Pelaksanaan Ujian Masuk Jalur Mandiri UNAIR Lancar dan Aman UNAIR NEWS – Pelaksanaan ujian masuk Universitas Airlangga (UNAIR) melalui Jalur Mandiri pada hari Minggu (24/7) kemarin berjalan lancar dan tidak ada kendala apapun. Test tertulis jalur mandiri UNAIR ini diikuti oleh 10.941 peserta. Rinciannya 5.443 peserta pendaftar di program studi jurusan IPA, sedangkan 5.498 pendaftar untuk prodi jurusan IPS. Materi yang diujikan juga relatif sama dengan tes SBM-PTN (Seleksi Bersama Masuk PTN), yaitu potensi akademik dan prestasi akademik. Karena banyaknya peserta maka hingga harus diselenggarakan di berbagai tempat. Selain menyita ruang-ruang kelas dan aula di kampus A, B dan C UNAIR, juga meluber keluar kampus. Misalnya di kampus Institut Teknologi Adi Tama Surabaya (ITATS), serta sejumlah sekolah menengah atas di Surabaya, diantaranya SMA Negeri VI Jl. Pemuda Kota Surabaya. Diantara kendala ringan yang dijumpai, antaralain akses jalan yang menuju ke lokasi tes terjadi hambatan, yaitu padat merayap. Namun tidak sampai terjadi kemacetan. Diperkirakan karena hambatan di perjalanan itu hingga beberapa peserta menjadi terlambat masuk ke ruang ujian. Bahkan ada peserta yang bingung dan belum menemukan tempat dimana ia akan mengerjakan soal-soal tes, karena peserta ini mengaku belum melihat lokasi tesnya. “Bersyukur anak kami masih di sekitar kampus B ini,” kata ayah peserta tes asal Pasuruan itu. Laporan yang masuk ke Pusat Penerimaan Mahasiswa Baru (PPMB) UNAIR dari sejumlah kepala ruangan penyelenggara tes, dikabarkan bahwa penyelenggaraan ujian tulis jalur mandiri UNAIR ini tidak ditemukan kendala berarti. Bahkan juga tidak
dijumpai adanya praktik kotor perjokian. Diperkirakan ini juga akibat suksesnya dari pengacakan signal seluler yang dilakukan panitia. ”Persaingan untuk bisa lolos test di jalur ini memang sangat ketat, tetapi perlu disyukuri bahwa pelaksanaan ujian tertulis kemarin berjalan lancar dan aman,” kata Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) UNAIR Drs. Suko Widodo, M.Si. Seperti diketahui, kebijaksanaan Universitas Airlangga tahun akademik 2016-2017 ini menerima mahasiswa baru 5.205 untuk program jenjang S-1. Sedangkan komposisinya, dari jalur SNMPTN menerima sebesar 40% dari kuota penerimaan, jalur SBM-PTN menerima 30%, dan dari jalur Mandiri menerima 30% dari kuota penerimaan. Ini belum termasuk penerimaan jenjang vokasi (Diploma). “Jadi dari 10.941 peserta tes jalur mandiri ini akan diterima sebanyak 1.870 peserta atau mencapai 17% dari total peserta tes,” demikian penjelasan Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh Nasih, SE., MT., Ak., MCA., seperti dikutip media massa. Dalam pelaksanaan ujian masuk jalur mandiri ini UNAIR kemarin sudah bekerjasama dengan beberapa pihak, misalnya dengan kepolisian untuk memberikan pengamanan kepada peserta dan atau keluarga yang mengantarnya. Selain itu juga pengaturan lalulintas, khususnya pada titik-titik yang rawan macet. (*) Penulis: Bambang Bes
FKG
Bertisipasi
dalam
Peringatan Hari Anak Nasional UNAIR NEWS – 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional di Indonesia. Sejumlah acara dilaksanakan di seluruh nusantara. Tak mau ketinggalan, Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak (IKGA) FKG UNAIR bekerjasama dengan Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia (IDGAI) melaksanakan bakti sosial. Bertempat di Gran City Mall Surabaya, Departemen IKGA FKG UNAIR berpartisipasi dalam acara “Kampung Anak Negeri 2016”. Dalam acara yang mengusung tema “Anak Indonesia, cerdas dan Peduli” ini, tim IKGA yang terdiri dari staff pengajar dan mahasiswa Program Spesialis Kedokteran Gigi Anak melaksanakan bakti sosial berupa penyuluhan dan pemeriksaan gigi pada ratusan anak yang hadir. Kegiatan promotif kesehatan gigi anak juga dilakukan oleh Ikatan Dokter Gigi Anak (IDGAI) Pengurus Daerah DKI Jakarta yang puncaknya peringatan dilakukan di Balai Kota DKI Jakarta. Dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, hari anak nasional dirayakan dalam bentuk pemecahan rekor MURI, berupa pemeriksaan dan pelatihan menyikat gigi dengan disclosing agent terbanyak di Indonesia. Kehadiran Gubernur yang akrab dipanggil Ahok tersebut memberikan dukungan yang signifikan terhadap upaya peningkatan kesehatan gigi anak.
Salah satu stand Bertempat di Gran City Mall Surabaya, Departemen IKGA FKG UNAIR berpartisipasi dalam acara “Kampung Anak Negeri 2016” (Foto: Humas FKG) Ketua pengurus pusat IDGAI yang sekaligus Kepala Departemen IKGA FKG UNAIR, Udijanto Tedjosasongko, Ph.D, Sp.KGA(K), ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dan menjelaskan bahwa keseluruhan program ini adalah dalam rangka menyongsong “Indonesia Bebas Karies tahun 2030”. Kegiatan nasional yang dilaksanakan oleh IDGAI PengDa DKI Jakarta tersebut menjadi penyemangat dan pemicu kegiatan senada di seluruh Indonesia. “Serangkaian acara ke depan sudah dipersiapkan, di antaranya pemeriksaan dan perawatan pencegahan gigi pada ribuan anak di Banyuwangi pada bulan Oktober mendatang” . (*) Penulis: HumasFKG Editor: Rio F. Rachman
Menjadi Teman Hidup sekaligus Partner di Meja Operasi UNAIR NEWS – Berjodoh dengan rekan seprofesi? Mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya dalam benak pasangan Dini Heryani, dr., Sp.BS dan Taufiq Fatchur Rochman, dr., Sp.BS. Gara-gara terjebak cinta lokasi, dinamika kehidupan dua sejoli ini menjadi lebih berwarna. Salah satunya, adalah upaya menjaga profesionalisme. Keduanya adalah lulusan berprestasi pada prodi spesialis satu Ilmu Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga. Pasangan yang menikah pada 10 Juni 2011 ini juga baru dilantik menjadi dokter spesialis bedah saraf pada pelantikan dokter spesialis di Aula FK UNAIR, Rabu (20/7). Dini meraih juara II oral presentation pada acara PIT PERSPEBSI (Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia) tahun 2014 di Palembang. Sementara, Taufiq meraih juara best poster pada acara Asian Congress of Neurological Surgeons (ACNS) di FK UNAIR pada Maret 2016 lalu. Pencapaian ini tentu tidak mudah. Mengingat keduanya adalah rekan seprofesi dan sama-sama mencintai bidang ilmu bedah saraf yang dikenal sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran yang rumit. Pertemuan keduanya berawal sejak sama-sama mengikuti kegiatan mata kuliah dasar umum FK UNAIR tahun 2011. Seiring waktu berjalan, kedekatan emosional keduanya tumbuh karena sering berinteraksi dalam menyelesaikan tugas perkuliahan. Pada akhirnya, mereka memutuskan menikah setelah enam bulan berkenalan. “Saat itu ndak kepengin menunda-nunda karena takut nanti berubah pikiran. Apalagi setelah ini kegiatan perkuliahan kami cukup padat,” ungkap Taufiq.
Kedua sejoli ini menyadari konsekuensi pasca pernikahan. Mengatur ritme keseharian sebagai residen bedah saraf tentu bukan perkara mudah. Mengingat karakter pekerjaan yang cukup dinamis, dan menyita banyak waktu. “Belum lagi kalau ketemu jadwal operasi yang panjang dan melelahkan, seperti operasi tumor atau vaskuler yang bisa memakan waktu sampai 15 jam di ruang operasi,” ungkap Dini. Awalnya, keputusan keduanya untuk menikah sempat mendapat respon kurang baik dari orang sekitar. Tak jarang pula yang meragukan keberlangsungan hubungan seprofesi ini. ”Teman-teman sempat merasa skeptis. Nanti gimana keluarganya kalau duaduanya sama-sama sibuk begitu. Namun terlepas dari itu kami mantapkan hati, bismillah saja, dinikmati, dijalani. Alhamdulillah sampai sekarang fine-fine aja,” ungkap Dini. Dinamika rumah tangga memang tak selalu mulus. Keduanya pun mengakui kehidupan awal pernikahan tak mudah dijalani. Selain sebagaimana umumnya pasutri yang saling mempelajari karakter personal masing-masing, mereka juga harus menyesuaikan jadwal pekerjaan mereka. “Pernah juga beberapa kali dipertemukan pada jadwal operasi yang sama. Kalau sudah begini seringkali orang tua atau mertua ikut bantu temani anak kami di rumah,” ungkap perempuan lulusan program studi S-1 Pendidikan Dokter di FK Universitas Mulawarman itu. Bahkan, dalam beberapa kesempatan keduanya seringkali berdiskusi ‘sengit’ seputar pekerjaan. Malah tak jarang diskusi pun terbawa sampai ke rumah. “Awal-awal suka begitu. Kalau ada masalah di tempat kerjaan dan harus didiskusikan seringkali lanjut sampai di rumah. Tapi lama-lama kami menyadari bahwa hal itu tidak baik. Urusan pekerjaan harus selesai di tempat kerja. Dan ketika sudah di rumah, perhatian tercurahkan untuk keluarga,” ungkap Taufiq menimpali. Yang tak kalah penting lagi menurut Dini adalah komitmen untuk
saling jujur dan tidak menunda-nunda atau menyembunyikan permasalahan. “Ketika ada masalah, kami berusaha agar tidak sampai berlarut-larut. Harus segera terselesaikan tidak lebih dari sehari. Ini penting bagi kami untuk menjaga mood,” ungkap perempuan kelahiran Tarakan, 28 Oktober 1982 itu. Meskipun keduanya sama-sama mencintai bidang pekerjaan yang sama, keluarga tetaplah prioritas. Keduanya tetap membagi waktu bersama putri kecilnya yang bernama Andita Syifa Rahima. Selain bersama anak semata wayangnya, Dini dan Taufiq juga memiliki waktu berdua. “Kalau lagi luang, kita suka nonton film action, atau mancing biasanya,” jawab Dini. “Kalau istri paling demen basket, atau kalau nggak, cukup istirahat aja di rumah. Capek,” ujar suami menimpali sambil berkelakar. ‘Karakter’ dokter bedah Sebagai perempuan, mengemban profesi sebagai dokter bedah saraf bukan hal mudah, bahkan profesi satu ini belum banyak dilirik kaum perempuan. Dalam praktiknya, ketika sudah menghadapi pasien di meja operasi, profesionalitas tidak saja menuntut penguasaan teknik operasi tapi juga kesiapan fisik yang senantiasa prima. Mengingat seringkali yang dihadapi adalah kasus rumit dan butuh konsentrasi tinggi. “Sementara kondisi fisik wanita dan pria saja sudah berbeda, ini yang seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Karena saya menyukai hal-hal yang mendetil, maka saya bisa menikmati pekerjaan ini,” ungkap Dini. Bagi Taufiq, setiap bidang pekerjaan apapun punya risiko masing-masing. Tinggal bagaimana cara mengelola hati dan pola komunikasi dengan pasangan. Yang pasti, inilah salah satu alasan mengapa pria kelahiran Surabaya, 5 Desember 1983 itu mengagumi sosok istrinya. Karakter dokter bedah yang menuntut keberanian, ketekunan termasuk hal-hal yang serba pasti, pada akhirnya mempengaruhi perspektifnya dalam menilai sosok istri sebagai perempuan tangguh.
Di ujung obrolan ringan, keduanya mengungkapkan akan berencana kembali ke Samarinda tempat asal sang istri yang kini tengah hamil 3 bulan. Kisah cinta lokasi dengan teman seangkatan sekaligus selinier dengan profesi seperti yang dialami Taufiq dan Dini bisa terbilang cukup unik. Tak jarang kemudian kisah mereka menginspirasi sejumlah pasangan dari kalangan sejawat sendiri. “Yang mulanya skeptis melihat hubungan kami, sekarang sudah berpandangan berbeda. Jauh lebih bisa menerima. Semua kembali ke niat aja,” pungkas Dini. (*) Penulis: Sefya Hayu I. Editor: Defrina Sukma S.
Transfer of Knowledge di FKG dari Profesor Bedah Mulut Jepang UNAIR NEWS – Untuk kesekian kalinya, Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) melaksanakan program Visting Professor. Sejak tanggal 15 hingga 22 Juli, Prof. Norifumi Nakamura, DDS Ph.D mengunjungi Universitas Airlangga untuk terjun langsung dalam tri darma perguruan tinggi. Dalam kunjungannya, Professor ilmu bedah mulut ini memberikan kuliah tamu mulai dari jenjang S1, S2 hingga S3. Selain itu, Nishimura yang fasih berbahasa Indonesia juga memberikan pembimbingan langsung dan konsultasi penelitian pada mahasiswa program S2 dan S3. Tidak hanya itu, penyuka masakan Indonesia ini juga terlibat langsung dalam bakti sosial operasi bibir sumbing bersama tim bedah mulut FKG UNAIR di Kupang, Nusa
Tenggara Timur. Pada kesempatan itu, dia melakukan transfer of knowledge dan berbagi pengalaman dengan seluruh tim. Dalam wawancara, Nishimura mengungkapkan, kemampuan berpikir mahasiswa dan dokter gigi Indonesia dapat disejajarkan dengan mahasiswa dan dokter gigi di Jepang. Secara mendalam dia menyarankan agar Indonesia lebih memiliki data kasus atau penelitian yang tersimpan lebih baik. Sehingga, transfer of knowledge dari generasi ke generasi selanjutnya dapat dijalankan dengan baik. Pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia pun dapat berjalan lebih baik lagi. (*) Penulis: Humas FKG Editor: Rio F. Rachman