Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 7 No.15, September 2009 ISSN 1693-248X
Pemanfaatan Panas Limbah Sekam Padi pada Proses Pengeringan Gabah Muhammad Sami *)
ABSTRAK Pengeringan (drying) zat padat yaitu penghilangan sejumlah zat cair di dalam zat padat hingga mencapai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pada penelitian ini, proses pengeringan terhadap gabah dilakukan dengan cara mengalirkan udara yang telah mendapat panas dari hasil pembakaran limbah sekam padi ke dalam kolom pengeringan melalui pipa tembaga berbentuk koil. Pengaturan laju alir fluida panas dan penggunaan waktu pengeringan dapat mempengaruhi kehilangan susut massa dan kadar air pada bahan hasil pengeringan dengan kadar air awal 27,11 %. Pengeringan dengan laju alir fluida panas 140 L/menit dan penggunaan waktu pengeringan 3 jam memberikan susut massa sebesar 7,68 % dan pada pada sedangkan pada laju alir udara panas 180 L/menit yaitu 9,37 %. Kadar air pada laju alir fluida panas 140 L/menit dengan waktu pengeringan 5 jam diperolah susut massa 14,12 % sedangkan pada laju alir fluida panas 180 L/menit yaitu 13,85 %. Kata Kunci: pengeringan, laju fluida panas, kadar air, susut massa
Pengeringan bahan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, pengeringan secara pembekuan, dan pengeringan buatan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan aktivitas mikroba. Penjemuran adalah pengeringan dengan menggunakan matahari langsung sebagai energi panas, sedangkan pengeringan buatan yaitu pengeringan dengan menggunakan alat pengering di mana panas di bawa ke alat pengering oleh udara panas sehingga bahan gabah menjadi kering. Mikroba dapat merusak bahan pangan yang mengandung air secara degradasi molekul-molekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil (Tien R Muchtali, 1997). Oleh karenanya masyarakat tani selalu mengalami tantangan oleh kerusakan hasil pertanian yang dipanennya, Sehingga untuk menjawab tantangan tersebut peneliti
PENDAHULUAN Permasalahan akan selalu muncul bagi petani apabila waktu musim panen tiba yang selalu berhadapan dengan cuaca musim hujan. Pada umumnya waktu musim panen tiba selalu diiringi oleh cuaca tidak bersahabat, sehingga banyak petani menderita kerugian karena kerusakan hasil panennya. Pengeringan gabah pada musim hujan selalu bermasalah karena umumnya pengeringan dilakukan hanya dengan mengandalkan sinar matahari (M. Munir et al, 2008). Setelah dilakukan pemanenan bahan pangan harus segera dipisahkan kandungan air didalamnya biasa disebut dengan pengeringan. Pengeringan (drying) zat padat yaitu pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain di dalam zat padat itu sampai suatu nilai rendah yang dapat diterima (McCabe et al, 1999).
*) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe
32
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 7 No.15, September 2009 ISSN 1693-248X
ingin “Memberikan suatu peralatan pengeringan dengan Pemanfaatan Panas Limbah sekam Padi” Di mana penggunaan alat ini mempunyai kelebihan mudah pembuatan, pemeliharaan, dan pengoperasiannya tidak tergantung kepada cuaca bila dibandingkan dengan pengeringan secara sinar matahari. Selain itu dengan pemanfaatan limbah sekam padi yang banyak tersedia dilingkungan masyarakat tani dapat bernilai ekonomis dan membantu pencegahan pencemaran lingkungan (Gintings P, 1998). Belum adanya sarana berupa alat pengering gabah (oven) bagi petani padi khususnya di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang hanya mengandalkan penjemuran secara alamiah. Maka dengan lahir “Suatu peralatan pengeringan gabah dengan pemanfaatan panas sekam padi melalui koil yang banyak tersedia dilingkungan masyarakat pertanian, diharapkan dapat menjawab persoalan kecemasan kerusakan gabah petani. Selain untuk pengeringan gabah alat ini juga dapat dipergunakan untuk mengeringkan bahan pertanian lain berupa kedelai, kacang panjang, jagung, pinang, gandum, coklat, dan lain-lain).
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu banyak banyak bahan-bahan yang hanya dapat dipakai apabila telah dikeringkan misalnya: tembakau, kopi, the, biji-bijian, dan lain-lain (Winarno F. G, 1993) Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah: 1. Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, dan kadar air) 2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas, seperti nampan, dan kecepatan udara. 3. Sifat-sifat dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara) 4. Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindah panas) Kerusakan (keburukan) bahan pangan tergantung dari jenis bahan pangan yaitu dapat berlangsung secara lambat (misalnya biji-bijian dan kacangkacangan) atau sangat cepat (misalnya pada daging dan ikan). Kecepatan kerusakan macam-macam bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan pengeringan yang cukup, maka tumbuhnya mikroba perusak termasuk yang dapat diproduksi racun akan dicegah. Pada Tabel 2. disajikan beberapa kadar air biji-bijian serta kacang-kacangan yang telah dikeringkan dianggap cukup aman untuk disimpan.
TINJAUAN PUSTAKA Pengeringan bahan pangan yaitu menurunkan kadar air di dalam bahan telah dilakukan sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Secara tradisional bahan pangan dikeringkan dengan sinar matahari, tetapi sekarang beberapa bahan makanan didehidrasi di bawah kondisi pengeringan yang terkendali dengan menggunakan aneka ragam metoda pengeringan (Buckle K, A et al, 1987)
33
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 7 No.15, September 2009 ISSN 1693-248X
Tabel 1. Umur Simpan Beberapa Macam Bahan Pangan pada Suhu 23oC No Bahan Pangan Umur simpan, hari 1 Daging, Ikan, unggas 1–2 2 Daging dan Ikan (dikeringkan, diasinkan, dan ≥ 360 3 diasap) 1–7 4 Buah-buahan ≥ 360 5 Buah-buahan kering 1-2 6 Sayur-sayuran berdaun ≥ 360 Biji-bijian kering Sumber: Tien R. Muchtadi, 1997 Tabel 2. Kadar Air dan Daya Tahannya Beberapa Bahan yang telah dikeringkan No Jenis Bahan Kadar Air Daya Tahan, bulan 1 Padi 12 – 14 6 2 Beras 14 3 3 Jagung 13 – 14 4–6 4 Kacang Kedelai 12 – 14 6–9 5 Kacang Tanah 9 – 12 3 Sumber: Tien R. Muchtadi, 1997 Kandungan zat cair di dalam bahan yang dikeringkan berbeda dari satu bahan ke bahan lain. Kadangkadang bahan yang tidak mengandung zat cair sama sekali disebut kering tulang (bone-dry), namun pada umumnya zat padat masih mengandung sedikit zat cair. Garam meja yang telah dikeringkan misih mengandung kirakira 0,5% air, batu bara kering kira-kira mengandung 4% air, dan kasein masih mengandung kira-kira 8% air. Zat padat yang akan dikeringkan biasanya terdapat dalam berbagai bentuk serpih (flake), bijia-bijian (granule), kristal (crystal), serbuk (powder), lempeng (slab) dan lembaran sinambung (continuous sheet) dengan sifat-sifat yang mungkin sangat berbeda satu sama lain.
beroperasi secara kontinyu (sinambung) dan ada pula yang secara tumpak (batch). Pada beberapa pengering zat padatnya ada yang diaduk, tetapi ada pula yang zat padatnya boleh dikatakan tidak diaduk. Biasanya untuk mengurangi suhu pengeringan dapat dilakukan pada kondisi vakum. Namun kita dapat membuat pembagian pokok sebagai berikut: a. Pengering adiabatik (adiabatic dryer) atau pengering langsung (direct dryer) yaitu pengering di mana zat padat itu bersentuhan langsung dengan gas panas (biasanya udara) b. Pengering non-adiabatik (nonadiabatic-dryer) atau pengering tak langsung (indirect dryer) yaitu pengering di mana perpindahan kalor berlangsung dari suatu medium luar, misalnya pemanasan dengan energi elektrik, radiasi, dan gelombang mikro.
Klasifikasi Pengering Tidak ada cara yang sederhana untuk mengklasifikasikan peralatan pengering, ada pengering yang
34
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 7 No.15, September 2009 ISSN 1693-248X
Peralatan Pengeringan Beberapa jenis peralatan pengeringan untuk zat padat dan tapal termasuk pengering talam (tray dryer) dan pengering konveyor tabir (screen conveyor dryer) untuk bahan-bahan yang tidak boleh diaduk, dan pengering menara (tower dryer), pengering putar (rotary dryer), pengering konveyor skrup (screw conveyor dryer), pengering hamparan fluidisasi (fluid bed dryer), dan pengering kilat (flash dryer) di mana pengadukannya dapat dilakukan.
Alat-alat yang dibutuhkan: a. Kompressor, 1 (satu) unit b. Humiditimeter c. Batang pipa tembaga 0,5 inci, 3 (tiga) batang d. Seng plat 1 mm, 1 (satu) lembar e. Drum logam 50 liter, 1 (satu) buah f. Flowmeter udara, 1 (satu) unit g. Lem Dueltone, 1 (satu) set h. Kawat screen 1 mm, 5 (lima) meter i. Kaca transparan 5 mm, 1(satu) keeping j. Paku 2 inci, ½(setengah) kg k. Oven, 1(satu) unit l. Timbangan analitis, 1(satu) unit m. Thermometer Hg 100 oC n. Selang plastik o. Barometer Gambar rangkaian peralatan pengeringan diperlihatkan pada Gambar 1.
METODOLOGI PENELITIAN Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pilot Plant Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe.
5
2
3
4
1
Gambar 1. Rangkaian Peralatan Pengeringan Limbah Keterangan: 1 = Sumber udara 2 = Kompresor 3 = Pipa tembaga 4 = Furnace 5 = Kolom Pengeringan
35
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 7 No.15, September 2009 ISSN 1693-248X
Bahan-bahan yang diperlukan: a. Gabah/padi pasca penen, 2kg b. Sekam padi, 1 m3 c. Udara bertekanan, 2 bar
di dalam eksikator sampai suhu kamar 6. Dianalisa kadar air dan ditentukan jumlah Susut massa bahan
Variabel Penelitian: 1. Dimensi Kolom: - Diameter kolom : 40 cm - Tinggi kolom : 50 cm - Jarak distribusi fluida panas: 15 cm
Penentuan Susut Pengeringan Susut pengeringan adalah kehilangan hasil selama proses pengeringan. Pengeringan dilakukan sesuai dengan kebiasaan setempat, seperti cara pengeringan, tempat pengeringan dan perlakuan selama pengeringan (Winarno F. G, 1993).
2. Kondisi Tetap: - Laju alir udara masuk kolom : 140, dan 180 L/menit - Relativ humiditi masuk kolom : 50, 80 % - Suhu udara masuk kolom : o 26, 3 C 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan kondisi operasi suhu udara sebelum masuk “furnace” pembakaran 26,3 oC dengan persen relative humidity 49,80 %, dan kadar air bahan 27,11 %. Setelah keluar “furnace” pembakaran (sebelum masuk) kolom pengeringan 49 o C dengan persen relative humidity 37 %, dan laju alir volume udara masuk 140 dan 180 L/menit liter per menit. Maka diperoleh hasil analisa seperti diberikan pada Tabel 3.
Parameter Uji: a. Kadar air di dalam bahan, % b. Susut massa, %
Tahap Operasi Pada tahap ini dilakukan pengoperasian pengeringan sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Ditentukan kadar air dan massa bahan sebelum dilakukan proses pengeringan 2. Dibakar sekam padi di dalam drum yang sudah dipasang pipa coil dari kuningan untuk pengaliran udara 3. Udara atmosfir dengan bantuan kompresor dialirkan melalui coil kuningan di dalam drum pembakaran sekam ke dalam ruangan pengeringan yang sudah diisi oleh bahan gabah 4. Lubang pengeluaran udara panas yang telah kontak dengan bahan harus dijaga dalam keadaan terbuka penuh 5. Gabah yang sudah diproses pada kondisi variabel operasi didinginkan
Pembahasan Setelah dilakukan penelitian dan analisa produk diperoleh data seperti diberikan pada tabel 3, di mana waktu pengeringan berpengaruh terhadap kandungan air dan susut massa. Penghilangan dan penguapan material yang terikut bersama bahan sampel (gabah) dapat terjadi oleh adanya perbedaan gaya dorong antara titik masuk kolom dan keluar kolom. Selain gaya dorong juga dipengaruhi oleh waktu sirkulasi aliran udara yang dipergunakan (melalui) ke dalam kolom pengeringan dan juga kondisi suhu fluida yang digunakan. Gambar 2. memperlihatkan hubungan antara susut 36
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 7 No.15, September 2009 ISSN 1693-248X
Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Air dan Susut Massa Laju alir Fluida Panas, L/menit
Waktu Pengeringan (jam) 2 3 4 5 6 7 2 3 4 5 6 7
140
180
Hasil Analia, % Kadar Air
Susut Massa
23.28 20.04 16.61 14.12 13.1 13.46 22.32 19.05 17,56 13.85 13.69 13.34
4.2 7.68 14.72 21.73 24.63 25.28 5.31 9.37 15.78 23.76 25.88 27.54
Susut Massa, %
30 25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu Pengeringan, m enit 140 L/menit
180 L/menit
Gambar 2. Kurva Hubungan Susut Massa Vs Waktu Pengeringan massa dengan penggunaan waktu pengeringan, di mana penambahan watu pengeringan dari 2 sampai dengan 5 jam terjadi penambahan persentase susut massa yang nyata. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan air bebas di dalam bahan (gabah) dan relative humidity dari aliran udara yang masuk. Selain itu juga laju aliran fluida panas juga dapat mempengaruhi susut massa bahan, hal ini dapat dilihat pada
Gambar 2, di mana laju aliran fuida panas 180 L/menit terjadi kenaikan susut massa lebih besar dibandingkan dengan pengaliran aliran fluida panas 140 L/menit. Pada penggunaan laju alir fuida panas 140 L/menit dengan waktu pengeringan 5 jam terjadi susut massa 21,73 % sedangkan pada penggunaan laju aliran fluida panas 180 L/menit dengan waktu pengeringan yang sama mengalami penurunan susut massa
37
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 7 No.15, September 2009 ISSN 1693-248X
Kadar Air, %
25 20 15 10 5 0 0
2
4
6
8
Waktu Pengeringan, m enit 140 L/menit
180 L/menit
Gambar 3. Kurva Hubungan Kadar Air Vs Waktu Pengeringan sebesar 23,76 %. Kenaikan susut massa cenderung optimal terhadap penambahan waktu pengeringan yang digunakan. Gambar 3. memberikan hubungan antara susut massa terhadap penggunaan waktu pengeringan, di mana kandungan uap air di dalam bahan berkurang terhadap penggunaan waktu pengeringan. Hal ini berhubungan dengan Gambar 2. di mana semakin lama penggunaan waktu pengeringan terjadi susut massa yang lebih besar sehingga mengakibatkan kandungan air di dalam bahan semakin kecil. Waktu pengeringan dan penggunaan laju aliran fluida panas mempengaruhi kandungan kadar air di dalam bahan gabah di mana pada laju alir fluida panas 140 L/menit dengan waktu pengeringan 3 jam diperoleh kadar air 20,04 % sedangkan pada laju aliran fluida panas 180 L/menit dengan waktu pengeringan 3 jam diperoleh kadar air 19,03 %.
1. Pada penggunaan laju aliran fluida panas 140 L/menit pada kondisi waktu pengeringan 3 jam memberikan susut massa sebesar 7,68 % dengan kadar air 20,04 %, dan pada waktu pengeringan 5 jam diperolah susut massa sebesar 21,73 % dengan kadar air 14,12 %. 2. Pada penggunaan laju aliran fluida panas 180 L/menit dengan kondisi waktu pengeringan 3 jam memberikan susut massa sebesar 9,37 % dengan kadar air 19,05%, dan pada waktu pengeringan 5 jam diperolah susut massa sebesar 23,76 % dengan kadar air 13,85 %. 3. Pengaturan dan penggunaan waktu pengeringan dapat mempengaruhi kehilangan susut massa dan kadar air pada bahan hasil pengeringan Saran Disarankan kepada peneliti lanjutan agar dapat melanjutkan penelitian terhadap bahan hasil pertanian yang lain, misalnya pinang, kacang kedelai, coklat, dan lain-lain
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 38
Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 7 No.15, September 2009 ISSN 1693-248X
DAFTAR PUSTAKA Buckle K, A 1987; Ilmu Pangan Universitas Indonesia Press, Jakarta Gintings, P; 1998; Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri, Penerbit Sinar Harapan McCabe WL, Smith JC, & Harriot P, 1999; Operasi Teknik Kimia, Jilid 2 Edisi Keempat, Penerbit Erlangga Munir, M et al 2008; Pedoman Pengukuran Kehilangan Hasil Gabah Pada Saat Pengeringan Tien R, Muchtadi 1997, Teknologi Proses Pengolahan Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Winarno FG, 1993; Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Jakarta
39