PEMBERDAYAAN MASYARAKAT USAHA KECIL DAN MENEGAH DI KECAMATAN MATUARI KOTA BITUNG Oleh : Vanni Junaidi Makianggung Abstrak Paradigma “pemberdayaan” memberikan arti penting dalam membangkitkan potensi, kreativitas, dan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan melalui proses belajar bersama yang berbasis pada budaya, politik, dan ekonomi lokal. Keberagamaan bangsa Indonesia tak dapat dikelola dengan baik secara sentralisitik dalam pemerintahan.Untuk itu pemerintah daerah seyogyanya merealisasikan potensi kearifan lokal yang disesuaikan dengan etika dan budaya lokal, tanpa menyimpang dari tujuan nasional dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan keterlibatan semua pihak secara bersama dan terkoordinasi,namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan.Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal.Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Permasalahan yang dihadapi UKM di Kecamatan Matuari Kota Bitung, meliputi: kualitas SDM pelaku UKM; akses terhadap sumberdaya produktif seperti keterbatasan permodalan dan akses teknologi; masalah infrastruktur,seperti pasar yang representatif dan sarana jalan yang memudahkan bagi UKM untuk menjual hasil usahanya; dan masalah birokrasi pemerintah, seperti kualitas dan kuantitas sumberdaya aparatur pemerintah dalam pembinaan dan pendampingan bagi UKM. Aspek penting dalam peningkatan iklim usaha adalah pengembangan kebijakan yang memudahkan dan berpihak kepada tumbuh kembangnya UKM secara nasional. Termasuk dalam hal ini adalah penataan peraturan perundang-undangan di bidang UKM, sinkronisasi peraturan perundangan-undangan tingkat nasional dan daerah. Pemberdayaan UKM di Kecamatan Matuari Kota Bitung perlu ditunjang oleh peraturan daerah/peraturan walikota terkait dengan pembentukan forum dan peningkatan koordinasi, peningkatan kemampuan dan kualitas khususnya aparat daerah, pengembangan dan dukungan kegiatan dalam rangka peningkatan nilai tambah produk unggulan UKM daerah. Selain itu, diperlukan pengembangan model dalam penerapan teknologi dan hasilhasil kajian dan penelitian yang sesuai dengan kebutuhan UKM termasuk pengembangan sistem dan jaringan informasinya. Kata Kunci : Pemberdayaan Masyarakat, Kecamatan Matuari
Pendahuluan Paradigma “pemberdayaan” memberikan arti penting dalam membangkitkan potensi, kreativitas, dan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan melalui proses belajar bersama yang berbasis pada budaya, politik, dan ekonomi lokal. Keberagamaan bangsa Indonesia tak dapat dikelola dengan baik secara sentralisitik dalam pemerintahan.Untuk itu pemerintah daerah seyogyanya merealisasikan potensi kearifan lokal yang disesuaikan dengan etika dan budaya lokal, tanpa menyimpang dari tujuan nasional dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan keterlibatan semua pihak secara bersama dan terkoordinasi,namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan.Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal.Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah sebagai berikut; Pendidikan yang terlampau rendah Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.Keterbatasan pendidikan/keterampilan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja.Atas dasar kenyataan di atas dia miskin karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Malas Bekerja Sikap malas bekerja merupakan suatu masalah yang cukup memprihatinkan.Karena masalah ini menyangkut mentalitas dan kepribadian seseorang.Adanya sikap malas ini seseorang bersikap acuh tak acuh dan tak bergairah untuk bekerja atau bersikap pasif dalam hidupnya (sikap bersandar dan pasrah pada nasib). Sikap malas ini cenderung untuk menggantungkan hidup pada orang lain, baik dari keluarga, saudara atau famili yang dipandang mempunyai kemampuan untuk menanggungkebutuhanhidupmereka. Keterbatasansumber alam Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Sering dikatakan oleh para ahli bahwa masyarakat itu miskin karena memang dasarnya “alamiyah miskin”.Alamiyah miskin yang dimaksud disini adalah kekayaan alamnya, misalnya tanahnya berbatubatu, tidak menyimpan kekayaan mineral, dan sebagainya.Dengan demikian layaklah kalau miskin sumber daya alam miskin juga masyarakatnya. Terbatasnya Lapangan Kerja Keterbatsan lapangan kerja akan membawa konsekwensi kemiskinan bagi masyarakat, secara ideal banyak orang mengatakan bahwa seseorang/masyarakat harus mampu menciptakan lapangan kerja baru, tetapi secara faktual hal tersebut
kecil kemungkinannya. Karena adanya keterbatasan kemampuan seseorang baik yang berupaskillmaupunmodal. Keterbatasan Modal Keterbatasan modal adalah sebuah kenyataan yang ada di negara-negara yang sedang berkembang.Kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada sebagaian masyarakat di negara tersebut.Seorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat atau bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.Keterbatasan modal bagi negara-negara yang sedang berkembang dapat diibaratkan sebagai suatu lingkaran yang tak berujung pangkal baik dari segi permintaan akanmodal maupun dari segi penawaran akan modal. Beban Keluarga Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak/meningkat pulatuntutan/beban untuk hidup yang harus dipenuhi. Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak di imbangi dengan usaha peningkatan pendapatan sudah pasti akan menimbulkan kemiskinan karena mereka memang berangkat dari kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi dengan pertambahan jumlah keluarga, berakibat kemiskinan akan melanda dirinya dan bersifat latent. FAktor-faktor yang disebutkan diatas dapat kita lihat di Kota Bitung karena proses pemiskinan seperti itu terjadi di kecamatan Matuari Oleh karena itulah diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Disinilah pemerintah mengupayakan segala cara melalui program-program salah satunya program pemberdayaan kepada masyarakat dalam rangka memandirikan masyarakatnya. Berbicara mengenai suatu program tentu saja memiliki sisi kelemahan dan kekuatan dalam pelaksanaannya.Walaupun telah terbukti beberapa daerah telah berhasil, namun masih ada saja daerah yang mengalami masalah. Baik dari segi perencanaan, maupun efektivitas pelaksaanaannya. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk memilih judul “Pemberdayaan Masyarakat Usaha Kecil Dan Menengah di Kecamatan MatuariKota Bitung”. Tinjauan Tentang Pemberdayaan Secara konseptual, pemberdayaan (empowernment) berasal dari kata ’power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenannya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dan dihubungkan dengan kemampuan individu untuk membuat individu melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang atau kelompok masyarakat, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam : 1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kesakitan.
2) Menjangkau sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan. 3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Menurut Wiranto (1999:14), pemberdayaan merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi penduduk kategori miskin untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi yang produktif, sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya diarahkan untuk meningkatkan akses bagi individu, keluarga dan kelompok masyarakat terhadap sumber daya untuk melakukan proses produksi dan kesempatan berusaha. Untuk dapat mencapai hal tersebut diperlukan berbagai upaya untuk memotivasi dalam bentuk antara lain bantuan modal dan pengembangan sumber daya manusia. Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat dan martabat keluarga miskin adalah pemberdayaan masyarakat. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang miskin tidak dipandang sebagai orang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai orang yang memiliki keberagam kemampuan yang dapat di mobilisasi untuk perbaikan hidupnya. Sejalan dengan hal tersebut, Ohama (2001:32) secara operasional menjelaskan dua unsur pembangunan yang sangat fundamental dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat lokal yaitu: 1. Sumber daya; Dalam hal ini pemanfaatan/pengelolaan sumber daya fisik, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan tekhnologi. 2. Organisasi sebagai pelaku: Norma, nilai yang membatasi/mengatur anggota dalam pencapaian tujuan 3. Pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada 4 Juli 2008. Undang-Undang ini merupakan landasan dan payung hukum untuk memberdayakan UMKM di tanah air. Maksudnya, pemberlakuan UU tersebut memberikan implikasi yang luas bagi semua stakeholder untuk menjadikannya sebagai pedoman bersama ke arah perubahan paradigma pemberdayaan UMKM.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, tentang UKM terdiri dar1 11 bab, 44 pasal, dan 45 ayat. Di antara pasal-pasal tersebut terdapat lima pasal yang mendelegasikan secara tegas pengaturan beberapa substansi secara lebih detail dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Pertama, pasal 12 ayat (2), tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Usaha bagi UKM. Kedua, pasal 16 ayat (3) tentang Tata Cara Pengembangan UKM. Ketiga, pasal 37, tentang Kemitraan. Keempat, pasal 38 ayat (3), tentang Penyelenggaraan Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan UKM. Kelima, pasal 39 ayat (3), tentang Tata
Cara Pemberian Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Dalam Hubungan Kemitraan Usaha. Strategi dan Prinsip Pemberdayaan Parson etal (1994:112-113) menyatakan bahwa, proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien (masyarakat) dalam setting pertolongan perseorangan. Dalam konteks pekejaan sosial pemberdayaan dapat dilakukan melalui : 1. Asas Mikro, pemberdayaan melalui bimbingan tujuannya membimbing atau melatih masyarakat dalam menjalankan tgas-tugas kehidupan. Model yang sering disebut pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach). 2. Asas Mezzo, pemberdayaan dilakukan pada sekelompok klien (masyarakat), metode ini dilakukan dengan menggunakan kelompok, media intervensi, tujuan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menghadapi permasalahan. Asas Makro, pendekatan sistem besar (large system strategy) perumusan kebijakan, perencanaan sosial, aksi sosial, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik. Metode ini memandang kilen sebagai orang memiliki kompetensi. Tujuan Pemberdayaan Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (misalnya; masyarakat kurang mampu) yang perlu dioptimalkan. Schuler, Hasmaeni dan Riley (Suharto, 2004:17) mengembangkan delapan indikator, yang mereka sebut sebagai empowernment index atau indeks pemberdayaan. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu; kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power over) dan kekuasaan dengan (power within). Menurut Sumodiningrat (2002:23), danSulistyaningsih, (2004:82) Pemberdayaan tidak selamanya, melainkan dilepas untuk mandiri meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi. Menurut Wiranto (1999:22), pemberdayaan merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi penduduk kategori miskin untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi yang produktif, sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat pada
hakekatnya diarahkan untuk meningkatkan akses bagi individu, keluarga dan kelompok masyarakat terhadap sumber daya untuk melakukan proses produksi dan kesempatan berusaha. Untuk dapat mencapai hal tersebut diperlukan berbagai upaya untuk memotivasi dalam bentuk antara lain bantuan modal dan pengembangan sumber W daya manusia. Untuk mengelola sumber daya tersebut, model pembangunan (community development/CD) merupakan alternatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, utamanya masyarakat pedesaan. Dimana sasaran utama CD adalah menolong masyarakat untuk meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di daerah dengan potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Hasil akhir dari CD ini adalah terciptanya masyarakat yang mandiri atau masyarakat yang mampu menciptakan prakarsa sendiri (self propelling) dan pertumbuhan ekonomi yang berwawasan lingkungan (sustainable economic growth) dengan menggunakan sumber daya yang ada. Sejalan dengan itu, Gany (2001:35) juga berpendapat bahwa, konsep pemberdayaan dapat dilihat sebagai upaya perwujudan interkoneksitas yang ada pada suatu tatanan dan atau penyempurnaan terhadap elemen tatanan yang diarahkan agar suatu tatanan dapat berkembang secara mandiri. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah upaya-upaya yang diarahkan agar suatu tatanan dapat mencapai suatu kondisi yang memungkinkannya membangun dirinya sendiri. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka dalam aktivitas pemberdayaan terdapat tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pengembangannya yaitu : 1. Pengetahuan dasar dan keterampilan intelektual (kemampuan menganalisis hubungan sebab akibat atas setiap permasalahan yang muncul). 2. Mendapatkan akses menuju ke sumber daya materi dan non materi guna mengembangkan produksi maupun pengembangan diri mereka. 3. Organisasi dan manajemen yang ada di masyarakat perlu difungsikan sebagai wahana pengelolaan kegiatan kolektif pengembangan mereka. Oleh karena itu, pemberdayaan adalah upaya untuk mendorong dan memotivasi sumber daya yang dimiliki serta berupaya mengembangkan dan memperkuat potensi tersebut yaitu penguatan individu dan organisasi dengan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki. Pemberdayaan masyarakat juga ditujukan untuk mengikis fenomena kemiskinan. Indikator Pemberdayaan Masyarakat Adimihardja dan Harry (2001:15), konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan adalah mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat dengan strategi pokok memberi kekuatan kepada masyarakat (dari, oleh, dan untuk masyarakat).dan salah satu cara yang dipakai dalam teknik pemberdayaan ialah: Participatory Rural Appraisal (PRA). Lebih lanjut Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak.Sedangkan Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. katkan gerakan pemberdayaan ada beberapa aspek dan tingkatan
yang perlu diperhatikan, seperti: (1) Perumusan konsep, (2) Penyusunan model, (3) Proses perencanaan, (4) Pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan dan (5) Pengembangan pelestarian gerakan pemberdayaan. Menurut Wahab dkk (2002: 81-82), ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat dilakukan dalam empowerment, yaitu: 1. The welfare approach, pendekatan ini mengarahkan pada pendekatan manusia dan bukan memperdaya masyarakat dalam menghadapi proses politik dan kemiskinan rakyat, tetapi justru untuk memperkuat keberdayaan masyarakat dalam pendekatan centrum of power yang dilatar belakangi kekuatan potensi lokal masyarakat. 2. The development approach, pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan proyek pembangunan untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian dan keberdayaan masyarakat. The empowerment approach, pendekatan yang melihat bahwa kemiskinan sebagai akibat dari proses politik dan berusaha memberdayakan atau melatih rakyat untuk mengatasi ketidak berdayaan. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi kasus, yang digunakan untuk mengamati suatu fenomena tentang pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan Matuari Kota Bitung, tanpa berniat membuat generalisasi temuan penelitian diluar konteks penelitiannya sendiri dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bersikap deskriptif kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan tentang Pemberdayaan Masyarakat Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan Matuari Kota Bitung, yang menitikberatkan pada pendalaman wawancara dan pengumpulan data-data sekunder.Dengan digunakan metode kualitatif, maka data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. (Sugiyono 2007:181). Pembahasan Permasalahan yang dihadapi UKM di Kecamatan Matuari Kota Bitung, meliputi: kualitas SDM pelaku UKM; akses terhadap sumberdaya produktif seperti keterbatasan permodalan dan akses teknologi; masalah infrastruktur,seperti pasar yang representatif dan sarana jalan yang memudahkan bagi UKM untuk menjual hasil usahanya; dan masalah birokrasi pemerintah, seperti kualitas dan kuantitas sumberdaya aparatur pemerintah dalam pembinaan dan pendampingan bagi UKM. 1. Kualitas SDM Pelaku UKM: Di satu sisi, kapasitas dan kualitas para pengelola UKM sebagian besar masih rendah, dengan memiliki keahlian teknis, kompetensi, kewirausahaan dan manajemen seadanya; Di sisi lain, pelaku UKM sulit berkembang karena tidak mencapai skala usaha yang ekonomis, dengan badan usaha yang perorangan, pengelolaan usaha yang tertutup serta legalitas usaha dan administrasi kelembagaan yang tidak memadai. Gambaran pelaku UKM di Kecamatan Matuari, berdasarkan tingkat pendidikan dan kelompok umur, sebagai berikut:
Pertama, berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, proporsi antara pengusaha UKM yang tamat SMTA sedikit lebihnya banyak (31,93%) dibandingkan dengan yang tamat SD dan SMTP yaitu masing-masing 25,41% dan 15,57%. Sedangkan pengusaha UKM yang tidak menamatkan pendidikan SD/sederajat mencapai 16,39%. Pengusaha UKM yang berpendidikan diploma ke atas mencapai 10,66%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SDM pelaku UKM di Kecamatan Matuari Kota Bitung perlu ditingkatkan. Jumlah Pelaku UKM menurut tingkat Pendidikan yang ditamatkan Tingkat Pendidikan Jumlah Persen. Aspek penting dalam peningkatan iklim usaha adalah pengembangan kebijakan yang memudahkan dan berpihak kepada tumbuh kembangnya UKM secara nasional. Termasuk dalam hal ini adalah penataan peraturan perundang-undangan di bidang UKM, sinkronisasi peraturan perundangan-undangan tingkat nasional dan daerah. Pemberdayaan UKM di Kecamatan Matuari Kota Bitung perlu ditunjang oleh peraturan daerah/peraturan walikota terkait dengan pembentukan forum dan peningkatan koordinasi, peningkatan kemampuan dan kualitas khususnya aparat daerah, pengembangan dan dukungan kegiatan dalam rangka peningkatan nilai tambah produk unggulan UKM daerah. Selain itu, diperlukan pengembangan model dalam penerapan teknologi dan hasil-hasil kajian dan penelitian yang sesuai dengan kebutuhan UKM termasuk pengembangan sistem dan jaringan informasinya. Kesimpulan 1. Pemberdayaan UKM dilakukan dengan pendekatan yang dilakukan untuk menumbuhkan sektor usaha kecil adalah dengan pembukaan akses-akses usaha kecil dan menengah ke pasar yang lebih luas atau introduksi usaha baru yang layak dan menguntungkan. 2. Sedangkan untuk mengembangkan sektor usaha kecil dan menengah dilakukan dengan memperkuat dan meningkatkan akses permodalan, manajemen usaha, teknologi, pemasaran dan standarisasi kualitas produk. 3. Berdasarkan hasil uji rata-rata dua sampel kecil independen, baik penerimaan maupun pendapatan UKM yang ikut program maupun yang tidak ikut program Pemberdayaan adalah sama, sehingga dapat disimpulkan program Pemberdayaan UKM tersebut masih belum efektif dalam memberdayakan masyarakat sebagai pelaku UKM jika ditinjau dari penerimaan dan pendapatannya. Saran 1. Sebaiknya Pemerintah Kecamatan Matuari Kota Bitung membentuk suatu lembaga yang dapat menampung pelaku UKM. Hal ini dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas SDM serta mengefisienkan dalam program Pemberdayaan Masyarakat Usaha Kecil dan menengah, sehingga diharapkan jaringan usaha dapat terus meluas dan penjualan setiap tahun dapat ditingkatkan, 2. Salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM adalah skala usaha, sehingga sebaiknya pemerintah Kota Bitung khususnya Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan pemerintah kecamatan Matuari dapat membentuk
suatu Tim Kerja/Lembaga yang dapat membantu UMKM dalam mengakses lembaga keuangan seperti bank. Hal ini karena, UMKM pada dasarnya kesulitan dalam memenuhi segala persyaratan yang ditentukan oleh perbankan. Daftar Pustaka Adi, Isbandi Rukminto. 2008.Intervensi KomuMatuaris: Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat.Jakarta: Rajawali Press. Adi, Kwartono. M. 2007.Analisis Usaha Kecil dan Menengah. Yogyakarta; Andi. Culla, Adi Suryadi. 2002.Masyarakat Madani: Pemikiran,Teori, dan Relevansinya dengan Cita-Cita Reformasi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Gany. R.A. 2001. Kemandirian Lokal. Hasanuddin Press. Makassar. Haris, Syamsuddin. (Ed). 2005.Desentralisasi dan Otonomi Daerah (Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintah Daerah).Jakarta : LIPI Press Hidjaz,Kamal.2010. Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan dalam Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia.Makassar: Refleksi Pers. Husaini Usman, M.Pd. M.T,Prof.Dr,dan Purnomo.S.A,M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian Sosial, cet.ke-2. Bumi Aksara:Jakarta. Josef, R. Kaho. 2005.Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia.Jakarta:PT Rajagrafindo Persada. Kansil, C.S.T, 1991.Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.Jakarta : Rineka Cipta. Koswara, E. 2001.Otonomi Daerah Untuk Demokrasi Dan Kemandirian Rakyat.Jakarta: Pariba. Labolo, M. 2006.Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Raja Grafindo. Moleong, L.J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muluk, Khairul, M.R. 2007.Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah.Malang: Bayumedia Publising. Narayan, Deepa. 2002. Empowerment and Poverty Reduction. Washington DC: The World Bank. Ndraha, Taliziduhu. 2003.Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru 1).Jakarta: Rineka Cipta. --------------------------. 2003.Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru 2).Jakarta: Rineka Cipta. Prasojo, Eko, dkk. 2007.Pemerintah Daerah. Jakarta: Universitas Terbuka. Prawirokusumo, S. 1999.Ekonomi Rakyat (Konsep, Kebijakan dan Strategi). Yogyakarta: BPFE. Sabarno, Hari. 2007.Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa. Jakarta: Sinar Grafika. Salam, Dharma Setyawan. 2007.Menajemen Pemerintahan Indonesia.Jakarta: Djambatan. Salman, Darmawan. 2002. Apa dan Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat. Makassar: PSKMP Unhas. Sani, M.Y. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Pembangunan. Makassar: Laboratorium Pembangunan Masyarakat, Program Pascasarjana UNHAS.
Sayogyo. 1994. Kemiskinan dan Pembangunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sufyanto. 2001.Masyarakat Tamaddun: Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurcholis Madjid, Yogyakarta : Pustaka Pelajar & LP2IF. Sugino, Prof. Dr. 2011.Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Alfaberta: Jakarta. Sulistiyani, A,T. 2004.Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gaya Media. Sulistiyani, A.T. 2005.Memahami Good Governance Dalam Perspektf Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gava Media. Sunarno, S. 2008.Hukum Pemerintah Daerah Di Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika. Tikson, Deddy T.Teori Pembangunan di Indonesia, Malaysia, dan Thailand (Keterbelakangan dan Ketergantungan). Tikson, Deddy T. 2001. Community Develompent I.Makassar: PPs-UNHAS. Wahab, Solichin Abdul, dkk. 2002. Masa Depan Otonomi Daerah. Malang: Percetakan SIC. Wijaya, Haw. 2003.Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II.Jakarta: PT Grafindo Persada. Wiranto, T. 1999. Pokok-pokok Pikiran Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Daerah.Cisarua Yin, Robert. K. 2009.Studi Kasus; Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sumber lain : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil dan Menengah.