BIODIVERSITAS Volume 6, Nomor 3 Halaman: 212-216
ISSN: 1412-033X Juli 2005 DOI: 10.13057/biodiv/d060315
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Berkayu sebagai Bahan Baku Perahu Tradisional oleh Suku Yachai di Kabupaten Mappi The use of vascular plants as traditional boat raw material by Yachai tribe in Mappi Regency SERLLY LANOEROE, ELISA MARKUS KESAULIJA, YOHANES YOSEPH RAHAWARIN♥ Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua, Manokwari 98314, Irian Jaya Barat (Papua). Diterima: 7 Pebruari 2005. Disetujui: 17 Mei 2005.
ABSTRACT This research is executed aim to know the plant species and the way of exploiting permanent wood upon which traditional boat making by Yachai tribe in Mappi regency. The Method that used in this research is descriptive method with the structural semi interview technique and direct perception in field. Result of research indicate that the tribe Yachai exploit the plant species have permanent wood upon which traditional boat as much 26 species from 14 family. There are 8 wood species which is often used for the body of boat and also own the good quality according to Yachai tribe, that is Atam (Scihizomeria serrata Hochr), Batki (Adinandra forbesii Baker. F), Chomach (Gordonia papuana Kobuski), Rupke (Tristania sp.), Bao (Dillenia papuana artelli), Top (Buchanania macrocarpa Laut), Mitbo (Cordia Dichtoma Forst.), and Yunun (Camnosperma brevipetiolata Volkens). While to part of oar exploit 2 wood species that is Bach (Buchanania Arborescens.Bi) and Tup (Litsea ampala Merr). Yachai Tribe recognized 3 boat model owning different size measure and function, that is Junun Ramchai, Junun Pochoi and Junun Toch. © 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta Key words: vascular plants, traditional boat, Yachai tribe, Mappi Regency.
PENDAHULUAN Secara geografis Indonesia terletak antara 95°-141° BT dan antara 6°LU-11°LS. Letak geografis tersebut menyebabkan Indonesia memiliki sumberdaya alam yang potensial. Terdapat kurang lebih 13.000 pulau (besar dan kecil) yang dipisahkan oleh perairan dan sangat membutuhkan alat transportasi darat maupun laut. Sebagai negara kepulauan sarana transportasi yang biasa digunakan adalah perahu/kapal (Junus dkk., 1985). Kayu merupakan jenis bahan baku yang paling banyak digunakan dalam pembuatan perahu oleh berbagai suku di Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena sebagai negara yang beriklim tropik Indonesia memiliki keanekaragaman jenis flora yang tinggi. Menurut Martawijaya (1993) diperkirakan di Indonesia terdapat sekitar 4000 jenis kayu, kurang dari jumlah ini sekitar 400 jenis tumbuhan berkayu yang dianggap sudah dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat. Propinsi Papua merupakan daerah pemusatan kehidupan tumbuhan paling kaya di Indonesia dengan bentangan daratan yang luas hingga mencapai ketinggian 5.000 m dpl. dengan pengecualian daerah tadah hujan di bagian tenggara, merupakan hutan subur beriklim basah tropik serta mengandung kekayaan floristik yang luar biasa proporsinya. Kebutuhan kayu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari, baik untuk kebutuhan dalam rumah maupun di luar rumah, seperti konstruksi ♥ Alamat korespondensi: Jl. Gunung Salju Amban PO BOX 153, Manokwari 98314. Tel. +62-986-211065, Fax. +62-986-213069. e-mail:
[email protected]
rumah, perabot rumah tangga, pagar rumah, jembatan, serta berbagai alat transportasi seperti kapal kayu, perahu dan gerobak (Petocz, 1987). Suku Yachai merupakan salah satu etnik di propinsi Papua yang bermukim di daerah aliran sungai Obaa, wilayah kabupaten Mappi. Suku ini dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masih bergantung pada sumberdaya hutan dan perairan. Pola kehidupan demikian menyebabkan suku Yachai menggunakan perahu sebagai alat transportasi. Perahu berperan penting bagi kehidupan masyarakat tradisional suku Yachai dalam kegiatan transportasi antar kampung, sebagai perahu pencari ikan, perahu berburu, bahkan dalam sejarah peradaban suku Yachai perahu memegang peranan penting misalnya saat perang antar suku yang dikenal sebagai zaman mengayau. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dewasa ini telah banyak mempengaruhi peradaban suku bangsa di dunia, termasuk suku Yachai di kabupaten Mappi. Perkembangan ini mengancam kelestarian pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat dalam proses pembuatan perahu. Sejauh ini belum terdapat informasi tentang pemanfaatan jenis kayu sebagai bahan baku perahu oleh suku Yachai, oleh sebab itu kajian untuk mengetahui kearifan tradisional dalam proses pembuatan perahu perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan cara pemanfaatan tumbuhan berkayu sebagai bahan baku pembuatan perahu tradisional oleh suku Yachai di kabupaten Mappi. Hasil penelitian ini merupakan informasi dasar mengenai pengetahuan tradisional pembuatan perahu tradisional khususnya suku Yachai. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi rencana pengelolaan dan pelestarian jenis-jenis kayu perahu di Papua khususnya kabupaten Mappi.
LANOEROE dkk. – Perahu tradisional oleh Suku Yachai
BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik wawancara semi struktural dan pengamatan langsung di lapangan. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mappi, yang berlangsung dari tanggal 19 Juni s.d. 20 Agustus 2004. Subyek penelitian ini adalah masyarakat suku Yachai yang mengetahui dan memanfaatkan perahu tradisional. Obyek yang diamati adalah jenis-jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan perahu tradisional. Pengambilan contoh responden terbagi menjadi dua, yaitu: responden kunci dan responden umum. Responden kunci terdiri dari kepala suku, tokoh adat, kepala kampung, dan tokoh masyarakat, sedangkan responden umum diambil secara acak sebesar 10% dari jumlah kepala keluarga yang ada. Variabel yang diamati adalah pengetahuan tradisional suku Yachai dalam membuat perahu tradisional, yang meliputi: (i) jenis dan kriteria tumbuhan berkayu sebagai bahan baku perahu tradisonal, (ii) model dan fungsi perahu tradisonal, (iii) proses pembuatan perahu tradisional, (iv) motif ukiran pada dayung dan badan perahu tradisional, (v) cara dan waktu pengambilan bahan baku perahu tradisonal, (vi) cara perlindungan dan pemeliharaan perahu tradisonal. Untuk jenis kayu perahu yang belum diketahui nama ilimiahnya dibuatkan spesimen herbarium untuk diidentifikasi pada Herbarium Manokwariense (MAN), Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati, Universitas Negeri Papua (PPKH) UNIPA Manokwari.
213
bahan baku perahu tradisional suku Yachai diperlihatkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa jenis tumbuhan berkayu yang dimanfaatkan sebagai bahan baku perahu didominasi oleh famili Myrtaceae diikuti oleh Clusiaceae, Dipterocarpaceae, dan Anacardiaceae. Hal ini disebabkan areal tempat tinggal suku Yachai didominasi oleh tipe vegetasi dari hutan dataran rendah yang tersebar dari ketinggian 0-600 m dpl, dengan topografi agak berbukit.
Model dan fungsi perahu tradisional suku Yachai Suku Yachai di Kabupaten Mappi menyebut perahu dalam bahasa Yachai adalah Junun. Model perahu memiliki ciri utama menggunakan ukiran pada bagian depan perahu (Badun) serta tidak memiliki semang. Berdasarkan fungsi dan bentuknya terdapat 3 (tiga) model perahu yang dikenal dalam kehidupan suku Yachai, yaitu: Junun Ramchai, Junun Pochoi, dan Junun Toch. Secara umum fungsi dan kegunaan masing-masing perahu adalah sebagai berikut: Junun Ramchai adalah perahu yang fungsi utamanya sebagai sarana transportasi untuk berbagai keperluan ke ibukota distrik atau transportasi antar kampung. Junun Pochoi adalah perahu yang biasa digunakan dalam kegiatan memancing atau mencari ikan secara tradisional. Junun Toch adalah perahu yang digunakan pada zaman dahulu dalam kegiatan berperang (mengayau). Kondisi perairan kabupaten Mappi yang terdiri atas sungai dan anak sungai yang panjang serta sebagian besar merupakan daerah berawa, menyebabkan model perahu Junun Ramchai dan Junun Pochoi paling banyak digunakan sebagai sarana transportasi sungai, ataupun untuk menangkap ikan/hasil buruan. Pada penelitian ini model perahu tradisional yang diamati Junun Ramchai dan Junun HASIL DAN PEMBAHASAN Pochoi. Ciri fisik dari masing-masing model perahu tradisional suku Yachai seperti diperlihatkan pada Gambar Jenis Tumbuhan Berkayu Sebagai Bahan Baku Perahu 1, 2, dan 3. Tradisional Pemanfaatan jenis tumbuhan berkayu sebagai Junun Ramchai banyak diminati oleh masyarakat suku Yachai sebagai alat transportasi antar kampung. Hal ini terlihat dari ukuran perahu dengan Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan berkayu sebagai bahan baku perahu tradisional Suku Yachai. panjang 7-9 m dan lebar 1 m serta dapat menampung sampai Tujuan Nama ilmiah Famili Nama daerah 8 orang. Sebagai sarana pemanfaatan transportasi, perahu ini memiliki Anacardiaceae 1. Buchanania arborescens Bl. Bach Dayung motif ukiran pada bagian depan 2. Buchanania macrocarpa Laut Top Badan perahu 3. Camnosperma brevipetiolata Volkens. Junun Badan perahu perahu yang dikenal dengan 4. Cordia dichotoma Forst.f Boraginiaceae Mitbo Badan perahu sebutan Badun Wabub (kasuari). 5. Canarium decumanum Burseraceae Minang Badan perahu Kehidupan masyarakat suku 6. Lophopetalum forsteniana Miq. Celastraceae It Badan perahu Yachai yang memiliki kebiasaan 7. Calophyllum congestiflorum A.C.Sm. Madu Badan perahu Clusiaceae meramu (subsisten) pada daerah 8. Calophyllum papuanum Lauterb. Titem Badan perahu berawa dan banyak sungai 9. Calophyllum pseudovitiensis L.F. Wat Badan perahu mengharuskan setiap kepala 10. Calophyllum savanarum A.C.Sm. Kore Badan perahu keluarga memiliki perahu. 11. Scihizomeria serrata Hochr. Cunoniceae Atam Badan perahu 12. Dillenia papuana Martelli Dilleniaceae Bao Badan perahu Terdapat beberapa aturan adat 13. Hopea papuana Diels Dipterocarpaceae Kit Badan perahu yang berlaku, seperti terlihat 14. Hopea similis Sloot. Kib Ndingach Badan perahu pada Gambar 1., adanya dua 15. Vatica papuana Dyer Acha Badan perahu buah dayung (Dokak) yang 16. Litsea ampala Merr. Lauraceae Tup Dayung menyilang antara badan perahu 17. Aglalia sp. Meliaceae Mat Badan perahu yang menandakan bahwa 18. Syzygium buettnerianum (K.Schum) Pachpoch Badan perahu Myrtaceae perahu tersebut tidak dapat 19. Syzygium sp. Tatcham Badan perahu dipergunakan oleh orang lain 20. Syzygium papuasica M.p. Borok Badan perahu 21. Tristania sp. Rupke Badan perahu selain pemilik perahu. 22. Tristania ferruginea C.T.White. Boe Badan perahu Pelanggaran terhadap simbol 23. Nageia wallichiana (pres L) O. Kuntze. Podocarpaceae Nachai Badan perahu adat ini akan mendapat sangsi 24. Adina sp. Rubiaceae Petim Badan perahu adat bahkan dapat 25. Adinandra forbesii Baker.f Theaceae Batki Badan perahu mengakibatkan hukuman mati. 26. Gordonia papuana Kobuski. Chomach Badan perahu
214
B I O D I V E R S I T A S Vol. 6, No. 3, Juli 2005, hal. 212-216
Gambar 1. Ciri fisik model Junun Ramchai. Keterangan: panjang 7-9 m, lebar 1 m.
Gambar 5. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan perahu.
Gambar 2. Ciri Fisik Model Junun Pochoi. Keterangan: panjang 3-4 m, lebar 0,5 m.
Gambar 6. Kegiatan pembuatan ukiran dayung.
Gambar 3. Sketsa model Junun Toch. Keterangan: panjang 7-9 m, lebar 1 m.
Gambar 7. Pembuatan jalur penarikan bahan baku perahu.
Gambar 4. Ciri fisik ukiran bagian depan perahu.
Gambar 8. Motif ukiran dan ukuran dayung tradisional Suku Yachai. Keterangan: A. Ik Dokak, B. Rur Dokak, C. Riyae Dokak. Panjang kepala dayung ± 0,5-1 m; panjang tangkai dayung ± 1,51 m.
LANOEROE dkk. – Perahu tradisional oleh Suku Yachai
Pengambilan Bahan Baku (7-10 orang)
Pembersihan/Potong Ujung & Pangkal (1-2 orang)
Penarikan Bahan Baku Ke Tepi Sungai (7-10 orang)
Pembentukan Badan Perahu/Rimbas Kasar (2-3 orang) Pembentukan Bagian Luar perahu
Penggalian Bagian Dalam perahu
Pengasaran/Penggarangan Badan Perahu
Rimbas Halus (1orang Tenaga Terampil)
Pembuatan Ukiran Pada depan (Badun) Perahu (1 orang Tenaga Terampil)
Junun Pochoi
Junun Ramchai Junun Toch
Gambar 9. Skema proses pembuatan perahu tradisional.
Junun Pochoi adalah salah satu model perahu yang biasanya digunakan untuk mencari ikan serta memiliki daya tampung ± 2 orang. Ukuran Junun Pochoi tidak terlalu besar, yaitu: panjang antara 3-4 m, lebar 40-50 cm. Hal ini bila dibandingkan Junun Ramchai yang memiliki kapasitas lebih besar. Motif ukiran pada bagian depan perahu Junun Pochoi berbeda dengan Junun Ramchai. Motif ukiran yang sering digunakan dan telah dikenal oleh suku Yachai adalah Mandockoi Wabub (ikan). Motif ukiran pada depan perahu menandakan perbedaan antara perahu yang satu dengan yang lainnya, dan telah menjadi totem pada suku Yachai sebagai simbol adat dari nenek moyang serta menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Perahu model Junun Toch digunakan pada zaman nenek moyang suku Yachai yang seringkali terjadi perang antar suku demi mempertahankan wilayahnya. Jenis perahu perang ini sudah tidak ditermukan lagi di sekitar perairan sungai Obaa, namun masih bisa digambarkan oleh para tetua adat seperti sketsa pada Gambar 3. Ukuran Junun Toch menurut para tokoh adat setempat memiliki panjang ± 7-9 m, dan lebar 1 m dengan daya muat biasanya 5-6 orang. Di dalam perahu terdapat peralatan perang seperti panah, kapak, dan tombak serta dihias pada bagian badan perahu dengan ukiran-ukiran yang digosok dengan menggunakan lumpur. Motif ukiran pada bagian depan perahu Junun Toch yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Mamin Rup yang memiliki arti pertumpahan darah (perang).
215
Kriteria pemilihan jenis kayu perahu Badan perahu (Dedo) Suku Yachai cenderung memilih jenis kayu yang kuat, ringan, tidak mudah pecah, tidak berlubang, memiliki cabang bebas yang tinggi, lurus, kayu tidak keras supaya mudah diukir pada bagian depan perahu, serta tahan terhadap organisme perusak kayu khususnya binatang laut/air. Dari 24 Jenis kayu yang digunakan, hanya delapan jenis yang sering digunakan untuk badan perahu antara lain batki (Adinandra forbesii Baker.f), rupke (Tristania sp.), yunun (Camnosperma brevipetiolata Volkens.), top (Buchanania macrocarpa Laut), Atam (Sccihizomeria serrata Hochr.), chomach (Gordonia papuana Kobuski.), mitbo (Cordia dichtoma Forst.f), dan bao (Dillenia papuana Martelli). Kedelapan jenis kayu di atas memiliki keunggulan dibanding kayu lainnya karena jenis-jenis tersebut memiliki kelas kuat II-III, kelas awet II-III, dengan berat jenis kayu 0,55-0,80, serta umur pakai 3-5 tahun (Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I Irian Jaya, 1976) Dayung (Dokak) Untuk bagian dayung suku Yachai cenderung memilih kayu yang tidak terlalu berat, tidak mudah patah, tidak terlalu keras. Dipilihnya kayu yang tidak terlalu keras agar dayung tersebut dapat diukir sesuai motif ukiran dalam suku Yachai. Terdapat 11 motif ukiran pada dayung Suku Yachai antara lain Dokak kende dokak, Riyae dokak, Kajo abur dokak, Rur dokak, Wari dokak, Ik yachand dokak, Chaingga dokak, Naper dokak, Ra kound dokak, Mind dokak, dan Petit dokak. Namun saat ini suku Yachai hanya menggunakan 7 motif ukiran, yaitu: Riyae dokak, Ik yachan dokak, Dokak kende dokak, Petit dokak, Rur dokak, Wari dokak, dan Kajo abur dokak. Ukiran Rur Dokak bermotif kupu-kupu yang telah menjadi totem dalam kehidupan suku Yachai sebagai lambang persaudaraan. Sedangkan ukiran Riyae dokak bermotif penyu yang artinya kehidupan abadi. Beberapa motif ukiran dayung suku Yachai disajikan pada Gambar 8. Suku Yachai dalam pembuatan dayung mengenal dua jenis kayu, yaitu: bach (Buchanania arborescens BI.) dan tup (Litsea ampala Merr.). Menurut masyarakat setempat bahan kedua kayu ini cocok untuk bahan baku dayung karena ringan, tidak mudah patah dan mudah diukir. Kegiatan pembuatan ukiran pada dayung diperlihatkan pada Gambar 6. Cara dan waktu pengambilan bahan baku Proses pengambilan bahan baku perahu oleh suku Yachai diawali dengan memberikan tanda pada pohon yang akan ditebang. Tanda tersebut dilakukan sesuai dengan arah terbit matahari dengan memotong batang pohon seperti huruf “V” biasanya dilaksanakan pada pagi hari. Pemberian tanda ini dimaksudkan untuk menentukan bagian batang pohon yang akan digali sebagai badan perahu. Tidak terdapat acara ritual atau upacara adat di dalam pengambilan bahan baku perahu tradisional. Sebelum pohon ditebang biasanya dibersihkan dahulu arah rebah pohon, agar tidak mengalami kesulitan dalam penarikan kayu. Selanjutnya dibuatkan jalur kayu yang diberikan bantalan dari tiang-tiang kayu untuk ditarik ke tepi sungai, pada pagi hari (Gambar 7). Proses pembuatan perahu tradisional Pada awal pembuatan perahu, bahan dicincang kasar untuk menentukan bagian depan dan belakang, serta badan perahu. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudahkan proses pembuatan perahu. Tahap selanjutnya adalah
216
B I O D I V E R S I T A S Vol. 6, No. 3, Juli 2005, hal. 212-216
kegiatan rimbas perahu. Rimbas perahu terbagi menjadi dua, yaitu:, rimbas kasar berupa pekerjaan pembentukan bagian luar dan penggalian badan perahu. Rimbas halus dilakukan setelah badan perahu hasil rimbas kasar telah melewati proses penggarangan. Penggarangan dilakukan dengan cara membakar badan perahu dengan daun kelapa kering agar perahu yang dihasilkan kering dari getah pohon. Hal ini dimaksudkan agar perahu kuat dan tahan terhadap serangan binatang air perusak kayu perahu. Selanjutnya tahap pembuatan ukiran pada bagian depan perahu. Motif ukiran disesuaikan dengan perahu yang akan dihasilkan. Skema proses pembuatan perahu tradisional suku Yachai diperlihatkan pada Gambar 9. Tenaga kerja Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pembuatan perahu tradisional suku Yachai berjumlah antara 11-13 orang. Untuk kegiatan pengambilan bahan baku, pembersihan ujung dan pangkal pohon serta penarikan bahan baku ke tepi sungai dibutuhkan 7-10 orang. Untuk pekerjaan pembentukan badan perahu secara kasar dibutuhkan 2-3 orang. Sedangkan 2 orang lainnya masingmasing terdiri dari 1 orang tenaga terampil untuk rimbas halus dan 1 orang pengukir bagian depan perahu. Peralatan dan waktu pembuatan perahu Peralatan yang digunakan untuk membuat perahu, yaitu: kapak (Nugget/Chamba), parang (Akib), rimbas (Khaytangget), dan pisau (Tokak) (Gambar 5). Kapak dan parang digunakan untuk menebang dan membersihkan batang dari ranting-ranting. Rimbas digunakan untuk membentuk badan perahu bagian luar maupun dalam, serta menghaluskan badan perahu, sedangkan pisau digunakan untuk membuat ukiran pada bagian depan perahu. Kehidupan suku Yachai yang berpola meramu mengakibatkan perahu menjadi kebutuhan utama, sebagai sarana transportasi. Kondisi ini berakibat pada proses pembuatan perahu yang dikerjakan relatif singkat. Waktu yang dibutuhkan dalam membuat sebuah perahu ± 3-5 hari untuk Junun Pochoi dan ± 2-4 minggu untuk Junun Ramchai. Pemeliharaan dan perlindungan perahu secara tradisional Perlakuan untuk memperpanjang masa pakai perahu dilakukan setelah perahu selesai dikerjakan. Perlakuan yang diberikan berupa pembakaran badan perahu bagian luar dengan daun kelapa (Cocos nucifera) kering, selanjutnya dilakukan perimbasan terakhir. Pembakaran ini dimaksudkan agar perahu yang dihasilkan benar-benar kering dari getah pohon serta menjadi kuat dan tahan terhadap serangan binatang air perusak kayu perahu. Kegiatan pemeliharaan dan perlindungan yang biasa dilakukan suku Yachai untuk memperpanjang masa pakai perahu meliputi: (i) Perahu sesegera mungkin diangkat ke tepi sungai, apabila sudah tidak digunakan lagi. Jika terlalu lama berada dalam air akan mudah diserang binatang perusak dan lumut. (ii) Apabila sudah tidak digunakan lagi dan telah diangkat ke tepi sungai, maka perahu tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung dan harus berada di tempat teduh agar badan perahu tidak retak atau pecah. (iii) Pada waktu tertentu bagian dalam perahu dibersihkan dari lumut dan sisa air dengan mengikisnya. KESIMPULAN DAN SARAN Suku Yachai memanfaatkan sebanyak 26 jenis dari 14 famili tumbuhan berkayu sebagai bahan baku perahu tradisional. Terdapat 8 jenis kayu yang sering digunakan
untuk badan perahu dan berkualitas baik, di antaranya atam (Scihizomeria serrata Hochr.), batki (Adinandra forbesii Baker.f), chomach (Gordonia papuana Kobuski.), rupke (Tristania sp.), bao (Dillenia papuana Martelli), top (Buchanania macrocarpa Laut), mitbo (Cordia dichtoma Forst.f), dan yunun (Camnosperma brevipetiolata Volkens.). Sedangkan untuk bagian dayung dimanfaatkan 2 jenis kayu, yaitu: bach (Buchanania arborescens BI.) dan tup (Litsea ampala Merr.). Terdapat 3 jenis perahu dalam kehidupan suku Yachai yang memiliki fungsi dan ukuran yang berbeda, yaitu: Junun Ramchai, Junun Pochoi dan Junun Toch. Model Junun Toch yang merupakan perahu perang sudah tidak ditemukan lagi. Kriteria pemilihan jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan badan perahu tradisional adalah kuat, tidak mudah pecah, lurus, ringan, memiliki batang bebas cabang yang tinggi, tidak keras sehingga mudah dibentuk dan diukir serta tahan terhadap organisme perusak kayu khususnya binatang laut/air. Sedangkan kriteria pemilihan jenis kayu untuk dayung adalah: tidak terlalu berat, tidak mudah patah, dan tidak terlalu keras agar mudah diukir. Bahan baku perahu diperoleh dari areal hutan sekitar kampung yang diawali dengan memberikan tanda seperti huruf “V” pada pohon yang akan ditebang sebagai petunjuk untuk bagian badan perahu yang akan digali. Proses pembuatan perahu diawali dengan pengambilan bahan baku, pembersihan ujung dan pangkal, penarikan ke tepi sungai, pembentukan badan perahu/rimbas kasar, penggalian badan perahu dan pembentukan bagian luar, penggarangan badan perahu, rimbas halus, pembuatan ukiran pada depan perahu (Badun). Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan perahu adalah kapak (Nugget/Chamba), parang (Akib), rimbas (Khaytangget), pisau (Tokak). Tenaga kerja dalam proses pembuatan perahu tradisional berjumlah antara 11-13 orang. Lama pengerjaan perahu untuk model Junun Pochoi 3-5 hari dan Junun Ramchai 2-4 minggu. Perlakuan yang diberikan untuk memperpanjang masa pakai perahu dilakukan melalui proses penggarangan, pengikisan badan perahu dari lumut/binatang perusak serta perahu dilindungi dari sinar matahari langsung untuk mencegah retak dan pecah pada badan perahu. Untuk selanjutnya perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui status populasi jenis kayu perahu yang biasa digunakan suku Yachai. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika jenis kayu perahu tradisional. Untuk mencegah kepunahan jenis kayu perahu yang sering digunakan masyarakat, maka perlu dilakukan upaya konservasi berupa penyuluhan dan penanaman kembali jenis-jenis kayu tersebut. DAFTAR PUSTAKA Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I Irian Jaya, 1976. Mengenal Beberapa Jenis Kayu Irian Jaya. Jilid I. Jayapura: Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I Irian Jaya Duwila, 2003. Pemanfaatan Jenis-Jenis Kayu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Perahu Tradisional oleh Masyarakat Kampung Wariap Distrik Ransiki Kabupaten Manokwari. [Skripsi]. Manokwari: Fakultas Kehutanan UNIPA. Fatubun, H.M. 2003. Jenis Tumbuhan Berkayu yang Dimanfaatkan dalam Kehidupan Suku Biak di Kampung Auki Distrik Padaido Kabupaten Biak Numfor. [Skripsi]. Manokwari: Fakultas Kehutanan UNIPA. Junus., A.R. Wasaraka., J.J. Fransz., M. Rusmaedi., Soeyitno., S. Sanggen., dan Ny. Digut. 1985. Dasar Umum Ilmu Kehutanan. Ujung Pandang.. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur. Martawijaya, A. 1993. Sifat dan Kegunaan Kayu Merbau. Seminar Sehari Optimalisasi Pemanfaatan Kayu Merbau Indonesia, Jakarta. Petocz, 1987. Konservasi Alam dan Pengembangan di Irian Jaya. Strategi Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Rasional. Jakarta: PT. Temprint.