan sampai konsentrasi bahan yang terlarut (solut) menjadi lebih besar daripada pelarutnya pada suhu yang sama. Menurut Bennion dan Scheule (2004), proses kokristalisasi dapat digunakan dalam pembuatan produk pangan jenis instan. Chen dan Chou (1993), menyatakan bahwa kristalisasi spontan dapat terjadi dengan adanya pengadukan larutan gula murni superjenuh secara cepat yang akan menghasilkan agregrat kristal yang berukuran mikro. Bahan lain dapat disisipkan atau disusun dalam sebuah kristal sukrosa berukuran mikro yang merupakan hasil dari kristalisasi spontan. Sukrosa dengan tingkat kemurnian yang tinggi berperan sebagai bahan utama dimana bahan lain ditambahkan untuk membentuk struktur yang baru, sehingga akan terbentuk aglomerat dengan fungsionalitas yang baru. Larutan sukrosa yang ditambah dengan bahan lain dipekatkan hingga mencapai fase superjenuh dan dipertahankan pada temperatur yang cukup tinggi untuk mencegah kristalisasi. Sementara itu, sejumlah bahan lainnya yang merupakan bahan kedua dapat ditambahkan setelah penguapan/pemekatan. Larutan gula pekat kemudian diberi perlakuan pengadukan mekanis, yang mendorong nukleasi sehingga terbentuk kristal campuran gula dan bahan lain. Begitu larutan gula mencapai suhu dimana terjadi transformasi dan dimulainya kristalisasi, sejumlah besar panas mulai dipancarkan. Pengadukan diteruskan dengan tujuan mendorong dan memperpanjang transformasi/kristalisasi hingga aglomerat akan terlepas dari vessel secara cepat, dan tersaring menjadi ukuran yang sama. Produk kokristalisasi mengandung semua bagian padatan dari bahan baku. Konsep kokristalisasi dapat dilihat pada Gambar 5. Teknik kokristalisasi ini juga dikenal dengan istilah teknik kristalisasi gula semut. Teknik kristalisasi gula semut merupakan teknik yang digunakan dalam pembuatan gula semut. Meski demikian teknik ini juga dapat digunakan dalam pembuatan serbuk minuman yang berbasis gula. Menurut Cahyono (2005), satu sampai tiga kilogram gula pasir dilarutkan dalam satu liter air untuk membuat larutan gula. Kemudian dilakukan proses penyaringan, pemekatan larutan dengan pemanasan dan pendinginan yang disertai pengadukan dengan cepat untuk pembentukan serbuk. Proses kristalisasi akan menghasilkan serbuk berwarna kuning kecoklatan hingga coklat dan kadar air maksimum 3.0%. Keunggulan instanisasi dengan gula semut dibandingkan dengan teknologi (spray drying) adalah mudah, murah, peralatan sederhana dan tidak dibutuhkan kemampuan operator yang tinggi, sehingga bisa diterapkan pada industri kecil dan rumah tangga dan industri menengah.
8
Gambar 5. Konsep kokristalisasi
D. Analisis Kelayakan Bisnis berdasar Kriteria Investasi Industri pengolahan pangan skala kecil dan menengah memberikan kesempatan yang baik bagi seseorang menjadi entrepreneur. Pada saat memulai suatu bisnis atau usaha, seseorang mungkin akan mengalami hambatan, sehingga perlu diantisipasi sejak awal faktor-faktor yang dapat membawa ke arah kegagalan. Seorang calon entrepreneur tidak cukup hanya mengetahui bagaimana memproduksi suatu produk pangan mutu tinggi, tetapi juga harus mengetahui bagaimana cara menjual produk tersebut secara efektif dan bagaimana mengontrol aspek keuangan dari bisnis tersebut (Kusnandar et al. 2009) Dalam pengkajian aspek finansial (keuangan) diperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan kemudian mengoperasikan kegiatan bisnis. Dana untuk membangun usaha lazim disebut dana modal tetap, dipergunakan antara lain untuk membiayai kegiatan pra-investasi, pengadaan tanah, gedung, mesin, peralatan dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan bisnis serta pengadaan dana modal tetap itu sendiri, misalnya bunga pinjaman selama masa pembangunan usaha. Dana yang dibutuhkan untuk memutar roda operasi bisnis setelah selesai dibangun disebut dana modal kerja. Dalam perhitungan jumlah dana keseluruhan usaha, jumlah modal kerja dihitung secara netto dalam arti jumlah dana yang dibutuhkan untuk membiayai seluruh harta lancar dikurangi dengan jumlah hutang jangka pendek yang diharapkan dapat diperoleh dana tersebut dari pihak ketiga (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Setelah diketahui jumlah dana yang dibutuhkan kemudian dipelajari dari mana kemungkinan dana tersebut diperoleh. Berapa banyak investor akan menanamkan dananya dalam kegiatan bisnis, dari mana dan dalam jumlah berapa pinjaman dapat diperoleh bilamana dana dari investor tidak mencukupi, bagaimana persyaratan pinjaman tersebut, bagaimana pula kemampuan bisnis di masa depan memenuhi persyaratan tersebut. Langkah selanjutnya adalah mencari jawaban apakah penghasilan yang diperoleh selama masa kehidupan bisnis dapat memberikan keuntungan yang memadai kepada perusahaan dan pemilik bisnis. Tidak kalah pentingnya untuk dikaji adalah besar peranan bisnis dalam menyumbang pembangunan ekonomi dan sosial daerah sekitar serta negara secara keseluruhan baik secara langsung maupun tidak (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Untuk menentukan layak tidaknya suatu investasi ditinjau dari aspek keuangan, maka dapat digunakan beberapa kriteria. Setiap penilaian layak, perlu diberikan nilai yang standar untuk usaha yang sejenis dengan cara membandingkan dengan rata-rata industri atau target yang telah ditentukan. Kriteria yang biasa digunakan untuk menilai kelayakan investasi adalah payback periode (PP), net present value (NPV), internal rate of return (IRR), dan profitability index (PI) (Kusnandar et al. 2009). Sedangkan menurut (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009) beberapa kriteria investasi diantaranya adalah nilai bersih kini (Net Present Value= NPV), rasio manfaat biaya (Gross Benefit Cost Ratio= Gross B/C, Net Benefit Cost Ratio= Net B/C), tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return= IRR), dan profitability ratio (PV/K). Jangka waktu pengembalian modal investasi (Payback Periode= PP) merupakan metode pelengkap penilaian investasi.
9
METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah bahan untuk formulasi dan bahan untuk analisis. Bahan untuk formulasi diantaranya gula merah, gula pasir, jahe, sereh, air, kelapa parut, dan serbuk campuran rempah yang terdiri atas adas, kulit pala, merica, cabai jawa, manis jangan, pekak, pulosari, pala, kayu mesoyi, dan kapulaga. Sedangkan bahan untuk analisis diantaranya CaCO3, Na-oksalat, larutan Pb asetat jenuh, larutan glukosa standar, pereaksi Anthrone, metanol, larutan DPPH, air destilata, HCl, H2SO4, toluena, alkohol, H3BO3, K2SO4, NaOH-Na2S2O3 dan metanol. Alat yang digunakan adalah kompor, panci, wajan, blender, ayakan, sudip, cawan, desikator, oven, tanur, labu Kjeldahl, labu lemak, gelas piala, labu takar 100 ml, tabung reaksi bertutup, pipet, penangas air, kuvet spektrofotometer, Chromameter CR-300 Minolta.
B. Metode Penelitian 1. Penentuan Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir Tahap awal penelitian dilakukan untuk menentukan perbandingan antara gula merah dan gula pasir yang digunakan dalam proses pembuatan minuman instan Coro dengan teknik kokristalisasi. Sukrosa yang merupakan komponen penyusun gula pasir digunakan sebagai bahan penyalut dalam proses kokristalisasi. Tetapi, minuman Coro menggunakan gula merah sebagai bahan bakunya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan kombinasi gula pasir dan gula merah. Ada tiga kombinasi gula merah dan gula pasir yang diujikan, yaitu 80:20, 70:30, dan 60:40. Hal pertama yang dilakukan adalah penimbangan gula sesuai dengan kombinasi yang ditentukan dengan basis total gula adalah 100 gram. Gula yang telah ditimbang jumlahnya kemudian ditambahkan air dengan perbandingan gula dan air 1-3:1 (Cahyono 2005). Selanjutnya dilakukan pemanasan larutan gula dengan api sedang sehingga terbentuk larutan yang lewat jenuh. Setelah terbentuk larutan yang lewat jenuh, pemanasan dihentikan dan dilakukan proses pendinginan dengan disertai pengadukan hingga terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk kemudian dihaluskan menggunakan blender hingga berbentuk serbuk dan diayak dengan ayakan 1050 mesh. Diagram proses pembuatan serbuk gula dapat dilihat pada Lampiran 1. Perbandingan gula merah dan gula pasir yang digunakan untuk tahap selanjutnya didasarkan pada waktu pembentukan kristal dan kadar air serbuk yang dihasilkan. Perbandingan yang terpilih akan digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu pembuatan instan Coro.
2.
Formulasi Minuman Instan Coro
Setelah diperoleh kombinasi gula merah dan gula pasir, kemudian dilakukan tahap formulasi minuman instan Coro. Minuman Coro terbuat dari 12 macam jenis rempah yang terbagi menjadi dua kelompok berdasar bentuk penggunaannya, yaitu rempah dalam bentuk serbuk kering dan rempah dalam bentuk segar. Sepuluh dari dua belas macam rempah digunakan dalam bentuk serbuk kering. Kesepuluh rempah tersebut adalah adas, kulit pala, merica, cabai jawa, manis jangan, pekak, pulosari, pala, kayu mesoyi, dan kapulaga. Kesepuluh rempah ini diolah dan dicampur menjadi satu hingga berwujud serbuk. Selanjutnya, campuran kesepuluh rempah ini disebut serbuk campuran rempah. Proses pembuatan dan komposisi dari serbuk campuran rempah dapat dilihat pada Lampiran 2. Serbuk campuran rempah yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk campuran yang sudah jadi dan dibeli di pasar tradisional di daerah Juwana, Pati. Serbuk campuran rempah yang digunakan dibeli dari pedagang rempah utama yang terdapat di daerah Juwana. Dua rempah lain yang digunakan dalam bentuk segar adalah jahe dan sereh. Jahe dan sereh digunakan dalam bentuk segar untuk diambil ekstraknya dengan menggunakan pelarut air. Proses ekstraksi jahe dan sereh diawali dengan pembersihan rempah. Selanjutnya, untuk pembuatan ekstrak jahe, jahe dikupas dan diparut. Setelah itu diambil ekstraknya dengan dilakukan pemerasan parutan jahe dan diakhiri dengan penyaringan. Proses ekstraksi jahe tidak menggunakan air. Hal ini dilakukan dengan
10
tujuan memperoleh ektrak jahe dengan flavor yang kuat jika dibanding dengan ekstrak jahe dengan air sebagai pelarut karena selain sebagai media pelarut, air juga dapat menjadi media pengencer. Sedangkan untuk pembuatan ekstrak sereh digunakan air sebagai pelarut. Sereh yang telah dibersihkan kemudian dipotong-potong untuk selanjutnya direbus dengan air hingga mendidih. Setelah itu dilakukan penyaringan sehingga diperoleh ekstrak sereh. Air digunakan dalam pembuatan ekstrak sereh karena tidak seperti jahe yang dapat menghasilkan banyak cairan (ekstrak) hanya dengan penghalusan dan penyaringan, sereh tidak banyak menghasilkan cairan jika hanya dihaluskan dan disaring. Selain ekstrak jahe dan ekstrak sereh, perlu disiapkan santan sebelum membuat instan Coro. Proses pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh, dan santan dapat dilihat pada Lampiran 3. Proses pembuatan minuman instan Coro dilakukan sama seperti proses pembuatan serbuk gula pada tahap satu, yang membedakan adalah adanya penambahan bahan lain selain gula. Proses pembuatan minuman instan Coro diawali dengan pembuatan larutan gula dengan bantuan sedikit air untuk melarutkan gula. Pembuatan larutan gula ini juga dibantu dengan proses pemanasan. Proses selanjutnya adalah menambahkan bahan-bahan lain ke dalam larutan gula. Serbuk campuran rempah ditambahkan sejak awal proses pemanasan sedangkan ekstrak jahe dan ekstrak sereh ditambahkan ditengah proses pemanasan. Selain itu, santan juga ditambahkan di akhir proses pemanasan. Setelah tercapai kondisi superjenuh kemudian dilakukan proses pendinginan yang disertai dengan pengadukan. Proses pendinginan yang disertai pengadukan ini akan menghasilkan kristal dengan ukuran yang cukup kecil. Ada tiga formulasi yang digunakan dalam tahapan formulasi minuman instan Coro. Ketiga formulasi ini memiliki perbedaan dari jumlah ekstrak yang digunakan. Pemilihan perbedaan ini didasarkan pada karakteristik minuman yang paling menonjol yaitu rasa pedas yang memiliki efek menghasilkan sensasi hangat. Rasa pedas ini ditimbulkan karena adanya jahe dan merica dalam minuman Coro. Akan tetapi, karena merica digunakan dalam bentuk serbuk campuran rempah maka akan lebih mudah jika formulasi dilakukan berdasar perbedaan jumlah ekstrak jahe. Setelah dilakukan pembuatan minuman instan Coro dengan masing-masing formulasi maka dilakukan uji organoleptik untuk menentukan formula yang terpilih sebagai formula akhir minuman instan Coro. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik menggunakan uji rating skala kategorik dengan skala dari 1 sampai 7 yang merepresentasikan tingkat kesukaan panelis dari sangat suka hingga sangat tidak suka. Panelis yang digunakan sebanyak 70 orang. Atribut yang diujikan antara lain rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan (overall). Uji organoleptik dilakukan terhadap minuman instan Coro yang merupakan hasil seduhan dari serbuk Coro hasil kokristalisasi. Minuman disajikan dalam kondisi masih hangat. Worksheet dan skorsheet uji rating hedonik dapat dilihat pada Lampiran 6.
C. Metode Analisis Formula Terpilih Produk minuman instan yang dihasilkan kemudian dianalisis. Analisis yang dilakukan antara lain analisis kadar air, kadar abu, kadar gula, analisis antioksidan, dan uji kelarutan serbuk instan.
1.
Rendemen (Kusnandar et al. 2006) Rendemen =
2.
100
Analisis Kadar Air metode Azeotropik (BSN 1995)
Labu didih dan labu Bidwell-Sterling dikeringkan dalam oven 105oC hingga kering kemudian dikeringkan dalam desikator. Tiga gram contoh dimasukkan dalam labu didih (Ws) dan ditambahkan 60-80 ml toluena. Rangkai labu didih dan labu Bidwell-Sterling pada alat pemanas. Refluks dengan suhu rendah (skala hot plate 4-5) selama 45 menit. Naikkan suhu (skala 8) dan lakukan pemanasan selama 60-90 menit. Baca volume air yang terdestilasi (Vs). Penetapan faktor destilasi Labu didih dan labu Bidwell-Sterling dikeringkan dalam oven 105oC hingga kering kemudian dikeringkan dalam desikator. Empat gram air dimasukkan dalam labu didih (W) dan ditambahkan 60-80 ml toluena. Rangkai labu didih dan labu Bidwell-Sterling pada alat pemanas. Refluks dengan suhu rendah (skala hot plate 4-5) selama 45 menit. Naikkan suhu (skala 8) dan lakukan pemanasan selama 60-90 menit. Baca volume air yang terdestilasi (V).
11
FD = x FD x 100%
Kadar air = Keterangan : FD W V Ws Vs
3.
= faktor destilasi (gr/ml) = berat air yang akan didestilasi (gr) = volume air yang terdestilasi (ml) = berat contoh (gr) = volume air yang didestilasi dari contoh (ml)
Analisis Kadar Air metode Oven (AOAC 1995)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (A). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan. Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven 100oC selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan, kemudian ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot konstan (C). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut: (
Kadar air (% bb) = Kadar air (% bk) =
)
( (
) )
100% 100%
Ket: bb = basis basah bk = basis kering
4.
Analisis Kadar Abu (AOAC 1995)
Cawan yang dipersiapkan untuk pengabuan contoh dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut: Kadar abu (% bb) = Kadar abu (% bk) =
5.
100% (% (%
) )
Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan ekstraksi soxhlet yang akan digunakan, dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dalam selongsong yang terbuat dari kertas bebas lemak, kemudian di refluks selama 6 jam. Pelarut yang ada di dalam labu didestilasi kemudian pelarutnya ditampung, selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven selama 2 jam sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, kemudian labu bersama lemak tersebut ditimbang (B). Rumus perhitungannya sebagai berikut : A−B Kadar lemak (%) = × 100 berat contoh (gr) Keterangan : A = berat labu lemak + lemak hasil ekstraksi (grm) B = berat labu lemak kosong (g)
12
6.
Analisis Kadar Protein Metode Mikro Kjehldal (AOAC 1995)
Sebanyak 1-2 gram contoh ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.9±0.1 gram K2SO4, 40±10 ml H2O, dan 2.0±0.1 ml H2SO4. Selanjutnya contoh didihkan sampai cairan jernih. Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl lalu dicuci dengan air kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi. Selanjutnya ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Di bawah kondensor diletakkan erlemenyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol). Ujung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3 kemudian isi erlemenyer diencerkan sampai 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.02% sampai terjadi perubahan warna menjadi abu. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus : % Total nitrogen =
(HCl − blanko)ml × N HCl × 14.007 × 100 berat contoh (mg)
% Protein = % total N × FK Keterangan : FK (faktor korelasi) = 6.25
7.
Analisis Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar karbohidrat (% bb) = 100% − % kadar (air + abu + lemak + protein)
8.
Analisis Total Gula
Tahap persiapan contoh Sebanyak 5 ml contoh dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambahkan 95 ml air destilata dan 1 g CaCO3. Contoh dididihkan selama 30 menit, didinginkan, dan ditambahkan larutan Pbasetat jenuh hingga larutan menjadi jernih. Selanjutnya, larutan disaring. Tambahkan 1.5 g Naoksalat kering ke dalam filtrat untuk mengendapkan Pb. Selanjutnya contoh kembali disaring. Sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan air destilata. Tahap pembuatan kurva standar Siapkan satu seri tabung reaksi bertutup. Pipet larutan glukosa standar 0.2 mg/100 ml sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml, kemudian ditambahkan air destilata hingga volume masing-masing tabung 1 ml. Buat larutan blanko dengan memipet 1 ml air destilata ke dalam tabung reaksi lain. Tambahkan 5 ml pereaksi Anthrone ke dalam masing- masing larutan glukosa standar dan blanko, dikocok hingga merata, dan dipanaskan di atas penangas air selama 12 menit. Setelah didinginkan, larutan dipindahkan ke dalam kuvet dan absorbansinya dibaca menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 630 nm. Selanjutnya dibuat hubungan kurva standar antara konsentrasi dan absorbansi. Tahap analisis contoh Ambil 5 ml larutan hasil persiapan sampel ke dalam labu ukur 100 ml dan tepatkan volume dengan air destilata hingga tanda tera. Sebanyak 1 ml contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan diperlakukan seperti pada tahap pembuatan kurva standar. Total gula (%) =
100
Ket : G = kandungan glukosa dalam sampel (gr) FP = faktor pengenceran W = berat contoh (gr)
9.
Analisis Kapasitas Antioksidan metode DPPH
Sebanyak 6 gram sampel diseduh dengan 50 ml akuades mendidih untuk membuat larutan sampel. Sebanyak 1 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 7 ml metanol (sebagai blanko adalah 8 ml metanol). Tambahkan 2 ml larutan
13
DPPH (sehingga konsentrasi akhir larutan DPPH menjadi 0.2 mM) lalu divortex. Diamkan selama 30 menit dalam suhu ruang. Ukur absorbansi larutan pada 517 nm. Nyatakan aktivitas antioksidan dalam bentuk presentase penghambatan terhadap radikal DPPH (scavenging activity). [
]
× 100%
Kapasitas antioksidan (%)
=
AEAC (mg asam askorbat/100 g)
= jumlah asam askorbat (mg) x ( (
(
) x
)
)
10. Analisis Warna Kalibrasi alat Alat dipersiapkan dan dihubungkan dengan arus listrik. Tekan “calibrate” kemudian masukkan data kalibrasi Y, x, dan z yang terdapat pada penutup bagian dalam plat kalibrasi. Letakkan measuring head pada plat kalibrasi yang berwarna putih. Tekan measure atau tekan tombol pada measuring head. Alat akan melakukan tiga kali pengukuran. Alat akan menyimpan data kalibrasi dalam memorinya. Pengukuran warna contoh Analisis warna menggunakan Chromameter CR-300 Minolta dilakukan dengan meletakkan measuring head pada contoh yang akan diukur kemudian dilakukan pengukuran dengan menekan tombol measure. Hasil pengukuran ditampilkan dalam notasi L*a*b*.
11. Waktu Rehidrasi Timbang 0.1 g contoh. Masukkan contoh ke dalam 100 ml air dan catat waktu yang dibutuhkan contoh untuk terdispersi.
12. Bagian yang Tak Larut dalam Air Timbang lebih kurang 20 g contoh, masukkan ke dalam gelas piala 400 ml, tambah 200 ml air panas, aduk hingga larut. Saring ke dalam kertas saring yang telah dikeringkan dalam keadaan panas. Bilas gelas piala dengan air panas dan saring air bilasan. Keringkan kertas saring dalam oven pada suhu 105 oC selama 2 jam, dinginkan dan timbang sampai bobot tetap. Bagian yang tak larut dalam air =
× 100%
Keterangan: w = bobot sampel w1 = bobot botol timbang + kertas saring berisi bagian yang tak dapat larut w2 = bobot cawan + kertas saring kosong
D. Analisis Kelayakan Usaha berdasarkan kriteria Investasi (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009) a)
NPV NPV= ∑
/ (
)
−∑
/ (
)
Keterangan: Bt = manfaat pada tahun t Ct = biaya pada tahun t t = tahun kegiatan bisnis (t= 0, 1, 2, 3,...n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya. i = tingkat discount rate (%)
14
Indikator: Jika NPV>0 (positif), maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika NPV<0 (negatif), maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan b)
Gross Benefit-Cost Ratio ∑
Gross B/C=
∑
/ (
)
/ (
)
Keterangan: Bt= manfaat pada tahun t Ct= biaya pada tahun t t= tahun kegiatan bisnis (t= 0, 1, 2, 3,...n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya. i= tingkat discount rate (%) Indikator: Jika Gross B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Gross B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan c)
Net Benefit-Cost Ratio ∑
Net B/C=
∑
/ ( / (
) )
(
)
(
)
Keterangan: Bt= manfaat pada tahun t Ct= biaya pada tahun t t= tahun kegiatan bisnis (t= 0, 1, 2, 3,...n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya. i= tingkat discount rate (%) Indikator: Jika Net B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Net B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan d)
Internal Rate of Return (IRR) IRR=
+
( − )
Keterangan: i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1= NPV positif NPV2= NPV negatif Indikator: Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR)
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir Coro merupakan minuman tradisional khas Pati Jawa Tengah. Minuman Coro terbuat dari bahan dasar dua belas macam rempah, santan, dan gula merah. Selain sebagai pemberi rasa manis, gula merah juga berkontribusi pada warna coklat kemerahan minuman Coro. Tidak hanya gula merah, warna minuman Coro juga dipengaruhi oleh serbuk campuran rempah dan santan. Teknik kokristalisasi yang akan digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro adalah sebuah teknik enkapsulasi menggunakan sukrosa yang berasal dari campuran gula merah dan gula pasir. Gula pasir digunakan karena hampir semua komponennya adalah sukrosa dan tidak banyak mengandung komponen pencemar (komponen lain selain sukrosa). Meskipun banyak mengandung pencemar (gula lain selain sukrosa, pecahan kelapa, serta pecahan kulit kelapa), gula merah digunakan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan gula pasir. Hal ini untuk mempertahankan rasa khas pada minuman Coro. Tahap pertama pada penelitian ini adalah pemilihan kombinasi gula merah dan gula pasir yang akan digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro. Pemilihan didasarkan pada waktu pembentukan kristal dan kadar air serbuk gula yang dihasilkan. Ada tiga kombinasi gula merah dan gula pasir yang diujikan, yaitu jumlah gula merah dan gula pasir dengan perbandingan 80:20, 70:30, dan 60:40. Teknik yang dilakukan pada tahap pertama merupakan teknik kokristalisasi, hanya saja kokristalisasi dilakukan tanpa penambahan bahan lain selain gula. Proses kokristalisasi dapat diterapkan pada kristalisasi sukrosa. Dalam proses kokristalisasi, kristalisasi spontan larutan gula murni superjenuh akan tercapai dengan pengadukan cepat, menghasilkan agregrat kristal berukuran mikro sebagai hasil dari proses pendinginan. Agregrat yang dihasilkan memiliki kenampakan seperti spons, dengan ruang kosong cukup besar dan luas permukaan yang meningkat. Kehadiran bahan lain akan menjadikan terciptanya dispersi tak terbatas hampir diseluruh area permukaan dari agregrat sukrosa (Bennion and Scheule 2004). Gula dapat larut dalam air dan akan mencapai level jenuh pada konsentrasi 66.6%. Tetapi, sangatlah mungkin melarutkan lebih banyak gula dalam air hingga mencapai kondisi superjenuh dengan bantuan panas (Lees 1999). Tahapan kokristalisasi diawali dengan melarutkan campuran gula dalam air dengan perbandingan gula dan air 2:1. Selanjutnya campuran gula dipanaskan hingga mencapai kepekatan tertentu. Menurut Bhandari et al. (1998), kristalisasi spontan larutan gula superjenuh tercapai pada suhu tinggi (120oC) dan kadar air rendah (95-97obrix), komponen aroma dapat ditambahkan saat kristalisasi spontan. Ketercapaian tingkat kepekatan larutan gula dapat diamati dengan cara meneteskan larutan gula dalam air. Jika larutan gula mengeras di dalam air maka tingkat kepekatan larutan gula sudah tercapai. Setelah larutan gula mencapai tingkat kepekatan yang diinginkan kemudian dilakukan pendinginan larutan gula. Pendinginan cukup dilakukan pada suhu ruang dengan disertai pengadukan hingga terbentuk kristal gula. Kristal gula yang terbentuk kemudian dihaluskan dan disaring dengan saringan ukuran 1050 mesh. Secara umum tahapan proses pembuatan minuman instan dengan teknik kokristalisasi meliputi penyiapan larutan gula jenuh dan dipertahankan pada suhu tersebut untuk menghindari pengkristalan, penambahan bahan yang akan dienkapsulasi, pengadukan untuk mendapatkan campuran yang homogen, pengkristalan, pengeringan, dan penyeragaman ukuran (Antara 1997). Tahap pertama penelitian diawali dengan pembuatan serbuk gula dengan ketiga kombinasi gula merah dan gula pasir yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan pengukuran waktu pembentukan kristal secara spontan. Pembentukan kristal secara spontan terjadi saat proses pendinginan yang disertai pengadukan. Hasil pengukuran waktu pendinginan larutan gula hingga menjadi kristal gula dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pengukuran waktu pendinginan menunjukkan makin banyak jumlah gula pasir yang digunakan maka waktu yang dibutuhkan untuk pendinginan makin singkat. Kombinasi gula C memerlukan waktu pendinginan 207.67 detik sedangkan kombinasi gula B dan A memerlukan waktu pendinginan 233.67 detik dan 280.00 detik. Waktu pendinginan larutan gula dengan kombinasi gula C 33 detik lebih cepat dibanding waktu pendinginan kombinasi gula B dan 77 detik dibanding waktu pendinginan kombinasi gula A.
16
Tabel 3. Waktu pendinginan larutan gula hingga menjadi kristal gula Kode Kombinasi gula Waktu pendinginan sampel
(gula merah : gula pasir)
(detik)
A
80:20
283.00
B
70:30
233.67
C
60:40
207.67
Geary (2008) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal dari larutan gula adalah ada tidaknya faktor pencemar (impurities). Keberadaan bahan pencemar (impurities) dalam larutan sukrosa berpengaruh pada kecepatan pembentukan kristal sukrosa. Telah diketahui bahwa beberapa monosakarida dapat mendorong efek yang memperlambat kecepatan pertumbuhan kristal sukrosa dari larutan. James (1999) menyebutkan bahwa gula invert merupakan salah satu dari bahan pencemar (impurities) dalam gula. Campuran gula invert dan sukrosa lebih mudah larut dibanding larutan sukrosa serta lebih sulit terbentuk kristal, proses kristalisasi campuran gula akan lebih mudah dikontrol jika campuran gula tidak mengandung gula invert (Bennion and Scheule 2004). Sukrosa mengalami proses hidrolisis sehingga ikatan glikosidik pecah dan menghasilkan campuran glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa dikenal sebagai gula invert yang merupakan komposisi utama dari madu (Geary 2008). Gula merah mengandung jenis gula selain sukrosa. Jenis gula yang menyusun gula merah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pemisahan jenis gula pada gula merah menggunakan HPLC Jenis Gula (%) Gula Kelapa Gula Aren Gula Semut Sukrosa
85.27
90.40
91.27
Fruktosa
6.67
3.77
2.04
Glukosa
4.88
2.50
2.93
Maltosa
3.19
3.68
3.76
(Santoso 1988) Gula pasir kemungkinan adalah bahan pangan paling murni yang pernah diketahui, mengandung 99.95% (bk) sukrosa (James 1999). Jika dibandingkan dengan gula merah, gula pasir memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Gula pasir merupakan komponen proses yang sangat mempengaruhi pembuatan minuman instan Coro menggunakan teknik kokristalisasi. Hal ini terbukti dengan makin singkatnya waktu pendinginan dengan makin banyaknya jumlah gula pasir yang ditambahkan. Selain pengukuran waktu pendinginan, dilakukan pula pengukuran kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi tiap komposisi gula. Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil Anova menunjukkan kadar serbuk hasil kokristalisasi ketiga komposisi tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05, ditunjukkan dengan nilai sig. sampel (0.085) yang lebih besar dari nilai taraf signifikansi yang digunakan. Serbuk gula hasil kokristalisasi memiliki kadar air berkisar pada 2% (bb), dengan kadar air terendah dimiliki oleh serbuk gula hasil kokristalisasi kombinasi C yaitu sebesar 2.21%. Sedangkan dua serbuk gula yang lain memiliki kadar air 2.22% dan 2.31% untuk kombinasi A dan B secara berurutan. Menurut Santoso (1988), kandungan fruktosa, glukosa, dan maltosa akan meningkat dengan makin rendahnya kandungan sukrosa yang akan menyebabkan peningkatan kadar air sehingga kekerasan gula menurun. Makin banyak gula merah yang digunakan dalam komposisi campuran gula yang diujikan maka kandungan gula invert pun semakin besar. Oleh karena itu, serbuk gula yang dibuat dari gula merah dengan jumlah yang lebih banyak memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding serbuk gula yang dibuat dari gula merah dengan jumlah yang lebih sedikit. Hasil penelitian Bhandari, Datta, D’Arcy dan Rintoul (1998) menunjukkan bahwa pada kokristalisai madu dengan perbandingan sukrosa dan madu 80:20, produk yang dihasilkan berbentuk semi solid, sedangkan pada perbandingan 85:15 dan 90:10, produk yang dihasilkan berupa kristal granular.
17
Tabel 5. Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi Kombinasi Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi Kode gula merah : gula pasir (% bb) (% bk) A
80:20
2.31
2.37
B
70:30
2.22
2.27
C
60:40
2.21
2.26
Komposisi gula yang akan digunakan untuk proses selanjutnya ditentukan dengan mempertimbangkan waktu pendinginan dan kadar air akhir serbuk gula. Berdasarkan hasil pengujian waktu pendinginan dan kadar air serbuk gula, kombinasi C memerlukan waktu pendinginan yang lebih singkat dan memilki kadar air serbuk gula yang paling rendah dibanding dua komposisi yang lain. Oleh karena itu, pada proses selanjutnya akan digunakan kombinasi gula C, yaitu komposisi gula dengan perbandingan gula merah dan gula pasir 60:40.
B. Formulasi Minuman Setelah memperoleh komposisi gula merah dan gula pasir yang digunakan, tahapan selanjutnya adalah formulasi minuman. Minuman Coro terbuat dari 12 rempah. Berdasarkan bentuknya setelah diolah, ada dua macam rempah yang digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro, yaitu rempah dalam bentuk kering serta rempah dalam bentuk segar. Rempah yang berbentuk kering diantaranya adas, kulit pala, merica, cabai jawa, manis jangan, pekak, pulosari, pala, kayu mesoyi, dan kapulaga. Kesepuluh rempah ini diolah dengan penyangraian dan penghalusan hingga menjadi serbuk campuran rempah. Pembuatan serbuk campuran rempah dapat dilihat di Lampiran 2. Serbuk campuran rempah diperoleh dari pedagang rempah di pasar Juwana, Pati. Komposisi serbuk campuran rempah dapat dilihat di Lampiran 2. Penggunaan serbuk rempah ini dimaksudkan untuk memaksimalkan flavor yang terkandung di dalam rempah mengingat proses yang digunakan merupakan proses dengan suhu tinggi yang dapat merusak bahkan menghilangkan flavor rempah. Selain itu digunakan pula rempah dalam kondisi segar, yaitu jahe dan sereh. Jahe dan sereh digunakan dalam bentuk segar untuk diambil ekstraknya. Proses kokristalisasi merupakan proses dimana terjadi pelapisan atau penggabungan bahan kedua dalam lapisan kristal sukrosa berukuran mikro dengan kristalisasi spontan (Bennion dan Scheule 2004). Kokristalisasi adalah proses enkapsulasi dimana terjadi pengubahan struktur kristal sukrosa yang teratur menjadi kristal aglomerasi yang tidak teratur, sehingga terbentuk matriks berpori yang dapat disisipi ingredient lain (Chen et al 1988). Proses kokristalisasi sudah diterapkan dalam proses enkapsulasi ingredient yang mengandung flavor khas, diataranya minyak kulit jeruk (Beristain et al. 1996), pulp buah jeruk (Antara 1997), ektrak yerba mate (Deladino et al. 2010), dan madu (Bhandari et al. 1998). Selain itu, menurut Barbara dan Scheule (2004), penyatuan campuran bahan dalam matriks kristal sukrosa dapat juga digunakan dalam pembuatan produk instan yang memiliki keunggulan sifat fungsional, seperti fungsi gelling, aerasi, dan emulsifikasi seperti campuran puding, campuran gelatin untuk dessert, campuran minuman beraroma, dan campuran icing. Pembuatan minuman instan Coro diawali dengan pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh dan santan kental. Proses pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh dan santan kental dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh, dan santan kental, proses selanjutnya adalah proses pembuatan minuman instan Coro dengan teknik kokristalisasi. Air, gula, dan serbuk rempah dipanaskan bersama hingga gula terlarut semua. Larutan gula terus dipanaskan hingga konsentrasi gula mencapai tingkat kepekatan yang diinginkan. Penambahan ekstrak jahe dan ekstrak sereh ke dalam larutan gula dilakukan ditengah-tengah proses pemanasan. Hal ini merupakan upaya mengurangi hilangnya komponen volatil akibat pemanasan. Sedangkan santan kental ditambahkan saat pemanasan sudah hampir selesai untuk mencegah kemungkinan overheating santan. Santan memiliki total padatan yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian Tipvarankarnkoon (2009), santan yang dibuat dengan penambahan air memiliki total padatan 24.52% dan santan yang dibuat tanpa penambahan air memiliki total padatan 33.5%. Santan yang digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro merupakan santan yang diekstrak menggunakan sedikit air dengan perbandingan parutan kelapa dan air 2:1. Pemanasan mengakibatkan kadar air santan menurun. Jika pemanasan berlebihan, maka padatan yang terdapat dalam santan dapat mengalami kerusakan sehingga berakibat terbentuknya residu padatan santan. Adanya residu padatan yang berasal dari
18
overheating santan dikhawatirkan akan memperbanyak total padatan tidak larut dalam produk minuman instan Coro. Tahap formulasi dilakukan dengan menggunakan tiga formula. Formulasi dilakukan dengan memvariasikan jumlah ekstrak jahe yang digunakan. Pemilihan jumlah ekstrak jahe sebagai variasi formula dilakukan dengan menilik pada karakteristik minuman yang pedas. Karakter utama yang menonjol dari jahe adalah rasa pedasnya. Menurut Wohlmuth et al. dalam Ali et.al (2008), rasa pedas pada jahe segar terutama disebabkan oleh senyawa gingerol yang merupakan seri homolog dari fenol. Dibandingkan dengan bahan rempah lainnya, jahe paling mempengaruhi karakter pedas minuman Coro. Meski demikian, selain jahe, merica juga memberikan pengaruh pada rasa pedas minuman. Rasa pedas dari merica disebabkan oleh keberadaan senyawa piperin. Akan tetapi karena merica digunakan dalam bentuk sudah tercampur dalam serbuk campuran rempah maka variasi jahe lebih memungkinkan untuk dilakukan. Tiga formula yang diujikan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Formulasi minuman instan Coro Bahan
Formula X
Y
Z
Gula merah (gram)
180
180
180
Gula pasir (gram)
120
120
120
9
9
9
Ekstrak jahe (ml)
90
120
150
Ekstrak sereh (ml)
30
30
30
Santan kental (ml)
30
30
30
Serbuk rempah (gram)
Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan formula mana yang terpilih untuk selanjutnya dilakukan uji produk akhir. Uji organoleptik menggunakan uji rating hedonik dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap produk. Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji kesukaan disebut juga uji hedonik, dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk di antara produk lain secara langsung. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat pengembangan produk atau pembandingan produk dengan produk pesaing. Pada uji rating hedonik minuman instan Coro, atribut yang diujikan meliputi rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan. Skala penilaian yang digunakan adalah skala kategori dengan skala 1 yang menyatakan tingkat kesukaan sangat suka hingga skala 7 yang menyatakan tingkat kusukaan sangat tidak suka. Uji rating hedonik dilakukan dengan 70 panelis tidak terlatih yang bukan merupakan konsumen minuman tradisional Coro. Penggunaan panelis yang bukan merupakan konsumen minuman tradisional Coro sangat mungkin memberikan hasil yang tidak mewakili konsumen asli minuman ini. Akan tetapi, justru dapat menunjukkan apakah minuman ini dapat diterima oleh konsumen yang lebih luas atau tidak. Sebagai pelengkap hasil uji organoleptik dilakukan survey untuk mengetahui ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah ataupun jahe. Survey ini dilakukan untuk mengetahui pemetaan panelis yang digunakan sehingga dapat dihubungkan dengan hasil uji organoleptik yang diperoleh. Diharapkan bahwa hasil uji organoleptik tidak dipengaruhi oleh ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah atau jahe. Survey dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada panelis apakah panelis tidak menyukai rempah-rempah atau jahe setelah panelis melakukan uji hedonik. Hasil yang diperoleh adalah dari 70 panelis yang melakukan penilaian produk terdapat 50 panelis menyatakan suka terhadap rempah-rempah atau jahe, 8 panelis menyatakan agak suka, dan 12 panelis menyatakan tidak suka. Dari hasil pemetaan panelis berdasar ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe maka dapat dinyatakan bahwa komposisi panelis tidak akan memberikan pengaruh negatif terhadap uji kesukaan minuman instan Coro. Hal ini tidak lain dikarenakan jumlah panelis yang menyatakan tidak suka terhadap rempah-rempah kurang dari setengah dari total panelis. Atribut Rasa Dalam istilah fisiologis, indera perasa dapat dideskripsikan sebagai sensasi yang kita rasakan dalam mulut saat mengkonsumsi makanan atau minuman yang merupakan hasil dari interaksi kimia
19
Frekuensi rating kesukaan
antara komponen pangan dengan jaringan indera perasa pada lidah dan daerah lain dalam mulut. Biasanya, kita menyebutnya dengan pucuk perasa (Shachman 2005). Hasil uji organoleptik menunjukkan lebih dari 50% panelis memberikan skor kesukaan yang berkisar antara agak suka hingga sangat suka terhadap atribut rasa. Hal ini tidak hanya terjadi untuk satu formula saja tapi juga pada dua formula yang lain dengan rata-rata rating kesukaan berkisar dari 3.04-3.29 (agak suka-netral). Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 6. Pengolahan data menggunakan Anova menunjukkan bahwa rasa ketiga formula sampel tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa sampel. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sig. sampel (0.520) yang lebih besar dibanding nilai signifikansi yang dipilih (0.05). Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa perbedaan formulasi ketiga sampel tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis terhadap atribut rasa minuman instan Coro. 23 22
25
23
suka
18
20 12
15
8
5 4
3
5
agak suka
13
11 8
10 5
sangat suka
22
7
5
1
netral
10 9
agak tidak suka 1
0
sangat tidak suka
0 X
tidak suka
Y Formula
Z
Gambar 6. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut rasa ketiga formula
Frekuensi rating kesukaan
Atribut Aroma Hasil uji organoleptik menunjukkan lebih dari 50% panelis memberikan skor kesukaan yang berkisar antara suka hingga sangat suka terhadap atribut aroma minuman instan Coro formula X dan Y. Sedangkan, untuk minuman instan Coro formula Z, lebih dari 50% panelis memberikan rating kesukaan yang berkisar antara agak suka hingga sangat suka. Rata-rata rating kesukaan panelis terhadap ketiga formula berkisar antara 2.63-2.80 (suka-agak suka). Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 7. Pengolahan data uji rating hedonik atribut aroma minuman instan Coro menggunakan Anova menunjukkan bahwa nilai sig. sampel (0.516) lebih besar dibanding nilai signifikansi yang digunakan (0.050). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formulasi ketiga minuman tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis terhadap aroma minuman Coro. 35 35 30 25 20 15 10 5 0
sangat suka
32 27
suka 22
7
32 0 X
agak suka
15
12 11 5
10 6
Y
9 4
7 2
0 Z
netral 1 0
agak tidak suka tidak suka sangat tidak suka
Formula
Gambar 7. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut aroma ketiga formula Atribut Kenampakan Pengujian selanjutnya dilakukan terhadap atribut kenampakan. Atribut ini dipilih dengan mempertimbangkan karakter minuman, yaitu adanya padatan yang masih terdapat dalam minuman. Padatan ini tak lain adalah padatan serbuk campuran rempah yang tidak larut air serta padatan dari santan yang digunakan. Dengan diujikannya atribut ini, diharapkan panelis akan menilai berdasar apa yang ditangkap oleh indera penglihatannya secara keseluruhan bukan hanya warna minuman saja. Hasil uji organoleptik menunjukkan penyebaran rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan yang merata dengan rata-rata rating kesukaan untuk formula Z adalah 3.06, formula Y 3.54, dan
20
Frekuensi rating kesukaan
formula X 3.59. Pada formula X panelis yang menyatakan suka jumlahnya sama dengan panelis yang menyatakan agak tidak suka. Pada formula Y banyaknya panelis yang menyatakan suka, agak suka, netral, dan agak suka jumlahnya hampir sama. Sedangkan pada formula Z, rating yang paling banyak diberikan oleh panelis adalah suka. Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 8. 30
26
25
20
20
20
16 13 10
15 10
suka
18 14 15
17 14
agak suka netral 8
5
4
3
2
5
sangat suka
3
2
0
0
agak tidak suka tidak suka 0
sangat tidak suka
0 X
Y
Z
Formula
Gambar 8. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula Hasil Anova menunjukkan sig. sampel (0.001) lebih kecil dibanding dengan nilai signifikansi yang digunakan (0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan formulasi minuman memiliki pengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap kenampakan. Panelis menilai formula Z memiliki atribut kenampakan yang berbeda nyata dengan formula X dan Y, sedangkan formula X dan Y memiliki atribut kenampakan yang tidak berbeda nyata. Formula Z memiliki rata-rata skor kesukaan atribut kenampakan paling kecil dibanding dengan dua formula lainnya. Makin rendah skor kesukaan berarti makin besar kesukaan panelis terhadap produk. Hal ini berarti diantara ketiga formula, formula Z memilik kenampakan yang lebih disukai dibanding dua formula lainnya. Meski demikian skor ketiga formula masih terletak pada kisaran kesukaan yang sama, yaitu antara agak suka dan netral.
Frekuensi rating kesukaan
Atribut Keseluruhan Penilaian minuman secara keseluruhan (overall) digunakan untuk mengetahuai kesukaan panelis terhadap keseluruhan minuman. Menurut Shachman (2005), sensori keseluruhan tidak hanya dinilai dari satu indera perasa saja. Sering kali ada perpaduan antara indera perasa dengan beberapa indera lainya, seperti olfactory (aroma), penglihatan, sentuhan, dan terkadang pendengaran (bunyi). Hasil uji organoleptik menunjukkan lebih dari 50% panelis memberikan skor kesukaan yang berkisar antara suka hingga agak suka terhadap atribut keseluruhan minuman instan Coro untuk ketiga formula dengan rata-rata skor kesukaan berkisar antara 2.99 hingga 3.13 (suka-netral). Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 9.
30 25 20 15 10 5 0
28 24 20 22
18
5
3
X
23 18 9 8
2
4
2
0 Y
9 7 6 0
2
0
sangat suka suka agak suka netral agak tidak suka tidak suka sangat tidak suka
Z
Formula
Gambar 9. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan ketiga formula Nilai sig. sampel hasil analisis kesukaan atribut keseluruhan menggunakan Anova adalah 0.638 atau lebih besar dibanding dengan nilai signifikansi yang digunakan (0.05). Dengan demikian, dapat
21
disimpulkan bahwa perbedaan formulasi ketiga minuman tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap keseluruhan (overall) minuman. Hasil uji organoleptik yang diperoleh kemudian dihubungkan dengan hasil survey komposisi panelis berdasar ketidaksukaan terhadap rempah-rempah. Survey panelis menunjukkan bahwa 71.43% panelis menyatakan suka rempah-rempah atau jahe, 11.43% menyatakan agak suka dengan rempahrempah atau jahe, dan 17.14% panelis menyatakan tidak menyukai rempah-rempah atau jahe. Presentase pemetaan panelis berdasarkan ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil ini kemudian dihubungkan dengan presentase rating yang diberikan panelis terhadap produk. Penggolongan respon rating yang diberikan panelis dilakukan untuk mempermudah dalam penentuan presentase respon rating. Rating 1-3 (sangat suka-agak suka) digolongkan dalam kategori suka, rating 4 (netral) dalam kategori agak suka, dan rating 5-7 (agak tidak suka-sangat tidak suka) digolongkan dalam kategori tidak suka. Rating 3 (agak suka) dan rating 5 (agak tidak suka) tidak digolongkan dalam satu kategori agak suka tetapi digolongkan dalam kategori terpisah, yaitu kategori suka dan tidak suka karena rating 4 (netral) dianggap sebagai pembatas antara suka dan tidak suka. Hasil penghitungan respon rating berdasarkan kategori suka, agak suka, dan tidak suka menunjukkan bahwa terdapat 66.67% yang menyatakan suka, 15.71% agak suka, dan 17.62% tidak suka. Respon pemberian rating oleh panelis ini memiliki kecocokan dengan komposisi panelis berdasar ketidaksukaannya terhadap bahan baku pembuatan produk. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10. 17.14 11.43 % % 71.43 %
suka
agak suka
17.62 % 15.71 66.67 % %
tidak suka
suka
a
80%
agak suka
tidak suka
b 71.43%
komposisi panelis respon rating oleh panelis
66.67%
60% 40% 11.43%
20%
15.71% 17.14% 17.62%
0% suka
agak suka
tidak suka
c Gambar 10. (a) presentase komposisi panelis (b) presentase respon panelis, (c) perbandingan presentase komposisi panelis dan respon panelis Hasil uji organoleptik menunjukkan perbedaan jumlah jahe ketiga formula tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada atribut rasa, aroma, serta keseluruhan. Akan tetapi berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan atribut kenampakan. Berdasarkan hasil uji organoleptik maka formula yang dipilih adalah formula X. Pemilihan ini didasarkan karena dengan hasil uji terhadap rasa dan aroma ketiga formula yang tidak berpengaruh nyata. Demikian pula atribut keseluruhan yang tidak berpengaruh nyata meskipun hal serupa tidak terjadi pada atribut kenampakan. Oleh karena itu, dipilihlah formula yang paling ekonomis dari segi bahan baku, yaitu formula X dengan jumlah ekstrak jahe paling sedikit dibanding kedua formula lainnya.
C. Formula Terpilih Minuman Instan Coro Setelah memperoleh formula yang dipilih berdasarkan hasil uji organoleptik maka dilakukan penghitungan rendemen pada proses pembuatan minuman instan Coro. Proses pembuatan minuman instan Coro memiliki rendemen akhir sebesar 71.98% seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 8. Selain penghitungan rendemen, dilakukan pula analisis kimia dan fisik minuman instan. Analisis
22
kimia meliputi analisis proximat yang terdiri dari analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat, analisis total gula, serta analisis kapasitas antioksidan. Sedangkan analisis fisik meliputi analisis warna, analisis bagian tidak larut air, serta analisis waktu kelarutan minuman instan Coro. Hasil analisis formula terpilih dapat dilihat pada Tabel 7. Analisis Proximat Hasil analisis proximat menunjukkan bahwa minuman instan Coro mengandung kadar air 5.47% (bb), kadar abu 2.33% (bb), kadar lemak 2.81% (bb), kadar protein 2.12% (bb) dan kadar karbohidrat 87.42% (lihat Tabel 7). Kadar air minuman instan Coro lebih tinggi dibanding kadar air serbuk gula pada tahap pertama penelitian (2.21%). Hal ini disebabkan adanya ingredient lain selain serbuk gula di dalam minuman instan Coro, yaitu serbuk campuran rempah. Serbuk campuran rempah diduga mempengaruhi kadar air akhir minuman instan Coro. Serbuk campuran rempah yang digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro memiliki kadar air 8.25%. Selain itu, ekstrak jahe, ekstrak sereh, serta santan akan menambah waktu pemanasan. Lama waktu pemanasan berpengaruh terhadap pembentukan gula invert akibat proses inversi. Menurut Bennion dan Scheule (2004), inversi sering kali terjadi dan sulit dikendalikan saat sukrosa dipanaskan dengan air dan asam. Kecepatan pemanasan dan lamanya waktu pemanasan akan berpengaruh pada jumlah gula invert yang terbentuk. Jika jumlah asam yang ditambahkan terlalu banyak, atau waktu pemanasan terlalu lama, akan terjadi inversi yang berlebihan, yang akan berakibat pada kegagalan kristalisasi. Selain itu, menurut Jackson dan Howling dalam Jackson (1999), keberadaan gula invert dalam jumlah yang cukup besar dapat menyebabkan masalah terkait dengan sifat alaminya yang higroskopis akibat jumlah fruktosa yang terbentuk selama inversi cukup besar, yang akan menarik air dari lingkungan. Tabel 7. Sifat fisikokimia minuman Coro instan hasil analisis formula terpilih Analisis Hasil Kadar air (% bb)
5.47
Kadar abu (% bb)
2.33
Kadar lemak (% bb)
2.81
Kadar protein (% bb)
2.12
Kadar karbohidrat (% bb)
87.42
Total gula (%)
95.03
Kapasitas antioksidan (mgEq AA/100 gr)
80.12
Warna L
46.48
a
+4.47
b
+12.81
Bagian tak larut (%)
6.57
Waktu dispersi (menit)
1’50
Analisis Total Gula Selain analisis proximat, dilakukan pula analisis untuk mengetahui total gula minuman instan Coro. Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman instan Coro memiliki total gula sebesar 95.03%. Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup besar. Akan tetapi, dengan melihat pada komposisi minuman yang sebagian besar adalah gula maka besarnya angka total gula minuman Coro dianggap sesuai dengan komposisi penyusunnya. Analisis Kapasitas Antioksidan Rempah-rempah digunakan sebagai bahan baku minuman Coro. Selain memberi citarasa dan aroma, rempah-rempah juga mengandung berbagai komponen aktif. Menurut Koswara, rempahrempah telah luas dikenal gunanya sebagai pemberi cita rasa atau bumbu, disamping banyak digunakan untuk jamu tradisional. Sifat tersebut disebabkan kandungan zak aktif aromatis di
23
dalamnya. Menurut Srinivasan (2005), komponen rempah-rempah yang bertanggung jawab terhadap kualitas atribut disebut sebagai komponen aktif utama, yang juga bertanggung jawab memberi manfaat efek fisiologi yang dimiliki rempah-rempah. Minuman instan Coro memberikan efek fisiologi dapat menghangatkan tubuh. Efek ini tak lain karena penggunaan rempah-rempah sebagai bahan baku. Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari kandungan komponen aktif rempah-rempah adalah kemampuan antioksidasi. Menurut Ramaswamy dan Banerjee (1948) dalam Srinivasan (2005), rempah-rempah telah banyak diteliti, terkait dengan potensi antioksidannya dalam sistem pangan, sejak 55 tahun yang lalu. Oleh karena itu, dilakukan analisis antioksidan untuk mengetahui apakah minuman instan Coro memiliki kapasitas antioksidan. Pengukuran kapasitas antioksidan minuman instan Coro dilakukan secara in vitro, yaitu dengan menggunakan metode DPPH. Pengujian dengan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) pada prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas DPPH dan diubah menjadi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin (Irawati 2008). Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman instan Coro memiliki kapasitas antioksidan setara dengan kapasitas antioksidan 80.12 mg asam askorbat/100 gram sampel. Dengan demikian satu sajian minuman instan Coro, yaitu 24 gram serbuk minuman, memiliki kapasitas antioksidan setara dengan 19.23 mg asam askorbat. Nilai AKG vitamin C orang Indonesia adalah 75 mg vitamin C untuk wanita dewasa dan 90 mg vitamin C untuk pria dewasa. Jika dibandingkan dengan nilai kebutuhan vitamin C, maka kapasitas antioksidan yang terkandung dalam minuman instan Coro tergolong rendah. Meski demikian, jumlah ini bukan tidak berarti sama sekali. Menurut Halimoon and Hasan (2010), bahan pangan yang mengandung antioksidan membantu mengurangi resiko penyakit degenerasi, seperti arthritis, arteriosklerosis, kanker, penyakit jantung, inflamasi dan disfungsi otak. Analisis Warna Analisis warna dilakukan terhadap serbuk minuman instan Coro dengan menggunakan alat Chromameter CR-300 Minolta. Hasil pengukuran warna dengan metode Hunter ditampilkan dalam skala L*a*b*. Menurut Francis dalam Nielsen, nilai ini sangat mewakili warna, dimana L = kecerahan, +a = tingkat kemerahan, -a = tingkat kehijauan, +b = tingkat kekuningan, -b= tingkat kebiruan. Ketiga skala ini dikenal sebagai sistem CIELAB dengan parameter L*a*b*. Hasil pengukuran warna menunjukkan nilai L serbuk minuman instan Coro 46.48, nilai a= +4.47, dan nilai b= +12.81. Analisis Bagian Tak Larut dan Waktu Dispersi Pada umumnya suatu minuman instan hanya memiliki sedikit ampas atau sama sekali tidak berampas. Ampas tersebut merupakan bagian minuman yang tidak larut air. Meski demikian, tidak ada aturan umum yang mengatur berapa jumlah minimum kandungan bagian yang tidak larut air dari minuman instan. Pengukuran bagian tidak larut air dilakukan dengan melarutkan minuman instan ke dalam air kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring untuk mengetahui berapa banyak bagian minuman yang tidak larut air. Berdasarkan hasil analisis, minuman instan Coro mengandung 6.57% bagian tidak larut. Penggunaan rempah dalam bentuk serbuk dianggap mempengaruhi jumlah bagian tidak larut minuman instan Coro. Beberapa rempah tidak dapat larut dalam air. Oleh karenanya, di dalam minuman instan Coro terdapat bagian yang tidak larut dalam air. Selain itu penggunaan gula merah pun juga mempengaruhi jumlah bagian tak larut dalam air. Gula merah mengandung bagian yang tidak larut air. Sesuai dengan standar SNI 01-3743-1995, batas maksimal kandungan bagian tak larut dari gula palma adalah 1%. Berdasarkan hasil penelitian Santoso (1988) gula palma menngandung 2.54% bagian tak larut. Sedangkan hasil penelitian Imanda (2007) menunjukkan bahwa gula palma mengandung 0.2% bagian tak larut. Besarnya bagian tak larut dianggap akan mempengaruhi kesukaan terhadap minuman. Hal ini tak lain disebabkan persepsi konsumen terhadap minuman instan adalah minuman yang biasanya tidak memiliki ampas (bagian tak larut). Jumlah bagian tak larut minuman instan Coro sebesar 6.57% ini diperkirakan mempengaruhi penilaian panelis terhadap atribut kenampakan minuman pada uji organoleptik yang telah dilakukan sebelumnya. Bagian tak larut ini terlihat sebagai butiran-butiran yang ada pada minuman. Kecepatan kelarutan minuman juga menjadi salah satu faktor yang menentukan sifat instan minuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman instan Coro memiliki waktu dispersi 1 menit 50 detik. Hal ini menunjukkan bahwa minuman instan Coro cepat larut dalam air sehingga cepat dalam pemyajian.
24
D. Kelayakan Usaha berdasarkan Kriteria Investasi Asumsi: Usaha dijalankan dengan model usaha industri rumah tangga. Usaha dijalankan di rumah sehingga tidak ada biaya investasi untuk tempat usaha. Oleh karena itu, investasi hanya dilakukan untuk pembelian alat-alat produksi. Listrik dan air PAM yang digunakan untuk menjalankan bisnis juga bersumber dari rumah dengan membayar sejumlah biaya listrik dan PAM yang dibayarkan tiap bulan dengan tarif air listrik Rp 42,000/bulan dan Rp 39,000/bulan. Usaha diasumsikan memiliki 2 pegawai bagian produksi dan 1 pegawai bagian administrasi sekaligus marketing dengan gaji masing-masing Rp 850,000/bulan dengan waktu kerja 26 hari/bulan. Pegawai bagian administrasi sekaligus marketing adalah pemilik usaha. Selain itu juga diasumsikan tidak ada biaya perawatan (maintenance) alat. Asumsi-asumsi tersebut digunakan untuk menghitung komponen-komponen lainnya. Hasil dari penghitungan tersebut antara lain: Total produksi/hari (kg bahan) = 12.875 Total produksi/hari (kg produk) = 72.86% x 12.875= 9.3807 Berat produk/pcs (gr) = 24 Total produksi/hari (pcs) = 390.86 Operasional usaha/bulan (hari) = 26 Total produksi/bulan (pcs) = 390x26 = 10,140 Discount rate (%) =8 Pajak penghasilan (%) = 10 Harga jual (Rp/pcs) = 1,350 Asumsi digunakan untuk melakukan penghitungan harga pokok produksi dan kriteria kelayakan usaha, yang meliputi NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR. Berdasarkan asumsi tersebut diatas maka harga pokok produksi satu bungkus (pcs) minuman instan Coro adalah Rp 1,145.18. Penghitungan HPP dapat dilihat pada Lampiran 14. Hasil perhitungan kriteria kelayakan usaha menunjukkan untuk usaha pembuatan minuman Coro instan, memiliki nilai NPV= Rp 1,537,620, gross B/C= 1.0151, Net B/C= 1.4220, dan IRR= 27.18%. Penghitungan kriteria kelayakan tersebut disajikan dalam bentuk cashflow yang dapat dilihat pada Lampiran 15. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha pembuatan minuman instan Coro skala rumah tangga layak untuk dilakukan. Suatu bisnis dapat dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih atau arus kas bersih. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV>0) yang artinya bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. Dengan demikian jika suatu bisnis mempunyai NPV lebih kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki NPV>0 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan. Gross B/C ratio merupakan kriteria kelayakan lain yang biasa digunakan dalam analisis bisnis. Baik manfaat maupun biaya adalah nilai kotor (gross). Dengan menggunakan kriteria ini akan lebih menggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima. Kriteria ini memberi pedoman bahwa bisnis layak untuk dijalankan apabila gross B/C ratio lebih besar dari 1 dan bisnis tidak layak untuk dijalankan bila lebih kecil dari 1(Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki gross B/C ratio>1 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan. Net B/C ratio adalah ratio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu bisnis atau kegiatan investasi dapat dikatakan layak bila Net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan tidak layak bila Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki Net B/C>1 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan. Kelayakan bisnis juga dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Ini dapat ditunjukkan dengan mengukur besarnya Internal Rate of Return (IRR). IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRRnya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR) (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki IRR sebesar 27.18% dengan DR 8%, yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan.
25
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Teknik kokristalisasi dapat diterapkan dalam upaya pengembangan minuman tradisional. Teknik ini memanfaatkan teknologi yang sederhana sehingga dapat diaplikasikan pada industri rumah tangga. Teknik kokristalisasi dapat digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro. Teknik ini menggunakan prinsip enkapsulasi dengan sukrosa. Keberadaan bahan lain selain sukrosa dapat mempengaruhi laju kristalisasi. Gula merah yang merupakan bahan utama dalam pembuatan minuman Coro dapat mengganggu proses kokristalisasi karena banyak mengandung jenis gula lain selain sukrosa. Kombinasi gula merah dan gula pasir perlu digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro dengan teknik kokristalisasi. Kombinasi gula merah dan gula pasir yang digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro adalah 60:40. Kombinasi ini memerlukan waktu pendinginan/kristalisasi yang paling cepat dibanding dengan kombinasi gula merah dan gula pasir 70:30 dan 80:20. Kombinasi gula merah dan gula pasir 60:40 memerlukan waktu pendinginan 207.67 detik dan kadar air hasil kokristalisasi 2.19% (bb). Waktu pendinginan kombinasi gula merah dan gula pasir 60:40 lebih cepat 33 detik dibanding waktu pendinginan kombinasi gula 70:30 dan 77 detik dibanding waktu pendinginan kombinasi gula 80:20. Meski demikian, kadar air produk hasil kokristalisasi ketiga kombinasi gula tidak berbeda nyata, yaitu berkisar pada angka 2%. Hasil pengujian organoleptik ketiga formula minuman instan Coro menunjukkan perbedaan formulasi yang digunakan tidak berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap atribut rasa dan aroma tetapi berpengaruh nyata pada atribut kenampakan. Meski demikian, secara keseluruhan produk, perbedaan formulasi tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap produk. Oleh karena itu, formula yang dipilih adalah formula yang paling ekonomis, yaitu formula X yang paling sedikit menggunakan ekstrak jahe dalam komposisinya. Instan Coro yang dibuat dengan teknik kokristalisasi memiliki kadar air 5.47%, kadar abu 2.33%, kadar lemak 2.81%, kadar protein 2.12%, kadar karbohidrat 87.42%, total gula 95.03%, serta kapasitas antioksidan 80.12 mgEq asam askorbat/100 gr. Selain itu, serbuk minuman instan Coro memiliki warna coklat dengan nilai L= 46.48, a= +4.47, dan b= +12.81. Serbuk minuman instan Coro ini memiliki waktu dispersi 1 menit 50 detik dan bagian tak larut air sebesar 6.57%. Analisis kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi menunjukkkan bahwa usaha pembuatan minuman instan Coro pada skala rumah tangga memiliki nilai NPV (Rp 15737620) >0, Gross B/C (1.0151)>1, Net B/C (1.4220)>0, dan IRR (27.18%)> DR (8%) dimana semua nilai tersebut masuk dalam kategori indikator bahwa usaha layak untuk dilakukan. Nilai ini tercapai dengan HPP tiap bungkus (pcs) minuman instan sebesar Rp 1,145.18 dan harga jual tiap bungkus Rp 1,350.00
B. Saran Eksplorasi pengembangan minuman Coro menjadi minuman instan sangat berpotensi untuk memajukan minuman tradisional. Penelitian ini merupakan awal dari pengembangan minuman instan Coro. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk dapat menghasilkan minuman instan Coro yang selain memiliki rasa yang diterima dengan baik oleh konsumen tetapi juga memiliki efek kesehatan yang cukup tinggi dan memiliki nilai ekonomis yang mampu bersaing dengan produk minuman instan yang beredar di pasaran. Penelitian ini baru melakukan optimasi berdasarkan perbedaan ekstrak jahe segar saja. Oleh karena itu, peneliti menyarankan perlu dilakukan optimasi pembuatan minuman instan Coro dengan menggunakan perbedaan ingredien yang lain, misal rempahrempah yang lain, santan, atau bahkan dengan mengkolaborasikan perbedaan jumlah penggunaan beberapa bahan. Selain itu dapat pula dilakukan optimasi metode pengekstrakan rempah sehingga akan diperoleh ekstrak rempah dengan karakteristik yang kuat dalam produk akhir minuman instan Coro. Upaya penyempurnaan lain yang perlu dilakukan adalah analisis in vivo manfaat dari minuman instan Coro serta dilakukan pembandingan antara minuman Coro dan minuman instan Coro.
26
DAFTAR PUSTAKA Adas Tanaman yang Berpotensi Dikembangkan sebagai Bahan Obat Alami [Homepage of Badan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik], [Online]. http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=81:adas-tanaman-yangberpotensi-di-kembangkan-sebagai-bahan-obat-alami&catid=19:artikel. [15 Januari 2011]. Ali BH, Blunden G, Tanira MO, dan Nemmar A. 2008. Some phytochemical, pharmacological and toxicological properties of ginger (Zingiber officinale Roscoe): a review of recent research. Food and Chemical Toxicology 46: 409–420. Anonim. 2010. Bajigur. http://ibunyazakii.blogspot.com/2010/11/bajigur.html. [7 September 2011] Antara NT. 1997. Aplikasi teknik kokristalisasi dalam pengembangan produk minuman sehat. Prosiding Seminar Teknologi Pangan: 325-333. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analysis 16th edition. Association of Analytical Chemists. Washington D.C.. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3743-1995. Gula Merah. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3743-1995. Bumbu dan Rempah-Rempah, Penentuan Kadar Air (Metode Pemisahan Dengan Cara Penyulingan). Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4239-1996. Minuman Serbuk Tradisional. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta Bakkali F, Averbeck S, Averbeck D, dan Idaomar M. 2008. Biological effects of essential oils. Food and Chemical Toxicology 46: 446–475. Bennion M dan Scheule B. 2004. Introductory Foods. Prentice Hall Bhandari BR, Datta N, D’Arcy BR, dan Rintoul GB. 1998. Co-criytallization of honey with sucrose. Lebensmittel-Wissenchaft und-Technologie, [Online]. Abstract from Sciencedirect. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0023643897903169. [20 April 2011]. Bhandari BR, Datta N, D’Arcy BR, dan Rintoul GB. 1998. Co-crystallization of honey with sucrose. Di dalam: Madene A, Jacquot M, Scher J, Desorby S (eds). Flavour encapsulation and controlled release-a reviewed. International Journal of Food Science and Technology 41:1-21. CM Joy, Pittappillil GP, dan Jose KP. 2002. Drying of black pepper (Piper ningrum L.) using solar tunnel dryer. Pertanika J. Trop. Agric. Sci. 25(1): 39 – 45. Chatterjee S, Niaz Z, Gautam S, Adhikari S, Variyar PS, dan Sharma A. 2007. Antioxidant activity of some phenolic constituents from green pepper (Piper nigrum L.) and fresh nutmeg mace (Myristica fragrans). Food Chemistry 101: 515–523. Chen AC, Veiga MF, dan Rizzuto AB. 1988. Cocrystallization: an encapsulation process. Di dalam: Deladino L, Navaro AS, dan Martino MN. Microstructure of minerals and yerba mate extract co-crystallized with sucrose. Journal of Food Engineering 96: 410–415. Chen JCP dan Chou C. 1993. Cane Sugar Handbook : A Manual for Cane Sugar Manufacturers and Their Chemistry. Canada: John Wiley & Sons Inc.
Chen C, Kuo M, Wu C, dan Ho C. 1986. Pungent compounds of ginger (Zingiber officinale (L) Rosc) extracted by liquid carbon dioxide. Journal of Agricultural and Food Chemistry 34: 477–480. Dachlan SN. 1986. Proses Pembuatan Gula Merah. Balai Besar Penelitian dan Perkembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor. De Marino S, Gala F, Borbone N, Zollo F, Vitalini S, Visioli F, dan Iorizzi M. 2007. Phenolic glycosides from Foeniculum vulgare fruit and evaluation of antioxidative activity. Phytochemistry 68: 1805–1812 Delimarta S. 1998. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker. Penebar Swadaya, Jakarta. Dulimarta HS. 2000. Kajian stabilitas beberapa formulasi bir pletok (minuman khas betawi) dan pengaruhnya selama penyimpanan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Emmyzar. 1992. Pemanfaatan komoditas cabe jawa dalam usaha meningkatkan pendayagunaan TOBGA. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Vol 1 No. 3 : 23-25. Fardiaz D. 1997. Makanan fungsional dan pengembangannya melalui makanan tradisional. Makalah pada Seminar Nasional Teknologi Pangan, 16-17 Juli 1997, Bali. Farrel KT. 1990. Spices, Condiment, and Seasonings. Connecticut: The AVI Publ. Co.,Inc. Wetsport. Forster HB, Niklas H, dan Lutz S. 1980. Antispasmodic effects of some medicinal plants. Planta Med. 40: 309–319. Francis FJ. 1998. Color Analysis. Di dalam: Nielsen SS (ed). Food Analysis. Maryland: Aspen Publisher Inc. Geary PM. 2008. The cocrystalization sugar by supersaturation proses [Thesis]. University of Hull. Guillen MD dan Manzanos MJ. 1994. A contribution to study Spanish wild grown fennel (Foeniculum vulgare Mill.) as a source of flavor compounds. Chem. Mikrobiol. Technolo. Lebensm 16: 141–145. Halimoon N dan Hasan MHA. 2010. Determination and evaluation of antioxidative activity in red dragon fruit (Hylocereus undatus) and green kiwi fruit (Actinidia deliciosa). American Journal of Applied Sciences 7 (11): 1432-1438. http://id.wikibooks.org/wiki/Bandrek http://jogjanesia.com/foods-drinks/drinks-foods-drinks/wedang-uwuh/ http://kuliner.mitrasites.com/gambar/wedang-ronde.html http://unieqmunisah.blogspot.com/2008/06/jajanan-khas-makassar.html http://www.flickr.com/photos/ar_riel/3971859131/in/set-72157607400395173 Imanda MR. 2007. Kajian pengaruh suhu dan waktu penyimpanan terhadap karakteristik mutu produk sirup gula invert dari gula palma [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Irawati I. 2008. Perbandingan metode penentuan aktivitas antioksidan rimpang temulawak. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Peranian Bogor.
28
Jackson EB dan Howling D. 1999. Glucose syrup and starch hydrolysates. Di dalam: Jackson EB (ed). Sugar Confectionery Manufacture. Maryland: Aspen Publisher. James D. 1999. Sugar. Di dalam: Jackson EB (ed). 1999. Sugar Confectionery Manufacture. Maryland: Aspen Publishers Inc. Koswara S. -. Teknologi enkapsulasi flavor rempah-rempah. http://www.ebookpangan.com Kusnandar F, Hariyadi P, dan Syamsir E. 2006. Modul Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Bogor. Kusnandar F et al. 2009. Penuntun Praktikum Terpadu Pengolahan Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Bogor. Lees R. 1999. General Technical aspects of industrial sugar confectionery manufacture. Di dalam: Jackson EB (ed). Sugar Confectionery Manufacture. Maryland: Aspen Publishers Inc. Mardisiswojo S dan Rajakmangunsudarso H. 1985. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang. Balai Pustaka, Jakarta. Muckensturm B, Foechterlen D, Reduron J.P, Danton P, dan Hildenbrand M. (1997). Pythochemical and chemotaxonomicstudies of Foeniculum vulgare. Biochemical Systematic and Ecology 25: 353–358. Mursito B. 2002. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional. Penebar Swadaya, Jakarta. Nurmalita N, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Departemen Agribisnis IPB, Bogor. Oktay M, Gulcin I, dan Kufrevioglu OI. 2003. Determination of in vitro antioxidant activity of fennel (Foeniculum vulgare) seed extracts. Lebensm. Wiss. U. Technol 36, 263–271. Ozbek H, Ugras S, Dulger H, Bayram I, Tuncer, I, Ozturk G, dan Ozturk A. 2003. Hepatoprotective effect of Foeniculum vulgare essential oil. Fitoterapia 74: 317–319. Puelo MA. 1980. Fennel and anise as estrogenic agent. Journal of Ethnopharmacology 2: 337–344. Ramaswamy TS dan Banerjee BN. 1948. Vegetable dyes as antioxidants for vegetable oils. Di dalam Srinivasan K. Role of spices beyond food flavoring : nutraceutical with multiple health effect. Food Reviews International 21:167–188 Ruberto G, Baratta MT, Deans SG, dan Dorman HJD. 2000. Antioxidant and antimicrobial activity of Foeniculum vulgare and Crithmum maritimum essential oils. Planta Med. 66: 687–693. Santoso HB. 1988. Kajian Sifat-Sifat Gula Merah Nira Palma. [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Septia
E. 2009. Pulosari si perangsang nafsu makan. http://www.detikfood.com/read/2009/08/07/134458/1179252/295/pulosari-si-perangsang-nafsu-makan [15 Januari 2011].
Setyaningsih D, Apriyantono A, dan Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press, Bogor Shachman M. 2005. The Soft Drinks Companion: A Technical Handbook for The Beverage Industry. Florida: CRC Press.
29
Srinivasan K. 2005. Role of spices beyond food flavoring : nutraceutical with multiple health effect. Food Reviews International 21:167–188 Srivastava KC dan Mustafa T. 1992. Ginger (Zingiber officinale) in rheumatism and musculoskeletal disorders. Med. Hypotheses 39: 342–348 Sutedjo MM. 1990. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat. Rineka Cipta, Jakarta. Syukur C dan Hernani. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Tanira MOM, Shah AH, Mohsin A, Ageel AM, dan Qureshi S. 1996. Pharmacological and toxicological investigations on Foeniculum vulgare dried fruit extract in experimental animals. Phytotherapy Res. 10: 33–36. Tatsawan T. 2009. Material science properties of coconut milk, cheese and emulsion. [disertasi]. Berlin: Technischen Universität Berlin. Tjiptahadi GB. 1984. Peranan Peralatan Proses dalam Pengembangan Industri Gula Kelapa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor. UNIDO dan FAO. 2005. Herbs, spices and essential oils post-harvest operations in developing countries. http://capacity4dev.ec.europa.eu/sites/default/files/document/2010-05-21/Herbs_spic es_and_essential_oils.pdf. [6 Juni 2011]. Wakidi. 2003. Prospek tumbuhan obat tradisional untuk menghancurkan batu ginjal (urolitikum) [makalah khusus]. Medan: Bagian Farmasi-Kedokteran Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Widowati S. 2004. Potensi dan status minuman tradisional sebagai pangan fungsional. [makalah]. Bogor: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Wijayakusuma HMH, Dalimarta S, dan Wirian AS. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Pustaka Kartini, Jakarta. Wohlmuth H, Leach DN, Smith MK, dan Myers SP. 2005. Gingerol content of diploid and tetraploid clone of ginger (Zingiber officinale Roscoe). Di dalam: Ali BH, Blunden G, Tanira MO, Nemmar A. Some phytochemical, pharmacological and toxicological properties of ginger (Zingiber officinale Roscoe): A review of recent research. Food and Chemical Toxicology 46: 409–420.
30
\
LAMPIRAN
Lampiran 1. Proses pembuatan serbuk gula dengan teknik kokristalisasi
Gula merah, gula pasir dan air
Pemanasan disertai pengadukan
Pendinginan dengan pengadukan
Pembentukan kristal
Pengecilan ukuran kristal
Pengayakan
Serbuk gula
32
Lampiran 2a. Komposisi serbuk campuran rempah Bahan kering Persentase (%) Kapulaga
1.64
Cabai jawa
8.20
Pekak
4.10
Kulit pala
16.39
Pulosari
4.10
Pala
4.10
Adas
32.79
Manis jangan
8.20
Kayu mesoyi
4.10
Merica
16.39
Total
100.00
Lampiran 2b. Diagram pembuatan serbuk campuran rempah Rempah
Semua rempah yang telah disangrai
penimbangan pencampuran penyangraian
pengecilan ukuran
Rempah yang
Serbuk campuran
telah disangrai
rempah
33
Lampiran 3a. Proses pembuatan ekstrak jahe Ekstrak dibersihkan
Jahe
diparut
diperas
disaring
jahe
Lampiran 3b. Proses pembuatan ekstrak sereh 50 gram sereh
perebusan
dan 150 ml air
Ekstrak
penyaringan
sereh
Lampiran 3c. Proses pembuatan santan 240
gram
kelapa
parut dan 120 ml air
diperas
direbus sambil
disaring
santan
diaduk
Lampiran 3d. Kadar air rempah bahan minuman instan Coro Sampel Sereh
Jahe
Serbuk campuran rempah
Kadar air 1
70.88%
2
77.90%
1
84.91%
2
90.54%
1
8.69%
2
7.81%
Rata-rata kadar air (%) 74.39
87.73
8.25
34
Lampiran 3e. Proses pembuatan instan Coro dengan teknik kokristalisasi
Gula, air, dan serbuk rempah
Ekstrak jahe dan
Pemanasan disertai
ekstrak sereh
pengadukan Santan Pendinginan dengan pengadukan
Pembentukan kristal
Pengecilan ukuran kristal
Pengayakan
Coro instan
35
Lampiran 4a. Waktu pendinginan/kristalisasi spontan larutan gula hingga menjadi kristal gula Kode Kompoisi gula Waktu (detik) merah : gula pasir
U1
U2
U3
Rata-rata
A
80 : 20
300
274
275
283.0000
B
70 : 30
240
239
222
233.6667
C
60 : 40
240
203
180
207.6667
Lampiran 4b. Anova waktu pendinginan ANOVA waktu_kristalisasi Sum of Squares df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
8784.889
2
4392.444
10.664
.011
Within Groups
2471.333
6
411.889
Total
11256.222
8
waktu_kristalisasi Duncan Subset for alpha = 0.05 sampel N
1
3
3
207.6667
2
3
233.6667
1
3
Sig.
2
283.0000 .168
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
36
Lampiran 5a. Data pengukuran kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi Kode Komposisi Bobot cawan Bobot Bobot contoh +
Kadar
Kadar
Kadar
Kadar
SD
RSDa
RSD
Ket.
gula merah :
kosong
contoh
cawan kering
air
air
air
air
gula pasir
(gr)
(gr)
(gr)
(bb)
(bk)
(bb)
(bk)
2.28%
2.33%
0.0001
0.4958
3.5334
teliti
2.25%
2.30%
0.0003
1.3577
3.5406
teliti
2.19%
2.24%
0.0004
1.6847
3.5554
teliti
A
80 : 20
B
70 : 30
C
60 : 40
1
4.7188
2.0195
6.6921
2.29%
2.34%
2
4.3500
2.0161
6.3203
2.27%
2.32%
1
4.7546
2.0158
6.7255
2.23%
2.28%
2
6.1168
2.0171
8.0881
2.27%
2.32%
1
4.6416
2.0079
6.6061
2.16%
2.21%
2
4.4000
2.0058
6.3614
2.21%
2.26%
Horwitz
Lampiran 5b. Anova kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi ANOVA
kadar_air
Sum of Squares df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
.009
2
.005
6.289
.085
Within Groups
.002
3
.001
Total
.012
5
37
Lampiran 6a. Worksheet uji rating hedonik minuman instan Coro Waktu uji
: Selasa-Rabu, 3-4 Mei 2011
Sampel
: minuman instan Coro
Penyajian
: Seduh 24 gram (1 saji) instan Coro dengan air panas 200 ml. Sajikan dalam
kondisi hangat
Booth
Kode Sampel X
Y
Z
1
975
973
235
2
811
761
226
3
637
382
741
4
767
894
371
Ket. : Urutan penyajian dalam booth adalah X, Y, Z untuk semua booth
Lampiran 6b. Skorsheet uji rating hedonik minuman instan Coro Nama/No Hp :
Tanggal uji :
Uji Rating Hedonik Dihadapan anda terdapat 6 contoh minuman. Nilailah tingkat kesukaan anda untuk tiap contoh dengan memberikan skor kesukaan anda pada kolom yang tersedia sesuai dengan kriteria yang dinilai, yaitu rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan. Penilaian dilakukan terhadap tiap contoh dengan urutan dari kiri ke kanan. Netralkan indera anda setiap kali akan menilai contoh yang lain. Skor : 1 : sangat suka, 3 : agak suka, 5 : agak tidak suka, 7 : sangat tidak suka 2 : suka, 4 : netral, 6 : tidak suka, Kode Sampel
Rasa
Aroma
Kenampakan
Keseluruhan
Komentar : .................................................................................................................................................................... ....................................................................................................................................................................
38
Lampiran 7a. Hasil uji rating hedonik Rasa Panelis X Y Z
Aroma X
Kenampakan
Y
Z
X
Y
Keseluruhan
Z
X
Y
Z
1
6
2
2
4
4
4
4
4
4
5
2
2
2
5
5
6
2
2
3
6
6
6
5
5
6
3
4
5
2
5
2
3
5
3
2
5
4
2
4
3
2
6
2
2
4
6
5
6
4
3
5
5
3
3
2
2
2
2
2
2
2
3
3
2
6
2
5
7
6
3
2
2
6
5
2
3
6
7
3
4
6
3
5
3
6
4
4
4
4
4
8
5
3
3
3
2
1
4
5
3
4
3
2
9
2
2
5
2
2
2
5
5
2
3
2
3
10
2
1
5
2
2
2
6
6
4
2
1
5
11
2
3
5
2
2
2
2
3
3
2
3
4
12
3
2
4
4
5
2
4
2
1
3
2
4
13
6
3
4
3
3
2
4
3
2
4
3
4
14
3
2
4
4
3
3
5
4
4
4
3
3
15
2
2
3
2
3
3
4
4
4
2
3
3
16
3
2
3
2
3
4
3
3
3
3
2
3
17
4
6
2
4
6
2
5
5
5
4
6
2
18
2
5
1
1
4
2
2
4
2
2
4
2
19
2
2
6
4
4
4
5
4
4
3
4
6
20
4
2
2
3
2
2
4
4
4
4
3
3
21
4
6
6
4
3
3
2
2
2
4
5
5
22
2
1
1
3
3
3
5
4
4
2
2
2
23
3
3
2
2
2
2
3
2
2
3
2
2
24
5
5
5
2
2
5
5
5
2
5
5
2
25
1
3
2
1
1
1
1
1
1
1
2
1
26
2
3
2
5
5
3
4
4
4
2
3
2
27
2
2
3
1
2
3
2
3
3
2
3
3
28
3
2
3
5
2
2
2
3
2
4
2
4
29
3
5
5
3
5
4
5
5
5
3
5
5
30
2
2
5
2
2
5
3
3
2
2
2
3
31
2
1
3
2
2
2
2
2
2
2
2
3
32
3
2
2
4
4
4
5
5
5
3
2
2
33
4
3
2
3
4
4
3
3
2
4
4
3
34
2
2
3
2
1
3
2
2
2
2
1
2
39
Lampiran 7a. Hasil uji rating hedonik (lanjutan) Panelis
Rasa
Aroma
Kenampakan
Keseluruhan
X
Y
Z
X
Y
Z
X
Y
Z
X
Y
Z
35
4
5
3
4
5
3
4
5
3
4
5
3
36
5
3
3
4
4
4
3
6
3
4
5
3
37
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
38
3
1
2
2
2
2
5
5
5
3
2
3
39
1
2
2
1
2
1
1
2
2
1
2
2
40
2
2
1
3
2
2
2
2
3
2
2
2
41
2
1
2
2
2
3
6
5
5
3
2
3
42
3
2
1
4
3
2
3
4
2
3
3
2
43
3
5
4
4
4
3
5
4
4
4
5
4
44
2
1
1
2
2
1
2
1
3
2
1
2
45
2
4
4
2
5
2
5
5
2
3
3
4
46
7
2
6
2
2
3
3
4
3
6
2
6
47
5
6
4
2
1
3
5
2
2
3
3
2
48
4
3
5
3
3
5
2
4
4
3
3
5
49
3
3
2
2
2
3
3
3
2
3
3
3
50
2
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
51
3
5
6
2
3
2
2
5
2
3
5
5
52
3
2
2
3
3
3
5
5
5
4
3
3
53
1
3
3
1
2
2
2
4
2
1
3
2
54
3
5
2
2
1
1
5
3
1
4
3
2
55
4
3
2
2
2
3
5
5
4
4
4
2
56
4
3
2
2
2
2
4
3
3
3
2
2
57
6
3
3
2
2
2
2
2
2
5
2
2
58
2
2
4
1
4
3
5
5
4
2
3
3
59
2
4
3
2
4
3
2
2
3
2
4
3
60
4
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
61
6
6
6
6
6
6
2
4
2
6
6
6
62
4
2
1
2
2
2
5
4
3
3
2
2
63
2
3
2
2
2
2
3
2
3
2
3
2
64
2
6
5
2
4
4
5
4
3
3
4
5
65
3
4
5
3
3
3
4
4
4
4
4
4
66
3
4
5
2
3
5
3
3
3
4
3
4
67
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
2
2
40
Lampiran 7a. Hasil uji rating hedonik (lanjutan) Rasa
Panelis
X
Aroma
Y
Z
X
Kenampakan
Y
Z
X
Y
Keseluruhan
Z
X
Y
Z
68
3
3
6
2
3
2
2
2
2
2
2
6
69
3
5
2
2
2
1
5
1
5
3
2
2
70
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Total
219
213
230
184
196
189
251
248
214
218
209
219
Average
3.13
3.04
3.28
2.63
2.80
2.70
3.58
3.54
3.06
3.11
2.99
3.13
41
Lampiran 7b. Anova uji rating hedonik atribut rasa Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:rating_rasa Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Model
2324.790a
72
32.289
19.963
.000
panelis
235.790
69
3.417
2.113
.000
sampel
2.124
2
1.062
.657
.520
Error
223.210
138
1.617
Total
2548.000
210
a. R Squared = .912 (Adjusted R Squared = .867)
Lampiran 7c. Anova uji rating hedonik atribut aroma Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:rating_aroma Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Model
1713.371a
72
23.797
30.512
.000
panelis
170.614
69
2.473
3.170
.000
sampel
1.038
2
.519
.666
.516
Error
107.629
138
.780
Total
1821.000
210
a. R Squared = .941 (Adjusted R Squared = .910)
42
Lampiran 7d. Anova uji rating hedonik atribut kenampakan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:rating_kenampakan Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Model
2689.733a
72
37.357
48.974
.000
panelis
256.862
69
3.723
4.880
.000
sampel
12.067
2
6.033
7.909
.001
Error
105.267
138
.763
Total
2795.000
210
a. R Squared = .962 (Adjusted R Squared = .943) rating_kenampakan Duncan Subset sampel
N
1
jahe50
70
3.06
jahe40
70
3.54
jahe30
70
3.59
Sig.
1.000
2
.772
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .763.
43
Lampiran 7e. Anova rating hedonik atribut keseluruhan (overall) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:rating_keseluruhan Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Model
2167.533a
72
30.105
31.362
.000
panelis
179.448
69
2.601
2.709
.000
sampel
.867
2
.433
.451
.638
Error
132.467
138
.960
Total
2300.000
210
a. R Squared = .942 (Adjusted R Squared = .912)
44
Lampiran 8. Hasil penghitungan rendemen minuman instan Coro Ulangan Berat awal (gr) Berat setelah kokristalisasi (gr)
Berat setelah penghalusan dan pengayakan (gr)
Rendemen proses kokristalisasi
Rendemen proses pengayakan
Rendemen akhir
1
339
253
247
74.63%
97.63%
72.86%
2
339
256
241
75.52%
94.14%
71.09%
Rata-rata
71.98%
Contoh penghitungan : Rendemen proses kokristalisasi
= Rendemen proses pengayakan
100% = 74.63% 100%
=
= Rendemen akhir
100%
=
100% = 97.63% 100%
= =
100% = 72.86 %
Ket : berat awal = berat gula merah, gula pasir, dan serbuk campuran rempah (bahan lainnya tidak termasuk dalam berat awal karena sebagian besar kandungannya adalah air yang akan dihilangkan selama proses kokristalisasi)
45
Lampiran 9a. Hasil analisis kadar air instan Coro Ulangan Bobot Bobot Bobot cawan cawan (gr)
sampel
+sampel
(gr)
kering (gr)
Kadar air
Kadar air
Rata-rata
Rata-rata
(% bb)
(% bk)
kadar air
kadar air
(% bb)
(% bk)
5.47
5.79
1
21.6002
3.0563
24.4887
5.49
5.81
2
20.7518
3.0099
23.5976
5.45
5.77
Lampiran 9b. Hasil analisis kadar abu instan Coro Ulangan Bobot Bobot Bobot cawan cawan (gr)
sampel
+sampel
(gr)
kering (gr)
Kadar abu
Kadar abu
Rata-rata
Rata-rata
(% bb)
(% bk)
kadar abu
kadar abu
(% bb)
(% bk)
2.33
2.39
1
21.6002
3.0563
21.6705
2.30
2.43
2
20.7518
3.0099
20.8226
2.35
2.35
%N
Kadar
Rata-rata
protein
kadar protein
Lampiran 9c. Hasil analisis kadar protein instan Coro Ulangan Bobot Volume Volume sampel
HCl
HCl blanko
1
181.2
0.43
0.41
0.003401258
2.13%
2
183
0.45
0.43
0.003367803
2.10%
2.12%
SD
SD
RSDa
RSD
(%)
Horwitz
Ket.
(%) 0.0271
SD
0.04
RSDa
0.4950
1.5486
RSDa
RSD
(%)
horwitz
1.58
1.76
RSD
Teliti
Ket.
Teliti
Ket.
horwitz 0.0001
0.6990
3.5734
Teliti
46
Lampiran 9d. Hasil analisis kadar lemak instan Coro Ulangan Bobot Bobot labu Bobot labu sampel (gr)
kosong (gr)
+ lemak (gr)
Kadar
Kadar
Rata-rata
Rata-rata
lemak
lemak
kadar lemak
kadar lemak
(% bb)
(bk)
(% bb)
(% bk)
2.81
2.89
1
2.5686
106.2382
106.3094
2.77
2.93
2
2.5388
110.3327
110.4052
2.86
2.86
SD
0.0592
RSDa
RSD
(%)
Horwitz
2.1044
1.7116
Ket.
Teliti
47
Lampiran 10. Hasil Analisis Total Gula Pembuatan Kurva Standar Glukosa Absorbansi larutan glukosa standar Volume glukosa Kandungan glukosa standar (ml)
Absorbansi
standar (mg)
0
0
0.384
0.2
0.04
0.572
0.4
0.08
0.82
0.6
0.12
1.035
0.8
0.16
1.2
1
0.2
1.44
Kurva Standar Total Gula 1,6 y = 5,270x + 0,381 R² = 0,997
1,4
Absorbansi
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
kandungan glukosa standar (mg)
48
Total gula minuman instan Coro Ulangan Berat Absorbansi contoh
Kandungan
Total gula
Rata-rata
Rata-rata
glukosa dalam
(%)
total gula
total gula
(%)
(%)
sampel (mg) 1
2
0.5130
0.5218
0.895
0.0975
95.0616
0.889
0.0964
93.9519
0.903
0.0990
94.9130
0.910
0.1004
96.1858
94.5068 95.03 95.5494
Contoh penghitungan : Persamaan kurva standar : y=5.270x + 0.381 x=
. .
Absorbansi sampel (y) : 0,895 kandungan glukosa dalam sampel (x) = Total gula (%) = Ket :
.
. .
= 0.0975 mg
100
G = kandungan glukosa dalam sampel (gr) FP = faktor pengenceran W = berat contoh (gr)
Total gula minuman instan Coro (%) =
. .
100 = 95.0616 %
49
Lampiran 11. Hasil analisis kapasitas antioksidan instan Coro Kapasitas antioksidan standar asam askorbat (AA) Konsentrasi AA Volume AA Bobot AA Absorbansi (mg/ml)
(ml)
(mg)
blanko
Absorbansi
Kapasitas
sampel AA
antioksidan (%)
0.25
0.50
0.125
1.015
0.015
98.56
0.20
0.50
0.100
1.015
0.113
88.86
0.15
0.50
0.075
1.015
0.218
78.50
0.10
0.50
0.050
1.015
0.342
66.31
0.05
0.50
0.025
1.015
0.552
45.62
0.01
0.50
0.005
1.015
0.873
13.99
Contoh penghitungan ; Kapasitas antioksidan
100%
= =
.
. .
100%
= 98.56%
Kapasitas Antioksidan
Kurva Standar Kapasitas Antioksidan Asam Askorbat 120,00 100,00 80,00 60,00 y = 658,3x + 23,60 R² = 0,922
40,00 20,00 0,00 0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
Jumlah Asam Askorbat (mg)
50
Kapasitas antioksidan minuman instan Coro Ulangan Absorbansi Absorbansi sampel 1
2
blanko
Kapasitas
Jumlah AA
AEAC
Ekuivalen AA/gr sampel
Ekuivalen AA/sajian
antioksidan (%)
(mg)
(mg AA/100 gr)
(mg AA/gr)
(mg AA/24 gr)
0.449
1.015
55.7636
0.0488
81.4308
0.8143
19.5434
0.450
1.015
55.6650
0.0487
81.1814
0.8118
19.4835
0.450
1.015
55.6650
0.0487
81.1814
0.8118
19.4835
0.468
1.015
53.8916
0.0460
76.6915
0.7669
18.4060
Rata-rata
80.1213
0.8012
19.2291
Contoh penghitungan : Kapasitas antioksidan
100%
= =
.
. .
= 55.76% Persamaan kurva standar asam askorbat :
100% y= 658.3x + 23.60 .
x=
.
Kapasitas antioksidan (y) = 55.76% Jumlah asam askorbat (x) =
AEAC (mg asam askorbat/100g)
= jumlah asam askorbat (mg) x ( = 0.0488 x (
Ket
:* **
.
∗
)x(
. ∗∗
∗
. .
= 0.0488 mg )x(
(
)
)
) = 81.4308
= Persiapan sampel dilakukan dengan melarutkan 6 gram instan Coro ke dalam 50 ml air panas = volume sampel yang dianalisis (direaksikan dengan DPPH) adalah 0.5 ml
51
Lampiran 12. Hasil analisis warna instan Coro Ulangan L a b 1
46.51
+4.48
+12.82
2
46.47
+4.47
+12.81
3
46.47
+4.47
+12.79
Rata-rata
46.48
+4.47
+12.81
52
Lampiran 13a. Hasil analisis bagian tak larut instan Coro Ulangan Bobot Bobot kertas Bobot kertas
Bobot bagian
Bagian
Rata-rata (%)
contoh
saring kering
saring+sampel
tak larut
tak larut
(gr)
(gr)
(gr)
(gr)
(%)
1
20.0128
1.5720
2.8884
1.3164
6.58
2
20.0156
1.7138
3.0267
1.3129
6.56
6.57
Lampiran 13b. Waktu dispersi instan Coro Ulangan Waktu dispersi (detik) 1
100
2
118
3
113
Rata-rata
110
53
Lampiran 14. Penghitungan HPP (Harga Pokok Produksi) Usaha dijalankan dengan model usaha industri rumah tangga. Usaha dijalankan di rumah sehingga tidak ada biaya investasi untuk tempat usaha. Oleh karena itu, investasi hanya dilakukan untuk pembelian alat-alat produksi. Listrik dan air PAM yang digunakan untuk menjalankan bisnis juga bersumber dari rumah dengan membayar sejumlah biaya listrik dan PAM yang dibayarkan tiap bulan dengan tarif air listrik Rp 42000/bulan dan Rp 39000/bulan. Usaha diasumsikan memiliki 2 pegawai bagian produksi dan 1 pegawai bagian administrasi sekaligus marketing dengan gaji masing-masing Rp 850000/bulan dengan waktu kerja 26 hari/bulan. Pegawai bagian administrasi sekaligus marketing adalah pemilik usaha. Total produksi/hari (kg bahan)
= 12.875
Total produksi/hari (kg produk)
= 72.86% x 12.875= 9.3807
Berat produk/pcs (gr)
= 24
Total produksi/hari (pcs)
= 390.86
Operasional usaha/bulan (hari)
= 26
Total produksi/bulan (pcs)
= 390x26 = 10140
Discount rate (%)
=8
Pajak penghasilan (%)
= 10
Harga jual (Rp/pcs)
= 1,350
No
Bahan
Satuan
Harga/satuan (Rp)
Jumlah/hari (satuan)
Total biaya/hari (Rp)
Total biaya/bulan (Rp)
80
375
30000
780000
Biaya Variabel 1
gr
2
Serbuk rempah Gula merah
gr
10
7500
75000
1950000
3
Gula pasir
gr
11
5000
55000
1430000
4
Jahe
gr
8
3000
24000
624000
5
Sereh
gr
5
625
3125
81250
6
Kelapa
buah
5000
3,4722
17361
451386
7
Air
l
211
4
842
21895
8
Gas
3 kg
13500
2
27000
702000
9
Kemasan
pcs
290
390
113100
2940600
345428
8981131
Total biaya variabel Biaya Tetap 1
Pegawai
orang/hari
2
Air Pam
3 4
28333
2
56667
1700000
hari
1300
1
1300
39000
Listrik
hari
1400
1
1400
42000
Karyawan
orang/hari
28333
1
28333
850000
Total biaya tetap
2631000
Total biaya tetap dan biaya variabel
11612130
HPP/pcs (Rp 11612130/10140)
1145.181
54
Lampiran 15. Cashflow usaha pembuatan minuman instan Coro skala rumah tangga No
Bahan
Inflow 1 Penjualan produk 2 Nilai sisa Total Inflow Outflow Biaya Investasi 1 Kompor gas 2 Tabung gas 3 Sealer 4 Wajan besar 5 Sudip kayu besar 6 Parutan 7 Ayakan besar 8 Blender 9 Baskom besar 10 Baskom kecil 11 Sendok 12 Timbangan 13 Talenan
Bulan ke- (Rp) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
0 13719309
300000
300000
200000
200000
30000 240000
30000 240000
14000
14000
14000
14000
4000 30000
4000 30000
4000 30000
4000 30000
550000 520000
550000
30000
30000
8400 500000 10000
520000
500000 10000
55
Lampiran 15. Cashflow usaha pembuatan minuman instan Coro skala rumah tangga (lanjutan) 14 Pisau 10000 15 Toples 320000 kaca besar 16 Celemek 32000 32000 Total biaya 2798400 0 0 80000 0 830000 investasi Biaya Tetap 1 Pegawai 1700000 1700000 1700000 1700000 1700000 1700000 2 Air Pam 39000 39000 39000 39000 39000 39000 3 Listrik 42000 42000 42000 42000 42000 42000 4 Karyawan 850000 850000 850000 850000 850000 850000 Total biaya tetap 2631000 2631000 2631000 2631000 2631000 2631000 Biaya Variabel 1 Serbuk 780000 780000 780000 780000 780000 780000 rempah 2 Gula 1950000 1950000 1950000 1950000 1950000 1950000 merah 3 Gula pasir 1430000 1430000 1430000 1430000 1430000 1430000 4 Jahe 624000 624000 624000 624000 624000 624000 5 Sereh 81250 81250 81250 81250 81250 81250 6 Kelapa 451386 451386 451386 451386 451386 451386 7 Air 21895 21895 21895 21895 21895 21895 8 Gas 702000 702000 702000 702000 702000 702000 9 Kemasan 2940600 2940600 2940600 2940600 2940600 2940600 Total biaya 8981131 8981131 8981131 8981131 8981131 8981131 variabel Pajak 1371931 1371931 1371931 1371931 1371931 1371931 Total Outflow 15782461 12984061 12984061 13064061 12984061 13814061 Net benefit -2063152 735248 735248 655248 735248 -94752
10000 320000 32000 80000
0
0
32000 80000
0
1880000
1700000 39000 42000 850000 2631000
1700000 39000 42000 850000 2631000
1700000 39000 42000 850000 2631000
1700000 39000 42000 850000 2631000
1700000 39000 42000 850000 2631000
1700000 39000 42000 850000 2631000
780000
780000
780000
780000
780000
780000
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
1430000 624000 81250 451386 21895 702000 2940600 8981131
1430000 624000 81250 451386 21895 702000 2940600 8981131
1430000 624000 81250 451386 21895 702000 2940600 8981131
1430000 624000 81250 451386 21895 702000 2940600 8981131
1430000 624000 81250 451386 21895 702000 2940600 8981131
1430000 624000 81250 451386 21895 702000 2940600 8981131
1371931 13064061 655248
13719301 12984061 735248
1371931 12984061 735248
1371931 13064061 655248
1371931 12984061 735248
1371931 14864061 -1144752
56
Lampiran 15. Cashflow usaha pembuatan minuman instan Coro skala rumah tangga (lanjutan) Discount factor 8% PV Net benefit/tahun NPV
0,9259
0,8573
0,7938
0,7351
0,6806
0,6302
0,5835
0,5403
0,5002
0,4632
0,4288
0,3971
-1910326
630356
583663
481626
500397
-59710
382331
397231
367807
303506
315335
-454597
IRR
27.18%
PV Net benefit positif PV Net benefit negatif Net B/C
3447946
PV benefit/tahun
12703064
11762096
10890830
10084102
9337131
8645492
8005085
7412116
6863070
6354695
5883976
5448126
PV cost/tahun
14613390
11131740
10307166
9602475
8836734
8705202
7622754
7014884
6495263
6051188
5568641
5902723
Gross B/C
1.0151
1537620
-2424633 1.4220
57
Lampiran 16. Penghitungan neraca laba rugi Penghitungan biaya penyusutan dan nilai sisa
Kompor gas
Nilai beli (Rp) 300000
Umur pakai (bulan) 12
Penyusutan (bulan) 25000
275000
Penyusutan 1 tahun 300000
Tabung gas
200000
12
16667
183333
200000
30000
12
2500
27500
30000
240000
6
40000
480000
14000
4
3500
42000
4000
4
1000
12000
30000
4
7500
90000
Blender
550000
12
45833
504167
550000
Baskom besar
520000
12
43333
476667
520000
Baskom kecil
30000
6
5000
8400
12
700
7700
8400
500000
12
41667
458333
500000
Jenis Investasi
Sealer Wajan besar Sudip kayu besar Parutan Ayakan besar
Sendok Timbangan
Nilai sisa
10000
6
1667
Pisau
10000
12
833
9167
10000
320000
12
26667
293333
320000
32000
4
8000
Celemek Total nilai sisa
0
60000
Talenan Toples kaca besar
Nilai sisa 1 tahun 0
0
20000 0
96000 0
58
Lampiran 16. Penghitungan neraca laba rugi (lanjutan) Neraca laba rugi Uraian
Bulan ke- (Rp) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Pendapatan
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
Total pendapatan
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
13719309
Serbuk rempah
780000
780000
780000
780000
780000
780000
780000
780000
780000
780000
780000
780000
Gula merah
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
1950000
Gula pasir
1430000
1430000
1430000
1430000
1430000
1430000
1430000
1430000
1430000
1430000
1430000
1430000
Jahe
624000
624000
624000
624000
624000
624000
624000
624000
624000
624000
624000
624000
Sereh
81250
81250
81250
81250
81250
81250
81250
81250
81250
81250
81250
81250
Kelapa
451386
451386
451386
451386
451386
451386
451386
451386
451386
451386
451386
451386
Air
21895
21895
21895
21895
21895
21895
21895
21895
21895
21895
21895
21895
Gas
702000
702000
702000
702000
702000
702000
702000
702000
702000
702000
702000
702000
Kemasan
2940600
2940600
2940600
2940600
2940600
2940600
2940600
2940600
2940600
2940600
2940600
2940600
Total biaya variabel
8981131
8981131
8981131
8981131
8981131
8981131
8981131
8981131
8981131
8981131
8981131
8981131
Laba kotor
4738178
4738178
4738178
4738178
4738178
4738178
4738178
4738178
4738178
4738178
4738178
4738178
Pegawai
1700000
1700000
1700000
1700000
1700000
1700000
1700000
1700000
1700000
1700000
1700000
1700000
Air Pam
39000
39000
39000
39000
39000
39000
39000
39000
39000
39000
39000
39000
Listrik
42000
42000
42000
42000
42000
42000
42000
42000
42000
42000
42000
42000
Karyawan
850000
850000
850000
850000
850000
850000
850000
850000
850000
850000
850000
850000
Penerimaan
Biaya variabel
Biaya tetap
59
Lampiran 16. Penghitungan neraca laba rugi (lanjutan) ~ Neraca laba rugi Biaya penyusutan kompor gas Biaya penyusutan tabung gas Biaya penyusutan sealer
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
25000
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
16667
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
2500
Biaya penyusutan wajan besar Biaya penyusutan sudip kayu besar Biaya penyusutan parutan
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
3500
3500
3500
3500
3500
3500
3500
3500
3500
3500
3500
3500
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
Biaya penyusutan ayakan besar Biaya penyusutan blender
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
45833
45833
45833
45833
45833
45833
45833
45833
45833
45833
45833
45833
Biaya penyusutan baskom besar stainless Biaya penyusutan baskom kecil plastik Biaya penyusutan sendok
43333
43333
43333
43333
43333
43333
43333
43333
43333
43333
43333
43333
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
5000
700
700
700
700
700
700
700
700
700
700
700
700
Biaya penyusutan timbangan Biaya penyusutan talenan
41667
41667
41667
41667
41667
41667
41667
41667
41667
41667
41667
41667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
1667
Biaya penyusutan pisau
833
833
833
833
833
833
833
833
833
833
833
833
Biaya penyusutan toples kaca besar Biaya penyusutan celemek
26667
26667
26667
26667
26667
26667
26667
26667
26667
26667
26667
26667
8000
8000
8000
8000
8000
8000
8000
8000
8000
8000
8000
8000
Total biaya tetap
2900866
2900866
2900866
2900866
2900866
2900866
2900866
2900866
2900866
2900866
2900866
2900866
Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak Penghasilan
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
60
Lampiran 16. Penghitungan neraca laba rugi (lanjutan) ~ Neraca laba rugi Laba Bersih Sebelum Pajak Penghasilan Pajak Pendapatan Usaha
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1837312
1371931
1371931
1371931
1371931
1371931
1371931
1371931
1371931
1371931
1371931
1371931
1371931
Laba Bersih Setelah Pajak
465381
465381
465381
465381
465381
465381
465381
465381
465381
465381
465381
465381
61