PEMANFAATAN GLISEROL HASIL SAMPING PRODUKSI BIODIESEL JARAK PAGAR SEBAGAI KOMPONEN COAL DUST SUPPRESSANT
ANAS BUNYAMIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar sebagai Komponen Coal Dust Suppressant adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Anas Bunyamin NIM. F351080211
ABSTRACT Anas Bunyamin. Utilization of Glycerol By Product of Jatropha Biodiesel Production as Coal Dust Suppressant Component. Under supervision of Erliza Hambali and Ani Suryani. Jatropha curcass L oil based biodiesel industry development was not longer established due to its low added value, especially, after the world oil price stabilized. One of the possible efforts to increase the added value of Jatropha biodiesel industry products is the utilization of glycerol (by product) of Jatropha biodiesel production as high valued economic products. Glycerol can be developed as a component of Coal Dust Suppressant (CDS) formula which is necessary to prevent coal dust air pollution. Coal dust is an aggregate that caused serious health and environmental problems. In general, this study aimed to obtain alternative utilization of glycerol byproduct of biodiesel production production as a valuable and high valued economic product. Specifically, this research was designed to obtain the concentration of glycerol by product of jatropha biodiesel industry in CDS formula, to determine the durability performance of CDS formula to the increased dilution, and also to obtain financial feasibility analysis of CDS based industry. The result shows that as the glycerol addition increased, the density of the formula increased, while the value of pH and viscosity is decreased. Even though, using 95% level of confidence, statistical analysis stated that those effects of glycerol addition on whole of analyzed properties were not significant. Evaporation Rate (ER) and Dustiness Index (DI) analysis show that the best formula was the one with 15% of glycerol. Resulted CDS formula has a fairly good durability performance in 50 – 100 times dilution. Statistical analysis at 95% confidence level indicates that the increase in dilution did not significantly affect the performance of CDS formula. Compared with commercial CDS formula, the resulted CDS formula has better performance with ER value of 0.43 g ev / g dust and DI value of 0.07% while the ER value of commercial CDS formula was 0.48 g ev / g dust and the DI value of 0.09%. Financial analyses indicate that the CDS industry with the capacity of 50 ton per year was feasible to be develop. Parameters that being the investment feasibility indicator were positive NPV (Net Present Value) IDR 283,831,000,-, IRR (Internal Rate of Return) higher than 10% (21.49%), Pay Back Period (PBP) on the year of 7.2, Net B/C higher than 1 (2.04), average of Return on Investment (ROI) 57.29% and Return on Equity (ROE) 117.01%. Keywords : Coal Dust Suppressant, Glycerol, Jatropha curcass L.
RINGKASAN Anas Bunyamin. Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar sebagai Komponen Coal Dust Suppressant. Dibimbing oleh Erliza Hambali dan Ani Suryani. Perkembangan industri biodiesel dari minyak jarak pagar tidak berlangsung lama karena masih rendahnya nilai tambah biodiesel dan produk turunan lainnya, apalagi setelah harga minyak bumi kembali stabil. Salah satu upaya peningkatan nilai tambah produk industri biodiesel jarak pagar adalah pemanfaatan gliserol hasil samping produksi biodiesel sebagai produk yang bernilai ekonomis yang tinggi. Gliserol dapat dikembangkan sebagai komponen di dalam formula Coal Dust Suppressant (CDS) yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pencemaran udara oleh debu batubara. Debu batubara merupakan penyebab timbulnya permasalahan kesehatan dan lingkungan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif pemanfaatan gliserol hasil samping proses produksi biodiesel jarak pagar menjadi suatu produk yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis tinggi. Adapun beberapa tujuan khusus dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar pada formula CDS, mendapatkan informasi ketahanan kinerja formula CDS terhadap peningkatan pengenceran, serta untuk mendapatkan informasi kelayakan finansial pendirian industri CDS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya penambahan gliserol, terjadi kenaikan nilai densitas formula CDS serta penurunan nilai pH dan viskositas formula. Walaupun demikian, dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%, pengaruh penambahan gliserol tersebut tidak signifikan terhadap seluruh sifat fisikokimia yang dianalisis. Analisis kinerja formula CDS melalui pengukuran Evaporation Rate (ER) dan Dustiness Index (DI) menunjukkan bahwa formula yang memiliki kinerja terbaik merupakan formula dengan konsentrasi gliserol 15%. Formula CDS yang dihasilkan memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap peningkatan pengenceran. Hasil analisis statistik pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa peningkatan pengenceran tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja formula CDS. Dibandingkan dengan formula CDS komersial, formula CDS hasil penelitian memiliki kinerja yang lebih baik dengan nilai ER 0,43 g ev / g debu dan nilai DI 0,07 % sedangkan formula CDS komersial memiliki nilai ER 0,48 g ev/ g debu dan nilai DI 0,09 %. Analisis finansial menunjukkan bahwa industri formula CDS kapasitas 50 ton per tahun layak untuk didirikan. Parameter-parameter yang menjadi indikator kelayakan investasi adalah NPV (Net Present Value) positif Rp 283.831.000,-, IRR (Internal Rate of Return) lebih besar dari 10% yaitu 21,49%, Pay Back Period (PBP) pada tahun ke 7,2, Net B/C lebih besar dari 1 yaitu 2,04, rata-rata Return on Investment (ROI) 57,29% dan rata-rata Return on Equity (ROE) 117,01% Kata kunci : Coal Dust Suppressant, Gliserol, Jarak Pagar
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN GLISEROL HASIL SAMPING PRODUKSI BIODIESEL JARAK PAGAR SEBAGAI KOMPONEN COAL DUST SUPPRESSANT
ANAS BUNYAMIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. H. Ono Suparno, STP, MT
Judul
:
Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar sebagai Komponen Coal Dust Suppressant
Nama
: Anas Bunyamin
NIM
: F 351080211
Disetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Erliza Hambali Ketua
Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Anggota
Diketahui: Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Machfud, M.S
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 26 Mei 2011
Tanggal Lulus :
i
ii
ii
PRAKATA Alhamdulillaahirobbil’aalamiin,
segala
puji
dan
syukur
penulis
panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga tesis dengan judul ―Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar sebagai Komponen Coal Dust Suppressant‖ berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Erliza Hambali dan Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Kuki Permana dan Bapak Herri Suhirman beserta jajaran staf PT. Indocement Tunggal Prakarsa tbk, yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, staf pengajar dan rekan-rekan staf peneliti di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, SBRC LPPM – IPB, serta mahasiswa/i Program Studi Teknologi Industri Pertanian angkatan 2008 atas kebersamaannya menempuh studi. Secara khusus, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua serta istri tercinta Susi Susanti, M.Pd dan ananda Alifa Maulidya Q. B. serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Bogor, Juli 2011
Anas Bunyamin
iii
iv
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 22 Februari 1983 dari ayah Drs. H. D. Sudjono dan ibu Dra. Hj. Titi Yuningsih. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Situraja dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi Teknologi Industri Pertanian dan lulus pada tahun 2006. Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya pada jenjang S2 program studi yang sama pada tahun 2008. Penulis pernah bekerja sebagai Process Engineer pada Biomac SDN, BHD pada tahun 2007 dan kini bekerja sebagai salah satu peneliti di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor.
v
vi
vi
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ............................................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. v DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xv 1
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang ................................................................................................1
1.2
Tujuan Penelitian ............................................................................................3
1.3
Manfaat Penelitian ..........................................................................................3
1.4
Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................................4
2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
2.1
Minyak Jarak Pagar ........................................................................................5
2.2
Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar ...........................................................6
2.3
Gliserol .........................................................................................................10
2.4
Debu Batubara ..............................................................................................12
2.5
Coal Dust Suppressant (CDS) ......................................................................15
3
METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 17
3.1
Kerangka Pemikiran .....................................................................................17
3.2
Bahan dan Alat .............................................................................................18
3.3
Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................19
3.4
Metode ..........................................................................................................19
4
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 27
4.1
Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar ..........................................................27 vii
viii
Halaman 4.2
Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar ........................................................ 28
4.3
Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar............................................................................................................. 31
4.4
Formulasi Coal Dust Suppressant (CDS) .................................................... 33
4.5
Analisis Sifat Fisikokimia Formula Coal Dust Suppressant ....................... 35
4.6
Analisis Kinerja CDS ................................................................................... 37
4.7
Analisis Kelayakan Finansial Pendirian Industri CDS ................................ 41
5
KESIMPULAN ............................................................................................ 49
5.1
Kesimpulan .................................................................................................. 49
5.2
Saran ............................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 51 LAMPIRAN - LAMPIRAN .................................................................................. 55
viii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Sifat fisikokimia minyak jarak pagar ............................................................. 5
2
Karakteristik gliserol ................................................................................... 10
3
Macam-macam penggunaan gliserol di industri .......................................... 12
4
Komposisi formula CDS yang dikembangkan ............................................ 22
5
Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar ..................................... 27
6
Hasil analisis sifat fisikokimia formula CDS .............................................. 36
7
Nilai Evaporation Rate formula
CDS pada berbagai konsentrasi
penambahan gliserol dan pengenceran .........................................................37 8
Nilai Dustiness Index formula CDS pada berbagai konsentrasi penambahan gliserol dan pengenceran ........................................................ 38
9
Hasil uji beda nyata Fisher pengaruh faktor pengenceran terhadap nilai Dustiness Index formula CDS ..................................................................... 38
10
Perbandingan kinerja formula CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko .................................................................................................... 39
11
Rincian dana investasi dan modal kerja pembangunan industri CDS ......... 42
12
Kebutuhan biaya operasional ....................................................................... 44
13
Proyeksi laba / rugi industri CDS sampai tahun ke - 15 .............................. 44
14
Kriteria kelayakan investasi pendirian industri CDS................................... 45
15
Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan baku (Polimer PVA) ............... 46
16
Analisis sensitivitas penurunan harga produk (CDS) .................................. 46
17
Analisis sensitivitas resiko portofolio kombinasi produk ............................ 47
18
Analisis sensitivitas penurunan kapasitas produksi ..................................... 48
ix
x
x
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram alir proses produksi biodiesel jarak pagar satu tahap (Belewu et al. 2010). .........................................................................................................7
2
Proses produksi biodiesel dua tahap .............................................................. 8
3
Visualisasi molekul dan rumus struktur gliserol ......................................... 10
4
Rumus struktur batubara (Hambly 1998) .................................................... 13
5
Foto kerusakan paru-paru (CWP) akibat polusi debu batubara (Connor 2011) ............................................................................................................ 14
6
Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian. ............................................. 19
7
Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar (Farobie 2009). ........................................... 21
8
Reaktor biodiesel skala 100 liter per batch.................................................. 28
9
Skema reaksi esterifikasi asam lemak (Christie 1993). ............................... 29
10
Lapisan-lapisan produk transesterifikasi minyak jarak pagar. .................... 30
11
Reaksi pembentukan K3PO4 (A) dan asam lemak (B) pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar (Farobie 2009). ............................... 31
12
Garam kalium fosfat pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar. .. 32
13
Produk proses peningkatan kemurnian gliserol kasar. ................................ 32
14
Hasil analisis GC-MS gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. (A) Gliserol kasar (B) Gliserol hasil pengingkatan kemurnian (Farobie 2009). ............................................................................................ 33
15
Struktur kimia monomer Poli Vinil Alkohol (Saxena 2004). ...................... 34
16
Penampakan formula CDS. ......................................................................... 35
17
Histogram perbandingan nilai Evaporation Rate CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko. ................................................................... 40
18
Histogram perbandingan nilai Dustiness Index CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko. ................................................................... 40
xi
xii
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar ............................... 57
2
Prosedur analisis sifat fisikokimia Coal Dust Suppressant (CDS).............. 60
3
Prosedur analisis Evaporation Rate (ASTM D 4902-99) ............................ 62
4
Prosedur analisis Dustiness Index (ASTM D547-41).................................. 63
5
Data hasil analisis densitas CDS (g/cm3) dan analisis ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007. ...........................................64
6
Data hasil analisis pH CDS dan analisis ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007. ................................................................. 65
7
Data hasil analisis nilai viskositas formula CDS (cP) dan analisis ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007. ......................... 66
8
Data hasil analisis nilai Evaporation Rate formula CDS (g ev/g debu) dan analisis ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007. ............ 67
9
Data hasil analisis nilai Dustiness Index CDS dan analisis ragamnya menggunakan Microsoft Excell 2007. ......................................................... 69
10
Diagram alir proses produksi CDS .............................................................. 72
11
Perhitungan neraca massa produski CDS .................................................... 73
12
Diagram instrumen dan pemipaan (Piping and Instrumentations Diagram) serta tata letak ruang produksi, ruang penyimpanan dan kantor industri CDS ................................................................................................ 75
13
Rincian dana investasi dan modal kerja pembangunan industri CDS ......... 77
14
Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industri CDS........... 79
xiii
xiv
xiv
DAFTAR SINGKATAN CDS
: Coal Dust Suppressant
RDS
: Road Dust Suppressant
CAS
: Chemical Abstract Service
ASTM
: American Standard Testing and Material
CWP
: Coal Worker Pneumoconiosis
PMF
: Progressive Massive Fibrosis
PVA
: Poli Vinil Alkohol
FFA
: Free Fatty Acid
FAME
: Fatty Acid Methyl Ester
SLS
: Sodium Lauril Sulfat
NPV
: Net Present Value
IRR
: Internal Rate of Return
NBC
: Net Benefit - Cost
PBP
: Pay Back Period
BEP
: Break Even Point
ER
: Evaporation Rate
DI
: Dustiness Index
GC-MS
: Gas Chromatography Mass Spectroscopy
xv
xvi
xvi
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tanaman jarak pagar (Jatropha curcass Linn.) dalam beberapa tahun
belakangan ini dikembangkan sebagai salah satu tanaman alternatif penghasil bioenergi. Tanaman jarak pagar telah mulai dikembangkan di beberapa negara, seperti Cina yang mengembangkan lahan seluas 1 juta ha hingga tahun 2010, India seluas 400.000 ha hingga tahun 2009, Kamboja seluas 1 juta ha dalam waktu 3 tahun, Vietnam, Thailand, dan beberapa negara lainnya. Perkembangan industri biodiesel dari minyak jarak pagar tidak berlangsung lama karena masih rendahnya nilai tambah biodiesel dan produk lainnya, sehingga industri biodiesel jarak pagar mengalami kesulitan untuk bertahan, apalagi setelah harga minyak bumi kembali stabil, sehingga fokus pengembangan bahan bakar alternatif kembali berkurang. Untuk mempertahankan pengembangan bahan bakar nabati berbasis tanaman jarak pagar, maka upaya peningkatan nilai tambah produk-produk turunan tanaman jarak pagar mutlak harus dilakukan. Salah satu upaya peningkatan nilai tambah produk industri biodiesel jarak pagar yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan gliserol hasil samping produksi biodiesel menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Gliserol pada proses produksi biodiesel dari minyak jarak pagar merupakan hasil samping yang diperoleh dari pemotongan rantai trigliserida pada reaksi transesterifikasi. Jumlah gliserol yang dihasilkan pada proses produksi biodiesel rata-rata mencapai 10,5% dengan kemurnian hanya sekitar 50% (Knothe et al. 2005). Walaupun gliserol sangat banyak diaplikasikan dalam bidang pangan, obatobatan dan bidang lainnya, namun karena kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar sangat rendah, maka nilai ekonomisnya pun tidak begitu tinggi (Pachauri dan He 2006). Salah satu peluang pemanfaatan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar adalah sebagai komponen formula CDS. Gliserol dapat digunakan sebagai komponen formula CDS karena karakteristiknya yang dapat mengikat kandungan air pada udara. Semakin tinggi kelembaban debu batubara, maka kemampuannya untuk terbang menjadi semakin
2
rendah. Tingginya titik didih gliserol juga menjadi faktor pendukung digunakannya gliserol sebagai komponen formula CDS. Industri pertambangan seperti tambang timah, batubara, dan semen merupakan salah satu kelompok industri yang menggunakan energi dalam jumlah yang sangat besar. Saat ini, sebagian besar pemenuhan kebutuhan energi tersebut diperoleh dari sumber energi yang berupa batubara. Batubara digunakan sebagai sumber energi dalam generator listrik, mesin boiler dan lain-lain. Batubara digunakan sebagai bahan bakar pada sistem pembangkit listrik karena harganya yang relatif murah dibandingkan dengan listrik dari PLN. Walaupun demikian, penggunaan batubara tidak serta merta menjadi solusi yang terbaik. Hal ini dikarenakan adanya masalah yang ditimbulkan selama penggunaan batubara, yaitu pencemaran udara oleh debu batubara. Pencemaran debu batubara terjadi di lokasi aktivitas yang terkait batubara seperti lokasi penimbunan, lokasi pembakaran, serta jalanan sepanjang lokasi penimbunan sampai lokasi pembakaran. Aktivitas truk pengangkut batubara di sekitar lokasi penyimpanan (stock pile) menimbulkan pencemaran udara karena jalanan di sekitar lokasi sudah tertutupi oleh batubara. Pencemaran debu batubara yang tidak ditangani dengan serius dapat menimbulkan gangguan kesehatan terutama gangguan pernapasan. Beberapa penelitian melaporkan adanya dugaan pengaruh debu batubara terhadap penurunan kualitas tanaman. Dengan melihat begitu banyaknya efek negatif dari pencemaran debu batubara, maka penanggulangan debu batubara sangat mutlak dilakukan dengan baik agar aktifitas pembakaran dan transportasi batubara tidak mencemari lingkungan udara di sekitar industri. Salah satu upaya untuk menanggulangi pencemaran udara yang diakibatkan oleh debu batubara adalah dengan menggunakan senyawa kimia yang biasa disebut sebagai CDS. CDS memiliki kemampuan untuk mengikat debu batubara yang berada di udara, sehingga menjadi partikel yang lebih besar dan lebih mudah jatuh. Untuk menangani pencemaran debu batubara di jalanan, dalam industri secara lebih khusus disebut sebagai Road Dust Suppressant (RDS) yang biasa digunakan untuk menekan pembentukan debu dari jalanan tersebut. Pada prinsipnya kandungan dan fungsi RDS tidak berbeda dengan CDS. Hal yang
3
membedakan RDS dengan CDS adalah tata cara penggunaannya dimana RDS disiramkan pada jalan batubara yang akan dilalui, sedangkan CDS biasa digunakan dengan disemprotkan pada debu batubara yang terdapat di udara dan juga pada tumpukan batubara. Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar merupakan gliserol kasar yang masih mengandung bahan-bahan lainnya. Kandungan bahan-bahan tersebut yang membedakan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan gliserol komersial yang ada di pasaran. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai pengaruh penambahan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar terhadap kinerja formula CDS yang dihasilkan dan penggunaanya. Selain itu, perlu juga diteliti mengenai analisis finansial formula CDS yang mengandung komponen gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. 1.2
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif
pemanfaatan gliserol hasil samping proses produksi biodiesel jarak pagar menjadi suatu produk yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis. Adapun beberapa tujuan khusus dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mendapatkan konsentrasi gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar pada formula Coal Dust Suppressant. b. Memperoleh
informasi
ketahanan
kinerja
formula
Coal
Dust
Suppressant yang dihasilkan terhadap peningkatan pengenceran. c. Mendapatkan informasi kelayakan pendirian unit industri Coal Dust Suppressant sebagai bagian dari industri biodiesel. 1.3
Manfaat Penelitian Penelitian ini menghasilkan formula Coal Dust Suppressant (CDS) yang
menggunakan gliserol hasil samping proses produksi biodiesel jarak pagar. Formula CDS yang dihasilkan dapat digunakan baik sebagai Coal Dust Suppressant (CDS) maupun sebagai Road Dust Suppressant (RDS). Aplikasi gliserol hasil samping proses produksi biodiesel diharapkan akan mampu menjadi
4
alternatif pemanfaatan gliserol dengan kemurnian rendah, sehingga memiliki nilai ekonomis yang relatif tinggi. 1.4
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi hanya terbatas pada ruang lingkup berikut ini. a.
Proses produksi biodiesel dari minyak jarak pagar.
b.
Pemisahan gliserol dari hasil samping lain yang masih terkandung dalam gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar.
c.
Pengembangan formula CDS yang mengandung gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar.
d.
Analisis sifat fisikokimia dan kinerja formula CDS.
e.
Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS.
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Jarak Pagar Minyak jarak pagar dihasilkan dari bagian daging biji tanaman jarak pagar.
Kandungan rata-rata minyak yang terdapat dalam biji berkisar antara 20 sampai 35% dari berat kering biji. Beberapa faktor yang menentukan rendemen minyak jarak pagar adalah varietas, kualitas benih, agroklimat, tingkat kesuburan tanah dan metode pemeliharaan yang dilakukan. Minyak jarak pagar termasuk minyak nabati yang tersusun atas molekul trigliserida yang merupakan hasil persenyawaan gliserol dengan asam lemak (Hambali et al. 2006) Sifat fisikokimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sifat fisikokimia minyak jarak pagar Sifat fisikokimia Titik nyala Densitas (15oC) Viskositas (30oC) Residu karbon Kandungan debu sulfat Titik tuang Kadar air Kandungan belerang Bilangan asam Bilangan iod Bilangan Penyabunan Komponen asam lemak Palmitat Stearat Oleat Linoleat Lainnya
Satuan o C g/cm3 nm2/s %(m/m) %(m/m) o C ppm ppm mg KOH/g g Iod / 100 g minyak mg KOH/ g lemak %
Nilai 236 0,9177 49,15 0,34 0,007 -2,5 935,00 < 1,00 4,75 96,50 195,00 14,20 6,90 43,10 34,30 1,40
Sumber: Hambali et al. (2006)
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa komposisi terbesar penyusun minyak jarak pagar adalah asam oleat (43,1%), kemudian asam linoleat (34,3%) dan asam palmitat (14,2%). Asam oleat merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai C16 dengan satu ikatan rangkap. Menurut Ketaren (1996), banyaknya jumlah atom C dan ikatan rangkap dalam asam lemak menentukan sifat fisikokimia dari asam lemak tersebut. Minyak jarak pagar memiliki keunggulan dibandingkan minyak
6
nabati lainnya sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena sifat racun yang dimilikinya menjadikan penggunaan minyak jarak pagar tidak bersinggungan dengan kepentingan pangan. Biswas et al. (2009) menyebutkan beberapa keunggulan penggunaan minyak jarak pagar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah periode panennya yang relatif singkat karena jarak pagar merupakan tanaman perdu, pengumpulan biji yang tidak dipengaruhi oleh musim tanam pertanian, tahan terhadap hama dan tidak dimakan oleh binatang ternak, hasil samping produksi biodiesel yang masih memiliki kegunaan seperti pupuk bio dan gliserol serta kemampuannya untuk tetap bertahan hidup bahkan di lingkungan yang minim nutrisi sekalipun. 2.2
Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar Biodiesel atau metil ester merupakan salah satu jenis bahan bakar yang
bersifat terbarukan karena bersumberkan dari sumber daya hayati, seperti minyak nabati. Minyak nabati memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar yang terbarukan, sekaligus sebagai alternatif bahan bakar minyak yang berbasis petroleum atau minyak bumi (Korus et al. 2000). Pemilihan bahan baku minyak nabati dan lemak hewani sangat tergantung pada kondisi geografis dan potensi bahan baku yang dimiliki oleh suatu daerah (Knothe 2005). Selain menggunakan minyak yang diperoleh dari proses ekstraksi, biodiesel juga dapat diproduksi menggunakan minyak yang sudah digunakan seperti minyak goreng bekas seperti yang telah dilakukan oleh Hasibuan et al. (2009). Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum (Haryanto 2007). Kelebihan tersebut antara lain (1) merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi, (2) mempunyai bilangan setana yang tinggi, (3) mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx dan (4) terdapat dalam fase cair. Ramesh et al. (2007) menambahkan bahwa penggunaan biodiesel memiliki keuntungan antara lain emisi biodiesel bebas sulfur, meningkatkan pendapatan petani, mengurangi beban impor akan bahan bakar, serta karakteristik biodiesel tidak berbeda jauh dengan solar. Biodiesel dapat diproduksi melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi tergantung pada bahan baku yang digunakan. Reaksi esterifikasi dilakukan untuk
7
menghasilkan ester dari asam lemak dengan menggunakan pereaksi alkohol dalam suasana asam, sedangkan reaksi transesterifikasi dilakukan untuk mengkonversi trigliserida menjadi alkil ester dengan pereaksi alkohol dalam suasana basa. Pada penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, jumlah kandungan asam lemak bebas minyak nabati yang digunakan akan menentukan tahapan proses pembuatan biodiesel. Knothe et al. (2005) menyatakan bahwa minyak nabati dengan jumlah asam lemak bebas dibawah 5% masih memungkinkan untuk ditransesterifikasi dengan menggunakan katalis basa. Akan tetapi untuk minyak nabati dengan kandungan asam lemak bebas lebih dari 5%, maka sabun yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara asam lemak dan basa akan menghambat reaksi transesterifikasi, sehingga biodiesel tidak terbentuk dengan baik. Walaupun demikian, Nakpong dan Wootthikanokkhan (2010) menyatakan bahwa
sebagian
peneliti
membatasi
proses
produksi
biodiesel
yang
memungkinkan hanya dengan reaksi transesterifikasi adalah minyak nabati yang kandungan asam lemak bebasnya dibawah 1%. Proses produksi biodiesel yang hanya melibatkan proses transesterifikasi saja biasa disebut sebagai proses produksi biodiesel satu tahap. Diagram alir proses produksi biodiesel satu tahap dapat dilihat pada Gambar 1. MinyakJarak
Etanol (30%) + KOH (3%) b/b
Pencampuran Reaktor Transesterifikasi (Suhu 65 oC, pengadukan 50 – 100 rpm) Tangki Pengendapan (2 – 3,5 jam)
Gliserol
Biodiesel Kasar Tangki Pencucian
Air basa
Pengeringan (110 oC, 15 menit) Biodiesel
Gambar 1 Diagram alir proses produksi biodiesel jarak pagar satu tahap (Belewu et al. 2010).
8
Minyak jarak pagar merupakan minyak yang kadar asam lemak bebasnya dapat meningkat dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat, sehingga proses pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar biasanya dilakukan melalui dua tahap proses yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Proses produksi biodiesel dari minyak jarak pagar secara dua tahap menurut Berchmans dan Hirata (2007) dapat dilihat pada Gambar 2.
FFA + MinyakJarak
Metanol (225% FFA) + H2SO4 (1%) b/b
Pemanasan Reaktor Esterifikasi (Suhu 50 oC) Tangki Pengendapan (2 – 3,5 jam)
Sisa alkohol
Fatty Acid Methyl Esters (FAME) + Minyak Jarak FAME + MinyakJarak
Etanol (30%) + NaOH (3%) b/b
Pencampuran Reaktor Transesterifikasi (Suhu 65 oC, pengadukan 400 rpm, 2 jam) Tangki Pengendapan (2 – 12 jam)
Gliserol
Metil Ester Kasar Tangki Pencucian
Air basa
Pengeringan (110 oC, 15 menit) Biodiesel (Metil Ester)
Gambar 2 Proses produksi biodiesel dua tahap Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi ini tidak lain adalah reaksi yang hampir sama dengan reaksi hidrolisis tetapi menggunakan alkohol. Reaksi ini
9
bersifat reversibel dan menghasilkan alkil ester dan gliserol. Alkohol berlebih digunakan
untuk
memicu
reaksi
pembentukan
produk
(Khan
2002).
Transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak jarak dan meningkatkan daya pembakaran, sehingga dapat digunakan sesuai standar minyak diesel untuk kendaraan bermotor. Sumber alkohol yang digunakan dapat bermacam-macam. Apabila direaksikan dengan metanol, maka akan didapat metil ester, apabila direaksikan dengan etanol akan didapat etil ester. Metanol lebih banyak digunakan sebagai sumber alkohol karena rantainya lebih pendek, lebih polar, dan harganya lebih murah dibandingkan dengan alkohol lainnya (Ma dan Hanna 2001). Selain metanol, jenis alkohol lain yang dapat digunakan adalah etanol dan butanol. Walaupun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Hossain et al. (2010) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada level α 5% antara penggunaan metanol, etanol dan butanol. Metanol mampu menghasilkan rendemen biodiesel tertinggi yaitu 49,5%, sedangkan etanol dan butanol berturutturut menghasilkan 23,5% dan 19,5%. Katalis basa merupakan katalis yang paling sering digunakan dalam produksi biodiesel karena beberapa hal, yaitu dapat bekerja pada suhu dan tekanan relatif rendah (60oC, 20 Psi), menghasilkan derajat konversi yang tinggi (98%) serta berlangsungnya konversi menjadi metil ester tanpa menjadi senyawa intermediet terlebih dahulu (Ejikeme et al. 2010). Setelah dilakukan reaksi esterifikasi dan transesterifikasi, fraksi gliserol kemudian dipisahkan dari metil ester berdasarkan perbedaan kelarutan. Gliserol bersifat polar dan memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan metil ester atau biodiesel, sehingga ketika diendapkan gliserol akan berada di bawah metil ester. Metil ester tidak dapat langsung digunakan, karena harus dimurnikan terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa gliserol, air, sisa metanol, katalis, dan bahan pengotor lainnya. Proses pemurnian dapat dilakukan dengan water washing dan dry washing. Water washing merupakan pemurnian yang dilakukan dengan menggunakan air untuk melarutkan sisa katalis, sisa gliserol serta pengotor lainnnya, sedangkan dry washing memisahkan pengotor biodiesel dengan cara menyerap dan menahannya pada saringan yang biasanya terbuat dari resin.
10
2.3
Gliserol Gliserol (1,2,3 propanatriol) merupakan cairan bening tidak berwarna yang
memiliki kelarutan yang baik terhadap air. Karakteristik gliserol ditampilkan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Karakteristik gliserol Parameter
Nilai / Karakteristik
Nomor registrasi CAS
56-81-5
Rumus formula
C3H8O3
Bobot molekul (mol-1)
92,1
Fasa
Cair
Warna
Tidak berwarna
sumber : Spectral Database for Organic Compounds (2010)
Visualisasi molekul dan rumus struktur gliserol dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3 Visualisasi molekul dan rumus struktur gliserol Gliserol merupakan salah satu hasil samping produksi biodiesel yang mempunyai jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan hasil samping lainnya. Jumlah gliserol yang dihasilkan dari setiap produksi biodiesel kurang lebih 10 % dari total produksi biodiesel (Dasari et al. 2005). Selama ini gliserol hasil samping produksi biodiesel masih bernilai ekonomis rendah, karena kemurniannya masih belum memenuhi standar. Gliserol hasil samping produksi biodiesel belum dapat dimanfaatkan, baik dalam bidang farmasi maupun makanan sebagaimana lazimnya gliserol paling banyak digunakan. Pachauri dan He (2006) melaporkan berbagai penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah gliserol hasil samping produksi biodiesel menjadi beberapa produk turunan seperti 1-3 propanadiol, 1-2 propanadiol, dihidroksiaseton, asam suksinat, hidrogen, poligliserol, poliester dan polihidroksialkonat.
11
Proses pemurnian gliserol harus dilakukan untuk meningkatkan derajat kemurnian gliserol sebelum digunakan. Yong et al. (2001) melakukan pemurnian gliserol yang diperoleh dari industri metil ester minyak inti sawit melalui proses destilasi sederhana pada suhu 120oC – 126oC, tekanan 4,0 x 10-1 - 4.0 x 10-2 mbar dan kemudian didinginkan pada suhu 8oC. Proses pemurnian ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50,4% menjadi 96,6%. Adanya penggunaan panas pada proses destilasi metode tersebut menyebabkan meningkatnya biaya pemurnian gliserol yang tidak sebanding dengan nilai ekonomi yang diperoleh. Proses peningkatan kemurnian gliserol yang lebih sederhana dan relatif lebih murah dilakukan oleh Farobie (2009) dengan cara mereaksikan gliserol kasar dengan sejumlah asam fosfat sampai terbentuk endapan garam kalium fosfat. Tujuan utama proses ini adalah untuk menetralkan sisa katalis basa (KOH) dengan asam fosfat. Proses ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50% menjadi 80%. Proses ini juga menghasilkan produk samping berupa garam kalium fosfat yang dapat digunakan sebagai pupuk. Selain garam kalium fosfat, produk lain yang dihasilkan pada saat pemurnian gliserol dengan menggunakan metode ini adalah asam lemak. Selain diproduksi melalui transesterifikasi minyak dan lemak, gliserol juga diproduksi melalui proses produksi dari alil klorida, propene oksida, proses fermentasi dari gula dan proses hidrogenasi karbohidrat. Beberapa proses non komersial
lainnya
yang
memungkinkan
terbentuknya
gliserol
adalah
photoproduction dari biomassa, sintetis hidrogenasi katalitik karbon dioksida, serta proses produksi gliserol sintetis dari molase yang terhenti sejak tahun 1969. Gliserol yang dihasilkan baik dari proses transesterifikasi minyak dan lemak maupun yang disintesis dengan berbagai proses tersebut di atas merupakan bahan baku utama dan pendukung yang digunakan dalam berbagai industri. National Biodiesel Board (2010) menyatakan bahwa gliserol paling banyak digunakan di enam bidang industri yaitu industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, rokok, kertas dan percetakan serta industri tekstil. Gliserol digunakan baik sebagai bahan baku proses, bahan antara dan sebagai bahan tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas suatu produk. Rincian penggunaan gliserol di berbagai macam industri dapat dilihat pada Tabel 3.
12
Tabel 3 Macam-macam penggunaan gliserol di industri Bidang Industri Makanan dan
Fungsi Pelembab, pemanis dan
Produk Minuman ringan, permen, kue,
minuman
pengawet intermediet
pelapis daging dan keju, makanan hewan peliharaan, margarin, salad, makanan beku dan kemasan makanan.
Farmasi
Pelembut, media
Kapsul, obat infeksi, anestesi, obat batuk, pelega tenggorokan, obat kulit, antiseptik dan antibiotik.
Kosmetika dan
Pelembab, pelembut
toiletris
Pasta gigi, krim dan lotion kulit, lotion cukur, deodorant, make up, lipstik dan maskara.
Kertas dan
Pelembut, mencegah
Kertas minyak, kemasan
pencetakan
penyusutan
makanan, kertas cetakan tinta
Tekstil
Pemasti ukuran,
Kain, serat dan benang
pelunak, Lain—lain
Pelumas, pelicin,
Kemasan resin, plastik, karet,
pelapis, menambah
busa, dinamit, komponen radio
fleksibilitas,
dan lampu neon.
Sumber : National Biodiesel Board, 2010
2.4
Debu Batubara Batubara (coal) adalah bahan bakar yang berasal dari endapan sedimen
tumbuhan purba yang hidup 100-400 juta tahun yang lalu. Batubara mengandung sejumlah tertentu karbon, nitrogen, oksigen dan belerang yang bersatu dengan elemen lainnya termasuk mineral-mineral (ASTM D 121-00, 2000). Batubara merupakan padatan yang rapuh, mudah terbakar, yang dibentuk oleh dekomposisi dan perubahan vegetasi dengan pemadatan, suhu dan tekanan. Penampakan batubara berbeda-beda tergantung karakteristiknya. Warna batubara bervariasi dari coklat sampai hitam dan biasanya bertingkat. Tanaman purba yang menjadi
13
batubara diidentifikasi mayoritas berasal dari lumut dan tumbuhan tingkat rendah (Speight 2005). Komposisi kimia batubara sangat dipengaruhi oleh jenis batubara itu sendiri. International Energy Agency (2009) mengklasifikasikan batubara berdasarkan kandungan sedimen terbakar ke dalam empat kelompok yaitu Anthracite, Bituminous, Sub-bituminous dan Lignite/Brown coal. Walaupun demikian, secara garis besar IEA mengikuti The International Coal Classification of the Economic Commission for Europe (UN/ECE) dalam membagi batubara menjadi dua golongan besar yaitu hard coal – yaitu batubara yang memiliki jumlah kalori lebih besar dari 5 700 kcal/kg (23,9 GJ/t) dan brown coal – batu bara yang memiliki nilai kalori lebih rendah dari 5 700 kcal/kg (23,9 GJ/t). Rumus struktur batubara dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Rumus struktur batubara (Hambly 1998) Karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lingkungan dan formasi batuan asalnya. Batubara dikelompokkan berdasarkan kandungan energinya menjadi beberapa kelompok antara lain antrasitik, bituminous, sub bituminous dan lignitik (ASTM D 388-99, 2002). Masalah lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan batubara sebagai sumber energi adalah timbulnya pencemaran pada saat transportasi dan pada saat
14
pembakaran. Pencemaran udara pada saat transportasi batubara berupa paparan debu batubara, sedangkan pada proses pembakaran, pencemaran yang terjadi berupa emisi buangan yang banyak mengandung oksida asam seperti nitrogen monooksida (NO). NO merupakan salah satu penyebab utama terjadinya hujan asam. Hujan asam dianggap sebagai salah satu perusakan terparah yang diakibatkan manusia terhadap bumi (Monk 2004) Pencemaran debu batubara disebabkan oleh terbentuknya partikel-partikel yang sangat kecil dan mudah tertiup angin dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Pencemaran batubara pada kondisi yang ekstrim sangat berbahaya terhadap kesehatan. Tiga jenis efek yang ditimbulkan oleh pencemaran debu batubara terhadap kesehatan menurut Federal Coal Mine Health and Safety Act (1969) adalah
gangguan
pernapasan,
penyakit
epidemi
seperti
Coal
Workers
Pneumoconiosis (CWP) dan Progressive Massive Fibrosis (PMF), serta gangguan mekanisme seluler (United States Department of Labor 2006). Epidemi yang paling umum yaitu CWP, dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru yang sangat parah (Pinho 2004). Kerusakan paru-paru tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Foto kerusakan paru-paru (CWP) akibat polusi debu batubara (Connor 2011) Pengaruh pencemaran debu batubara terhadap kesehatan dan lingkungan tidak berbeda jauh dengan pengaruh pencemaran debu batubara terhadap manusia. Pencemaran debu batubara bersamaan dengan aktivitas pembakaran batubara
15
berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan perairan, udara dan daratan. Penebalan lapisan debu batubara pada daun tanaman di sekitar lokasi pencemaran akan menyebabkan terganggunya aktivitas fotosintesis tanaman tersebut (Naidoo dan Chirkoot 2004). Selain itu, debu batubara di udara juga dapat menyebabkan berubahnya pH air hujan. 2.5
Coal Dust Suppressant (CDS) Coal Dust Suppressant (CDS) merupakan senyawa kimia yang digunakan
untuk mencegah penyebaran debu batubara pada saat batubara dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain (Dohner 1988). Selain itu, CDS juga dapat digunakan pada penanganan debu batubara yang timbul dari aktivitas transportasi truk-truk pengangkut batubara di lokasi sekitar penimbunan batubara (stockpile). Prinsip kerja utama CDS dalam mencegah pembentukan debu batubara adalah dengan memperbesar ukuran partikel, memperberat bobot partikel dan mengikat partikel debu batubara satu sama lain. Polimer pada komponen CDS akan membentuk lapisan film yang membungkus granula CDS menjadi lebih berat dan lebih besar ukurannya, sehingga relatif tidak mudah terbang. Gliserol berfungsi sebagai agen pembasah yang menahan kelembaban partikel debu batubara, sehingga tidak mudah lepas dan saling terikat dengan partikel yang lain. Surfaktan nonionik pada formula CDS berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan air, sehingga derajat kebasahan batubara menjadi meningkat terhadap air (Talamoni 2010). Beberapa bahan telah digunakan sebagai bahan baku formulasi CDS. Talamoni (2010) menggunakan Poly Vinil Alkohol (PVA) sebagai komponen yang dominan diantara komponen CDS lainnya dengan persentase mencapai 40% dari total komponen di dalam formula. Gliserin ditambahkan pada kisaran 7% sebagai plasticizer dan sekaligus wetting agent sekunder. Pullen et al. (1994) menggunakan surfaktan anionik untuk meningkatkan kebasahan batubara terhadap air. Beberapa bahan lain yang ditambahkan sebagai komponen minor CDS adalah minyak bekas, Alkyl-phenyl poly-ethoxy ether, resin, magnesium klorida, dan lainlain.
16
3
3.1
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Peningkatan nilai tambah produk turunan minyak jarak pagar mutlak
diperlukan agar industri biodiesel jarak pagar dapat berkembang dengan baik. Saat ini, perkembangan industri biodiesel sangat dipengaruhi oleh naik turunnya harga jual biodiesel sebagai satu-satunya produk yang bernilai ekonomis. Pada saat harga biodiesel tidak dapat bersaing dengan bahan bakar berbasis minyak bumi, maka industri biodiesel tidak mendapat nilai tambah sama sekali. Padahal, selain peningkatan nilai tambah dari biodiesel sebagai produk utama, industri biodiesel dapat memperoleh peningkatan nilai tambah dengan cara mengolah produk samping dan limbah industri biodiesel menjadi suatu produk yang memiliki nilai ekonomi yang baik. Penemuan produk baru yang berbahan baku produk samping industri biodiesel minyak jarak pagar diharapkan akan mampu meningkatkan nilai tambah industri biodiesel. Tentu saja peningkatan nilai tambah ini terlepas dari perkembangan harga biodiesel dan minyak bumi, sehingga dapat berdiri sebagai unit usaha tersendiri. Gliserol kasar merupakan produk turunan minyak jarak pagar terbanyak kedua setelah biodiesel. Dengan persentase produksi gliserol kasar sebanyak 10% dari total produk yang dihasilkan, maka apabila tidak ditangani dengan baik, gliserol kasar akan berubah fungsi dari produk samping menjadi limbah yang harus ditangani secara serius. Teknologi pemurnian gliserol yang saat ini biasa digunakan adalah teknologi destilasi, baik secara sederhana maupun secara kompleks. Teknologi destilasi melibatkan dua proses utama yaitu pemanasan gliserol kasar dan pendinginan uap gliserol menjadi gliserol dengan derajat kemurnian yang lebih tinggi. Kedua proses tersebut melibatkan konsumsi energi yang sangat besar, sehingga biaya produksi menjadi sangat tinggi. Biaya produksi tersebut akan lebih tinggi lagi karena gliserol yang dimurnikan merupakan gliserol kasar dengan komposisi bahan yang kompleks dan tahapan pemurnian menjadi lebih banyak.
18
Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan adanya pengembangan aplikasi gliserol dengan kemurnian rendah, sehingga biaya produksinya dapat diminimalkan. Salah satu aplikasi gliserol yang potensial untuk dikembangkan adalah penggunaan gliserol sebagai CDS. Walaupun demikian, adanya kandungan bahan lain dalam gliserol kasar menjadikan karakteristiknya sedikit berbeda dibandingkan dengan gliserol komersial. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan gliserol kasar terhadap sifat fisikokimia dan kinerja CDS serta analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS. 3.2
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi bahan-
bahan untuk produksi biodiesel, bahan-bahan untuk peningkatan kemurnian gliserol dan bahan-bahan untuk formulasi dan analisis CDS. Bahan-bahan untuk produksi biodiesel adalah minyak jarak pagar, metanol, asam sulfat, KOH dan air. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam peningkatan kemurnian gliserol adalah asam fosfat, air aquades dan kertas saring. Gliserol hasil peningkatan kemurnian, polimer Poli Vinil Alkohol (PVA), surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS) dan air, sedangkan pada saat pengujian digunakan debu batubara. Peralatan yang digunakan selama penelitian terbagi menjadi peralatan produksi biodiesel, peralatan peningkatan pemurnian gliserol serta peralatan formulasi dan analisis sifat fisikokimia dan kinerja CDS. Peralatan utama yang digunakan pada saat produksi biodiesel jarak pagar adalah reaktor esterifikasitransesterifikasi skala 100 liter per batch. Tabung Erlenmeyer, gelas ukur, hotplate, magnetic stirrer, pompa vakum, dan corong Buchner merupakan peralatan yang digunakan untuk meningkatkan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. Selain itu, hotplate, magnetic stirrer, Erlenmeyer, gelas ukur dan neraca analitik juga digunakan pada saat formulasi CDS. Peralatan analisis yang digunakan untuk menguji sifat fisikokimia dan kinerja CDS adalah densitometer Anton Paar DMA 4500 M, Viskometer Brookfield LV DVIII Ultra, pH meter portabel Schotts, oven, tabung Dustiness index, neraca analitik, cawan petri, pipet tetes dan stopwatch.
19
3.3
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai bulan Januari
2011 di Laboratorium Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – LPPM Institut Pertanian Bogor. 3.4
Metode Tahapan pelaksanaan penelitian terdiri dari 7 tahapan yaitu : 1) Analisis
sifat fisikokimia minyak jarak pagar, 2) Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar, 3) Peningkatan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar, 4) Formulasi CDS, 5) Analisis sifat fisikokimia formula CDS, 6) Analisis kinerja CDS, dan 7) Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Mulai
Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar
Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar
Peningkatan kemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar
Formulasi CDS
Analisis sifat fisikokimia formula CDS
Analisis kinerja formula CDS
Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS
Selesai
Gambar 6 Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian.
20
3.4.1. Analisis Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimia minyak jarak pagar seperti persentase FFA, bilangan asam, densitas, bilangan iod dan viskositas. Prosedur analisis pengujian sifat fisikokimia minyak jarak pagar dilampirkan pada Lampiran 1. 3.4.2. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar Berdasarkan hasil pengujian nilai FFA yang terkandung di dalam minyak jarak pagar, maka urutan proses pembuatan biodiesel ditentukan. Pada umumnya nilai FFA minyak jarak pagar lebih besar dari 5%, sehingga
diperlukan
tahapan
esterifikasi
terlebih
dahulu
untuk
mengkonversi FFA menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Jumlah reaktan pada proses esterifikasi juga dihitung berdasarkan kandungan nilai FFA di dalam minyak jarak pagar. Proses esterifikasi yang dilakukan selama 1 jam pada suhu 50oC dengan menggunakan pereaksi metanol yang mengandung asam sulfat 1%, sebanyak 225% dari kandungan asam lemak bebas seperti yang dilakukan oleh Berchmans dan Hirata (2008). Setelah proses esterifikasi selesai, campuran metanol dan air dipisahkan dari campuran minyak jarak pagar dengan FAME. Pada tahapan kedua, sisa minyak jarak pagar kemudian ditransesterifikasi menggunakan metanol dan katalis basa. Jumlah metanol yang ditambahkan adalah 15% dengan kandungan katalis basa (KOH) sebanyak 1%. Lama reaksi transesterifikasi adalah satu jam dengan suhu 50oC. Setelah itu, campuran kemudian dimasukkan ke dalam tangki pemisah (settling tank) untuk diendapkan sampai komponen polar (gliserol, sisa metanol dan air) terpisah pada bagian bawah, sedangkan komponen non polar (FAME dan metil ester) berada pada bagian atas. Gliserol bersama dengan komponen polar lainnya kemudian dialirkan dan ditampung menggunakan wadah tersendiri. 3.4.3. Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar Gliserol kasar yang diperoleh dari tangki pemisah memiliki kandungan gliserol rata-rata 50%. Untuk dapat diaplikasikan sebagai CDS,
21
maka kemurniannya harus ditingkatkan. Peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel dilakukan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Farobie (2009) yang menetralkan komponen gliserol yang mengandung katalis basa (KOH) menggunakan asam fosfat sampai diperoleh garam kalium fosfat. Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar (Farobie 2009). 3.4.4. Formulasi CDS CDS tersusun atas empat jenis bahan yaitu polimer Poli Vinil Alkohol (PVA), surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS), gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dan air. Tahap awal formulasi
22
dilakukan dengan membuat formula dari keempat bahan tersebut dengan konsentrasi masing-masing bahan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi formula CDS yang dikembangkan
1
Polimer PVA (%) 40
Surfaktan SLS (%) 40
Gliserol (%) 5
Air (%) 15
2
40
40
10
10
3
40
40
15
5
No. Formula
Seluruh bahan dilarutkan di dalam air sesuai dengan konsentrasi yang sudah ditentukan. Pengadukan kemudian dilakukan selama 30 menit menggunakan magnetic stirrer dan hotplate pada suhu kamar. 3.4.5. Analisis Sifat Fisikokimia Formula CDS Sifat fisikokimia CDS yang dianalisis adalah densitas, pH dan viskositas. Analisis densitas formula CDS dilakukan menggunakan alat Densitometer
Anton
Paar
DMA
4500M.
Alat
tersebut
bekerja
menggunakan sistem tabung osilasi. Pada sistem ini, respon tabung terhadap gelombang osilasi diukur sebagai fungsi dari nilai densitas sampel di dalam tabung. Alat ini memiliki akurasi 5 digit desimal. Analisis nilai pH dilakukan dengan menggunakan alat pengukur pH portabel Schotts yang memiliki akurasi dua digit desimal. Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan elektroda ke dalam formula. Viskositas formula CDS diukur dengan menggunakan Brookfield LV DVIII Ultra pada suhu 25oC. Prosedur analisis sifat fisikokimia CDS selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.4.6. Analisis Kinerja Formula CDS Kinerja formula CDS selain dilihat dari kemampuannya menekan pembentukan debu (Hamelmann dan Schmidt, 2003) juga kemampuannya dalam menekan laju penguapan air yang terkandung di dalam debu batubara sehinga debu batubara tidak mudah terbang. Pengukuran kinerja formula CDS dilakukan pada ketiga formula dengan 3 konsentrasi pengenceran yaitu 50, 100 dan 150 kali. Prosedur analisis Evaporation Rate dan Dustiness Index dilampirkan pada Lampiran 3 dan 4.
23
Kedua analisis tersebut juga digunakan untuk membandingkan kinerja formula CDS hasil penelitian dengan formula CDS komersial. Selain itu, analisis ER dan DI juga dilakukan terhadap air karena air seringkali digunakan sebagai substitusi CDS oleh perusahaan. Blanko yang berupa debu batubara tanpa perlakuan penambahan formula apapun juga digunakan di dalam kedua analisis sebagai kontrol seluruh perlakuan. 3.4.7. Rancangan Percobaan Pengaruh penambahan gliserol dan konsentrasi pengenceran formula serta interaksinya terhadap kinerja formula CDS, terutama nilai ER dan persentase DI dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) lalu dilanjutkan dengan uji beda nyata Fisher (Aunudin 2005). Model rancangan tersebut adalah Yijk
= μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan: Yijk
= nilai laju penguapan dan persentase pembentukan debu formula pada konsentrasi gliserol ke-i, pengenceran ke-j, serta ulangan ke-k, dengan i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 dan k = 1, 2,.
μ
= rataan umum
Ai
= pengaruh penambahan gliserol ke-i
Bj
= pengaruh pengenceran formula ke-j
(AB)ij = pengaruh
interaksi
penambahan
gliserol
ke-i
serta
pengenceran formula ke-j eijk
= pengaruh acak dari penambahan gliserol ke-i, pengenceran formula ke-j, serta ulangan ke-k.
Hipotesis yang diuji 1 Pengaruh penambahan gliserol Ho = A1 = A2 = A3 = 0 (penambahan gliserol memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai Evaporation Rate dan persentase Dustiness Index) H1 = setidaknya ada satu i dengan Ai ≠ 0, i = 1, 2, 3
24
2 Pengaruh pengenceran formula CDS Ho = B1 = B2 = B3 = 0 ( pengenceran formula CDS memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai Evaporation Rate dan persentase Dustiness Index) H1 = setidaknya ada satu j dengan Bj ≠ 0, j = 1, 2, 3 3 Pengaruh interaksi antara penambahan gliserol dan pengenceran formula CDS Ho = (AB)ij = 0 untuk semua ij H1 = setidaknya ada satu pasangan interaksi i dan j dengan (AB)ij ≠ 0 3.4.8. Analisis Kelayakan Finansial Pendirian Industri CDS CDS merupakan salah satu produk yang memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai salah satu produk agroindustri. Hal ini disebabkan adanya industri batubara baik pengguna maupun produsen dituntut oleh pemerintah dan masyarakat untuk dapat mengelola batubara sebaik mungkin tanpa menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Dengan demikian, kebutuhan industri pengguna batubara terhadap CDS akan selalu ada seiring dengan berjalannya aktivitas produksi pada industri yang bersangkutan. Menurut Umar (2005), analisis finansial usaha perlu dilakukan untuk mengetahui apakah suatu rencana usaha dapat dilaksanakan atau tidak. Beberapa metode yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit / Cost (NBC), Payback Period (PBP), dan Average Break Even Point (BEP). Net Present Value (NPV) adalah metode yang digunakan untuk mengetahui selisih antara nilai sekarang (Present Value) dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih. Perhitungan nilai sekarang dilakukan berdasarkan tingkat bunga yang relevan. Berikut di bawah ini adalah metode perhitungan NPV.
25
Keterangan : CFt
= aliran kas per tahun pada periode t
I0
= investasi awal pada tahun 0
K
= suku bunga (discount rate)
Metode Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mencari tingkat bunga yang dapat dibandingkan dengan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, tanpa memperhitungkan investasi awal. Apabila nilai IRR yang diperoleh ternyata lebih besar dari Rate of Return yang ditentukan, maka investasi dapat diterima. Perhitungan IRR adalah sebagai berikut.
Keterangan : t
= tahun ke..
n
= jumlah tahun
I0
= nilai investasi awal
CF
= arus kas bersih
IRR
= tingkat bunga yang dicari harganya.
Untuk mengetahui sejauhmana perbandingan antara nilai sekarang dari rencana penerimaan kas dengan nilai sekarang dari investasi yang telah dilaksanakan, maka dilakukan perhitungan Net Benefit / Cost atau Profitability Index (PI).
Payback period merupakan kurun waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi. Semakin cepat payback period suatu investasi, semakin layak investasi tersebut dilakukan. Apabila payback period lebih pendek waktunya dibandingkan maximum payback period-nya, maka usulan investasi dapat diterima. Payback period menggunakan rumus berikut ini.
Hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima oleh perusahaan dari
26
kegiatannya dianalisis dengan menggunakan metode Break Even Point. Kondisi Break Event Point terjadi ketika pendapatan penerimaan perusahaan
(Total
ditanggungnya
Revenue)
(Total
Cost).
adalah
sama
Pendapatan
dengan penerimaan
biaya
yang
perusahaan
merupakan hasil perkalian antara jumlah unit barang terjual dengan harga satuannya, sedangkan biaya yang ditanggung adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabelnya.
4 4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisikokimia Minyak Jarak Pagar Sifat fisikokimia minyak jarak pagar merupakan salah satu informasi awal
yang harus diperoleh untuk memproduksi biodiesel jarak pagar. Informasi tersebut menjadi acuan utama dalam proses produksi biodiesel jarak pagar, terutama dalam menentukan tahapan proses dan jenis serta jumlah reaktan yang diperlukan. Beberapa sifat fisikokimia minyak jarak pagar yang dianalisis adalah kandungan asam lemak bebas, bilangan asam, densitas, bilangan iod dan viskositas. Penghitungan kandungan asam lemak bebas dilakukan untuk mengetahui persentase jumlah asam lemak yang telah terhidrolisis, sehingga terlepas dari molekul trigliserida. Hal ini diperlukan sebagai dasar penghitungan metanol yang dibutuhkan pada reaksi esterifikasi. Adapun total asam yang terkandung di dalam minyak jarak pagar dianalisis dengan menggunakan metode bilangan asam yang merepresentasikan banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam. Analisis bilangan iod dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah ikatan rangkap yang terkandung di dalam asam lemak minyak jarak pagar. Minyak jarak pagar mempunyai komposisi asam lemak dominan berupa asam oleat yang memiliki satu ikatan rangkap. Informasi densitas dan viskositas menjadi data pendukung dalam perhitungan skala produksi dan alat yang digunakan. Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar No. Analisis
Nilai
Satuan
1
Kandungan Asam Lemak Bebas
32,08
%
2
Bilangan Asam
63,84
mg KOH / g minyak
3
Densitas
0,91
g/cm3
4
Bilangan Iod
97,24
g Iod / 100 g minyak
5
Viskositas (30 oC)
52,60
cP
Dari beberapa sifat fisikokimia tersebut di atas, parameter utama yang menjadi acuan perhitungan proses produksi biodiesel jarak pagar adalah kandungan asam lemak bebasnya. Kandungan asam lemak bebas minyak jarak pagar yang digunakan sangat tinggi, yaitu 32,08%. Syam et al. (2009)
28
menyebutkan bahwa penurunan kualitas minyak jarak pagar dengan indikator naiknya kandungan asam lemak bebas pada umumnya disebabkan oleh kurang baiknya penanganan dan kondisi penyimpanan, serta adanya kontak dengan udara bebas dan sinar matahari. Tingginya kandungan asam lemak bebas mengharuskan adanya perlakuan awal minyak jarak pagar sebelum ditransesterifikasi menjadi biodiesel (metil ester). Standar kandungan asam lemak bebas yang menjadi ambang batas diperlukan tidaknya perlakuan pendahuluan terhadap minyak jarak pagar berbedabeda antar peneliti. Akbar et al. (2009), Fan dan Burton (2009) serta Syam et al. (2009) mengurangi kandungan asam lemak bebas sampai di bawah 1% melalui proses esterifikasi, sedangkan Knothe (2005) membatasi kandungan FFA kurang dari 0,5% agar rendemen biodieselnya maksimal. Berchmans dan Hirata (2008) menyatakan bahwa paling tidak kandungan FFA minyak jarak pagar agar dapat ditransesterifikasi langsung tanpa perlakuan pendahuluan adalah tidak lebih dari 2%. 4.2
Proses Produksi Biodiesel Jarak Pagar Proses produksi biodiesel jarak pagar dilakukan dengan menggunakan
reaktor biodiesel skala 100 liter per batch yang dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Reaktor biodiesel skala 100 liter per batch.
29
Tingginya kandungan asam lemak bebas minyak jarak pagar tidak memungkinkan untuk dilakukan proses transesterifikasi secara langsung. Apabila reaksi transesterifikasi langsung dilakukan tanpa adanya perlakuan pendahuluan, maka katalis basa (KOH) akan bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk garam (sabun). Sabun yang terbentuk selanjutnya akan menghambat reaksi antara metanol dengan trigliserida. Pembentukan sabun juga dipengaruhi oleh lamanya reaksi transesterifikasi. Hossain et al. (2010) meneliti pengaruh lama reaksi transesterifikasi terhadap banyaknya sabun yang terbentuk. Hasilnya diperoleh data bahwa jumlah sabun semakin banyak pada jam ke-2 sampai jam ke-6, sehingga menghambat pembentukan biodiesel dan mengakibatkan rendemen biodiesel pada jam ke-6 lebih sedikit (27,5%) dibandingkan pada jam ke-2 (49,5%). Metanol ditambahkan pada reaksi esterifikasi secara berlebih untuk menekan keseimbangan reaksi kearah FAME. Hal ini dikarenakan reaksi esterifikasi yang bersifat bolak-balik. Skema reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Skema reaksi esterifikasi asam lemak (Christie 1993). Banyaknya metanol yang ditambahkan sebagai reaktan adalah 225% dari jumlah asam lemak bebas. Dengan skala produksi 100 liter minyak jarak pagar (densitas : 0,91 kg/l), maka kandungan asam lemak bebasnya adalah 29,19 kg, kebutuhan metanol (densitas : 0,7918 kg/l) untuk reaksi esterifikasi adalah 65,68 kg atau setara dengan 82,95 liter, sedangkan kebutuhan asam sulfat adalah 6,57 kg (3,57 liter). Proses produksi biodiesel dimulai dengan memanaskan minyak jarak pagar sampai mencapai suhu reaksi yaitu 50oC dan melarutkan asam sulfat ke dalam metanol. Sifat reaksi pencampuran yang eksotermis mengharuskan tahapan ini dilakukan dengan hati-hati. Setelah minyak jarak pagar mencapai suhu yang diharapkan, maka campuran metanol dan asam sulfat kemudian ditambahkan ke
30
dalam minyak jarak pagar. Pemanasan dan pengadukan kemudian terus dilakukan selama 1 jam. Setelah reaksi esterifikasi selesai dilakukan, campuran sisa metanol, air dan katalis akan berada pada lapisan atas, sedangkan campuran antara FAME dan minyak jarak pagar akan berada pada lapisan bawah. Terbentuknya dua lapisan produk dikarenakan adanya perbedaan densitas dan polaritas kedua campuran. Kandungan asam lemak bebas dalam FAME dan minyak jarak pagar pada akhir tahap pertama (proses esterifikasi) jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum esterifikasi, sehingga proses selanjutnya yaitu transesterifikasi dapat dilakukan. Pada proses transesterifikasi, 910 gram KOH dilarutkan dengan 13,65 kg metanol. Seperti halnya proses pelarutan asam sulfat dengan metanol, pelarutan KOH juga merupakan reaksi eksotermis yang menghasilkan panas. Larutan metanol yang mengandung KOH biasa disebut sebagai metoksida. Metoksida kemudian ditambahkan ke dalam minyak jarak pagar dan kemudian diaduk selama 1 jam pada suhu 50oC. Setelah proses transesterifikasi, maka campuran FAME dan metil ester bersama dengan campuran gliserol dan katalis serta sisa metanol didiamkan dalam tangki pemisah untuk memisahkan fraksi polar dan non polar. Gliserol, katalis KOH serta air akan berada pada lapisan bawah yang terpisah dari lapisan atas yang terdiri dari FAME dan metil ester. Lapisan-lapisan produk transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 10.
Metil Ester
Gliserol Gambar 10 Lapisan-lapisan produk transesterifikasi minyak jarak pagar.
31
Pada akhir proses, biodiesel (FAME dan ME) kemudian dipisahkan untuk selanjutnya dicuci dan dikeringkan. Adapun gliserol kasar yang masih mengandung senyawa pengotor lainnya akan dipisahkan untuk kemudian ditingkatkan kemurniannya sebelum digunakan sebagai salah satu komponen penyusun formula CDS. 4.3
Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar Bahan dominan yang terkandung dalam gliserol hasil samping produksi
biodiesel jarak pagar adalah sisa metanol yang tidak bereaksi, sabun sebagai hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan katalis KOH dan katalis KOH yang digunakan pada proses transesterifikasi, sehingga gliserol kasar bersifat basa (Kocsisová dan Cvengroš 2006, El-Diwani et al. 2009). Asam fosfat digunakan untuk memisahkan gliserol dari katalis basa dan sabun. Asam fosfat digunakan karena sifatnya yang sangat higroskopis, sehingga sangat mudah berikatan dengan bahan yang bersifat polar. Reaksi antara asam fosfat dengan KOH akan membentuk garam berupa kalium fosfat, sedangkan reaksi antara sabun dengan asam fosfat akan membentuk asam lemak. Kedua reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
KOH + H3PO4
K3PO4 + H2O (A)
O
OH P -
R
O K
+
O
O
OH
OH
P
O-H
R
sabun
OH
O
OH O - K+
Asam lemak bebas
(B) Gambar 11 Reaksi pembentukan K3PO4 (A) dan asam lemak (B) pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar (Farobie 2009). Pemisahan garam kalium fosfat dari gliserol dilakukan dengan cara penyaringan vakum. Garam kalium fosfat yang diperoleh masih bersifat sedikit
32
asam, sehingga memerlukan perlakuan lanjutan yaitu pemurnian agar dapat digunakan sebagai pupuk. Garam kalium fosfat dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Garam kalium fosfat pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar. Setelah garam terpisahkan dari gliserol, campuran gliserol akan memisah dari asam lemak yang terbentuk sebagai akibat adanya reaksi antara sabun dengan asam fosfat. Produk yang dihasilkan pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Produk proses peningkatan kemurnian gliserol kasar.
33
Perbandingan
kemurnian
antara
gliserol
sebelum
dengan
setelah
kemurniannya ditingkatkan sudah dilakukan oleh Farobie (2009) yang menganalisis
kemurnian
gliserol
menggunakan
metode
GC-MS
(Gas
Chromatograhy – Mass Spectroscopy). Hasil analisis GC-MS gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar sebelum dan sesudah peningkatan kemurnian dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Hasil analisis GC-MS gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. (A) Gliserol kasar (B) Gliserol hasil pengingkatan kemurnian (Farobie 2009). Pada Gambar 14 terlihat bahwa secara kualitatif pengurangan senyawa pengotor gliserol terlihat dengan adanya pengurangan dari 17 puncak menjadi 11 puncak. Secara kuantitatif, analisis penentuan kadar gliserol yang dilakukan oleh Farobie (2009) menunjukkan bahwa peningkatan kemurnian gliserol meningkat dari 40,19% menjadi 82,15%. Tingkat kemurnian gliserol di atas 80% sudah sesuai dengan SNI 06-1564-1195 yang menyatakan bahwa kadar gliserol hasil pemurnian yang diperbolehkan untuk dikomersialkan mempunyai kadar gliserol minimum 80%. 4.4
Formulasi Coal Dust Suppressant (CDS) Setiap komponen penyusun formula CDS memiliki fungsi masing-masing.
Polimer PVA merupakan polimer yang sangat larut di dalam air. Penggunaan polimer PVA dalam formula CDS adalah sebagai pembentuk lapisan film pada
34
permukaan debu batubara, sehingga dapat menghambat pembentukan debu. Struktur polimer PVA dapat dilihat pada Gambar 15.
Keterangan : R = H atau COCH3 Gambar 15 Struktur kimia monomer Poli Vinil Alkohol (Saxena 2004). Pada saat larutan CDS mengering, polimer PVA akan membentuk lapisan film tipis yang akan menahan laju penguapan air dari debu batubara, sehingga kelembaban batubara akan relatif terjaga dan debu menjadi tidak mudah terbang. Surfaktan SLS merupakan surfaktan anionik yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan formula CDS. Rendahnya nilai tegangan permukaan formula CDS menyebabkan batubara akan lebih mudah menangkap uap air, sehingga bobotnya bertambah dan menjadi lebih sulit menjadi debu. Penambahan gliserol pada formula CDS bertujuan untuk meningkatkan efek pelembab yang akan membuat kemampuan debu batubara
mengikat uap air
menjadi lebih baik. Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar masih mengandung 20% bahan lain yang terdiri dari metanol, sisa katalis dan bahan lainnya. Formulasi dilakukan pada suhu ruangan, tanpa adanya pemanasan untuk melihat kelarutan masing –masing komponen bahan di dalam air yang digunakan sebagai pelarut. Hasil formulasi diperoleh 3 formula dengan penampakan fisik berupa larutan bening yang cukup kental. Penampakan ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 16.
35
Gambar 16 Penampakan formula CDS. 4.5
Analisis Sifat Fisikokimia Formula Coal Dust Suppressant Penggunaan CDS selain harus mempertimbangkan faktor keamanan bahan
yang digunakan, juga hendaknya memperhatikan aspek kemudahan pada saat penggunaan di lapangan. Beberapa sifat fisikokimia CDS yang menjadi faktor utama berkenaan dengan kemudahan penggunaan bahan adalah densitas, pH dan viskositas. Pengukuran sifat fisikokimia dilakukan terhadap formula yang telah diencerkan sebanyak 10 kali. Hal ini dikarenakan formula CDS biasa dipasarkan setelah diencerkan sebanyak 10 kali. Densitas merupakan nilai yang diperoleh sebagai hasil pembagian antara satuan massa per volume (m/v) (Mortimer 2008). Pengukuran densitas dilakukan karena karakter densitas suatu produk erat kaitannya dengan kemudahan produk tersebut didistribusikan berdasarkan bobotnya. Semakin tinggi nilai densitas bahan, maka pada volume yang sama bobotnya akan semakin besar, sehingga energi untuk menditribusikannya juga semakin besar. Hasil analisis densitas menunjukkan bahwa nilai densitas bertambah seiring meningkatnya konsentrasi gliserol. pH CDS diukur untuk melihat pengaruhnya terhadap lingkungan dimana formula digunakan. pH bahan yang terlalu ekstrim akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Selain itu, pH yang terlalu asam atau basa membutuhkan penanganan dan penggunaan alat yang tahan terhadap pH ekstrim, sehingga harus diusahakan pH formula CDS berada pada kisaran pH netral. Nilai viskositas formula CDS akan menentukan viskositas larutan penekan debu batubara pada saat digunakan. Nilai viskositas CDS yang terlalu tinggi akan
36
mempengaruhi kemudahan pada saat larutan CDS disemprotkan melalui nozzle. Hasil analisis densitas, pH dan viskositas formula CDS ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil analisis sifat fisikokimia formula CDS No.
Densitas (g/cm3) 1,01245
pH
Viskositas (cP)
1.
Gliserol dalam formula (%) 5
6,22
75,45
2.
10
1,01286
6,08
73,70
3.
15
1,01341
6,01
72,45
Peningkatan nilai densitas formula CDS dikarenakan densitas gliserol yaitu 1,16 g/cm3, lebih tinggi dibandingkan dengan densitas air. Walaupun demikian, nilai densitas yang diperoleh masih berada pada kisaran yang dapat diterima, sehingga dengan adanya pengenceran, nilainya akan tidak jauh berbeda dengan nilai densitas air. Hasil analisis nilai pH formula CDS menunjukkan bahwa nilai pH formula yang dihasilkan berada pada kisaran 6 sampai 7. Hasil analisis pH juga menunjukkan bahwa nilai pH menurun seiring bertambahnya nilai konsentrasi gliserol yang ditambahkan pada formula. Hal ini dikarenakan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar masih memiliki kandungan asam karena adanya penambahan asam fosfat pada saat gliserol dimurnikan, serta masih adanya kandungan asam lemak bebas pada gliserol akhir. Dari Tabel 6 di atas terlihat bahwa nilai viskositas formula CDS semakin menurun seiring dengan adanya peningkatan penambahan konsentrasi gliserol terhadap formula. Hal ini dikarenakan gliserol memiliki viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan komposisi formula CDS yang memiliki viskositas tinggi seperti polimer PVA dan surfaktan SLS. Hasil analisis statistik terhadap hasil analisis ketiga sifat fisikokimia tersebut di atas dengan menggunakan α = 5% diperoleh hasil bahwa penambahan gliserol tidak secara siginifikan berpengaruh terhadap sifat fisikokimia formula yang dihasilkan. Hasil analisis statistik pengaruh penambahan gliserol terhadap nilai densitas, pH dan viskositas formula CDS yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 5, 6 dan 7.
37
4.6
Analisis Kinerja CDS Pada saat formula CDS digunakan di lapangan, formula diencerkan terlebih
dahulu sebelum diaplikasikan. Pengenceran dilakukan sebanyak 50 sampai 150 kali dengan menggunakan air. Kinerja formula CDS harus diketahui untuk menentukan formula mana yang memberikan hasil yang terbaik. Dua jenis pengujian yang mewakili kemampuan formula CDS adalah analisis Evaporation Rate dan analisis Dustiness Index. 4.6.1. Analisis Evaporation Rate (ASTM D 4902-99) Analisis Evaporation Rate (ER) menunjukkan banyaknya penguapan yang terjadi pada sejumlah bahan selama satuan waktu tertentu. Pada penggunaan formula CDS, komponen pembentuk CDS menjadi salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya laju penguapan. Pada penelitian ini, perbedaan nilai laju penguapan antara debu yang menggunakan CDS dengan debu tanpa menggunakan CDS menjadi salah satu indikator kemampuan formula CDS dalam menahan laju penguapan pelarut (air). Semakin tinggi daya ikat formula terhadap air di udara dan batubara, semakin berat bobot partikel batubara, sehingga tidak mudah menjadi debu. Hasil pengukuran tingkat penguapan ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai Evaporation Rate formula CDS pada berbagai konsentrasi penambahan gliserol dan pengenceran No. 1. 2. 3.
Konsentrasi Gliserol (%) 5 10 15
Nilai ER (g ev/g debu) pada pengenceran (X) 50 100 150 0,49 0,56 0,65 0,48 0,53 0,60 0,43 0,52 0,55
Pada tabel hasil pengukuran nilai ER di atas, dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan kinerja yang relatif sama pada setiap konsentrasi gliserol, sedangkan dengan memperhatikan pengaruh pengenceran, terlihat adanya nilai ER yang semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah pengenceran. Dengan menggunakan α = 5%, maka diperoleh hasil analisis statistik yang menyatakan bahwa penambahan gliserol dan konsentrasi pelarutan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat penguapan. Hasil analisis statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
38
4.6.2. Analisis Dustiness Index (ASTM D547-41) Analisis Dustiness Index (DI) mengukur potensi batubara menghasilkan debu. Dalam hal ini, debu yang terukur adalah debu yang terbang di udara selama 5 menit. Semakin lama waktu penampungan debu, maka akan semakin tinggi kehalusan debu yang terhitung. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi gliserol yang ditambahkan, maka semakin sedikit debu yang terbentuk.
Berdasarkan tingkat pengencerannya, semakin tinggi konsentrasi
pengenceran, maka semakin tinggi debu yang terbentuk. Hasil pengukuran indeks debu ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai Dustiness Index formula CDS pada berbagai konsentrasi penambahan gliserol dan pengenceran No. 1. 2. 3.
Konsentrasi Gliserol (%) 5 10 15
Pengenceran (X) 100 0,19 0,15 0,13
50 0,11 0,10 0,07
150 0,22 0,20 0,18
Dari tabel di atas terlihat bahwa banyaknya debu yang terbentuk semakin banyak seiring dengan berkurangnya konsentrasi formula karena banyaknya pengenceran. Penambahan gliserol kasar pada formula juga mempengaruhi banyaknya debu yang terbentuk. Semakin banyak gliserol kasar yang ditambahkan, semakin sedikit debu yang terbentuk. Pengaruh penambahan gliserol kasar terhadap kinerja formula tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), berbeda dengan pengaruh faktor pengenceran yang menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan debu. Hasil uji lanjutan dengan menggunakan uji beda nyata Fisher pada α = 0,05 ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji beda nyata Fisher pengaruh faktor pengenceran terhadap nilai Dustiness Index formula CDS Konsentrasi Gliserol Pengenceran *)
Penanda Uji Fisher *)
50
5 100
150
A
A
A
50
10 100
150
A
A
B
50
15 100
150
A
A
A
Tanda huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata.
Pada Tabel 9 terlihat bahwa pengaruh faktor pengenceran yang nyata terdapat pada formula dengan konsentrasi gliserol 10%. Hasil pengujian
39
menunjukkan bahwa tingkat pengenceran 50 dan 100 kali dua-duanya berbeda nyata dengan pengenceran 150 kali dan tidak berbeda nyata satu sama lain. Adapun pada formula dengan konsentrasi gliserol 5 dan 15%, pengenceran tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai Dustiness Index formula CDS. Hasil analisis statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Pengaruh faktor pengenceran yang secara umum tidak nyata terhadap kinerja formula CDS menunjukkan bahwa secara teori, formula CDS memiliki kinerja yang masih dapat diterima walaupun telah diencerkan sebanyak 150 kali. Walaupun demikian, pemilihan formula tidak hanya mempertimbangkan faktor tersebut namun juga perbandingan kinerja formula CDS hasil penelitian dengan kinerja formula CDS komersial. 4.6.3. Perbandingan Kinerja CDS Hasil Penelitian dengan CDS Komersial Hasil
analisis
kinerja
formula
CDS
hasil
penelitian
selanjutnya
dibandingkan dengan hasil analisis kinerja formula CDS komersial untuk lebih mengetahui kinerja formula hasil penelitian, dibandingkan dengan kinerja formula komersial yang biasa digunakan di pasaran. Sebagian perusahaan pengguna formula CDS menggunakan air untuk menghemat pemakaian formula CDS. Oleh karena itu, hasil analisis kinerja air sebagai pengganti formula CDS juga dibandingkan dengan hasil analisis formula CDS hasil penelitian dan komersial. Selain itu, blanko sampel yang berupa debu batubara yang tidak diberi perlakuan penambahan bahan kmia apapun juga dianalisis sebagai kontrol. Perbandingan kinerja kedua formula CDS tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perbandingan kinerja formula CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko Kinerja Hasil Penelitian
Komersial
Air
Blanko
ER
0,43
0,48
0,50
4,31
DI
0,07
0,09
0,37
0,85
Grafik data perbandingan ketiga jenis CDS dan blanko dapat dilihat pada Gambar 17.
40
Nilai ER (g ev / g debu)
6 5
4,31
4
3 ER
2 1
0,43
0,48
0,5
Hasil Penelitian
Komersial
Air
0 Blanko
Formula
Gambar 17 Histogram perbandingan nilai Evaporation Rate CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko. Dari Gambar 17 terlihat bahwa ketiga bahan (hasil penelitian, komersial dan air) telah bekerja dengan cukup baik dalam meredam penguapan senyawa volatil pada batubara. Dari ketiga CDS tersebut, formula hasil penelitian menunjukkan kinerja yang paling bagus dengan nilai ER yang hanya 0,43%, sedangkan apabila tidak menggunakan CDS sama sekali, maka nilai penguapannya jauh lebih besar yaitu 4,31%. Perbandingan kinerja CDS berdasarkan nilai pembentukan debunya (Dustiness Index) diperlihatkan pada Gambar 18. 1,2
Nilai DI (%)
1
0,85
0,8 0,6 0,37
0,4 0,2
0,07
0,09
Hasil Penelitian
Komersial
DI
0 Air
Blanko
Formula
Gambar 18 Histogram perbandingan nilai Dustiness Index CDS hasil penelitian, CDS komersial, air dan blanko.
41
Formula CDS hasil penelitian memiliki nilai DI yang lebih baik dibandingkan dengan CDS lainnya termasuk CDS komersial yang biasa digunakan di industri batubara dan penggunanya. Formula CDS hasil penelitian dapat mengurangi debu batubara, sehingga pembentukan debu batubaranya hanya tinggal 8,2% dari jumlah debu yang dihasilkan tanpa penggunaan CDS. 4.7
Analisis Kelayakan Finansial Pendirian Industri CDS Salah satu aspek yang paling berpengaruh dalam analisis kelayakan suatu
usaha adalah aspek kelayakan finansial, sehingga aspek kelayakan finansial seringkali dijadikan satu-satunya tolok ukur kuantitatif penentuan layak tidaknya suatu usaha dikembangkan. Beberapa aspek finansial yang biasa dianalisis adalah periode pengembalian investasi (Payback Period), Internal Rate of Return, Break Even Point, Net Present Value dan Profitability Index. Dalam perhitungan aspekaspek tersebut, digunakan data-data dan asumsi-asumsi berdasarkan data primer dan sekunder. 4.7.1. Data dan asumsi-asumsi yang digunakan Data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh secara langsung, sedangkan untuk data-data yang tidak dapat diperoleh secara langsung, maka digunakan asumsi-asumsi dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Berikut di bawah ini adalah asumsi-asumsi yang digunakan. a. Kredit investasi dan modal kerja dalam bentuk rupiah b. Proporsi pendanaan 30% dana sendiri dan 70% kredit c. Tingkat suku bunga bank 10% d. Nilai kurs 1US$ = Rp 9.000,00 e. Jangka waktu kredit investasi selama 5 tahun Jangka waktu kredit modal kerja selama 2 tahun f. Bahan baku yang digunakan adalah gliserol kasar hasil samping proses produksi biodiesel jarak pagar g. Produksi gliserol
: 40% per ton gliserol kasar
Produksi pupuk K3PO4
: 20% per ton gliserol kasar
Produksi FFA
: 40% per ton gliserol kasar
Produksi CDS
: 33,33 ton CDS per ton gliserol kasar
h. Harga beli gliserol kasar
: Rp. 0 ,- / kg
42
Harga jual CDS
: Rp. 20.000,- / kg
Harga jual K3PO4
: Rp. 2.000,- / kg
Harga jual FFA
: Rp. 1.000,- / kg
i. Biaya produksi dan harga jual produk naik 5% setiap tahun hingga tahun ke-6. Kenaikan ini dilakukan untuk mengantisipasi perubahan harga akibat inflasi. 4.7.2. Aspek teknologi Teknologi yang digunakan dalam proses produksi CDS dengan komponen gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar terbagi ke dalam dua bagian yaitu teknologi peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dan teknologi formulasi CDS. Diagram alir kedua tahapan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Perhitungan neraca massa produksi CDS dengan basis perhitungan dalam satu hari ( satu kali produksi) digunakan untuk mendapatkan informasi volume bahan pada proses produksi. Neraca massa produksi CDS dapat dilihat pada Lampiran 11 sedangkan diagram instrumen dan pemipaan serta tata letak ruangan produksi, ruang penyimpanan dan kantor dapat dilihat pada Lampiran 12. 4.7.3. Perkiraan biaya dan rencana sumber dana Kebutuhan dana pendirian industri CDS kapasitas 50 ton / tahun terdiri dari biaya proyek (Project Cost) dan modal kerja yang diperoleh dari kredit perbankan dan dana sendiri. Secara keseluruhan besarnya dana untuk investasi proyek dan modal kerja ditambah IDC (Interest During Construction) mencapai Rp 213.610.000,- yang terdiri dari biaya proyek ditambah IDC Rp 125.848.000,- dan biaya modal kerja Rp 87.762.000,-. Rincian dana investasi dan modal kerja pembangunan industri CDS disajikan pada Tabel 11, sedangkan rincian masingmasing aspek proyek ditampilkan pada Lampiran 13. Tabel 11 Rincian dana investasi dan modal kerja pembangunan industri CDS No 1.
Uraian Nilai Proyek ¤ Bangunan dan Peralatan Proses ¤ Kendaraan ¤ Biaya Perizinan. ¤ DED dan Pengawasan/permeliharaan Peralatan Selama Konstruksi Nilai Proyek
Nilai (Rp) 9.830.000 96.700.000 10.500.000 585.000 117.615.000
43
No
2
Uraian
Nilai (Rp) 8.233.000 125.848.000 87.762.000 213.610.000
IDC Nilai Proyek Total Modal Kerja TOTAL
Sumber pembiayaan proyek adalah kredit perbankan dan modal sendiri dengan DER (Debt Equity Ratio) 70% : 30%, dimana 70% dana diperoleh dari kredit dan 30% dana diperoleh dari modal sendiri. a. Sumber Dana Proyek (Project Cost) Dana yang diperoleh dari kredit perbankan dan modal sendiri adalah sebagai berikut : 1. Kredit investasi IDC
: Rp 82.331.000,: Rp 8.233.000,--------------------------------- + : Rp 90.564.000,-
Jumlah 2. Modal sendiri
: Rp
35.285.000,-
b. Sumber Dana Modal Kerja Dana yang diperoleh dari kredit perbankan dan modal sendiri adalah sebagai berikut : 1. Kredit modal kerja 2. Modal Sendiri
: Rp
61.433.000,-
: Rp 26.328.000,--------------------------------- + Rp 87.762.000,-
Proyeksi modal kerja dihitung berdasarkan kebutuhan sebagai berikut : 1. Account receiveble/piutang usaha selama 30 hari 2. Inventory/persediaan produk dan persediaan bahan baku selama 10 hari 3. Acount payable/hutang usaha selama 30 hari. 4.7.4. Biaya Produksi Komponen biaya produksi meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, bahan kimia, biaya utilitas dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya tetap meliputi biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan dan perawatan, overhead dan administrasi, biaya pemasaran, depresiasi dan biaya bunga bank. Besarnya biaya operasional tahun 1 kapasitas 75%, tahun ke 2 kapasitas 90% dan tahun 3 kapasitas 100% dapat dilihat pada Tabel 12.
44
Tabel 12 Kebutuhan biaya operasional Jenis Biaya Biaya Variabel Total (Rp) Biaya Tetap Total (Rp) Biaya Produksi Total (Rp) HPP per ton (Rp)
Tahun 1 431.513.000 384.713.000 816.226.000 11.507.000
Tahun 2 519.514.000 399.815.000 919.329.000 11.545.000
Tahun 3 590.933.000 416.745.000 1.007.678.000 11.819.000
4.7.5. Proyeksi Laba /Rugi Analisis proyeksi laba/rugi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar laba yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa industri CDS dapat menghasilkan laba pada tahun pertama dengan kapasitas 75% sebesar Rp 44.788.000,- (negatif) pada tahun kedua dengan kapasitas 90% sebesar Rp 19.948.000,- dan pada tahun ketiga dengan kapasitas 100% sebesar Rp 66.928.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa industri CDS mulai menghasilkan keuntungan pada tahun ke-2, sedangkan pada tahun pertama, industri CDS masih belum menghasilkan keuntungan yang positif (lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan). Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industri CDS dapat dilihat pada Tabel 13 dan lebih rinci pada Lampiran 14. Tabel 13 Proyeksi laba / rugi industri CDS sampai tahun ke - 15 Tahun Tahun-1 Tahun-2 Tahun-3 Tahun-4 Tahun-5 Tahun-6 Tahun-7 Tahun-8 Tahun-9 Tahun-10 Tahun-11 Tahun-12 Tahun-13 Tahun-14 Tahun-15 Rata-rata
Penerimaan (x Rp 1000) 752.243 947.826 1.103.289 1.158.453 1.216.376 1.277.195 1.277.195 1.277.195 1.277.195 1.277.195 1.277.195 1.277.195 1.277.195 1.277.195 1.277.195 1.196.676
Biaya Laba Operasi Pajak Laba Bersih Produksi (x Rp 1000) (x Rp 1000) (x Rp 1000) (x Rp 1000) 816.225 (63.983) (19.195) (44.788) 919.328 28.497 8.549 19.948 1.007.678 95.611 28.683 66.928 1.054.886 103.567 31.070 72.497 1.104.545 111.831 33.549 78.282 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.150.257 126.938 38.081 88.857 1.093.682 102.994 30.898 72.096
45
4.7.6. Indikator Kelayakan Analisis kelayakan finansial pendirian industri CDS yang menggunakan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dinilai dengan menggunakan konsep nilai uang yang didapatkan dari proyek (future value) pada nilai uang bersih saat kini (Net Present Value, NPV) dengan menggunakan tingkat faktor terdiskon tertentu. Nilai NPV pada tingkat persentase faktor terdiskon tertentu yang memberikan nilai nol (0) dinamakan Internal Rate of Return (IRR). Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga (discount factor) dan Nilai NPV yang lebih besar dari nol serta net B/C yang lebih besar dari 1 serta beberapa parameter kelayakan lainnya merupakan indikasi bahwa industri CDS dengan skala produksi 50 ton/tahun layak didirikan. Kriteria investasi untuk industri CDS kapasitas 50 ton/tahun dengan tingkat bunga 10% dan perhitungan project life time selama 15 tahun diperoleh NPV (Net Present Value) positif Rp 283.831.000,-, IRR (Internal Rate of Return) lebih besar dari 10% yaitu 21,49%, Pay Back Period (PBP) selama 7,2 tahun, Net B/C lebih besar dari 1 yaitu 2,04 rata-rata Return on Investment (ROI) 57,29% dan rata-rata Return on Equity (ROE) 117,01%. Kriteria kelayakan investasi pendirian industri CDS dengan kapasitas produksi 50 ton/tahun dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Kriteria kelayakan investasi pendirian industri CDS Uraian Project Cost (Rp) IRR (%) NPV (Rp)
Nilai 117.615.000 21,49 283.831.000
ROI (%)
57,29
ROE (%)
117,01
PBP (tahun) Net B/C
7,2 2,04
4.7.7. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat seberapa jauh proyek dapat dilaksanakan mengikuti perubahan harga, baik biaya produksi maupun harga jual produk ataupun kelemahan estimasi hasil produksi. Analisis sensitivitas dilakukan
46
pada dua skenario. Skenario I kenaikan harga beli bahan baku sementara biaya investasi dan penjualan tetap; skenario II penurunan harga jual produk sementara biaya investasi dan harga bahan baku tetap. (a) Kenaikan Harga Beli Bahan Baku Industri CDS yang didirikan merupakan bagian dari industri biodiesel yang sudah ada, sehingga kelayakan finansial industri CDS tidak sensitif terhadap gliserol karena harga gliserol adalah Rp 0,- apalagi gliserol hanya digunakan sebagai bahan tambahan pada formula CDS. Kelayakan finansial industri CDS sensitif terhadap harga polimer, dimana kenaikan harga polimer lebih dari 14,58% akan menyebabkan industri menjadi tidak layak. Kriteria kelayakan pada kenaikan harga polimer disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan baku (Polimer PVA) Change (%)
PVA (Rp)
IRR (%)
NPV (xRp1000)
ROI (%)
ROE (%)
0,00
80.000
21,49
14,58
91.664
10,00
PBP (Thn)
Net B/C
Ave BEP (xRp1000)
283.831
57,29
117,01
7,2 2,04
977.725
39
26,33
53,77
12,3 1,00
1.086.469
(ii) Penurunan Harga Jual Analisis sensitivitas penurunan harga jual produk (CDS) menunjukkan bahwa proyek masih layak pada penurunan harga CDS 4,90%, penurunan harga CDS lebih besar dari 4,90% menyebabkan industri CDS menjadi tidak layak. Kriteria kelayakan pada penurunan harga jual produk disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Analisis sensitivitas penurunan harga produk (CDS) Change (%)
CDS (Rp)
IRR (%)
NPV (xRp1000)
ROI (%)
ROE (%)
PBP (Thn)
Net B/C
Ave BEP (xRp1000)
0,00 20.000
21,49
283.831
57,29
117,01
7,2 2,04
977.725
- 4,90 19.020
10.00
15
25,60
53,40
12,3 1,00
1.035.789
4.7.8. Resiko portofolio dan mitigasi resiko Investasi pada industri CDS sama seperti investasi pada industri lainnya mengandung resiko. Alternatif termudah untuk meminimalkan resiko adalah dengan cara menempatkan dana investasi tidak pada satu produk saja melainkan pada beberapa produk. Strategi melakukan penyebaran
47
investasi pada banyak produk ini disebut dengan membentuk portfolio investasi. Tujuan pembentukan portofolio adalah mengurangi kerugian investasi yang mungkin timbul pada suatu sarana investasi dengan menutupnya menggunakan keuntungan yang diperoleh dari sarana investasi yang lain. Industri CDS dikembangkan dengan menyebarkan investasi pada tiga unit produk yaitu CDS, FFA dan kalium fosfat. Dengan tiga produk tersebut, investasi layak untuk dilakukan dengan nilai IRR 21,49% dan NPV Rp. 283.831.000,-. Analisis portofolio dilakukan untuk mengantisipasi resiko yang timbul apabila salah satu produk mengalami masalah seperti penurunan nilai jual dipasaran. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada saat produk CDS mengalami masalah, industri masih dapat melakukan proses produksi sampai pada tahap pemurnian gliserol dengan produk berupa gliserol 80%, FFA dan kalium fosfat walaupun tidak menghasilkan keuntungan sebesar yang diperoleh dari produk CDS. Disini terlihat bahwa produk yang menjadi kunci utama investasi adalah CDS. Hal ini disebabkan karena CDS merupakan produk yang memiliki harga jual paling tinggi dibandingkan dengan produk lainnya. Analisis sensitivitas fortofolio kombinasi produk disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Analisis sensitivitas resiko portofolio kombinasi produk No.
Kriteria Kelayakan
CDS – FFA – K3PO4 283.831
CDS
FFA– K3PO4
1
NPV ( x Rp 1000)
266.454 - (3.075.278)
2
IRR (%)
21,49
20,82
-
3
Net B/C
2,04
1,97
-6,06
4
PBP (Tahun)
7,2
7,4
-2,5
Pada saat terjadi penurunan kapasitas produksi sebesar 8,74%, industri CDS masih layak. Ketika terjadi penurunan skala produksi di atas 8,74%, maka industri CDS menjadi tidak layak untuk didirikan. Berikut pada Tabel 18 ditampilkan analisis sensitivitas penurunan kapasitas produksi.
48
Tabel 18 Analisis sensitivitas penurunan kapasitas produksi No. 1 2 3 4
Kriteria Kelayakan NPV ( x Rp 1000) IRR (%) Net B/C PBP (Tahun)
100% (50 ton/thn) 283.831 21,49 2,04 7,2
95% 91,26% (47,5 ton/thn) (45,63 ton/thn) 121.621 289 15,16 10,01 1,43 1,00 9,5 12,3
4.7.9. Exposure resiko-resiko mata uang (Translation, Transaction dan Economical Exposures) Perubahan nilai tukar (foreign exchange rate exposure) merupakan salah satu
sumber
ketidakpastian
makroekonomi
yang
mempengaruhi
perusahaan. Dengan adanya globalisasi, pasar semakin terbuka terhadap perdagangan dan teknologi, sehingga perusahaan akan terpengaruh secara langsung terhadap nilai tukar. Perubahan nilai tukar dapat mempengaruhi perusahaan melalui berbagai cara seperti perusahaan berproduksi di dalam negeri untuk kebutuhan penjualan domestik dan luar negeri (ekspor) serta perusahaan berproduksi dengan menggunakan bahan baku impor. Dalam hal ini, pengaruh perubahan nilai tukar terhadap industri CDS dikarenakan sebagian bahan baku yang digunakan merupakan bahanbahan yang harganya sensitif terhadap perubahan nilai tukar. Selama penggunaan gliserol sebagai bahan baku pembuatan CDS menggunakan gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel dalam negeri, maka perubahan nilai tukar tidak terlalu berpengaruh. Pada saat gliserol yang digunakan merupakan gliserol teknis yang tersedia di pasaran, maka harga gliserol akan ikut terpengaruh oleh perubahan nilai tukar. Walaupun demikian, karena indikator kelayakan tidak dipengaruhi oleh perubahan harga gliserol, maka perubahan nilai tukar menjadi tidak berpengaruh terhadap kelayakan industri CDS.
5 5.1
KESIMPULAN
Kesimpulan Formula CDS berhasil dikembangkan dengan gliserol hasil samping
produksi biodiesel jarak pagar sebagai salah satu komponennya. Walaupun hasil analisis menunjukkan adanya perubahan sifat fisikokimia dan kinerja formula CDS seiring dengan adanya penambahan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar pada formula CDS, namun secara statistik perubahan tersebut tidak signifikan. Formula dengan kinerja terbaik pada penambahan gliserol 5-15% adalah formula dengan konsentrasi kandungan gliserol 15%. Formula CDS yang dihasilkan memiliki kinerja yang cukup baik pada rentang pengenceran 50 – 150 kali. Formula dengan konsentrasi gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar sebanyak 15% memiliki nilai ER berkisar antara 0,43 sampai 0,55 g ev/g debu dan memiliki nilai DI berkisar antara 0,07 sampai 0,18%. Analisis finansial memberikan gambaran bahwa industri CDS dengan kandungan gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan kapasitas produksi 50 ton/ tahun layak untuk didirikan. Parameter kelayakannya antara lain nilai NPV (Net Present Value) positif Rp 283.831.000,-, IRR (Internal Rate of Return) lebih besar dari 10% yaitu 21,49%, Pay Back Period (PBP) pada tahun ke 7,2, Net B/C lebih besar dari 1 yaitu 2,04, rata-rata Return on Investment (ROI) 57,29% dan rata-rata Return on Equity (ROE) 117,01%%. 5.2
Saran Penelitian lebih mendalam mengenai kondisi proses pada saat formulasi
CDS sebaiknya dilakukan untuk mengetahui efek dari parameter proses seperti lama dan kecepatan pengadukan serta tipe pengaduk yang digunakan terhadap sifat fisikokimia dan kinerja formula CDS yang dihasilkan.
50
DAFTAR PUSTAKA
Akbar E, Yakoob Z, Kamarudin SK, Ismail M, Salimon J. 2009. Characteristic and Composition of Jatropha Curcass Oil Seed from Malaysia and its Potential as Biodiesel Feedstock. European Journal of Scientific Research 29;3:396-403. [ASTM] American Society for Testing and Materials. 2002. Standard Classification of Coals by Rank (D388-99). [ASTM] American Society for Testing and Materials. 1980. Standard Test Method for Index of Dustiness of Coal and Coke (D547-41). [ASTM] American Society for Testing and Materials. 2004. Standard Test Method for Evaporation and Drying of Analitical Solutions. (D4902-99). Belewu MA et al. 2010. Physico-chemical characteristics of oil and biodiesel from Nigerian and Indian Jatropha curcas seeds. International Journal of Biology and Chemistry Science 4;2:524-529. Berchmans HJ, Hirata S. 2008. Biodiesel Production from Crude Jatropha carcass L. Seed Oil with A High Content of Free Fatty Acids. Bioresource Technology 99:1716–1721. Biswas PK, Pohit S, Kumar R. 2010. Biodiesel from Jatropha, : Can India meet the 20% blending target? Energy Policy 38;1477-1484. Christie WW. 1993. Advance in Lipid Technology – Two. Dundee – UK:Oily Press. Connor
GC. 2011. Simple Pneumoconiosis. gradychristianconnor.blogspot.com/2011/03/simplepneumoconiosis.html [12 Mei 2011]
http://movies-
Dasari MA, Kiatsimkul P, Sutterlin WR, Suppes GJ. 2005. Low-pressure Hydrogenolysis of Glycerol to Propylene Glycol. Applied Catalyst A 281:225-231 Dohner BR. penemu; Pennzoil Products Company. Dust Suppressant Composition and Method. US Patent 4737305. 12 April 1988. Ejikeme PM et al. 2010. Catalysis in Biodiesel Production by Transesterification Processes – An Insight. E-Journal of Chemistry 7;4:1120 – 1132.
52
El-Diwani G, Attia NK, Hawash SI. 2009. Development and evaluation of biodiesel fuel and by-products from jatropha oil. Int J Environ Scien Technol 6(2): 219-224. Fan X, Burton R. 2009. Recent Development of Biodiesel Feedstocks and the Applications of Glycerol : A Review. The Open Fuels & Energy Science Journal 2:100-109. Farobie O. 2009. Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar sebagai Bahan Penolong Penghancur Semen. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hambali E et al. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta:Penebar Swadaya. Hambly EM. 1998. The Chemical Structure of Coal Tar and Char During Devilatilization [tesis]. Provo UT, USA. Department of Chemical Engineering, Brigham Young University. Hamelmann F, Schmidt E. 2003. Methods of Estimating the Dustiness of Industrial Powders – A Review. Division of Safety Engineering/Environmental Protection, University of Wuppertal: Germany Haryanto, B. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel (Pengenalan I). USU Digital Library. Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. Hasibuan S, Ma’ruf A, Sahirman. 2009. Biodiesel from Low Grade Used Frying Oil Using Esterification Transesterification Process. Makara Sains, 13;2:105-110. Hossain ABMS, Boyce AN, Salleh A, Chandran S. 2010. Imfacts of alcohol type, ratio and stirring time on the biodiesel production from waste canola oil. Journal of Agricultural Research 5;14:1851-1859. Ketaren S. 1996. Teknologi Minyak dan Lemak. Jakarta:UI Press. Khan AK. 2002. Research Into Biodiesel Kinetics and Development. Queensland:The University of Queensland. . Knothe G, Van Gerpen J, Krahl J. 2005. The Biodiesel Handbook. Illinois: AOCS Press Kocsisová T, Cvengroš J. 2006. G-phase from methyl ester production-splitting and refining. Petroleum & Coal 48;2:1-5.
53
Korus RA, Hoffman DS, Bam N, Peterson CL, Drown DC. 2000. Transesterification Process to Manufacture Ethyl Ester of Rape Oil. Moscow:Departemen of Chemical Engineering;University of Idaho. Ma F, Hanna MA. 2001. Biodiesel Production : A Review. Bioresource Tech. 70: 77-82. Monk P. 2004. Physical Chemistry, Understanding Our Chemical World. England:John Wiley and Sons Ltd. Naido G, Chirkoot D. 2004. The Effects of Coal Dust on Photosynthetic Performance of The Mangrove, Avicennia Marina in Richards Bay, South Africa. Environmental Pollution 127:359-366 Nakpong P, Wootthikanokkhan S. 2010. Optimization of biodiesel production from Jatropha curcas L. Oil via alkali-catalyzed methanolysis. Journal of Sustainable Energy & Environment 1:105-109. National Biodiesel Board. 2010. Uses of Methyl Esters, Glycerol. National Biodiesel Board Report Database. Washington DC, USA. www.biodiesel.org/resources/reportsdatabase/reports/gen/19960901_GE N-051.pdf [8 Maret 2011] Pachauri N, He B. 2006. Value-added Utilization of Crude Glycerol from Biodiesel Production: A Survey of Current Research Activities. Di dalam:ASABE Annual International Meeting; Oregon, 9-12 Jul 2006. Michigan; American Society of Agricultural and Biological Engineers. Paper Number: 066223 Pinho,RA et al. 2007. Lung Oxidative Response After Acute Coal Dust Exposure. Environmental Research 96;3:290-297 Pullen EM, Pullen MD, Pullen C; 16 Cordia Crescent, Umhlanga Rocks, ZA. Fluid, Formulation and Method for Coal Dust Control. US Patent 5 330 671. 19 Juli 1994. Ramesh D, Samapathrajan A, Venkatachalam P. 2006. Production of Biodiesel from Jatropha Curcas Oil By Using Pilot Biodiesel Plant. India:Tamil Nadu Agricultural University. Saxena SK. 2004. Poly Vinyl Alcohol, Chemical and Technical Assessment (CTA). Food and Agriculture Organization of United Nations. 61st JECFA. (ftp://ftp.fao.org/es/esn/jecfa/cta/CTA_61_PVA.pdf). [31 Januari 2011]. Spectral Database for Organic Compounds, (http://riodb01.ibase.aist.go.jp) [12 Mei 2010].
54
Speight, J.D. 2005. Handbook of Coal Analysis. New Jersey:John Wiley and Sons, Inc. Syam AM, R Yunus, TIM Ghazi and TCS Yaw. 2009. Methanolysis of Jatropha Oil in the Presence of Potassium Hydroxide Catalyst. Journal of Applied Sciences 9;17:3161-3165 Talamoni, Joao R, penemu; 3M Innovative Properties Company. Dust Suppressant Composition. US Patent 7 658 862 B2. 9 Feb 2010. Umar, Husein. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta United States Department of Labor. 2006. Federal Coal and Mine Safety Act 1969. Mine and Safety Health Administration. www.msha.gov. 12 Mei 2011. Yong KC, Ooi TL, Dzulkefly K,Wan Yunus WMZ, Hazimah AH. 2001. Refining Of Crude Glycerine Recovered From Glycerol Residue By Simple Vacuum Distillation. Journal of Oil Palm Research 13;2:39-44.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
56
57
Lampiran 1 Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar A. Kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) (SNI 01-2891-1992) Analisis kandungan ALB digunakan untuk mengetahui jumlah asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak. 1. Netralkan etanol 95% dengan menggunakan NaOH ),1 N dan indikator pp. 2. Timbang 2 – 5 gram sampel minyak. 3. Larutkan sampel minyak yang telah ditimbang dengan 50 ml etanol yang telah dinetralkan. 4. Panaskan dengan mengunakan penangas air sampai suhunya 80 oC sambil diaduk aduk. 5. Setelah selama kurang lebih 10 menit atau setelah larutan homogen, tambahkan 2 tetes indikator pp. 6. Titrasi dengan menggunakan NaOH yang diketahui normalitasnya. 7. Hitung jumlah asam lemak bebas dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Dimana : ALB = Asam Lemak Bebas (%) M
= Bobot molekul asam lemak dominan
V
= Volume NaOH yang habis untuk titrasi (ml)
T
= Normalitas NaOH yang digunakan dalam titrasi (N)
m
= Bobot sampel yang dianalisis (gram)
B. Bilangan Asam (SNI 01-2891-1992) 1. Netralkan etanol 95% dengan menggunakan NaOH ),1 N dan indikator pp. 2. Timbang 2 – 5 gram sampel minyak. 3. Larutkan sampel minyak yang telah ditimbang dengan 50 ml etanol yang telah dinetralkan. 4. Panaskan dengan mengunakan penangas air sampai suhunya 80 oC sambil diaduk aduk.
58
5. Setelah selama kurang lebih 10 menit atau setelah larutan homogen, tambahkan 2 tetes indikator pp. 6. Titrasi dengan menggunakan NaOH yang diketahui normalitasnya. 7. Hitung nilai bilangan asam dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana : V
= Volume NaOH yang habis untuk titrasi (ml)
T
= Normalitas NaOH yang digunakan dalam titrasi (N)
m
= Bobot sampel yang dianalisis (gram)
C. Densitas (Metode Anton Paar) 1. Hidupkan alat melalui tombol yang ada di bagian belakang alat 2. Warming up sekitar 15 menit 3. Pilih method yang diinginkan, misalnya: Lubricant, Fuel, Crude Oil, Brix atau yang lain 4. Sambungkan selang pumpa ke adapter dan aktifkan pompa 5. Setelah pompa dimatikan, pastikan nilai density udara pada 20 oC adalah 0.00120 gr/cm3 (Faktor koreksi + 0.00005), dalam range 0.00125 s/d 0.00115 6. Alat siap digunakan untuk pengukuran 7. Gunakan syringe secara selektif untuk menghindari kontaminasi, dan pisahkan menjadi 4 buah, misalnya untuk air, lubricant, crude oil dan solvent pelarut. 8. Bila telah didapatkan hasil pengukuran, segera bilas U-tube dengan solvent yang dapat melarutkan sampel. 9. Lakukan pembilasan minimal 5 kali dengan syringe pada U-tube, bila kurang, bilas lagi sampai benar-benar bersih 10. Masukan solvent pengering seperti toluene atau acetone 2 atau 3 kali syringe. 11. Sambungkan selang pumpa ke adapter, lalu aktifkan pumpa, pumpa akan otomatis berhenti setelah 10 menit, tetapi pumpa dapat dimatikan kapan saja bila diyakini U-tube sudah bersih dan kering.
59
12. Matikan pumpa, lalu tunggu suhu mencapai 20 0C, dan nilai density udara didapatkan nilai 0.00120 gr/cm3. 13. Alat siap untuk digunakan untuk sampel selanjutnya atau dimatikan. D. Bilangan Iod (AOAC, 1995) 1. Timbang 0,5 gram sampel minyak yang telah disaring 2. Masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, lalu larutkan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida 3. Tambahkan 25 ml pereaksi hanus. 4. Semua bahan diatas dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. 5. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15 %. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. 6. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak
Dimana : B
= Volume Na2SO3 blanko (ml)
S
= Volume Na2SO3 sampel (ml)
N
= Normalitas Na2SO3 yang digunakan dalam titrasi (N)
m
= Bobot sampel yang dianalisis (gram)
E. Viskositas 30 oC (metode Brookfield) 1. Siapkan larutan yang akan diukur viskositasnya sebanyak + 10 ml. 2. Tentukan kisaran perkiraan maksimum nilai viskositas larutan. 3. Masukkan sampel ke dalam tube sebanyak 6,7 ml. 4. Lakukan zeroing sebelum melakukan pengukuran. 5. Pasang spindel SC4-18 pada ulir. 6. Tentukan kecepatan pengukuran yang dikehendaki. 7. Nyalakan viscometer. 8. Lihat nilai torsi yang diperoleh, hasil pengukuran dianggap valid hanya untuk pengukuran dengan nilai torsi di atas 10%. 9. Catat nilai viskositas yang terukur.
60
Lampiran 2 Prosedur analisis sifat fisikokimia Coal Dust Suppressant (CDS) A. Densitas 1. Hidupkan alat melalui tombol yang ada di bagian belakang alat 2. Warming up sekitar 15 menit 3. Pilih method yang diinginkan, misalnya: Lubricant, Fuel, Crude Oil, Brix atau yang lain 4. Sambungkan selang pumpa ke adapter dan aktifkan pompa 5. Setelah pompa dimatikan, pastikan nilai density udara pada 20 oC adalah 0.00120 gr/cm3 (Faktor koreksi + 0.00005), dalam range 0.00125 s/d 0.00115 6. Alat siap digunakan untuk pengukuran 7. Gunakan syringe secara selektif untuk menghindari kontaminasi, dan pisahkan menjadi 4 buah, misalnya untuk air, lubricant, crude oil dan solvent pelarut. 8. Bila telah didapatkan hasil pengukuran, segera bilas U-tube dengan solvent yang dapat melarutkan sampel. 9. Lakukan pembilasan minimal 5 kali dengan syringe pada U-tube, bila kurang, bilas lagi sampai benar-benar bersih 10. Masukan solvent pengering seperti toluene atau acetone 2 atau 3 kali syringe. 11. Sambungkan selang pumpa ke adapter, lalu aktifkan pumpa, pumpa akan otomatis berhenti setelah 10 menit, tetapi pumpa dapat dimatikan kapan saja bila diyakini U-tube sudah bersih dan kering. 12. Matikan pumpa, lalu tunggu suhu mencapai 20 0C, dan nilai density udara didapatkan nilai 0.00120 gr/cm3. 13. Alat siap untuk digunakan untuk sampel selanjutnya atau dimatikan. B. Viskositas 1. Siapkan larutan yang akan diukur viskositasnya sebanyak + 10 ml. 2. Tentukan kisaran perkiraan maksimum nilai viskositas larutan. 3. Masukkan sampel ke dalam tube sebanyak 6,7 ml. 4. Lakukan zeroing sebelum melakukan pengukuran. 5. Pasang spindel SC4-18 pada ulir.
61
6. Tentukan kecepatan pengukuran yang dikehendaki. 7. Nyalakan viscometer. 8. Lihat nilai torsi yang diperoleh, hasil pengukuran dianggap valid hanya untuk pengukuran dengan nilai torsi di atas 10%. 9. Catat nilai viskositas yang terukur. C. pH 1. Siapkan larutan yang akan diukur pH-nya. 2. Nyalakan alat pengukur pH portabel Schott pada mode AR (Auto Read) 3. Celupkan ujung elektroda pada larutan sampel. 4. Tunggu sampai nilai pH muncul dan indicator AR stabil.
62
Lampiran 3 Prosedur analisis Evaporation Rate (ASTM D 4902-99) 1.
Timbang 10 – 20 gram sampel debu batubara atau partikel batubara
2.
Tambahkan formula CDS pada sampel debu batubara kemudian aduk secara merata.
3.
Simpan dalam oven pada suhu 60 oC selama 4 jam.
4.
Setelah 4 jam, keluarkan sampel dari oven dan dinginkan dalam desikator.
5.
Timbang kembali sampel debu batubara yang telah di oven.
6.
Dapatkan nilai evaporasi blanko dengan cara menghitung penguapan pada sampel debu batubara tanpa penambahan formula CDS.
7.
Hitung nilai Evaporation Rate sebagai banyaknya penguapan per banyaknya sampel menggunakan rumus perhitungan.
Dimana : Es
= Bobot sampel setelah evaporasi (gram)
Eb
= Evaporasi blanko
B0
= Bobot awal sampel (gram)
b
= Bobot sampel yang dianalisis (gram)
63
Lampiran 4 Prosedur analisis Dustiness Index (ASTM D547-41) 1.
Siapkan tabung pendebuan yang memiliki penampung debu pada bagian atas, tengah dan bawah.
2.
Simpan sejumlah sampel di penampung debu bagian atas.
3.
Secara tiba-tiba kemudian buka penampung atas, sehingga debu jatuh ke dalam tabung.
4.
Diamkan tabung selama 15 detik kemudian tutup bagian atas dan tengah tabung.
5.
Selama 5 menit debu yang jatuh ditampung pada penampung tengah dan ditimbang.
6.
Nilai Dustiness Index kemudian dihitung sebagai persentase banyaknya debu yang tertampung dibagi banyaknya sampel debu batubara yang digunakan dalam analisis.
64
Lampiran 5
Data hasil analisis densitas CDS (g/cm3) dan analisis ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007.
Tabel data hasil pengukuran nilai densitas formula CDS (g/cm3)
Total Rataan F
Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% 1,01039 1,01088 1,01101 1,01245 1,01286 1,01341 2,02284 2,02374 2,02442 1,01142 1,01187 1,01221
Simpangan baku (S) :
0,00145
Ulangan 1 2
0,00140
Total
6,07100 1,01183
0,00170
Penyapuan Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% -0,00103 -0,00099 -0,00120 0,00103 0,00099 0,00120 -0,0004 3,75E-05 0,00038
Ulangan 1 2 Penyapuan Rataan
Setelah dilakukan penyapuan, diperoleh nilai : JK (perlakuan)
3,16137E-07
JK (sisaan)
6,95171E-06
Dengan menggunakan nilai-nilai jumlah kuadrat di atas, maka tabel analisis ragamnya adalah sebagai berikut Analisis Ragam Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Perlakuan Galat
3,16137E-07 6,95171E-06
DB
Kuadrat tengah 2 3
1,58069E-07 2,31724E-06
F hitung 0,068214307
Karena nilai F hitung = 0,068214 lebih kecil daripada F tabel
F tabel 9,55
(α = 0,05, db1:db2 = 2:3)
:
9,55, maka efek perlakuan penambahan gliserol terhadap nilai densitas formula CDS tidak bersifat nyata.
65
Lampiran 6 Data hasil analisis pH CDS dan analisis ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007. Tabel data hasil pengukuran pH formula CDS Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% 5,54 5,43 5,19 6,91 6,73 6,82 12,44 12,16 12,01 6,22 6,08 6,01
Ulangan 1 2 Total Rataan Simpangan baku (S) :
0,97
0,92
Total
36,61 6,10
1,15
Penyapuan Ulangan 1 2 Penyapuan Rataan
Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% -0,69 -0,65 -0,82 0,69 0,65 0,82 0,12 -0,02 -0,10
Setelah dilakukan penyapuan, diperoleh nilai : JK (perlakuan) JK (sisaan)
0,0239292 3,1184125
Dengan menggunakan nilai-nilai jumlah kuadrat di atas, maka tabel analisis ragamnya adalah sebagai berikut Analisis Ragam Sumber keragaman Perlakuan Galat
Jumlah kuadrat 0,023929167 3,1184125
DB
Kuadrat tengah 2 3
0,011964583 1,039470833
F hitung 0,011510264
Karena nilai F hitung = 0,01151 lebih kecil daripada F tabel
F tabel 9,55
(α = 0,05, db1:db2 = 2:3)
:
9,55, maka efek perlakuan penambahan gliserol terhadap nilai pH formula CDS tidak bersifat nyata.
66
Lampiran 7 Data hasil analisis nilai viskositas formula CDS (cP) dan analisis ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007. Tabel data hasil pengukuran nilai viskositas formula CDS (cP) Ulangan 1 2 Total Rataan F Simpangan baku (S) :
Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% 66,65 63,40 62,95 84,25 84,00 81,95 150,90 147,40 144,90 75,45 73,70 72,45
12,45
14,57
Total
443,20 73,87
13,44
Penyapuan Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% -8,80 -10,30 -9,50 8,80 10,30 9,50 1,58 -0,17 -1,42
Ulangan 1 2 Penyapuan Rataan
Setelah dilakukan penyapuan, diperoleh nilai : JK (perlakuan) JK (sisaan)
4,54 547,56
Dengan menggunakan nilai-nilai jumlah kuadrat di atas, maka tabel analisis ragamnya adalah sebagai berikut
Analisis Ragam Sumber keragaman
Jumlah kuadrat DB
Perlakuan Galat
4,541666667 547,56
Kuadrat tengah F hitung 2 3
2,270833333 182,52
Karena nilai F hitung = 0,01244 lebih kecil daripada F tabel
0,01244156
F tabel 9,55
(α = 0,05, db1:db2 = 2:3)
:
9,55, maka efek perlakuan penambahan gliserol terhadap nilai viskositas formula CDS tidak bersifat nyata.
67
Lampiran 8 Data hasil analisis nilai Evaporation Rate formula CDS (g ev/g debu) dan analisis ragamnya menggunakan software Microsoft Excell 2007. Tabel data hasil pengukuran nilai Evaporation Rate (g ev/g debu) Pengenceran 50 kali 100 kali 150 kali Rataan F
Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% 0,407749 0,448235 0,337406 0,578675 0,521634 0,52380 0,580904 0,535819 0,527464 0,537877 0,528406 0,507919 0,750527 0,649417 0,542576 0,540668 0,541559 0,546851 0,566067 0,537512 0,49767
Rataan P 0,39780 0,54137 0,548062 0,524734 0,647507 0,543026 0,533749
Rataan Pengenceran - Konsentrasi Gliserol Pengenceran
Konsentrasi Gliserol 5% 10%
15%
Rataan
50 kali 0,49321
0,48493
0,43060
0,46958
0,55939
0,53211
0,51769
0,53640
0,64560 0,56607
0,59549 0,53751
0,54471 0,49767
0,59527
100 kali 150 kali Rataan
Efek Interaksi Data Pengenceran 50 kali 100 kali 150 kali Sisaan
Konsentrasi Gliserol Sisaan 5% 10% 15% -0,00869 0,011589 -0,0029 -0,064166 -0,00932 -0,00805 0,017373 0,0026489 0,018014 -0,00354 -0,01447 0,0615171 0,032317 0,003762 -0,03608
68
Nilai Sisaan Pengenceran 50 kali 100 kali 150 kali
Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% -0,08546 -0,03670 -0,09320 0,085463 0,03670 0,09320 0,021513 0,003706 0,009773 -0,02151 -0,00371 -0,00977 0,104929 0,053929 -0,00214 -0,10493 -0,05393 0,002137
Kuadrat Sisaan Pengenceran 50 kali 100 kali 150 kali
Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% 0,007303921 0,001347 0,008685946 0,007303921 0,001347 0,008685946 0,000462823 1,37E-05 9,55037E-05 0,000462823 1,37E-05 9,55037E-05 0,011010178 0,002908 4,56881E-06 0,011010178 0,002908 4,56881E-06
Jumlah kuadrat (Pengenceran) Jumlah kuadrat (kons. Gliserol) Jumlah kuadrat (interaksi) Jumlah kuadrat (galat)
0,047452 0,014162 0,002436 0,063664
Analisis Ragam Sumber keragaman Efek Pengenceran Efek Konsentrasi Efek Interaksi Galat
Jumlah kuadrat 0,047452 0,014162 0,002436 0,063664
DB
Kuadrat tengah 2 2 4 9
F hitung 0,023725938 3,354083 0,007080839 1,001002 0,000609115 0,086109 0,007073749
F tabel 4,26 4,26 3,63
Karena nilai F hitung pengenceran, formula dan interaksi lebih kecil daripada F tabel
(α = 0,05),
maka efek perlakuan penambahan gliserol terhadap nilai
Evaporation Rate formula CDS tidak bersifat nyata.
69
Lampiran 9
Data hasil analisis nilai Dustiness Index CDS dan analisis ragamnya menggunakan Microsoft Excell 2007.
Tabel data hasil analisis nilai Dustiness Index (DI) CDS (%)
Tabel Data Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% 0,120575 0,100543 0,070249 0,106508 0,098271 0,078692 0,220392 0,138112 0,151142 0,163915 0,16510 0,100035 0,280713 0,206508 0,21400 0,149463 0,184776 0,149322 0,173594 0,148885 0,12724
Pengenceran 50 kali 100 kali 150 kali Rataan F
Rataan P 0,097122 0,09449 0,169882 0,143017 0,23374 0,161187 0,149906
Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15%
Pengenceran 50 kali
0,11354
0,09941
0,07447
0,19215
0,15161
0,12559
0,21509
0,19564
0,18166
100 kali 150 kali
Efek Interaksi Data Pengenceran 50 kali 100 kali 150 kali Sisaan
Konsentrasi Gliserol Sisaan 5% 10% 15% -0,00869 0,011589 -0,0029 -0,064166 -0,00932 -0,00805 0,017373 0,0026489 0,018014 -0,00354 -0,01447 0,0615171 0,032317 0,003762 -0,03608
Nilai Sisaan Pengenceran 50 kali 100 kali 150 kali
Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% 0,007033 0,001136 -0,00422 -0,00703 -0,00114 0,004221 0,028238 -0,01349 0,025553 -0,02824 0,013494 -0,02555 0,065625 0,010866 0,032339 -0,06563 -0,01087 -0,03234
70
Kuadrat Sisaan Pengenceran 50 kali 100 kali 150 kali
Konsentrasi Gliserol 5% 10% 15% 4,94638E-05 1,29E-06 1,78E-05 4,94638E-05 1,29E-06 1,78E-05 0,000797407 0,000182 0,000653 0,000797407 0,000182 0,000653 0,004306673 0,000118 0,001046 0,004306673 0,000118 0,001046
Jumlah kuadrat (Pengenceran) Jumlah kuadrat ( Formula) Jumlah kuadrat (interaksi) Jumlah kuadrat (galat)
0,031388 0,006456 0,000738 0,014343
Analisis Ragam Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Efek Pengenceran Efek Konsentrasi Efek Interaksi Galat
0,031388 0,006456 0,000738 0,014343
DB
Kuadrat tengah 2 2 4 9
F hitung 0,015693965 9,847608 0,003227762 2,025347 0,00018462 0,115845 0,001593683
Karena nilai F hitung pengenceran (9,85) lebih besar daripada F tabel
F tabel 4,26 4,26 3,63
(α = 0,05)
(4,26), maka efek perlakuan penambahan gliserol terhadap nilai Dustiness Index formula CDS bersifat nyata. Untuk mengetahui pada taraf pengenceran berapa yang bersifat nyata, maka dilakukan uji pembandingan Uji Beda Nyata Fisher / Beda Nyata Terkecil (Uji BNT).
Simpangan Baku (√Ragam) Pengenceran
Konsentrasi Gliserol Total 5% 10% 15%
50 kali 0,009946 0,001607 0,0059698 0,017523 100 kali 0,039935 0,019083 0,0361379 0,095156 150 kali Total
0,092808 0,015367 0,0457338 0,153909 0,142689 0,036057 0,0878415
71
S2g A = S2g B = S2g C =
0,010307 0,000603 0,003433
Sg A = Sg B = Sg C =
Nilai BNT = t(α/2,db galat). Sg . Nilai BNT = 3,182 . Sg .
0,101524 0,024554 0,058593
, t(0,05/2, 3) = 3,182 = 3,182 . Sg.
Untuk formula A (konsentrasi penambahan gliserol : 5%) t Sg √ (2/2) A
= 0,323049 50 - 100 = -0,078612 50 - 150 = -0,101546 100 - 150 = -0,022934
Untuk formula B (konsentrasi penambahan gliserol : 10%) t Sg √ (2/2) B
= 50 - 100
0,078131 = -0,052199
50 - 150 = 100 - 150 =
-0,096 -0,044036
Untuk formula C (konsentrasi penambahan gliserol : 15%) t Sg √ (2/2) C
= 0,186444 50 - 100 = -0,051118 50 - 150 = -0,10719 100 - 150 = -0,056073
Dari ketiga formulasi tersebut di atas terlihat bahwa pengaruh pengenceran terlihat nyata pada formula B antara selang pengenceran 50 dengan 150 kali. Selain selang pengenceran tersebut, pengenceran tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Dustiness Index formula CDS
72
Lampiran 10 Diagram alir proses produksi CDS Gliserol Kasar
Unit Pemurnian Gliserol Asam Fosfat Teknis
Pengadukan 30 menit, 300 rpm
Pemisahan (Penyaring Vakum)
Garam Kalium Fosfat
Fraksi Cair (Settling Tank)
Asam Lemak
Gliserol 80% Surfaktan SLS
Polimer PVA
Konsentrat
Air konsentrat Unit Formulasi CDS
Air Produk
Pengadukan Produk 30 - 60 menit, 300-400 rpm
Produk Akhir CDS
73
Lampiran 11 Perhitungan neraca massa produksi CDS Kapasitas produksi CDS
= 5.000 kg /tahun
Waktu operasi
= 300 hari/tahun
Basis perhitungan
= 1 hari operasi
1.
= 166,7 kg/hari
REAKTOR PEMURNIAN GLISEROL KASAR HASIL SAMPING PRODUKSI BIODIESEL JARAK PAGAR Komposisi gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar terdiri dari 50% gliserol dan sisanya adalah pengotor ( sabun dan sisa katalis basa) Produksi CDS
= 33,33 kg/kg gliserol
Konversi gliserol kasar (G50) menjadi gliserol teknis (G80) = 40% Bahan baku gliserol kasar yang dibutuhkan per hari : =
= 11,91 kg
Gliserol kasar Campuran
Reaktor Pemurnian Asam Fosfat
Asam fosfat yang digunakan
= 5% massa gliserol kasar = 0,05 x 16,67 = 0,8335 kg.
Campuran = Gliserol kasar + Asam fosfat
= 11,91kg + 0,59kg = 12,50kg
2.
PENYARINGAN K3PO4 Campuran
Filter Fraksi Cair
Garam K3PO4 yang dihasilkan
= 20% campuran = 0,2 x 12,5 kg
Fraksi Cair
= 2,5kg
= 80% campuran = 0,8 x 12,5
= 10kg
74
3.
TANGKI PENGENDAPAN Asam Lemak Tangki Pengendapan
Fraksi Cair
Gliserol
4.
Fraksi Cair
= 10kg
Asam Lemak
= 50% Fraksi Cair = 0,5 x 10 kg = 5kg
Gliserol
= 50% Fraksi Cair = 0,5 x 10kg = 5kg
REAKTOR FORMULASI Polimer PVA
Gliserol
Reaktor Formulasi
CDS
Surfaktan SLS Air
Gliserol = 5kg Polimer PVA = 2,67 x gliserol = 2,67 x 5kg = 13,336kg Surfaktan SLS = 2,67 x gliserol = 2,67 x 5kg = 13,336kg Air = 27 x gliserol = 27 x 5kg = 135,03kg
Produk CDS
= Gliserol + Polimer PVA + Surfaktan SLS + Air = 5kg + 13,336kg + 13,336kg + 135,03kg = 166,7kg.
Lampiran 12 Diagram instrumen dan pemipaan (Piping and Instrumentations Diagram) serta tata letak ruang produksi, ruang penyimpanan dan kantor industri CDS Tangki Gliserol Kasar Tangki Asam Fosfat
Motor (0,5 HP)
Reaktor Pemurnian Gliserol Kasar Termometer
Kontainer Polimer T
Tangki Air
Heater
Tangki GliserolSurfaktan SLS Hasil Pemurnian Pompa Vakum
Settling Tank
Tangki Formulasi CDS
Garam Kalium Fosfat Tangki Asam Lemak
Diagram instrumen dan pemipaan
Tangki Penyimpanan Produk CDS
Tangki Gliserol Kasar
Tangki Asam Fosfat
Gudang Produk Tangki Surfaktan
Reaktor Pemurnian Gliserol Kasar
Tangki Air
Reaktor Formulasi
Tangki Pengendapa n
Filter Press
Kontainer Polimer
Tangki Gliserol
Kantor
Unit Pemurnian K3PO4
Unit Pemurnian K3PO4
Laboratorium
Tata letak ruang produksi, ruang penyimpanan dan kantor industri CDS
77
Lampiran 13 Rincian dana investasi dan modal kerja pembangunan industri CDS A. Bangunan dan Peralatan Proses No. Uraian Jumlah
Satuan
Harga/satuan
Biaya
(Rp)
(Rp)
Unit Purifikasi 1.
Tangki Stainless Steel, 2
unit
1.000.000 2.000.000
unit
500.000 1.000.000
830.000
100 L 2.
Tangki Stainless Steel, 2 50 L
3.
Motor Pengaduk (1 HP)
1
unit
4.
Pemasangan pipa
1
Paket
830.000
3.000.000 3.000.000
Unit Formulasi CDS 5.
Tangki Stainless Steel
2
unit
2.000.000 2.000.000
1
unit
1.000.000 1.000.000
(200 L) 6.
Tangki Stainless Steel, 100 L
Jumlah 9.830.000 B. Kendaraan No.
Uraian
Jumlah
Satuan
Harga/satuan
Biaya
(Rp)
(Rp)
1.
Mobil Pick Up
1
unit
83.500.000 83.500.000
2.
Sepeda Motor
1
unit
13.200.000 13.200.000 Jumlah 96.700.000
C. Biaya Perizinan No. Uraian
1.
Izin
Jumlah
Satuan
Harga/satuan
Biaya
(Rp)
(Rp)
Mendirikan 1
lot
3.500.000
3.500.000
Bangunan 2.
UKL / UPL
1
lot
5.000.000
5.000.000
3.
Izin pertanahan
1
lot
2.000.000
2.000.000
Jumlah 10.000.000
D. DED dan pengawasan / pemeliharaan peralatan selama konstruksi Gambar keteknikan detail / Detailed Engineering Design (DED) dihitung berdasarkan persentase (0,5%) dari jumlah total investasi. Dengan demikian, diperoleh nilai DED dan pengawasan/pemeliharaan peralatan selama konstruksi adalah 0,5% x Rp117.030.000,- = Rp585.000,-
Lampiran 14 Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industri CDS CDS FINANCIAL ANALYSIS III. MODAL KERJA (x Rp 1000,-) Year 1
Year 2
Year 3
Year 4
Year 5
days
1 Account Receivable 2 Inventory 3 Account Payable
30 10 30
product product+raw mat. raw mat.
Working Capital Loan for Working Capital
62.687 25.075 -
78.985 31.594 -
91.941 36.776 -
96.538 38.615 -
101.365 40.546 -
87.762
110.580
128.717
135.153
141.911
87.762
IV. DEPRESIASI (x Rp 1000,Year 1 1 Mesin dan Peralatan 2 Bangunan Perumahan
20 20 5
3 Kendaraan
tahun tahun tahun
3.000 96.700 99.700
Year 2
150 19.340 19.490
Year 3
150 19.340 19.490
Year 4
150 19.340 19.490
Year 5
150 19.340 19.490
150 19.340 19.490
V. PRODUCTION COST (x Rp 1000,-) Year 1
Year 2
Year 3
Year 4
Year 5
1 Variable Cost AVERAGE PRODUCTION CAPACITY - Raw Material Pemakaian Gliserol kasar per tahun Sub Total Raw Material - Bahan Kimia a. Gliserol b. Polimer PVA
75%
90%
100%
100%
100%
4
Ton
3
3
4
4
4
-
IDRx1000/ton
-
-
-
-
-
0 4
ton ton
2.813 240.000
3.544 302.400
4.125 352.000
4.331 369.600
4.548 388.080
Qty
Unit
Harga IDRx1000/ton 20.000 80.000
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan)
Year 6
Year 7
Year 8
Year 9
Year 10
Year 11
Year 12
Year 13
Year 14
Year 15
106.433 42.573 -
106.433 42.573 -
106.433 42.573 -
106.433 42.573 -
106.433 42.573 -
106.433 42.573 -
106.433 42.573 -
106.433 42.573 -
106.433 42.573 -
106.433 42.573 -
149.006
149.006
149.006
149.006
149.006
149.006
149.006
149.006
149.006
149.006
Year 6
Year 7
150 19.340 19.490
Year 6
Year 8
150 19.340 19.490
Year 7
Year 9
150 19.340 19.490
Year 8
Year 10
150 19.340 19.490
Year 9
Year 11
150 19.340 19.490
Year 10
Year 12
150 19.340 19.490
Year 11
Year 13
150 19.340 19.490
Year 12
Year 14
150 19.340 19.490
Year 13
Year 15
150 19.340 19.490
Year 14
150 19.340 19.490
Year 15
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4.775 407.484
4.775 407.484
4.775 407.484
4.775 407.484
4.775 407.484
4.775 407.484
4.775 407.484
4.775 407.484
4.775 407.484
4.775 407.484
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan) c. Surfaktan SLS d. Akuades
4 91
ton ton
20.000 -
60.000 -
75.600 -
88.000 -
92.400 -
97.020 -
302.813
381.544
444.125
466.331
489.648
13.500
17.010
19.800
20.790
21.830
57.600 32.000
115.200 -
120.960 -
127.008 -
133.358 -
140.026 -
89.600 Total Variable Cost
115.200 431.513
120.960 519.514
127.008 590.933
133.358 620.480
140.026 651.504
BIAYA PRODUKSI LANGSUNG (x Rp 1000,-) HARGA POKOK PENJUALAN PER TON PRODUK (x Rp 1000,-)
431.513 11.507
519.514 11.545
590.933 11.819
620.480 12.410
651.504 13.030
162.439 162.439 5.593 14.170 3.196 23.696 19.490 6.415
170.561 170.561 5.872 14.878 3.196 27.582 19.490 4.604
179.089 179.089 6.166 15.622 3.196 28.961 19.490 2.792
188.044 188.044 6.474 16.403 3.196 30.409 19.490 981
Sub Total Bahan Kimia
- Utilities Cost - Tenga Kerja : Langsung a. Operator b. Maintenance
2 -
orang orang
2 Fixe d Cost Tenaga Kerja : Tidak Langsung a. Kepala Pabrik b. Manajer c. Staf d. Administrasi e. Satpam
1 -
Repair & Maintenance Overhead & Adm Biaya Asuransi Biaya Pemasaran Depresiasi Interest for Invest.
5,0% 5,0% 3,0% 2,5% 10%
154.704 154.704 5.327 13.495 3.196 18.806 19.490 8.226
Interest for Work. Cap.
12%
6.765
2.377
-
-
-
384.713
399.815
416.745
434.407
453.042
816.225
919.328
1.007.678
1.054.886
1.104.545
Total Fixed Cost TOTAL PRODUCTION COST (x Rp 1000,-)
orang orang orang orang orang Equip cost/Tahun Biaya TK Equip cost/Tahun Penjualan
154.704 132.544 57.600 32.000 32.000
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan) 101.871 -
101.871 -
101.871 -
101.871 -
101.871 -
101.871 -
101.871 -
101.871 -
101.871 -
101.871 -
514.130
514.130
514.130
514.130
514.130
514.130
514.130
514.130
514.130
514.130
22.921
22.921
22.921
22.921
22.921
22.921
22.921
22.921
22.921
22.921
140.026 -
140.026 -
140.026 -
140.026 -
140.026 -
140.026 -
140.026 -
140.026 -
140.026 -
140.026 -
140.026 677.077
140.026 677.077
140.026 677.077
140.026 677.077
140.026 677.077
140.026 677.077
140.026 677.077
140.026 677.077
140.026 677.077
140.026 677.077
677.077 13.542
677.077 13.542
677.077 13.542
677.077 13.542
677.077 13.542
677.077 13.542
677.077 13.542
677.077 13.542
677.077 13.542
677.077 13.542
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
197.446 197.446 6.798 16.874 3.196 31.930 19.490 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
473.179
473.179
473.179
473.179
473.179
473.179
473.179
473.179
473.179
473.179
1.150.257
1.150.257
1.150.257
1.150.257
1.150.257
1.150.257
1.150.257
1.150.257
1.150.257
1.150.257
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan)
VI. INCOME (x Rp 1000,-) Year 1
- CDS Production Losses Total CDS Production - Produksi FFA - Produksi K3PO4
- Revenue CDS FFA K3PO4
50 Ton/tahun 0,001%
Year 2
Year 3
Year 4
Year 5
38 0,00 37 1 1
45 0,00 45 1 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
Harga Jual 20.000 IDRx1000/ton
749.993
944.991
1.099.989
1.154.988
1.212.738
1.000 IDRx1000/ton 2.000 IDRx1000/ton
1.125 1.125
1.418 1.418
1.650 1.650
1.733 1.733
1.819 1.819
752.243
947.826
1.103.289
1.158.453
1.216.376
2 Ton/tahun 1 Ton/tahun
TOTAL REVENUE (x Rp 1000,-)
VII. NET INCOME STATEMENT (x Rp 1000,-) Year 1 - Total Sales Revenue - Production Cost
- Profit Before Tax Tax
30%
- Profit After Tax - Retained Earning - Operating Margin BEP (Rupiah) Average BEP
977.725
Year 2
Year 3
Year 4
Year 5
752.243 816.225
947.826 919.328
1.103.289 1.007.678
1.158.453 1.054.886
1.216.376 1.104.545
(63.983)
28.497
95.611
103.567
111.831
(19.195)
8.549
28.683
31.070
33.549
(44.788)
19.948
66.928
72.497
78.282
(44.788)
(24.840)
42.088
114.585
192.866
902.308
884.763
897.404
935.435
975.564
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan)
Year 6
Year 7
Year 8
Year 9
Year 10
Year 11
Year 12
Year 13
Year 14
Year 15
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
50 0,00 50 2 1
1.273.375
1.273.375
1.273.375
1.273.375
1.273.375
1.273.375
1.273.375
1.273.375
1.273.375
1.273.375
1.910 1.910
1.910 1.910
1.910 1.910
1.910 1.910
1.910 1.910
1.910 1.910
1.910 1.910
1.910 1.910
1.910 1.910
1.910 1.910
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
Year 6
Year 7
Year 8
Year 9
Year 10
Year 11
Year 12
Year 13
Year 14
Year 15
1.277.195 1.150.257
1.277.195 1.150.257
1.277.195 1.150.257
1.277.195 1.150.257
1.277.195 1.150.257
1.277.195 1.150.257
1.277.195 1.150.257
1.277.195 1.150.257
1.277.195 1.150.257
1.277.195 1.150.257
126.938
126.938
126.938
126.938
126.938
126.938
126.938
126.938
126.938
126.938
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
88.857
88.857
88.857
88.857
88.857
88.857
88.857
88.857
88.857
88.857
281.723
370.580
459.437
548.293
637.150
726.007
814.864
903.720
992.577
1.081.434
1.007.040
1.007.040
1.007.040
1.007.040
1.007.040
1.007.040
1.007.040
1.007.040
1.007.040
1.007.040
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan) VIII. FINANCIAL RETURN (x Rp 1000,-)
Year -1
1 Year 1
2 Year 2
3 Year 3
4 Year 4
5 Year 5
Penerimaan Bersih - Year's Net Profit - Depreciation
(44.788) 19.490 (25.298)
19.948 19.490 39.438
66.928 19.490 86.418
72.497 19.490 91.987
78.282 19.490 97.772
125.848
87.762 18.113 30.717 136.591
18.113 30.717 48.829
18.113 18.113
18.113 18.113
18.113 18.113
(125.848) 1,000 (125.848) (125.848) (125.848)
(161.889) 0,909 (147.172) (273.020) (287.737)
(9.391) 0,826 (7.761) (280.781) (297.128)
68.305 0,751 51.319 (229.463) (228.823)
73.874 0,683 50.457 (179.006) (154.949)
79.659 0,621 49.462 (129.544) (75.290)
Return on Investment (ROI)
-35,59%
15,85%
53,18%
57,61%
62,20%
Return on Equity (ROE)
-72,69%
32,38%
108,63%
117,67%
127,05%
Pengeluaran bersih - Investasi + IDC - Modal Kerja - Long Term Loan Repayment - Short Term Loan Repayment
125.848 -
ANNUAL CASH FLOW
ACC. CASH FLOW Internal Rate of Return (IRR) Net Present Value (NPV) Pay Back Periode (PBP) Net Benefit Cost ( NetB/C)
= = = =
21,49% (15 years) 283.831 (15 years) 7,23 years 2,04
Average ROI
57,29%
Average ROE
117,01%
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan) 6 Year 6
7 Year 7
8 Year 8
9 Year 9
10 Year 10
11 Year 11
12 Year 12
13 Year 13
14 Year 14
15 Year 15
88.857 19.490 108.347
88.857 19.490 108.347
88.857 19.490 108.347
88.857 19.490 108.347
88.857 19.490 108.347
88.857 19.490 108.347
88.857 19.490 108.347
88.857 19.490 108.347
88.857 19.490 108.347
88.857 19.490 108.347
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
108.347 0,467 50.545 37.759 249.750
108.347 0,424 45.950 83.708 358.097
108.347 0,386 41.772 125.481 466.444
108.347 0,350 37.975 163.456 574.790
108.347 0,319 34.523 197.978 683.137
108.347 0,290 31.384 229.362 791.484
108.347 0,263 28.531 257.894 899.831
108.347 0,239 25.937 283.831 1.008.177
108.347 0,564 61.159 (68.385) 33.057
108.347 0,513 55.599 (12.786) 141.403
70,61%
70,61%
70,61%
70,61%
70,61%
70,61%
70,61%
70,61%
70,61%
70,61%
144,22%
144,22%
144,22%
144,22%
144,22%
144,22%
144,22%
144,22%
144,22%
144,22%
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan) IX. FUND FLOW STATEMENT (x Rp 1000,-) Construction Year Year -1
Year 1
Year 2
Year 3
Year 4
Year 5
CASH INFLOW Sales Revenue
689.556
868.840
1.011.348
1.061.916
1.115.011
62.687
78.985
91.941
96.538
689.556
931.527
1.090.334
1.153.856
1.211.549
781.744
891.046
983.584
1.032.604
1.084.074
-
-
-
-
- Investmen Debt
18.113
18.113
18.113
18.113
18.113
Account Receivable Equity
61.613
Investment Debt
82.331
Working Capital Debt
61.433
Total Cash Inflow
205.377
CASH OUTFLOW Capital Expenditure
117.615
Cash Expenses (excl. interest, depreciation) Account Payable - Working Capital Debt
30.717
30.717
Interest Charge
14.991
8.792
4.604
2.792
981
Taxes
(19.195)
8.549
28.683
31.070
33.549
Inc. Inventory
25.075
6.519
5.182
1.839
1.931
Total Cash Inflow
117.615
851.445
963.736
1.040.166
1.086.418
1.138.648
NET CASH OUTFLOW (x Rp 1000,-)
87.762
(161.889)
(32.209)
50.168
67.439
72.901
-
87.762
(74.127)
(106.337)
(56.169)
11.270
87.762
(74.127)
(106.337)
(56.169)
11.270
84.171
Beginning Cash Balance Ending Cash Balance
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan)
Year 6
Year 7
Year 8
Year 9
Year 10
Year 11
Year 12
Year 13
Year 14
Year 15
1.170.762
1.170.762
1.170.762
1.170.762
1.170.762
1.170.762
1.170.762
1.170.762
1.170.762
1.170.762
101.365
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
1.272.127
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.277.195
1.130.767
1.130.767
1.130.767
1.130.767
1.130.767
1.130.767
1.130.767
1.130.767
1.130.767
1.130.767
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
38.081
2.027
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.170.875
1.168.848
1.168.848
1.168.848
1.168.848
1.168.848
1.168.848
1.168.848
1.168.848
1.168.848
101.251
108.347
108.347
108.347
108.347
108.347
108.347
108.347
108.347
108.347
84.171
185.422
293.769
402.115
510.462
618.809
727.156
835.502
943.849
1.052.196
185.422
293.769
402.115
510.462
618.809
727.156
835.502
943.849
1.052.196
1.160.543
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan) X. BALANCE SHEET Construction Year Year -1
Year 1
Year 2
Year 3
Year 4
Year 5
ASSETS Current Assets - Ending Cash Balance
(74.127)
(106.337)
(56.169)
11.270
84.171
- Account Receivable
62.687
78.985
91.941
96.538
101.365
- Inventory
25.075
31.594
36.776
38.615
40.546
87.762
13.634
4.243
72.548
146.422
226.081
125.848
125.848
125.848
125.848
125.848
125.848
19.490
38.980
58.470
77.960
97.450
125.848
106.358
86.868
67.378
47.888
28.398
213.610
119.993
91.111
139.926
194.311
254.480
Total Current Assets Fixed Investment
87.762
Less Accum Depreciation Net Fixed Assets TOTAL ASSETS (x Rp 1000,-) LIABILITIES AND EQUITY Liabilities - Account Payable - Long Term Loan Balance - Short Term Loan Balance Total Liabilities
-
-
-
-
-
-
90.564
72.451
54.338
36.225
18.113
-
61.433
30.717
151.997
103.168
-
-
-
54.338
(0)
36.225
18.113
-
Equity - Share Capital - Retairned Earnings Total Equity TOTAL LIABILITIES AND EQUITY (x Rp 1000,-)
61.613
61.613
61.613
61.613
61.613
61.613
-
(44.788)
(24.840)
42.088
114.585
192.866
61.613
16.825
36.773
103.701
176.198
254.480
213.610
119.993
91.111
139.926
194.311
254.480
Lampiran 14. Proyeksi biaya produksi, penerimaan dan net income industry CDS (lanjutan)
Year 6
Year 7
Year 8
Year 9
Year 10
Year 11
Year 12
Year 13
Year 14
Year 15
185.422
293.769
402.115
510.462
618.809
727.156
835.502
943.849
1.052.196
1.160.543
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
106.433
42.573
42.573
42.573
42.573
42.573
42.573
42.573
42.573
42.573
42.573
334.428
442.775
551.122
659.468
767.815
876.162
984.509
1.092.855
1.201.202
1.309.549
125.848
125.848
125.848
125.848
125.848
125.848
125.848
125.848
125.848
125.848
116.940
136.430
155.920
175.410
194.900
214.390
233.880
253.370
272.860
292.350
8.908
(10.582)
(30.072)
(49.562)
(69.052)
(88.542)
(108.032)
(127.522)
(147.012)
(166.502)
343.336
432.193
521.050
609.906
698.763
787.620
876.477
965.333
1.054.190
1.143.047
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
61.613
61.613
61.613
61.613
61.613
61.613
61.613
61.613
61.613
61.613
281.723
370.580
459.437
548.293
637.150
726.007
814.864
903.720
992.577
1.081.434
343.336
432.193
521.050
609.906
698.763
787.620
876.477
965.333
1.054.190
1.143.047
343.336
432.193
521.050
609.906
698.763
787.620
876.477
965.333
1.054.190
1.143.047