SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2003 Bandung, 1 – 3 Oktober 2003
Pemakaian 3D Streamline Reservoir Simulation untuk Automatic History Matching Sutopo
Abstract. Dalam tulisan ini akan dipresentasikan pengembangan simulator 3-D duafasa dengan teknik streamline yang dapat diaplikasikan dalam perhitungan skala lapangan dan sistem multi sumur. Simulator streamline dikembangkan dengan menyelesaikan persamaan tekanan dan tracking streamline dari sumur injeksi ke sumur produksi berdasarkan kecepatan Darcy. Kemudian persamaan saturasi 1-D diselesaikan baik secara numerik maupun analitik sepanjang streamline, dan distribusi saturasi sepanjang streamline dipetakan ke dalam grid multi-dimensi. Untuk menangani perubahan mobilitas air-minyak dilakukan penyelesaian persamaan tekanan dan penentuan streamline secara periodik. Pengaruh gravitasi dalam metoda streamline adalah sangat sulit karena gravitasi tidak sejajar dengan arah streamline, untuk itu dilakukan dengan menggunakan teknik operator-splitting. History matching dengan menggunakan streamline simulator berdasarkan data dinamik dari produksi seperti water cut, tekanan sumur, dan laju produksi juga dikembangkan. Pendekatan streamline inverse adalah cara yang sangat effisien dalam melakukan proses history matching. Ide dasar pendekatan ini adalah menghubungkan kurva water cut di sumur produksi dengan streamline. Dengan mengeset permeabilitas efektif sepanjang streamline, breakthrough time setiap streamline akan memberikan data water cut di sumur produksi. Perubahan permeabilitas effektif sepanjang streamline dipetakan ke setiap grid simulasi. Beberapa contoh untuk memperlihatkan effisiensi dan validitas metoda yang dikembangkan.
1. Pendahuluan Dalam studi ini, akan dibahas tentang pengembangan metoda komputasi yang efisien dalam pekerjaan history matching untuk simulasi water flooding. Metoda history matching dengan menggunakan streamline simulator menggunakan sifat-sifat streamline seperti time-of-flight (TOF), yaitu waktu yang diperlukan oleh partikel untuk menempuh jarak dari sumur produksi ke sumur injeksi. Pendekatan ini berdasarkan konsep bahwa hubungan antara sifat-sifat streamline dan data produksi serta sifat-sifat streamline dengan distribusi parameter reservoir. Dengan kata lain, bahwa model reservoir berkaitan dengan data produksi dan streamline. Dalam metoda ini, data produksi seperti laju produksi dan water cut di sumur produksi berkaitan dengan sifat-sifat streamline seperti distribusi TOF. Kemudian breakthrough dari fluida yang mengalir sepanjang streamline berasosiasi dengan permeabilitas efektif streamline. Permeabilitas efektif sepanjang streamline kemudian dirata-ratakan sepanjang streamline. Kemudian modifikasi parameter reservoir dilakukan dalam dua tahap, pertama Key words and phrases. Simulasi, streamline, automatic history matching. c °2003 IATMI
1
2
SUTOPO
tahap sreamline kemudian tahap grid-blok. Modifikasi parameter tahap streamline lebih efisien dibandingkan modifikasi di tahap grid blok. Dengan algoritma ini, modifikasi dapat dilakukan dengan memetakan perubaha-perubahan parameter ke grid blok dengan konsisten. Dengan proses pendekatan ini, proses keseluruhan history matching lebih efisien. 2. Streamline Simulator Finite difference simulator dapat digunakan untuk automatic history matching, tetapi dalam tulisan ini dipakai streamline simulator. Algoritma inversi berdasarkan data yang diperoleh dari streamline dan time of flight. Sehingga gabungan dari kedua metoda ini merupakan metoda yang efisien. Disamping itu, sifat-sifat streamline dan informasi yang diberikan mempunyai keuntungan lebih jika dibandingkan dengan pendekatan finite difference. 2.1. Model Matematika. Steamline simulator diselesaikan berdasarkan, pertama persamaan tekanan kemudian distribusi saturasi [1]. Untuk simulator konvensional finite difference, keuntungan metoda ini dibandingkan full implicit adalah mengurangi numerical diffusion. Pengembangan untuk persamaan tekanan dan saturasi adalah sebagai berikut. Persamaan aliran untuk komponen i dan np dan fasa mengalir didefinisikan [5] sebagai ¾ np ½ X ∂ (φωij ρj Sj ) + ∇ · (ωij ρj uj − φρj Sj Dij ∇ · ωij ) = qs ρj ωij (2.1) ∂t j=1 dimana qs adalah sink/source, Dij component dispersivity, ωij fraksi massa komponen i dalam fasa j, dan uj kecepatan alir fasa yang dinyatakan dengan hukum Darcy Kkrj (2.2) uj = − (∇pj + ρj g∇Z) µj Tekanan fasa adalah pj , Z adalah kedalaman, dan g adalah konstanta gravitasi. Untuk menyederhanakan pers. (2.1), dengan mengasumsikan fluida tidak kompressible dan tidak ada dispersivity, menjadi ¾ np ½ X ∂ (2.3) (φωij Sj ) + ∇ · (ωij uj ) = qs ωij ∂t j=1 P c Kemudian, dengan menjumlahkan semua komponen dan menggunakan ni=1 ωij = 1, maka ∇ · ut = qs
(2.4)
Kecepatan total didefinisikan dengan menjumlahkan semua fasa dari pers. (2.2) adalah (2.5)
ut = −K(λt ∇p + λg ∇Z)
Tekanan capiler diabaikan, sehingga p = pj , λt dan λg dinyatakan dengan (2.6)
λt =
np X krj j=1
µj
,
λg =
np X krj ρj g j=1
µj
Sehingga, kombinasi antara pers. (2.4) dengan (2.5) merupakan persamaan tekanan untuk aliran multi fasa incompressible (2.7)
∇ · K(λt ∇p + λg ∇Z) = −qs
AUTOMATIC HISTORY MATCHING
3
Untuk persamaan saturasi dapat diturunkan dari pers. (2.3), dengan mengasumsi bahwa fasanya adalah tidak tercampurkan, maka ωij = 0, jika i 6= j dan ωij = 1 jika i = j, sehingga ∂Sj + ∇ · uj = qs fjs ∂t Dengan mensubstitusikan pers. (2.2) ke dalam pers. (2.8) dan mengeliminasi ∇p dengan pers. (2.5) menjadi ! Ã np X ∂Sj krj /µj krj /µj krm (ρm − ρj ) = qs fjs (2.9) φ + ∇ · Pnp krm ut + Kg∇Z Pnp krm ∂t µ m=1 µm m=1 µm m=1 m (2.8)
φ
Dengan memakai definisi Buckley-Leverett aliran fraksional krj /µj fj = Pnp krm
(2.10)
m=1 µm
dan gravitasi aliran fraktional (2.11)
np krj /µj X krm G = Kg∇Z Pnp krm (ρm − ρj ) µ m=1 µm m=1 m
maka pers. (2.9) menjadi ∂Sj + ∇ · fj ut + ∇ · G = qs fjs ∂t Karena ∇ · ut = 0 untuk aliran incompressible, maka persamaan saturasi untuk tiap fasanya menjadi (2.12)
φ
(2.13)
φ
∂Sj + ut · ∇fj + ∇ · G = qs fjs ∂t
2.2. Solusi Persamaan Tekanan. Untuk simulator streamline ini, reservoir dibagi menjadi Cartesian grid system, seperti simulator konvensional. Persamaan tekanan, pers. (2.7) diselesaikan dengan metoda finite difference untuk Cartesian grid. Diskretisasi pers. (2.7) untuk 3D dengan menggunakan metoda 7 titik pada lokasi i, j, k adalah
(2.14)
Tz,k−1/2 pi,j,k−1 + Ty,j−1/2 pi,j−1,k + Tx,i−1/2 pi−1,j,k −pi,j,k (Tz,k−1/2 + Ty,j−1/2 + Tx,i−1/2 + Tz,k+1/2 + Ty,j+1/2 + Tx,i+1/2 ) Tz,k+1/2 pi,j,k+1 + Ty,j+1/2 pi,j+1,k + Tx,i+1/2 pi+1,j,k = Gz,k−1/2 Zi,j,k−1 + Gy,j−1/2 Zi,j−1,k + Gx,i−1/2 Zi−1,j,k −Zi,j,k (Gz,k−1/2 + Gy,j−1/2 + Gx,i−1/2 + Gz,k+1/2 + Gy,j+1/2 + Gx,i+1/2 ) Gz,k+1/2 Zi,j,k+1 + Gy,j+1/2 Zi,j+1,k + Gx,i+1/2 Zi+1,j,k − qs,i,j,k
Transmisibiliti antar bock dirata-ratakan secara harmonik sebagai berikut (2.15)
Tz,k+1/2 =
2∆xk ∆yk ∆zk λt,k Kz,k
+
∆zk+1 λt,k+1 Kz,k+1
dimana ∆x, ∆y, ∆z merupakan dimensi grid block, dengan cara yang sama untuk harga Gz,k+1/2 .
4
SUTOPO
Untuk sumur, dapat disepesifikasikan sebagai tekanan atau laju alir tetap. Sumur dimodelkan dengan variable densitas dalam lubang sumur, dapat dirumuskan untuk sumur dengan nl lapisan adalah nl X Tkw (pw (2.16) qs = k − pk ) k=1
pw k
adalah tekanan sumur dan pk adalah tekanan grid block. Transmisibilitas dimana sumur dirumuskan sebagai berikut 2π∆zk (2.17) Tkw = λw ro,k ln( rw,k ) + sk t,k Gabungan pers. (2.14) dan (2.16) merupakan persamaan diskerit yang harus diselesaikan. Dalam bentuk matriks dapat dinyatakan menjadi (2.18)
[T]{P } = {B}
dimana T terdiri sumur dan grid block transmisibilitas, vektor P adalah tekanan yang dicari, serta vektor B adalah transmisibilitas gravitasi dan sink/source. 2.3. Menentukan Kecepatan. Setelah distribusi tekanan diketahui, vektor kecepatan dihitung untuk digunakan tracking streamline. Pers. (2.5) digunakan untuk menghitung kecepatan Darcy antar grid block Tz,k+1/2 Gz,k+1/2 (2.19) ut,k+1/2 = (pk+1 − pk ) + (Zk+1 − Zk ) Ak+1/2 Ak+1/2 dimana Ak+1/2 adalah luas antar grid block. Kemudian untuk menghitung interstitial velocity (vt ), kecepatan Darcy dibagi dengan porositas grid block. 2.4. Tracking Streamline. Tracing streamline dari sumur injeksi ke sumur produksi digunakan cara analitik untuk menentukan streamline dalam grid block seperti yang dikemukakan Pollock [6]. Dengan asumsi bahwa kecepatan adalah linear pada sumbu tertentu dan tetap untuk sumbu lainnya.
Gambar 1. Skematik streamline melalui 2D grid block
AUTOMATIC HISTORY MATCHING
5
Untuk penyederhanaan, pada sistem 2D (lihat Gb. 1), total kecepatan pada sumbu x adalah (2.20)
vx = vx,0 + mx (x − x0 )
dimana mx gradien kecepatan sepanjang grid block, dinyatakan vx,∆x − vx,0 (2.21) mx = ∆x Dengan mengintegrasikan pers. (2.20), didapat · ¸ 1 vx,0 + mx (xe − x0 ) ln (2.22) ∆te,x = mx vx,0 + mx (xi − x0 ) Begitu juga untuk arah y dan z, (2.23)
∆te,y
· ¸ 1 vy,0 + my (ye − y0 ) = ln my vy,0 + my (yi − y0 )
∆te,z
· ¸ vz,0 + mz (ze − z0 ) 1 = ln mz vz,0 + mz (zi − z0 )
dan (2.24)
Streamline akan keluar dari grid block arah tertentu pada waktu ∆te paling kecil. Dengan diketahui ∆te maka lokasi keluarnya streamline dari grid block dapat ditentukan 1 (2.25) xe = (vx,i exp[mx ∆te ] − vx,0 ) mx 1 ye = (2.26) (vy,i exp[my ∆te ] − vy,0 ) my 1 (2.27) ze = (vz,i exp[mz ∆te ] − vz,0 ) mz Gambar 2 memperlihatkan contoh hasil tracking streamline untuk sistem dua sumur injeksi dan dua sumur produksi.
Y
X
Producer Z
Producer
Injector 0
1000
100
Z
800
200 1000
600 750
400
Y
500
X
200 250
Injector 0
0
Gambar 2. Hasil tracking streamline 3D grid block
6
SUTOPO
2.5. Time of Flight. TOF (τ ) adalah waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak s sepanjang streamline [2], dapat dinyatakan Z s φ(ζ) (2.28) τ (s) = 0 |ut (ζ)| Dengan mengintegralkan dan dievaluasi secara analitik, maka (2.29)
τ (s) =
nX block
∆te,i
i=1
2.6. Pemetaan Saturasi. Dalam simulator finite difference, pers. (2.13) diselesaikan dalam bentuk 3D, sedangkan dalam metoda streamline pers. (2.13) dipecah menjadi banyak persamaan dalam bentuk 1D yang akan diselesaikan sepanjang streamline. Menyelesaikan banyak persamaan 1D sepanjang streamline lebih cepat dibandingkan menyelesaikan 3D. Streamline diluncurkan dari grid block yang mempunyai sumur injeksi. TOF dihitung dengan pers. (2.29). Informasi τ dipakai untuk melakukan transformasi pers. (2.13) dalam bentuk 1D. Pers. (2.28) dapat ditulis kembali menjadi ∂τ φ = ∂s |ut |
(2.30) atau
∂ ∂ ≡ ut · ∇ = φ ∂s ∂τ Substitusi pers. (2.31) ke pers. (2.13) menjadi (2.31)
(2.32)
|ut |
∂Sj ∂fj 1 qs fjs + + ∇·G= ∂t ∂τ φ φ
Pers. (2.32) adalah persamaan 1D yang ditransformasikan ke dalam koordinat streamline. Untuk memperhitungkan akibat gravitasi, pers. (2.32) diselesaikan menjadi dua tahap. Tahap pertama menyelesaikan pers. (2.32) adalah dengan mengasumsikan g = 0, sehingga ∂Sj ∂fj + =0 ∂t ∂τ Untuk mapping solusi analitik pers. (2.33), dapat diskalakan dengan xD /tD streamtube [4]. Dengan asumsi q adalah konstan, maka Rs Z Z A(ζ)φ(ζ)dζ xD 1 s A(ζ)φ(ζ)dζ 1 s dζ τ (s) 0 (2.34) = = = = tD qt t 0 v(ζ)A(ζ)φ(ζ) t 0 v(ζ) t (2.33)
Dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi xD /tD dapat diketahui posisinya di sepanjang streamline dengan mengetahui harga τ /t. xD /tD dan τ /t adalah kecepatan tanpa dimensi, sehingga mapping saturasi dapat dilakukan dengan menggunakan profile saturasi Buckley-Leverett (lihat Gambar 3). Tahap kedua adalah bagian gravitasi (2.35)
1 ∂Sj + ∇·G=0 ∂t φ
AUTOMATIC HISTORY MATCHING
Gambar 3. Pemetaan berdasarkan TOF
saturasi
dengan
grafik
7
Buckley-Leverett
yang akan diselesaikan sepanjang garis gravitasi. Untuk Cartesian grid, sehingga hanya sumbu z saja yang berpengaruh. Maka pers. (2.35) menjadi ∂Sj 1 ∂G (2.36) + =0 ∂t φ ∂z 3. History Matching dengan Streamline Metoda ini inverse dikembangkan oleh Wang [7], berdasarkan: 1) mendifinisikan fungsi objektif; 2) membuat model matematika (sistem inverse) yang dapat diselesaikan untuk meminimasikan fungsi objektif. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan inverse ini adalah permeabilitas batuan adalah isotropik dan fluidanya adalah tidak termampatkan. Gravitasi dan tekanan kaliper diabaikan, tidak ada perubahan konfigurasi sumur, tidak ada infill sumur. Disamping itu data permeabilitas relatif diketahui. 3.1. Definisi Kesalahan Streamline. Data produksi yang akan di selaraskan biasanya tekanan dan fraksi laju produksi fluida yang diinjeksikan. Sehingga error keseluruhan terdiri dari tiga bagian, seperti berikut: (3.1)
E = wf Ef + wp Ep + wq Eq
dimana Ef , Ep , dan Eq adalah error dalam fraksi aliran fluida injeksi, tekanan dan laju alir di sumur produksi. Notasi wf , wp , dan wq adalah variable yang berhubungan dengan perata-rataan. Error E di pers. (3.1) adalah fungsi objektif yang harus diminimasikan. Error ini dihitung kesemua sumur. Untuk perhitungan modifikasi permeabilitas, dilakukan pemisahan untuk penyelarasan laju produksi dan tekanan dari penyelarasan water cut. Pemecahan ini berdasarkan pada observasi bahwa data water cut mempengaruhi variasi distribusi permeabilitas efektif streamline, sedangkan penurunan tekanan dan laju produksi mempengaruhi rata-rata pemeabilitas streamline. Oleh karena itu penurunan model matematikanya dapat dibagi menjadi dua sub sistem yang dapat dipecahkan dengan berturutan. Dibandingkan dengan laju produksi/tekanan, water cut lebih sulit dilakukan penyelarasan, dan yang lebih penting adalah merupakan indikator dari keheterogenitas dari distribusi permeabilitas. TOF dari streamline juga disebut dengan streamline breakthrough time. Setiap streamline memberikan fraksi yang sama dari total laju alir, sehingga dalam pendesakan multifasa, breakthrough setiap streamline memberikan kontribusi harga tertentu
8
SUTOPO
terhadap water cut di sumur produksi. Sehingga dengan pengurutan berdasarkan breakthrough time, dapat dibuat kurva water cut. Kemudian derajat ketidak selarasan dari kurva water cut dihitung sebagai error di streamline TOF/breakthrough time yang dinyatakan: N 1 X 2 2 2 (3.2) Ef = Eτ = E N i=1 τ i dimana N adalah jumlah streamline yang tersambung ke sumur produksi. Eτ i menyatakan TOF error dari streamline ke i yang dinyatakan (3.3)
C R Eτ i = τDi − τDi
C R dimana τDi dan τDi adalah TOF tanpa dimensi dari ke i streamline dari hasil perhitungan dan referensi.
3.2. Metoda Inversi. Modifikasi permeabilitas dari streamline ke i tidak hanya memberikan pengaruh TOF terhadap streamline ke i, tetapi juga ke yang lain. Sistem persamaan dapat diselesaikan dengan meminimalkan error TOF, yang di formulasikan a11 a12 a13 · · · a1N ∆k1 Eτ 1 a21 a22 a23 · · · a2N ∆k2 Eτ 2 a a a · · · a ∆k Eτ 3 31 32 33 3N 3 (3.4) = − . . . .. .. .. ... .. .. . . . .. aN 1 aN 2 aN 3 · · · aN N ∆kN Eτ N dimana Eτ i didefinisikan pada pers. (3.3), ∆kj adalah modifikasi permeabilitas efektif sepanjang streamline ke j, dan aij sensitivitas TOF dari streamline ke i terhadap permeabilitas efektif ke j streamline yang dinyatakan ∂τDi (3.5) aij = ∂kj dimana τDi adalah TOF streamline ke i tanpa dimensi, kj permeabilitas efektif sepanjang streamline j. Breakthrough time untuk streamline i dihitung dengan PN ¯ ¯ (AφL)k xDki (3.6) τDi = k=1 PN ¯ ¯ k=1 (AφL)k dimana L panjang streamline, xDki fraksi pore volume penyapuan streamline k ketika streamline i breakthrough. Hal ini sebanding dengan posisi front sepanjang streamline k ketika streamline i breakthrough [3]. φ¯k dan A¯k menyatakan rata-rata porositas dan luas penampang streamline k yang dinyatakan Z 1 ¯ (3.7) A= A(xD ) dxD 0 Z 1 (3.8) φ¯ = φ(xD ) dxD 0
Kemudian, perbandingan volume pori dari adalah ekivalen terhadap perbandingan TOF streamline, ¯ k (A¯φL) = (3.9) VDk = PN ¯¯ i=1 (AφL)i
streamline k dengan total volume pori, streamline k dengan total TOF semua VP k τk = PN VP T i=1 τi
AUTOMATIC HISTORY MATCHING
9
dimana D menyatakan variable tanpa dimensi, VP k volume pori streamline k, dan VP T total volume pori. Kemudian berdasarkan definisi τDi , variable VDk dan τDi dapat dinyatakan τk = N VDk (3.10) τDk = 1 PN i=1 τi N Sehingga pers. (3.6) dapat ditulis (3.11)
τDi =
N X k=1
VDk xDki
N 1 X = τDk xDki N k=1
Kemudian dengan menggunakan chain rule, pers. (3.5) dapat dinyatakan (3.12)
N N ∂τDi 1 X ∂τDi ∂xDki 1 X ∂xDki = = τDk ∂kj N k=1 ∂xDki ∂kj N k=1 ∂kj
Ketika streamline i breakthrough, posisi front streamline k dapat dihitung dengan (3.13)
xDki = cik
kk ki
dimana cik menyatakan konstanta yang berhubungan dengan panjang streamline i dan k. cik dihitung dari geometri streamline. Turunan xDk terhadap permeabilitas efektif streamline kj dihitung dengan: cik kk − 2 = − xDki , if i = j 6= k ∂xDki cij ki xDji ki (3.14) = = kj , if i 6= j = k ki ∂kj 0, otherwise Dengan menstutitubsi pers. (3.14) ke pers. (3.12) menjadi ( P N − N1kj N ∂τDi 1 X ∂xDki k=1,k6=i τDk xDki = (3.15) = τDk = τDj xDji ∂kj N k=1 ∂kj N kj
(N −1)τDi N ki
if i = j if i = 6 j
3.3. Pemetaan Permeabilitas Streamline. Modifikasi permeabilitas streamline dihitung berdasarkan harga relatif, dimana perubahan permeabilitas efektif streamline dinyatakan dengan fraksi harga permeabilitas awal. Disini dilakukan perhitungan permeabilitas efektif streamline dua tahap, pertama untuk matching water cut dan yang kedua matching laju produksi/tekanan. Modifikasi permeabilitas efektif streamline yang diperlukan untuk matching water cut dan laju produksi/tekanan dirata-ratakan berdasarkan dua modifikasi tersebut. Permeabilitas efektif streamline dirata-ratakan harmonik berdasarkan TOF - permeability sepanjang streamline: τi (3.16) kSLi = Pnb j=1 τij /kj dimana kSLi dan τi adalah permeabilitas efektif dan TOF streamline i, τij adalah TOF streamline i yang melewati grid blok j, dan nb adalah jumlah grid block yang dilewati streamline.
10
SUTOPO
Sensivitas permeabilitas efektif streamline i terhadap permeabilitas grid block j yang diturunkan dari pers. (3.16) sehingga dihasilkan sebagai berikut (3.17)
sij =
2 τij kSLi ∂kSLi τi τij = ³P ´2 2 = ∂kj kj τi kj2 nb τ /k ij j j=1
Pemberatan berdasarkan jarak streamline melewati grid block, yang dinyatakan dalam bentuk TOF sebagai berikut: τij (3.18) wij = τj dimana τj adalah (3.19)
τj =
N X
τij
i=1
dimana N adalah jumlah streamline. Sehingga sensitivitas-pemberatan adalah (3.20)
Sij = wij sij
3.4. Algoritma Metoda History Matching. Proses yang dilakukan dalam modifikasi permeabilitas adalah dengan iterasi, karena asumsi pendekatan yang dilakukan. Prosedur history matching ini terdiri forward simulasi untuk mengecek kesalahan dan proses inversi untuk menghitung modifikasi permeabilitas. Untuk forward simulasi dipilih simulator streamline [1], karena effisien. Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut: (1) Hitung kecepatan dengan menggunakan tekanan yang dihitung dari reservoir simulator. Kemudian lakukan perhitungan geometri streamline dengan menggunakan algoritma particle tracking [6]. (2) Hitung perbedaan water cut, laju alir dan tekanan antara simulasi dan referensi. (3) Dengan menggunakan pers. (3.4) hitung modifikasi permeabilitas efektif streamline untuk menyelaraskan water-cut, dan laju produksi/tekanan. Kemudian hitung perubahan permeabilitas efektif berdasarkan gabungan penyetaraan sensitivitas dan pemberatan. (4) Hitung update efektif permeabilitas streamline dengan streamline permeabilitas efektif dan TOF rata-rata harmonic pers. (3.16). (5) Kalikan permeabilitas grid block dengan faktor yang diperoleh dari streamline yang dimodifikasi. Jika grid block dimodifikasi dengan banyak streamline, hitung faktor pengali dengan rata-rata geometri terhadap semua streamline yang melewati grid block. 4. Contoh Perhitungan Dalam contoh perhitungan ini akan ditampilkan perhitungan pertama hasil streamline simulator untuk 3D dan yang kedua adalah hasil perhitungan untuk history matching. 4.1. 3D Streamline Simulator. Contoh ini ditampilkan untuk memperlihatkan kegunaan simulator untuk melakukan simulasi pendesakan minyak oleh air. Dimensi reservoir adalah 1000×1000×200 cuft, dengan grid block 20×20×2. Permeabilitas Kx = Ky = Kz = 50 mD, porositas φ = 0.3, viskositas minyak µo = 0.91 cp, dan viskositas air µw = 0.31, densitas minyak dan air masing-masing ρo = 46.2 lb/cuft, ρw = 62.2. Sumur produksi dengan tekanan dasar sumur 2000 psi, posisi sumur terdapat pada grid (20, 20, 1), sedangkan sumur injeksi #1 pada (1, 1, 1)–(1, 1, 2), laju produksi 2000 stb/day,
AUTOMATIC HISTORY MATCHING
11
sumur injeksi #2 pada (20, 1, 1) dengan laju produksi 500 stb/day. Injeksi dilakukan pada sumur injeksi #1 dari permulaan, dan sumur injeksi #2 dari t = 1000 − 2000 hari. Gambar 4 memperlihatkan hasil distribusi saturasi air untuk t = 500, 1000, 1500, 2000 hari. Dengan simulator streamline kita dapat melakukan simulasi dengan effisien dan cepat.
(a) 500 hari
(b) 1000 hari
(c) 1500 hari
(d) 2000 hari
Gambar 4. Distribusi saturasi air 4.2. History Matching. 4.2.1. Large scale trend. Dalam kasus ini, memperlihatkan trend permeabilitas yang besar diantara sumur injeksi dan produksi, baik yang searah (on-treand) dan tegak lurus (off-trend). Kedua kasus ini digunakan perbandingan mobilitas M = 1, laju produksi dan injeksi kontant, serta tebakan awal permeabilitas adalah seragam. Permeabilitas relatif adalah (4.1)
krw = Sw ,
kro = 1 − Sw ,
µw /µo = 1
Untuk kasus on-trend, permeabilitas reference memperlihatkan permeabilitas besar searah dengan sumur injeksi-produksi diperlihatkan pada Gambar 5(a). Perhitungan dimulai dengan permeabilitas seragam 50 mD (Gambar 5(b)), dengan iterasi 5 kali diperlukan untuk menyelaraskan kurva water cut. Tiap iterasi meliputi simulasi, menghitung error dan modifikasi permeabilitas grid block. Hasil perhitungan matching permeabilitas diperlihatkan pada Gambar 5(c). Distribusi permebilitas yang dihasilkan lebih menyebar, tetapi trend distribusi permeabilitas dapat digambarkan ulang. Gambar 7(a) dan
12
SUTOPO
(a) Referensi
(b) Input awal
(c) Hasil
Gambar 5. Hasil perbandingan permeabilitas untuk kasus on-trend
(a) Referensi
(b) Input awal
(c) Hasil
Gambar 6. Hasil perbandingan permeabilitas untuk kasus off-trend
(a) On-trend
(b) off-trend
Gambar 7. Hasil matching kurva water cut 8(a) memperlihatkan hasil matching water cut dan normalisasi error untuk water cut dan laju produksi/tekanan. Setelah 5 kali iterasi, match dengan bagus. Untuk kasus trend permeabilitas tidak sejajar dengan sumur produksi-injeksi (offtrend), referensi permeabilitas diperlihatkan Gambar 6(a). Dengan prosedur yang sama seperti kasus on-trend, dengan iterasi 5 kali dihasilkan matching water cut dan laju produksi/tekanan cukup bagus (Gambar 7(b) dan 8(b)). Tetapi hasil matching permeabilitas tidak bisa digambarkan ulang (Gambar 6(c)). Dibandingkan dengan data referensi, hasil perhitungan penyebaran permeabilitas rendah lebih luas dan mendekati trend sumur prodiksi-injeksi. 4.2.2. Pengaruh Permeabilitas Awal. Dalam perhitungan ini dipakai permeabilitas tidak seragam. Konfigurasi sumur dan sifat fluida sama seperti perhitungan diatas.
AUTOMATIC HISTORY MATCHING
(a) On-trend
13
(b) off-trend
Gambar 8. Penurunan error fungsi dari iterasi
(a) Referensi
(b) Input awal
(c) Hasil
Gambar 9. Hasil perbandingan permeabilitas untuk kasus permeabilitas awal heterogen Permeabilitas referensi diperlihatkan pada Gambar 9(a). Hasil perhitungan dengan permeabilitas awal (9(b)) diperlihatkan pada Gambar 9(c). Hasil ditribusi permeabilitas matching dapat menggambarkan ulang data permeabilitas referensi. Sedang hasil permeabilitas matching dengan permeabilitas awal yang seragam diperlihatkan pada Gambar 10(c), dan hasilnya tidak bisa menggambarkan ulang distribusi permeabilitas referensi. Dengan permeabilitas awal yang heterogen, hasil kurva water cut (Gambar 11) dan perhitungan error (Gambar 12) didapatkan lebih bagus. 5. Kesimpulan Dalam pendekatan ini adalah hubungan antara kurva water cut dengan TOF atau waktu breakthrough dari streamline. Modifikasi permeabilitas efektif streamline adalah berhubungan langsung dengan kesalahan pada kurva water cut – laju produksi – tekanan. Simulasi dengan streamline adalah cepat dengan proses komputasi yang efisien. Matching dengan permeabilitas awal yang tidak seragam memberikan hasil matching yang lebih bagus dibanding dengan permeabilitas awal seragam. Metoda ini perlu digabungkan dengan teknik geostatistik untuk memberikan hasil model geologi dan produksi yang lebih baik.
14
SUTOPO
(a) Referensi
(b) Input awal
(c) Hasil
Gambar 10. Hasil perbandingan permeabilitas untuk kasus permeabilitas awal seragam
(a) K awal heterogen
(b) K awal homogen
Gambar 11. Hasil matching kurva water cut
(a) K awal heterogen
(b) K awal homogen
Gambar 12. Penurunan error fungsi dari iterasi References 1. R. P. Batycky, A three-dimensional two-phase field scale streamline simulator, Ph.D. thesis, Stanford University, 1997. 2. A. Datta-Gupta and M. J. King, A semianalytic approach to tracer flow modeling in heterogeneous permeable media, Advances in Water Resources 18 (1995), 9–24.
AUTOMATIC HISTORY MATCHING
15
3. T. A. Hewett and T. Yamada, Theory for the semi-analytical calculation of oil recovery and effective relative permeability using streamtubes, Adv. Water Res. 20 (1997), 279–292. 4. R. V. Higgins and A. J. Leighton, Computer prediction of water drive of oil and gas mixtures through irregularly bounded pororus media – three-phase flow, Journal of Petroleum Technology 14 (1962), 1048–1054. 5. W. L. Lake, Enhanced oil recovery, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1989. 6. D. W. Pollock, Semianalytical computation of path lines for finite-difference models, Ground Water 26 (1988), 743–750. 7. Y. Wang, Streamline approaches for integrating production history with geologic information in reservoir models, Ph.D. thesis, Stanford University, 2002. Departmen T. Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132. E-mail address:
[email protected]