Pemanfaatan Informasi Tekstur untuk Klasifikasi Tanaman Sawit Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Laju Gandharum 1 dan Chi-Farn Chen 2 Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (PTISDA), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jl. MH Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia; Tel: 62-21-316 8914 E-mail:
[email protected] 1
2
Center for Space and Remote Sensing Research, National Central UniversityDepartment of Civil Engineering, National Central University 300, Jhongda Rd., Jhongli, Taoyuan 32001, Taiwan; Tel: 886-3-422-7151#57659
Abstrak Indonesia mempunya kontribusi besar terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi minyak sawit dunia, market share crude palm oil (CPO)-nya mencapai 44%. Indonesiapun lantas menjadi produsen CPO terbesar dunia sejak 2006 mengalahkan Malaysia (Sukamto, 2008). Karenanya, sektor kelapa sawit menjadi penting namun ia juga menyebabkan dampak lingkungan sehingga perlu pengelolaan yang lebih baik. Teknologi penginderaan jauh bisa dimanfaatkan untuk hal tersebut, salah satunya melalui klasifikasi tahap pertumbuhan tanaman sawit untuk memonitor pertumbuhan sawit. Dalam upaya itu, studi ini mencoba untuk mengklasifikasikan tahap pertumbuhan tanaman kelapa sawit pada sebuah perkebunan menggunakan citra satelit resolusi tinggi FORMOSAT-2. Karena perkebunan kelapa sawit memiliki pola tanam segitiga dimana jarak antara pohonnya sekitar 9 meter, maka kanal pankromatik 2 m dapat digunakan untuk mengenali pola tanam tersebut melalui perhitungan tekstur secara otomatis. Pada studi ini informasi tekstur citra dihitung menggunakan teknik image matching by correlation sedangkan klasifikasi citranya menggunakan teknik klasifikasi terbimbing Maximum Likelihood. Secara rinci, klasifikasi citra dilakukan dengan menggunakan hanya data multispektral saja dan kombinasi data multispektral plus informasi tekstur citra. Hasil keduanya kemudian dibandingkan. Daerah penelitian adalah perkebunan sawit Cimulang milik Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII di Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi keseluruhan (OA) sebesar 66,4% dicapai untuk klasifikasi citra kanal multipektral. Sedangkan OA 76,8% dicapai untuk klasifikasi citra kombinasi kanal multispektral plus informasi tekstur. Dengan demikian, penambahan informasi tekstur pada kanal multispektral dapat meningkatkan hasil klasifikasi (OA) sebesar 10,4%. Kata kunci : FORMOSAT-2, kelapa sawit, Indonesia, informasi tekstur, matching by correlation
Abstract Indonesia has a major contribution to meeting the needs of the world's palm oil consumption. It evidenced by crude palm oil (CPO) market share that reached 44%. Then Indonesia has been becoming the world's largest CPO producer since 2006, beating Malaysia (Sukamto, 2008). Therefore, the oil palm sector is important but it also causes environmental impacts, so it need better management. Then Remote sensing technology can be harnessed to it, one of which is through the classification of growing stage of oil palm to monitor their growth. In the meantime, this study has tried to classify the growing stage of oil palm in plantation using high-resolution satellite imagery FORMOSAT-2. Oil palms in plantation have a triangular planting pattern where the distance between tree about 9 m and the 2 m panchromatic band can be used to identify the planting pattern through texture calculations automatically. In this study the image texture information was calculated using image matching by correlation technique, while its image classification was using Maximum Likelihood supervised classification technique. In detail, image classification was done using only the multispectral data and the combination of multispectral data plus the texture information. The results of both then compared. The research area was Cimulang oil palm plantation in Bogor, West Java. This plantation belongs to Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. The results shows the overall accuracy (OA) of 66.4% achieved from image classification that using only multispectral bands. While OA of 76.8% achieved from the classification of multispectral image bands combined with texture information. So the addition of texture information to multispectral bands can improve the image classification result (OA) at 10.4%. Key words: FORMOSAT-2, oil palm, Indonesia, texture information, matching by correlation `
57
1. Pendahuluan Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen CPO terbesar dunia. Pada tahun 2007, total produksi CPO Indonesia mencapai lebih dari 17 juta ton dan sebagian besar darinya diekspor ke luar negeri (Sukamto, 2008). Jika diuangkan total ekspor ini setara dengan 6,2 milyar dolar Amerika. Permintaan CPO dunia terus meningkat sehingga lahan yang digunakan untuk kebun sawit meningkat tajam dari tahun ke tahunnya, pertumbuhan per tahunnya sebesar 7,5% dari 1997-2007. Lahan yang diokupasi untuk sawit ini mencapai 6,78 juta hektar hingga tahun 2007. Dampak lingkungan pun timbul karenanya, seperti deforestasi untuk penyediaan lahan sawit, juga dampak sosial seperti konflik antara penduduk lokal dengan fihak perusahaan sawit (Colchester, 2006). Untuk mengurangi dampak, diperlukan pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan. Pengelolaan ini bukan hanya mementingkan ekonomi semata tetapi juga peduli terhadap lingkungan. Kecanggihan dan kehandalan teknologi Geographic Information System (GIS) dan remote sensing (RS) saat ini bisa dimanfaatkan untuk mendukung program tersebut. Teknologi GIS dan RS telah dimanfaatkan oleh para ahli untuk studi sawit (McMorrow, 1995). Lukman and Poeloengan (1996) sukses memanfaatkan citra satelit Landsat TM (Tematic Mapper) dan SPOT (Satellite pour Observation de la Terre) untuk untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah tumbuh sawit dan memetakan perbedaan usianya pada masa awal pertumbuhan. Wahid et al. (2005) menggunakan citra multispektral Landsat 7 ETM dan GIS untuk mengembangkan prosedur cepat pemetaan lahan sawit skala 1:50.000 di Malaysia. Tanaman sawit dipilah menggunakan klasifikasi citra terbimbing menggunakan teknik Nearest Neighbour (NNB). Komposit kanal TM 4, 5, dan 3 memberikan diskriminasi terbaik untuk membedakan tutupan lahan sawit dengan tutupan lahan lainnya. Nordin et al. (2002) menggunakan data Airborne Synthetic Aperture Radar (AIRSAR) untuk pemetaan sawit. Pemetaan dilakukan berbasis pada usia sawit menggunakan teknik segmentasi dan algoritma klasifikasi terbimbing. Kesimpulan utama dari studi ini adalah bahwa usia sawit dapat diestimasi, dibedakan dan dipetakan menggunakan citra AIRSAR. Meskipun telah terdapat beberapa studi GIS dan RS tentang perkebunan sawit, namun tak satupun darinya yang menggunakan citra FORMOSAT-2 dan memanfaatkan informasi tekstur. Oleh karenanya studi ini mencoba sesuatu yang baru dengan memanfaatkan citra resolusi tinggi FORMOSAT-2 plus informasi tekstur citra. Melalui kanal pankromatik citra FORMOSAT-2 yang beresolusi spasial 2 m, pola tanam sawit yang berbentuk segitiga sama sisi dapat diidentifikasi dengan baik, baik melalui mata maupun analisis tekstur. Oleh karenanya, studi ini mencoba memanfaatkannya untuk mendukung pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan. Perkebunan sawit Cimulang milik PTPN VIII yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dipilih sebagai studi area. Pemrosesan citra dibantu dengan perangkat lunak ERDAS Imagine dan ArcGIS Desktop. Adapun tujuan utama dari studi ini adalah: (1) Melakukan klasifikasi citra FORMOSAT-2 untuk membedakan masa usia tanam sawit dengan hanya menggunakan kanal multispektral saja dan kombinasi kanal multispektral plus informasi teksturnya, (2) Melakukan uji akurasi dari hasil kedua klasifikasi citra di atas, dan (3) Mendukung pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dengan menyediakan pembaruan peta tutupan lahan kebun sawit lebih cepat.
58
Dalam rangka untuk mendapatkan hasil, pengenalan tekstur citra menggunakan metode image matching by correlation dan klasifikasi citra terbimbing Maximum Likelihood digunakan pada studi ini. Hipotesa studi ini adalah bahwa akurasi klasifikasi citra meningkat jika proses klasifikasi citra tidak hanya menggunakan kanal multispektralnya saja tetapi juga menambahkan informasi tekstur. 2. Bahan Dan Metode Bagian ini utamanya dibagi menjadi 5 bagian, yakni: wilayah studi, persiapan citra, klasifikasi terbimbing kanal multispektral citra FORMOSAT-2, klasifikasi terbimbing kombinasi kanal multispektral plus lapis informasi tekstur citra FORMOSAT-2, dan uji akurasi citra dari dua hasil klasifikasi tersebut. Adapun alur kerja studi ini dapat dilihat pada Gambar 1. 2.1. Wilayah Studi Wilayah studi adalah kebun kelapa sawit Cimulang milik PTPN VIII di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis kebun ini terbentang dari 106º41’22”BT hingga 106º45’8”BT dan dari 6º29’44”LS hingga 6º31’54”LS. Total luas perkebunan ini adalah 1.004,33 hektar. Ia terbagi menjadi 38 blok penanaman dimana 2 bloknya mulai ditanam sawit pada tahun 2002 (55.54 ha), 13 blok ditanami pada 2003 (312,1 ha), 13 blok ditanami pada 2004 (369,13 ha) dan 10 blok ditanami pada 2005 (267,56 ha). Secara keseluruhan topografi kebun Cimulang agak berbukit di mana pada bagian-bagian tertentu berupa dataran. 2.2. Persiapan Citra Citra satelit yang digunakan dalam studi ini direkam oleh satelit FORMOSAT-2 pada 1 April 2009. FORMOSAT-2 adalah satelit milik Taiwan yang diluncurkan pada 21 Mei 2004. FORMOSAT-2 memiliki resolusi spasial 8 meter untuk 4 kanal multispektral (Blue: 0,45 – 0,52 µm, Green: 0,52 – 0,60 µm, Red: 0,63 – 0,69 µm, Near-infrared: 0,76 – 0,90 µm) dan 2 m untuk kanal pankromatiknya (0,45 – 0,90 µm), dengan cakupan 1 scene-nya seluas 24 km x 24 km. Untuk keperluan studi ini, data dipotong menjadi lebih kecil sesuai wilayah studi (7 km x 4.1 km). Data citra diperoleh dari Center for Space and Remote Sensing Research (CSRSR), National Central University (NCU), Taiwan.
57
FORMOSAT-2 Satellite Data (4 multispectral bands and 1 panchromatic band)
Field survey
MULTISPECTRAL Multispectral bands
Image preparation -Georeferencing
Ancillary data
MULTISPECTRAL + PANCHROMATIC Multispectral bands
Panchromatic band High pass filter
Cropping
Texture analysis Cropping
Training fields
Texture layers Cropping Images stacking
Maximum Likelihood Classification
Stacked images Training fields
Classified image
Maximum Likelihood Classification
Generalization -Regrouping classes -Removing noises
Classified image Generalization -Regrouping classes -Removing noises
Final classified image
Final classified image Accuracy assessment Best classified image Analysis
Gambar 1 Alur kerja penelitian 2.3. Klasifikasi citra multispektral Satu hal yang penting dalam remote sensing adalah klasifikasi citra. Tujuan dari klasifikasi citra adalah menentukan/menetapkan semua piksel pada citra ke kelaskelas tertentu (air, hutan, tanah terbuka, dan lainnya) dalam upaya untuk menghasilkan peta tematik (Weng, 2010). Secara umum terdapat dua pendekatan klasifikasi citra yakni terbimbing dan tak terbimbing. Studi ini menggunakan pendekatan klasifikasi citra terbimbing Maximum Likelihood. Metode ini dipilih karena sederhana dan masih banyak digunakan dalam berbagai studi. Maximum Likelihood menggunakan training data sebagai sarana untuk mengestimasi nilai rata-rata, varian dan kemungkinan dari masing-masing kelas tutupan lahan. Diasumsikan distribusi datanya berupa kurva bel Gaussian. Dengan asumsi ini, pola distribusinya dapat dinyatakan melalui vektor rata-rata dan matiks covarian, sehingga ia dapat digunakan untuk menghitung probabilitas statistiknya (Lillesand et al., 2007). Setelah klasifikasi Maximum Likelihood selesai diterapkan, selanjutnya untuk finalisasi hasil dilakukan regrouping kelas dan penghalusan data. Tujuannya adalah
58
untuk menyederhanakan hasil klasifikasi awal yang dibeberapa bagian masih terdapat misklasifikasi dan noise guna memenuhi tahap analisis final. 2.4. Klasifikasi citra memanfaatkan informasi tekstur Bagian ini menjelaskan bagaimana klasifikasi citra multispektral FORMOSAT-2 yang ditambahkan beberapa lapis informasi teksturnya. Informasi tekstur didapatkan dari kanal pankromatik 2 m citra FORMOSAT-2. Dengan resolusi spasial 2 m ini, di layar komputer pola tanam sawit dapat dikenali jelas melalui mata. Perlu diingat bahwa tanaman sawit yang ditanam di perkebunan memiliki pola tanam berbentuk segitiga dimana jarak antar pohonnya 9 m. Pola tanam ini dapat dikenali jelas pula pada citra pankromatik melalui teksturnya. Perbedaan usia tanam dan perbedaan arah tanam pada blok-blok tanam dapat dibedakan melalui teksturtekstur uniknya pada citra pankromatik tersebut.Tekstur-tekstur ini berpotensi untuk dapat dikenali secara otomatis melalui algoritma komputer. Informasi tektur hasil ekstraksi inilah yang kemudian ditambahkan sebagai lapis tambahan pada data multispektral FORMOSAT-2 untuk memperkaya data spectral-signature (sidik jari) untuk klasifikasi citra tanam sawit. Gambar 2 menunjukkan beberapa perbedaan contoh pola tanam sawit pada citra pankromatik FORMOSAT-2.
Gambar 2. Kanal pankromatik citra FORMOSAT-2 yang memperlihatkan perbedaan tekstur (a) kelapa sawit yang ditanam 2002, (b) kelapa sawit 2003, (c) kelapa sawit 2004, and (d) kelapa sawit 2005. Sebelum analisis tekstur dijalankan, satu hal penting yang perlu dilakukan adalah melakukan filter high-pass terhadap kanal pankromatik. Filter high-pass adalah filter yang umum digunakan untuk mempertajam citra. Dengan filter ini informasi yang berfrekwensi tinggi pada citra dijaga, sementara yang rendah dikurangi. Setelah difilter, barulah ekstraksi tekstur dilakukan melalui metode image matching by correlation. Untuk menjalankannya, metode ini memerlukan referensi-image dan test-image. Rumus korelasi antara referensi-image w( x, y) yang berukuran J K dalam sebuah test-image
59
f ( x, y) yang berukuran M N , dimana diasumsikan bahwa J M adalah sebagai berikut: ( x, y )
(1)
[ f (s, t ) f (s, t )] [w ( x s, y t ) w] s
t
2 [ f ( s, t ) f ( s, t )] s t
1
2 [ w ( x s, y t ) w] s t 2
Dimana x 0,1, 2, ..., M 1, y 0,1, 2,..., N 1, w adalah nilai rata-rata piksel dalam w (dihitung hanya sekali), f adalah rata-rata nilai dari f dalam region yang bertepatan lokasi dengan w , penjumlahan diambil dari koordinat piksel yang sama yang dimilki oleh f dan w . Koefisien korelasi ( x, y) memiliki rentang nilai -1 hingga 1. Secara praktisnya ekstraksi informasi tekstur pola tanam sawit dapat dilihat pada Gambar 3.
Citra pankromatik FORMOSAT-2
Filtered panchromatic imageReference by high image pass filter (test image) ERDAS Imagine modeler
Texture information
Gambar 3. Alur ekstraksi informasi tekstur yang ditrepkan pada kanal pankromatic citra FORMOSAT-2.
60
2.5. Uji akurasi Untuk mengetahui seberapa akurat hasil klasifikasi citra yang telah dilakukan, uji akurasi dilakukan melalui matriks kesalahan (error matrix). Untuk bisa melaksanakan itu diperlukan dua data yakni: image hasil klasifikasi yang akan diuji akurasinya dan data lapangan (ground truth data) sebagai referensi. Data lapangan studi ini diperoleh dari kombinasi data survai lapang, peta usia tanam sawit yang diperoleh dari PTPN VIII, citra Google Earth. Nilai uji akurasi hasil matriks kesalahan adalah Overall accuracy, User accuracy dan Producer accuracy, selain itu dihitung juga nilai Kappa-nya. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil klasifikasi kanal multispektral Klasifikasi citra terbimbing menggunakan metode Maximum Likelihood telah diterapkan pada 4 kanal multispektral citra FORMOSAT-2. Pada awalnya klasifikasi menggunakan 44 training area (TA) yang mewakili 7 tutupan lahan yang ada di kebun sawit Cimulang, mereka adalah: 4 TA mewakili tanaman sawit yang ditanam pada 2002, 12 TA mewakili sawit tahun 2003, 6 TA mewakili sawit tahun 2004, 10 TA mewakili sawit tahun 2005, 5 TA mewakili rerumputan, 4 TA mewakili sawit muda yang didominasi rerumputan dan 3 TA mewakili non vegetasi. Menggunakan 44 TA ini, citra multispektral diklasifikasi menjadi 44 kelas. Kelas-kelas ini kemudian dikelompokkan kembali menjadi 7 kelas tutupan lahan. Walaupun telah dikelompokkan menjadi 7 kelas, namun beberapa kelas ternyata tidak sempurna terklasifikasi, utamanya antar kelas beda usia tanaman sawit. Hal ini dikarenakan sidik jadi dan pemisahan antar kelas ini terlalu dekat satu dengan yang lainnya. Karenanya kemudian beberapa kelas tanam tersebut kemudian digabungkan kelasnya. Kelas tanam sawit 2002, 2003, dan 2004 digabungkan menjadi satu menjadi kelas tanam Sawit Dewasa, kelas tanam sawit 2005 dikelaskan menjadi Sawit Muda, kelas sawit muda yang didominasi dengan rerumputan dan kelas rerumputan dikelaskan menjadi kelas Rumput, sedangkan kelas non vegetasi tetap. Dari uji akurasi klasifikasi didapat bahwa user accuracy terkecil didapatkan oleh kelas Sawit Dewasa (33,3%) sementara yang tertinggi diterima oleh kelas Sawit Muda (92,3%). Nilai producer accuracy terendah 63% ada pada kelas Sawit Muda, sedang nilai tertingginya diterima oleh kelas non vegetasi (78,8%). Adapun nilai overall accuracy sebesar 66,4% sedang nilai Kappa-nya adalah 0,48. 3.2. Hasil Klasifikasi Kombinasi Kanal Multispektral dan Informasi Tekstur Menggunakan 5 referensi image dimana tiap referensi image mewakili satu pola tanam sawit pada citra pankromatik 2 m, maka 5 layer informasi teksturpun dihasilkan dari proses ekstraksi tekstur menggunakan metode image matching by correlation. Lima layer informasi tekstur dan referensi imagenya ditunjukkan pada Gambar 4. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa secara umum mereka memiliki dua warna yang bertolak belakang, yakni putih terang dan gelap. Putih terang mengindikasikan bahwa pada wilayah-wilayah ini ada hubungan yang kuat antara test-image dan referensiimage-nya (pola tanam sawit dan usianya mempunyai kemiripan yang mendekati sama), sedangkan warna gelap adalah sebaliknya (korelasinya rendah). Lima layer informasi tekstur yang disajikan pada Gambar 4 adalah hasil terbaik dari hasil uji coba algoritma. Senyatanya untuk menghasilkan 5 hasil ini beberapa kali
61
proses telah dilakukan. Jika percobaan hasilnya tidak baik, maka referensi-image dipindah/digeser, kemudian proses dijalankan kembali hingga menghasilkan informasi tekstur yang baik. Baik di sini adalah jika hasil outputnya nampak warna putih-terang yang terkonsentrasi di suatu wilayah, tidak gelap atau terang namun terpencar-pencar seperti noise. Dari uji coba yang dilakukan, nampanya lebih mudah memperoleh informasi tekstur yang cerah pada wilayah-wilayah Sawit Dewasa dibanding pada wilayah Sawit Muda maupun yang lainnya. Lima layer informasi tekstur hasil proses ekstraksi di sini kemudian ditambahkan ke 4 kanal multipektral citra FORMOSAT-2, sehingga menghasilkan 9 layer gabungan antara layer tekstur dan kanal multispektral. Citra gabungan ini selanjutnya siap diklasifikasi menggunakan metode klasifikasi terbimbing Maximum Likelihood dengan menggunakan prosedur yang sama dengan klasfikasi citra pada point 3.1. Uji akurasipun dilakukan dengan menggunakan matriks kesalahan, hasilnya adalah sebagai berikut: user accuracy terendahnya adalah 46,2 % (kelas Sawit Dewasa) sedangkan tertingginya adalah 88,3% (kelas Sawit Muda); untuk producer accuracy, nilai terendahnya adalah 58,9% (kelas Sawit Dewasa), tertingginya adalah 81,2% (kelas Sawit Muda). Adapun overall accuracy-nya adalah sebesar 76.8%, sedang nilai Kappanya 0,6.
Gambar 4. Gambar A, B, C, D and E adalah informasi tekstur yang diekstrak menggunakan referensi-image. Warna putih terang mengindikasikan hubungan yang kuat antara referensi–image dengan test-imagenya.
62
3.3. Perbandingan Sesuai judulnya bagian ini akan membandingkan hasil dua klasifikasi yang dihasilkan pada seksi 3.1 dan 3.2. Untuk memudahkan, secara visual perbandingan hasil dua klasifikasi dapat dilihat pada Gambar 5. Secara kasat mata dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa gambar A (hasil klasifikasi kanal multispektral) nampak lebih kasar dibanding gambar B (hasil klasifikasi kombinasi kanal multispektral plus informasi tekstur). Jika Gambar A dan B dibandingkan dengan Gambar C (peta ground truth) maka bisa disimpulkan bahwa hasil B lebih baik dari A. Walau demikian menurut Verbyla (1995) pengamatan visual tidak lah cukup, perlu pengamatan secara kuantitatif. Pengamatan kuantitatif ini dilakukan dengan membandingkan hasil uji akurasi ke dua klasifikasi. Perbandingan ini disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai uji akurasi pada citra hasil klasifikasi kombinasi kanal multispektral plus informasi tekstur menghasilkan nilai yang lebih baik (overall accuracy dan nilai Kappanya adalah 76,8% dan 0,6) dibandingkan dengan hasil klasifikasi yang hanya memanfaatkan kanal multspektral saja (overall accuracy dan nilai Kappanya adalah 66,4% dan 0,48, dimana selisih overall accuracy-nya adalah sebesar 10,4% lebih baik, sedangkan nilai Kappanya berbeda 0,12 lebih baik.
a
a
b
Sawit Dewasa Sawit Muda
Rumput Non-Vegetasi
c
Gambar 5. (a) hasil klasifikasi kanal multispektral FORMOSAT-2, (b) hasil klasifikasi final kombinasi kanal multispektral plus informasi tekstur, (c) peta ground truth
63
Tabel 1. Perbandingan dan Perbedaan Uji Akurasi Hasil Klasifikasi Cover Types
MA IM GR NV
Overall accuracy (%) Kappa
Multispectral bands PA (%)
UA (%)
66.6 63.0 76.0 78.8
33.3 92.3 78.3 36.0 66.4 0.48
Multispectral plus texture information PA (%) UA (%) 58.9 81.2 79.5 73.7
46.2 88.3 81.3 57.9 76.8 0.60
PA = producer’s accuracy, UA = user’s accuracy, MA = Sawit Dewasa, IM = Sawit Muda, GR = Rumput, NV = Non vegetasi
4. Kesimpulan Studi ini mempunyai beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Kelapa sawit adalah salah satu sektor penting yang mendukung perekonomian Indonesia. Total ekpor CPO dan turunannya pada tahun 2007 mencapai 17 juta ton, atau setara dengan nilai 6,2 milyar dollar Amerika. Perkebunan sawit telah mengokupasi lahan seluas 6.78 juta hektar pada 2007, dan terus berkembang hingga saat ini. Okupasi lahan untuk perkebunan sawit ini telah membawa masalah lingkungan seperti deforestasi. (2) Pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan adalah kunci penting dalam upaya memenuhi kepentingan ekonomi sekaligus perfihak pula pada lingkungan. Kecanggihan dan kehandalan teknologi seperti remote sensing dapat diadopsi untuk mendukung pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan. Dalam upaya untuk itu, studi ini telah mampu menggunakan citra resolusi tinggi FORMOSAT-2 (8 m untuk 4 kanal multispektral dan 2 m untuk 1 kanal pankromatik) untuk mengklasifikasi tahap usia tanam sawit di perkebunan sawit Cimulang, Bogor. Klasifikasi citra dilakukan dengan memanfaatkan kanal multispektral dan kombinasi kanal multispektral plus informasi teksturnya. Klasifikasi citra terbimbing menggunakan teknik Maximum Likelihood dan ekstraksi informasi tekstur menggunakan teknik used image matching by correlation. (3) Tanaman sawit yang ditanam di perkebunan mempunyai pola tanam berbentuk segitiga sama sisi yang jarak antar tanamannya sebesar 9 m. Jika dilihat dari atas pola tanam ini memiliki sedikit perbedaan dalam sudut orientasi (arah), perbedaan ini menyesuaikan dengan bentuk medan wilayah kebun sawit tersebut. Perbedaan arah pola tanam ini dapat dilihat secara visual pada citra pankromatik FORMOSAT-2 yang beresolusi 2 m. Dengan kondisi ini, ekstraksi tekstur pola tanam sawit dapat dilakukan secara otomatis dengan menjalankan algoritma image
64
matching by correlation pada kanal pankromatik citra FORMOSAT-2 yang sebelumnya telah difilter oleh filter high pass. Metoda ini berhasil sukses mengekstrak informasi tekstur dari beberapa pola tanam sawit yang berbeda arah tanamnya di perkebunan Cimulang. (4) Studi ini menghasilkan overall accuracy (OA) dari hasil klasifikasi kanal multispektral citra FORMOSAT-2 sebesar 66,37% dan nilai kappanya 0,48. Sementara OA 76,8% dan nilai kappa 0,66 diperoleh dari hasil final klasifikasi citra FORMOSAT-2 yang mengkombinasikan informasi tekstur citra dengan kanal multispektralnya. Membandingkan hasil dua klasifikasi tersebut dapat dikatakan bahwa dengan menambahkan informasi tekstur pada kanal multispektral FORMOSAT-2 dapat meningkatkan OA sebesar 10.4% dan nilai kappanya 0,12. (5) Citra resolusi tinggi FORMOSAT-2 dapat digunakan untuk memetakan perbedaan tahap usia tanam sawit guna mendukung program pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan. Daftar Pustaka Chang, K.T. 2008. Introduction to Geographic Information Systems. Fourth Edition. Mc. Graw Hill International Editions. Colchester, M., 2006. Indonesia: Oil palm expansion for biofuel bringing more exploitation than development. Bulletin of World Rainforest Movement. No. 112. Cited: May 4, 2010. URL: http://www.wrm.org.uy/bulletin/112/Indonesia.html Lillesand T. Kiefer R. W., and Chipman J. 2007. Remote Sensing and Image Interpretation. Fifth Edition. Wiley. Lukman, F. M., and Poeloengan, Z. 1996. Application of remote sensing technique for oil palm plantation, management. Proceeding of the 1997 PORIM International Palm Oil Congress - Competitiveness for the 21st Century. pp460–467. McMorrow, J. M. 1995. Relation of oil palm spectral response to stand age. International Journal Remote Sensing. 16: 3203-3209. Nordin, L., Shahruddin, A., and Mariamni, H. 2002. Application of AIRSAR Data to Oil Palm Tree Characterization. MACRES Bulletin. ISSN:1511-7748. Kuala Lumpur. Sukamto, 2008. 58 Kiat Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Wahid, B.O., Nordiana, A.A., and Tarmizi, A.M. 2005. Satellite Mapping of Oil Palm Land Use. MPOB Information Series. MPOB TT No. 255. ISSN: 1511–7871. Weng, Q. 2010. Remote Sensing and GIS Integration: Theories, Methods, and Applications. Mc Graw Hill.
65