2
AgroinovasI
PEMANFAATAN TUMBUHAN RAWA KEPAYANG (Pangium edule) DALAM MENGENDALIKAN HAMA Dalam melakukan budidaya tanaman selalu mendapat tantang yaitu serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor pembatas dalam meningkatkan produksi tanaman. Pada umumnya petani dalam mengendalikan hama selalu bertumpu pada penggunaan insektisida. Berdasarkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT), pengendalian dengan menggunakan insektisida merupakan alternatif terakhir apabila komponenkomponen lainnya tidak mampu lagi menekan serangan hama tersebut. Dalam rangka mengembangkan konsep PHT tersebut, maka peranan pengendali alami yang ramah lingkungan perlu dikaji seperti penggunaan tumbuhan sebagai bahan insektisida. Penggunaan insektisida sintetik pada umumnya kurang aman karena berdampak samping yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup. Untuk itu insektisida sintetik yang merupakan komponen penting dalam pengendalian hama terpadu perlu dicari penggantinya. Alternatif yang perlu dikembangkan produk alam hayati (Secondary metabolite) yang pada umumnya merupakan senyawa kimia berspektrum sempit terhadap organisme sasaran (Sastrodiharjo et al. 1992). Peran pengendalian hama serangga dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, khususnya sistem pertanian dirasa semakin penting. Pengendalian hama telah berevolusi dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan pertanian itu sendiri dan perkembangan teknologi pengendalian dan ilmu pengetahuan yang melandasinya. Sekarang pengendalian hama telah mencapai suatu tingkat yang cukup kompleks dalam suatu sistem manajemen pertanian. Penggunaan insektisida sintetik yang sangat luas tidak hanya mempengaruhi kehidupan serangga tetapi juga sistem fauna dan flora, lingkungan fisik dan kesehatan manusia (Manuwoto, 1999). Selain itu insektisida sintetik memiliki sifat non spesifik karena dapat membunuh organisme lain di antaranya adalah musuh alami yang harus dipertahankan keberadaannya (Arinafril dan Muller, 1999; Thamrin et al, 1999). Sedangkan Sastrodiharjo et al. (1992); Thamrin dan Asikin (2007) mengemukakan bahwa penggunaan insektisida sintetik pada umumnya kurang aman karena berdampak samping yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan. Untuk itu insektisida sintetik yang merupakan komponen penting dalam pengendalian hama terpadu perlu dicari penggantinya. Alternatif yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati yang pada umumnya merupakan senyawa kimia yang berspektrum sempit terhadap organisme sasaran. Tidak semua insektisida nabati dapat berperan sebagai pengganti insektisida sintetik, namun setidaknya penggunaan insektisida nabati dapat mengurangi frekuensi penggunaan insektisida sintetik, apabila kedua insektisida tersebut dipadukan. Oleh karena itu perlu dicari jenis tumbuhan yang bersifat meracun bagi hama serangga agar dapat dibuat sebagai bahan utama insektisida nabati, karena beberapa laporan hasil penelitian menyatakan bahwa penggunaan bahan tersebut aman terhadap lingkungan. Sebagai contoh adalah piretrin, yaitu bahan aktif dari bunga piretrum yang digunakan sebagai insektisida nabati. Piretrin tersebut Edisi 4-10 April 2012 No.3451 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
3
merupakan zat yang cepat terdegradasi di alam sehingga tidak persisten terhadap lingkungan maupun pada bahan makanan. Selain itu penggunaan piretrin dapat menghambat terjadinya kasus resurgensi dan resistensi serangga (Maciver, 1962). Sebagai Insektisida Nabati Kepayang (Pangium edule Reiw) adalah tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan untuk membuat insektisida, menurut Heyne, (1987) bahwa seluruh bagian pohon kepayang mengandung asam sianida yang sangat beracun dan dapat digunakan sebagai bahan pencegah busuk dan senyawa pembunuh serangga. Selain itu, daun buahnya dapat digunakan untuk pengawetan ikan. Tumbuhan kepayang termasuk dalam famili flacouirticeae, merupakan pohon yang tingginya dapat mencapai 40 m dengan diameter batang 2,5 m. Tumbuhan ini mengandung asam sianida dalam jumlah besar, dapat berperan sebagai antiseptik, pemusnah hama dan pencegah parasit yang efektif. Ekstrak daunnya dapat mematikan ulat dan organisme hewan lainnya, sedangkan ekstrak kayu, bunga, buah dan biji dapat mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak kehadiran serangga perusak (Heyne, 1987) Teknik Pembuatan Ekstrak Nabati Ekstrak Cair Sederhana Terlebih dahulu bersihkan atau cuci dengan air dan kering anginkan bagian tumbuhan yang ingin dijadikan bahan ekstrak sederhana. Timbang sebanyak 50 gr/lt air. Setelah ditimbang bahan dihaluskan dengan cara ditumbuk atau blender selama 5-10 menit atau bahan tersebut sudah halus. Kemudian dipisahkan dengan cara menyaring dan diperas. Air perasan atau yang sudah disaring tersebut ditambahkan 0,5 – 1 gram detergen sebagai bahan perata dan bahan tersebut disimpan kurang lebih 12-24 jam. Kemudian ekstrak sederhana yang sudah disimpan selama 12-24 jam tersebut sudah dapat dipergunakan. Apabila ekstrak sederhana yang sudah diaplikasikan tersebut dapat membunuh di atas 50% selama 3-4 hari maka bahan dari tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati. Ekstrak Padat (Paste) Insektisida nabati akan dibuat dalam bentuk ekstrak padat (paste) dengan cara merendam bahan tumbuhan segar ke dalam pelarut (etanol) dengan perbandingan setiap 1000 gram bahan tumbuhan dicampur 10 liter pelarut. Setelah direndam selama 24-48 jam, campuran bahan dengan pelarut tersebut disaring dan hasil saringan dievaporasi dengan vacum untuk menghasilkan residu, kemudian dimasukkan ke dalam cawan terbuka dan dipanaskan pada waterbath dengan suhu 40oC. Untuk membentuk ekstrak padat maka pemanasan harus dilakukan selama kurang lebih 48 jam. Sebelum aplikasi perlakuan, terlebih dahulu ekstrak padat dicampur dengan minyak tween 20 atau 40 dengan perbandingan 100 : 1 agar daya rekatnya pada tanaman lebih kuat dan penyebarannya merata pada permukaan tanaman. Mencampur ekstrak padat dengan tween 20 atau 40 dilakukan pada plat kaca hingga merata, kemudian dimasukkan ke dalam gelas dan dicampur dengan air sebanyak 10 ml untuk setiap 1 gram ekstrak padat. Cara penggunaan yaitu Badan Litbang Pertanian
Edisi 4-10 April 2012 No.3451 Tahun XLII
4
AgroinovasI
bahan diencerkan dengan air sebanyak 5 ml setiap 1 liter air bersih, kemudian aduk merata dan diamkan selama 60 menit, selanjutnya bahan campuran siap untuk diaplikasikan. Efikasi Terhadap Wereng Coklat Hasil pengamatan terhadap intensitas kerusakan tanaman akibat serangan hama wereng coklat menunjukkan bahwa aplikasi insektisida nabati dari bahan tumbuhan/flora rawa kepayang (Pangium edule) intensitas kerusakan tanaman dapat ditekan, begitu pula pada perlakuan insektisida sintetik berbahan aktif buprofezin tidak menunjukkan perbedaan dengan insektisida nabati dari bahan tumbuhan kepayang (P.edule). (Gambar 1). Dengan demikian insektisida nabati dari bahan tumbuhan kepayang berpotensi sebagai insektisida nabati dalam mengendalikan hama wereng coklat. Sedangkan pada perlakuan kontrol tanpa pengendalian terjadi hupper burn (terbakar) akibat wereng coklat mengisap cairan sel tanaman sehingga tanaman mengalami kekurangan cairan yang akhirnya kuning dan kering. Kepayang (Pangium edule), mempunyai daya racun tertinggi berkisar 70-85%. Menurut Asikin (2005), bahwa tumbuhan kepayang tersebut berpotensi sebagai insektisida nabati dalam mengendalikan hama penggerek batang padi, ulat kubis, ulat jengkal, ulat grayak dan ulat buah. Berdasarkan informasi masyarakat Dayak bahwa tumbuhan Kapayang (Pangium edule) dapat digunakan dalam mengobati cacing pada manusia. Insektisida sintetik buprofezin, yang dihasilkan Jepang, mampu menahan telur wereng menetas dan nimfanya berganti kulit. Karena tidak bisa berganti kulit, padahal nimfa ini perlu bertambah besar untuk menjadi dewasa, maka nimfa tersebut akan mati (www.tanindo.com/abdi4/hal3801.htm) Tanaman kepayang (Pangium edule) mengandung asam sianida dalam jumlah besar, obat anti septik, pemusnah hama dan pencegah parasit yang manjur. Kulit kayu pohon ini yang diremas-remas dan ditaburkan di perairan akan mematikan ikan atau sejenis tuba ikan. Daunnya dapat mematikan ulat dan organisme hewani lainnya. Menurut Rumphius (1992) dalam Wardhana (1997) bahwa seluruh bagian pohon kepayang mengandung asam sianida yang sangat beracun dan dapat digunakan sebagai bahan pencegah busuk dan senyawa pembunuh serangga. Adapun sifat astiri dari racunnya memiliki keuntungan apabila digunakan tidak ada bau atau rasa apapun yang tertinggal pada tanaman yang diperlakukan. Efikasi Terhadap Ulat Grayak Menurut Asikin (2008 dan 2009) (Gambar 2) telah didapatkan beberapa jenis tumbuhan rawa yang berpotensi sebagai insektisida nabati antara lain seperti tanaman kepayang (Pangium edule) mengandung asam sianida dalam jumlah besar, obat anti septik, pemusnah hama dan pencegah parasit yang manjur. Adapun sifat astiri dari racunnya memiliki keuntungan apabila digunakan tidak ada bau atau rasa apapun yang tertinggal pada tanaman yang diperlakukan. Sedangkan tumbuhan liar lainnya seperti gelam mempunyai bau aroma yang baik, kumadrah dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan, cambai dapat digunakan sebagai bahan ramuan ginjal dan maag, sedangkan tumbuhan meron dapat juga digunakan sebagai fumigan dalam mengendalikan hama-hama padi terutama walang sangit. Edisi 4-10 April 2012 No.3451 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI Inte ns itas Se rangan We re ng Cok lat
Efikasi Tumbuhan Rawa Terhadap Ulat grayak
Kontrol
Gambar 1. Intensitas Kerusakan Tanaman Padi akibat wereng coklat Sumber : Asikin (2005)
rin
tro l Ko n
ha lo t
Si
.ja
at a
di ca
va nic a lo m er at a G .re ng as M .c aj up ut i P. ed ul e
P.Edule Pe rlak uan
N
Buprof ezin
F. g
0
L. in
su m
20
do r
40
C .o
Mortalita
60
120 100 80 60 40 20 0
P. sa rm en to
(%) Kerusaka
100 80
5
Jenis Tumbuhan
Gambar 2. Efikasi jenis tumbuhan rawa terhadap ulat grayak Sumber : Asikin (2008).
Cara kerja (metode of action) insektisida nabati dalam membunuh atau mengganggu pertumbuhan hama sasaran adalah: (1). mengganggu/mencegah perkembangan telur, larva dan pupa, (2). mengganggu/mencegah aktifitas pergantian kulit dari larva (3) mengganggu proses komunikasi seksual dan kawin pada serangga (4). Meracun larva dan serangga dewasa imago, (5). Mengganggu/ mencegah makan serangga, (6) menghambat proses metamorfosis pada berbagai tahap, (7) menolak serangga larva dan dewasa, dan (8) menghambat pertumbuhan penyakit. (Anonymous dalam Saraswati (2004). Cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga dengan berbagai cara, di antaranya sebagai racun kontak, yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau dinding tubuh serangga, racun perut atau mulut, masuk melalui alat pencernaan serangga dan yang terakhir dengan fumigant, yang merupakan racun yang masuk melalui pernafasan serangga. Dan limonoid bersifat sebagai racun (Kardinan,2001), Asikin dan Thamrin (2009 b), melaporkan bahwa tanaman kepayang (P.edule) mengandung beberapa komponen kimia yang salah satu kandungannya adalah seperti piretrin. Senyawa piretrin bekerja dengan cara mengganggu jaringan saraf serangga. Piretrin bekerja dengan cepat dan dapat langsung membuat pingsan serangga. Namun sebagian besar serangga bangun kembali setelah sempoyongan beberapa saat. Hal ini disebabkan banyak jenis serangga yang mampu menguraikan dan menetralisir piretrin dengan cepat melalui proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuhnya. Piretrin memiliki daya racun yang rendah pada manusia dan mamalia. Kucing adalah salah satu contoh mamalia yang sangat peka terhadap piretrin. Piretrin lebih beracun bagi mamalia jika tercium (inhalasi), karena proses inhalasi menyediakan lebih banyak jalur bagi piretrin mencapai aliran darah yang menuju otak. Jika termakan, daya racun piretrin sangat rendah, karena tidak segera diserap oleh saluran pencernaan dan cepat dinetralisir oleh asam lambung. Kontak yang sering dengan piretrin juga menyebabkan iritasi dan alergi kulit. Piretrin adalah racun kontak yang tidak meninggalkan residu, sehingga pestisida ini sering disebut sebagai pestisida yang paling aman bagi lingkungan. Piretrin cepat terurai oleh sinar matahari dan kelembabab udara. Penguraian yang lebih cepat terjadi pada kondisi asam dan basa. Karena itu bahan yang mengandung piretrin tidak boleh dicampur dengan kapur atau sabun pada saat aplikasi. Formulasi piretrin dapat disimpan untuk waktu yang lama jika tidak dilarutkan.
Badan Litbang Pertanian
Edisi 4-10 April 2012 No.3451 Tahun XLII
6
AgroinovasI Efikasi Tumbuhan Rawa Terhadap Ulat Jengkal
Efikasi Tumbuhan Teradap Ulat Plutella
100 90 80 70 60 (%) Kematian 50 40 30 20 10 0
100 80 60
24 jam
(%) Kematian 40
36 jam 48 jam
Kapayang
Galam
Lua
Kalalayu Deltametrin
20 0
Lamda Sihalotrin
Kapayang
Morinda
Centella
Canavalia
Delametrin
Jenis Tumbuhan
Jenis Tumbuhan
Gambar 12. Efikasi tumbuhan rawa terhadap ulat tritip (Plutella sp) pada MT.2005 Sumber :Asikin (2005 c).
Gambar 3. Efikasi ekstrak tumbuhan rawa terhadap ulat buah Sumber : Asikin dan Thamrin (2005)
EfikasiEkstrak Flora Rawa Terhadap Ulat Buah (Diaphania indica)
(%) Kematia
120 100 80 60 40 20
k
o D ntr e ol lta La m nd et a rin si h al ot rin
K
S irs a
al K i al al a K yu ac .p a ra ng
Lu a
M am
n ga h Ji
G al K am um an d ra h
M ay a
Lu k K ut ap ay an g
0
Flora ra w a
Gambar 3. Efikasi beberapa jenis tumbuhan terhadap ulat buah (Diapania indica) pada MT.2005 Sumber :Asikin dan Thamrin 2005 b.
Efikasi Terhadap Ulat Jengkal Menurut Asikin dan Thamrin (2005 a), bahwa telah didapatkan beberapa jenis tumbuhan rawa yang berpotensi sebagai insektisida nabati terhadap ulat jengkal dengan daya racun antara 65-85%, di antaranya persentase kematian yang tertinggi adalah tanaman kepayang (Pangium edule) dan galam (Maleleuca cajuputi) (Gambar 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua ekstrak tumbuhan kepayang dan galam mempunyai daya rarun yang tinggi yaitu dapat mencapai 75-85% . Efikasi Terhadap Ulat Buah (Diaphania indica) Hasil penelitian ekstrak tumbuhan rawa terhadap ulat buah (Diaphania indica) diketahui bahwa telah didapatkan 11 jenis tumbuhan rawa yang berpotensi sebagai insektisida nabati (Gambar 4). Ke 11 jenis tumbuhan rawa tersebut adalah tumbuhan Lukut, Kepayang, Maya, Gelam, Kumandrah, Jingah, Lua, Mamali, Kalalayu, Kacang parang dan Sirsak. Pada umumnya jenis tumbuhan rawa yang berpotensi sebagai insektisida nabati tersebut juga berfungsi sebagai bahan obat-obatan tradisional. Misalnya seperti Kumandrah dapat digunakan sebagai obat cahar perut atau perlancar buang air. Efikasi Terhadap Ulat Tritip (Plutella sp) Menurut Asikin (2005 c), ditemukan empat jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai insektisida nabati dalam mengendalikan hama daun kubis (Plutella sp), yaitu Kepayang, Pegagan, Mengkudu dan Kacang Parang dengan tingkat kematian antara 60-80% pestisida nabati tersebut diduga bersifat racun perut, karena pada Edisi 4-10 April 2012 No.3451 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
7
hari pertama terjadi kontak belum memperlihatkan gejala keracunan, tetapi setelah larva-larva tersebut makan sehingga mengakibatkan gejala keracunan bagi larva tersebut (Gambar 12). Pada perlakuan ekstrak mengkudu dengan tingkat kematian 75% dan diikuti oleh perlakuan ekstrak kepayang dengan persentase kematian ulat plutella dapat mencapai 80%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu bahwa perlakuan ekstrak tanaman kepayang cukup tinggi daya racunnya dalam membunuh hama ulat kubis tersebut. S.Asikin dan M.Thamrin E-Mail
[email protected] Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
Buah Kepayang
Isi buah Kepayang
Daun Kepayang
Kulit Batang Kepayang Badan Litbang Pertanian
Edisi 4-10 April 2012 No.3451 Tahun XLII