perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANGUNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN)
Penulisan Hukum ( Skripsi ) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universutas Sebelas Maret
Oleh Henggar Tuti Kusumawardani NIM. E1107031
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN)
Oleh Henggar Tuti Kusumawardani NIM. E1107031
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Maret 2011 Pembimbing I
Pembimbing II
Rofikah, SH. M.H
Subekti, SH. M.H
NIP. 19551212 198303 2001
NIP. 19641022 198903 2002
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN) Oleh Henggar Tuti Kusumawardani NIM. E1107031 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Jum’at
Tanggal
: 29 Juli 2011
DEWAN PENGUJI
1 Rehnalemken Ginting, S.H., M.H: …………………………………………. Ketua 2 Subekti, S.H., M.H:…………………………………………………………. Sekretaris 3 Rofikah, S.H.,M.H…………………………………………………………... Anggota Mengetahui Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum NIP. 195702031985032001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Henggar Tuti Kusumawardani
NIM
: E1107031
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANGUNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (Skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011 Yang membuat pernyataan
Henggar Tuti Kusumawardani NIM. E1107031
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Henggar Tuti Kusumawardani, E 1107031. 2011. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN Jenis penelitian yang digunakan oleh Penulis di dalam Penulisan Hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum sekunder dengan teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu berupa pengumpulan bahan hukum sekunder yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti dan digolongkan sesuai dengan katalogisasi, setelah semua data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis bahan hukum yang bersifat kualitatif. Penelitian Hukum ini bertujuan untuk mengkaji mengenai implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi dalam penegakan tindak pidana korupsi. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, maka penulis menyimpulkan bahwa Terdakwa AA Kuncoro Bin Soepar selaku Kepala Desa Wonoasri yang didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atas kasus program Prona di Desa Wonoasri Kabupaten Madiun, telah terbukti bersalah dan diputus hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun melanggar Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) subsidair 3 (tiga bulan kurungan). Kata kunci : korupsi, penegakan tindak pidana korupsi, undang-undang tindak pidana korupsi
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Henggar Tuti Kusumawardani. E1107031.2011.Faculty of Law of Surakarta Sebelas Maret University. THE IMPLEMENTATION OF ARTICLE 12 LETTER E AND ARTICLE 5 CLAUSE (2) OF ACT NUMBER 31 OF 1999 Jo ACT NUMBER 20 OF 2001 ABOUT CORRUPTION CRIME IN THE CORRUPTION CRIME ENFORCEMENT (A STUDY ON DECISION No.458 /Pid.B/ 2011/PN.Kb.Mn IN DISTRICT COURT OF MADIUN REGENCY). This study belongs to normative law research. The legal materials type used was secondary legal materials, while the technique of collecting data used was library study, in the form of secondary legal materials to the problem studied and categorized according to cataloguing. After all legal materials collected, they were then analyzed using legal materials analysis method that is quantitative in nature. This research aims to study the implementation of Article 12 letter e and Article 5 clause (2) of Act Number 31 of 1999 jo Act Number 20 of 2001 about Corruption Crime in the corruption crime enforcement. Considering the result of research the writer has conducted, the writer concludes that the defendant AA Kuncoro Bin Soepar as the chief of Wonoasri Village indicted with violation against the Article 12 letter e and Article 5 clause (2) of Act Number 31 of 1999 jo Act Number 20 of 2001 about Corruption Crime for Prona program in Wonoasri Village of Madiun Regency, has been evidenced as guilty and is decide by the judge of District Court of Madiun Regency as violating the Article 12 letter e and Article 5 clause (2) of Act Number 31 of 1999 jo Act Number 20 of 2001 about Corruption Crime, and the defendant is sentenced with 1 9one) year and 3 (three) mounths imprisonment subtracted with the time when the defendant is in detention and fine of Rp 60.000,00 (sixty millions rupiahs) subsidiary 3 (three) mounth imprisonment. Keywords: corruption, the enforcement of corruption crime, corruption crime act.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) dengan judul “IMPLEMENTASI PASAL 12 huruf e DAN PASAL 5 AYAT ( 2 ) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN”. Penulisan Hukum (skripsi) ini disusun guna melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga Penulisan Hukum (skripsi) ini dapat tersusun. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada : 1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. R. Ginting, S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana. 3. Rofikah, S.H., M.H dan Subekti, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Penulisan Hukum (skripsi) yang dengan arif dan bijaksana telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Harjono, S.H.,M.H selaku Ketua Program Non Reguler Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Rahayu Subekti, S.H.,M.Hum selaku Pembimbing Akademik Penulis.
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, semoga ilmu yang didapat penulis dapat menjadi berkah dan bermanfaat bagi masa depan. 7. Bapak, Ibu dan Adik Hangga Putra Kusumawardana yang selalu mencurahkan doa, semangat dan kasih sayangnya kepada penulis. 8. Sahabat Penulis, Ayu Kusumaningtyas, Nova, Berlian, Kartika, Shinta, Tiara, Silvy Ayu, Riana dan Endah yang selalu bekerjasama dan membantu penulis. 9. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) ini. Semoga Allah SWT membalas jasa serta budi baik kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) ini. Penulis menyadari bahwa dalam Penulisan Hukum (skripsi) ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan Penulisan Hukum (skripsi) ini. Dengan demikian semoga Penulisan Hukum (skripsi) ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan Laporan ini. Amin. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Surakarta, Juli 2011 Penulis
Henggar Tuti Kusumawardani
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Tidak ada yang lebih utama sesudah pekerjaan fardhu, selain menuntut ilmu pengetahuan dan agama (HR.Asy Safi’i) Berpedomanlah bahwa orang lain bisa mengapa kita tidak, orang lain berani mengapa kita takut, orang lain sukses mengapa kita gagal. (A. Masrur Dan B. Marhijanto) Hidup ini bukanlah beban sekedar cobaan, mampukah kau bertahan ( Justice Voice) Apapun yang kamu yakini itulah yang kamu dapatkan , keyakinan hati adalah kunci utama dalam meraih keberhasilan ( Pepatah )
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Ø ALLAH S.W.T,
yang telah memberikan kesehatan, kemudahan dan
kelancaran Ø Nabi Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi penulis Ø Ayah dan Bunda tercinta, yang senantiasa memberikan doa dan semangat Ø Adikku tersayang, yang memberikan doa, dukungan dan semangat Ø Sahabat-sahabat tersayang
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
iv
ABSTRAK ........................................................................................................
v
ABSTRACT ......................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................
vii
MOTTO ............................................................................................................
ix
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................
5
E. Metode Penelitian ...........................................................................
6
F. Sistematika Penulisan Hukum .........................................................
8
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori .................................................................................. 1.
10
Tinjaua n tentang Tindak Pidana Korupsi ………………………
10
2. Tindak Pidana Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa (Extra Odinary Crime) ……………….....
18
3. Tindak Pidana Korupsi dalam sejarah hukum di Indonesia……. B. Kerangka Pemikiran ..........................................................................
25
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam putusan No. 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn............................... .....
27
B. Kendala Implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam putusan No 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn ........ ....
74
BAB IV. PENUTUP A. Simpulan ...........................................................................................
76
B. Saran .................................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
78
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1. Kerangka Pemikiran .....................................................................
commit to user xiii
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia terkenal sebagai salah satu dari jajaran negara yang paling korup di tingkat dunia. Hal ini ditandai bahwa korupsi telah merambah keseluruh lingkup birokrasi pemerintah tingkat pusat dan daerah, lembaga legislatif, peradilan, kejaksaan, kepolisian, dan juga melibatkan sektor swasta. Praktik korupsi di Indonesia, menurut R. Dyatmiko Soemodiharjo dalam penjelasannya : Bahwa korupsi di Indonesia sudah sampai pada tingkat yang paling membahayakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hal ini bukan semata-mata dari jumlahnya yang mencapai triliunan rupiah, tetapi juga karena korupsi telah dilakukan di berbagai bidang penting, antara lain pendidikan, kesehatan, penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan sarana atau prasarana yang menyangkut hajat hidup rakyat. (R. Dyatmiko Soemodiharjo, 2008: ix). Korupsi telah membawa dampak yang buruk bagi keberadaan suatu negara karena korupsi dapat merusak seluruh sendi kehidupan bangsa, menghancurkan moral masyarakat, merugikan perekonomian negara yang berakibat pada kemiskinan. Korupsi juga menghambat upaya suatu negara untuk meningkatkan peradaban guna bersaing dengan negara lain (Rudi silabaan,http://politik.kompasiana.com/2009/12/12, diakses pada tanggal 30 Desember 2010 pukul 20.00). Penyebab korupsi berakar pada kondisi politik dan ekonomi tertentu dari setiap negara dan kompleksitas yang membuat upaya perbaikan sulit. Ada tiga faktor utama diidentifikasi sebagai penyebab yaitu kesempatan, gaji, dan aparat penegak hukum. Merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang disadur dari jurnal internasional yang diterapkan di negara Malaysia yang mengemukakan bahwa “The causes of corruption are rooted in the particular political and economic conditions of each country and the complexity of
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
which makes remedial efforts difficult . Three main factors are identified as principle causes: opportunities, salaries, and policing”( Nik Rosnah Wan Abdullah. 2008. “ Eradicating Corruption”. The Malaysian Experience JOAAG, volume 3 nomor 1). Korupsi di Indonesia dianggap sebagai salah satu musuh utama, namun demikian harapan masyarakat untuk membasminya, bukan merupakan suatu hal yang mudah. Seringkali muncul sikap-sikap skeptisme terhadap persoalan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Adanya anggapan bahwa Indonesia tergolong sebagai suatu negara yang paling besar korupsinya, namun tidak satupun koruptor yang terjerat, menandakan adanya sikap skeptisme tersebut (Sjahruddin Rasul, 2009: 543). Fakta bahwa korupsi memang sudah sedemikian meluasnya di Indonesia juga tampak dari presepsi masyarakat khususnya para pakar atau pengamat dan lembagalembaga anti korupsi di dalam negeri serta masyarakat atau lembaga intenasional yang secara khusus menilai praktik-praktik korupsi di berbagai negara termasuk di Indonesia. Meluasnya tindak pidana tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus yang terjadi, kerugian yang diderita oleh negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta ruang lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Tindak pidana korupsi bukan hanya terjadi di Ibu kota negara yang dikenal sebagai pusat pemerintahan, tetapi banyak juga korupsi yang terjadi di daerah. Maka tidak salah bahwa korupsi sering disebut sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), sehingga selalu mendapatkan perhatian yang lebih besar daripada tindak pidana yang lain. Pemerintah beserta para aparat penegak hukum selalu berusaha keras untuk dapat mencegah dan menanggulangi tindak pidana korupsi tersebut. Masalah korupsi bukan hanya terkait dengan hukum saja, tetapi juga berkaitan dengan budi pekerti, moral, etika atau akhlak. Seseorang yang melakukan korupsi, disamping terdapatnya kesempatan untuk berbuat korupsi juga karena ada niat dalam dirinya untuk berbuat korupsi. Bahkan dengan sengaja memperkaya diri sendiri tanpa menghiraukan tindakannya tersebut melanggar norma hukum serta merugikan rakyat,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
bangsa, dan negara. Ironisnya bahwa korupsi tidak lagi dilakukan secara individu atau perorangan, sekarang ini korupsi telah dilakukan secara kelompok tanpa adanya rasa malu (Dani al Amahkya, http://scribd.com/doc/38803830, diakses pada tanggal 28 Desember 2010 pukul 20.00). Pada kenyataannya, Korupsi telah menjadi budaya masyarakat Indonesia, bahkan sekarang ini, hampir tidak ada yang bisa dilakukan seseorang tanpa korupsi. Para pelaku korupsi umumnya orang-orang terdidik dan relatif memiliki jabatan di birokrasi pemerintahan. Pada asasnya setiap korupsi di birokrasi mana saja sifatnya sama, yakni pemanfaatan jabatan oleh oknum pejabat pemerintah yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya, dalam hal mana perbuatan tersebut menyimpang dari sumpah jabatan dan hukum yang berlaku (M Satria, http://jurnal.unhalu.ac.id, diakses pada tanggal 27 Desember 2010 pukul 22.00). Mencermati kasus Kuncoro, yaitu Kepala Desa Wonoasri Kabupaten Madiun ini, dalam hal ini Penuntut Umum menuntut bahwa Kuncoro telah melakukan tindak pidana korupsi berupa memanfaatkan program Prona (Program Nasional Agraria) sebagai upaya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Perbuatan terdakwa Kuncoro tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 Huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Berdasarkan permasalahan tersebut, serta masih sedikitnya penelitian terhadap hal tersebut, penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dalam rangka tugas akhir dengan judul “IMPLEMENTASI PASAL 12 Huruf e DAN PASAL 5 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN MADIUN)”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
B. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang mengidentifikasikan mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menemukan pemecahan masalah dengan tepat dan sesuai dengan tujuan. Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimana implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam Putusan No 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn Di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ?
2.
Apa kendala implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam Putusan No 249 / 0.5.14 / Biasa / 11 / 2010 di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun ?
C. Tujuan Penelitian Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas yang hendak dicapai, tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pengarahan dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Tujuan objektif a.
Untuk mengetahui implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2)
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. b.
Untuk mengetahui kendala implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2)
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
2.
Tujuan Subyektif a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Suarakarta. b.
Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis sendiri khususnya dan dapat memberi manfaat bagi masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah : 1.
Manfaat teoritis a.
Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum Pidana pada khususnya.
b.
Untuk memberikan suatu tambahan informasi, referensi, maupun literatur yang berguna bagi penulisan hukum selanjutnya guna pengembangan ilmu hukum
2.
Manfaat Praktis a.
Untuk memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang diteliti oleh penulis yaitu mengetahui tentang implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
b.
Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
commit to user
bekal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
E. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentsi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki 2005:35). Metode penelitian adalah suatu cara yang akan digunakan dalam proses penelitian. Metode penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Ditinjau dari sudut penelitian hukum, dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukn kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Jhonny Ibrahim, 2006 : 57) 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif. Artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22) 3. Pendekatan Penelitian Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian normatif, maka terdapat beberapa macam pendekatan penelitian hukum antara lain pendekatan Undang-Undang (statue approach), pendekatan kasus (case
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Dari berbagai pendekatan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan Undang-Undang (statue approach) yakni UndangUndang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dan pendekatan kasus (case approach). 4. Jenis dan Sumber Penelitian hukum Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Sehingga penelitian ini menggunakan bahan hukum yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatancatatan resmi, atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001. b.Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu memahami dan menganalisis bahan hukum primer, misalnya buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, literature-literatur, dokumen resmi, karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitan ini. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dalam penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder misalnya kamus hukum, kamus besar Indonesia, dan bahan-bahan dari internet yg berkaitan dengan masalah yang diteliti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan pustaka atau studi dokumen, yaitu merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen, artikel, literatur, karangan ilmiah, jurnal-jurnal dan sebagainya yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dikaji dan dipergunakan sebagai penunjang dalam penulisan penelitian hukum. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan kongkret yang dihadapi (Jonny Ibrahim, 2006:393). 6. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Penulisan Penelitian Hukum ini menggunakan teknik analisis bahan hukum deduksi silogisme. Menurut Philipus M. Hadjon sebagaiman dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles penggunaan deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum), kemudian diajukan premis minor (pernyataan khusus) dari kedua premis itu ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 47). Dalam Penulisan penelitian hukum ini, UndangUndang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 sebagai premis mayor, sedangkan yang menjadi premis minor adalah Putusan Nomor 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan memberikan gambaran mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
penelitian hukum, maka penulis menjabarkannya dalam bentuk sistematika penelitian hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : Pada Bab I Pendahuluan, penulis memberikan gambaran awal tentang penelitian, yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum yang digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi dari penelitian ini secara garis besar. Pada Bab II Tinjauan Pustaka, penulis menguraikan mengenai dua sub bab yaitu kerangka teori dan kerangkan pemikiran. Dalam kerangka teori, penulis akan menguraikan mengenai tinjauan tentang Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa (Extraordinary Crime), dan Tindak Pidana Korupsi Dalam Sejarah Hukum di Indonesia. Pada Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, penulis memberikan pembahasan hasil penelitian mengenai Implemetasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dalam Putusan No 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn Di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun serta kendala Implemetasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Putusan No 458 / Pid.B / 2011 / PN.Kb.Mn Di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun. Pada Bab IV Penutup, penulis memberikan simpulan dari pembahasan atas rumusan masalah dan saran dalam penulisan penelitian hukum ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Korupsi a. Pengertian Korupsi Menurut asal katanya korupsi berasal dari kata Latin yaitu corruptio dan dalam Bahasa Inggris menjadi corruption yang selanjutnya dalam Bahasa Indonesia disebut korupsi. Korupsi secara harafiah mengandung arti jahat. Dalam Black’s Law dictionary, korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain. Dalam arti sempit, korupsi berarti penyimpangan standar perilaku tertentu oleh pihak yang berwenang demi memenuhi kepentingan diri sendiri maupun orang lain (Rohim, 2008: 1). Selama ini istilah korupsi mengacu pada berbagai aktivitas atau tindakan secara tersembunyi dan illegal untuk mendapatkan keuntungan demi kepentingan pribadi atau golongan, dalam perkembangannya tedapat penekanan bahwa korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atau kedudukan untuk kepentingan pribadi. Huntington menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang dari public official atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan dianut oleh masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. Vito Tansi mengemukakan bahwa korupsi perilaku yang tidak mematuhi prinsip, dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau pejabat publik, keputusan yang dibuat berdasarkan hubungan pribadi atau keluarga akan menimbulkan korupsi, termasuk juga konflik kepentingan dan nepotisme. Dalam konteks ini, Alatas mengemukakan pengertian korupsi dengan menyebutkan aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat-akibat yang diderita oleh masyarakat (Chaerudin, 2009: 2). Selanjutnya Alatas mengembangkan 7 (tujuh) tipologi korupsi sebagai berikut : 1) Korupsi Transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara seorang donor dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak. 2) Korupsi Ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi. 3) Korupsi Investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk mengatisipasi adanya keuntungan di masa datang. 4) Korupsi Nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat. 5) Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat medapatkan keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (inseders informatioan) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan. 6) Korupsi Supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan, dan 7) Korupsi Detensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan (Chaerudin, 2009: 2). Klitgaard mengemukakan pengertian tindak pidana korupsi, adalah sebagai berikut: Korupsi ada apabila seseorang secara tidak sah meletakkan kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakat dan sesuatu yang dipercayakan kepadanya untuk dilaksanakan. Korupsi muncul dalam berbagai bentuk dan dapat bervariasi dari yang kecil sampai monumental. Korupsi dapat melibatkan penyalahgunaan perangkat kebijaksanaan, ketentuan tarip dan perkreditan, kebijaksanaan sistem irigasi dan perumahan, penegakan hukum dan peraturan bekaitan dengan keselamatan umum, pelaksanaan kontrak dan pelunasan pinjaman atau melibatkan prosedur yang sederhana. Hal itu dapat terjadi pada sektor swasta atau melibatkan sektor publik dan sering terjadi dalam kedua sektor tersebut secara simultan. Hal itu dapat jarang atau meluas terjadinya. Pada sejumlah Negara yang sedang berkembang, korupsi telah menjadi sistematik. Korupsi dapat melibatkan janji ancaman atau keduanya, dapat dimulai oleh seorang pegawai negeri atau masyarakat yang berkepentingan, dapat mencakup
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
perbuatan tidak melakukan atau melakukan, dapat melibatkan pekerjaan yang tidak sah maupun yang sah, dapat di dalam atau diluar organisasi publik. Batas-batas korupsi sangat sulit didefinisikan dan tergatung pada hukum lokal dan adat kebiasaan. Tugas pertama dari analisis kebijakan adalah untuk mengelompokkan tipe-tipe kebiasaan korupsi dan tidak sah dalam situasi yang nyata dan melihat pada contoh-contoh yang kongkrit (Chaerudin, 2009: 3). Definisi korupsi juga dikemukakan U Myint yang mendefinisikan korupsi sebagai penggunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi atau dengan kata lain menggunakan posisi resmi, pangkat untuk keuntungan pribadi. Merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang disadur dari jurnal internasional yang mengemukakan corruption is defined as the use of public office for private gain, or in other words, use of official position, rank or status by an office bearer for his own personal benefit (U Myint. 2000. “Corruption: Causes, consequences and cures”. Asia Pasific Development Journal Volume 7 Nomor 2). Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 dan 3 mendefinisikan korupsi sebagai berikut : 1) Setiap orang yang secara sengaja melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi 2) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. 3) Dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara b. Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi Dalam bahasa latin modus operandi berarti cara bertindak atau prosedur. Modus operandi korupsi adalah cara-cara bagaimana korupsi itu dilakukan. Modus operandi korupsi telah berkembang pesat mulai dari cara konvensional
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
sampai pada pemanfaatan teknologi yang memunculkan kejahatan berdimensi baru. Sebagai extraordinary crime, pemberantasan tindak korupsi seakan-akan berpacu dengan munculnya beragam modus operandi korupsi yang semakin canggih (Rohim, 2002: 14). Saat ini juga telah muncul berbagai korupsi dengan modus operandi yang amat halus sehingga seolah-olah terkesan bukan merupakan tindak pidana korupsi. Contoh konkritnya adalah penjualan saham atau privatisasi sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebelum diprivatisasi, saham direkayasa supaya niainya turun, lalu dijual. Setelah di jual, saham tersebut ternyata melonjak tajam. Modus operandi yang paling canggih dari tindak pidana korupsi saat ini adalah kebijakan publik baik yang dikeluarkan dari lembaga legislatif, eksekutif, maupun lembaga-lembaga pembuat keputusan yang ada di BUMN atau BUMD dan juga lembaga perbankan (Rohim, 2008: 19). Semenjak otonomi daerah dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah memberikan peluang bagi setiap daerah untuk mengeluarkan produk-produk legislatif maupun eksekutif berupa peraturan daerah,surat keputusan ataupun keputusan-keputusan rapat. Produk-produk seperti itu seakan memberikan legislasi secara hukum bagi pembuatnya, walaupun kebijakan tersebut ternyata mengandung unsur-unsur yang masuk dalm pengertian melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Para pelaku dari pembuat kebijakan publik ini adalah pimpinan dan anggota DPRD, Menteri, Gubernur, Bupati, Kepala Dinas, Direksi BUMN, BUMD atau perbankan milik pemerintah. Terdapat macam-macam modus operandi korupsi secara umum yaitu : 1) Pemberian Suap atau sogok (Bribery) Memberi suap sepertinya tidak menjadi rahasia lagi. Suap adalah salah satu tindak korupsi yang paling sering terjadi di masyarakat, bahkan pelaku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
tindak pidana ini seakan-akan tidak mempunyai rasa bersalah. Suap menurut Pasal 209 KUHP adalah memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan maksud untuk membujuk pegawai negeri itu agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Sedangkan, menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Krupsi, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawan dengan kewajibannya atau tugasnya, antara lain diatur dalam Pasal 5, 6, 11, dan 12. Disamping itu terdapat beberapa pemberian uang kepada orang lain tetapi tidak termasuk suap, sehingga setiap orang bebas melakukannya antara lain: a) Uang Jasa yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh seseorang terhadap orang tertentu yang sudah melakukan suatu pekerjaan baginya. Uang sejenis ini adalah uang tambahan diluar dari biaya wajib yang akan dibayar oleh konsumen, biasanya dilakukan di hotel,restoran, biro jasa, urusan kantor atau administrasi lainnya. b) Uang Administrasi, khusus dalam kepengurusan surat-menyurat dengan pemerintah daerah maupun pusat, kadang kita diperhadapkan dengan berbagai kesulitan. Salah satu kesulitan itu adalah mengenai biaya administrasi surat. Sebagaian biaya administrasi surat-surat tersebut telah tercantum biayanya, tetapi ada juga yang tidak tercantum. c) Uang Registrasi, apabila mendaftarkan sebuah institusi dari tingkat daerah ke tingkat pusat atau mengurus surat-surat ke badan pemerintah, tentu akan dikenakan biaya administrasi. Seringkali biaya tidak tercantum. Untuk itu perlu diadakan pendekatan lalu membicarakan tentang biaya. Atas kesepakatan kedua belah pihak barulah hal itu ditindaklanjuti. Kalau membayar sesuai dengan harga yang telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
ditetapkan oleh pihak pemerintah yang tidak bedasarkan harga resmi, maka hal itu bukanlah suap (dengan ketentuan bahwa seluruh persyaratan terpenuhi). 2) Pemalsuan (Fraud) Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Otonomi daerah yang mengakibatkan pendegalasian wewenang pemerintah pusat banyak dilimpahkan ke daerah kabupaten atau kota juga bepotensi memindahkan fraud dari pusat ke daerah.. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa secara umum intensitas terjadinya fraud pada aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan, dan pengawasan berada daam kategori pernah terjadi fraud. Kegiatan yang dianggap signifikan dalam intensitas kemunculan fraud-nya adalah
meninggikan
anggaran
dalam
pengajuan
kegiatan
serta
menggunakan barang milik Negara untuk kepentingan pribadi. Demikian juga bidang kegiatan yang teridentifikasi dalam kategori sering terjadi tindakan fraud yaitu bidang perijian, pengadaan barang dan jasa, pemilhan kepala daerah, kepegawaian, pemeliharaan fasilitas umum, penerimaan pendapatan daerah, pengawasan, dan pertanggungjawaban kepala daerah. 3)
Pemerasan (Exortion) Dalam sejumlah kasus, fenomena pemerasan memang menjadi salah satu modus untuk menjalankan kejahatan. Merupakan perbuatan memaksa seseorang untuk membayar atau memberikan sejumlah uang atau barang atau bentuk lain sebagai ganti dari seorang pejabat publik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perbuatan tersebut dapat diikuti dengan ancaman fisik ataupun kekerasan.
4)
Penyalahgunaan Jabatan atau Wewenang (Abuse of Discretion) Penyalahgunaan jabatan atau wewenang merupakan perbuatan mempergunakan kewenangan yang dimiliki, untuk melakukan tindakan yang memihak kepada kelompok atau perseorangan, sementara bersikap diskriminatif terhadap kelompok atau perseorangan lainnya. Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan penyalahgunaan jabatan atau wewenang adalah setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
5)
Nepotisme (Nepotism) Istilah nepotisme, yang berasal dari kata Latin nepos, yang artinya cucu. Nepotisme dipakai sebagai istilah untuk menggambarkan perbuatan mengutamakan sanak keluarga, kawan dekat serta anggota, partai politik yang sepaham, tanpa memperhatikan persyaratan yang ditentukan. Jadi, jika keluarga itu memang memenuhi syarat, maka tidaklah termasuk nepotisme dalam pengertian itu. Nepotisme secara umum lebih berarti moral daripada yuridis (Rohim, 2008: 21).
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi dirumuskan ke dalam 30 (tiga puluh) bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
1) Korupsi yang terkait dengan keuangan Negara, yaitu melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan keuangan Negara, menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan Negara yang terdapat dalam Pasal 2 dan 3. 2) Korupsi yang terkait dengan suap menyuap, yaitu menyuap pegawai negeri, memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya, pegawai negeri menerima suap, pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya, menyuap hakim, menyuap advokad, hakim dan advokad yang menerima suap, hakim yang menerima suap, adokad yang menerima suap yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf a an huruf b, Pasal 11, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf c dan huruf d. 3) Korupsi yang terkait penggelapan dalam jabatan, yaitu pegawai negeri yang menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan, pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi, pegawai negeri merusakkan bukti, pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti, pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti, terdapat dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, dan Pasal 10 huruf c. 4) Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan, yaitu pegawai negeri memeras, pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain, terdapat dalam Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf g, dan Pasal 12 huruf f 5) Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, yaitu pemborong berbuat curang, pengawas proyek membiarkan perbuatan curang, rekanan TNI atau POLRI berbuat curang, pengawas rekanan TNI atau POLRI membiarkan perbuatan curang, penerimaan barang TNI atau POLRI membiarkan perbuatan curang, pegawai negeri menyerobot tanah Negara sehingga merugikan orang lain, terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
(1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2), Pasal 12 huruf h. 6) Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, yaitu pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya, yang terdapat dalam Pasal 12 huruf i. 7) Korupsi yang terkait dengan gratifikasi yaitu, pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melapor KPK, yang terdapat dalam Pasal 12B jo.Pasal 12C
Selain tujuh kelompok jenis tindak pidana korupsi tersebut, maka masih ada 6 (enam) tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi, tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka, saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu, orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu, saksi membuka identitas pelapor ( R.Dyatmiko Soemodihardjo, 2008: 188).
2. Tindak Pidana Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa (Extra Odinary Crime). Tindak Pidana korupsi di Indonesia telah banyak terjadi. Dilihat dari awal mula kejadiannya, semua jenis kejahatan (termasuk korupsi) selalu dimulai dari pelanggaran hukum di bidang keuangan yang kuantitasnya kecil dan kualitasnya rendah. Kejahatan - kejahatan demikian itu akan segera menjadi besar dan meluas apabila didukung oleh situasi lingkungan yang permisif dan kontrol hukum yang lemah. Kultur hukum di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan ada situasi yang serba negatif. Kejahatan kecil yang dilakukan individu dengan cepat menjadi kejahatan besar (kolektif). Kini, korupsi itu sudah merupakan kejahatan kolektif atau dapat disebut sebagai extraordinary crime. Korupsi bukan lagi merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
kejahatan biasa dan bersifat per individu, melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa yang bersifat kolektif. (Sudjito, http://koruptorindonesia.com, diakses pada tanggal 10 Juni 2010 pukul 20.00). Terdapat empat alasan korupsi dapat dikatakan sebagai extraordinary crime. Pertama tindakan korupsi itu dapat dilakukan lintas negara (transnasional). Kedua, pembuktian yang sulit dilakukan. Ketiga bertentangan dengan Undang-Undang dan keempat dampaknya sangat luar biasa. Korupsi merupakan extraordinarycrime, maka dibutuhkan extraordinary body untuk mengatasi kejahatan ini. Lembaga yang dimaksud adalah Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK (Abdullah, http://mesjidui.ui.ac.id,diakses pada tanggal 09 Juni 2011 pukul 19.00). Mengingat korupsi merupakan extraordinary crime, maka penegakan hukumnya berbeda dengan penegakan hukum biasa. penegakan hukum tindak pidana korupsi menggunakan extraordinary method (di luar penegakan hukum konvensional). Hal ini bukanlah berarti pelanggaran atau penolakan hukum. Metode penegakan hukum yang kita pilih harus lebih unggul dan bisa mengatasi perkembangan korupsi itu sendiri dan para aparat penegak hukum dapat berhasil menangkap para koruptor. Para aparat penegak hukum wajib menemukan metode baru yang antisipatif sekaligus represif terhadap perkembangan korupsi. Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan sikap kritis, kreatif, dan inovatif. Sikap kritis diperlukan tertuju kepada doktrindoktrin hukum individual-liberal yang masih kuat mengakar pada hukum pidana. Dari sikap kritis itu diharapkan muncul keberanian untuk melakukan dekonstruksi ke arah doktrin baru yang berkarakter kolektivitas, sosial dan religius. Artinya, pemberantasan
korupsi
hendaknya
didasarkan
kepada
ajaran
yang
mempersepsikan korupsi itu sebagai kejahatan kolektif yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan agama. Doktrin baru demikian diharapkan mendorong terwujudnya pemberantasan korupsi sebagai gerakan nasional yang mendapatkan dukungan aktif dari segenap lapisan masyarakat, didasarkan atas keyakinan agama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
dan
kecintaan
kepada
negeri
tercinta,
Indonesia
(Sudjito,
http://koruptorindonesia.com, diakses pada tanggal 10 Juni 2010 pukul 20.00). 3. Tindak Pidana Korupsi Dalam Sejarah Hukum di Indonesia. Pengaturan Tindak Pidana Korupsi dalam Sejarah Hukum di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Keberadaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435, yang telah diadopsi oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan diharmonisasikan dalam Pasal-Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 12 A, 12 B, dan 23. b. Peraturan Penguasa Militer Nomor : Prt/PM-06/1957, tanggal 9 April 1957. Rumusan atau batasan tentang korupsi menurut Peraturan Penguasa Militer Nomor: Prt/PM-06/1957, tanggal 9 April 1957 dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1) Tiap peraturan yang dilakukan oleh siapa pun juga baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung ataupun tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara. 2) Tiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, yang dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan atau material baginya. c. Peraturan
Penguasa
Perang
Pusat
Angkatan
Darat
Nomor:
Prt/Peperpu/013/1958, Tanggal 16 April 1958, tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi Pidana, dan Pemilikan Harta Benda (BN Nomor 40 Tahun 1958).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Prt/Peperpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi, membagi perbuatan korupsi menjadi dua yaitu : 1) Perbuatan korupsi pidana, yang dimaksud perbuatan korupsi ialah: a) Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari masyarakat. b) Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan dan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan . c) Kejahatan-kejahatan tercantum dalam Paasal 41 sampai 50 Peraturan Penguasa Perang ini dan dalam Pasal 209, 210, 418, 419, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 2) Perbuatan korupsi lainnya yang disebut perbuatan korupsi lainnya ialah: a) Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan model dan kelonggaran-kelonggaran dari masyarakat. b) Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
badan dan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan. d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi (LN nomor 72 Tahun 1960) Pengertian pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi terdapat dalam Bab I tentang Pengertia Tindak Pidana Korupsi, Pasal 1 huruf a, huruf b, dan huruf c yang dimaksud tindak pidana korupsi ialah: 1)
Tindakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau Masyarakat.
2)
Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan dan dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
3)
Kejahatan-kejahatan tercantum dalam Pasal 17 sampai Pasal 21 peraturan ini Dan dalam pasal 209, 210, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
e. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rumusan Tindak Pidana Korupsi menurut Undng-Undang Nomor 3 Tahun 1971 meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang dilakukan secara melawan hukum yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
f. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menurut
Ketetapan
penyelenggaraan
negara
MPR telah
Nomor terjadi
XI/MPR/1998, praktik-praktik
bahwa usaha
dalam yang
menguntungkan sekelompok tertentu yang mengakibatkan adanya korupsi, kolusi, dan neotisme, yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha. Majelis Permusyawaratan Rakyat bertetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar lembaga-lembaga negara yang ada, sehingga penyelenggaraan negara dapat berlangsung sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan bebas dari korupsi, kolusi serta nepotisme. g. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam Pasal 1 angka 1 sampai angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara, Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, nepotisme, dan Asas Umum Pemerintahan yang baik, adalah sebagai berikut : 1) Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislative, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya. 3) Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peeraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
4) Kolusi adalah permufakatan atau kerja secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara. 5) Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. 6) Asas Umum Pemerintahan Negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. h. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Rumusan Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat dalam Pasal-Pasal 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 12 A, 12 B, 13, 14, 15, 16, 20, 21, 22, dan 23, selain memperlus pengertian perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai korupsi, Undang-Undang juga menegaskan
bahwa
pengembalian
kerugian
keuangan
negara
atau
perekonomian negara tidak dapat menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi (pasal 4) i. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi tidak dapat dilakukan secara biasa,karena itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang menangani pemberantasan tindak pidana korupsi. badan khusus itu disebut Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Ermansjah Djaja, 2009: 8).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
B. Kerangka Pemikiran
PRONA (Program Nasional Agraria)
BPN Mengadakan Sosialisasi Menyangkut PRONA
WARGA Wonoasri
Kepala Desa Wonoasri
Mengadakan Musyawarah dan warga sepakat membayar biaya Prona
Memanfaatkan Program PRONA untuk menguntungkan diri sendiri
Melanggar : Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001
Melanggar : Pasal 5 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001
Putusan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Keterangan : Mencermati kasus korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Wonoasri Kabupaten Madiun, dalam hal ini Kepala Desa Wonoasri diduga telah melakukan tindakan korupsi berupa memanfaatkan program Prona (Program Nasional Agraria) sebagai upaya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kasus tersebut berawal pada Tahun 2009, Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun termasuk desa yang terpilih mendapat Program Prona atau Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang merupakan Program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang merupakan program bantuan Gardu Taskin (Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan) untuk masyarakat miskin di Desa Wonoasri agar mereka dapat memiliki sertifikat hak atas tanahnya. Dalam sosialisasi yang diselenggarakan oleh BPN, pihak BPN tidak menyebutkan bahwa dana untuk melaksanakan Program Prona tersebut ditanggung pemerintah sebesar Rp.300.000 per bidang. Masyarakat dengan dibantu oleh Kepala Desa mengadakan musyawarah mengenai biaya Prona tersebut dan musyawarah tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa para peserta Prona tersebut bersedia membayar biaya untuk program Prona. Dengan adanya musyawarah dan pembayaran baiaya Prona kepada Kepala Desa tersebut, maka Kepala Desa diduga telah melakukan tindakan korupsi yang berupa menguntungkan diri sendiri atau orang lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Studi Perkara di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun
1. Identitas Terdakwa Nama
: AA Kuncoro Bin Soepar
Tempat Lahir
: Madiun
Tanggal Lahir
: 30 April 1971 (39 tahun)
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
:Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun
2. Kasus Posisi Pada tahun 2009, Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun termasuk Desa yang terpilih Prona (Program Nasional Agraria) atau Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang merupakan program bantuan Gardu Taskin (Gerakan Terpadu Pengentasan Kemskinan) untuk masyarakat miskin di Desa Wonoasri agar masyarakat dapat memilki sertifikat hak atas tanahnya dan Program Pemerintah tersebut bersumber dari dana APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) 2009, di programkan melalui Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun dengan alokasi dana sebesar Rp. 300.000,- per bidang samapai dengan terbit sertipikat. Dalam sosialisasi program tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun telah dijelaskan program tersebut gratis yang diperuntukkan
commit to user 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
bagi masyarakat miskin dan peserta tinggal menyiapkan keperluan yang tidak termasuk dalam bantuan pemerintah berupa materai @Rp.6000 sebanyak 4 lembar, Patok batas tanah diperlukan 4 patok, kelengkapan berupa foto copy Kartu Tanda Penduduk 4 lembar, foto copy Kartu Keluarga sebanyak 4 lembar, foto copy tanda lunas Pajak Bumi dan Bangunan sebanyak 4 lembar dan foto copy SPPT sebanyak 4 lembar. Terdakwa selaku Kepala Desa membentuk Kepanitiaan Prona, dalam hal ini terdakwa berperan sebagai pelindung, kemudian panitia tersebut mengumpulkan para peserta Prona di Desa untuk diadakan pertemuan membahas pembiayaan Prona Dan pada pertemuan tersebut para peserta Prona dibebani biaya sebesar Rp.400.000,- untuk setiap bidangnya. Biaya tersebut melebihi dari ketentuan dalam Petunjuk Teknis Kegiatan Prona yang disampaikan dalam sosialisasi oleh Pegawai Badan Pertanahan Kabupaten Madiun. Perbuatan terdakwa selaku Kepala Desa di Desa Wonoasri telah memanfaatkan Program Prona sebagai sarana menerima pemberian dari peserta Prona yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai Kepala Desa.
3. Dakwaan Terdakwa didakwa dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) UndangUndang Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dakwaan Pertama : Bahwa ia terdakwa A.A. Kuncoro Bin Soepar selaku Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun yang diangkat berdasarkan Keputusan Bupati Madiun Nomor : 188.45/16/KPTS/ 402.013 / 2008 tanggal 08 Januari 2008 tentang Pemberhentian Pejabat Kepala Desa dan Pengesahan Kepala Desa terpilih di Kabupaten Madiun, terdakwa pada tanggal 23 Maret 2009 sampai dengan bulan Juli 2010 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2009
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
sampai dengan tahun 2010 bertempat di Desa wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun atau setidak-tidaknya pada suatu tempat termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang berwenang memeriksa dan mengadili, “dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain
secara
melawan
hukum,
atau
dengan
menyalahgunakan
kekuasaannnya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya” dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : Bahwa pada tahun 2009, Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun termasuk desa yang terpilih mendapat Program Prona/Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang merupakan Program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang merupakan program bantuan Gardu Taskin (Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan) untuk masyarakat miskn di Desa Wonoasri agar mereka dapat memiliki sertifikat hak atas tanahnya dan program bantuan Pemerintah tersebut bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2009, diprogramkan melalui Kantor Pertnahan Kabupaten Madiun dengan alokasi dana perbidang sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) sampai dengan terbit sertifikat, dan untuk Desa wooasri telah dialokasikan dana sebesar Rp. 84.600.000,- (delapan puluh empat juta enam ratus ribu rupiah) untuk 282 (dua ratus delapan puluh dua) bidang. Bahwa di dalam sosialisasi program tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Madiun telah
dijelaskan program
dimaksud
“Gratis”
yang
diperuntukan bagi orang miskin, dan peserta tinggal menyiapkan keperluan yang tidak termasuk dalam bantuan pemerintah berupa Materai @ Rp. 6000,- (enam ribu rupiah) sebanyak 4 lembar, Pathok batas tanah terbuat dari beton minimal 1 bidang diperlukan 4 patok, kelengkapan berupa Foto Copy Kartu Tanda Penduduk Pemohon 4 lembar, Foto Copy kartu Keluarga 4 lembar, Foto Copy tanda lunas Pajak Bumi Dan bangunan 4 lembar Dan Foto Copy SPPT 4 lembar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
yang untuk semuanya itu total biaya yang diperlukan kurang lebih adalah sebesar Rp. 75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah). Bahwa dalam pelaksanaan Program Prona di Desa Wonoasri tersebut, terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara yang mempunyai tugas dan tanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta sebagai pengayom masyarakat dan mengetahui maksud program tersebut untuk orang miskin, seharusnya ia berkewajiban untuk mengayomi warganya antara lain membantu warga desanya yang miskin agar berhasil memperoleh sertifikat hak atas tanahnya, namun melaksanakan hal yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu membentuk Kepanitiaan Prona melalui SK Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri No. 6 Tahun 2009 tanggal 25 Maret 2009 tentang Penetapan Panitia Sertifikat Tanah Masal atau Prona Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri kabupaten Madiun (dalam SK tersebut terdakwa duduk sebagai Pelindung), kemudian Panitia tersebut mengumpulkan para peserta Program Prona di Desa untuk diadakan pertemuan membahas pembiayaan program Prona Dan pada pertemuan tersebut para peserta Prona dibebani biaya sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) untuk setiap bidangnya, biaya tersebut melebihi dari ketentuan dalam Petunjuk Teknis Kegiatan Prona Tahun 2008 No : 963 – 310 – D.II tanggal 28 Maret 2008 yang disampaikan dalam sosialisasi oleh Pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, sehingga membebani masyarakat miskin. Dari jumlah 282 (dua ratus delapan dua) bidang tersebut terdapat 16 (enam belas) orang yang belum membayar, sehingga terkumpul uang sebesar kurang lebih Rp. 106.200.000,- (seratus enam juta dua ratus ribu rupiah) yang dipergunakan untuk : 1) Untuk biaya materai Rp. 8.460.000,- (delapan juta empat ratus enam puluh ribu rupiah) 2) Untuk Patok Rp. 12.690.000,- (dua belas juta enam ratus Sembilan puluh ribu rupiah) 3) Untuk Pendataan Rp. 4.230.000,- (empat juta dua ratus tiga puluh ribu rupiah)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
4) Untuk Konsumsi Rp. 13.800.000,- (tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah) 5) Untuk Saksi-saksi sidang klarifikasi data dan penandatanganan berkas pengukuran Rp. 33.840.000,- (tiga puluh tiga juta deapan ratus empat puluh ribu rupiah) 6) Untuk Pemasangan Patok Rp. 2.820.000,- (dua juta delapan ratus dua puluh ribu rupiah) 7) Untuk ATK Rp. 1.410.000,- (satu juta empat ratus sepuluh ribu rupiah) 8) Biaya Rapat Rp. 1.120.000,- (satu juta seratus dua puluh ribu rupiah) 9) Beli Aqua Rp. 1.062.000,- (satu juta enam puluh dua ribu rupiah) 10) Sewa Mobil Rp. 390.000,- (tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah) 11) Perjalanan Dinas Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) 12) Untuk Konsumsi pengukuran Rp. 9.180.000,- (sembilan juta seratus delapan puluh ribu rupiah)
Jumlah total sebesar Rp. 94.002.000,- (sembilan puluh empat juta dua ribu rupiah), sisanya sejumlah Rp. 12.198.000,- (dua belas juta seratus sembilan puluh delapan ribu rupiah) yang diantaranya telah disita sejumlah Rp. 10.396.000,(sepuluh juta tiga ratus Sembilan puluh enam ribu rupiah).
Bahwa terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara di desa sekaligus sebagai Pelindung Panitia Prona telah nyata memanfaatkan Program Prona sebagai sarana menerima pemberian dari peserta Pona yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai Kepala Desa atau Penyelenggara Negara yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat. Bahwa pada faktanya, dana dari masyarakat tersebut telah dipergunakan oleh terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara di desa sekaligus sebagai Pelindung Panitia Prona untuk menguntungkan diri sendiri sebesar Rp. 9.870.000,- (Sembilan juta delapan ratus tujuh puluh ribu rupiah) atau orang lain antara lain dipergunakan untuk honor Sekdes (sekretaris desa), honor Kasun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
(kepala dusun), dan honor Petugas Lapangan yang sebenarnya untuk itu telah ada honorariumnya dalam DIPA Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, serta untuk konsumsi-konsumsi yang seharusnya tidak dibebankan kepada peserta Prona. Bahwa peserta Prona di Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun bersedia membayar masing-masing Rp. 400.000,- per bidang kepada Panitia Prona karena Pelindung Panitia Prona adalah Kepala Desa mereka yang mempunyai kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan desa atau Penyelenggara Negara di desa yang jabatan dan kedudukannnya menentukan dalam keberhasilan Program Prona sedangkan para peserta sendiri didesak oleh keperluan memiliki sertipikat dengan mudah dan harga tidak mahal. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan kedua
:
Bahwa tedakwa A.A. Kuncoro Bin Soepar selaku Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun yang diangkat berdasarkan Keputusan Bupati Madiun Nomor : 188.45/ 16/ KPTS/ 402.013/ 2008 tanggal 08 Januari 2008 tentang Pemberhentian pejabat Kepala Desa dan Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa terpilih di Kabupaten Madiun, terdakwa pada tanggal 23 Maret 2009 sampai bulan Juli 2010 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2009 sampai setidak-tidaknya pada suatu tempat termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun atau setidak-tidaknya pada suatu tempat termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang berwenang
memeriksa
dan
mengadili,
“sebagai
pegawai
negeri
atau
penyelenggara Negara, menerima pemberian atau janji, atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersbut berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dilakukan atau tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
dilakukan dalam jabatannnya” perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : Bahwa pada Tahun 2009, Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun termasuk Desa yang terpilih mendapat Program Prona atau Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang merupakan Program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang merupakan program bantuan Gardu Taskin (Gerakan Terpadu Pengentasan Kemisinan) untuk masyarakat miskin di Desa Wonoasri agar mereka dapat memiliki sertipikat hak atas tanahnya dan Program bantuan pemerintah tersebut bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2009, diprogramkan melalui Kantor Pertanahan Kabupaten madiun dengan alokasi dana perbidang sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) sampai dengan terbit sertipikat, dan untuk Desa Wonoasri telah dialikasikan dana sebesar Rp. 84.600.000,- (delapan puluh empat juta enam ratus ribu rupiah) untuk 282 (dua ratus delapan puluh dua) bidang. Bahwa dalam sosialisasi program tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun telah dijelaskan program dimaksud “Gratis” yang diperuntukkan bagi orang miskin, dan peserta tinggal menyiapkan keperluan yang tidak trmasuk dalam bantuan pemerintah berupa materai Rp. 6000,- (enam ribu rupiah) sebanyak 4 lembar, Pathok batas tanah terbuat dari beton minimal 1 bidang diperlukan 4 pathok, kelengkapan berupa Foto Copy tanda lunas Pajak Bumi dan Bangunan 4 lembar dan Foto Copy SPPT 4 lembar yang untuk kesemuanya itu total biaya yang diperlukan kurang lebih adalah sebesar Rp. 75.000,- (Tujuh puluh lima ribu rupiah). Bahwa dalam pelaksanaan Program Prona di Desa Wonoasri tersebut, terdakwa selaku Kepala Desa telah mengetahui maksud program tersebut untuk orang miskin, dan seharusnya sebagai seorang Kepala Desa atau Penyelenggara Negara di Desa, terdakwa berkewajiban membantu warga desanya yang miskin sebagai peserta Prona agar berhasil memperoleh sertifikat hak atas tanahnya, namun terdakwa melaksanakan hal yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
membentuk Kepanitiaan Prona melalui SK Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Nomor : 6 tahun 2009 tanggal 25 Maret 2009 tentang Penetapan Panitia Sertipikat Tanah Masal atau Prona Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun (dalam SK tersebut terdakwa duduk sebagai Pelindung), kemudian Panitia tersebut mengumpulkan para peserta Program Prona di Desa untuk diadakan pertemuan membahas pembiayaan program Prona dan pada pertemuan tersebut para peserta Prona dibebani biaya sebesar Rp. 400.000,(empat ratus ribu rupiah) untuk setiap bidangnya, biaya tersebut melebihi dari ketentuan yang disampaikan dalam sosialisasi oleh Pegawai Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Madiun, sehingga membebani masyarakat miskin. Dari jumlah 282 (dua ratus delapan puluh dua) bidang tersebut terdapat 16 (enam belas) orang yang belum membayar, sehingga terkumpul uang sebesar kurang lebih Rp. 106.200.000,- (seratus enam juta dua ratus ribu rupiah) yang dipergunakan untuk : 1) Untuk biaya materai Rp. 8.460.000,- (delapan juta empat ratus enam puluh ribu rupiah) 2) Untuk pathok Rp. 12.690.000,- (dua belas juta enam ratus Sembilan puluh ribu rupiah) 3) Untuk pendataan Rp. 4.230.000,- (empat juta dua ratus Sembilan puluh ribu rupiah) 4) Untuk konsumsi Rp. 13.800.000,- (tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah) 5) Untuk saksi-saksi didang klarifikasi data dan penandatangan berkas pengukuran Rp. 33.840.000,- (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah) 6) Untuk pemasangan pathok Rp. 2.820.000,- (dua juta delapan ratus dua puluh ribu rupiah) 7) Untuk ATK Rp. 1.410.000,- (satu juta empat ratus sepuluh ribu rupiah) 8) Biaya rapat Rp. 1.120.000,- (satu juta seratus dua puluh ribu rupiah) 9) Beli Aqua Rp. 1.062.000,- (satu juta enam puluh dua ribu rupiah) 10) Sewa mobil Rp. 390.000,- (tiga ratus Sembilan puluh ribu rupiah)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
11) Perjalanan Dinas Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) 12) Untuk konsumsi pengukuran Rp. 9.180.000,- (Sembilan juta seratus delapan puluh ribu rupiah), sisanya sejumlah Rp. 12.198.000,- (dua belas juta seratus sembilan puluh delapan ribu rupiah) yang diantaranya telah disita sejumlah Rp. 10.396.000,- (sepuluh juta tiga ratus Sembilan puluh enam ribu rupiah).
Bahwa terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara di desa sekaligus sebagai Pelindung Panitia Prona telah nyata memanfaatkan Program Prona sebagai sarana menerima pemberian dari peserta Prona yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai Kepala Desa atau Penyelenggara Negara yang seharusnya membantu masyarakatnya khususnya yang miskin untuk memperoleh sertipikat dengan biaya yang ringan. Bahwa pada faktanya dana dari masyarakat tersebut telah dipergunakan oleh terdakwa selaku Kepala Desa atau Penyelenggara Negara di desa sekaligus sebagai Pelindung Panitia Prona untuk menguntungkan diri sendiri sebesar Rp. 9.870.000,- (sembilan juta delapan ratus tujuh puluh ribu rupiah) Bahwa peserta Prona di Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun bersedia membayar masing-masing Rp. 400.000,- per bidang kepada Panitia Prona karena Pelindung Panitia Prona adalah Kepala Desa mereka yang mempunyai kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan desa atau Penyelenggara Negara di desa yang jabatannya diangap penting dan menentukan dalam keberhasilan Program Prona, walaupun sebenarnya pembayarn tersebut memberatkan. Perbuatan terdakwa sebagaiman diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 4. Keterangan Saksi – Saksi a. Saksi Edy Prasetyo,SH Bin Soeridjan, Madiun, 45 Tahun/25 Mei 1965, Laki-laki, Indonesia, Perum.Taman Salak Blok B-221 Kelurahan Padean
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Kecamatan Taman Kota Madiun, Islam, Kasi Sengketa Konflik dan Perkara pada Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, S1 (Hukum), dibawah sumpah dipersidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : 1) Bahwa keterangan yang disampaikan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah benar. 2) Bahwa sejak Tahun 2006 sampai sekarang saksi bertugas di Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun sebagai Kasi Sengketa Konflik dan Perkara. Bahwa tupoksi ( tugas pokok fungsi) saksi sekarang adalah membantu Kepala Kantor Pertanahan untuk menyelesaikan sengketa konflik dan perkara pertanahan di Kabupaten Madiun. 3) Bahwa saksi sebagai koordinator Prona di Kabupaten Madiun pada Tahun 2009 4) Program Prona adalah Program Pengelolaan Pertanahan yang merupakan tgas dan kewenangan kantor Pertanaan dengan kegiatan percepatan pendaftaran tanah yang dialokasikan dari dana APBN dalam DIPA Kantor Pertanahan tahun 2009. Bahwa maksud dan tujuan
diadakannya
Prona
adalah
melaksanakan
percepatan
pelaksanaan pendaftaran guna diterbitkannya sertifikat
yang
sasarannya diutamakan adalah masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah. 5) Bahwa sosialisasi Prona dilakukan sebanyak 3 ( tiga ) kali, pertama di Pemerintah Kabupaten Madiun yang menghadiri adalah Kepala Dinas dan Camat, sosialisasi yang kedua di Kecamatan yang menghadiri Kepala Desa dan yang ketiga sosialisasi diadakan di Desa yang menghadiri calon peserta Prona, Kepala Desa dan Perangkat Desa, tokoh masyarakat dan lembaga desa dan saksi yang memberikan sosialisasi. Yang disampaikan sosialisasi ada tiga materi pokok yaitu persertifikatan Prona, biaya, dan persyaratan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
6) Bahwa biaya sertifikat ditanggung dari APBN. 7) Pengurusan sertifikat ada dua yang pertama kegiatan di BPN, yang kedua persiapan peserta Prona. 8) Bahwa mengenai persyaratan Prona adalah Foto Copy KTP, KK, SPPT, Patok dan materai. 9) Bahwa dalam sosialisasi terkait Prona tersebut tidak ada sarana dalam bentuk brosur, pamflet ataupun sarana sosialiasi yang lain. 10) Bahwa sosialisasi hanya dilakukan sekali. 11) Bahwa program Prona ini dibiayai dana APBN atau disubsidi oleh Negara atau Pemerintah yang besarnya Rp. 300.000,- per bidang dan itu sudah cukup untuk biaya sampai denan terbit sertifikat. Bahwa memang ada biaya yang harus ditanggung peserta yang tidak ditanggung oleh Negara antara lain pemberkasan, materai 4 lembar, fotokopi alas hak Rp. 5000,- kemudian data fisik berupa patok minimal 4 buah sebesar Rp. 35.000,-. 12) Bahwa biaya dari APBN sebesar Rp. 300.000,- ( tiga ratus ribu rupiah) saksi tidak dapat merinci untuk apa saja dipergunakan, antara lain dipergunakan untuk penyuluhan, pengukuran, pengumpulan data yuridis. Tidak ada subsidi makan. Biaya tersebut cukup atau tidak cukup pelaksanaan Prona tetap berjalan. 13) Bahwa petunjuk sosialisasi ada yang mengkoordinir untuk hubungan kerja agar mudah. 14) Bahwa pengumpulan data berupa identitas ( KTP, KK ), bukti tanah, riwayat tanah dengan Berita Acara, SPPT harus lunas. Pengisian data tersebut dibantu Petugas Kantor Pertanahan. Pengukuran dilakukan besama perangkat desa untuk menunjukkan lokasi tanah, sedangkan pemasangan patok dilakukan oleh perangkat desa. 15) Bahwa dalam satu bidang tanah ada biaya yang masih ditanggung oleh peserta Prona.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
16) Bahwa di Desa Wonoasri mendapat jatah Prona sebanyak 282 (dua ratus delapan puluh dua ) bidang. 17) Bahwa saksi tidak pernah menerima uang dari kegiatan Prona di Desa Wonoasri. 18) Bahwa untuk biaya patok minimal 4 buah sebesar Rp.40.000,- (empat puluh ribu rupiah), materai 4 buah @ Rp.6.000,- dan foto copy. 19) Bahwa saksi tidak menyarankan dibentuk panitia di Desa dan anggotanya harus perangkat desa. 20) Bahwa sertipikat sebanyak 282 bidang sudah jadi. 21) Bahwa maksud dan tujuan pogram Prona ini adalah membantu golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah atau miskin untuk memperoleh sertipikat, tentunya pungutan dmaksud tidak benar dan bertentangan dengan program Prona. 22) Bahwa apabila ada pungutan yang dilakukan Desa untuk kegiatan Prona diperbolehkan, tetapi kalau bukan untuk kegiatan Prona hal tersebut adalah kewenangan Desa, contoh : pengukuran tanah, penyuluhan, tranportasi di biayai oleh APBN. 23) Bahwa BPN mengajukan dana pendamping ntuk kegiatan Prona ke Pemkab, namun tidak pernah dikabulkan.
b. Saksi Sutarno, Madiun, 55 Tahun/04 Desember 1954, Laki-laki, Indonesia, Desa Wonoasri RT 10 RW 5 Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun, Islam, Kepala Dusun III Dukuh Pucung Desa Wonoasri, dibawah sumpah dipersidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : 1) Bahwa keterangan yang disampaikan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah benar. 2) Bahwa saksi sebagai Kepala Dusun III Dukuh Pucung Desa Wonoasri sejak tahun 1979 dan sehubungan dengan kegiatan Prona Tahun 2009, saksi selaku sekretaris dalam Kepanitiaan Prona tahun 2009 di Desa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun, dengan tugas melakukan pendataan, sidang klarifikasi data, pemasangan patok dan pengukuran. 3) Bahwa pernah ada sosialisasi di Desa Wonoasri terkait Prona dari Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun pada tanggal 24 Maret 2009 yang pada dasarnya menyampaikan bahwa Desa Wonoasri akan ada Prona gratis yang di BPN, yang tidak gratis dibayar peserta seperti patok, materai, foto copy KTP, KK, SPPT, pelaksanaan Prona di Desa Wonoasri pertama dilakukan sosialisasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, yang membahas persyaratan : kegiatan Prona tidak ditarik biaya ( gratis ), pendataan, pengisian berkas, sidang klarifikasi status tanah bermasalah atau tidak, dilanjutkan pemasangan patok batas, asal usul tanah. Setelah sosialisasi selesai, Kepala Desa menyampaikan kepada peserta Program bahwa Program Prona dilanjutkan atau tidak, kemudian peserta meminta untuk dilanjutkan, setelah itu Kepala Desa meninggalkan tempat dan peserta Prona bermusyawarah membahas masalah pembiayaan pensertifikatan. Musyawarah tidak ada yang memimpin dan hasil musyawarah tersebut menyepakati bahwa peserta Prona membayar Rp. 400.000,- tetapi tidak ada perincian tentang biaya tersebut. 4) Bahwa pada tanggal 25 Maret 2009 Kepala Desa mengundang Perangka Desa untuk membentuk Kepanitaiaan Prona dengan susunan Kepanitiaan Prona Tahun 2009 di Desa Wonoasri adalah sebagai berikut : Pelindung
: AA. Kuncoro ( Kepala Desa )
Ketua
: Suwarno ( Sekretaris Desa )
Sekretaris
: Sutarno
Bendahara I
: Nurcholis (Kepala Dusun I Desa Wonoasri)
Bendahara II : Ridwan ( Kepala Dusun II Desa Wonoasri)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Anggota
: Parminto
5) Bahwa di Desa Wonoasri tidak dipasangi spanduk maupun pamflet mengenai pelaksanaan Prona Tahun 2009 dari Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun. 6) Bahwa benar di Desa Wonoasri mendapat jatah Prona Tahun 2009 sebanyak 282 bidang dan sudah dilaksanakan. 7) Bahwa Kepala Dusun III Desa Wonoasri yang saksi tangani mendapat jatah Prona sebanyak 91 bidang, berdasarkan musyawarah peserta per bidangnya ditarik biaya Rp. 400.000,- . terhadap penarikan tersebut Kepal Desa mengetahuinya. Besarnya penarikan uang di Kepala Dusun III Desa Wonoasri sebanyak 91 bidang yang besarnya tiap bidang Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah). Namun jumlah peserta Prona yang melalui Kasun III sebanyak 81 (delapan puluh satu) bidang yang jumlahnya 81 x Rp. 400.000,- per bidang = Rp. 32.4000,- (tiga puluh dua juta empat ratus rupiah), yang selanjutnya diserahkan langsung ke bendahara Nurcholis. 8) Bahwa uang yang terkumpul dari 282 bidang tersebut yang dipergunakan untuk : Materai
: Rp. 8.460.000,-
Patok
: Rp. 12.690.000,-
Pendataan
: Rp. 4.230.000,-
Konsumsi
: Rp. 13.800.000,-
Saksi-saksi sidang klarifikasi data dan pendataan berkas pengukuran : Rp. 33.840.000,Pemasangan patok
: Rp. 2.820.000,-
Alat Tulis Kantor
: Rp. 1.410.000,-
Rapat
: Rp. 1.120.000,-
Air minum
: Rp. 1.062.000,-
Sewa mobil
: Rp. 390.000,-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Perjalanan Dinas
: Rp. 5.000.000,-
Konsumsi Pengukuran : Rp. 9.180.000,Jumlah total sebesar Rp. 94.002.000,- dan sisanya sejumlah Rp. 12.198.000,9) Bahwa saksi menerima uang sebesar Rp. 5.640.000,- dari bendahara Prona sebagai uang saksi dan semua panitia mendapat uang. Kepala Desa sebagai Pelindung mendapatkan uang sebesar Rp. 9.870.000,-, Ketua Panitia mendapat uang sebesar Rp. 7.500.000,-, Bendahara I mendapatkan uang sebesar Rp. 6.660.000,-, bendahara II mendapatkan uang sebesar Rp. 4.800.000,10) Bahwa ada lima orang Peserta Prona yang tidak membayar uang pungutan Rp. 400.000,- namun sertipikatnya jadi. 11) Bahwa Prona tersebut ditujukan untuk Rumah Tangga Miskin (RTM).
c. Saksi Nurcholis, Madiun, 32 tahun/4 Juni 1978, Laki-laki, Indonesia, Desa Wonoasri Kabupaten Madiun, Islam, Kepala Dusun I Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun, SLTP, dibawah sumpah dipersidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : 1) Bahwa keterangan yang disampaikan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP ) adalah benar. 2) Bahwa saksi sebagai Kepala Dusun I Desa Wonoasri sejak tahun 2009. Saksi sebagai Kepala Dusun I Wonoasri diberi tugas oleh Kepala Desa Wonoasri untuk memberitahukan kepada masyarakat Dusun Wonoasri I bahwa di Desa akan ada program sertipikat Prona dan akan disosialisasikan oleh pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional), setelah itu masyarakat mendaftar ke Kantor Desa Wonoasri lewat Kepala Dusun masing-masing. 3) Bahwa pernah ada sosialisasi di Desa Wonoasri terkait Prona di Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun pada tanggal 24 Maet 2009
commit to user