PEMANFAATAN KULIT NANAS ( Ananas comosus L. Merr ) SEBAGAI MEDIA PERENDAMAN BIJI KEDELAI (Glycine max, (Linn.) Merrill) UNTUK MEMPERCEPAT PROSES PEMBUATAN TEMPE
Disusun oleh: Prisma Andita Pebriaini (7296) Faratiti Dewi Audensi (7186) Luthfi Rizky Affandhy (7244)
SMA NEGERI 2 MOJOKERTO Jl. Raya Ijen No. 09 Kota Mojokerto 2011
HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan
: Pemanfaatan Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) Sebagai Media Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, (Linn) Merril) Untuk Mempercepat Proses Pembuatan Tempe 2. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap : Luthfi Rizky Affandhy b. NIS : 7244 c. Kelas : X-2 d. Alamat Rumah dan No Telp/HP : Suratan Gg 5 no. 22 Mojokerto 085731282251 4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : a. Nama : Prisma Andita Pebriaini NIS : 7296 Kelas : X-9 b. Nama : Faratiti Dewi Audensi NIS : 7186 Kelas : X-8 5. Guru Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar : Akhmad Faruq Hamdani, S.Pd b. NIP :c. Alamat Rumah dan No Telp/HP : Jl. Demak no 20 Dampit – Malang 085736023603
Disetujui untuk diikutkan dalam Lomba Penelitian Ilmiah Remaja di Universitas Negeri Malang
Menyetujui, Kepala SMAN 2 Mojokerto
Mojokerto, 6 Oktober 2011 Guru Pendamping
Drs. H. Sugiono, M. Pd NIP. 19640514 198913 1 001
Akhmad Faruq Hamdani, S. Pd
KATA PENGANTAR Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmatNya, penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) Sebagai Media Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, (Linn) Merril) Untuk Mempercepat Proses Pembuatan Tempe” dapat terselesaikan. Tujuan penelitian
ini untuk mempercepat proses pembuatan tempe yang
sebelumnya memerlukan waktu yang lama. Dalam penyusunan laporan ini peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Drs. H. Sugiono, M.Pd, sebagai Kepala SMAN 2 Kota Mojokerto yang telah memberi kesempatan dan dorongan kepada penulis;
2.
Bapak Akhmad Faruq Hamdani, S.Pd, sebagai pembimbing penulis dalam melakukan penelitian hingga penulisan karya tulis ini;
3.
Kedua orang tua kami yang telah memberi dorongan dan sekaligus membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ini;
4.
Semua rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian; Semoga bantuan dan kerjasama yang telah diberikan mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh kemampuan penulis, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sehingga dapat menyempurnakan karya tulis ini.
Mojokerto, 03 Oktober 2011
Penulis,
DAFTAR ISI Halaman Judul………………………………………………………………. …. Lembar pengesahan …………………………………………………………...... Kata pengantar ………………………………………………………………...... Daftar Isi ………………………………………………………………………... Abstrak …………………………………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……………………………………………. B. Rumusan Masalah ………………………………………... C. Tujuan Penelitian …………………………………………. D. Manfaat Penelitian ………………………………………... BAB II TELAAH PUSTAKA A. Nanas ( Ananas comosus L. Merr ) …………………..…... B. Kedelai (Glycine max, (Linn.) Merrill) ……………………… C. Rhizopus ………………………………………………….. D. Tempe……………………………………………………... BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian …………………………………………... B. Alat dan Bahan Penelitian………………………………… C. Prosedur Kerja…………………………………………….. D. Metode Pengumpulan Data……………………………….. E. Analisa Data………………………………………………. F. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………….. G. Hipotesis…………………………………………………... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian……………………………………............. B. Pembahasan ………………………………………………. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………….. B. Saran ……………………………………………………… Daftar Pustaka Daftar Riwayat Hidup Lampiran
i ii iii iv v 1 2 2 2 3 4 5 6 10 10 10 13 13 13 13 14 14 17 17
Pemanfaatan Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) Sebagai Media Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, (Linn.) Merrill) Untuk Mempercepat Proses Pembuatan Tempe Oleh: Luthfi Rizky Affandhy, Prisma Andita Pebriaini, Faratiti Dewi Audensi.
RINGKASAN: Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama. Hingga diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan maksimal 72 jam. Lamanya proses pembuatan tempe karena proses fermentasi. Fermentasi akan berlangsung baik dan cepat bila dibantu dengan kondisi suhu yang optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang asam (±4-5) (Widayati, 2002). pH asam akan memudahkan jamur tempe (ragi) untuk melakukan metabolisme, antara lain mengeluarkan enzim, pembentukan spora hingga terbentuknya miselium sebagai perekat butiran–butiran kedelai menjadi tempe. Namun selama ini penurunan pH pada saat perendaman biji kedelai hanya menggunakan air biasa sehingga pH asam yang diperoleh tidak optimal yaitu hanya berkisar 6,5 s/d 5. Penambahan asam asetat sintetik tidak membuat penurunan pH berlangsung optimal. Berdasarkan kondisi tersebut peneliti memanfaatkan perasan kulit nanas yang diduga mengandung asam asetat cukup tinggi (Anonim, 2006) untuk merendam biji kedelai agar diperoleh pH asam optimum, dengan menggunakan 4 faktor perlakuan, yaitu A (perendaman selama 6 jam), B (perendaman 12 jam), C (perendaman 24 jam) dan D (perendaman 24 jam pada air biasa sebagai kontrol). Hasil yang diperoleh dari perendaman biji kedelai dengan menggunakan perasan air kulit nanas ternyata dapat menurunkan pH dalam waktu yang cukup singkat, yaitu pH 4-5. Dengan kondisi pH 4-5 pada masing-masing perlakuan diperoleh hasil tempe dalam kecepatan waktu yang bervariasi. Pada perlakuan A (perendaman 6 jam) diperoleh hasil tempe jadi membutuhkan waktu 24 jam, berturut-turut perlakuan B (perendaman 12 jam) = 48 jam, perlakuan C (perendaman 24 jam) = 62 jam dan kontrol = 72 jam. Dari hasil terbentuknya tempe dengan waktu yang lebih cepat, menunjukkan bahwa kulit nanas dapat digunakan sebagai media perendaman biji kedelai untuk mempercepat produktivitas tempe.
Kata Kunci : Kulit nanas, Kedelai, Tempe, Rhizopus sp.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Buah nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu jenis buah yang terdapat di Indonesia. Masyarakat tidak asing lagi dengan buah nanas karena banyak dikonsumsi sebagai buah segar. Selain itu dalam bidang industri nanas digunakan dalam pembuatan selai, kripik, essence minuman dan pembuatan sirup (Anonim, 2009). Namun konsumsi nanas masih terbatas pada daging buahnya saja, sering kita jumpai limbah kulit nanas banyak menumpuk dipasar dan penjual buah yang terbuang begitu saja. Kulit nanas yang selama ini dibuang dan tidak dimanfaatkan, diduga mengandung asam asetat yang cukup tinggi (Anonim, 2006). Dalam pembuatan tempe sering kali para pengrajin tempe memanfaatkan asam asetat sintetik untuk membantu menurunkan pH (derajat keasaman), agar proses fermentasi berlangsung dengan baik. Tempe sejatinya sudah melekat di masyarakat sebagai makanan seharihari. Namun ada beberapa orang yang tidak mengetahui betapa rumitnya pembuatan tempe. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk merendam biji kedelai cukup lama, sekitar 12 sampai dengan 24 jam. Hal itu dilakukan agar biji kedelai mengembang dengan sempurna. Selama perendaman, pH turun dari 6,5 (netral) menjadi 5,3 (asam). Kondisi asam inilah nanti yang dapat membantu proses fermentasi biji kedelai oleh jamur tempe (ragi) hingga menjadi tempe. Tak jarang hingga menjadi tempe dibutuhkan waktu 72 jam untuk fermentasi. Lamanya
perendaman
biji
kedelai
untuk
menurunkan
pH
dan
berlangsungnya fermentasi yang lama akan memghambat produktivitas tempe. Secara ekonomis, lambannya produktivitas ini tentu akan mengurangi penghasilan para pengrajin tempe. Berdasarkan keadaan di atas peneliti berfikir untuk memanfaatkan limbah kulit nanas yang mengandung asam asetat cukup tinggi sebagai media
perendaman biji kedelai agar dapat mempercepat penurunan pH sehingga proses fermentasi dalam pembutan tempe berjalan lebih cepat. Apabila benar proses fermentasi dapat berjalan dengan cepat maka produktivitas dalam pembuatan tempe juga akan berlansung lebih cepat dan berdampak positif bagi penghasilan pengrajin tempe. Selain itu, juga dapat mengurangi limbah kulit nanas yang terbuang sia-sia.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah perendaman biji kedelai pada perasan kulit nanas dapat mempercepat proses fermentasi dalam pembuatan tempe? 2. Apakah perendaman biji kedelai pada perasan kulit nanas berpengaruh terhadap rasa dan tekstur tempe?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perendaman biji kedelai pada perasan kulit nanas dapat mempercepat proses fermentasi dalam pembuatan tempe. 2. Untuk mengetahui perendaman biji kedelai pada perasan kulit nanas berpengaruh terhadap rasa dan tekstur tempe.
D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis dapat menambah informasi tentang manfaat kulit nanas (Ananas comosus L. Merr) sebagai bahan untuk mempercepat pembuatan tempe. 2. Secara praktis dapat memanfaatkan limbah kulit nanas (Ananas comosus L. Merr) sebagai bahan untuk merendam biji kedelai yang akan dijadikan tempe.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Nanas (Ananas comosus L Merr) Buah nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu jenis buah yang terdapat di Indonesia, mempunyai penyebaran yang merata. Selain dikonsumsi sebagai buah segar, nanas juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Dari berbagai macam pengolahannya nanas seperti selai, manisan, sirup, dan lain-lain maka akan didapatkan kulit yang cukup banyak sebagai hasil sampingan (Anonim, 2009). Berdasarkan
kandungan
nutriennya,
ternyata
kulit
buah
nanas
mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut Wijana, dkk (1991) kulit nanas mengandung 81,72 % air; 20,87 % serat kasar; 17,53 % karbohidrat; 4,41 % protein; dan 13,65 % gula reduksi. Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia, salah satunya etanol melalui proses fermentasi. Selain itu kulit nanas yang selama ini dibuang dan tidak dimanfaatkan, diduga mengandung asam asetat yang cukup tinggi (Anonim, 2006) Nanas merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak dihasilkan di Indonesia. Dari data statistik, produksi nanas di Indonesia untuk tahun 1997 adalah sebesar 542.856 ton dengan nilai konsumsi 16,31 kg/kapita/tahun (Anonymous, 2001). Upaya ini yang akan diujicobakan oleh penulis untuk menjadikannya sebagai bahan perendaman biji kedelai sebagai bahan pembuat tempe.
Menurut Suprapti (2001), limbah nanas berupa kulit, ati/bonggol buah atau cairan buah/gula dapat diolah menjadi produk lain seperti sari buah atau sirup. Menurut Kumalamingsih (1993), secara ekonomi kulit nanas masih bermanfaat untuk diolah menjadi pupuk dan pakan ternak. B. Kedelai (Glycine max, (Linn.) Merrill) Kedelai (Glycine max) sudah dibudidayakan sejak 1500 tahun SM dan baru masuk Indonesia, terutama Jawa sekitar tahun 1750. Kedelai paling baik ditanam di ladang dan persawahan antara musim kemarau dan musim hujan. Sedang rata-rata curah hujan tiap tahun yang cocok bagi kedelai adalah kurang dari 200 mm dengan jumlah bulan kering 3-6 bulan dan hari hujan berkisar antara 95-122 hari selama setahun. Kedelai mempunyai perawakan kecil dan tinggi batangnya dapat mencapai 75 cm. Bentuk daunnya bulat telur dengan kedua ujungnya membentuk sudut lancip dan bersusun tiga menyebar (kanan–kiri– depan) dalam satu untaian ranting yang menghubungkan batang pohon. Kedelai berbuah polong yang berisi biji-biji. Menurut varietasnya ada kedelai yang berwarna putih dan hitam. Baik kulit luar buah polong maupun batang pohonnya mempunyai bulu-bulu yang kasar berwarna coklat. Kedelai memiliki berbagai nama lokal seperti Soybean (Inggris), Kedelai (Indonesia), Kedhele (Madura), Kedelai, Kacang jepun, Kacang bulu (Sunda), Lawui (Bima), Dele, Dangsul, Dekeman (Jawa), Retak Menjong (Lampung), Kacang Rimang (Minangkabau), Kadale (Ujung Pandang). Kandungan kedelai (100 gram) meliputi Protein 34,9 gram; kalori 331 kal; lemak 18,1 gram; hidrat arang 34,8 gram; kalsium 227 mg; fosfor 585 mg; besi 8 mg; vitamin A 110 SI; vitamin B1 1,07 mg; dan air 7,5 gram (Indrawati, 1992).
Tingkatan Klasifikasi Kedelai Divisio
Spermatophyta
Classis
Dicotyledoneae
Gambar 2.1. Tanaman Kedelai
Ordo
Rosales
Familia
Papilionaceae
Genus
Glycine
Species
Glycine max (L.) Merill
C. Rhizopus 1. Rhizopus Oligosporus Rhizopus oligosporus adalah jamur dari keluarga Mucoraceae yang banyak digunakan untuk produksi tempe. Rhizopus oligosporus merupakan genus utama yang menghasilkan antibiotik menghambat gram positif bakteri, termasuk yang berpotensi membahayakan Staphylococcus aureus dan menguntungkan Bacillus subtilis, bahkan setelah Rhizopus dikonsumsi. Ini mendukung bukti anekdot bahwa mereka yang makan tempe secara teratur memiliki lebih sedikit infeksi usus. Yang paling umum adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus stolonifer. Beberapa fitur morfologi, seperti panjang rhizoids dan sporangiophores, diameter sporangia, bentuk columellae, dan ukuran, bentuk dan tekstur permukaan sporangiospores bantuan dalam diferensiasi spesies Rhizopus dari yang lain. Suhu pertumbuhan maksimum juga bervariasi dari satu satu spesies ke spesies yang lainnya. Klasifikasi Taksonomi Kingdom
Fungi
Filum
Zygomycota
Ordo
Mucorales
Keluarga
Muroraceae
Genus
Rhizopus
Tabel 2.1. Tabel klasifikasi taksonomi 2. Rhizopus Oryzae Koloni sangat cepat tumbuh di 25oC, mencapai tinggi 5-8 mm, dengan kecenderungan beberapa runtuh, kapas putih pada awalnya, menjadi abu-abu kecoklatan sampai kehitaman-kelabu tergantung pada jumlah sporulasi. Sporangiophores sampai 1500 mm panjang dan 18 mm, lebar berdinding mulus,
non-septate, rhizoids berlawanan sederhana atau bercabang, yang timbul dari stolons yang biasanya dalam kelompok 3 atau lebih. Pertumbuhan yang baik di 40oC.
D. Tempe Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer (kapang roti). Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselium kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. 1. Pembuatan tempe Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perendaman, pengupasan, pencucian, perebusan, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi. Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis), asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.
Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji. Setelah dikupas, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan
juga
dimaksudkan
untuk
melunakkan
biji
kedelai
dan
mematangkannya. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi. Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur Rhizopus sp. murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan atau inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan. Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja),
asalkan
memungkinkan
masuknya
udara
karena
kapang
tempe
membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus bijibiji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20°C–37°C selama 36-72 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat
biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi. 2. Kandungan Tempe dan Manfaatnya bagi Kesehatan Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Sebagai makanan protein nabati tempe mengandung protein cukup tinggi yaitu 18,3 gram/100 gram tempe. Selain itu tempe juga mengandung zat besi cukup tinggi di mana setiap 100 gram tempe kering mengandung 10 miligram zat besi. Tempe juga mengandung abu, kalsium, vitamin dan beberapa asam amino yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. Dengan melihat proses fermentasi dan kandungan gizi, tempe sendiri ternyata memiliki banyak khasiat sebagaimana telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah di antaranya: menghambat proses penuaan, mencegah penyakit kanker, mencegah penyakit jantung koroner, menurunkan kolesterol, mencegah penyakit anemia. 3. Fermentasi dalam pembuatan tempe Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan tempe. Menurut hasil penelitian pada tahap fermentasi terjadi penguraian karbohidrat, lemak, protein dan senyawa-senyawa lain dalam kedelai menjadi molekulmolekul yang lebih kecil sehingga mudah dimanfaatkan tubuh. Pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi aktivitas enzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik, yang diproduksi oleh kapang Rhizopus sp. Pada proses pembuatan tempe, sedikitnya terdapat empat genus rhizopus yang dapat digunakan. Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian Rhizopus oryzae merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan tempe Indonesia. Produsen tempe di Indonesia tidak menggunakan inokulum berupa biakan murni kapang Rhizopus sp. Namun menggunakan inokulum dalam bentuk bubuk yang disebut laru atau inokulum biakan kapang pada daun waru yang disebut usar. Pada penelitian ini dipelajari aktivitas enzim-enzim amilase, lipase dan protease pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe menggunakan biakan murni rhizopus
oligosporus,
rhizopus
oryzae
dan
laru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim amilase, lipase dan protease dari ketiga inokulum tersebut berbeda secara sangat bermakna. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa aktivitas enzim dipengaruhi oleh jenis inokulum dan waktu fermentasi. Juga terdapat interaksi antara waktu fermentasi dan jenis inokulum terhadap aktivitas enzim-enzim aminolitik, lipolitik, proteolitik (Karmini, 1996). BAB III METODOLOGI PENULISAN
A. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan untuk memperoleh data tentang pemanfaatan kulit nanas (Ananas comosus L. Merr) sebagai media perendaman biji kedelai untuk mempercepat proses pembuatan tempe maka dilakukan penelitian eksperimen.
B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Alat yang digunakan adalah blender, pisau, saringan, wadah, panci, tampah, daun pisang/plastik, pH Universal, timbangan dan gelas ukur 2. Bahan Bahan yang digunakan adalah biji kedelai, air perasan kulit nanas, dan air bersih
C. Prosedur Kerja
Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat tempe dengan perasan kulit nanas sebagai media perendaman biji kedelai adalah sebagai berikut : 1. Membuat Perasan Air Kulit Nanas
a. Kulit nanas dicuci hingga bersih b. Kulit nanas di timbang sebanyak 250 gram c. Kulit nanas dipotong kecil-kecil d. Blender kulit nanas sampai lembut e. Tambahkan air sebanyak 500 ml f. Saring dan masukkan ke wadah. g. Di ukur keasamannya dengan pH Universal, pHnya = 4 (Asam) Dari 250 gram kulit nanas ditambah 500ml air akan diperoleh air kulit nanas sebanyak 450 ml. 2. Membagi air perasan kulit sebagai medium perendaman biji
kedelai
450 ml
150 ml
150 ml
A: 6 jam
B: 12 jam
150 ml
C: 24 jam
Keterangan: Air perasan kulit nanas yang berjumlah 450 ml dengan pH 4,
dibagi
untuk 3 perlakuan, yaitu untuk waktu perendaman 6 jam, 12 jam, dan 24 jam. 3. Perendaman biji kedelai pada perasan air kulit nanas dan air biasa Perendaman biji kedelai pada perasan air kulit nanas, merupakan satu kesatuan dengan langkah kerja dalam pembuatan tempe. Namun demikian guna mempermudah penjelasan, kami pisah tersendiri. Biji kedelai sebanyak 1 kg atau 1000 gram dibagi menjadi 4 wadah: Wadah A : 250 gram direndam selama 6 jam di air perasan kulit nanas Wadah B : 250 gram direndam selama 12 jam di air perasan kulit nanas Wadah C : 250 gram direndam selama 24 jam diair perasan kulit nanas
Wadah D : 250 gram direndam selama 24 jam diair biasa (kontrol) Kemudian masing-masing wadah akan dibuat tempe setelah lama perendaman berlangsung, dengan mengikuti prosedur pembuatan tempe sebagai mana akan dijelaskan dibawah. 4. Pembuatan tempe dari rendaman biji kedelai pada air perasan kulit nanas dan air biasa sebagai kontrol Dalam pembuatan tempe langkah yang dilakukan seperti tersebut di bawah ini, namun pada poin (3) perlakuan akan berbeda pada masingmasing wadah terkait lamanya waktu perendaman. a) Biji-biji kedelai diletakkan pada tampah kemudian ditampi, untuk memperoleh biji kedelai yang berkualitas. b) Biji-biji kedelai dimasukkan wadah kemudian dicuci dengan air. Saat dicuci, biji kedelai yang mengambang dibuang. c) - Biji kedelai pada wadah A direndam selama 6 jam pada air perasan kulit nanas. - Biji kedelai pada wadah B direndam selama 12 jam pada air perasan kulit nanas. - Biji kedelai pada wadah C direndam selama 24 jam pada air perasan kulit nanas. - Biji kedelai pada wadah D direndam selama 24 jam pada air biasa. d) Biji kedelai diletakaan pada saringan, kemudian dipecah menjadi 2 dan dibuang kulitnya. e) Rebus biji kedelai dengan air biasa selama 30 menit. f) Biji kedelai kemudian direndam dalam air panas atau hangat bekas air perebusan supaya kedelai mengembang. g) Rebus
kembali
biji
kedelai untuk
membunuh bakteri
kemungkinkan tumbuh selama perendaman.
yang
h) Biji kedelai diambil dari panci, diletakkan di atas tampah dan diratakan tipis-tipis. Selanjutnya, kedelai dibiarkan dingin sampai permukaan keping kedelai kering dan airnya menetes habis. i) Sesudah itu, kedelai dicampur dengan ragi (Rhizopus sp.) untuk mempercepat atau merangsang pertumbuhan jamur. j) Masukkan kedelai yang telang dicampur ragi dalam plastik/daun pisang yang sebelumnya telah diberi lubang-lubang kecil yang berjarak 0,25-1,3 cm.
D. Metode Pengumpulan Data
Hasil pembuatan tempe dari 4 perlakuan di tabulasikan dalam tabel atau diagram untuk kemudian dianalisis. Tentang kecepatan pembuatan tempe dari 4 perlakuan yang berbeda. E. Analisa Data Hasil penelitian yang telah ditabulasikan dianalisis secara diskriptif kualitatif dan ditunjang dengan data uji organoleptik.
F. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium SMA Negeri 2 Mojokerto dan rumah peneliti. Dilaksanakan mulai 29 Agustus s/d 01 Oktober 2011.
G. Hipotesis Air perasan kulit nanas dapat dimanfaatkan untuk media perendaman biji kedelai sehingga dapat mempercepat proses pembuatan tempe
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka data yang diperoleh tentang perbandingan proses pembuatan tempe pada medium air perasan kulit nanas dan air biasa dapat dilihat di tabel di bawah ini: No.
Pembeda
Wadah A
Wadah B
Wadah C
Wadah D
1.
Bentuk
Padat
Padat
Padat
Padat
2.
Miselium
Putih
Putih
Putih
Putih
3.
Waktu
24 jam
26 jam
48 jam
72 jam
4.
Rasa
Gurih, enak
Gurih,enak Gurih,
Gurih ,enak
agak asam 5
Daya tahan
2 s/d 3 hari
2 hari
1 hari
2 s/d 3 hari
6.
Warna
Putih
Agak
Sangat
Putih
kusam
kusam
kedelai
Tabel 4.1. Tabel hasil tempe pada air perasan kulit nanas dan air biasa Keterangan: 1. Wadah A : direndam selama 6 jam di air perasan kulit nanas 2. Wadah B : direndam selama 12 jam di air perasan kulit nanas 3. Wadah C : direndam selama 24 jam diair perasan kulit nanas 4. Wadah D : direndam selama 24 jam diair biasa (kontrol)
B. Pembahasan Berdasakan data hasil penelitian diketahui bahwa air perasan kulit nanas dapat digunakan sebagai media perendaman biji kedelai hingga menjadi tempe. Dari keempat wadah semuanya berhasil dalam hal bentuk tidak ada
perbedaan, miselium dapat tumbuh dengan sempurna,
rasa juga tidak jauh
berbeda, dan dapat mempersingkat proses pembuatan tempe. Proses pembuatan tempe disebut singkat waktunya dapat diketahui dari perlakuan A yaitu perendaman 6 jam dimana hanya 24 jam waktu yang dibutuhkan hingga menjadi tempe. Hal ini dapat terjadi karena perendaman selama 6 jam cukup efektif menurunkan pH yang semula dari 7,0-6,5 menjadi pH 4-5 nilai ini disebut sebagai asam yang optimal.
pH asam inilah yang
mempermudah jamur/ragi (Rhizophus sp) beraktivitas, melakukan metabolisme dengan mengeluarkan enzim, serta membentuk miselium-miselium untuk menganyam potongan-potongan kedelai menjadi tempe. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan perlakuan D (kontrol), yaitu perendaman selama 24 jam pada air biasa yang sering dilakukan para pengrajin tempe. Selama direndam di air biasa pH nya memang turun dari pH awal 7,0-6,5 menjadi pH 5, namun membutuhkan waktu yang cukup lama yakni 24 jam. Namun demikian, pada uji organoleptik (uji rasa), ada perbedaan rasa pada perlakuan C (perendaman 24 jam), rasa tempe agak asam dan tektur kedelai menjadi kusam. Hal ini dapat dimengerti bahwa perendaman selama 24 jam pada perasan kulit nanas membuat perubahan warna tempe sekaligus rasa akibat dari pengaruh asam asetat pada perasan kulit nanas. Hal sama juga di lihat pada hasil perlakuan B (perendaman 12 jam) kedelai juga tampak agak kusam meski rasa tidak asam. Daya tahan perlakuan A sama dengan perlakuan kontrol yang memiliki daya tahan selama 2 sampai dengan 3 hari. Sedangkan pada perlakuan C hanya bertahan 1 hari. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti mengambil hasil yang terbaik yaitu perendaman selama 6 jam pada perasan kulit nanas, adalah kondisi terbaik pembuatan tempe. Selain waktu yang cepat, dari tes rasa dan tekstur tempe memiliki persamaan dengan perlakuan kontrol. Keberhasilan perendaman biji kedelai menggunakan air perasan kulit nanas disebabkan kandungan zat dari kulit nanas yaitu asam asetat. Asam asetat mampu menurunkan pH dalam perendaman biji kedelai hingga diperoleh pH 4 (asam) yang optimal. Keberhasilan merendam biji kedelai menggunakan air
perasan kulit nanas berarti menjawab rumusan masalah bahwa air perasan kulit nanas dapat digunakan sebagai bahan untuk merendam biji kedelai sehingga dapat mempercepat produktivitas dalam pembuatan tempe. Pemanfaatan air perasan kulit nanas tersebut sekaligus menjawab bahwa bentuk, keadaan miselium dan tekstur tempe tidak jauh berbeda dengan tempe yang bahan kedelainya direndam dalam air biasa.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Hasil penelitian tentang Pemanfaatan Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) Sebagai Media Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, (Linn.) Merrill) Untuk Mempercepat Proses Pembuatan Tempe disimpulkan bahwa: 1. Air perasan kulit nanas dapat digunakan untuk merendam biji kedelai sehingga dapat mempercepat proses fermentasi dalam pembuatan tempe. 2. Tidak ada perbedaan antara hasil tempe dari perendaman biji kedelai selama 6 jam pada perasan kulit nanas dengan air biasa sebagi kontrol, dalam hal tekstur dan uji rasa.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan untuk penelitian lebih lanjut tentang Pemanfaatan Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) Sebagai Media
Perendaman
Biji
Kedelai
(Glycine
max,
(Linn.)
Merrill)
Untuk Mempercepat Proses Pembuatan Tempe mengenai variabel-variabel yang diggunakan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Bidang Industri Nanas. Domsch, dkk. 1980. Compendium of soil fungi. Kompendium jamur tanah. Volume 1. Academic Press, London, UK. Academic Press, London, Inggris. Hidayat, O. D. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Dalam S.Somaatmadja et al. (Eds.). Puslitbangtan. Bogor. Karmini. 1996. Jenis Inokulum dan Waktu Fermentasi. www.wikipedia.com Kumalamingsih. 1993. Kulit Nanas Bermanfaat Untuk Diolah Menjadi Pupuk dan Pakan Ternak. Rukmana, S. K. dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai, Budidaya Pasca Panen. Yogyakarta : Kanisius. Suprapti.
2001.
Limbah
Nanas
Dapat
Diolah
Menjadi
Produk
lain.
www.wikipedia.com Suprapto, H. 1998. Bertanam kedelai. Jakarta : Penebar Swadaya. Widayati. 2002. Fermentasi Tempe. www.wikipedia.com Wijana, dkk. 1991. Kulit nanas Mengandung Asam Asetat yang Cukup Tinggi www.wikipedia.com. Wijana, dkk. 1991. Kandungan Kulit Nanas. www.Wikipedia.com http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/03/budidaya_tanaman_kedelai.pd f http://dunia.web.id/cari.php?q=kandungan%20kulit%20nanas http://id.wikipedia.org/wiki/Nanas http://itnawati94.blogspot.com/2009/02/tugas-biologi-tentang-manfaat-buah.html http://f4jar.multiply.com/journal/item/154/Manfaat_Limbah_Nenas_dalam_ Pembuatan_Tempe http://id.shvoong.com/exact-sciences/1692772-proses-pembuatan-tempe/
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe http://www.kedelai.web.id/category/kandungan-dan-manfaat-kedelai/
LAMPIRAN 1
Gambar 1.1 Perendaman biji kedelai pada air biasa
Gambar 1.2 Perendaman biji kedelai pada air perasan kulit nanas
LAMPIRAN 2
Gambar 2.1 Proses pemilihan biji kedelai yang baik
Gambar 2.2 Prose penimbangan biji kedelai
Gambar 2.3 Proses pemisahan biji kedelai dengan kulitnya
Gambar 2.4 Proses perebusan biji kedelai
LAMPIRAN 3
Gambar 3.1 Proses pendinginan biji kedelai
Gambar 3.3 Proses memasukkan biji kedelai pada plastik
Gambar 3.2 Proses pemberian ragi pada biji kedelai
Gambar 3.3 Proses pembungkusan biji kedelai
LAMPIRAN 4
Gambar 4.1 Hasil rendaman dengan air kulit nanas 6 jam pada plastik
Gambar 4.3 Hasil rendaman dengan air kulit nanas 24 jam pada plastik
Gambar 4.2 Hasil rendaman dengan air kulit nanas 12 jam pada plastik
Gambar 4.4 Hasil rendaman dengan air biasa pada plastik (kontrol)
LAMPIRAN 5
Gambar 5.1 Hasil rendaman dengan air Gambar 5.2 Hasil rendaman dengan air kulit nanas 6 jam pada daun pisang kulit nanas 12 jam pada daun pisang
Gambar 5.3 Hasil rendaman dengan air kulit nanas 24 jam pada daun pisang
Gambar 5.4 Hasil rendaman dengan air biasa pada daun pisang (kontrol)